Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

NILAI-NILAI ISLAM TERHADAP TOLERANSI


“Disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Pendidikan
Agama Islam”

Dosen Pengampu : Dewi Rahmawati, S.S., M.A.

Kelompok 9

Anggota Kelompok :

 Rini Yunita Sari


 Yayuk Astuti
 Arin Nanda Lestari
 Zaka Adi Putra
 Rudi Kurniawan

Semester Ganjil

STEI LPPM BANDUNG BARAT

Tahun Akademik 2018


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah

SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas limpahan rahmat, taufiq dan

hidayahNya sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.

Dalam penyusunan makalah ini, kami telah banyak bimbingan dan bantuan dari

berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu,

dalam kesempata ini kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan dalam bentuk apapun.

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna

karena keterbatasan yang ada pada diri kami. Untuk itu, saran dan kritik yang

bersifat membangung akan senantiasa kami terima demi kesempurnaan dan

kebaikan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir, semoga

Allah SWT senantiasa meridhai segala urusan kita. Amiin.

1
DAFTAR ISI
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah............................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................3
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................3
II. Pembahasan
A. Pengertian Agama Islam............................................................................4
B. Pengertian Nilai-nilai Islami......................................................................6
C. Definisi Toleransi......................................................................................12
D. Nilai-nilai Islam dalam Toleransi..............................................................13
III.Penutup
A. Kesimpulan................................................................................................17
B. Saran..........................................................................................................18
Daftar Pustaka.................................................................................................19

2
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam merupakan agama yang luas dan menyeluruh serta mengatur

umatnya dalam segala aspek kehidupan dari mulai Akidah, Akhlaq,

pendidikan, ekonomi dan lain sebagainya. Salah satu aspek yang diatur

dalam Islam adalah aspek toleransi terhadap pemeluk agama lain, yang

sering kita kenal dengan toleransi beragama.

Toleransi atau as-samahah adalah konsep modern untuk

menggambarkan sikap saling menghormati dan saling bekerjasama di

antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda baik secara etnis,

bahasa budaya, politik maupun agama. Oleh karena itu, toleransi

merupakan konsep agung dan mulia yang sepenuhnya menjadi bagian

organik dari ajaran agama-agama termasuk agama islam.

Dalam konteks toleransi antar umat beragama, Islam memiliki

konsep yang jelas “tidak ada paksaan dalam beragama”, “bagi kalian

agama kalian, dan bagi kami agama kami” adalah contoh popular dari

toleransi dalam Islam. Selain ayat-ayat itu, banyak ayat lain yang tersebar

di berbagai surah. Juga sejumlah hadis dan praktik toleransi dalam sejarah

Islam. Fakta-fakta historis itu menunjukan bahwa masalah toleransi dalam

Islam bukanlah konsep asing. Toleransi adalah bagian integral dari Islam

itu sendiri yang detail-detailnya kemudian dirumuskan oleh ulama dalam

karya-karya tafsir mereka. Kemudian rumusan-rumusan itu

3
disempurnakan oleh para ulama dengan pengayaan-pengayaan baru

sehingga akhirnya menjadi praktik kesejarahaan dalam masyarakat Islam.

Menurut ajaran Islam, nilai islam dalam toleransi bukan saja

terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap alam semesta, binatang dan

lingkungan hidup. Dengan makna toleransi yang luas, maka toleransi

antar-umat beragama dalam Islam memperoleh perhatian penting dan

serius. Apalagi toleransi beragama adalah masalah yang menyangkut

eksistensi keyakinan manusia terhadap Allah SWT, yang merupakan suatu

hal sensitif, primordial, dan mudah membakar konflik sehingga menyedot

perhatian besar dari Islam.

Khususnya pada Negara Indonesia yang memiliki masyarakat

plural yang bercorak primordial, konflik di dalam masyarakat yang

disebabkan oleh kurangnya toleransi antar sesama, terutama dalam segi

agama. Oleh karena itu, betapa pentingnya nilai-nilai keislaman dalam

suatu toleransi beragama. Karena dalam Islam kebebasan beragama pada

hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama.

