Anda di halaman 1dari 22

TUGAS AGAMA

“TOLERANSI AGAMA DALAM


PANDANGAN ISLAM”

DI SUSUN OLEH :
NAMA : NUR IMANSYAH MISBA
COURSE : D III TLB VIII ALPHA
NIT : C1021908326

POLTEKBANG MAKASSAR
2020-2021
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I. PENDAHULUAN

Latar Belakang ...........................................................................................................


Rumusan Masalah ...........................................................................................................

BAB II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Toleransi ................................................................................................


B. Analisis Terhadap Toleransi Dalam Islam ............................................................
C. Kaitan Toleransi Terhadap Sesama Muslim........................................................
D. Toleransi Antar Umat Beragama...........................................................................
E. Penegasan Tidak Ada Toleransi Akidah..............................................................
F. Manfaat Toleransi Beragama...............................................................................
G. Konsep Toleransi.....................................................................................................
H. Fakta Toleransi........................................................................................................
I. Perjanjian Toleransi................................................................................................
J. Toleransi Menurut Para Ahli.................................................................................
K. Toleransi dalam Praktik Sejarah Islam................................................................
L. Toleransi dalam Islam.............................................................................................

BAB III. PENUTUP

KESIMPULAN

KATA PENGANTAR
Assalamualikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan limpahan Rahmat,Taufik dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia
dan akhirat kepada umat manusia.
Makalah ini di susun sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan
serta informasi yang semoga bermanfaat.
Makalah ini saya susun dengan segala kemampuan saya dan
semaksimal mungkin. Namun, saya menyadiri bahwa dalam
penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih banyak
kesalahan serta kekurangan.

Bab I
Pendahuluan
A. Latar belakang

Latar belakang itu menghasilkan kesepakatan-kesepakatan di bidang


Toleransi Antar-agama yang kemudian meluas ke aspek-aspek kesetaraan
manusia di depan hukum. Lalu, apa itu as-samahah (toleransi)?

Dalam konteks ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda.


Artinya: “Sebaikbaik orang adalah yang memiliki hati yang mahmum dan
lisan yang jujur, ditanyakan: Apa hati yang mahmum itu? Jawabnya :
'Adalah hati yang bertaqwa, bersih tidak ada dosa, tidak ada sikap melampui
batas dan tidak ada rasa dengki'.

Ditanyakan: Siapa lagi (yang lebih baik) setelah itu?. Jawabnya : 'Orang-
orang 6 yang membenci dunia dan cinta akhirat'. Ditanyakan : Siapa lagi
setelah itu? Jawabnya “ Seorang mukmin yang berbudi pekerti luhur."

Dasar-dasar al-Sunnah (Hadis Nabi) tersebut dikemukakan untuk


menegaskan bahwa toleransi dalam Islam itu sangat komprehensif dan
serbameliputi. Baik lahir maupun batin. Toleransi, karena itu, tak akan tegak
jika tidak lahir dari hati, dari dalam. Ini berarti toleransi bukan saja
memerlukan kesediaan ruang untuk menerima perbedaan, tetapi juga
memerlukan pengorbanan material maupun spiritual, lahir maupun batin.

Di sinilah, konsep Islam tentang toleransi (as-samahah) menjadi dasar bagi


umat Islam untuk melakukan mu‟amalah (hablum minan nas) yang ditopang
oleh kaitan spiritual kokoh (hablum minallāh).Tapi peperangan itu
dilakukan hanya sebagai pembelaan sehingga Islam tak mengalami
kekalahan. Peperangan itu bukan karena memaksakan keyakinan kepada
mereka tapi karena ekses-ekses politik sebagai konsekuensi logis dari
sebuah pendudukan. Pemaksaan keyakinan agama adalah dilarang dalam
Islam.

Bahkan sekalipun Islam telah berkuasa, banyak agama lokal yang tetap
dibolehkan hidup. Ia tidak dilakukan melalui kolonialisme atau penjajahan
sehingga sikap penerimaan masyarakat Nusantara sangat apresiatif dan
dengan suka rela memeluk agama Islam.

