Anda di halaman 1dari 112

0

TUGAS AKHIR – RG 091536

ANALISA DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER DAN


SIDE SCAN SONAR UNTUK IDENTIFIKASI FITUR DASAR
LAUT DI PERAIRAN KEPULAUAN RIAU

MUSDIYANA TALIF
NRP 3512 100 104

Dosen Pembimbing
Khomsin, ST. MT.

JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA


Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2017 i
HALAMAN JUDUL

TUGAS AKHIR – RG 091536

ANALISA DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER


DAN SIDE SCAN SONAR UNTUK IDENTIFIKASI
FITUR DASAR LAUT DI PERAIRAN
KEPULAUAN RIAU

MUSDIYANA TALIF
NRP 3512 100 104

Dosen Pembimbing
Khomsin, ST. MT.

JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA


Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2017

i
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

ii
FINAL ASIGNMENT – RG 091536

DATA ANALYSIS MULTIBEAM ECHOSOUNDER


AND SIDE SCAN SONAR FOR IDENTIFICATION
SEABED FEATURES IN KEPULAUAN RIAU
WATERS

MUSDIYANA TALIF
NRP 3512 100 104

Supervisor
Khomsin, ST. MT.

GEOMATICS ENGINEERING DEPARTMENT


Faculty of Civil Engineering and Planning
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya

iii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

iv
ANALISA DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER DAN
SIDE SCAN SONAR UNTUK IDENTIFIKASI FITUR
DASAR LAUT DI PERAIRAN KEPULAUAN RIAU

Nama Mahasiswa : Musdiyana Talif


NRP : 3511 100 104
Jurusan : Teknik Geomatika FTSP – ITS
Pembimbing : Khomsin, ST. MT.

ABSTRAK
Data fitur dasar laut dibutuhkan untuk kegiatan
konstruksi lepas pantai seperti pembuatan anjungan,
pemasangan pipa bawah laut dan pemasangan kabel.
Sebelum melaksanakan kegiatan tersebut diperlukan proses
identifikasi fitur dasar laut untuk menganalisa resiko dan
menentukan tempat yang aman dalam pemasangannya. Selain
kegiatan konstruksi lepas pantai, fitur dasar laut juga
dijadikan pertimbangan untuk menentukan jalur pelayaran
yang aman.
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi fitur
dasar laut dengan menggunakan instrumen Side Scan Sonar
dan Multibeam Echosounder. Data citra Side Scan Sonar
digunakan untuk mengidentifikasi fitur melalui proses
interpretasi, karena interpretasi adalah sebuah proses
kualitatif, rekaman dibahas secara kualitatif dengan melihat
derajat kehitaman, bentuk dan ukuran. Sedangkan data
Multibeam Echosounder digunakan untuk verifikasi relief
dasar laut terhadap data Side Scan Sonar dengan
mempertimbangkan posisi, kedalaman dan luasan dari fitur
untuk dilakukan klasifikasi. Oleh karena fitur dasar laut
dianalisa menggunakan data kedalaman maka uji ketelitian
kedalaman diperlukan sesuai dengan standard IHO SP-44.
Hasil interpretasi dijadikan acuan untuk membuat peta
klasifikasi fitur dasar laut.

v
Luas area penelitian 432136,32 m2 dengan persentase
masing-masing fiturnya yaitu, batuan dasar 84,195%, galian
parit 2,659%, galian 0,304%, gelombang pasir 12,243%,
tumpukan batuan 0,598%. Sedangkan total keseluruhan
panjang pipa yaitu, 1636,689 meter dengan panjang pipa
1500,814 meter dan pipa tertimbun 135,875 meter.
Berdasarkan perhitungan ketelitian kedalaman terdapat 159
titik perhitungan dengan koordinat yang berdekatan dan
96% titik memenuhi Orde khusus dengan nilai selisih
kedalaman paling besar yaitu 0,5 meter.

Kata Kunci: Fitur Dasar Laut, Klasifikasi, Multibeam


Echosounder, Side Scan Sonar, Uji
Ketelitian, IHO SP-44

vi
ANALYSIS OF MULTIBEAM ECHOSOUNDER AND SIDE
SCAN SONAR DATA FOR IDENTIFICATION SEABED
FEATURES IN KEPULAUAN RIAU WATERS

Nama Mahasiswa : Musdiyana Talif


NRP : 3511 100 104
Jurusan : Teknik Geomatika FTSP – ITS
Pembimbing : Khomsin, ST. MT.

ABSTRACT
The Seabed features data is needed for offshore
constuction like built offshore platform, installation pipeline
and cable. Before doing those activity, identification seabed
features is needed for analyze the risk and ideal location.
Otherwise offshore construction, seabed features also being
used consideration for determination of the safely shipping
channel.
This research was conducted to identify seabed features
using Side Scan Sonar and Multibeam Echosounder
instruments. Side Scan Sonar image data is used to identify
features through a process of interpretation. Interpretation is
a qualitative process, thus in this research, the data is
discussed qualitatively from brightness value, shapes and
sizes of the seabed features. Multibeam echosounder data is
used for verification of seabed relief towards Side Scan Sonar
by considering the position, depth and extent of features to do
the classification. Therefore, seabed features analyzed by
using bathymetric data then depth accuration test is required
in IHO standards SP-44. The results of interpretation as a
reference to create the seabed features classification map.
The extent of research area are 432136,32 m2 with each
percentage of the features is bed rock 84,195%, dredged
channel 2,659%, dredged 12,243%, sand wave 12,243%, rock
dumps 0,598%. Meanwhile total length of pipelines is

vii
1636,689 meters with pipelines length 1500,814 meters and
buried pipelines 135,875 meter.
Based on depth accuracy calculation there is 159 point
calculation from the coordinat adjacent and 96% points
eligible to Special Order with greatest depth is 0,5 meters.

Key Words: Seabed Features, Classification, Multibeam


Echosounder, Side Scan Sonar, Accuracy
Test, IHO SP-44.

viii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

x
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT


atas limpahan hidayah dan rahmat-Nya, penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Analisa Data
Multibeam Echosounder dan Side Scan Sonar untuk
Identifikasi Fitur Dasar Laut di Perairan Kepulauan
Riau” dengan baik.
Dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir ini, banyak
pihak yang memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis,
sehingga penelitian tugas akhir ini dapat terselesaikan. Oleh
karena itu, dalam laporan Tugas Akhir ini penulis ingin
mengucapan terimakasih kepada:
1. Kedua Orang Tua penulis atas doa, dukungan,
pengorbanan yang telah diberikan selama ini kepada
penulis.
2. Keluarga penulis baik, adik, saudara sepupu, Paman dan
Bibi atas doa dan dukungan kepada penulis.
3. Bapak Mokhammad Nur Cahyadi, ST., M.Sc., Ph.D.,
selaku Ketua Jurusan Teknik Geomatika ITS,
4. Bapak Khomsin, ST., MT., selaku dosen pembimbing
Tugas Akhir penulis yang senantiasa memberikan
bimbingan kepada penulis.
5. Bapak Ir. Yuwono, MT dan Bapak Danar Guruh
Pratomo, ST, MT, PhD selaku dosen penguji Tugas
Akhir atas kritik dan saran terhadap penelitian Tugas
Akhir penulis.
6. Bapak Sanny Samudera dan Bapak Imra Chatib selaku
pembimbing di PT. Pageo Utama yang telah membantu
memberikan arahan dan dukungan.
7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknik Geomatika ITS
atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama ini
kepada penulis,

xi
8. Bapak dan Ibu karyawan dan staff Jurusan Teknik
Geomatika ITS yang telah membantu kelancaran proses
akademis,
9. Seluruh karyawan PT. Pageo Utama Pak Agung
Prasetyo, Pak Marino, Pak Bimo, Pak Angga, Mas Diki,
Bu Yuni, Mas Hisyam, Mas Kecap dan Kang Sukma.
10. Teman teman Jurusan Teknik Geomatika ITS angkatan
2012 atas bantuan dan semangatnya selama melewati
masa perkuliahan.
11. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.

Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa


melimpahkan berkah dan rahmat-Nya kepada pihak pihak
yang telah membantu penulisan Tugas Akhir ini. Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
Tugas Akhir ini. Oleh karena itu penulis meminta maaf dan
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
pembelajaran kedepannya.Semoga laporan ini dapat bermanfaat
untuk semua pihak, khususnya untuk mahasiswa Jurusan Teknik
Geomatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Surabaya, Januari 2017

Musdiyana Talif

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................. I


ABSTRAK ............................................................................ V
ABSTRAK ......................................................................... VII
HALAMAN PENGESAHAN .............................................IX
KATA PENGANTAR .........................................................XI
DAFTAR ISI.................................................................... XIII
DAFTAR GAMBAR ......................................................... XV
DAFTAR TABEL........................................................... XVII
DAFTAR LAMPIRAN .................................................... XIX
DAFTAR ISTILAH ......................................................... XXI
BAB I PENDAHULUAN ...................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ......................................................... 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH ................................................. 3
1.3 BATASAN MASALAH ...................................................... 3
1.4 TUJUAN PENELITIAN ...................................................... 4
1.5 MANFAAT PENELITIAN .................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................... 5
2.1 SURVEI HIDROGRAFI ...................................................... 5
2.2 KLASIFIKASI SURVEI ...................................................... 5
2.3 KETELITIAN SURVEI ....................................................... 6
2.4 SURVEI BATIMETRI ........................................................ 8
2.5 PENGAMATAN FITUR DASAR LAUT .............................. 9
2.6 MULTIBEAM ECHOSOUNDER ....................................... 15
2.7 SIDE SCAN SONAR ........................................................ 23
2.8 STABILITAS SONAR FISH .............................................. 25
2.9 EDGETECH 6205 ........................................................... 27

xiii
2.10 ODOM ECHOTRAC MKIII SINGLEBEAM
ECHOSOUNDER ......................................................... 30
2.11 INTEPRETASI CITRA SIDE SCAN SONAR ..................... 32
2.12 PENENTUAN POSISI GLOBAL POSITIONING SYSTEM36
2.13 PASANG SURUT........................................................... 37
2.14 PENELITIAN SEBELUMNYA ........................................ 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................... 41
3.1 LOKASI PENELITIAN ................................................ 41
3.2 BAHAN DAN PERALATAN ........................................ 41
3.3 METODOLOGI PENELITIAN...................................... 42
BAB IV HASIL DAN ANALISIS....................................... 49
4.1 DATA HASIL PENELITIAN ............................................ 49
4.2 PEMBAHASAN ............................................................... 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................... 72
5.1 KESIMPULAN ................................................................. 73
5.2 SARAN ........................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA .......................................................... 75
LAMPIRAN......................................................................... 79
LAMPIRAN A .................................................................... 79
LAMPIRAN B .................................................................... 81
BIODATA PENULIS .......................................................... 87

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Metode Penamaan Klasifikasi Fitur ................. 12


Gambar 2. 2 Side Scan Sonar raw data ................................ 14
Gambar 2. 3 Ukuran Jejak MBES versus sudut swath .......... 17
Gambar 2. 4 Instrumen yang digunakan dalam Pengukuran
Sound Velocity Profile ..................................... 18
Gambar 2. 5 Illustrasi Kesalahan Akibat Time delay ............ 19
Gambar 2. 6 Illustrasi Kesalahan Roll .................................. 20
Gambar 2. 7 Illustrasi Kesalahan Pitch ................................ 21
Gambar 2. 8 Illustrasi Kesalahan Yaw .................................. 22
Gambar 2. 9 Contoh Profil Kecepatan Suara dalam air ........ 23
Gambar 2. 10 Diagram Penyerapan, Penghamburan dan...... 24
Gambar 2.11 Illustrasi Ketidakstabilan Sonar Fish ............. 27
Gambar 2.12 Ilustrasi hasil citra Side Scan Sonar dan Batimetri
Menggunakan EdgeTech 6205 ......................... 28
Gambar 2. 13 Instrumen EdgeTech 6205 ............................. 29
Gambar 2. 14 Fitur Dredged Channel .................................. 30
Gambar 2. 15 Fitur Pipeline ................................................. 30
Gambar 2. 16 Odom Echotrac MKIII ................................... 32
Gambar 2. 17 Proses Penggambaran Citra Side Scan Sonar. 34
Gambar 2. 18 Bayangan Objek Menggantung ...................... 34
Gambar 2. 19 Hasil Intrepretasi Citra Side Scan Sonar ........ 35
Gambar 2. 20 Prinsip Kerja DGPS ....................................... 36
Gambar 3. 1 Lokasi Penelitian ..............................................41
Gambar 3. 2 Diagram Alir Tahap Pelaksanaan .................... 42
Gambar 3. 3 Diagram Alir Tahap Pengolahan Data ............. 45
Gambar 4. 1 Pengaturan Sudut Kalibrasi...............................49
Gambar 4. 2 Data Pengolahan Hasil Keseluruhan Kalibrasi 50
Gambar 4. 3 Data Pasang Surut Admiralty Tide Table ....... 51
Gambar 4. 4 Hasil Gridding Data Batimetri di AutoCAD.... 52
Gambar 4. 5 Peta Batimetri daerah Kepulauan Riau ........... 53
Gambar 4. 6 Citra yang Belum (kiri) dan Citra yang Sudah
(kanan) dilakukan Slant Range Correction .... 54
Gambar 4. 7 Hasil mozaik citra Side Scan Sonar ................ 54

xv
Gambar 4. 8 Tampilan Seabed Features ............................. 55
Gambar 4. 9 Jalur Survei ML-1 Terdapat Fitur gelombang
pasir dan batuan dasar ................................... 56
Gambar 4.10 Verifikasi Jalur Survei ML-1 ......................... 58
Gambar 4.11 Verifikasi Pipa dengan profil melintang
instrumen Singlebeam Echosounder .............. 59
Gambar 4.12 Jalur Survei ML-3 Menunjukkan Adanya Fitur
Timbunan Batuan .......................................... 62
Gambar 4.13 Verifikasi Jalur Survei ML-3 ......................... 63
Gambar 4.14 Jalur Survei ML-4 Terlihat Fitur Pipa dan Pipa
Tertimbun ...................................................... 65
Gambar 4. 15 Verifikasi Jalur Survei ML-4 ......................... 66
Gambar 4. 16 Jalur Survei ML-1A Terlihat Fitur Galian ..... 67
Gambar 4. 17 Verifikasi Jalur ML-1A ................................. 68
Gambar 4. 18 Verifikasi Fitur Galian ................................... 69

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Klasifikasi daerah survei hidrografi ....................... 5


Tabel 2. 2 Ketelitian pengukuran parameter survei hidrografi
.............................................................................. 6
Tabel 2. 3 IHO S-44 Kemampuan Deteksi ............................. 8
Tabel 2. 4 List Fitur Dasar Laut ........................................... 15
Tabel 4. 1 Analisa Fitur Bed Rock .........................................59
Tabel 4. 2 Analisa Fitur Sandwave ....................................... 61
Tabel 4. 3 Analisa Fitur Dredged Channel ........................... 64
Tabel 4. 4 Analisa Fitur Pipeline .......................................... 66
Tabel 4. 5 Analisa Fitur Buried Pipeline .............................. 67
Tabel 4. 6 Hasil Perhitungan Ketelitian Orde Khusus IHO SP-
44........................................................................ 70

xvii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Tanda Bukti Pelaksanaan Tugas Akhir di PT.


Pageo Utama

Lampiran B Tabel Analisa Perhitungan Ketelitian sesuai


dengan Standard IHO SP-44

Lampiran C Peta Batimetri Daerah Kepulauan Riau

Lampiran D Peta Klasifikasi Fitur Dasar Laut Perairan


Kepulauan Riau

Lampiran E Peta Side Scan Sonar Perairan Kepulauan Riau

xix
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

xx
DAFTAR ISTILAH

Akuisisi : Hasil rekaman dari suatu instrumen


yang kemudian diolah atau diproses
menggunakan komputer.

Bathymetric Side Scan : Instrumen yang menghasilkan citra


Side Scan Sonar dan data batimetri
seperti pada Multibeam
Echosounder.

Batimetri : Hasil akuisisi dengan data berupa


informasi kedalaman laut hasil
survei hidrografi yang telah
dilakukan.

Interpretasi : Penafsiran citra melalui penilaian


objek berupa rona, bentuk, ukuran
pola dan juga bayangan.

Kalibrasi : Serangkaian kegiatan yang


membentuk hubungan antara nilai
yang ditunjukkan oleh instrumen
pengukur atau sistem pengukuran
atau nilai yang diwakili oleh bahan
ukur dengan nilai-nilai yang sudah
diketahui yang berkaitan dari
besaran yang diukur dalam kondisi
tertentu.

