Kel. 12 Paliatif
Kel. 12 Paliatif
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Agar mahasiswa dapat mengetahui tinjauan sosialbudaya di Indonesia
terhadap keperawatan paliatif : Batak toba, simalungun, karo, jawa, nias dan etnis
lain di indonesia
1
BAB 2
PEMBAHASAN
2
2.3 Budaya Masyarakat Tentang Pengobatan Pada Penyakit Paliatif
Kanker payudara merupakan penyakit yang mematikan. Jumlah
penderitanya pun tak sedikit. Sayang, banyak penderita justru memilih ke
dukun alias pengobatan alternatif. Ujung-ujungnya, malah bertambah parah.
Banyak penderita yang baru berobat ke dokter setelah menderita kanker
payudara stadium tinggi.
Selain itu, fenomena dukun Ponari sempat menyita perhatian
masyarakat Indonesia beberapa tahun yang lalu, cerita kemunculan dukun
Ponari dengan batu saktinya sebagai media penyembuhan dengan cara di
celupkan ke air.
Kabar tentang kehebatan ponari ini terus meluas hingga menyebabkan
jumlah pasien yang berobat kerumah Ponari dari hari kehari semakin
meningkat. Tindakan masyarakat yang datang ke Dukun Ponari itu tidak
terlepas dari peran budaya yang ada di masyarakat kita terhadap hal-hal yang
bersifat mistis. Percaya terhadap kesaktian batu yang dimiliki Ponari itu
merupakan sebuah budaya yang mengakar dan bertahan dimasyarakat sebagai
bagian dari kearifan lokal.
Pemahaman masyarakat terhadap hal-hal yang dipercayai secara
turun-temurun merupakan bagian dari kearifan lokal yang sulit untuk
dilepaskan. Hingga pemahaman magis yang irasional terhadap pengobatan
melalui dukun seperti diatas sangat dipercayai oleh masyarakat. Peranan
budaya dan kepercayaan yang ada dimasyarakat itu diperkuat oleh rendahnya
tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi.
3
baru. Ungkapan ini memperlihatkan bahwa anak laki-laki memiliki
keistimewaan dalam pandangan orang tua, terlihat pula dari
perbandingan jumlah anak laki - laki yang diinginkan lebih banyak
dari anak perempuan (Tinambunan, 2010).
Fungsi dan makna anak laki - laki pada suku Batak Toba
yaitu: penerus marga (klan) bapaknya (Tampubolon, 2002), anak
sebagai penambah sahala (wibawa) orangtuanya (Lumbantobing,
1992), ahli waris yaitu suku Batak Toba yang menjadi ahli waris dari
harta peninggalan harta orangtuanya adalah anak laki - laki
(Panggabean, 2004), pelaksana upacara adat (Tampubolon, 2002),
pembawa rejaki, ungkapan maranak sampulu pitu marboru sampulu
onom (mempunyai anak laki - laki tujuh belas dan anak perempuan
enam belas), berhubungan dengan ekonomi keluarga dengan
keyakinan banyak anak banyak rejeki dimana anak laki - laki sebagai
pencari nafkah (Simanjuntak, 2000), dan pengambil keputusan
(Simanjuntak, 2000)
4
orangtua, raja -raja dan pihak - pihak adat lainnya ((Lumbantobing,
1992).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Irmawati (2007) bahwa untuk mengobati suatu penyakit, masyarakat
Batak Toba juga percaya bahwa ulos tondi dari hula-hula dapat
menyembuhkan penyakit. Itulah sebabnya mengapa orang Batak
Toba sangat hormat kepada hula-hula. Bila orang yang sakit lebih
muda, mereka perlu meminta pertimbangan kepada orang yang lebih
tua untuk memecahkan masalah kesehatan tersebut.
3. Mendatangi datu/namalo.
Berdasarkan informasi dari informan kunci bahwa pada
suku Batak Toba, apabila seseorang menderita suatu penyakit,
sering berobat ke datu (namalo). Hal ini terjadi karena masih
banyak masyarakat Batak Toba yang lebih mempercayai namalo
dibanding tim kesehatan terutama masyarakat yang tinggal di
daerah pedalaman.. Pada masyarakat Batak Toba orang yang paling
mengetahui isi dari kitab pengobatan ini disebut sebagai sibaso.
