Oleh
Rina Lintang Asih
08021181621059
JURUSAN FISIKA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat melaksanakan kerja praktek dengan baik dan dapat
menyelesaikan penulisan laporan kerja praktek yang bejudul “Analisis Fasies Seismik
Dan Patahian Dalam Penentuan Sekuen Pengendapan Dan Zona Prospek
Hidrokarbon Pada Lapangan “RLA” Di Cekungan Sumatera Selatan” dengan
lancar. Kegiatan kerja praktek ini dilaksanakan pada 17 Juni 2019 hingga 16 Juli 2019 di
PT Patra Nusa Data, Serpong, kota Tangerang Selatan. Laporan kerja praktek ini dibuat
untuk melengkapi persyaratan kurikulum mata kuliah wajib kerja praktek di Jurusan
Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya.
Dengan selesainya laporan kerja praktek ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang telah memberikan masukan-masukan, bimbingan khusus dan pengarahan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melindungi hambanya dimanapun
berada
2. Orang tua dan seluruh keluarga besar penulis atas kasih sayang, doa, dukungan dan
perhatian dalam pelaksanaan Kerja Praktek.
3. Bapak Ir. Agus Cahyono Adi, M.T. selaku Kepala PUSDATIN ESDM yang telah
memberi kesempatan untuk melaksanakan kerja praktek di PT. Patra Nusa Data.
4. Bapak Deni selaku Human Resource Development PUSDATIN ESDM yang telah
memberi kesempatan untuk melaksanakan kerja praktek di PT. Patra Nusa Data.
5. Ibu Nora Desiani selaku Petrotechnical & Upstream Application Manager.
6. Bapak Suwarta selaku Assisten of Petrotech.
7. Bapak Ir. Hariyono selaku Direktur PT Patra Nusa Data Tangerang Selatan.
8. Bapak H.Yayan Mulyana, S.Si, M.M Head of Nasional data Management PT Patra
Nusa Data, Serpong Tangerang Selatan.
9. Ibu Retnowati, selaku Human Resource Development PT Patra Nusa Data, Serpong
Tangerang Selatan.
i
10. Bapak Widi Atmoko, S.T., M.Eng. selaku pembimbing yang telah banyak membantu
dan juga membimbing Kerja Praktek di PT Patra Nusa Data, Serpong Tangerang
Selatan.
11. Seluruh Staff dan karyawan PT Patra Nusa Data, Serpong Tangerang Selatan.
12. Bapak Prof.Dr.Iskhaq Iskandar,M.Sc. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya.
13. Bapak Dr.Frisnyah Virgo S,Si,M.T. selaku Ketua Jurusan Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya.
14. Bapak Dr. Azhar Kholiq Affandi, M.S. selaku Dosen Pembimbing Kerja Praktek
dan Dosen Pembimbing Akademik.
15. Seluruh dosen Jurusan Fisika atas ilmu-ilmu yang telah diberikan selama ini.
16. Teman-teman pejuang KP (Chika, Mila, Rehulina, Santi, Harni & Ritno) selaku
teman seperjuangan Kerja Praktek di PT Patra Nusa Data, Serpong Tangerang
Selatan.
17. Sahabat- sahabat O’RENS (Evi, Novia, dan Sarah) yang selalu memberi dukungan
18. Teman-teman seperjuangan Fisika 2016 (F16HTER) Universitas Sriwijaya.
19. Seluruh pihak terkait yang telah banyak membantu penulis dalam Kerja Praktek ini
yang tidak bias disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan kerja praktek
ini. Masukan dan kritikan yang membangun sangat penulis harapkan untuk memperbaiki
tulisan laporan kerja praktek ini. Semoga laporan kerja praktek yang telah disusun dapat
bermanfaat dan menambahkan pengetahuan bagi kita semua. Akhir kata penulis
menyampaikan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan penulis yang mungkin tidak
berkenan di hati pembaca.