Klasifikasi : Penyusunan bersistem dalam


kelompok atau golongan menurut
kaidah dan standard yang telah
ditetapkan.

xxi
Multibeam Echosounder : Sama dengan Singlebeam
Echosounder akan tetapi lebih dari
satu pancaran sinyal.

Pasang Surut : Gerakan vertikal perubahan


permukaan air yang terjadi secara
periodik karena adanya gaya
pembangkit pasang surut.

Side Scan Sonar : Teknologi akustik untuk


memetakan dasar laut dengan
metode penginderaan untuk
merekam dasar laut dengan hasil
citra dasar laut.

Singlebeam Echosounder : Alat ukur kedalaman air yang


menggunakan pancaran tunggal
sebagai pengirim dan penerima
sinyal.

Validasi : Suatu tindakan yang membuktikan


bahwa metode dapat memberikan
hasil yang konsisten dengan
spesifikasi yang telah ditetapkan.

Verifikasi : Pemeriksaan tentang kebenaran


laporan, pernyataan, perhitungan
dan sebagainya.

xxii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fitur dasar laut merupakan bagian dari panorama
permukaan dasar laut atau morfologi dengan gambaran
sebagaimana yang ada di daratan, seperti kenampakkan dari
pegunungan, gunung api, lereng, dataran, lembah, parit, dan
channel. Bentuk morfologi tersebut, umumnya berkaitan
dengan proses-proses geologi dalam pembentukan dan
perkembangannya baik secara individual maupun secara
berkelompok. Berdasarkan peta batimetri Indonesia, pola
batimetri yang berkembang memperlihatkan morfologi dasar
lautnya mengikuti garis pantai dan pola hasil tektonik
(Salahudin, 2010).
Data fitur dasar laut dibutuhkan untuk kegiatan
konstruksi lepas pantai seperti pembuatan anjungan,
pemasangan pipa bawah laut dan pemasangan kabel.
Sebelum melaksanakan kegiatan tersebut diperlukan proses
identifikasi fitur dasar laut untuk menganalisa resiko dan
menentukan tempat yang aman dalam pemasangannya.
Selain kegiatan konstruksi lepas pantai, fitur dasar laut juga
dijadikan pertimbangan untuk menentukan jalur pelayaran
yang aman. Oleh karena itu fitur dasar laut baik yang
terbentuk secara alami karena proses alam ataupun buatan
yang terbentuk karena benda buatan manusia yang masuk ke
dasar perairan, dapat digambarkan dalam bentuk peta dan
diklasifikasikan agar posisi dan informasi dapat diketahui.
Metode akustik saat ini banyak digunakan untuk
mendeteksi keberadaan objek bawah laut. Sothall dan
Nowacek (2011) menyatakan sistem akustik sangat efektif
untuk mengeksplorasi lingkungan bawah laut. The basic
principle of sonar is to use sound to detect or locate objects,
typically in the ocean (Hansen, 2011). Teknologi akustik

1
2

yang sangat berperan dalam survei hidrografi adalah


Multibeam Sonar (McGonigle, 2010).
Menurut Calder dan Mayer (2003) Multibeam
echosounders (MBES) are currently the best way to
determine the bathymetry of large regions of the seabed with
high accuracy. They are becoming the standard instrument
for hydrographic surveying and are also used in geological
studies, mineral exploration and scientific investigation of
the earth's crustal deformations and life cycle. The
significantly increased data density provided by an
Multibeam Echosounder has significant advantages in
accurately delineating the morphology of the seabed, but
comes with the attendant disadvantage of having to handle
and process a much greater volume of data. Instrumen
penunjang berikutnya untuk melengkapi data hasil
pengukuran adalah Side Scan Sonar. Hasil pengolahan data
Side Scan Sonar adalah berupa citra sehingga dapat
melengkapi data Multibeam Echosounder untuk melakukan
interpretasi objek atau fitur dasar laut.
Selain Side Scan Sonar diperlukan juga data
Singlebeam Echosounder sebagai data penunjang untuk
memvalidasi data kedalaman yang dihasilkan oleh
Multibeam Echosounder. Hal ini dikarenakan Multibeam
Echosounder dapat melakukan perekaman data dengan
cakupan luas dan memiliki keakuratan yang baik dalam
positioning tetapi tidak dengan kedalaman, sedangkan
Singlebeam Echosounder memiliki keakuratan yang baik
dalam postioning dan juga kedalaman.
Pada penelitian ini digunakan dua instrumen tersebut
agar mendapatkan hasil yang maksimal dalam melakukan
identifikasi fitur dasar laut di perairan Kepulauan Riau
sehingga dapat dianalisa dan diidentifikasi fitur dasar laut
dari aktivitas alamiah/bentukan alami seperti parit (trench),
punggungan (ridge), cekungan (basin), terumbu karang
(coral reef), pockmark dan pockmark cluster serta aktivitas
3

manusia seperti galian, kapal karam dan pipa serta


interpretasi hasil citra Side Scan Sonar berupa tingkat
kekerasan dari fitur yang ada berdasarkan kunci dalam
melakukan interpretasi citra sesuai dengan pola gelap dan
pola terangnya.

1.2 Perumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penelitian Tugas
Akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana fitur dasar laut ditemukan di area penelitian?
2. Bagaimana ketelitian pengukuran kedalaman dalam
identifikasi fitur dasar laut sesuai dengan standard IHO
SP-44?

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah dari penelitian Tugas Akhir ini
adalah sebagai berikut:
1. Lokasi penilitian berada di perairan Kepulauan Riau.
2. Data yang digunakan adalah data pengukuran Singlebeam
Echosoounder, Multibeam Echosounder, dan Side Scan
Sonar.
3. Proses identifikasi fitur dasar laut dari aktivitas
alam/bentukan alami seperti parit (trench), punggungan
(ridge), cekungan (basin), batuan (bedrock), pasir
bergelombang (sand waves), terumbu karang (coral reef)
serta aktivitas manusia seperti galian, urukan bebatuan,
kapal karam dan pipa.
4. Ketelitian Multibeam Echosounder dan Side Scan Sonar
berdasarkan spesifikasi dari alat yang digunakan dalam
proses akuisisi data di lapangan.
5. Perangkat lunak (software) yang digunakan dalam
pengolahan Multibeam Echosounder dan Side Scan Sonar
pada penelitian ini adalah Qinsy Console dan SonarWiz.
4

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai
berikut:
1. Melakukan klasifikasi dan pendataan fitur dasar laut di
perairan Kepulauan Riau.
2. Menganalisa ketelitian kedalaman pengukuran hasil
akuisisi data sesuai dengan standard IHO SP-44.

1.5 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian Tugas Akhir ini,
yaitu memberikan informasi dan data mengenai klasifikasi
objek atau fitur dasar laut serta mengetahui instrumen yang
efektif dalam mendeteksi fitur dasar laut dari hasil
pengukuran dengan Multibeam Echosounder dan Side Scan
Sonar agar dapat digunakan sebagai literatur dan pengetahuan
tentang fitur dasar laut yang terdapat di daerah perairan
Kepulauan Riau.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Survei Hidrografi
Hidrografi berasal dari bahasa Yunani yaitu hidros dan
grafos yang berarti sifat pengukuran badan air. Definisi
hidrografi yang oleh IHO tahun 2004 didefinisikan sebagai
that branch of applied science which deals with the
measurement and description of the features of the seas and
coastal areas for the primary purpose of navigation and all
other marine purposes and activities including -inter alia-
offshore activities, research, protection of the environment
and prediction services. Pengertian tersebut menjelaskan
perubahan dan perluasan dari definisi hidrografi itu sendiri,
yaitu tidak hanya sekedar untuk keperluan navigasi saja
tetapi sudah aktivitas lepas pantai dan keperluan
perlindungan lingkungan serta penelitian.
Salah satu kegiatan survei hidrografi adalah industri
maritim yang mana tentunya memerlukan kegiatan seperti
pasang surut, penentuan posisi, survei batimetri, pengamatan
arus, pengamatan gelombang, sedimen, temperatur, salinitas,
survei seismik, survei magnetik, serta survei gravimetri.

2.2 Klasifikasi Survei


Penentuan orde telah diklasifikasikan oleh
Bakosurtanal dalam Standard National Indonesia dengan
mengacu pada IHO Special Publication Number 44 dengan
orde sebagai berikut (BSN, 2010):

Tabel 2. 1 Klasifikasi daerah survei hidrografi (IHO, 2008)


No Kelas Contoh daerah survei
Pelabuhan tempat sandar dan
Orde alur kritis (berbahaya) cakupan
1
Khusus batimetri 100% dengan
kedalaman hingga 40 meter.

5
6

No Kelas Contoh daerah survei


Area perairan dangkal, tetap
diperlukan cakupan batimetri
100% namun tidak kritis,
2 Orde 1a kedalaman 40 – 100 meter,
biasanya digunakan untuk alur
pendekatan pelabuhan dan alur
pelayaran.
Area perairan hingga kedalaman
100 meter namun tidak
3 Orde 1b diperlukan cakupan batimetri
100% karena karakteristik
perairan tidak berbahaya.
Area perairan dengan kedalaman
4 Orde 2 lebih dari 100 meter dan tidak
diperlukan cakupan 100%.

Perubahan IHO edisi ke 5 tahun 2008 adalah pada


orde 1a pencarian dasar laut secara penuh diperlukan dan
orde 1b tidak serta penghapusan orde 3. (IHO, 2008).

2.3 Ketelitian Survei


Dibawah ini adalah ringkasan standard ketelitian
pengukuran pada survei hidrografi (BSN, 2010):
Tabel 2. 2 Ketelitian pengukuran survei hidrografi (IHO, 2008)
Kelas
No Deskripsi Orde Orde Orde
Orde 2
Khusus 1a 1b
5 m + 5 m + 20 m +
5% 5% 5%
dari dari dari
Akurasi
1 2m kedala kedala kedala
horisontal
man man man
rata- rata- rata-
rata rata rata
7

Kelas
No Deskripsi Orde Orde Orde
Orde 2
Khusus 1a 1b
Alat bantu
navigasi
tetap dan
kenampakan
2 2m 2m 2m 5m
yang
berhubungan
dengan
navigasi
3 Garis pantai 10 m 20 m 20 m 20 m
Alat bantu
4 navigasi 10 m 10 m 10 m 20 m
terapung
3x
kedala
4x
man
Jarak Tidak Tidak kedala
rata-
5 maksimum didefinis didefin man
rata
line survei ikan isikan rata-
atau
rata
25
meter
6 Akurasi a=0,25m a=0,5 m a=0,5 m a=1,0 m
kedalaman b=0,0075 b=0,013 b=0,013 b=0,023

Keterangan:
1. a dan b adalah variabel yang digunakan untuk
menghitung ketelitian kedalaman.
2. Alat pemeruman dikalibrasi sebelum digunakan.

Batas toleransi kesalahan antara kedalaman titik fix


perum pada lajur utama dan lajur silang dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
+√
8

dimana:
a = Kesalahan indepeden (jumlah kesalahan yang bersifat
tetap).
b = faktor kesalahan kedalaman dependen (jumlah kesalahan
yang bersifat tidak tetap).
d = kedalaman terukur.
(b x d) = Kesalahan kedalaman yang dependen (jumlah
semua kesalahan kedalaman yang dependen).

Selain itu, untuk mengukur ketelitian terutama


pemanfaatan survei hidrografi untuk pengamatan fitur dasar
laut adalah kemampuan sistem deteksi fitur. Seperti yang
tercantum pada tabel berikut ini (IHO, 2008):

Tabel 2. 3 IHO S-44 Kemampuan Deteksi (IHO SP-44,


2008)
No Orde IHO S-44 Kemampuan Sistem Deteksi
1 Orde khusus Fitur kubik > 1.0 m terdeteksi.
2 Orde 1a Fitur kubik > 2.0 m di kedalaman
sampai 40 m terdeteksi atau 10%
dari kedalaman di atas 40 m
(kedalaman ini dipilih berkaitan
dengan perkiraan maksimum draft
kapal).
3 Orde 1b
Tidak dapat diterapkan.
4 Orde 2

2.4 Survei Batimetri


Survei batimetri merupakan survei untuk melakukan
pengukuran kedalaman yang ditujukan untuk memperoleh
gambaran (model) bentuk permukaan (konfigurasi) dasar
perairan (seabed surface). Menurut IHO, survei batimetri
adalah “measured or charted depth of water or the
measurement of such depth”. Pengukuran kedalaman
9

dilakukan secara bersamaan dengan pengukuran posisi


horisontalnya. Kedalaman diukur dengan instrumen
gelombang akustik, sedangkan posisi horisontal didapatkan
dari penentuan posisi menggunakan Global Positioning
System (GPS) dengan metode diferensial atau DGPS. Pasang
surut air laut juga berpengaruh terhadap survei dikarenakan
variasi muka laut sehingga diperlukan pengamatan pasang
surut untuk mereduksi hasil survei terhadap dinamika air laut
tersebut (Nugraha, 2014).
Pemeruman atau sounding merupakan salah satu
metode penentuan kedalaman dengan menggunakan prinsip
pantulan gelombang akustik (Yuwono, 2005). Alat yang
digunakan untuk kegiatan ini adalah echosounder atau perum
gema. Penggunaan alat ini merupakan pengukuran
kedalaman secara tidak langsung dengan mengukur waktu
tempuh pulsa gelombang akustik yang dipancarkan oleh
transduser. Interval waktu tempuh gelombang akustik
tersebut kemudian dikonversi menjadi kedalaman dengan
prinsip sebagai berikut:
D = ½ (v.∆t) ........................................................ (2.1)
Rumus di atas merupakan fungsi kedalaman laut yang
diukur. Dengan D adalah kedalaman (m), v adalah cepat
rambat gelombang akustik dalam air (m/s), dan ∆t adalah
interval waktu antara gelombang yang dipancarkan dan
diterima (s).

2.5 Pengamatan Fitur Dasar Laut


2.5.1 Definisi
Untuk memastikan navigasi yang aman perlu
dilakukan deteksi fitur dasar laut yang kemungkinan menjadi
bahaya untuk navigasi, baik itu buatan manusia atau alam.
Sebuah fitur, didefinisikan sebagai benda atau objek apa pun
di dasar laut yang sangat berbeda dari daerah sekitarnya.
Benda tersebut bisa apa saja dari isolated rock pada
permukaan dasar laut yang datar sampai bangkai baik
10

pesawat maupun kapal dan juga halangan. Kegiatan ini


disebut dengan deteksi fitur dasar laut.
Kegiatan tersebut adalah survei batimetri sesuai
dengan jalur yang sudah ditentukan. Cakupan wilayah
Multibeam Echosounder atau Side Scan Sonar digunakan
untuk deteksi fitur dan untuk memberikan informasi
mengenai klasifikasi dasar laut. Dalam beberapa kasus atau
kegunaan deteksi fitur lebih penting dibandingkan akuisisi
batimetri. Fitur khusus yang telah diidentifikasi pada
Multibeam Echosounder dan citra Side Scan Sonar biasanya
akan memerlukan pemeriksaan yang lebih baik dari posisi
dan kedalaman sebenarnya (IHO, 2005).
2.5.2 Akuisisi Data
Biasanya, informasi fitur dasar laut diperoleh dengan
menggunakan teknik kombinasi (TM1, 2005):
 Echosounding atau Swath Echosounding (Untuk
daerah dasar laut yang tidak merata, bebatuan,
karang, pockmarks, sand waves dan lainnya).
 Fitur dasar laut dan halangan .
 Biasanya, oleh Side Scan Sonar. Sistem mozaiking
akan memberikan “foto” dari dasar laut, dimana
fitur yang menonjol dapat lebih mudah dipahami
dan diintepretasikan.
 Magnetometer untuk mengidentifikasi benda-benda
logam, seperti pipa dan kabel, puing-puing logam
dan amunisi pada atau di bawah dasar laut.

2.5.3 Metode
Pedoman yang terdapat di bawah ini mencakup
representasi fitur dasar laut dan interpretasi kontak dari data
survei hidrografi dan geofisika. Ini mencakup metodologi
yang digunakan dan informasi yang diperoleh. Fitur dasar
laut dan data kontak didapatkan dari sumber data berikut
(SEtech, 2012):
11

 Data Side Scan Sonar (SSS): Identifikasi bangkai


kapal, puing-puing, area relief dasar laut dan
objek di dasar laaut lainnya.
 Multibeam Echosounder dan Singlebeam
Echosounder (MBES dan SBES): Verifikasi
relief dasar laut terhadap data Side Scan Sonar.
 Sub Bottom Profiler (SBP): Identifikasi objek
tertimbun seperti pipa, kabel dan batu-batu.
 Magnetometer: Identifikasi anomali magnetik,
yang direferensikan sebagai data penunjang ke
instrumen Side Scan Sonar dan Sub Bottom
Profiler.