Sementara penduduk lokal lain yang tetap pada keyakinan lamanya juga
tidak dimusuhi. Di 8 sini, perlu dicatat bahwa model akulturasi dan
enkulturasi budaya juga dilakukan demi toleransi dengan budaya-budaya
setempat sehingga tak menimbulkan konflik. Apa yang dicontohkan para
walisongo di Jawa, misalnya, merupakan contoh sahih betapa penyebaran
Islam dilakukan dengan pola-pola toleransi yang amat mencengangkan bagi
keagungan ajaran Islam. Secara perlahan dan pasti, islamisasi di seluruh
Nusantara hampir mendekati sempurna yang dilakukan tanpa konflik
sedikitpun.

Hingga hari ini kegairahan beragama Islam dengan segala gegap-


gempitanya menandai keberhasilan toleransi Islam. Ini membuktikan bahwa
jika tak ada toleransi, yakni sikap menghormati perbedaan budaya maka
perkembangan Islam di Nusantara tak akan sefantastik sekarang.

Toleransi di sini adalah dalam pengertian mu‟amalah (interaksi sosial). Jadi,


ada batas-batas bersama yang boleh dan tak boleh dilanggar. Inilah esensi
toleransi di mana masing-masing pihak untuk mengendalikan diri dan
menyediakan ruang untuk saling menghormati keunikannya masing-masing
tanpa merasa terancam keyakinan maupun hakhaknya. Syari‟ah telah
menjamin bahwa tidak ada paksaan dalam agama.
Karena pemaksaan kehendak kepada orang lain untuk mengikuti agama kita
adalah sikap a historis, yang tidak ada dasar dan contohnya di dalam sejarah
Islam awal. Justru dengan sikap toleran yang amat indah inilah, sejarah
peradaban Islam telah 9 menghasilkan kegemilangan sehingga dicatat dalam
tinta emas oleh sejarah peradaban dunia hingga hari ini dan insyaallah di
masa depan.

Manusia adalah makhluk individu sekaligus sebagai makhluk social.


Sebagai makhluk social tentunya maunsia di tuntut untuk mampu
berinteraksi dengan individu lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya.
Dalam menjalankan kehidupan social dalam masyarakat, seorang individu
akan dihadapkan dengan kelompok-kelompok yang berbeda, salah satunya
dalam perbedaan agama.

Dalam rangka menjaga keutuhan dan persatuan dalam masyarakat maka


diperlukan sikap saling menghormati dan menghargai. Sehingga, gesekan-
gesekan yang dapat menimbulkan pertikaian dapat dihindari. Selain itu,
masyarakat juga dituntut untuk saling menjaga hak dan kewajiban diantara
satu sama lain.

Dalam konteks toleransi antar beragama, islam memiliki konsep yang sangat
jelas. “Tidak ada paksaan dalam agama”. “bagimu Agamamu, bagiku
agamaku” merupakan contoh popular dari toleransi dalam islam.

Selain ayat-ayat itu, banyak ayat lain yang tersebar dalam surat dan juga
sejumlah hadits serta praktik toleransi dalam sejarah islam. Fakta-fakta
historis itu menunjukan bahwa masalah toleransi dalm islam bukanlah
konsep asing.

Menurut agama islam, toleransi bukan saja terhadap sesama manusia, tetapi
juga alam semesta, binatang, serta lingkungan hidup. Dengan cakupan
toleransi yang luas maka toleransi antar umat beragama dalam islam
merupakan perhatian yang penting dan serius. Karena tolerasi beragama
menyangkut keyakinan manusia yang sangat sensitive dan mudah
menimbulkan konflik. Oleh karena itu, makalah berikut ini akan mengulas
pandangan islam terhadap toleransi dalam beragama.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian toleransi ?
2. Bagaimana toleransi dalam islam ?
3. Bagaimana yang terjadi toleransi sesame muslim ?
4. Bagaimana toleransi antar umat beragama ?
5. Apakah manfaat dari bersikap toleransi ?
Bab II
Pembahasan
A. Pengertian Toleransi

Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa ari kata Toleransi
berarti sifat toleran. Kata toleran sendiri didefinisikan sebagai bersifat atau
bersikap tenggang rasa (menghargai, membolehkan) pendirian (pendapat,
atau keyakinan) yang berbeda atau bertentangan dengan diri sendiri.