ii
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
2.3. Ruang Lingkup Kegiatan PT Patra Nusa Data Tangerang Selatan .................... 4
BAB III
iii
BAB IV
BAB V
BAB VI
KESIMPULAN ...................................................................................... ....................... 62
iv
o ntents DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.2 Stiratigrafi Cekuyngan Sumatera Seliatan (De Cosuter, 1974). ................................. 6
Gambar 3.3. Petroleum System Event Chart Cekungan Sumatra Selatan .................................. 10
Gambar 3.4. Seismogram sintetis yang diperoleh dari konvulasi RC dan wavelet ........ 13
Gambar 3.7. Berbagai hubungan yang tidak sesuai ditampilkan oleh geometri refleksi
Gambar 3.8. Interpretasi dari terminasi refleksi seperti yang ditunjukkan oleh panah
Gambar 3.9. Tipe-tipe fasies seismik basin slope dan basin floor................................. 22
Gambar 5.12. Interpretasi seimik 3D Xline 10469 pada interpretasi windows ............. 40
v
Gambar 5.13. Seismik 3D Xline 10549 pada windows 2D ........................................... 42
Gambar 5.14. Penampang seismik 3D Xline 10549 pada interpretasi windows ........... 43
Gambar 5.16 Interpretasi seimik 3D Xline 10529 pada interpretasi windows .............. 46
Gambar 5.18. Penampang seismik 3D Inline 1138 pada interpretasi windows ............ 50
Gambar 5.20. Penampang Seismik 3D Inline 1051 pada interpretasi windows ............ 54
Gambar 5.22. Penampang Seismik 3D Inline 1131 pada interpretasi windows ............ 57
Gambar 5.24 Log Gamma Ray Response (Identifikasi SB & MFS di kedalaman X) ... 60
vi
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Industri minyak dan gas yang telah menjadi penyokong perekonomian Indonesia
dalam beberapa dekade terakhir mengalami penurunan produksi yang signifikan hingga
saat ini. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan peningkatan kembali
cadangan hidrokarbon dan produksi (minyak/gas) melalui kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi migas dengan menggunakan teknologi dan konsep terbaru dalam rangka
mengoptimalkan produksi dari lapangan minyak yang ada maupun mencari kemenerusan
reservoar dari lapangan yang sudah berproduksi.
Selain itu, dalam rangka peningkatan cadangan hidrokarbon (minyak/gas), perlu
dilakukan kegiatan eksplorasi dengan melibatkan metode geofisika dan geologi untuk
mendapatkan data terkait potensi hidrokarbon yang ada di bawah permukaan bumi.
Seiring pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penerapan berbagai
konsep pengetahuan geologi dan geofisika digunakan untuk mencari hidrokarbon, salah
satunya adalah penerapan konsep analisis fasies seismik melalui data penampang seismik.
Dalam analisa fasies seismik hal yang dilakukan berupa pendeskripsian dan
interpretasi geologi berdasarkan parameter-parameter refleksi seismik yg meliputi:
kontinuitas refleksi, konfigurasi refleksi , amplitudo (berkaitan dengan impedansi akustik,
dapat membantu dalam memperkirakan adanya perubahan litologi dalam arah lateral),
frekuensi (berkaitan dengan spasi reflektor) dan kecepatan intervalnya (membantu dalam
analisis litologi dan sifat batuan). Melalui data penampang sesmik dapat dianalisis bentuk
lingkungan pengendapan yang terbentuk pada suatu formasi. Lingkungan pengendapan
tersebut dapat berupa channel, delta, submarine fan, carbonate mound,dan reef.
Hidrokarbon terdapat di dalam batuan sedimen yang terbentuk dalam berbagai
lingkungan pengendapan tersebut.
Indonesia memiliki cekungan yang berpotensi hidrokarbon salah satunya adalah
area Cekungan Sumatera Selatan yang telah terbukti menghasilkan hidrokarbon.
Cekungan Sumatera Selatan memiliki beberapa lapangan produksi minyak dan gas salah
satunya adalah lapangan RLA. Lapangan RLA merupakan lapangan yang berada di antara
dua lapangan yang terbentuk oleh antiklin yaitu di bagian barat lapangan RLA barat dan
bagian timur lapangan RLA timur. Lapangan RLA menempati pada area syncline yang
1
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
mengalami patahan. Dalaman pada lapangan RLA cukup menarik dan dominasi oleh
Formasi TAF dan Lahat yang mengisi kedalaman tersebut. Hal ini mengindikasikan
dalaman tersebut terisi endapan synrift. Endapan synrift, biasanya tersusun oleh sedimen
yang mengisi cekungan dengan bentukan/struktur sedimentasi tertentu sehingga
membentuk perangkap stratigrafi yang bervariasi. Hal ini perlu dikaji detail dengan
analisis fasies seismik yang menggambarkan kondisi dan mekanisme saat pengendapan
terjadi serta untuk menentukan batas sekuen pengendapannya. Dengan pemahaman batas
sekuen atau lebih dikenal dengan sekuen stratigrafi dimaksudkan untuk mendapatkan
gambaran penyebaran sedimen atau reservoar secara lateral.
1.2.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memperoleh pengalaman kerja sebagai sebagai bekal dalam menghadapi dunia kerja.
2. Dapat memahami dan mendeskripsikan parameter-parameter refleksi seismik yg
meliputi: kontinuitas refleksi, konfigurasi frekuensi, dan amplitudo pada seismik.