Sibaso adalah datu (dukun perempuan).
Berbagai pengalaman telah dapat membuktikan bahwa
pengobatan tradisional Batak yang dilakukan oleh seorang namalo
ini tidak selalu kalah dengan pengobatan yang diterapkan oleh
dokter (tim medis), hanya saja sistem pengobatan ini tidak
melibatkan alat teknologi canggih seperti halnya peralatan medis.
Pengkajian mengenai obat yang digunakan oleh tim medis dengan
obat yang digunakan oleh tim namalo sangat jauh berbeda. Pihak
tim medis telah mencampur zat kimia kedalam obat yang
dipergunakan, sementara tim namalo masih alami. Obat yang
digunakan oleh namalo adalah jenis tumbuh-tumbuhan tertentu
yang masih alami. Untuk meramu diperlukan alat - alat tradisional.
5
2.3.2 Budaya masyarakat Karo terhadap perawatan paliatif
Sembur adalah suatu obat tradisional dalam masyarakat karo
yang terdiri dari beras, daun-daunan hutan, jahe, lada, pala dan akar-
akaran dari tanaman obat yang semuanya di cincang tidak terlalu halus.
Partisipan menyatakan bahwa mereka juga menggunakan daun sirih
yang disemburkan ke payudara untuk menyembuhkandan
menghilangkan penyakit kanker payudara dalam tubuh. Partisipan
memilih pengobatan menggunakan semburan daun sirih.
6
2015), Batak Karo (Silalahi dan Nisyawati 2018) dan Lampung (Evizal
et al. 2013).
2.3.4 Budaya masyarakat Jawa terhadap perawatan paliatif
Menurut masyarakat dan falsafah jawa dalam budaya
tersebut menyimpan nilai-nilai yang sejajar dengan nilai-nilai dalam
keperawatan, meliputi altruistic dan human caring. Nilai-nilai budaya
jawa tersebut diterapkan dalam memberikan pelayanan keperawatan
paliatif pada pasien dan keluarga yaitu mendengarkan keluhan dengan
sabar, melakukan tindakan dengan ikhlas dan memberikan dukungan
emosional. Hal ini dapat membantu penyembuhan rohani. Budaya jawa
beranggapan bahwa pasien sembuh tidak saja di dasari oleh sikap
pemberi pelayanan.
Ada 4 macam nilai-nilai budaya jawa untuk keseimbangan jiwa:
1. Temen, bekerja dengan sungguh-sungguh dan jujur
2. Rila, memberikan usaha dengan ikhlas
3. Sabar, tidak mudah memyerah dalam usaha
4. Narima, menerima penyakit dengan senang hati, akhirnya dengan
ketenangan psikologis pasien dan keluarga sehingga pasien rileks dan
mengurangi penderitaannya.
7
2.4 Aspek Kebudayaan Perawat
Aspek kebudayaan perawat memiliki kriteria:
1. Latar belakang budaya, perhatian, kebutuhan pasien dan
keluarganya diperoleh serta di dokumentasikan,
2. Kebutuhan budaya di identifikasikan oleh tim dan keluarga,
dimasukan dalam rencana perawatan tim interdisplin
3. Komunikasi dengan pasien dan keluarga di hormati, begitu juga
dengan pilihan budaya mengenai penyingkapan, berkata jujur,
dan membuat keputusan.
4. Program bertujuan menghormati dan mengakomodasi rentang
bahasa, makanan, dan pratek kegiatan keagamaan pasien serta
keluarganya.
5. Kapanpun memungkinkan, tim memiliki akses dan
menggunakan pelayanan penerjemah yang tepat
6. Pengerahan dan pratek yang di bayar berjuang untuk
merefleksikan keberagaman budaya dari komunitas.
8
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas kehidupan pasien dan keuarganya dalam menghadapi
masalah masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam jiwa,
dengan mencegah dan meringankan penderitaan melalui identifikasi awal
serta terapi dan masalah lain, fisik, psikososial dan spirittual.
9
DAFTAR PUATAKA
10