Toleransi merupakan kata serapan dari bahasa inggris “tolerance” berarti


sabar dan kelapang dada , adapun kata kerja transitifnya yaitu tolerate yang
berarti sabar menghadapi atau melihat dan tahan terhadap sesuatu,
sementara kata sifatnya adalah toleray yang bersikap toleran, sabar terhadap
sesuatu. Sedangkan menurut Abdul Malik Salman, kata tolerane berasal dari
bahasa latin yang berarti berusaha tetap bertahan hidup tinggal atau
berinteraksi dengan sesuatu yang sebenarnya tidak disukai.

Dalam bahasa Arab, istilah yang lazim dipergunakan sebagai padanan kata
toleransi adalah samanah atau tasamuh, maka kata ini berkembang dan
mempunyai arti sikap lapang dada atau terbuka dalam menghadapi
perbedaan yang bersumber dari kepribadian yang mulia. Dengan demikian,
makna kata tasamuh memiliki keutamaan, karena melambangkan sikap pada
kemulian diri dan keikhlasan.

Oleh karena itu, toleransi dalam konteks social budaya dan agama yang
berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap
kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas
dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama dimana
penganut mayoritas dalm suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama
lainnya.

B. Analisis Terhadap Toleransi Dalam Islam


Toleransi merupkan sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai
macam perbedaan, baik dari sisi suku bangsa, warna kulit, bahasa, adat
istiadat, budaya, bahasa serta agama, atau yang lebih popular dengan
sebutan inklusivisme, pluralism, dan multikulturalisme.

Hal ini sejalar dengan firman Allah SWT yang artinya “hai manusia
sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal- mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantra kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Alllah maha mengetahui dan maha pengenal.”

Seluruh manusia berada didalam lingkaran “sunnatullah” ayat ini


mengindikasi bahwa Allah SWT menciptakan adanya perbedaan dan
penting untuk menghadapi dan menerima perbedaan-perbedaan itu termasuk
dalam hal teologis. Toleransi antar umat beragama yang berbeda termasuk
ke dalam salah satu kajian penting yang ada dalam system teologi islam.

Islam adalah agama yang sempurna dan memiliki sejumlah syarat yang
sangat menjujung tinggi sikap toleransi. Firman Allah SWT :
Artinya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena
itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat
yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(QS. Al-Baqarah : 256)

Seruan ayat tersebut sebatas hanya ditunjukkan untuk orang-orang kafir.


Jadi, kaum muslimin tidak boleh memaksakan kehendak orang lain (selain
islam) untuk masuk kedalam agama islam. Sebab orang kafir dalam hal ini
diberikan hak oleh Allah SWT untuk memilih beriman kepada islam dan
berhak pula untuk tidak mengimaninya.

Toleransi dalam beragama islam bukan berarti boleh atau bebas menganut
agamu tertentu atau dengan bebasnya mengikuti ibadah dan ritualitas semua
agama tanpa adanya aturan yang mengikat. Akan tetapi, toleransi beragama
harus dipahami sebagai bentuk system dan tata cara peribadatannya dan
memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama masing-
masing.

Sikap penerimaan dan pengakuan terhadap yang lain sebagai ajaran


toleransi yang ditawarkan islam, sebagaimana disebutkan dalam hadits-
hadits maupun ayat Al-qur‟an cukup rasional dan praktis. Namun, dalam
hubungannya dengan keyakinan (aqidah) dan ibadah, tidak bisa disamakan
dan dicampur adukkan, yang berarti bahwa keyakinan islam kepada Allah
SWT tidak sama dengan keyakinan para penganut agama lain terhadap
tuhan-tuhan mereka, dan juga tatacara ibadahnya walaupun demikian, islam
tetap melarang para penganutnya mencela tuhan-tuhan dalam agama
manapun. Oleh karena itu, kata tasamuh atau toleransi dalam islam bukan
sesuatu yang asing, tetapi sudah melekat sebagai ajaran inti islam untuk
diimplementasikan dalam kehidupan sejak agama islam itu lahir. Dalam
konteks inilah hadits yang diriwayatkan oleh Al- bukhori

Yang artinya : agama yang paling dicintai oleh Allah adalah yang lurus yang
penuh toleransi, yaitu agama islam.