Fitur dasar laut dapat diinterpretasikan dari


penagamatan anomali logging. Fitur dasar laut dapat
dilakukan klasifikasi dengan cara sebagai berikut (SEtech,
2012):
 Lokasi fitur (koordinat tunggal atau menetapkan
koordinat per fitur) dengan deskripsi dan dimensi
fitur, biasa disebut sebagai kontak.
 Fitur linear diwakili oleh garis yang sesuai,
dengan deskripsi dan dimensi fitur.
 Fitur area diwakili oleh poligon yang sesuai untuk
menggambarkan batasan fitur. Dalam beberapa
kasus hanya lokasi fitur yang disediakan, bersama
dengan dimensi dan deskripsi fitur. Dalam hal ini
lokasi koordinat yang disediakan adalah definisi
titik pusat untuk fitur tersebut.
12

Gambar 2. 1 Metode Penamaan Klasifikasi Fitur (OGP,


2013)

2.5.4 Tujuan Pengamatan


Salah satu tujuan utama dalam kegiatan ini adalah
untuk menilai geohazard dan mengetahui resiko yang
ditimbulkan untuk operasi pengeboran di dasar laut dan
kondisi geologi untuk dikelola dan dikurangi.
Kehadiran hazard atau bahaya harus ditentukan
melalui analisa yang baik dan konsisten serta jelas untuk
dilaporkan dalam teks, peta, dan grafis lainnya. Untuk setiap
hazard diidentifikasi, potensi hazard harus dinyatakan dalam
hal kemungkinan bahwa kondisi tertentu berada di dalam
posisi tertentu. Catatan teknis memberikan pedoman
interpretasi untuk penilaian kunci beberapa geohazard yang
dapat diidentifikasi (OGP, 2013).
13

2.5.5 Klasifikasi Hasil Pengamatan


Klasifikasi citra Side Scan Sonar mengacu pada
kegiatan menggabungkan area dengan tanda akustik yang
sama, kemudian menghubungkan mereka dengan informasi
yang berkaitan dengan karakteristik biologis atau fisik
mereka. Kemudian area tersebut dapat didefinisikan
menggunakan standard rangkaian pendeskripsian yang
dikenal sebagai skema klasifikasi. Dalam hal ini sangat
jarang untuk dapat dicapai hanya menggunakan teknik
tunggal saja, meskipun citra Side Scan Sonar diperoleh dari
resolusi yang tinggi.
Cara pengolahan dan klasifikasi informasi yang
diperoleh juga tersedia, meskipun perlu dicatat bahwa Side
Scan Sonar jarang digunakan sebagai teknik tunggal untuk
tujuan ini. Minimal interpretasi Side Scan Sonar biasanya
divalidasi dengan sampel biologis namun lebih sering
dikombinasikan dengan Multibeam Echosounder atau
Singlebeam Echosounder dan Sub Bottom Profiler.
Segmentasi dapat dilakukan baik secara manual oleh analisa
visual atau secara otomatis oleh perangkat lunak klasifikasi
citra khusus. Analisa visual dapat dilakukan pada Side Scan
Sonar pada mozaik semua track (OGP, 2013).
14

Gambar 2. 2 Side Scan Sonar raw data (Pageo Utama,


2016)

Disediakan beberapa software untuk cara mozaik


klasifikasi citra. Fungsi ini disediakan oleh sejumlah produk
dari produsen perangkat lunak spesialis hidrokaustik yang
akan dijelaskan. Mozaik Side Scan Sonar mempunyai format
standard berupa TIFF atau JPEG images, format itu dapat
dianalisa oleh sejumlah perangkat pengolahan gambar dan
produk GIS seperti ESRI, ArcGIS, Erdas Imagine dan ER
Mapper. Segmentasi visual dari citra Side Scan Sonar
biasanya dapat dilakukan dalam perangkat lunak GIS dengan
digitasi poligon di sekitar area yang mempunyai tekstur
sama. Ini dilakukan dengan acuan untuk semua data lain
yang terdapat pada area (Penrose, et al., 2005). Dalam
pelaksanaan klasifikasi secara segmentasi visual akan
ditemukan beberapa fitur dasar laut, berikut adalah list fitur
sesuai dengan bentukannya (OGP, 2013):
15

Tabel 2. 4 List Fitur Dasar Laut (OGP Version 1.2, 2013)


Man-Made Features Natural Seabed Features
 Anjungan: Aktif,  Relief dan topografi dasar
ditinggalkan atau terguling laut
 Pipa: Tertimbun atau di  Sedimen dasar laut
atas dasar laut  Pasir: Bantaran,
 Kabel listrik dasar laut bergelombang, riak besar
 Kabel komunikasi dasar  Lumpur: Aliran, selokan,
laut gunung api, gumpalan,
 Sumur minyak yang telah lobus
habis  Lereng dari palung
 Kerangka anjungan  Struktur diaper
 Pemberhentian pipa,  Lubang gas
penutup dan pelindung  Lempeng bumi
 Batu konstruksi  Daerah longsor
 Tumpukan batuan  Fitur reruntuhan/puing
 Pecahan proteksi material  Kumpulan sintesis
 Jejak kaki pemasangan kimiawi
jack up  Gundukan gas hidrat
 Infrastruktur non migas  Puncak batu
 Bangkai kapal  Karang
 Peninggalan arkeologis  Tanah keras
 Sampah – sampah dasar  Parit dasar laut dan
laut gerusan

2.6 Multibeam Echosounder


2.6.1 Definisi dan Prinsip
Multibeam Echosounder merupakan alat untuk
menentukan kedalaman air dengan sapuan area dasar laut
yang luas. Prinsip operasi alat ini secara umum adalah
berdasar pada pancaran pulsa yang dipancarkan secara
langsung ke arah dasar laut dan setelah itu energi akustik
dipantulkan kembali dari dasar laut (seabed), beberapa
16

pancaran suara (beam) secara elektronis terbentuk


menggunakan teknik pemrosesan sinyal sehingga diketahui
sudut beam. Multibeam Echosounder dapat menghasilkan
data batimetri dengan resolusi tinggi.
Multibeam Echosounder mempunyai cakupan pemetaan
yang luas sehingga dapat memetakan keseluruhan area yang
masuk ke dalam jalur survei, lalu setelah itu akan dikoreksi
kembali dengan data yang dihasilkan oleh Singlebeam
Echosounder yang memiliki akurasi lebih tinggi, namun
hanya memiliki daerah cakupan yang sempit yaitu hanya
pada sepanjang jalur survei saja. Data – data yang
bertampalan dari hasil survei antara Singlebeam
Echosounder dan Multibeam Echosounder akan divalidasi
sehingga didapatkan data yang tingkat validitasnya tinggi.
Semakin banyak data yang diperoleh, semakin akurat hasil
survei yang dilakukan.
Multibeam Echosounder berbeda dengan instrumen
Side Scan Sonar karena pola pancaran yang dimiliki oleh
Multibeam Echosounder melebar dan melintang terhadap
badan kapal. Transduser yang terdapat pada Multibeam
Echosounder terdiri dari serangkaian elemen yang
memancarkan pulsa suara dalam sudut yang berbeda.
Biasanya hanya satu beam yang ditransmisikan tetapi
menghasilkan banyak pantulan energi dari masing-masing
pulsa suara yang ditransmisikan. Kemampuan setiap elemen
transduser menerima kembali pulsa suara yang dipantulkan
tergantung kepada metode kalibrasi terhadap gerak kapal
yang diterapkan.
17

Gambar 2. 3 Ukuran Jejak MBES versus sudut swath


(Jong, 2002)

Multibeam Echosounder dicirikan oleh parameter


berikut Frekuensi pada rentang 12 sampai 500 kHz.
Cakupan sudut sapuan antara +75o hingga 85 o.
Akurasi umumnya berkurang dengan bertambah
lebarnya swath. Lebar sapuan 4x sampai 5x
kedalaman air.

2.6.2 Sound Velocity Profiler


Sound Velocity Profiler merupakan perangkat yang
semi-otonom dan berdiri sendiri, yang mengumpulkan data
oseanografi saat kapal sedang berjalan.
18

Sound Velocity Conductivity Temperatur Depth

Gambar 2. 4 Instrumen yang digunakan dalam Pengukuran


Sound Velocity Profile

2.6.3 Kalibrasi Multibeam Echosounder


Kualitas data Multibeam Echosounder tergantung dari
sensor-sensor yang terintegrasi dengannya. Oleh karena itu,
diperlukan kalibrasi terhadap sistem ini untuk mendapatkan
nilai koreksinya. Kalibrasi terhadap sensor di sini
menggunakan metode patch test. Patch test adalah sebuah
metode menggunakan patch atau bidang yang khusus dari
dasar laut untuk menentukan kesejajaran Swath Sounder.
Sebelum melakukan kalibrasi Multibeam Echosounder,
semua sistem tambahan sebaiknya dikalibrasi terlebih dahulu
dan juga profil kecepatan suara sebaiknya diukur di area di
mana patch test akan dilakukan. Parameter berikut ini dapat
ditentukan dengan patch test:
 Latensi atau time delay antara positioning
system dan Swath Sounder.
 Roll offset dari Sounder.
 Pitch offset dari Sounder.
 Yaw offset dari Sounder.
19

2.6.3.1 Latensi Posisi dan Kedalaman


Sebuah delay dapat dideteksi seakuratnya 10 – 50
msec. Nilai latensi yang umumnya antara 0,2 – 1 detik,
menyebabkan kesalahan pemosisian yang mana
tergantung pada kecepatan survei, dapat berada di mana
saja antara 0,3 – 5 m. Koreksi latensi diperlukan karena
kebanyakan postioning system membutuhkan waktu
untuk menghitung posisi dari pengukuran mentah (raw),
berbeda dengan Echosounder yang mengukur hampir
seketika.

Gambar 2. 5 Illustrasi Kesalahan Akibat Time delay


(Nautik, 2009)
Keterangan :
da : jarak antara dua posisi yang mengalami kesalahan
dt : time delay
Vh : kecepatan maksimum
V1 : kecepatan minimum
Untuk mendapatkan nilai kesalahan yang terjadi
maka bisa digunakan persamaan (2.3) sebagai berikut :
𝑡= ...........................................................(2.3)

2.6.3.2 Kalibrasi Roll


Roll adalah parameter yang sangat penting ketika
menggunakan Swath Sounder karena kebanyakan Swath
Sounder atau Multibeam Echosounder akan menyapu
tegak lurus searah dengan pergerakan kapal survei.
20

Kesalahan ini akan dapat diabaikan untuk sorotan pusat


dan mencapai maksimumnya untuk sorotan terluar.
Untuk menentukan roll offset, pilih area sedatar
mungkin. Pada umumnya, semakin dalam dasar laut
semakin akurat penentuan kesalahan roll. Lakukan pada
sebuah jalur dengan arah yang berlawanan di atas dasar
laut yang datar dengan kecepatan yang sama.

Gambar 2. 6 Illustrasi Kesalahan Roll (Nautik, 2009)

2.6.3.3 Kalibrasi pitch


Pitch adalah parameter lain yang sangat penting
ketika melakukan sounding di laut dalam atau ketika
sounding pada lereng. Saat survei dasar laut yang datar,
pitch offset akan menciptakan dasar laut yang lebih dalam
atau lebih dangkal dari dasar laut yang sebenarnya
tergantung pada arah offset. Masalah lainnya dengan pitch
offset adalah ketika sounding pada lereng. Dikarenakan
kesalahan pitch, lereng akan ditemukan pada posisi yang
berbeda dari sebenarnya.
Untuk menentukan pitch offset, pilih area yang
memiliki lereng 1:3 dan 1:5, Jika memungkinkan, pilih
lereng yang dikelilingi oleh dasar laut yang datar. Pada
umumnya, semakin curam lereng semakin akurat
penentuan kesalahan pitch. Lakukan pada sebuah jalur
dengan arah yang berlawanan di atas lereng dengan
kecepatan yang sama.
21

Gambar 2. 7 Illustrasi Kesalahan Pitch (Nautik, 2009)

2.6.3.4 Kalibrasi Yaw (Gyro)


Kalibrasi yaw termasuk ke dalam parameter
penting yang perlu diketahui ketika sounding pada lereng
atau obyek sekitarnya. Ketika survei pada dasar laut yang
datar, yaw offset tidak akan menyebabkan perbedaan pada
kedalaman dasar laut. Begitu pula dengan saat melakukan
survei pada area lereng, tidak akan ada kesalahan
kedalaman, yang ada hanya pergeseran posisi yang
bervariasi sepanjang jarak tersebut.
Untuk menentukan yaw offset, pilih area yang
memiliki area 1:3 dan 1:5 atau dengan obyek yang berbeda-
beda di dasarnya. Jika memungkinkan, pilih lereng yang
dikelilingi oleh dasar laut yang datar. Pada umumnya,
semakin curam lereng semakin akurat penentuan kesalahan
yaw. Lakukan pada dua jalur dengan arah yang sama di
samping obyek. Jarak antar jalur harus menciptakan
pertampalan (overlap) di tengah jalur tersebut dengan
kecepatan yang sama.
22

Gambar 2. 8 Illustrasi Kesalahan Yaw (Nautik, 2009)

2.6.3.5 Kalibrasi Cepat Rambat Gelombang Suara


Kecepatan gelombang suara dalam air
dipengaruhi oleh temperatur, salinitas, dan densitas air
laut, sehingga menjadikan nilainya tidak selalu sama
untuk setiap daerah survei. Profil kecepatan suara ini
diambil menggunakan alat SVP (Sound Velocity Profiler).
Data profil kecepatan suara ini didapatkan
dengan cara kapal melewati jalur survei sebanyak
minimal dua kali dengan relief dasar laut yang relatif
datar. Kemudian pada masing – masing titik dilakukan
pengambilan data salinitas, suhu, tekanan dan kecepatan
suara menggunakan Sound Velocity Profiler.
Pengambilan data ini bertujuan untuk mengetahui waktu
tempuh gelombang suara secara akurat (Hasanudin,
2009).
23

Gambar 2. 9 Contoh Profil Kecepatan Suara dalam air


(Beyer, 2006)

2.7 Side Scan Sonar


Side Scan Sonar (SSS) digunakan untuk menghasilkan
citra dasar laut, yang mana diaplikasikan untuk investigasi
geologi dan pencarian obyek seperti bangkai kapal, ranjau, dan
pipa.

2.7.1 Teori Operasi


Side Scan Sonar adalah metode pencitraan bawah air
yang didasarkan pada prinsip akustik bawah air. Instrumen
ini sangat sensitif dan dapat mengukur fitur yang lebih
kecil dari 10 cm. Kegunaannya termasuk:
 Pendeteksian obyek (ranjau, kapal karam, pipa, pesawat
jatuh, kargo yang hilang).
 Klasifikasi dasar laut (tipe sedimen, lapisan batuan, riak
pasir).
 Inspeksi konstruksi bawah air (konstruksi lepas pantai,
wellhead , pipa minyak, jembatan, tiang pancang,
dinding pelabuhan).
Instrumen Side Scan Sonar ditarik di belakang atau
dipasang pada kapal dan sering disebut Towfish atau Sonar
24

Fish. Instrumen ini mengirim sinyal Sonar dengan pulsa


yang tegak lurus dengan arah Towfish. Sinyal suara
tersebut memantul di dasar laut dan kembali ke Sonar Fish.
Sonar Fish memiliki receiver yang sensitif yang disebut
juga sebagai hydrophone yang menerima sinyal kembali.
Guna memperoleh hasil terbaik yang dimungkinkan,
kebanyakan sistem adalah sistem dual frequency. Frekuensi
tinggi seperti 500 kHz – 1 MHz memberikan resolusi
bermutu tinggi, tetapi energi akustiknya hanya menjangkau
jarak yang pendek. Frekuensi yang lebih rendah seperti 50
kHz – 100 kHz memberikan resolusi yang lebih rendah,
tapi jarak yang dapat dijangkau lebih jauh. Ketika pulsa
suara mencapai dasar laut, sinyal suara bisa saja diserap,
dipantulkan seperti pada cermin, atau dihamburkan ke
berbagai arah yang berbeda. Suara yang dihamburkan
kembali ke arah Sonar Fish disebut backscatter.