3. Mengenal dan mengetahui konsep analisis fasies seismik
4. Mengetahui dan menganalisis pola pengendapan yang terjadi pada suatu area
berdasarkan penampang seismik
5. Dapat menginterpretasi patahan dan jenisnya di seismik.
6. Menentukan batas sekuen pengendapan berdasarkan analisis fasies seismik
7. Mengetahui jenis cebakan hidrokarbon dan menganalisa area prospek hidrokarbon.
1.3.Batasan Masalah
Dalam kerja praktek ini, dilakukan interpretasi fasies seismik dan patahan dari 8
seismik 2D dan slice inline dan crossline dari seismik 3D. Pembahasannya difokuskan
pada penentuan batas sekuen pengendapan dan pemerangkapan hidrokarbon.
2
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
BAB II
PROFIL LEMBAGA
3
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
C. Logo
4
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
5
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
Menurut (De Coster, 1 974) Cekungan Sumatra Selatan memiliki stratigrafi yang
i i i i i i i
dikenal dalam satu daur besar yaitu terdiri dari suatu fase transgresi dan diikuti fas e
i i i i i i i i i i i i
kelompok Telisa (Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, dan Formasi Gumai),
i i i i i i i i i i
Palembang (Formasi Air Bena Proses tektonik cekungan tersebut telah membuat
i i i
stratigrafi regional cekungan Sumatera Selatan dengan urutan dari tua ke muda adalah
sebagai berikut:
Gambar 3.2 Stratigrafi Ceku ngan Sumatera Selatan (De Cos ter, 1974).
i y i u
6
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
yang lebih lemah. Lempeng-mikro Malaka dan Mergui dipisahkan oleh fragmen
terdeformasi dari material yang berasal dari selatan dan bertumbukan. Bebatuan granit,
vulkanik, dan metamorf yang terdeformasi kuat (berumur Kapur Akhir) mendasari bagian
lainnya dari cekungan Sumatera Selatan. Morfologi batuan dasar ini dianggap
mempengaruhi morfologi rift pada Eosen-Oligosen, lokasi dan luasnya gejala pensesaran
mendatar pada Plio-Pleistosen, karbon dioksida lokal yang tinggi yang mengandung
hidrokarbon gas, serta rekahan-rekahan yang terbentuk di batuan dasar (Ginger &
Fielding, 2005).
2. Formasi Lahat
Formasi Lahat diperkirakan berumur oligosen awal. Formasi ini merupakan batuan
sedimen pertama yang diendapkan pada cekungan Sumatera Selatan. Pembentukannya
hanya terdapat pada bagian terdalam dari cekungan dan diendapkan secara tidak selaras.
Pengendapannya terdapat dalam lingkungan darat/aluvial-fluvial sampai dengan
lacustrine. Fasies batupasir terdapat di bagian bawah, terdiri dari batupasir kasar,
kerikilan, dan konglomerat. Sedangkan fasies shale terletak di bagian atas (Benakat
Shale) terdiri dari batu serpih sisipan batupasir halus, lanau, dan tufa. Sehingga shale
yang berasal dari lingkungan lacustrine ini merupakan dapat menjadi batuan induk. Pada
bagian tepi graben ketebalannya sangat tipis dan bahkan tidak ada, sedangkan pada
bagian tinggian intra-graben sub cekungan selatan dan tengah Palembang ketebalannya
mencapai 1000 m (Ginger & Fielding, 2005). Pembagian secara lebih terperinci dapat
dijelaskan sebagai berikut :
⚫ Di bagian bawah berupa endapan vulkanik Kikin yang terdiri dari aliran lava andesit
dan piroklastik (dapat mencapai ketebalan 800 m).
⚫ Di bagian tengah diendapkan anggota klastik kasar Lemat yang terdiri dari endapan
kipas aluvial dan dataran aluvial (ketebalan beberapa ratus meter).
⚫ Di bagian atas diendapkan anggota Serpih Benakat yang berselingan dengan lapisan
batubara (ketebalan 400 – 600 m).
3. Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar terdapat di Cekungan Sumatra Selatan, formasi ini terletak di
atas Formasi Lemat dan di bawah Formasi Telisa atau anggota Basal Batugamping Telisa.