Tanpa kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antar umat

beragama. Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia.

4
B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian agama Islam ?

2. Apakah pengertian nilai-nilai agama Islam?

3. Apakah definisi toleransi secara umum ?

4. Bagaimana nilai-nilai Islam dalam toleransi antar-umat ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui definisi agama Islam.

Untuk mengetahui dan memahami definisi agama Islam baik secara

harfiah dan secara etimologis.

2. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dan ragam nilai Islami.

3. Memahami pengertian toleransi secara umum

4. Untuk mengenal dan memahami nilai-nilai Islam terhadap toleransi

antar-umat beragama secara realistis pada saat ini.

5
II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama Islam

Islam (Arab: ‫اإلسالم‬, atau al-islam) adalah agama yang mengimani

satu Tuhan, yaitu Allah. Dengan lebih dari satu seperempat miliar

orang pengikut di seluruh dunia, menjadikan Islam sebagai agama

terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen. Islam memiliki arti

"penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab:

‫هللا‬, atau Allah). Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim

yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan, atau lebih

lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi

perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya

kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini

dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul

terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.

Secara etimologis Wasik menyebutkan bahwa Islam berasal dari

bahasa Arab aslama-yuslimu-islāman. Dalam kamus Lisan al-Arab

dijelaskan bahwa Islam mempunyai arti semantik sebagai berikut:

tunduk dan patuh (khadha‘a-khudhū‘wa istaslama-istislam), berserah

diri, menyerahkan, memasrahkan (sallama-taslim), mengikuti (atba‘a

- itbā‘), menunaikan, menyampaikan (addā - ta’diyyah), masuk dalam

kedamaian, keselamatan, atau kemurnian (dakhala fi al-salm au al-

silm au al-salām).

6
Kata triliteral semitik 'S-L-M' menurunkan beberapa istilah

terpenting dalam pemahaman mengenai keislaman, yaitu Islam dan

Muslim. Kesemuanya berakar dari kata Salam yang berarti kedamaian.

Kata Islam lebih spesifik lagi didapat dari bahasa Arab Aslama, yang

bermakna "untuk menerima, menyerah atau tunduk" dan dalam

pengertian yang lebih jauh kepada Tuhan.

Dengan demikian, Islam berarti penerimaan dari dan penyerahan

diri kepada Tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan

menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya, dan menghindari

politheisme. Perkataan ini memberikan beberapa maksud dari al-

Qur’an. Dalam beberapa ayat, kualitas Islam sebagai kepercayaan

ditegaskan: "Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan

kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk

(memeluk agama) Islam...” [Qur'an 5:3, Qur'an 3:19, Qur'an 3:83] Ayat

lain menghubungkan Islām dan dīn (lazimnya diterjemahkan sebagai

"agama"): "...Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu,

dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai

Islam itu jadi agama bagimu." [Qur'an 5:3, Qur'an 3:19, Qur'an 3:83].

Namun masih ada yang lain yang menggambarkan Islam itu sebagai

perbuatan kembali kepada Tuhan-lebih dari hanya penyataan

pengesahan keimanan.

7
B. Pengertian Nilai-nilai Islami

Nilai adalah sesuatu yang abstrak dan tidak bisa dilihat, diraba,

maupun dirasakan dan tak terbatas ruang lingkupnya. Nilai sangat erat

kaitannya dengan pengertian-pengertian dan aktifitas manusia yang

kompleks, sehingga sulit ditentukan batasannya, karena keabstrakkannya

itu maka Darajat mengemukakan bahwa terdapat bermacam-macam

pengertian, diantaranya sebagai berikut:

1. Nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang

diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus

kepada pola pemikiran, perasaan, keterkaitan maupun perilaku.

2. Nilai adalah suatu pola normatif, yang menentukan tingkah laku yang

diinginkan bagi suatu sistem yang ada kaitannya dengan lingkungan

sekitar tanpa membedakan fungsi-fungsi bagian-bagiannya.

3. Nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan.

4. Nilai merupakan kualitas empiris yang tidak dapat didefinisikan, tetapi

hanya dapat dialami dan dipahami secara langsung.

5. Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ideal, bukan benda konkrit,

bukan fakta, bukan hanya persoalan benar salah yang menuntut

pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki,

disenangi, dan tidak disenangi.

Berdasarkan beberapa pengertian nilai di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa nilai merupakan sesuatu yang abstrak, ideal, dan menyangkut

persoalan keyakinan terhadap yang dikehendaki, dan memberikan corak

8
pada pola pikiran, perasaan, dan perilaku. Dengan demikian, untuk

melacak sebuah nilai harus melalui sebuah pemaknaan terhadap kenyataan

lain berupa tindakan, tingkah laku, pola pikir, dan sikap seseorang atau

sekelompok orang.

Nilai itu sendiri adalah hakikat suatu hal yang menyebabkan hal itu

dikejar oleh manusia. Nilai juga berarti keyakinan yang membuat

seseorang bertindak atas dasar pilihannya. Nilai-nilai agama menurut

Abdullah Darraz bahwa nilai-nilai agama Islam yang utama adalah nilai-

nilai akhlaq.Oleh karena itu, dapat dijelaskan bahwa nilai-nilai agama

Islam adalah nilai-nilai akhlaq agama Islam yang bersangkut paut dengan

kewajiban seorang hamba kepada Tuhannya. Nilai-nilai tersebut

diperlukan oleh manusia untuk keselamatan dan kebahagiaanya di dunia

dan di akhirat.

Dengan demikian, nilai dapat dirumuskan sebagai sifat yang terdapat

pada sesuatu yang menempatkan pada posisi yang berharga dan terhormat,

yakni bahwa sifat tersebut menjadikan sesuatu itu dicari dan dicintai, baik

dicintai oleh satu orang maupun sekelompok orang. Sebagai contoh adalah

nasab bagi orang-orang terhormat memunyai nilai yang tinggi, ilmu bagi

ulama memunyai nilai yang tinggi, dan keberanian bagi pemerintah

memunyai nilai yang dicintai, dan sebagainya.

Madjid (2000: 8), menyatakan bahwa terdapat beberapa macam nilai-

nilai agama mendasar yang harus ditanamkan pada seorang anak dan

kegiatan menanamkan nilai-nilai pendidikan inilah yang sesungguhnya

9
menjadi inti pendidikan agama. Di antara nilai-nilai yang sangat mendasar

itu, ialah: iman, Islam, ihsan, taqwa, ikhlas, tawakkal, dan syukur.

1. Iman, yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Tuhan.

Masalah iman banyak dibicarakan di dalam ilmu tauhid. Akidah tauhid

merupakan bagian yang paling mendasar dalam ajaran Islam, Tauhid

itu sendiri adalah mengesakan Allah swt dalam dzat, sifat, af’al, dan

beribadah hanya kepada-Nya. Tauhid dibagi menjadi empat bagian,

yaitu: Ar Rubuubiyah, Al-Uluuhiyah, Al-Asmaa’ wa Ash-Shifaat, Al-

Mulkiyah.

a. Ar-Rubuubiyah (keesaan Allah swt sebagai tuhan pencipta), yaitu

men-satu-kan Allah swt dalam kekuasaannya. Artinya seseorang

meyakini bahwa hanya Allah swt yang menciptakan, memelihara,

menguasai dan yang mengatur alam beserta isinya. Tauhid

rububiyyah ini bisa diperkuat dengan memperhatikan segala

ciptaan Allah swt, baik benda hidup maupun benda mati. Dalam

ilmu-ilmu alam, di samping mempelajari fenomena alam, juga

dapat sekaligus membuktikan dan menemukan bahwa Allahlah

yang mengatur hukum alam yang ada pada setiap benda. Allah swt

sebagai pencipta, pelindung, pemberi rejeki, dan pengatur alam

semesta tidak akan mungkin diambil alih oleh yang lain. Allah swt

memiliki kekuasaan yang mutlak dan tidak ada satupun yang

menyainginya. Oleh karena itu, Allah sebagi Rabb wajib untuk

diesakan.