Gambar 2. 10 Diagram Penyerapan, Penghamburan dan


Pemantulan Gelombang Suara (Lekkerkerk, 2006)

Seberapa banyak penghamburan, backscatter, dan


penyerapan yang terjadi tergantung pada sifat material.
Material keras, seperti batu, akan menghamburkan lebih
banyak suara dibandingkan material halus, seperti lumpur
yang akan menyerap lebih banyak suara. Perbedaan jumlah
hamburan menyebabkan perbedaan jumlah sinyal suara
yang kembali ke Sonar Fish dan perbedaan citra dasar laut.
Data SSS yang merepresentasikan backscatter diterima
25

oleh Sonar Fish dari insonified region di dasar laut.


Backscatter akustik adalah sebagai fungsi:
 Sudut datang dari gelombang akustik di depan dasar
laut.
 Kekasaran permukaan.
 Kontras impedance yang melewati antarmuka solid-
water (sedimen dasar laut yang lebih keras/lebih tegas
atau obyek yang menghasilkan backscatter yang lebih
tinggi dan muncul lebih gelap pada record final;
karang dan kerikil adalah reflektor yang lebih baik
dari pada lumpur atau pasir).
 Topografi (lereng bagian atas yang menghadap Sonar
Fish adalah reflektor yang jauh lebih baik
dibandingkan lereng bagian bawah dikarenakan
perbedaan pada sudut datang).
Dengan citra SSS, backscatter yang tinggi
direpresentasikan oleh warna yang lebih gelap, backscatter
rendah oleh warna terang, backscatter nol
direpresentasikan dengan warna putih. Pada umumnya,
area dengan backscatter tinggi diasosiasikan dengan
sedimen yang relatif coarser-grained (berbutir kasar), hard
substrata (substrat keras), steep slopes (lereng curam), dan
rough seabed (dasar laut yang kasar). Area dengan
backscatter rendah sedimennya relatif finer-grained
(berbutir lebih halus) yakni dasar laut yang datar dan halus.
Warna putih juga dikenal sebagai shadow yang merupakan
hasil dari acoustic blanking, ketika suatu obyek atau
struktur menghalangi pulsa suara dari SSS (Lekkerkerk,
2006).

2.8 Stabilitas Sonar Fish


Stabilitas Sonar di dalam air selama survei sangat
penting untuk citra Sonar yang baik dan pemosisian yang
akurat. Namun banyak faktor yang dapat menyebabkan
26

Sonar Fish tidak stabil. Terdapat beberapa jenis


ketidakstabilan Side Scan Sonar:

1. Heave dan Pitch


Walaupun merupakan gerakan yang berbeda,
keduanya sering terjadi bersamaan. Menyebabkan
berkurang dan bertambahnya ketinggian Sonar Fish.
Hasilnya berdampak pada degradasi citra karena citra
merepresentasikan target yang lurus dengan
lengkungan. Ketika periode heave sangat panjang,
degradasi citra menjadi terbatas. Sedangkan pitch
dibuktikan dengan garis terang pada rekaman Sonar.
Karena pitch, sorotan Sonar tidak selalu mengarah ke
sisi samping dasar tetapi juga ke depan dan ke
belakang. Hal ini mengurangi backscatter dan
intensitas echo yang kembali.
2. Roll
Efek dari roll pada citra Sonar mirip dengan heave
dan pitch. Namun tidak sering terlihat.
3. Yaw
Yaw adalah ketidakstabilan khusus yang
disebabkan malfungsi sirip Tow Fish, instalasi yang
buruk, atau towcable yang terlalu panjang ditambah
pula dengan depresor yang tidak dipasang dengan
benar. Yaw menyebabkan Sonar memindai satu sisi
lebih lama dari seharusnya dan kemudian secara cepat
bergerak maju dan memindai sisi lainnya dengan
periode yang lebih pendek.
27

Gambar 2. 11 Illustrasi Ketidakstabilan Sonar Fish


(Lekkerkerk, 2006)

2.9 EdgeTech 6205


Secara tradisional, Multibeam Echosounder (MBES)
telah menjadi sistem baku untuk menyediakan peta batimetri.
Tetapi dengan kemajuan teknologi terbaru dalam Phase
Differencing Bathymetric Sonars (PDBS) sistem industri ini
mungkin tidak lagi menjadi masalah. Sistem PDBS, juga
dikenal sebagai Inferometric Sonars atau Bathymetric Side
Scan, sudah lama menjadi pertimbangan untuk memenuhi
kebutuhan survei tapi memiliki kekurangan, seperti
ambiguitas kedalaman berlebih terkait dengan noisy range
dan sudut pengamatan serta kurangnya cakupan di wilayah
titik nadir secara signifikan terbatasi oleh efektivitas
teknologi. Selain itu, ukuran dan berat yang melekat pada
desain sistem ini telah membatasi penerapannya dalam
lingkungan survei perairan dangkal sesuai dengan desainnya.
Sistem PDBS dapat dianggap sebagai Multi-Stave Side
Scan, luas swath dari batimetri dan data amplitudo sonar
dengan sudut kedatangan kembali dari dasar laut ditentukan
oleh perbandingan antar receive stave. Sistem PDBS mampu
memperoleh data Side Scan resolusi tinggi terutama co-
registered untuk titik data tiga dimenai (3D).
28

EdgeTech 6205 Swath Batimetri dan Simultaneous


Dual Frequency Side Scan Sonar merupakan sebuah
gabungan, sistem terintegrasi menghasilkan real –time peta
3D resolusi tinggi dari dasar laut sekaligus memberikan co-
registered simultaneous dual frequency Side Scan dan data
batimetri. Banyaknya jumlah kanal yang digunakan oleh
sistem memungkinkan peningkatan penolakan efek multi-
path serta gema dan akustik noise. EdgeTech Full Spectrum
teknik pengolahannya telah terbukti menyediakan cakupan
yang lengkap di wilayah titik nadir yang tetap memenuhi
IHO SP No.44, National Oceanic Atmospheric
Administration (NOAA) dan United States Army Corps of
Engineers (USACE) spesifikasi untuk deteksi fitur.

Gambar 2. 12 Ilustrasi hasil citra Side Scan Sonar dan


Batimetri Menggunakan EdgeTech 6205 (Brisson, Wolfe, &
P.S.M, 2014)

Edge Tech 6205 merupakan jenis pertama yang


menggunakan teknik baru Multi-Phase Echo Sounding
(MPES) dengan secara bersamaan mendapatkan kualitas data
batimetri yang baik dengan dual frequency side scan imagery
dengan jangkauan lebih panjang dibandingkan sistem
tradisional, dengan bidang pandang lebih dari 200 derajat
dan swath lebih lebar (Brisson, Wolfe, & P. S. M, 2014).
29

Lebar compact swath sonar yang dipasang di kapal


kecil adalah sebuah solusi yang diterima untuk cakupan
penuh survei resolusi tinggi di lingkungan dekat pantai di
mana rancangan dangkal dan manuver kapal memungkinkan
operasi yang lebih aman di sekitar garis pantai dan hazards.
Di masa lalu Multibeam Echosounder dikembangkan untuk
survei perairan dalam, telah digunakan dalam peran ini.
Namun, sistem Multibeam Echosounder yang lebih kecil
memiliki keterbatasan penyebaran beam, membatasi efisiensi
survei dan membutuhkan kapal untuk menghabiskan waktu
yang lama di daerah dangkal (Gostnell, Yoos, & Brodet,
2006).

Gambar 2. 13 Instrumen EdgeTech 6205 (EdgeTech, 2016)

Berikut ini adalah beberapa contoh fitur yang terekam


dalam instrumen Edge Tech 6205 beserta dengan interpretasi
yang terlampir di dalam Manual Book nya.
30

Gambar 2. 14 Fitur Dredged Channel (EdgeTech, 2016)

Gambar 2. 15 Fitur Pipeline (EdgeTech, 2016)

Gambaran hasil akuisisi data batimetri dengan Edge


Tech 6205 menghasilkan gambaran 3D yang secara langsung
dapat diinterpretasikan dengan kombinasi hasil citra Side
Scan Sonar.

2.10 Odom Echotrac MKIII Singlebeam Echosounder


MKIII adalah desain penggabungan teknologi
mutakhir yang baru dan memiliki fitur yang kompak, paket
portabel. Echotrac MKIII adalah satu-satunya survei echo
sounder yang menwarkan pilihan dengan kertas perekam
termal resolusi tinggi dan ukuran full hugh-bright color
LCD. Color LCD menawarkan penyimpanan data (dalam
format standard industri) dan pemutaran analog menjadi
sinyal digital dengan resolusi 16-bit penuh. Kedua saluran
tinggi dan rendah memiliki ketangkasan frekuensi frekuensi
sehingga memungkinkan operator mencocokan transceiver
untuk semua transduser yang ada. Kemampuan mencocokan
31

ini dapat meminimalkan dekat noise surface yang


disebabkan oleh dering transduser ketika meningkatkan
kekuatan gema. Tuning dicapai dengan langkah-langkah 1
kHz di kedua saluran/band tinggi dan rendah dari 750 kHz ke
10 kHz. Operator dapat memilih kurva TVG (10 log, 20 log,
30 log, 40 log, dan off) berfungsi untuk mengoptimalkan
MKIII untuk deteksi bawah kedua perairan dangkal maupun
dalam dan untuk operasi Side Scan Sonar. Fitur MKIII
memiliki fleksibilitas antarmuka, menawarkan 4 serial port
dan kecepatan tinggi Ethernet LAN untuk efisiensi
pengumpulan data maksimum. Serial standard antarmuka
untuk kompensator gerak dan tersedia DGPS receivers di
MKIII sebagai sejumlah format keluaran kompatibel dengan
Echo soinder string yang paling umum (NMEA, SDESO,
Echotrac SBT, DBT, dan HEAVE).
Berikut ini adalah spesifikasi dari Sinlgebeam
Echosounder Odom Echotrac MKIII:
Frekuensi
 Tinggi: 100 – 750 kHz
 Rendah : 10 – 50 kHz
 Pilihan 3-5 kHz high power transmitter
(Manual tuning in 1 kHz steps to match
transducer characteristics)

Akurasi
 0,01 meter / 0,10 kaki + 0,1% kedalaman @
200 kHz
 0,10 meter / 0,30 kaki + 0,1% kedalaman @
33 kHz
 0,18 meter / 0,60 kaki + 0,1% kedalaman @
12 kHz (Koneksi untuk Sound Velocity)

Rentang Kedalaman
 0,2 – 200 meter / 1,0 – 600 kaki @ 200 kHz
 0,5 – 1500 meter / 1,5 – 4500 kaki @ 33 kHz
32

 1,0 – 6000 meter / 3,0 – 20000 kaki @ 12 kHz


(excluding external influences)

Sound Velocity
 1370 – 1700 m/s
 Resolusi 1 m/s

Gambar 2. 16 Odom Echotrac MKIII

2.11 Intepretasi Citra Side Scan Sonar


Pengolahan citra Side Scan Sonar terdiri dari dua
tahapan, yaitu real time processing dan post processing.
Tujuan real time processing adalah untuk memberikan
koreksi selama pencitraan berlangsung sedangkan tujuan
post processing adalah meningkatkan pemahaman akan suatu
objek melalui interprestasi (Mahyuddin, 2008 dalam Edi,
2009). Interpretasi pada post processing adalah sebuah
proses kualitatif dalam mendefinisikan sebuah objek.
Interpretasi dilakukan untuk mendapatkan sifat fisik material
dan bentuk objek, baik dengan mengetahui derajat kehitaman
(hue saturation), bentuk (shape) maupun ukuran (size) dari
objek atau target. Secara umum, berdasarkan bentuk
eksternalnya, target dapat dibedakan menjadi buatan manusia
(man made targets) atau objek alam (natural targets). Pada
umunya, objek buatan manusia memiliki bentuk yang tidak
beraturan (Klein Associates Inc, 1985).
33

Sebuah rekaman SSS menampilkan intensitas echo


yang kembali. Bagian gelap pada rekaman menunjukkan area
permukaan dengan reflektivitas tinggi. Bagian terang
menunjukkan area dengan reflektivitas rendah. Karena
interpretasi adalah sebuah proses kualitatif, rekaman dibahas
secara kualitatif. Umumnya intensitas berhubungan dengan
(Lekkerkerk, 2006):
1. Sangat gelap: kondisi permukaan dasar laut yang sangat
keras dan sangat kasar, seperti rock outcrop, rock-dump,
konstruksi, pipa logam, barel minyak, kontainer kargo,
dan bangkai kapal.
2. Gelap: kondisi permukaan yang keras dan kasar, seperti
kerikil dan pasir yang sangat kasar, tanah gambut, tanah
liat keras yang kasar, obyek buatan manusia yang
kemungkinan besar logam, plastik, dan kayu.
3. Menengah: kondisi permukaan menengah, seperti pasir.
Riak pasir kasar yang tidak terjadi pada permukaan
sedimen yang lebih halus.
4. Terang: kondisi permukaan yang lembut dan halus, seperti
tanah liat halus dan endapan lumpur.
5. Sangat terang: kondisi permukaan yang lembut dan sangat
halus, bayangkan sebuah dasar seperti cermin dengan
pantulan sempurna dan tanpa backscatter.
Ukuran dan bentuknya memberikan indikasi apakah
benda tersebut alamiah atau buatan manusia. Ukuran dan
bentuk dari sebuah kapal dapat dikenali dengan mudah.
Untuk membedakan antara drum minyak yang rusak dan
sebuah karang dengan ukuran yang sama akan lebih sulit dan
lebih merupakan masalah interpretasi. Sebuah area yang luas
dengan intensitas sama atau terdapat pola mengindikasikan
bahwa dasar laut tersebut memiliki sedimen permukaan yang
sama.
Variasi periodik pada reflektivitas mengindikasikan
perubahan periodik dari dasar laut. Contoh terbaik dari hal
ini adalah riak pasir (sand ripples). Riak pasir bervariasi
34

dalam bentuknya dari beberapa centimeter sampai ratusan


meter dan disebabkan oleh arus. Adanya riak selalu berupa
indikasi bahwa pasir adalah sedimen permukaan yang
dominan. Jenis soil lainnya tidak membentuk riak yang dapat
dideteksi. Obyek atau struktur dasar laut pada umumnya
dapat menjadi reflektor yang kuat. Oleh karenanya,
bayangan akustik sering diikuti oleh area dengan reflektivitas
yang tinggi (Lekkerkerk, 2006).

Gambar 2. 17 Proses Penggambaran Citra Side Scan Sonar


(Lekkerkerk, et al., 2006)

Gambar 2. 18 Bayangan Objek Menggantung (Lekkerkerk,


et al., 2006)

Bila backscattering semakin kuat maka rona pada citra Side


Scan Sonar akan semakin gelap. Kekuatan backscattering
berhubungan dengan tekstur objek, secara umum
backscattering yang relatif tinggi berhubungan dengan objek
kekerasan tinggi, backscattering yang relatif rendah
35

berhubungan dengan objek kekerasan rendah. Fenomena


bacscattering permukaan dasar laut memiliki hubungan
dengan kekasaran dan kekerasan permukaan (Blobdel, 2009).

Gambar 2. 19 Hasil Intrepretasi Citra Side Scan Sonar


(Blobdel, 2009)

Setiap fitur dasar laut yang terdeteksi oleh instrumen


yang digunakan mempunyai karakteristik khusus sehingga
dapat membantu dalam proses interpretasi. Berikut ini adalah
karakteristik beberapa fitur dasar laut (OGP, 2013):
 Reefs: Fitur sedimen, tercipta oleh interaksi
organisme dan lingkungan mereka, yang
memiliki relief sinopsis dan komposisi biotik
yang berbeda dari yang ditemukan di atas
maupun di sekitar dasar laut, misalnya terumbu
karang (Coral Reefs).
 Rock Dumps: Gundukan batuan atau kerikil di
tempatkan di dasar laut misalnya untuk
menstabilkan kabel atau pipa.
 Sandwaves: Gundukan pasir bawah laut yang
bergerak dikarenakan arus. Biasanya hingga
kedalaman 10 meter bisa juga lebih tinggi.
36

 Mud Flow/Slumps: Gerakan massa sedimen di


bawah pengaruh gravitasi. Contohnya adalah
aliran sedimen dari dasar laut keluaran fitur
dasar laut seperti gunung lumpur. Biasa disebut
sebagai Gravity Transport.

2.12 Penentuan Posisi Global Positioning System


Penentuan posisi dengan menggunakan GPS dalam
kaitannya dengan pemetaan laut biasanya digunakan sistem
DGPS (Differential Global Positioning System). Hal ini
disebabkan, sistem DGPS sangat umum digunakan untuk
penentuan posisi objek – objek yang bergerak. Selain itu,
ketelitian posisi yang dihasilkan oleh sistem DGPS yaitu
sekitar 1 sampai 3 meter. Sistem ini menggunakan data
pseudorange untuk penentuan posisi real-time secara
differensial. Data pseudorange digunakan untuk aplikasi –
aplikasi yang menuntut ketelitian level menengah. Oleh
karena itu DGPS sangat umum digunakan pada survei –
survei di bidang kelautan.