Formasi Talang Akar terdiri dari batupasir yang berasal dari delta plain, serpih, lanau,
batupasir kuarsa, dengan sisipan batulempung karbonat, batubara dan di beberapa tempat
7
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
konglomerat. Kontak antara Formasi Talang Akar dengan Formasi Lemat tidak selaras
pada bagian tengah dan pada bagian pinggir dari cekungan kemungkinan
paraconformable, sedangkan kontak antara Formasi Talang Akar dengan Telisa dan
anggota Basal Batugamping Telisa adalah conformable. Kontak antara Talang Akar dan
Telisa sulit di pick dari sumur di daerah palung disebabkan litologi dari dua formasi ini
secara umum sama. Ketebalan dari Formasi Talang Akar bervariasi 1500-2000 feet
(sekitar 460-610 m). Umur dari Formasi Talang Akar ini adalah Oligosen Atas-Miosen
Bawah dan kemungkinan meliputi N3 (P22), N7 dan bagian N5 berdasarkan zona
Foraminifera plangtonik yang ada pada sumur yang dibor pada formasi ini berhubungan
dengan delta plain dan daerah shelf.
4. Formasi Baturaja
Anggota ini dikenal dengan Formasi Baturaja. Diendapkan pada bagian
intermediate-shelfal dari Cekungan Sumatera Selatan, di atas dan di sekitar platform
dan tinggian. Kontak pada bagian bawah dengan Formasi Talang Akar atau dengan
batuan Pra-Tersier. Komposisi dari Formasi Baturaja ini terdiri dari Batugamping Bank
(Bank Limestone) atau platform dan reefal. Ketebalan bagian bawah dari formasi ini
bervariasi, namun rata-rata 200-250 feet (sekitar 60-75 m). Singkapan dari Formasi
Baturaja di Pegunungan Garba tebalnya sekitar 1700 feet (sekitar 520 m). Formasi ini
sangat fossiliferous dan dari analisis umur anggota ini berumur Miosen. Fauna yang ada
pada Formasi Baturaja umurnya N6-N7.
5. Formasi Gumai
Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas formasi Batu Raja pada kala
oligosen sampai dengan tengah miosen. Formasi ini tersusun oleh fosilliferous marine
shale dan lapisan batugamping yang mengandung glauconitic. Bagian bawah formasi ini
terdiri dari serpih yang mengandung calcareous shale dengan sisipan batugamping, napal
dan batulanau. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan
shale. Ketebalan formasi Gumai ini diperkirakan 2700 m di tengah-tengah cekungan.
Sedangkan pada batas cekungan dan pada saat melewati tinggian ketebalannya cenderung
tipis.
6. Formasi Air Benakat
Formasi Air Benakat diendapkan selama fase regresi dan akhir dari pengendapan
formasi Gumai pada kala tengah miosen. Pengendapan pada fase regresi ini terjadi pada
8
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
lingkungan neritik hingga shallow marine, yang berubah menjadi lingkungan delta plain
dan coastal swamp pada akhir dari siklus regresi pertama. Formasi ini terdiri dari
batulempung putih kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu hitam
kebiruan, glaukonitan setempat mengandung lignit dan di bagian atas mengandung tufaan
sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera. Ketebalan formasi ini
diperkirakan antara 1000-1500 m.
7. Formasi Muara Enim
Formasi ini diendapkan pada kala akhir Miosen sampai Pliosen dan merupakan
siklus regresi kedua sebagai pengendapan laut dangkal sampai continental sands, delta
dan batu lempung. Siklus regresi kedua dapat dibedakan dari pengendapan siklus pertama
(formasi Air Benakat) dengan ketidakhadirannya batupasir glaukonit dan akumulasi
lapisan batubara yang tebal. Pengendapan awal terjadi di sepanjang lingkungan rawa-
rawa dataran pantai, sebagian di bagian selatan cekungan Sumatra Selatan, menghasilkan
deposit batubara yang luas. Pengendapan berlanjut pada lingkungan delta plain dengan
perkembangan secara lokal sekuen serpih dan batupasir yang tebal. Siklus regresi kedua
terjadi selama kala Miosen akhir dan diakhiri dengan tanda-tanda awal tektonik Plio-
Pleistosen yang menghasilkan penutupan cekungan dan onset pengendapan lingkungan
non marine Batupasir pada formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris volkanik.
Pada formasi ini terdapat oksida besi berupa konkresi-konkresi dan silisified wood.
Sedangkan batubara yang terdapat pada formasi ini umumnya berupa lignit. Ketebalan
formasi ini tipis pada bagian utara dan maksimum berada di sebelah selatan dengan
ketebalan 750 m.
8. Formasi Kasai
Formasi ini diendapkan pada kala pliosen sampai dengan pleistosen.
Pengendapannya merupakan hasil dari erosi dari pengangkatan Bukit Barisan dan
pegunungan Tigapuluh, serta akibat adanya pengangkatan pelipatan yang terjadi di
cekungan. Pengendapan dimulai setelah tanda-tanda awal dari pengangkatan terakhir
Pegunungan Barisan yang dimulai pada Miosen Akhir. Kontak formasi ini dengan
Formasi Muara Enim ditandai dengan kemunculan pertama dari batupasir tufaan.