C. Kaitan Toleransi Dengan Sesama Muslim


Berkaitan dengan hubungan toleransi dengan pesaudaraan sesame
muslim, dalam hal ini Allah SWT berfirman :
Artinya : orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antar kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah SWT, supaya kamu mendapat rahmat.

Dalam ayat ini, Allah SWT menyatakan bahwa orang-orang mukmin


bersaudara dan memerintahkan untuk melakukan islah ( mendamaikannya
untuk perbaikan hubungan) jika seandainya terjadi kesalahpahaman diantara
mereka atau kelompok umat islam.

Untuk mengembangkan sikap toleransi secara umum, terlebih dahulu


dengan menyikapi (pendapat) yang mungkin. Sikap toleransi dimulai
dengan cara membangun kebersamaan atau keharmonisan dan menyadari
adanya perbedaan dan bahwa semua adalah saudara, maka akan timbul rasa
kasih saying, saling pengertian yang pada akhirnya akan bermuara pada
sikap toleran. Dalam konteks pengalaman agama, Al-Quran secara tegas
memerintahkan orang-orang mukmin untuk kembali kepada Allah SWT dan
sunnah Rasulullah SAW.

D. Toleransi Antar Umat Beragama


Toleransi antar umat beragama dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk
dapat hidup bersama masyarakat yang menganut agama lain dengan
memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip keagamaan (ibadah)
masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan baik untuk beribadah
maupun tidak beribadah dari satu pihak ke pihak lain. Sebagai
implementasinya dalam praktik kehidupan social dapat dimulai dari sikap
kebersamaan antara penganut keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.

Sikap toleransi antar umat beragama bisa dimulai dari hidup bertentangga
baik dengan tetangga yang seiman dengan kita maupun tidak. Sikap
toleransi itu direfleksikan dengan cara saling menghormati saling
memuliakan dan saling tolong-menolong.
Tolerasi hak dan kewajiban dalam umat beragama telah tertanam dalam
nilai-nilai yang ada pada pancasila. Indonesia adalah Negara majemuk yang
terdiri dari berbagai macam etnis dan agama, tanpa adanya sikap saling
menghormati antara hak dan kewajiban maka akan dapat muncul berbagai
macam gesekan-gesekan antar umat beragama.

E. Penegasan Tidak Ada Toleransi Akidah


Mengenai system keyakinan dan agama yang berbeda-beda. Al-Qur‟an
telah menegaskan lewat salah satu suratnya yaitu surat al kafirun ayat 1-6.
Ayat ini menegaskan, bahwa semua manusia menganut agama tunggal
merupakan keniscayaan. Sebaliknya, tidak nmungkin manusia menganut
beberapa agama dalam waktu yang sama atau mengamalkan ajaran dari
berbagai agama secara simultan. Oleh sebab itu, Al-Qur‟an menegaskan
bahwa umat islam tetap berpegang teguh pada system ke-Esaan Allah secara
mutlak. Sedangkan orang kafir pada ajaran ketuhanan yang ditetapkan
sendiri.

Dalam memahami toleransi, umat islam tidak boleh salah kaprah. Toleransi
terhadap non-muslim hanya boleh dalam aspek muamalah , tetapi tidak
dalam hal aqidah dan ibadah. Islam mengakui adanya perbedaan tetapi tidak
boleh dipaksakan agar sama sesuatu yang jelas berbeda.

Dalam sejarah islam, nabi Muhammad SAW merupakan teladan yang baik
dalam implementasi toleransi beragama dengan merangkul semua etnis dan
apapun warna kulit dan kebangsaannya. Kenersamaan merupakan salah satu
prinsip yang diutamakan, terkait dengan karakter modernisasi dalam islam.
Dimana Allah SWT berkeinginan mewujudkan masyarakat islam yang
moderat sebagaimana firman Allah :

Artinya : dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat islam)
umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia
dan agar Rasul menjadi saksi atas perbuatan kamu.
F. Manfaat Toleransi Beragama
a. Menghindari perpecahan
Bersikap toleran merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan
dalam mengamalkan agama, sikap bertoleran harus menjadi suatu
kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan dalam wujud interaksi social.

b. Memperkokoh tali silahturahmi


Salah satu wujud dari toleransi hidup beragama adalah menjalin
dan memperkokoh tali silahturahmi antar umat beragama dan menjaga
hubungan yang baik. Merajut hubungan damai antar penganut agama
hanya bisa dimungkinkan jika masing-masing pihak saling menghargai
pihak lain. Mengembangkan sikap toleran beragama, bahwa setiap
penganut agama boleh menjalankan ajaran dan ritual agamanya dengan
bebas dan tanpa tekanan.