Gambar 2. 20 Prinsip Kerja DGPS (Lekkerkerk, et al., 2006)

Penentuan posisi dilakukan untuk semua titik – titik


perum, alat bantu navigasi serta kenampakan – kenampakan
yang ada. Metode Real Time Kinematik membantu kegiatan
survei secara cepat dan tepat dibandingkan dengan memakai
37

metode konvensional. Tingkat akurasi yang didapatkan


menggunakan metode ini, yaitu 1 sampai 3 meter.

2.13 Pasang Surut


2.13.1 Definisi Pasang Surut
Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut
diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala
akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama
matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan
menurut Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan
suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air
laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya
gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda
astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan.
Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena
jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil.

2.13.2 Tipe Pasang Surut


Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama.
Disuatu daerah pada dalam satu hari dapat terjadi satu kali
atau dua kali pasang surut. Menurut Wyrtki (1961), pasang
surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide). Dalam
sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
secara berurutan. Periode pasang surut rata-rata 12
jam 24 menit. Pasang surut jenis ini terdapat di Selat
Malaka sampai Laut Andaman.
2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide). Dalam
satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut.
Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit. Pasang
surut tipe ini terjadi di perairan Laut Jawa.
3. Pasang surut campuran condong keharian ganda
(mixed tide prevailing semidiurnal). Dalam satu hari
terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut,
tetapi tinggi periodenya berbeda. Pasang surut jenis
ini banyak terdapat perairan Indonesia timur.
38

4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal


(mixed tide prevailing diurnal). Pada tipe ini dalam
satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air
surut, tetapi kadang – kadang untuk sementara waktu
terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan
tinggi dan periode yang sangat berbeda. Pasang surut
jenis ini biasa terdapat di daerah Selat Kalimantan
dan Pantai Utara Jawa Barat.

2.13.3 Tujuan Pasang Surut


Tujuan pengamatan pasang surut secara umum
adalah sebagai berikut (Djaja, 1989):
- Menentukan permukaan air laut rata-rata (MLR) dan
ketinggian titik ikat pasut (tidal datum plane) lainnya
untuk keperluan survei rekayasa dengan melakukan
satu sistem pengikatan terhadap bidang referensi
tersebut.
- Memberikan data untuk peramalan pasut dan arus,
serta mempublikasikan data ini dalam tabel tahunan
untuk arus dan pasut.
- Menyelidiki perubahan kedudukan air laut dan
pergerakan kerak bumi.
- Menyediakan informasi yang menyangkut keadaan
pasut untuk proyek teknik.
- Memberikan data yang tepat untuk studi muara
sungai tertentu.
- Melengkapi informasi untuk penyelesaian masalah
hukum yang berkaitan dengan batas-batas wilayah
yang ditentukan berdasarkan pasut.

2.14 Penelitian Sebelumnya


Penelitian mengenai Aplikasi Multibeam
Echosounder untuk Identifikasi Bangkai Kapal pernah
dilakukan oleh Ozrindo (2013). Penelitian tersebut
mengaplikasikan Multibeam Echosounder dalam
mendeteksi bangkai kapal di dasar laut untuk diketahui
39

lokasi dan dimensi kapal tersebut. Banyak keperluan yang


digunakan dalam mendeteksi bangkai kapal diantaranya
adalah untuk keperluan penentuan jalur pelayaran,
pembangunan infrastruktur bawah laut, dan dapat dijadikan
objek wisata bawah laut. Pengolahan Multibeam
Echosounder dengan menggunakan perangkat lunak
QINSy tersebut dapat melakukan identifikasi terhadap
koordinat lokasi keberadaan bangkai kapal. Koordinat yang
didapat mengacu pada Datum WGS 84 dan hasilnya berupa
bentangan koordinat posisi keberadaan kapal. Selain itu
hasil pengolahan data dari software tersebut dengan
instrumen yang sama dapat menghasilkan dimensi dari
bangkai kapal yang berada di dasar permukaan laut.
Hasilnya adalah berupa luas dan tinggi bangkai kapal.
Kekurangan dari penelitian ini adalah tidak digunakan Side
Scan Sonar sebagai data penunjang untuk mendapatkan
hasil tampilan bangkai kapal yang lebih baik saat
melakukan identifikasi.
Penelitian yang sama dengan menambahkan
instrumen Side Scan Sonar sebagai data penunjang juga
pernah dilakukan oleh Simbolon (2014) dengan judul
Aplikasi Instrumen Multibeam Sonar dan Side Scan Sonar
untuk Deteksi Kapal Karam dengan Studi Kasus Kapal
Bahuga Jaya di Perairan Laut Jawa. Penelitian ini bertujuan
untuk memetakan posisi kapal karam KMP Bahuga Jaya
yang mengalami kecelakan di perairan Laut Jawa. Hasil
yang didapatkan adalah koordinat posisi Kapal Bahuga
Jaya, dimensi kapal berupa panjang dan lebar, serta nilai
amplitudo kapal yang terdeteksi. Kekurangan dari
penelitian ini tidak mengidentifikasi lingkungan sekitar
kapal sehingga tidak ada nilai amplitudo yang dapat
dibandingkan dengan nilai amplitudo kapal jadi tidak dapat
membandingkan untuk penelitian yang cepat dalam
menganalisa data amplitudo yang didapatkan.
40

Penelitian tentang studi kelayakan rencana lokasi


peletakan jack-up drilling rig menggunakan hasil
pencitraan Side Scan Sonar oleh Mandasari (2013)
memberikan identifikasi fitur dasar laut untuk menganalisa
kelayakan peletakan jack-up drilling rig sehingga tidak
membahayakan dalam proses peletakannya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian Tugas Akhir ini berada di sekitar
perairan Kepulauan Riau pada koordinat geografis antara
01o05‟11”- 01o05‟36” LU dan 103o50„25”- 103 o51‟25”BT.

Lokasi

Gambar 3. 1 Lokasi Penelitian (Google.com/maps)

3.2 Bahan dan Peralatan


3.2.1 Bahan
Data atau bahan yang digunakan dalam penelitian
Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
a. Data Side Scan Sonar.
b. Data Multibeam Echosounder.
c. Data Singlebeam Echosounder.
d. Data pasang surut.
e. Data Sound Velocity Profile.

3.2.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian Tugas
Akhir ini adalah sebagai berikut:
a. Perangkat keras

41
42

i. Komputer
ii. Plotter
b. Perangkat lunak
i. Microsoft Office 2007
ii. Qinsy Console 8.1 milik PT. Pageo Utama
iii. SonarWiz 5.0 milik PT. Pageo Utama
iv. AutoCAD Map 3D 2012 milik PT. Pageo
Utama
v. ArGIS 10.3

3.3 Metodologi Penelitian


3.3.1 Tahap Pelaksanaan
Adapun diagram alir penelitian Tugas Akhir:

Studi Literatur: Pengumpulan


bahan berupa buku, paper
jurnal dan lain sebagainya

Permohonan Data di
Pageo Utama
Persiapan

Citra Side Scan Sonar Data Multibeam Echosounder

Pengolahan Data Pengolahan Data


Citra di Software Raw di Software
Pelaksanaan

Analisa ketelitian hasil akuisisi


data dan klasifikasi fitur dasar laut
Analisa

Laporan Akhir
Akhir

Gambar 3. 2 Diagram Alir Tahap Pelaksanaan


43

Penjelasan mengenai diagram alir tahap


pelaksanaan di atas adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
- Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk mempelajari
dan mengumpulkan referensi dalam penelitian
Tugas Akhir ini mengenai teori dan prosedur
pengolahan data Side Scan Sonar serta cara
intepretasi dan identifikasi dari data citra tersebut.
Koreksi dan pengolahan data Multibeam
Echosounder serta penelitian sebelumnya
mengenai identifikasi fitur dasar laut melalui
buku jurnal, dan juga web site terkait.
- Permohonan Data di Pageo Utama
Melakukan permohonan pengambilan data-
data yang dibutuhkan, yaitu data citra Side Scan
Sonar, data Raw Multibeam Echosounder, Sound
Velocity Profile, data pasang surut, dan data
Singlebeam Echosounder di perairan Kepulauan
Riau. Data tersebut didapatkan dari PT. Pageo
Utama.
2. Tahap Pelaksanaan
- Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan untuk melakukan
mozaik citra Side Scan Sonar dan pengolahan
data Multibeam Echosounder yang selanjutnya
divalidasikan dengan hasil kedalaman
Singlebeam Echosounder dengan tujuan
mendapatkan peta seabed features dan peta
bathimetri yang selanjutnya akan dilakukan tahap
analisa data fitur dasar laut yang didapatkan.
3. Tahap Analisa
- Analisa Data
44

Melakukan analisa ketelitian hasil akuisisi


data Multibeam Echosounder dan Side Scan
Sonar sesuai dengan Standard Nasional Indonesia
(SNI) yang mengacu pada IHO SP-44 dan
klasifikasi fitur dasar laut dari hasil interpretasi
yang telah didapatkan.
4. Tahap Akhir
- Penyajian Data
Kegiatan penelitian Tugas Akhir pada tahap
akhir adalah melakukan penyajian data berupa
laporan hasil dan peta yang berisikan informasi
ringkas megennai data yang didapatkan.

3.3.2 Tahap Pengolahan Data


Tahapan Pengolahan Data penelitian Tugas Akhir
memiliki Diagram Alir sebagai berikut:
45

Mulai

Citra Side Data Multibeam


Scan Sonar Echosounder Data SVP

Import data Side Scan Sonar Filtering Spike Data

Koreksi
Slant Range Hasil Format
(*.filt.db) Data Pasut

Eksport ke
Format.*TIFF Tidak T
id
a Validasi data
Mozaik Citra k dengan
Side Scan Sonar Singlebeam
Tidak T Echosounder
id
a
k Ya Y
Validasi data
a a
dengan
Multibeam Eksport Sounding
Echosounder Grid Utility

Pembuatan Kontur
Ya Y
a a
Peta Seabed Features Peta Batimetri

Analisa ketelitian hasil akuisisi


data dan klasifikasi fitur dasar laut

Laporan

Gambar 3. 3 Diagram Alir Tahap Pengolahan Data


46

Penjelasan mengenai diagram alir tahap pengolahan


data. Tahap pengolahan data dibagi menjadi tiga bagian
dalam penjelasan nya, yaitu:
1. Pengolahan data Side Scan Sonar
2. Pengolahan data Multibeam Echosounder
3. Analisa data

1. Pengolahan data Side Scan Sonar


a. Importing data Side Scan Sonar dan ditampilkan di
dalam software untuk memastikan data dalam kondisi
yang baik.
b. Koreksi jarak miring (slant range) untuk mengoreksi
agar hasil rekaman citra dalam posisi datar serta
pengaturan pencahayaan citra Side Scan Sonar agar
memudahkan dalam proses interpretasi.
c. Melakukan eksporting citra Side Scan Sonar dalam
bentuk geotiff data, yaitu image yang sudah
tereferensi dengan koordinat.
d. Mozaik citra yang sudah didapat dalam bentuk
geotiff kemudian dilakukan interpretasi dengan
metode derajat kehitaman, bentuk maupun ukuran
dari objek atau target sesuai karakteristik gelombang
akustik yang diterima.
e. Hasil mozaik citra divalidasikan dengan hasil
pengolahan Multibeam Echosounder, kemudian hasil
interpretasi ditampalkan agar menghasilkan peta
seabed features.
2. Pengolahan data Multibeam Echosounder
a. Melakukan filter data Multibeam terlebih dahulu dari
data spike (anomali yang terjadi akibat loncatan
kedalaman yang signifikan).
b. Data yang sudah dibersihkan akan muncul dengan
format *filt.db.
47

c. Masukkan data Sound Velocity Profile dan Pasang


Surut kedalam data yang sudah dihilangkan spike
nya.
d. Melakukan plotting data Multibeam Echosounder dan
validasi hasil kedalaman yang didapatkan dengan
hasil akuisisi data Singlebeam Echosounder.
e. Kemudian setelah validasi data dilakukan pembuatan
kontur untuk mendapatkan peta batimetri.
3. Analisa data
a. Melakukan analisa seabed features dari data Side
Scan Sonar dan Multibeam Echosounder.
b. Melakukan klasifikasi fitur dasar laut dari hasil
interpretasi yang didapatkan.
c. Melakukan analisa ketelitian kedalaman hasil
perbandingan akuisisi data Multibeam Echosounder
dengan Singlebeam Echosounder sesuai dengan
Standard Nasional Indonesia (SNI) yang mengacu
pada IHO SP-44.
d. Membuat laporan akhir.
48

“Halaman ini sengaja dikosongkan”


BAB IV
HASIL DAN ANALISIS

4.1 Data Hasil Penelitian


4.1.1 Batimeti
Batimetri didapatkan dari hasil akuisisi instrumen
Multibeam Echosounder yang divalidasikan dengan
Singlebeam Echosounder. Instrumen Multibeam
Echosounder yang digunakan adalah EdgeTech 6205 dan
Singlebeam Echosounder Odom Echotrack MKIII dengan
area survei yang memiliki panjang sekitar 3000 meter dan
lebar 250 meter. Sistem postioning untuk pengukuran
batimetri ini menggunakan DGPS Veripos LD 4 yang
memiliki referensi pada datum WGS 1984.
Ketika akan dimulai proses pengolahan data maka
terlebih dahulu diperlukan kalibrasi untuk meminimalisir
kesalahan. Kalibrasi yang dilakukan adalah pitch, roll, yaw
(heading) dan latency.

Gambar 4. 1 Pengaturan Sudut Kalibrasi

49
50

Gambar 4. 2 Data Pengolahan Hasil Keseluruhan Kalibrasi

Setelah dilakukan kalibrasi, data harus dikoreksikan


untuk mengetahui nilai kedalaman sebenarnya. Koreksi yang
diperlukan diantaranya pembersihan spike (loncatan nilai
kedalaman), kemudian diperlukan data penunjang untuk
koreksi selanjutnya seperti pasang surut yang digunakan
untuk mereduksi kedalaman dan Sound Velocity Profile atau
kecepatan suara dalam air. Pasang surut yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data prediksi dari buku Admiralty
Tide Table jilid II yang mencakup wilayah Samudera
Atlantik dan Samudera Indonesia dengan stasiun pasang
surut berada di daerah Batam.
51

Pasang Surut
2
1,8
Tinggi muka air (m)

1,6
1,4
1,2
1
0,8
0,6 kedalaman
0,4
0,2
0
09/11/2015
15/11/2015
20/11/2015
26/11/2015
02/12/2015
08/12/2015
13/12/2015
19/12/2015
25/12/2015
29/10/2015
03/11/2015

Waktu

Gambar 4. 3 Data Pasang Surut Admiralty Tide Table


dengan stasiun berada di daerah Batam

Data Multibeam Echosounder yang sudah dikoreksi


selanjutnya akan dilakukan proses gridding untuk
menentukan interval dari nilai kedalaman yang ingin
ditampilkan.
52

Gambar 4. 4 Hasil Gridding Data Batimetri pada Perangkat


Lunak AutoCAD

4.1.2 Peta Batimetri Perairan Kepulauan Riau


Batimetri hasil pengolahan Multibeam Echosounder
divalidasi dengan batimetri hasil pengolahan Singlebeam
Echosounder untuk memastikan kedalaman yang dihasilkan
sudah memenuhi standard pengukuran dari IHO SP-44.
Hasil dari akuisisi data Multibeam Echosounder yang
sudah divalidasikan dengan Singlebeam Echosounder
dibentuk kontur untuk membuat peta batimetri daerah
Kepulauan Riau. Peta batimetri lokasi penelitian
mempunyai rentang kedalaman mulai kedalaman paling
dangkal yaitu -1,5 meter dan untuk kedalaman yang paling
dalam adalah -22,0 meter. Kondisi dasar laut area survei
memiliki topografi bergelombang atau berbukit dikarenakan
batuan dasar laut yang dominan. Hal ini disebabkan karena
lokasi penelitian merupakan perairan laut dangkal.
53

Gambar 4. 5 Peta Batimetri daerah Kepulauan Riau

4.1.3 Citra Side Scan Sonar


Citra gambaran permukaan dasar laut diperoleh
dengan instrumen Side Scan Sonar EdgeTech 6205 yang
merupakan salah satu teknologi baru dengan menggunakan
Sistem PDBS, juga dikenal sebagai Inferometric Sonars atau
Bathymetric Side Scan. Berbeda dengan Side Scan Sonar
biasanya yang harus ditarik dengan sistem towing, EdgeTech
6205 menjadikan sistem Multibeam Echosounder kedalam
satu instrumen yang dapat dipasang pada kapal.
Pengolahan citra dilakukan dengan koreksi jarak
miring (Slant Range Correction) untuk menghilangkan area
putih yang terekam atau bottom track yang berada pada
tengah line. Kemudian dilakukan koreksi TVG (Time Varied
Gain) yang mempengaruhi kecerahan image.
54

Gambar 4. 6 Citra yang Belum (kiri) dan Citra yang Sudah


(kanan) dilakukan Slant Range Correction

Setelah proses koreksi citra selesai dilakukan,


selanjutnya adalah melakukan mozaik citra pada semua jalur
agar cakupan daerah penelitian dapat terlihat secara
keseluruhan dan memudahkan dalam proses interpretasi fitur
dasar laut yang ditemukan. Proses interpretasi citra dilakukan
dengan digitasi untuk mengubah format tiff menjadi bentuk
vektor. Hasil digitasi kemudian ditampalkan dengan
batimetri sehingga terbentuk peta seabed features.