Karakteristik utama dari endapan siklus regresi ketiga ini adalah adanya kenampakan
produk volkanik. Formasi Kasai tersusun oleh batupasir kontinental dan lempung serta
material piroklastik. Formasi ini mengakhiri siklus susut laut. Pada bagian bawah terdiri
9
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
10
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
3. Migrasi (Migration)
Hirdokarbon yang telah terbentuk dari proses di atas harus dapat berpindah ke
tempat dimana hidrokarbon memiliki nilai ekonomis untuk diproduksi. Di batuan
sumbernya sendiri dapat dikatakan tidak memungkinkan untuk di eksploitasi
karena hidrokarbon di sana tidak terakumulasi dan tidak dapat mengalir. Sehingga
tahapan ini sangat penting untuk menentukan kemungkinan eksploitasi hidrokarbon
tersebut. Berdasarkan oil to source correlation migrasi hidrokarbon pada daerah tersebut
merupakan tipe near distance migration dari batuan induk mengisi reservoir di
sekitarnya. Migrasi dan perangkap diperkirakan terjadi saat terbentuknya hidrokarbon
pada Miosen Akhir sampai sekarang.
4. Batuan Waduk (Reservoir)
Batuan Reservoar adalah batuan yang merupakan wadah bagi hidrokarbon untuk
berkumpul dari proses migrasinya. Reservoir ini biasanya adalah batupasir dan batuan
karbonat, karena kedua jenis batu ini memiliki pori yang cukup besar untuk tersimpannya
hidrokarbon. Reservoir sangat penting karena pada batuan inilah minyak bumi di
produksi. Reservoir yang berpotensi menghasilkan hidrokarbon adalah batupasir Formasi
Talang Akar (TAF) Gritsand Member (GRM) dan Transitional Member (TRM).
Batupasir Formasi Talang Akar yang diendapkan dalam sistem tidal dominated delta
dengan sumber sedimen berasal dari barat laut.
5. Batuan Penyekat (Seal)
Minyak dan atau gas terdapat di dalam reservoir. Untuk dapat menahan dan
melindungi fluida tersebut, maka lapisan reservoir ini harus mempunyai penutup di
bagian luar lapisannya. Sebagai penutup lapisan reservoir biasanva merupakan lapisan
batuan yang rnempunyai sifat kedap (impermeabel), yaitu sifat yang tidak dapat
meloloskan fluida yarg dibatasinya. Jadi lapisan penutup didefinisikan sebagai lapisan
yang berada dibagian atas dan tepi reservoir yang dapat dan melindungi fluida yang
berada di dalam lapisan di bawahnya. Batuan yang berperan sebagai batuan penyekat
bersifat regional, dijumpai sebagai shale yang tebal dari Formasi Telisa / Gumai (GUF)
dan dari shale yang terdapat pada intra-formasi di dalam tiap-tiap zona batupasir pada
masing-masing formasi. Shale ini meskipun ketebalannya relatif tipis, namun terbukti
dapat berfungsi secara baik sebagai batuan penyekat (seal) bagi migrasi/ akumulasi
minyak dan gas untuk lapisan-lapisan reservoir yang ada di bawahnya.
11
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
6. Perangkap (Trap)
T rap utama di cekungan Sumatera Selatan terbentuk akibat adanya anti klinal dari
e i s s s
a dieksplorasi . A ntiklinal tersebut terbentuk akibat adanya ko m presi yang diawali pada
n ri e i r p s e
masa Mi osen atau pa da dua hingga tiga juta tahun yang lalu (B ishop, 20 00). Trap di
i r c a i a 2
Cekungan Sumatra Selatan juga disebabkan oleh jebakan struktural. Je bakan struktu ral n k aa
tersebut terbagi atas struktur tu a dan struktur mu da. Jebakan struktural tua terbentuk dari n m
e kombinasi antara reverse fault dengan sistem wrench fa ult yan g le bih muda dan normal r i ir s i m ii m i i hi
fault sehingga dapat menje bak hi drokarbon. Sedang kan jeba kan stru ktur yan g l ebih
i c f i ii i a r i i f i i e i s
mu da terbe ntuk bersam aan de ngan pengangka tan Pegu nungan B ari san (pada masa
e i ti i s m i r ri r m i e n i
12
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
waktu) pada posisi kedalaman sebenarnya dan agar data seismik dapat dikoreksikan
dengan data geologi lainnya yang umumnya diplot pada skala kedalaman, maka perlu
dilakukan well – seismic tie. Terdapat beberapa teknik pengikatan ini, tapi yang umum
dipakai adalah dengan memanfaatkan seismogram sintetik dari hasil suvei kecepatan
(well velocity survey).