G. Konsep Toleransi
Konsep Toleransi Dalam Islam Secara doktrinal, toleransi sepenuhnya
diharuskan oleh Islam. Islam secara definisi adalah “damai”, “selamat”
dan “menyerahkan diri”. Definisi Islam yang demikian sering
dirumuskan dengan istilah “Islam agama rahmatal lil‟ālamîn” (agama
yang mengayomi seluruh alam).
Ini berarti bahwa Islam bukan untuk menghapus semua agama yang
sudah ada. Islam menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling
menghormati. Islam menyadari bahwa keragaman umat manusia dalam
agama dan keyakinan adalah kehendak Allah, karena itu tak mungkin
disamakan. Dalam al-Qur‟an Allah berfirman yang artinya, „dan Jikalau
Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka
bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia
supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?” 3

Di bagian lain Allah mengingatkan, yang artinya: “Sesungguhnya ini


adalah umatmu semua (wahai para rasul), yaitu umat yang tunggal, dan
aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah olehmu sekalian akan Daku
(saja). Ayat ini menegaskan bahwa pada dasarnya umat manusia itu
tunggal tapi kemudian mereka berpencar memilih keyakinannya masing-
masing.

Ini mengartikulasikan bahwa Islam memahami pilihan keyakinan mereka


sekalipun Islam juga menjelaskan “sesungguhnya telah jelas antara yang
benar dari yang bathil”. Selanjutnya, di Surah Yunus Allah menandaskan
lagi, yang artinya: “Katakan olehmu (ya Muhamad), „Wahai Ahli Kitab!
Marilah menuju ke titik pertemuan (kalimatun sawā atau common
values) antara kami dan kamu, yaitu bahwa kita tidak menyembah selain
Allah dan tidak pula memperserikatkan-Nya kepada apa pun, dan bahwa
sebagian dari kita tidak mengangkat sebagian yang lain sebagai “tuhan-
tuhan” selain Allah!” Ayat ini mengajak umat beragama (terutama
Yahudi, Kristiani, dan Islam) menekankan persamaan dan menghindari
perbedaan demi merengkuh rasa saling menghargai dan menghormati.
Ayat ini juga mengajak untuk sama-sama menjunjung tinggi tawhid,
yaitu sikap tidak menyekutukan Allah dengan selain-Nya. Jadi, ayat ini
dengan amat jelas menyuguhkan suatu konsep toleransi antar-umat
beragama yang didasari oleh kepentingan yang sama, yaitu „menjauhi
konflik‟. Saling menghargai dalam iman dan keyakinan adalah konsep
Islam yang amat komprehensif.

Konsekuensi dari prinsip ini adalah lahirnya spirit taqwa dalam


beragama. Karena taqwa kepada Allah melahirkan rasa persaudaraan
universal di antara umat manusia. Abu Ju‟la dengan amat menarik
mengemukakan, “Al-khalqu kulluhum „iyālullāhi fa ahabbuhum ilahi
anfa‟uhum li‟iyālihi” (“Semu makhluk adalah tanggungan Allah, dan
yang paling dicintainya adalah yang paling bermanfaat bagi sesama
tanggungannya”). Selain itu, hadits Nabi tentang persaudaraan universal
juga menyatakan, “irhamuu man fil ardhi yarhamukum man fil samā”
(sayangilah orang yang ada di bumi maka akan sayang pula mereka yang
di lanit kepadamu).

Persaudaran universal adalah bentuk dari toleransi yang diajarkan Islam.


Persaudaraan ini menyebabkan terlindunginya hak-hak orang lain dan
diterimanya perbedaan 4 dalam suatu masyarakat Islam. Dalam
persaudaraan universal juga terlibat konsep keadilan, perdamaian, dan
kerja sama yang saling menguntungkan serta menegasikan semua
keburukan.