10
b. Al-Uluuhiyah (keesaan Allah swt sebagai tempat

mengabdi/menyembah). Kata ilah secara umum memunyai arti

yang disembah, baik kepada yang haq maupun yang bathil.

Sedangkan tauhid uluhiyyah merupakan suatu kunci dari

kehidupan di bawah naungan tauhid. Mengesakan Allah memunyai

tuntutan bagi yang mengakuinya. Diantara tuntutan tersebut

adalah sholat, puasa, zakat, haji, dan menjalankan syari’at Islam.

Pada zaman jahiliyah, kaum kafir Quraisy mengakui Allah swt

sebagai Rabb tetapi tidak mengakui Allah swt sebagi ilah.

c. Al-asmaa’ wa Ash-shifaat (Keesaan Allah swt dalam nama dan

sifat). Mengesakan Allah swt yang memiliki nama-nama dan sifat-

sifat kesempurnaan adalah mutlak. Tidak ada sedikitpun

kekurangan pada Allah swt. Allah swt yang digambarkan dalam

nama dan sifatNya seperti dalam 99 nama Allah adalah gambaran

kehebatan dan kesempurnaanNya. Oleh karena itu, tidak layak kita

mencari tandingan lainnya sebagai pengakuan keberadaan Allah

swt.

d. Al-Mulkiyah (keesaan Allah swt sebagai tuhan raja/ penguasa).

Tauhid Mulkiyah adalah mengesakan hanya kepada Allah swt saja

yang memiliki pemerintahan dan kekuasaan yang meliputi semesta

alam.

2. Islam, adalah istilah (sikap berserah diri) yang membawa kedamaian

dan kesejahteraan (as salaam) serta dilandasi oleh jiwa yang ikhlas

11
(sincerity). Tasmara (1995: 152). Adapun menurut Muhammad

(2008:25), Islam merupakan kepatuhan seseorang kepada hukum-

hukum syariat secara keseluruhan yang telah dibawa oleh junjungan

kita Nabi Muhammad saw.

a. Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah swt

senantiasa hadir bersama umatNya dimanapun umatNya berada,

sehingga umat Islam senantiasa merasa terawasi. Taqwa, yaitu

sikap yang sadar bahwa Allah swt selalu mengawasi umatNya,

sehingga umatNya akan senantiasa berhati-hati dan hanya berbuat

sesuatu yang diridhai Allah swt dan senantiasa menjaga diri dari

perbuatan yang tidak diridhaiNya.

b. Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan

seseorang semata-mata demi memperoleh ridla Allah. Swt

c. Tawakkal, yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah swt

dengan penuh harapan kepadaNya dan keyakinan bahwa Allah swt

akan menolong dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik.

d. Syukur, yaitu sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan atas

segala nikmat dan karunia yang tidak terbilang banyaknya. Amalan

yang paling Allah swt harapkan dilakukan manusia kepada

Tuhannya adalah bersyukur kepadaNya. Jika manusia merasa tidak

perlu bersyukur, maka berarti dia telah mengingkari dan tidak

mengimani siapa sang pemberi segala nikmat tersebut. Allah swt

berfirman dalam QS. Ibrahim/14:7,

12
‫ڪ َف ۡر ُتمۡ إِنَّ َع َذ ِابى َل َشدِي ۬ ٌد‬
َ ‫َوإِ ۡذ َتأ َ َّذ َن َر ُّب ُكمۡ لَ ِِٕٕٮن َشڪ َۡر ُتمۡ أَل َ ِزيدَ َّن ُك ۖمۡ‌ َولَ ِِٕٕٮن‬

Terjemahan: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu

memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami

akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari

(nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

Melalui kesyukuran atas rejeki yang diberikan, maka akan menjadi

perbendaharaan yang sangat luas dan berisi segala macam

kenikmatan. Sedangkan dengan meremehkan dan tidak mensyukuri

rejeki, maka rejeki tersebut akan berubah menjadi satu hal yang

sangat tidak diminati manusia.

e. Sabar, yaitu menahan jiwa dalam ketaatan dan senantiasa

menjaganya, memupuknya dengan keikhlasan, dan menghiasinya

dengan ilmu. Sabar adalah menahan diri dari segala kemaksiatan,

dan berdiri tegak melawan dorongan hawa nafsu. Sabar merupakan

sikap ridha terhadap qadha dan qadar Allah swt tanpa mengeluh

akan yang diberikan kepadanya.