1. Seismogram Sintetik
Seismogram sintetik adalah rekaman seismik buatan yang dibuat dari data log
kecepatan dan densitas. Data kecepatan dan densitas membentuk fungsi koefisien refleksi
(RC) yang selanjutnya dikonvolusikan dengan wavelet. Seismogram sintetik dibuat untuk
mengkorelasikan antara informasi sumur (litologi, umur, kedalaman, dan sifat-sifat fisis
lainnya) terhadap trace seismik guna memperoleh informasi yang lebih lengkap dan
komprehensif. Dengan demikian pembuatan seismogram sintetik untuk meletakan
horison seismik (skala waktu) pada posisi kedalaman sebenarnya dan agar data seismik
dapat dikorelasikan dengan data geologi lainnya yang umumnya diplot dalam skala
kedalaman (well-seismic tie).
Gambar 3.4. Seismogram sintetis yang diperoleh dari konvulasi RC dan wavelet
2. Check-Shot Survey
Survei ini dilakukan bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara waktu dan
kedalaman yang diperlukan dalam proses pengikatan data sumur terhadap data seismik.
Survei ini memiliki kesamaan dengan akuisisi data seismik pada umumnya namun posisi
geopon diletakkan sepanjang sumur bor, atau dikenal dengan survey Vertical Seismic
Profilling(VSP). Sehingga data yang didapatkan berupa oneway time yang dicatat pada
kedalaman yang ditentukan, sehingga didapatkan hubungan antara waktu jalar gelombang
seismik pada lubang bor tersebut.
13
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
14
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
Gambar 3.5. Kenampakan morfologi dari continental shelf, lingkungan ini berada
sebelum shelf break dan ditunjukkan oleh kotak berwarna merah.
15
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
3. Slope
Slope merupakan salah satu lingkungan laut yang memiliki nilai sudut kelerengan
hingga 4o dengan kedalaman rata – rata mencapai 130 m dan berada setelah lingkungan
shelf, tepatnya shelf break (Boggs, 2006). Karakteristik fasies slope dibedakan
berdasarkan jenis dari batas tektoniknya, yaitu batas aktif atau batas pasif. Pada batas
tektonik pasif, karakteristik fasiesnya memiliki batuan yang halus, bentukan yang
cembung, dan didominasi oleh sedimen silisiklastik, sedangkan pada batas tektonik aktif,
karakteristik umumnya adalah irregular dengan adanya struktur.
Gambar 3.6. Kenampakan morfologi dari lingkungan slope (Boggs, 2006). Slope
dibatasi oleh kotak berwarna merah dengan posisi setelah shelf break.
Proses kimia, fisika, biologi yang terjadi selama proses sedimentasi di lingkungan
pengendapan akan mempengaruhi pembentukan fasies sedimen melalui parameter
geometri, litologi, struktur sedimen, arus purba, dan kandungan fosil. Teknik dalam
analisis fasies sedimen dan penentuan lingkungan pengendapan didasarkan pada
pengamatan data permukaan dan data bawah permukaan melalui tahapan yang secara
umum terdiri dari observasi, interpretasi, dan prediksi.
Observasi merupakan salah satu tahapan awal yang menentukan karakteristik
batuan melalui parameter geometri, litologi, struktur sedimen, pola arus purba, dan
kandungan fosilnya. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan interpretasi lingkungan
pengendapan serta paleogeografinya melalui satu atau lebih asosiasi fasies hasil
observasi, dan diakhiri dengan prediksi lokasi, geometri, dan aspek ekonomi yang dapat
diambil dari lokasi yang sedang dianalisis. Berikut merupakan penjelasan secara rinci dari
jenis – jenis parameter yang digunakan dalam analisis fasies sedimen dan lingkungan
pengendapannya :
16
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
1. Geometri
Geometri merupakan bentukan fasies secara keseluruhan dimulai dari persebaran
lateral hingga vertikalnya. Geometri batuan dapat menggambarkan pola topografi dan
geomorfologi lingkungan pengendapan pada saat sebelum dan sesudah proses
pengendapan. Selain itu, geometri juga dapat mengalami perubahan apabila terjadi erosi
dan deformasi tektonik. Hal ini dapat diamati apabila bentuk batuan pada saat syn–
depositional terpreservasi secara baik.
2. Litologi
Aspek yang digunakan dalam penentuan litologi adalah aspek tekstur batuan yang
meliputi ukuran butir, sortasi, bentuk butir, dan kemas serta aspek komposisi batuan.