H. Fakta Toleransi
Fakta historis toleransi juga dapat ditunjukkan melalui Piagam Madinah.
Piagam ini adalah satu contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama
yang pernah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah. Di
antara butirbutir yang menegaskan toleransi beragama adalah sikap
saling menghormati di antara agama yang ada dan tidak saling menyakiti
serta saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam Madinah.

Sikap melindungi dan saling tolong-menolong tanpa mempersoalkan


perbedaan keyakinan juga muncul dalam sejumlah Hadis dan praktik
Nabi. Bahkan sikap ini dianggap sebagai bagian yang melibatkan Tuhan.
Sebagai contoh, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dalam Syu‟ab al-
Imam, karya seorang pemikir abad ke-11, al-Baihaqi, dikatakan: “Siapa
yang membongkar aib orang lain di dunia ini, maka Allah (nanti) pasti
akan membongkar aibnya di hari pembalasan”. Di sini, saling tolong-
menolong di antara sesama umat manusia muncul dari pemahaman
bahwa umat manusia adalah satu badan, dan kehilangan sifat
kemanusiaannya bila mereka menyakiti satu sama lain.

Tolong-menolong, sebagai bagian dari inti toleransi, menajdi prinsip


yang sangat kuat di dalam Islam. Namun, prinsip yang mengakar paling
kuat dalam pemikiran Islam yang mendukung sebuah teologi toleransi
adalah keyakinan kepada sebuah agama fitrah, yang tertanam di dalam
diri semua manusia, dan kebaikan manusia merupakan konsekuensi
alamiah dari prinsip ini.

Dalam hal ini, al-Qur‟an menyatakan yang artinya: “Maka hadapkanlah


wajahmu ke arah agama menurut cara (Allah); yang alamiah sesuai
dengan pola pemberian (fitrah) Allah, atas dasar mana Dia menciptakan
manusia…” Mufassir Baidhawi terhadap ayat di atas menegaskan bahwa
kalimat itu merujuk pada perjanjian yang disepakati Adam dan
keturunanya.

I. Perjanjian Toleransi
Perjanjian ini dibuat dalam suatu keadaan, yang dianggap seluruh kaum
Muslim sebagai suatu yang sentral dalam sejarah moral umat manusia,
karena semua benih umat 5 manusia berasal dari sulbi anak-anak Adam.

Penegasan Baidhawi sangat relevan jika dikaitkan dengan hadis yang


diriwayatkan Imam Bukhari, Nabi ditanya: “Agama yang manakah yang
paling dicintai Allah?‟ Beliau menjawab “agama asal mula yang toleran
(al-hanîfiyyatus samhah). Dilihat dari argumen-argumen di atas,
menunjukkan bahwa baik al-Qur‟an maupun Sunnah Nabi secara otentik
mengajarkan toleransi dalam artinya yang penuh. Ini jelas berbeda
dengan gagasan dan praktik toleransi yang ada di barat. Toleransi di
barat lahir karena perang-perang agama pada abad ke-17 telah
mengoyak-ngoyak rasa kemanusiaan sehingga nyaris harga manusia
jatuh ke titik nadir.

J. Toleransi Menurut Para Ahli

- Menurut Syekh Salim bin Hilali memiliki karakteristik sebagai berikut,


yaitu antara lain:

1. Kerelaan hati karena kemuliaan dan kedermawanan


2. Kelapangan dada karena kebersihan dan ketaqwaan
3. Kelemah lembutan karena kemudahan
4. Muka yang ceria karena kegembiraan
5. Rendah diri dihadapan kaum muslimin bukan karena kehinaan
6. Mudah dalam berhubungan sosial (mu'amalah) tanpa penipuan dan
kelalaian
7. Menggampangkan dalam berda'wah ke jalan Allah tanpa basa basi
8. Terikat dan tunduk kepada agama Allah Subhanahu wa Ta'ala
tanpa ada rasa keberatan.

- Menurut Al-Hilali karakteristik itu merupakan

1. Inti Islam,

2. Seutama iman, dan

3. Puncak tertinggi budi pekerti (akhlaq).

K. Toleransi Dalam Praktik Sejarah Islam

Toleransi Dalam Praktik Sejarah Islam Sejarah Islam adalah sejarah


toleransi. Perkembangan Islam ke wilayahwilayah luar Jazirah Arabia yang
begitu cepat menunjukkan bahwa Islam dapat diterima sebagai rahmatal
lil‟alamin (pengayom semua manusia dan alam semesta).

