Anda di halaman 1dari 3

Berlian Fadila Devanda

215061101111040/C
Teknik Kimia
Islam yang Ramah
Islam berarti damai atau penyerahan diri. Damai di dalam ajaran Islam itu harus
tercermin dalam setiap akhlak kita, bukan hanya kepada sesama manusia tetapi juga kepada
alam. Mengucapkan salam baik kepada orang yang kita kenal maupun tidak kenal ialah salah
satu perilaku Islam yang ramah. Sebab di dalam salam dan jawaban salam terkandung doa
keselamatan. Abi Quraish pun menjelaskan yang dimaksud ungkapan Ulama Mesir, “Islam
Tertutup oleh Umat Islam”. Rasulullah SAW diwahyukan untuk menyebarkan agama Islam yang
damai untuk menyingkirkan segala kekerasan termasuk peperangan. Alangkah kering dan
gersangnya agama ini jika ternyata aspek eksoterik dalam Islam hanya sebatas legal-formal dan
tendensinya tekstualistik. Sebuah ayat tentang jihad, misalnya, akan terasa gersang dan kering
apabila pemahamannya dimonopoli oleh tafsir “perang mengangkat senjata”. Padahal, jihad pada
masa Rasulullah merupakan satu wujud dan manifestasi pembebasan rakyat untuk menghapus
diskriminasi dan melindungi hak-hak rakyat demi terbangunnya sebuah tatanan masyarakat yang
beradab.
Titik puncak kesempurnaan beragama seseorang terletak pada kemampuan memahami
ajaran Islam dan menyelaminya sehingga sikap arif dan bijaksana (al-hikmah) bisa tersembul keluar
dalam segenap pemahaman dan penafsiran itu. Di sinilah, perlunya mengedepankan Islam yang
ramah. Penekanan pada Islam yang ramah ini secara metodologi menyangkut aspek esoteris dari
Islam yang lazimnya disebut dengan pendekatan sufistik. Islam yang ramah adalah wujud dari
penyikapan keislaman yang inklusif dan moderat. Ciri-ciri keberislaman seperti ini adalah
penyampaian dakwah yang mengedepankan qaulan karima (perkataan yang mulia), qaulan ma’rufa
(perkataan yang baik), qaulan maisura (perkataan yang pantas), qaulan layyinan (perkataan yang
lemah lembut), qaulan baligha (perkataan yang berbekas dalam jiwa), dan qaulan tsaqila (perkataan
yang berat). Inilah sikap-sikap keberagamaan sebagaimana diamanatkan Alquran dan sunah.
Islam sebagai agama yang mengusung big mission, rahmatan lil’alamin tentu saja tidak
membenarkan perilaku kekerasan sekalipun dalam fakta sejarah banyak peperangan yang dilakukan
oleh Nabi SAW, sebab peperangan yang dilakukan oleh Nabi bukan terobsesi oleh kekuasaan dan
harta tapi hanyalah sekedar mempertahan nyawa dan harga dirinya. Artinya jika perilaku jelek yang
ditampilkan oleh pemeluk agama, kiranya tidak elok bila digeneralisasikan pada keseluruhan umat
beragama, sebab tidak dapat dipungkiri pemeluk agama yang taat dan baik masih banyak kita temui.
Di samping itu, terkadang tindak kekerasan itu sebenarnya bukan ajaran agama, akan tetapi hanya
kebodohan orang yang beragama itu dalam memahami kitab sucinya.
Hidup itu sebenarnya 'take and give' sebanyak apa yang diterima, seharusnya sebanyak
itu pula yang kita beri. Bulan memancarkan cahaya sesuai dengan posisinya, sebanyak cahaya
matahari yang diserapnya. Lebah memberikan madunya sebanyak apa yang diserapnya dari
nectar kembang-kembang. Mestinya terhadap Tuhan begitu juga. Tapi, kita tidak mampi
membalas kebaikan Tuhan. Maka apa yang harus kita lakukan? Kita datang kepadaNya dan
berkata "saya serahkan diriku kepada-Mu ya Tuhan. Aku tidak mampu membalas kebaikanmu
ini, tapi inilah diriku, akan kau apakan diriku, aku terima itulah islam, saya cukup tergugah
sesaat mendengar kalimat ini dari Abi, dan saya merasa kalimat ini adalah kalimat yang indah
namun fakta bahwa dengan apapun kita tidak dapat membalas kebaikan Tuhan, maka dari itu kita
harus berserah. Berserah bukan berarti menyerah tapi tak henti percaya, bahwa kita punya Tuhan
yang luar biasa. Maha Kaya Maha Pemberi, Maha dari segala Maha.
Pertama, pada prinsipnya semua agama mengajak dalam perdamaian, apalagi agama
Islam. NabI Muhammad Saw sendiri memberi contoh untuk selalu menyampaikan pesan
perdamaian kepada semua orang baik yang dikenal maupun tidak dikenal. Jadi, jika ada ajaran
agama yang mengajak kebencian, perpecahan dan kekerasan sungguh ini bukan termasuk ajaran
agama Islam yang patut untuk ditiru.
Kedua, kata Islam mempunyai arti berserah diri kepada Tuhan, dalam artian bersedia
menjalankan semua perintah-perintahnya dan menjauhi semua larangannya. Jadi jika ada orang
yang bermusuhan, sesungguhnya ia bukan termasuk orang yang berserah diri lantaran masih
adanya dendam dan rasa tidak terima di dalam jiwa. Bila dikontekstualisasikan, kehidupan ini