Tekstur dapat menggambarkan tingkat energi dan proses pengendapan yang terjadi,
sedangkan komposisi batuan dapat mencirikan suatu lingkungan pengendapan tertentu.
Seperti contoh glaukonit yang mencirikan batuan dengan lingkungan laut, dan boron yang
menjadi indikator paleosalinity (Selley, 1985). Pada bawah permukaan / subsurface,
penentuan litologi dapat dilakukan dengan data well log dan data seismik. Data log yang
digunakan dalam penentuan litologi adalah log gamma – ray, log densitas, log neutron,
dan log sonic, sedangkan penentuan litologi melalui data seismik dilakukan melalui
pengamatan pola konfigurasi internal seismik yang dapat mencirikan litologi tertentu.
3. Struktur Sedimen
Struktur sedimen merupakan salah satu parameter yang terjadi secara insitu,
tepatnya terjadi secara langsung di lingkungan pengendapan. Selain itu, struktur sedimen
juga dapat menggambarkan lingkungan pengendapan seperti lingkungan glasial dan sub–
aerial, dapat menginterpretasikan pula kedalaman, energi dan arah pengendapan, serta
kecepatan proses pengendapan yang telah terjadi sebelumnya.
Berdasarkan genesanya, struktur sedimen dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu
struktur sedimen pre–depositional, syn–depositional, dan post–depositional. Struktur
sedimen pre–depositional merupakan struktur yang terbentuk sebelum terjadinya
pengendapan. Struktur ini terbentuk karena adanya pengaruh dari erosi seperti contoh
channel, scour marks, flute dan grooves. Struktur sedimen syn – depositional merupakan
struktur sedimen yang terbentuk saat proses pengendapan berlangsung, seperti contoh
flatbedding, crossbedding, bedding, dan laminasi, sedangkan struktur sedimen post
17
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
depositional adalah struktur yang terbentuk setelah proses pengendapan. Struktur ini
terbagi lagi menjadi 2 arah orientasi, secara vertikal dengan contoh loadcast dan secara
lateral dengan contoh slumps.
5. Kandungan Fosil
Kandungan fosil suatu batuan menjadi salah satu parameter penting dalam analisis
fasies. Hal ini dikarenakan fosil dalam batuan dapat mencirikan paleoekologi (Selley,
1985). Fosil yang dijadikan penciri dalam analisis fasies haruslah merupakan fosil insitu
seperti mikro fosil dan fosil jejak, selain itu penentuan lingkungan pengendapan
menggunakan fosil haruslah disertai dengan integrasi data morfologi yang ada.
18
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
karena tidak adanya peristiwa sedimentasi dan tidak ada peristiwa erosi. Onlap, pada
lingkungan shelf (shelfal environment) disebabkan karena kenaikan muka air laut relatif,
pada lingkungan laut dalam akibat sedimentasi yang perlahan, dan pada channel yang te
rerosi akibat low energy fill. Downlap, diakibatkan oleh sedimentasi yang cukup intensif
(Alfatih dkk., 2017).
Gambar 3.7. Berbagai hubungan yang tidak sesuai ditampilkan oleh geometri refleksi
pada penampang seismik (Veeken,2007).
b. Divergent
Merupakan refleksi-refleksi seismik yang membentuk suatu paket yang membaji
(wedge shape) yang menunjukkan terjadi penebalan lateral dari siklus-siklus refleksi
individual di dalam paket itu, dibandingkan dengan onlap, toplap, atau erotional
truncation.
19
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
c. Prograding Clinoform
Paket refleksi yang sederhana sampai kompleks yang diinterpretasi berupa hasil
pengendapan lapisan yang menunjukkan progradasi secara lateral. Setiap refleksi yang
berurutan secara lateral di dalam paket itu disebut dengan suatu clinoform. Adanya
perbedaan pada pola prograding clinoform terutama akibat variasi-variasi pada kecepatan
pengendapan dan batimetri. Beberapa tipe pola clinoform yang diketahui adalah:
d. Sigmoidal
Sigmoidal adalah suatu prograding clinoform yang terbentuk oleh refleksi-refleksi
sigmoidal dan interpretasikan sebagai perlapisan dengan segmen-segmen tipis yang
bagian atas dan bawahnya landai (bersudut kecil), serta segmen-segmen bagian
tengahnya yang lebih tebal dan bersudut lebih besar. Segmen-segmen topset-nya
mempunyai kemiringan yang hampir datar dan concordant terhadap permukaan atas
fasies itu. Segmen-segmen foreset-nya membentuk lensa yang superposisi dalam s
aggradational atau progradational. Hal ini menunjukkan bahwa akomodasi bertambah
selama pengendapan lapisan yang prograding.