Gambar 4. 7 Hasil mozaik citra Side Scan Sonar

4.1.4 Seabed Features


Seabed features adalah peta kenampakkan fitur dasar
laut yang merupakan gabungan melalui proses pertampalan
(overlay) antara hasil digitasi citra Side Scan Sonar dengan
peta batimetri hasil validasi dari Multibeam Echosounder
55

dengan Singlebeam Echosounder. Peta Seabed Features


adalah peta dengan tampilan 3D sehingga informasi
mengenai objek-objek dasar laut dapat diketahui. Pada
daerah penelitian ini didapatkan beberapa kenampakkan fitur
dasar laut.

-2m

-25m

Gambar 4. 8 Tampilan Seabed Features

Keterangan :
Gelombang pasit
Batuan dasar
Pipa
Pipa tertimbun
Galian parit
Galian
Tumpukan batuan
 Catatan: Untuk peta Side Scan Sonar dan
Seabed Features lebih jelas dan informasi
lebih lengkap dilampirkan pada lampiran.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisa Hasil Interpretasi Fitur Dasar Laut
Metode interpretasi dan klasifikasi pada penelitian ini
menggunakan hasil akuisisi dari Multibeam Echosounder
56

dan Side Scan Sonar. Melalui proses interpretasi citra Side


Scan Sonar dengan segementasi visual didapatkan hasil fitur
dasar laut yang terdapat di daerah Kepulauan Riau dengan
panjang area survei 3 kilometer dan lebar area survei 1
kilometer.
Interpretasi awal dilakukan pada tiap-tiap lajur survei
yang ada, sebelum dilakukan mozaik citra Side Scan Sonar.
Hal ini diperlukan untuk melihat detil-detil fitur dasar laut
yang ada, sehingga dapat dibandingkan dengan lajur survei
yang bertampalan yang memiliki objek sama. Berikut ini
merupakan hasil interpretasi citra Side Scan Sonar jalur
survei ML-1.

Gambar 4. 9 Jalur Survei ML-1 Terdapat Fitur gelombang


pasir dan batuan dasar

Pada citra jalur survei ML-I terlihat beberapa anomali


yang menampilkan tekstur yang tidak rata dan variasi pola
yang terbentuk sehingga mengindikasikan adanya beberapa
fitur dasar laut yang ditemukan, diantaranya:
 Pasir bergelombang ditunjukkan dengan area kotak
berwarna orange memperlihatkan pola bergelombang
yang rapi dengan tekstur halus serta mempunyai
reflektor lemah.
57

 Batuan dasar pada area yang diberi tanda


lingkaran berwarna merah ditandai dengan
gambaran hasil citra yang membentuk tekstur
kasar dengan reflektor yang kuat dengan pola
berkelompok.
 Pipa ditandai dengan garis hitam yang telihat
seperti garis lurus memanjang menghasilkan
bayangan yang memiliki dimensi serta reflektor
yang kuat dan mempunyai jarak dengan
bayangannya yang disebut dengan free span.

Jalur survei ML-1 memiliki gangguan sinyal (noise)


pada area yang diberi tanda berwana hijau pada bagian citra
yang berbentuk hitam dengan garis-garis diagonal dan
transparan yang terdapat pada pojok kiri citra. Noise bisa
disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu nya adalah
manuver kapal, gangguan gelombang dan lainnya.
Hasil verifikasi survei ML-1 pada peta seabed
features hasil akuisisi Multibeam Echosounder ditemukan
beberapa fitur, yaitu gelombang pasir, batuan dasar dan pipa.
Setelah dilakukan mozaik citra ditemukan fitur yang sama di
jalur yang berdekatan. Sehingga dapat digabungkan untuk
dimasukkan dalam klasifikasi. Fitur gelombang pasir yang
berada di radius jalur survei ML-1 diberikan ID SW 6
dengan area fitur berwarna putih, batuan dasar diberikan ID
BR 50 pada area berwarna merah dan pipa diberikan ID PL 5
dengan tanda garis lurus berwarna hitam.
58

-2m

-25m

Gambar 4. 10 Verifikasi Jalur Survei ML-1

Kedalaman fitur gelombang pasir ID SW 6 berada di


range antara -4,99 dan -10,48 meter gambaran tekstur pada
fitur tidak jauh berbeda dengan citra Side Scan Sonar yang
memiliki pola bergelombang akibat arus air laut. Letak
koordinat fitur berada di posisi 368312,942367 E;
119962,101226 N dengan luasan 42378,731 m2.
Fitur batuan dasar mempunyai tekstur yang kasar
dengan perbedaan kedalaman yang lebih rendah
dibandingkan dengan area sekitar. Kedalaman ID BR 50 ini
berada di rentang antara -3,05 sampai -9,7 meter dengan
bentuk topografi yang tidak rata atau berbukit. Letak
koordinat fitur berada di posisi 368518,246829 E;
119897,45958 N dengan luasan 61379,489 m2.
Untuk verifikasi pipa jalur ML-1 dikarenakan grid
jarak titik batimetri tidak berdekatan maka sulit untuk
mengidentifikasi pipa menggunakan titik Multibeam
Echosounder pada peta batimetri. Untuk itu digunakan
Singlebeam Echosounder dalam melakukan verifikasi sesuai
dengan letak koordinat 358268 E ; 19954 N dengan rentang
59

kedalaman -9,3 sampai -10 meter dengan panjang pipa


25,940 meter. Indikasi pipa ditunjukkan pada area lingkaran
berwarna merah dengan pola membentuk gundukan.
Kedalaman (m)

Waktu Fix Point


Gambar 4. 11 Verifikasi Pipa dengan profil melintang
instrumen Singlebeam Echosounder

Fitur batuan dasar juga banyak ditemukan pada jalur


survei lainnya, berikut ini adalah daftar tabel keberadaannya

Tabel 4. 1 Analisa Fitur batuan dasar


No Luasan (m2) ID X (m) Y (m)
1 590,266 BR 1 370992,659 119110,212
2 13606,559 BR 2 371091,877 119017,205
3 4873,547 BR 3 371134,032 119169,212
4 188,144 BR 4 371065,390 119236,107
5 43,208 BR 5 371045,575 119253,282
6 628,014 BR 6 371099,399 119276,584
7 112,943 BR 7 371033,261 119288,894
60

No Luasan (m2) ID X (m) Y (m)


8 60,472 BR 8 371087,280 119296,998
9 151,080 BR 9 371096,436 119316,433
10 3298,133 BR 10 370976,815 119279,856
11 142,060 BR 11 371045,013 119426,454
12 1383,401 BR 12 370756,490 119405,687
13 48,889 BR 13 370749,408 119522,866
14 1212,053 BR 14 370755,647 119500,201
15 748,739 BR 15 370616,700 119539,644
16 3201,637 BR 16 370713,123 119507,768
17 1278,680 BR 17 370683,237 119543,005
18 69,166 BR 18 370726,114 119581,258
19 92,371 BR 19 370679,604 119621,969
20 420,662 BR 20 370722,023 119614,205
21 190,394 BR 21 370629,424 119625,031
22 31507,328 BR 22 370865,288 119502,322
23 154,852 BR 23 370606,070 119654,173
24 306,291 BR 24 370695,220 119668,072
25 624,018 BR 25 370326,008 119768,292
26 185,674 BR 26 370608,788 119790,631
27 409,182 BR 27 370306,521 119813,551
28 2272,826 BR 28 368919,276 119810,390
29 239,174 BR 29 370548,121 119826,412
30 63,555 BR 30 370156,526 119845,961
31 839,676 BR 31 368216,921 119843,640
32 386,854 BR 32 370528,544 119855,914
33 4263,723 BR 33 369127,146 119852,141
34 195,867 BR 35 370364,572 119919,954
35 2807,967 BR 36 369416,806 119905,719
36 22179,144 BR 37 368750,955 119831,728
37 246,142 BR 38 370045,385 119936,707
38 1968,975 BR 39 368875,026 119924,734
39 4774,519 BR 40 369597,463 119929,641
40 213,562 BR 41 368758,546 119957,163
61

No Luasan (m2) ID X (m) Y (m)


41 450,002 BR 42 369993,409 119937,610
42 3585,978 BR 43 369011,218 119939,428
43 1472,061 BR 44 369505,718 119974,122
44 4103,379 BR 45 369836,912 119964,520
45 1403,171 BR 46 369936,224 119968,385
46 155,942 BR 48 369501,365 120016,561
47 1860,622 BR 49 369580,121 120006,392
48 61379,489 BR 50 368518,246 119897,459
50 10097,695 BR 52 368192,594 119990,627
51 2817,073 BR 53 368255,904 120108,882
52 91160,115 BR 54 369255,753 119995,801
53 463,815 BR 55 369955,952 120142,932
54 77593,056 BR 56 370248,564 119907,574

Jumlah fitur gelombang pasir tidak sebanyak batuan


dasar, akan tetapi terdapat beberapa sebaran fiturnya. Berikut
adalah tabel analisa fitur gelombang pasir.

Tabel 4. 2 Analisa Fitur gelombang pasir


No. Luasan (m2) ID X (m) Y (m)
1 575,926 SW 1 371027,869 119180,587
2 247,235 SW 2 371076,169 119225,341
3 8702,322 SW 3 370923,281 119368,657
4 278,866 SW 4 369588,205 119979,585
5 725,514 SW 5 369634,553 119986,522
6 42378,731 SW 6 368312,942 119962,101
62

Gambar 4. 12 Jalur Survei ML-3 Menunjukkan Adanya


Fitur Timbunan Batuan

Pada jalur survei ML-3 terlihat beberapa anomali pada


permukaan dasar lautnya. Terlihat beberapa pola
berkelompok dengan reflektor kuat yang termasuk sebaran
dari Bed Rock dengan bentuk tekstur kasar. Kemudian
terdapat beberapa fitur dengan karakteristik berbeda yang
memiliki reflektor kuat akan tetapi berada di daerah blind
zone walaupun demikian tetap terlihat bentukan dari
teksturnya. Hal ini dapat dilakukan verifikasi dengan akuisisi
Multibeam Echosounder setelah dilakukan interpretasi pada
citra. Fitur yang ditemukan, yaitu:
 Tumpukan batuan, ditandai dengan lingkaran
berwarna biru muda. Fitur ini sedikit terhalang
oleh blind zone akan tetapi dapat diketahui
dengan adanya reflektor yang kuat seperti pada
interpretasi batuan dasar tersusun rapi dalam satu
baris kelompok batuan.
 Galian parit ditandai dengan lingkaran berwarna
hijau, memperlihatkan suatu objek membentuk
saluran dan bentukan polanya seperti garukan.
63

Verifikasi jalur survei ML-3 ditemukan beberapa fitur,


akan tetapi fitur berada tepat di area blind zone sehingga pola
atau bentukan dari fitur tidak terlihat jelas. Reflektor yang
kuat terlihat secara visual dan tersusun rapi secara linear.
Hasil interpretasi dengan citra Side Scan Sonar adalah fitur
tumpukan batuan, yaitu fitur buatan manusia (man made)
yang digunakan untuk menimbun objek yang pada umumnya
adalah pipa. Sedangkan fitur lain yang ditemukan adalah
galian parit, yang dapat diketahui dari pola fitur terlihat
seperti kerukan yang tidak teratur dan membentuk parit.

-2m

-25m

Gambar 4. 13 Verifikasi Jalur Survei ML-3

Pada peta Seabed Features terlihat beberapa fitur yang


ada dalam satu area. Berdasarkan letak jalur survei ML-3
yang sudah dilakukan overlay menunjukkan fitur dengan
permukaan kasar dengan pola tersusun rapi dalam satu garis
sesuai dengan karakteristik dari tumpukan batuan. Pada jalur
yang sama dengan fitur tumpukan batuan yaitu area yang
diberi tanda berwarna biru terdapat pipa yang melintang, hal
itu menandakan fitur tumpukan batuan yang dibuat untuk
64

menimbun pipa. Posisi koordinat dari fitur dengan ID RD,


yaitu 368896,693129 E ; 119890,325051 N dengan luasan
2584,538 m2. Rentang perbedaan kedalaman fitur tidak
terlalu signifikan, yaitu antara -11,41 sampai dengan -11,49
meter.
Berikutnya adalah fitur galian parit yang terlihat pada
area hijau dengan pola memanjang dan sempit dengan
tekstur seperti garukan. Fitur ini mempunyai ID DC 3
dengan posisi koordinat berada di 368932,565074 E;
119868,981709 N. Ditandai dengan rentang kedalaman fitur
yaitu mulai -13,23 hingga -16,37 meter memanjang ke arah
timur dengan luasan 2624,914 m2.

Tabel 4. 3 Analisa Fitur galian parit


Luasan
No. ID X (m) Y (m)
(m2)
1 DC 1 442,856 370608,237 119692,891
2 DC 2 1127,875 370418,243 119815,999
3 DC 3 2624,914 368932,565 119868,981
4 DC 4 5566,918 370462,476 119812,457
5 DC 5 1729,437 370258,544 119913,199
65

Gambar 4. 14 Jalur Survei ML-4 Terlihat Fitur Pipa dan


Pipa Tertimbun

Berbeda dengan jalur-jalur survei sebelumnya dari


hasil deteksi fitur dasar laut. Pada jalur survei ML-4
memperlihatkan sebuah fitur dengan garis memanjang dan
membentang yang telah ditandai dengan garis hitam. Fitur-
fitur tersebut adalah:

 Pipa ditandai dengan garis berwarna hitam yang


terlihat dengan pola seperti garis berbentuk
gundukan memanjang. Dapat diidentifikasi juga
dari bayangan yang dihasilkan dari reflektor yang
kuat dan mempunyai jarak antara objek yang
berwarna hitam, yang diindikasikan sebagai free
span akibat tinggi pipa yang menggantung
sehingga membentuk bayangan dan adanya jarak
dengan objek.
 Pipa tertimbun yang ditandai dengan garis
berwarna coklat, bentukan atau pola yang
dihasilkan sama dengan pipa akan tetapi pipa
tertimbun tidak mempunyai bayangan seperti pipa
yang terdeteksi dari instrumen Side Scan Sonar
66

pada umumnya. Hal ini dikarenakan pipa


tertutupi ole sedimen yang ada di dasar laut.

Terdapat indikasi pipa dan pipa tertimbun pada jalur


survei ML-4 dengan ID masing-masing PL 9 dan 11 pada
peta diberikan tanda garis berwarna hitam serta BP 1 dan 2
yang memiliki tanda garis berwarna kuning. Pola panjang
membentang dan seperti gundukan merupakan beberapa
karakteristik dan ciri khas pipa pada semua instrumen.

-2m

-25m

Gambar 4. 15 Verifikasi Jalur Survei ML-4

Berdasarkan dengan akuisisi Multibeam Echosounder


terdapat pipa di jalur yang sama dengan hasil interpretasi
pada citra Side Scan Sonar. Posisi dan panjang pipa dapat
dilihat pada tabel analisa fitur pipa dan pipa tertimbun. Tidak
ada perbedaan yang mencolok dari kedua fitur ini, jika
dilihat dari tampilan Seabed Features.