Salah satu tujuan mendasar dari syiar agama yang dilakukan di

tengah-tengah masyarakat adalah terciptanya kultur keagamaan yang

membumi, dicermati melalui penerapan nilai-nilai ajaran agama dalam

kehidupan pribadi, rumah tangga, dan bermasyarakat. Kesadaran

pendidikan tidak terlepas dari kesadaran pemahaman agama yang utuh,

di mana kesadaran dan semangat untuk terus belajar dalam mencari

ilmu. Tidak hanya di lembaga formal tapi informal di mana keluarga

13
juga membangun perubahan dan berpartisipasi aktif didalamnya.

Sehingga, menjadi makhluk moral spiritual (moral-spiritual-being),

yang lebih baik dan bertaqwa kepada sang pencipta.

C. Definisi Toleransi

Toleransi adalah suatu sikap saling menghormati dan menghargai

antarkelompok atau antarindividu dalam masyarakat atau dalam lingkup

lainnya. Sikap toleransi menghindarkan terjadinya diskriminasi, walaupun

banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu

kelompok masyarakat.

Contoh sikap toleransi secara umum antara lain menghargai pendapat

dan/atau pemikiran orang lain yang berbeda dengan kita, serta saling

tolong-menolong untuk kemanusiaan tanpa memandang

suku/ras/agama/kepercayaannya. Istilah toleransi mencakup banyak

bidang. Salah satunya adalah toleransi beragama, yang merupakan sikap

saling menghormati dan menghargai penganut agama lain, seperti:

1. Tidak memaksakan orang lain untuk menganut agama kita;

2. Tidak mencela/menghina agama lain dengan alasan apapun; serta

3. Tidak melarang ataupun mengganggu umat agama lain untuk

beribadah sesuai agama/kepercayaannya.

Toleransi sudah dipaparkan dalam al-Quran secara komprehenshif,

diantaranya bagaimana Tuhan menjelaskan dalm Surah Al-Kafirun dari

ayat 1 sampai ayat 6. Asbabun-nuzulnya adalah tentang awal permintaan

kaum Quraisy terhadap Nabi Muhammad bahwa untuk saling

14
menghormati antar agama maka pemuka Quraisy meminta supaya nabi

menginstruksikan kepada penganut muslim untuk bergiliran penyembahan

terhadap dua Tuhan: hari ini menyembah Tuhan Nabi Muhammad dan

esok hari menyembah Tuhan kaum Quraisy. Dengan adanya keadilan

dalam pelaksanaan ibadah dari kedua agama tersebut, maka menurut

pemuka quraish akan terjadi tolerasi antar agama. Keputusan ini tentunya

ditentang oleh Allah, dengan menurunkan Surah Al-Kafirun ayat 1-6.

Ternyata dalam agama tidak boleh ada pencampuradukan keyakinan,

lapangan tolerasi hanya ada di wilayah muamalah. Hal ini bisa di lihat dari

rujukan kitab-kitab tafsir, di antaranya Tafisr Al-Maraghi, juz 30 tentang

penafsiran Surah Al-Kafirun.

D. Nilai-nilai Islam dalam Toleransi

Dalam Islam, tidak ada satu ayat pun dalam Al-Qur’an dan tidak ada

satu hadist pun yang mengobarkan semangat kebencian, permusuhan,

pertentangan atau segala bentuk perilaku negatif, represif yang

mengancam stabilitas dan kualitas kedamaian hidup. Ironisnya, hingga

kini masih saja muncul kekerasan yang mengatasnamakan agama. Karena

itu, diperlukan suatu rumusan yang tepat untuk membangun sistem

kehidupan yang damai. Rumusan itu ada dalam toleransi terhadap

pluralisme yang menjadi dasar bagi hubungan antar dan intra-agama.