Ekspansi-ekspansi Islam ke Siria, Mesir, Spanyol, Persia, Asia, dan ke


seluruh dunia dilakukan melalui jalan damai. Islam tidak memaksakan
agama kepada mereka (penduduk taklukan) sampai akhirnya mereka
menemukan kebenaran Islam itu sendiri melalui interaksi intensif dan dialog.
Kondisi ini berjalan merata hingga Islam mencapai wilayah yang sangat luas
ke hampir seluruh dunia dengan amat singkat dan fantastik. Memang perlu
diakui bahwa perluasan wilayah Islam itu sering menimbulkan peperangan.

L. Toleransi Dalam Praktik Islam

Sikap toleransi Islam terhadap agama-agama dan keyakinankeyakinan lokal


dalam sejarah kekuasaan Islam menunjukkan garis kontinum 7 antara prinsip
Syari‟ah dengan praktiknya di lapangan. Meski praktik toleransi sering
mengalami interupsi, namun secara doktrin tak ada dukungan teks Syari‟ah.
Ini berarti kekerasan yang terjadi atas nama Islam bukanlah otentisitas ajaran
Islam itu sendiri.

Bahkan bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa pemerintahpemerintah


Muslim membiarkan, bekerjasama, dan memakai orang-orang Kristen,
Yahudi, Shabi‟un, dan penyembah berhala dalam pemerintahan mereka atau
sebagai pegawai dalam pemerintahan. Lebih lanjut kesaksian seorang
Yahudi bernama Max I. Dimon menyatakan bahwa “salah satu akibat dari
toleransi Islam adalah bebasnya orang-orang Yahudi berpindah dan
mengambil manfaat dengan menempatkan diri mereka di seluruh pelosok
Empirium Islam yang amat besar itu. Lainnya ialah bahwa mereka dapat
mencari penghidupan dalam cara apapun yang mereka pilih, karena tidak ada
profesi yang dilarang bagi mereka, juga tak ada keahlian khusus yang
diserahkan kepada mereka”. Pengakuan Max I. Dimon atas toleransi Islam
pada orang-orang Yahudi di Spanyol adalah pengakuan yang sangat tepat. Ia
bahkan menyatakan bahwa dalam peradaban Islam, masyarakat Islam
membuka pintu masjid, dan kamar tidur mereka, untuk pindah agama,
pendidikan, maupun asimilasi.

Penutup Toleransi dalam Islam adalah otentik. Artinya tidak asing lagi dan
bahkan mengeksistensi sejak Islam itu ada. Karena sifatnya yang organik,
maka toleransi di dalam Islam hanyalah persoalan implementasi dan
komitmen untuk mempraktikkannya secara konsisten. Namun, toleransi
beragama menurut Islam bukanlah untuk saling melebur dalam keyakinan.
Bukan pula untuk saling bertukar keyakinan di antara kelompok-kelompok
agama yang berbeda itu.
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan apa yang sudah dijelaskan pada pembahasan, maka dapat
dikemukakan beberapa kesimpulan, antara lain :
1. Toleransi adalah sikap memberikan kemudahan, berlapang dada, dan
menghargai orang lain yang berbeda dengan kita.
2. Islam merupakan agama yang menjadikan sikap toleransi sebagai bagian
yang terpenting, sikap ini lebih banyak teraplikasi dalam wilayah
interaksi social sebgaimana yang ditunjukkan Rasulullah SAW.
3. Sikap toleransi dalam beragama adalah menghargai keyakinan agama
lain dengan tidak bersikap menyamakan keyakinan agama lain dengan
keyakinan islam itu sendiri.
B. Saran
Beberapa saran berikut yang harus lebih diperhatikan dan diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari antara lain :
1. Sikap toleransi dalam semua aspek kehidupan terutama dalam beragama
harus sangat dijunjung tinggi Karena tanpa sikap toleransi akan
menimbulkan konflik.
2. Dalam tolenrasi beragama, aqidah merupakan hal yang tidak dapat
ditolerin lagi dan toleransi dalam beragama memiliki batas-batas
tertentu, tidak semua hal bisa saling melebur dengan keyakinan.

Anda mungkin juga menyukai