Tabel 4. 4 Analisa Fitur Pipa


No. Panjang (m) ID X (m) Y (m)
1 214,465 PL 1 368690,689 119874,611
2 22,583 PL 2 369291,642 119967,806
67

No. Panjang (m) ID X (m) Y (m)


3 101,001 PL 3 369058,949 119915,697
4 116,419 PL 4 368486,820 119891,501
5 25,940 PL 5 368367,520 119918,860
6 59,066 PL 6 368249,892 119960,246
7 79,740 PL 7 371032,964 119216,603
8 214,188 PL 8 370905,913 119406,821
9 75,805 PL 9 370781,282 119546,097
10 560,722 PL 10 369729,428 120038,012
11 30,884 PL 11 370669,884 119643,651

Tabel 4. 5 Analisa Fitur Pipa Tertimbun


No. Panjang (m) ID X (m) Y (m)
1 42,407 BP1 370823,100 119504,375
2 93,4678 BP2 370718,083 119603,384

Gambar 4. 16 Jalur Survei ML-1A Terlihat Fitur Galian

Jalur survei ML-1A ini memperlihatkan sebuah fitur


dasar laut berbentuk melingkar dengan bentuk pola seperti
kerukan. Fitur dasar laut tersebut biasa disebut dengan galian
yang diberi tanda lingkaran berwarna biru muda.
68

Setelah melakukan interpretasi awal terhadap jalur


survei maka dilakukan proses mozaik untuk melihat
keseluruhan tampilan citra sehinngga fitur yang memiliki
karakteristik dan pola yang sama dapat langsung
diklasifikasikan untuk membuat Peta Klasifikasi Fitur Dasar
Laut Perairan Kepulauan Riau.
Verifikasi fitur terakhir berada di jalur ML-1A dengan
ID DR 1 ditandai dengan area berbentuk lingkaran berwarna
biru muda memiliki perbedaan kedalaman dengan area sekitar
fitur. Posisi dari fitur ini terletak pada 370971,489957 E;
119117,603106 N dan luasan 1312,337 m2.

-2m

-25m

Gambar 4. 17 Verifikasi Jalur ML-1A

Untuk melihat profil kedalaman maka dibutuhkan


verifikasi dari hasil akuisisi Singlebeam Echosounder
sehingga dapat terlihat perbedaan kedalaman pada fitur
galian dengan ID DR 1. Dari gambar 4. 18 memperlihatkan
bentuk profil fitur galian dengan range kedalaman yaitu
antara -11 hingga -15 meter. Akan tetapi untuk area disekitar
galian yang berbentuk datar kedalamannya mencapai -9
69

meter dan tidak tercantum dalam gambar profil Singlebeam


Echosounder.
Kedalaman (m)

Waktu Fix Point


Gambar 4. 18 Verifikasi Fitur Galian dengan Profil Melintang
pada Instrumen Singlebeam Echosounder

4.2.2 Analisa Ketelitian Kedalaman Instrumen Multibeam


Echosounder
Survei hidrografi untuk deteksi fitur dasar laut di
wilayah perairan dangkal memiliki standard dalam
pengukurannya sesuai dengan acuan dari IHO SP-44. Hasil
klasifikasi menunjukkan bahwa batuan dasar merupakan fitur
dominan yang terdapat pada area penelitian, untuk itu
digunakan orde spesial dalam penggunaan stadard survei
nya. Dengan spesifikasi standard tercantum dalam Bab II
penilitian ini. Orde ketelitian batimetri dihitung dari selisih
kedalaman silang antara lajur utama Multibeam Echosounder
dengan lajur silang Sinlgebeam Echosounder. Pada
70

kenyataannya tidak semua data Singlebeam Echosounder


bertampalan dengan Multibeam Echosounder, akan tetapi
terdapat beberapa titik yang mempunyai koordinat
berdekatan. Untuk itu diperlukan analisa spatial join dalam
menentukan titik yang berdekatan dengan radius antar titik
instrumen yaitu 0,1 meter. Data yang mempunyai titik
koordinat berdekatan tersebut digunakan untuk mengetahui
perbedaan kedalaman yang akan ditentukan toleransinya
sesuai dengan perhitungan standard dari IHO sesuai dengan
klasifikasi orde pengukuran.
Salah satu contoh perhitungan titik dengan semua
hasil perhitungan terlampir dalam tabel 1. Berdasarkan data
batimetri titik no. 2 dengan koordinat 368363 E ; 119831 N
(d) Multibeam Echosounder = 9,25 meter dan batimetri (d)
Singlebeam Echosounder = 9,00 maka didapatkan selisih
kedalaman pada titik tersebut adalah 0,25 meter, kemudian
didapatkan rata-rata titik tersebut adalah 9,125 meter.
Selanjutnya dengan memasukkan nilai a = 0,25 dan b =
0,0075 serta kedalaman rata-rata maka didapatkan nilai σ
sebesar + 0,25919817. Hasil perhitungan nilai toleransi yang
didapatkan sesuai standard IHO SP-44 adalah + 0,259. Jadi
dapat disimpulkan bahwa selisih kedalaman 0,250 meter
dapat memenuhi toleransi dengan klasifikasi orde khusus.
Pada semua titik yang berdekatan, juga dilakukan
perhitungan yang sama seperti di atas. Hasil perhitungan
ketelitian dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4. 6 Hasil Perhitungan Ketelitian Orde Khusus IHO


SP-44
No Easting Northing Single Multi Rata2 ∆ Batas
(X) (Y) beam (Z) beam (Z) (Z) meter Toleransi
meter meter meter meter meter (σ)
meter
1. 368171 120001 2.990 3.000 2.995 0.010 + 0.251
2. 368363 119831 9.000 9.250 9.125 0.250 + 0.259
3. 368359 119877 7.000 6.960 6.980 0.040 + 0.255
71

No Easting Northing Single Multi Rata2 ∆ Batas


(X) (Y) beam (Z) beam (Z) (Z) meter Toleransi
meter meter meter meter meter (σ)
meter
4. 369959 119951 15.030 15.000 15.015 0.030 + 0.274
5. 369945 119955 14.870 15.000 14.935 0.130 + 0.274
6. 369909 119959 14.900 15.000 14.950 0.100 + 0.274
7. 369731 119967 18.000 18.120 18.060 0.120 + 0.284
8. 368699 119815 11.000 10.970 10.985 0.030 + 0.263
9. 368733 119815 11.000 11.010 11.005 0.010 + 0.263
11 369973 119947 15.000 15.150 15.075 0.150 + 0.274
12 369979 119945 15.000 14.890 14.945 0.110 + 0.274
13 370027 119933 14.000 13.790 13.895 0.210 + 0.271
14 369963 120101 14.000 13.730 13.865 0.270 + 0.270
15 370017 120091 13.000 12.900 12.950 0.100 + 0.268

Berdasarkan hasil perhitungan akurasi kedalaman


sesuai standard IHO SP-44 pada tabel 1 di atas. Analisa
pada tabel yang diberikan tanda berupa lingkaran merah
menunjukkan bahwa semua perhitungan perbedaan
kedalaman instrumen Multibeam Echosounder dan
Singlebeam Echosounder tidak melebihi nilai toleransi hasil
perhitungan spesifikasi orde khusus sesuai dengan faktor
kesalahannya.
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

72
73

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Identifikasi fitur dasar laut di perairan Kepulauan
Riau pada penelitian ini menggunakan metode yaitu dengan
data interpretasi citra Side Scan Sonar yang kemudian
diverifikasi dengan data Multibeam Echosounder
menghasilkan beberapa kesimpulan, sebagai berikut :
1. Interpretasi fitur dasar laut pada citra Side Scan Sonar
menggubangkan fitur-fitur yang memiliki karakter, pola
dan reflektivitas yang sama, kemudian dijadikan acuan
untuk membuat peta klasifikasi fitur dasar laut. Terdapat
tujuh fitur dasar laut yang ditemukan di daerah penelitian.
Hasil klasifikasi didapatkan total keseluruhan fitur dasar
laut yang ditemukan mempunyai luasan 432136,32 m2
dengan persentase masing-masing fiturnya yaitu, batuan
dasar 84,195%, galian parit 2,659%, galian 0,304%,
gelombang pasir 12,243%, tumpukan batuan 0,598%.
Sedangkan total keseluruhan panjang pipa yaitu,
1636,689 meter dengan panjang pipa 1500,814 meter dan
pipa tertimbun 135,875 meter.
2. Berdasarkan perhitungan ketelitian kedalaman sesuai
dengan standard IHO SP-44 dengan mengggunakan titik
Multibeam Echosounder dan Singlebeam Echosounder
yang koordinatnya berdekatan. Terdapat 159 titik
perhitungan dan 96% titik memenuhi Orde khusus. Salah
satu faktor penyebabnya adalah karena relief dasar laut
variatif sehingga pergeseran sedikit jarak, mempengaruhi
kedalaman. Nilai selisih kedalaman yang paling besar
yaitu 0,5 meter.

5.2 Saran
Pada proses pengerjaan penelitian ini, peneliti
mempelajari tentang Identifikasi fitur dasar laut dari instrumen
74

Multibeam Echosounder dan Side Scan Sonar akan


memberikan saran untuk peneliti selanjutnya yang akan
menggunakan bahasan yang sama agar hasil penelitian dapat
disempurnakan. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan,
yaitu :
1. Penelitian dapat menggunakan metode bandingan untuk
mengetahui lebih dalam tentang fitur dasar laut, misalnya
menggunakan hasil Side Scan Sonar dan Multibeam
Echosounder yang dibandingkan dengan data hasil
survey menggunakan instrumen ROV untuk melihat
kondisi dasar laut dalam bentuk video yang mempunyai
referensi koordinat.
2. Untuk memverifikasi hasil interpretasi jenis sedimentasi
dari Side Scan Sonar dapat dilakukan dengan
pengambilan sampel secara langung dengan
menggunakan metode grab sample atau coring.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, H. Z. (2007). Penentuan Posisi dengan GPS dan


Aplikasinya. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Beyer, A. (2006). Seafloor Analysis Based on Multibeam
Bathymetri and Backscatter Data. Bremerhaven : Alfred
Wegener Institute for Polar and Marine Research.
Blobdel, P. (2009). The Handbook of Side Scan Sonar. Springer:
New York.
Brisson, L. N., Wolfe, D. A., & P.S.M, M. S. (2014).
Interferometric Swath Bathymetri for Large Shallow Water
Hydrographic Surveys. Canada: Canadian Hydrographic
Conference.
BSN. (2010, Juli 10). Dipetik April 18, 2016, dari bakorsurtanal
web site:
http://www.bakosurtanal.go.id/assets/download/sni/SNI/16.%2
0SNI%207646-2010%20Survei%20hidrografi.pdf
Djaja, R. (1989). Cara Perhitungan Pasang Surut Laut dengan
Metode Admiralti. Dalam O. S. Ongkosongo, & Suyarso,
Pasang Surut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Oseanologi: Jakarta.
EdgeTech. (2016). EdgeTech Corporation. Dipetik Mei 15, 2016,
dari EdgeTech Corporatioon Web Site:
http://www.edgetech.com/products/bathymetry/6205-
combined-bathymetry-side-scan-sonar/
Gostnell, C., Yoos, J., & Brodet, S. (2006). NOAA Test and
Evaluation of Interferometric Sonar Technology . Proceeeding
of Canadian Hydrographic Conference, NOAA .

75
76

Hasanudin, M. (2009). Pemetaan Dasar Laut dengan


Menggunakan Multibeam Echosounder. Oseana, Volume
XXXIV, Nomor 1 , 19-26.
IHO. (2008). IHO Standards for Hydrographics Surveys 5th
Edition Special Publication No. 44. Monaco: International
Hidrographic Bureau.
IHO. (2005). Manual on Hydrography. Monaco: International
Hydrographic Bureau.
Jong, D. (2002). Hydrography . Netherlands: Delft University
Press.
Klein Associate, I. (1985). Side Scan Sonar. USA: New
Shampire.
Lekkerkerk, H. J., Velden, R. V., Haycock, T., Jansen, P., Vries,
R. D., Waalwijk, P. V., et al. (2006). Handbook of Offshore
Surveying Volume One: Preparation & Positioning. London:
Clarkson Research Service Limited.
Mahyuddin, M. F. (2008). Penggunaa Perangkat Lunak Sonar
Pro Untuk Pengolahan Data Side Scan Sonar. Bandung:
Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika Institut
Teknologi Bandung.
Mandasari, S. (2013). Studi Kelayakan Lokasi Rencana Peletakan
Jack-Up Drilling Rig Menggunakan Hasil Pencitraan Side
Scan Sonar. Surabaya: Departemen Teknik Geomatika Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Nautik, L. C. (2009). Calibration. Germany: Kiel.
Nugraha, I. M. (2014). Multibeam Echosounder, Side Scan Sonar,
And Sub-Bottom Profiler Application for Subsea Pipeline Free
Span Detection . Surabaya: Departemen Teknik Geomatika.
77

Nur, M. (2015, Juli 8). Dipetik Mei 3, 2016, dari file.upi.edu:


http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/
194902051978031-
DJAKARIA_M_NUR/DASAR__LAUT.pdf
OGP. (2013). Guidlines for the Conduct of Offshore Drilling
Hazard Site Surveys. Wales: Privisionally Slated.
Ozrindo, R. (2013). Aplikasi Multibeam Echosounder untuk
Identifikasi Bangkai Kapal. Bandung: PT Reftka Aditama.
Pageo Utama. (2012). Hasil Rekaman Citra Side Scan Sonar.
Jakarta.

Penrose, J. D., Siwabessy, P. J., Gavrilov, A., Parnum, I.,


Hamilton, L. J., Bickers, A., et al. (2005). Acoustic Techniques
for Seabed Classification. Cooperative Research Centre.
SEtech. (2012, April 16). Marine Environmental Data and
Information Network. Dipetik Desember 13, 2016, dari Marine
Environmental Data and Information Network Web Site:
http://www.oceannet.com
TM1. (2005). Geotechnical and Geophysical Investigations for
Offshore and Nearshore Developments . Perth: ISSMGE.
Yuwono. (2005). Buku Ajar Hidrografi-1. Dalam Poerbandono,
& E. Djunasjah, Survei Hidrografi. Surabaya: Teknik Geodesi
ITS.
78

“Halaman ini sengaja dikosongkan”


LAMPIRAN

LAMPIRAN A

79
80

“Halaman ini sengaja dikosongkan”


No. SBES_Easting (m) SBES_Northing (m) ZSBES (m) SBES_Easting (m) MBES_Northing (m) Z_MBES (m) Z Rata-Rata (m) Z Selisih (m) σ (m)
1 370860,05 119398,54 -13,829 370860 119398,5 -13,886 13,858 0,057 0,261
2 370742,07 119548,54 -13,737 370742 119548,5 -13,856 13,797 0,119 0,261
3 370687,01 119599,44 -13,287 370687 119599,5 -13,323 13,305 0,036 0,260
4 370617,97 119655,47 -11,467 370618 119655,5 -11,375 11,421 0,092 0,257
LAMPIRAN B

5 370605,97 119663,49 -11,147 370606 119663,5 -10,949 11,048 0,198 0,257


6 370635,98 119685,57 -9,667 370636 119685,5 -9,527 9,597 0,140 0,255
7 370613,05 119697,51 -10,887 370613 119697,5 -10,852 10,870 0,035 0,257
8 370245,91 119932,52 -11,637 370246 119932,5 -11,632 11,635 0,005 0,258
9 369727,03 120022,53 -18,148 369727 120022,5 -17,887 18,018 0,261 0,268
10 369301,07 119960,45 -12,880 369301 119960,5 -12,766 12,823 0,114 0,259
11 369198 119944,41 -10,460 369198 119944,5 -10,292 10,376 0,168 0,256
12 368150,01 120013,59 -1,589 368150 120013,5 -1,730 1,660 0,141 0,250
13 368171,06 120001,53 -3,509 368171 120001,5 -3,459 3,484 0,050 0,251
14 368436,96 119936,53 -10,589 368437 119936,5 -10,398 10,494 0,191 0,256
15 368589,17 119940,04 -8,489 368589 119939,5 -8,514 8,502 0,025 0,254
16 368586,69 119942,37 -7,849 368587 119941,5 -7,863 7,856 0,014 0,253
SP-44