Allahlah yang menghendaki makhlukNya bukan hanya berbeda dalam

realitas fisikal melainkan juga berbeda-beda dalam ide, gagasan,

15
berkeyakinan dan beragama sebagaimana yang disebut dalam beberapa

firmanNya antara lain: “Andaikan Tuhanmu menghendaki, tentu Dia

menjadikan umat yang satu, Dan (tetapi) mereka senantiasa berbeda [al-

Qur’an 11:18]. “Andaikan Allah menghendaki niscaya kamu dijadikanNya

satu umat saja.” [al-Qur’an 5:48]. Dengan demikian, sangat jelas bahwa

ketunggalan dalam beragama dan berkeyakinan tidaklah dikehendaki

Tuhan. Pada ayat lain yang sangat popular disebutkan, “Tidak ada paksaan

dalam memasuki agama” [al-Qur’an 2:256]. Berdasarkan ayat tersebut

dapat dipahami bahwa di samping tidak boleh ada paksaan bagi seseorang

untuk memeluk agama, orang juga dibebaskan apabila memilih tidak

beragama. Karena jalan yang benar dan yang salah sudah dibentangkan

Tuhan. Terserah kepada setiap orang untuk memilih antara dua jalan

tersebut, dengan segala konsekuensinya. Allah dengan sangat indah

menjelaskan kebenaran dan kebatilan atau keimanan dan kekafiran ini

dalam al-Qur’an 13:17.

Jika Allah menghendaki bahwa manusia diciptakan berbeda-beda,

maka adalah sangat logis dan amat bijaksana bahwa Dia juga memberikan

perlindunganNya kepada para pemeluk agama yang berbeda-beda tersebut

dan tempat-tempat mereka menyembah, mengagungkan otoritas yang

mereka yakini [al-Qur’an 22:40]. Karena itu pula, pada ayat lain Allah

melarang umat Islam mencaci maki sesembahan pemeluk agama lain. [al-

Qur’an 22:17].

16
Keyakinan agama adalah bagian paling personal, eksklusif, dan

tersembunyi di hati manusia. Karena itu pula, tidak ada kekuatan apapun

selain kekuasaan Tuhan yang bias memaksa siapa pun agar mengikuti

ajarannya, “kamu, bukan orang yang bias menguasai mereka [al-Qur’an

88:22]. “Apakah kamu hendak memaksa manusia sehingga mereka

beriman?” [al-Qur’an 10:99]. Hanya Tuhan yang mengetahuinya. Maka

hanya Dia pula yang akan memutuskan apakah keyakinan masing-masing

orang itu benar atau keliru kelak di hari pertanggungjawaban di akhirat.

Mengenai hal ini Allah menyatakan secara terus terang [al-Qur’an 22:17].

Terdapat perbedaan mendasar antara islam dan teori-teori pluralisme

agama dalam hal pendekatan metologis tentang itu dan fenomena

pluralitas agama. Islam memandangnya sebagai hakikat ontologis yang

genuine yang tidak mungkin dinafikan atau dinihilkan, sementara teori-

teori pluralisme melihatnya sebagai keragaman yang hanya terjadi pada

level manifestasi eksternal yang superfisial dan oleh karenanya tidak

hakiki atau tidak genuine.

Pluralitas adalah “ sunnah “ dan “ayat” Allah dalam vegetasi dan buah-

buahan, dalam hewan dan binatang, dan dalam semua jenis makhluk hidup

termasuk manusia. Pluralitas dalam pandangan islam adalah unik dan

sangat karakteristik dengan kemampuannya :

1. Mengapreasiasi secara penuh perbedaan-perbedaan penting dan

mendasar antara agama-agama beserta kekhususan-kekhususan

masing-masing.

17
2. Mengidentifikasi berbagai faktor dan sarana yang mengantarkan

manusia pada kesempurnaan kemanusiaannya.

3. Menanamkan segala sesuatu dengan namanya tanpa reduksi atau

simplifikasi dengan definisi-definisi baru.