sesungguhnya adalah take and gift. Sebanyak yang Anda dapatkan, sebanyak itu pula seharusnya
Anda memberi. Seperti halnya sinar bulan yang memancarkan sesuai dengan sinar yang
diberikan dari Matahari. Begitu pula madu yang diberikan oleh lebah, sebagaimana yang telah ia
serap dari bunga-bunga di taman. Nah, manusia seharusnya seperti itu, namun kita tak mampu
melakukannya dengan sempurna. Itulah mengapa sudah seharusnya manusia berserah diri,
menerima segala ketentuan Allah Swt.
Ketiga, Islam sesungguhnya menghendaki umatnya untuk membangun peradaban
dengan ilmu. Tapi, sebagian kaum muslimin tidak menjalankan tuntunan Islam, sehingga inilah
yang menjadikan terhambatnya rahmat bagi kaum muslimin. Inilah yang dimaksud dari
peryataan tersebut bahwa, kitalah sendiri yang menutupi datangnya rahmat tersebut.
Keempat, di tengah maraknya pemahaman Islam yang radikal, seharusnya kita harus
lebih bisa menjelaskan tentang hakikat Islam dan substansinya, yaitu menghendaki kedamaian.
Islam sendiri mempunyai berbagai macam madzhab, namun yang perlu digarisbawahi adalah,
madzhab tersebut harus bercirikan perdaiman. Jika ada ajaran yang mengandung kekerasan yang
tidak dibenarkan, sudah dipastikan itu jalan yang keliru.
Kelima, pada prinsipnya Nabi Muhammad Saw datang untuk menyingkirkan segala
upaya kekerasan, termasuk peperangan. Bahkan Nabi mendidik umatnya agar membenci
peperangan. kita mencintai perdamaian daripada perang selama perdamaian itu bersikap adil.
Jadi, peperangan bisa terjadi jika kedamaian terusik. Namun, sebagai catatan peperangan tidak
harus mengangkat senjata. Seperti halnya memerangi narkoba, dan memerangi kemiskinan.
Keeenam, terhadap sesama muslim, toleransi harus bertitik tolak bahwa kita semua sama
dalam prinsip-prinsip ajaran agama. Tapi dalam rincian agama, boleh jadi kita beda-beda. Justru
itu menjadikan kita memiliki banyak kemudahan. Adapun toleransi kepada non-muslim, lakum
dinukum waliyadin, silahkan non-muslim menjalankan agamanya, beri juga kesempatan kepada
kami menjalankan agama yang kami anut. Kita sama-sama tidak tahu kebenaran hakiki, karena
yang menentukan kebenaran tidak di dunia ini, tapi kelak di akhirat nanti.
Ketujuh, selama seseroang berpegang teguh kepada agamanya, toleransi akan menjadi
keniscayaan. adapun terkait syi’ar, harusnya disampaikan dengan lemah lembuh dan tidak
merugikan orang lain. Bahkan sesungguhnya syi’ar itu tidak harus menyampaikannya secara
terbuka, tapi bisa menampakka nsyi’ar Islam dengan akhlak yang baik, dan sesungguhnya
berakhlak yang baik inilah sebaik-baiknya syi’ar agama.
Kedelapan, dalam prinsip agama disebutkan, manusia boleh jadi bersaudara segama.
Tapi apabila tidak, sesama manusia bersaudara dalam kemanusiaan. Kita harus memahami
bahwa, manusia tersinggung bila disinggung, manusia senang bila dibantu, dan seterusnya. Pada
intinya adalah, semua manusia harus diperlakukan sama sebagai manusia terhormat,
sebagaimana kita juga ingin diperlakukan orang lain sebagai manusia terhormat.
Kesembilan, Sikap kerast terhadap orang kafir tidak harus menganiaya, membunuh,
mencaci. Akan tetapi harus disesuikan dengan sikap orang kafir tersebut. Jangan ditafsirkan
harus keras,. tapi dimulai dengan ketidaksetujuan atas apa yang mereka lakukan. sampai ke
tingkat tertinggi, dimana dibenarkan oleh agama untuk memerangi mereka. Yaitu ketika orang
kafir memerangi kita.
Kesepuluh, dalam bermedia kita harus hati-hati, pilihlah dulu berita yang benar, lalu
ajukan pertanyaan pada akal kita bermanfaat atau tidak berita tersebut, kemudian sesuai kondisi
yang pas atau tidak jika disampaikan. Pasalnya, boleh jadi sesuatu yang benar itu tidak sesuai
dengan situasi dan kondisi.
Kesebelas, semua ada tempat semua ada cara. Umat Islam bagaikan pohon yang akar-
akarnya yang terhunjam ke bawah, dahannya menjulang ke atas dan setiap saat menghasilkan
buah yang segar. Akar yang menjulang adalah akidah, percaya kepada keesaan Allah dan
kehadiran Nabi Muhammad, menjalankan syri’at dan lain sebagainya. Buahnya adalah ilmu
pengetahuan, teknologi dan akhlak.
Salah satu prinsip dari ajaran Islam adalah kedamaian, sesuai dengan namanya. Setiap
manusia yang sudah berkomitmen menjadi seorang muslim, harus menyampaikan syiar islam
secara lemah lembut, damai, dan penuh toleransi dalam setiap aktifitasnya. "Bahwa kedamaian
itu bermula dari hati kita, anda tidak bisa memberi kedamaian kepada orang kalau hati anda tidak
damai" - M. Quraish Shihab

Anda mungkin juga menyukai