17 368576,16 119942,8 -7,919 368576 119942,5 -7,853 7,886 0,066 0,253


18 368571,99 119945,02 -6,709 368572 119944,5 -6,855 6,782 0,146 0,253
19 368559,23 119950,51 -3,479 368559 119950,5 -3,565 3,522 0,086 0,251
20 368554,89 119948,68 -2,999 368554 119948,5 -3,074 3,037 0,075 0,251
21 368547,95 119940,74 -4,559 368547 119940,5 -4,380 4,470 0,179 0,251
22 368543,51 119937,34 -4,119 368543 119936,5 -4,369 4,244 0,250 0,251
23 368538,08 119935,71 -2,609 368538 119935,5 -2,654 2,632 0,045 0,250
24 368532,76 119935,51 -1,989 368532 119935,5 -1,597 1,793 0,392 0,250
25 368522,07 119936,91 -2,537 368522 119936,5 -2,540 2,539 0,003 0,250
26 368517,95 119939,9 -3,247 368518 119939,5 -3,275 3,261 0,028 0,251
27 368514,37 119942,8 -3,817 368514 119942,5 -4,177 3,997 0,360 0,251
28 368506,07 119948,39 -8,527 368506 119947,5 -8,422 8,475 0,105 0,254
29 368497,46 119952,2 -11,827 368497 119951,5 -11,385 11,606 0,442 0,258
30 368492,9 119953,16 -12,177 368493 119952,5 -11,946 12,062 0,231 0,258
Tabel 4. 7 Hasil Perhitungan Ketelitian Orde Khusus IHO
81
No. SBES_Easting (m) SBES_Northing (m) ZSBES (m) SBES_Easting (m) MBES_Northing (m) Z_MBES (m) Z Rata-Rata (m) Z Selisih (m) σ (m)
31 368487,6 119953,4 -11,927 368488 119952,5 -11,781 11,854 0,146 0,258
82

32 368477,27 119953,63 -10,547 368477 119953,5 -10,359 10,453 0,188 0,256


33 368472,01 119955,53 -10,117 368472 119955,5 -9,945 10,031 0,172 0,256
34 368459,45 119962,66 -10,157 368459 119962,5 -9,974 10,066 0,183 0,256
35 368445,15 119963,85 -9,127 368445 119963,5 -9,323 9,225 0,196 0,255
36 368439,64 119963,34 -9,727 368440 119962,5 -9,670 9,699 0,057 0,255
37 368434,71 119963,27 -9,057 368435 119962,5 -8,942 9,000 0,115 0,255
38 368429,94 119963,63 -8,077 368429 119963,5 -8,293 8,185 0,216 0,254
39 368424,66 119964,41 -8,347 368425 119963,5 -8,587 8,467 0,240 0,254
40 368419,57 119965,61 -7,957 368419 119965,5 -7,901 7,929 0,056 0,254
41 368414,71 119967 -7,547 368414 119966,5 -7,417 7,482 0,130 0,253
42 368410,29 119968,05 -6,807 368410 119967,5 -6,791 6,799 0,016 0,253
43 368405,03 119968,76 -5,667 368405 119968,5 -5,756 5,712 0,089 0,252
44 368385,3 119975,05 -7,157 368385 119974,5 -7,235 7,196 0,078 0,253
45 368381,45 119978,56 -6,937 368381 119978,5 -6,892 6,915 0,045 0,253
46 368378,47 119981,83 -6,677 368378 119981,5 -6,663 6,670 0,014 0,253
47 368374,96 119984,8 -6,557 368375 119984,5 -6,373 6,465 0,184 0,252
48 368370,49 119986,78 -6,117 368370 119986,5 -6,045 6,081 0,072 0,252
49 368365,86 119987,62 -5,737 368365 119987,5 -5,735 5,736 0,002 0,252
50 368360,5 119987,8 -5,257 368360 119987,5 -5,138 5,198 0,119 0,252
51 368354,91 119988,18 -5,517 368355 119987,5 -5,341 5,429 0,176 0,252
52 368349,68 119989,4 -5,657 368350 119988,5 -5,543 5,600 0,114 0,252
53 368345,21 119991,34 -5,497 368345 119990,5 -5,354 5,426 0,143 0,252
54 368340,76 119993,69 -4,467 368340 119993,5 -4,451 4,459 0,016 0,251
55 368336,35 119995,83 -5,027 368336 119995,5 -4,988 5,008 0,039 0,251
56 368332,19 119997,45 -5,617 368332 119996,5 -5,516 5,567 0,101 0,252
57 368327,28 119998,9 -6,057 368327 119998,5 -5,979 6,018 0,078 0,252
58 368322,32 119999,54 -6,587 368322 119999,5 -6,451 6,519 0,136 0,252
59 368317,62 119999,92 -6,837 368317 119999,5 -6,835 6,836 0,002 0,253
60 368312,15 120000,66 -7,247 368312 120000,5 -7,196 7,222 0,051 0,253
No. SBES_Easting (m) SBES_Northing (m) ZSBES (m) SBES_Easting (m) MBES_Northing (m) Z_MBES (m) Z Rata-Rata (m) Z Selisih (m) σ (m)
61 368306,83 120001,94 -7,567 368306 120001,5 -7,528 7,548 0,039 0,253
62 368302,01 120004,05 -7,997 368302 120003,5 -7,930 7,964 0,067 0,254
63 368297,95 120006,63 -8,337 368297 120006,5 -8,444 8,391 0,107 0,254
64 368293,95 120009,65 -8,457 368293 120009,5 -8,497 8,477 0,040 0,254
65 368289,92 120012,61 -8,507 368289 120012,5 -8,574 8,541 0,067 0,254
66 368286,08 120015 -8,477 368286 120014,5 -8,553 8,515 0,076 0,254
67 368281,56 120017,18 -8,847 368281 120016,5 -8,846 8,847 0,001 0,254
68 368277,16 120018,56 -9,057 368277 120018,5 -8,989 9,023 0,068 0,255
69 368272,26 120019,18 -9,157 368272 120018,5 -9,131 9,144 0,026 0,255
70 368267,4 120019,27 -9,267 368267 120018,5 -9,271 9,269 0,004 0,255
71 368261,64 120019,53 -9,307 368261 120019,5 -9,321 9,314 0,014 0,255
72 368256,65 120020,54 -9,287 368256 120020,5 -9,298 9,293 0,011 0,255
73 368251,9 120022,72 -9,177 368251 120022,5 -9,228 9,203 0,051 0,255
74 368247,59 120025,83 -8,967 368247 120025,5 -8,916 8,942 0,051 0,254
75 368243,75 120029,28 -8,737 368244 120028,5 -8,808 8,773 0,071 0,254
76 368240,32 120032,54 -8,677 368240 120032,5 -8,649 8,663 0,028 0,254
77 368236,68 120036,25 -8,557 368237 120035,5 -8,583 8,570 0,026 0,254
78 368233,42 120039,96 -8,657 368233 120039,5 -8,607 8,632 0,050 0,254
79 368229,96 120042,95 -8,917 368230 120042,5 -8,856 8,887 0,061 0,254
80 368225,95 120045,76 -8,877 368225 120045,5 -8,830 8,854 0,047 0,254
81 368221,86 120048,2 -8,557 368222 120047,5 -8,612 8,585 0,055 0,254
82 368217,27 120048,77 -7,907 368217 120048,5 -7,933 7,920 0,026 0,254
83 368213,72 120045,43 -7,467 368214 120044,5 -7,516 7,492 0,049 0,253
84 368209,99 120041,71 -6,477 368210 120041,5 -6,542 6,510 0,065 0,252
85 368205,81 120038,98 -4,687 368205 120038,5 -4,388 4,538 0,299 0,251
86 368209,08 120035,25 -6,617 368209 120034,5 -6,602 6,610 0,015 0,252
87 368213,69 120034,09 -7,607 368213 120033,5 -7,365 7,486 0,242 0,253
88 368465,97 119994,58 -11,497 368466 119994,5 -11,567 11,532 0,070 0,257
89 368377,99 120040,43 -5,707 368378 120040,5 -5,476 5,592 0,231 0,252
90 368380,98 119859,56 -9,810 368381 119859,5 -9,699 9,755 0,111 0,255
83
No. SBES_Easting (m) SBES_Northing (m) ZSBES (m) SBES_Easting (m) MBES_Northing (m) Z_MBES (m) Z Rata-Rata (m) Z Selisih (m) σ (m)
91 368427,01 119811,48 -9,700 368427 119811,5 -9,605 9,653 0,095 0,255
84

92 368184 119902,43 -1,725 368184 119902,5 -1,170 1,448 0,555 0,250


93 368263,99 120065,49 -8,885 368264 120065,5 -8,902 8,894 0,017 0,254
94 368253,93 120042,54 -8,755 368254 120042,5 -8,791 8,773 0,036 0,254
95 368243 120014,46 -9,275 368243 120014,5 -9,281 9,278 0,006 0,255
96 368204,01 119901,42 -8,225 368204 119901,5 -8,320 8,273 0,095 0,254
97 368282,94 119865,43 -7,874 368283 119865,5 -7,902 7,888 0,028 0,253
98 368318,98 120034,52 -8,034 368319 120034,5 -8,069 8,052 0,035 0,254
99 368271,93 120000,52 -8,884 368272 120000,5 -8,953 8,919 0,069 0,254
100 368258,98 119952,56 -7,984 368259 119952,5 -7,786 7,885 0,198 0,253
101 368293,93 119883,48 -7,055 368294 119883,5 -6,983 7,019 0,072 0,253
102 368356,08 119866,47 -9,075 368356 119866,5 -8,843 8,959 0,232 0,255
103 368536,06 119830,55 -10,785 368536 119830,5 -10,666 10,726 0,119 0,256
104 368551,06 119830,54 -11,255 368551 119830,5 -10,684 10,970 0,571 0,257
105 368580,95 119833,52 -14,165 368581 119833,5 -14,007 14,086 0,158 0,261
106 368680,04 119817,45 -10,465 368680 119817,5 -10,373 10,419 0,092 0,256
107 368708,98 119814,46 -12,455 368709 119814,5 -12,389 12,422 0,066 0,259
108 368621 119827,59 -12,940 368621 119827,5 -12,739 12,840 0,201 0,259
109 368858,93 119821,56 -15,320 368859 119821,5 -15,193 15,257 0,127 0,263
110 368908,05 119830,57 -14,940 368908 119830,5 -15,042 14,991 0,102 0,263
111 368971,97 119898,5 -12,027 368972 119898,5 -11,742 11,885 0,285 0,258
112 368985,06 119824,49 -22,457 368985 119824,5 -22,190 22,324 0,267 0,278
113 369125,06 119865,54 -12,337 369125 119865,5 -12,451 12,394 0,114 0,259
114 369398,9 119923,5 -12,759 369399 119923,5 -12,971 12,865 0,212 0,259
115 369781 119967,42 -19,109 369781 119967,5 -19,028 19,069 0,081 0,270
116 369959,01 119951,46 -15,959 369959 119951,5 -15,861 15,910 0,098 0,264
117 369968,96 119948,55 -16,139 369969 119948,5 -16,091 16,115 0,048 0,265
118 370157,08 119881,45 -12,309 370157 119881,5 -12,273 12,291 0,036 0,258
119 370289,97 119811,49 -10,209 370290 119811,5 -10,164 10,187 0,045 0,256
120 370442,98 119738,57 -8,963 370443 119738,5 -8,930 8,947 0,033 0,255
No. SBES_Easting (m) SBES_Northing (m) ZSBES (m) SBES_Easting (m) MBES_Northing (m) Z_MBES (m) Z Rata-Rata (m) Z Selisih (m) σ (m)
121 370601 119647,45 -11,193 370601 119647,5 -10,630 10,912 0,563 0,257
122 370627,02 119587,55 -13,123 370627 119587,5 -12,869 12,996 0,254 0,260
123 370664,97 119550,48 -14,121 370665 119550,5 -14,104 14,113 0,017 0,261
124 370836,05 119376,52 -15,261 370836 119376,5 -15,011 15,136 0,250 0,263
125 371030,94 119074,54 -8,501 371031 119074,5 -8,461 8,481 0,040 0,254
126 371067 119061,51 -8,268 371067 119061,5 -8,152 8,210 0,116 0,254
127 371148,98 119156,47 -3,548 371149 119156,5 -3,398 3,473 0,150 0,251
128 371086,05 119159,45 -8,447 371086 119159,5 -8,514 8,481 0,067 0,254
129 371048,08 119216,53 -15,207 371048 119216,5 -15,104 15,156 0,103 0,263
130 371041,08 119230,51 -13,317 371041 119230,5 -13,319 13,318 0,002 0,260
131 371029,09 119257,49 -12,187 371029 119257,5 -12,318 12,253 0,131 0,258
132 370971,02 119343,54 -12,729 370971 119343,5 -12,647 12,688 0,082 0,259
133 370292,04 119981,53 -11,094 370292 119981,5 -11,131 11,113 0,037 0,257
134 370255,94 119997,49 -10,474 370256 119997,5 -10,556 10,515 0,082 0,256
135 370134,99 120051,57 -16,734 370135 120051,5 -16,552 16,643 0,182 0,266
136 370112,95 120063,49 -17,534 370113 120063,5 -17,487 17,511 0,047 0,267
137 369973,02 120098,56 -14,972 369973 120098,5 -14,899 14,936 0,073 0,263
138 369889,99 120113,43 -12,462 369890 120113,5 -12,373 12,418 0,089 0,259
139 369865,03 120114,51 -13,602 369865 120114,5 -13,470 13,536 0,132 0,260
140 369929,07 120075,44 -13,668 369929 120075,5 -13,517 13,593 0,151 0,260
141 369810,98 120085,42 -12,708 369811 120085,5 -12,939 12,824 0,231 0,259
142 369795,92 120084,44 -14,908 369796 120084,5 -14,894 14,901 0,014 0,262
143 369727,08 120062,51 -17,008 369727 120062,5 -17,166 17,087 0,158 0,266
144 369706,96 120062,57 -15,258 369707 120062,5 -15,483 15,371 0,225 0,263
145 369538,09 120066,46 -12,078 369538 120066,5 -12,256 12,167 0,178 0,258
146 369274,98 120005,58 -12,395 369275 120005,5 -12,510 12,453 0,115 0,259
147 368862,98 119947,49 -11,075 368863 119947,5 -10,925 11,000 0,150 0,257
148 368824,02 119938,55 -13,415 368824 119938,5 -13,396 13,406 0,019 0,260
149 368793,96 119938,5 -15,475 368794 119938,5 -15,223 15,349 0,252 0,263
150 368694,06 119934,51 -12,055 368694 119934,5 -11,902 11,979 0,153 0,258
151 368598 119949,43 -7,635 368598 119949,5 -7,855 7,745 0,220 0,253
152 368762,95 119918,53 -15,357 368763 119918,5 -15,581 15,469 0,224 0,263
153 368597,94 119912,42 -8,827 368598 119912,5 -8,834 8,831 0,007 0,254
154 369041,04 119936,47 -10,027 369041 119936,5 -9,991 10,009 0,036 0,256
155 369103,93 119952,56 -10,727 369104 119952,5 -10,806 10,767 0,079 0,257
156 370686,06 119766,56 -8,294 370686 119766,5 -8,453 8,374 0,159 0,254
157 370872,08 119559,55 -12,257 370872 119559,5 -12,247 12,252 0,010 0,258
85

158 370843,03 119553,46 -13,267 370843 119553,5 -13,210 13,239 0,057 0,260
86

“Halaman ini sengaja dikosongkan”


87

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Bogor tepatnya di


Bojong Gede Provinsi Jawa Barat pada
tanggal 7 September 1994. Penulis
merupakan anak pertama dari dua
bersaudara. Riwayat pendidikan formal
penulis ditempuh dan diselesaikan, yaitu di
TK Chairunnisa (1998-2000), SDN
Menteng Atas 01 Pagi Jakarta (2000-2006),
SMP Negeri 73 Jakarta (2006-2009) dan
SMA Negeri 54 Jakarta (2009-2012). Setelah lulus SMA penulis
melanjutkan Strata 1 di Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil
dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
tahun 2012 dan terdaftar dengan Nomor Registrasi Peserta (NRP)
3512100104. Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif di
beberapa organisasi diantaranya Himpunan Mahasiswa
Geomatika (HIMAGE) menjabat sebagai Ketua Biro Tarbiyah
Divisi Geomatic Islamic Study (GIS) masa bakti 2013-2014.
Kemudian diberikan amanah menjadi Ketua Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) FTSP ITS masa bakti 2014-2015 dan
sebelumnya pernah menjabat sebagai staff Departemen
Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa di organisasi yang sama
pada tahun 2013-2014. Penulis juga aktif pada organisasi Tim
Pembina Kerohanian Islam sebagai staff Departemen Kaderisasi
Jamaah Masjid Manarul Ilmi (JMMI) ITS masa bakti 2013-2014.
Penulis pernah menjalani Kerja Praktik di PT. Mahakarya Geo
Survey (MGS) pada tahun 2015 dalam bidang Survei Hidrografi.
Guna meneyelsaikan studi nya di Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS) Surabaya, penulis mengambil Tugas Akhir
dalam bidang keahlian hidrografi dengan judul “Analisa Data
Multibeam Echosounder dan Side Scan Sonar untuk Identifikasi
Fitur Dasar Laut di Perairan Kepulauan Riau” dengan
menggunakan data dari PT. Pageo Utama.
88

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Anda mungkin juga menyukai