Ciri-ciri perspektif islam adalah “realistis” yakni sesuai dengan realitas

dan menempatkan serta memperlakukannya sebagaimana adanya. Oleh

karena itu, keberadaan “yang lain” ( existence of other) sebagai suatu

fenomena sosial alami tidak ada masalah dengan islam, sebab agama ini

memang diturunkan Allah SWT. Sebagai sistem atau pedoman yang

komprehensif untuk kehidupan manusia di bumi, secara individu maupun

kolektif, bahkan lebih dari itu sebagai rahmat untuk seluruh alam semesta.

Maka tidak ada aspek apapun dari kehidupan ini yang tidak tersentuh

ajaran atau aturan islam yang jelas, atau paling kurang dasar-dasar

teoretisnya, yang jika diterapkan dengan semestinya maka keseimbangan

mekanisme kehidupan, kesejahteraan serta kedamaian yang adil dan

menyeluruh akan terwujud.

Islam melihat keberagaman sebagai masalah pilihan, kemantapan dan

keyakinan, maka tidak boleh ada paksaan, apapun bentuknya. Ayat Al-

quran di atas merupakan ungkapan Al-Baqarah ayat 256 yang sangat tegas

dan gamblang mengenai pandangan islam terhadap kebebasan beragama

dan berkeyakinan yang merupakan ciri kebebasan manusia yang paling

utama.

18
III. PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan rangkaian pembahasan yang dijelaskan di atas mulai dari bab

pertama hingga akhir, maka secara sederhana dapat kami simpulkan sebagai

berikut

1. Islam merupakan agama yang menjadikan sikap toleransi sebagai

bagian yang terpenting, sikap ini lebih banyak teraplikasi dalam

wilayah interaksi sosial sebagaimana yang ditunjukkan dari sikap

Rasulullah SAW. terhadap non muslim pada zaman beliau masih hidup

2. Nilai-nilai Islam merupakan suatu yang melekat dalam prinsip-prinsip

ajaran Islam sebagaimana terdapat pada iman, islam, dam ihsan.

3. Nilai-nilai Islam dalam toleransi adalah menghargai keyakinan agama

lain dengan tidak bersikap sinkretis yaitu dengan menyamakan

keyakinan agama lain dengan keyakinan Islam itu sendiri, menjalankan

keyakinan dan ibadah masing-masing ;

4. Sikap toleransi tidak dapat dipahami secara terpisah dari bingkai

syariat, sebab jika terjadi, maka akan menimbulkan kesalah pahaman

makna yang berakibat tercampurnya antara yang hak dan yang batil;

19
B. SARAN

Terapkan nilai-nilai Islami terhadap toleransi pada setiap diri kita agar

terciptanya kerukunan dan kedamaian dalam lingkungan kehidupan.

Bertoleransi bukan berarti kita tidak peduli terhadap orang lain, melainkan

menanamkan sikap yang positif untuk menghargai orang lain. Islam melihat

keberagaman sebagai masalah pilihan, kemantapan dan keyakinan, maka tidak

boleh ada paksaan, apapun bentuknya

20
DAFTAR PUSTAKA

Rasdiyana, S.Ag. Buku Ajar Al-Qur’an dan Hadits Untuk Mts. Solo : Putra
Kertonatan

-------------.Yasmina Al-Qur’an dan Terjemah special for women. Bandung :


Syaamil Qur’an

Dr. Hj. Umi Sumbulah, M.Ag & Nurjanah, M.Ag. Pluralisme Agama.
Malang : UIN-Maliki Press

Dr. Anis Malik Thoha. Tren Pluralisme Agama. Bandung : Perspektif


(Kelompok Gema Insani)

Al-Hasyim Bek, Ahmad, 1367 H/1948 M , dalam Mukhtar Al-Ahadtis Al-


Nabawi, Mesir: Matba’ah Al-Hijazi

Al-Hijazi, M.M., 1996, Terjemah ayat-ayat Tarbiyah (Cuplikan Sesuai


Kurikulum), Bandung: CV Senjaya Offset

Al Maraghi, t.tp.t.th , Ahmad Mustafa, Tafsir Al Maraghi, Jilid X, Beirut: Dar


Al-Fikr

Arifin, H.M. , 2000, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara

21

Anda mungkin juga menyukai