e. Oblique
Oblique adalah suatu prograding clinoform yang biasanya terdiri dari refleksi-
refleksi dengan kemiringan relatif curam yang menunjukkan terminasi ke atas dengan
gambaran toplap pada atau dekat dengan suatu refleksi atas yang hampir datar, dan
bentukan terminasi ke bawah dengan gambaran downlap terhadap refleksi di bawahnya.
f. Tangensial Oblique
Tangensial Oblique adalah suatu pola oblique clinoform dimana kemiringan
berkurang secara berangsur-angsur pada bagian bawah segmen-segmen foreset yang
membentuk refleksi-refleksi yang cekung ke arah atas. Refleksi-refleksi seismik yang
menunjukkan terminasi yang menyentuh refleksi di bawahnya dengan gambaran downlap,
yaitu perlapisan menunjukkan menipis ke arah bawah bidang dasar pengendapan.
g. Paralel Oblique
Paralel Oblique adalah pola oblique clinoform dengan refleksi-refleksi foresat
sejajar dengan kemiringan relatif curam yang menunjukkan terminasi ke bawah dengan
gambaran downlap bersudut besar terhadap suatu refleksi di bawahnya. Gambaran ini
20
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
menunjukkan suatu lingkungan pengendapan berada dekat suplai sedimen yang besar,
penurunan basin lambat atau tidak ada, dan permukaan laut yang tidak berubah
menandakan pengisian cekungan yang cepat bersamaan dengan pengendapan atau
menoreh/menyapu permukaan pengendapan bagian atas.
i. Shingled
Shingled adalah pola prograding clinoform yang terdiri dari refleksi-refleksi prograding
yang tipis, biasanya menggambarkan batas atas dan bawah yang sejajar, dan refleksi-
refleksi oblique sejajar bersudut kecil atau landai yang menggambarkan terminasi toplap
dan downlap yang semu.
j. Hummocky
Hummocky adalah pola prograding clinoform yang terdiri dari segmen-segmen
refleksi subparallel, tidak teratur, dan tidak kontinu yang membentuk suatu pola tidak
beraturan. Pola-pola ini biasanya diinterpretasikan sebagai perlapisan yang membentuk
pola clinoform yang kecil dan interfingering yang tumbuh ke dalam lingkungan air
dangkal pada suatu prodelta atau inner delta. Hummocky clinoform biasanya terlihat
dalam arah perlapisan sedimen. Chaotic merupakan refleksi-refleksi discordant, tidak
kontinu yang menunjukkan susunan permukaan refleksi yang tidak beraturan. Hal ini
terjadi pada lapisan yang diendapkan dalam suatu lingkungan yang bervariasi dengan
energi yang relatif tinggi atau sebagai perlapisan yang pada awalnya kontinu, tetapi
kemudian mengalami deformasi, sehingga kontinuitasnya terputus-putus.
21
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
Gambar 3.8. Interpretasi dari terminasi refleksi seperti yang ditunjukkan oleh panah
merah dan mendefinisikan ketidaksesuaian (garis hijau) (Veeken,2007).
Gambar 3.9. Tipe-tipe fasies seismik basin slope dan basin floor (Alfatih dkk., 2017).
Sheet-drape (low energy) adalah seragam, pengendapan laut dalam yang tidak
tergantung ada relief dasar laut, litologi seragam, tidak ada pasir. Slope Front Fill adalah
kipas laut dalam, lempung dan silts (energi rendah). Onlap-Fill (low energy) adalah
pengendapan dengan kontrol gravitasi (arus turbidit kecepatan rendah). Fan-Complex
22
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
(high energy) adalah diendapkan sebagai kipas, mound dan slump, meskipun energi
tinggi, mungkin masih mengandung batupasir sebagai reservoar. Contourite
(Variableenergy) adalah biasanya sedimen butir halus, tidak menarik untuk eksplorasi,
bentuk tidak simetris, arus tak berarah. Mounded Onlap-Fill (High-Energy) adalah fasies
peralihan antara chaotic dan onlap fill, control gravitasi, reflector tidak menerus, semakin
menebal kearah topografi rendah yang menandakan endapan energi tinggi. Chaotic Fill
(Variableenergy) adalah mounded, terdapat pada topografi rendah, slump, creep dan
turbidit energi tinggi, komposisi material tergantung pada sumber biasanya sedikit pasir
(Alfatih dkk., 2017).
23
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
Flooding surface (FS) mencirikan adanya fase transgresi atau fase dimana terjadi
kenaikan muka air laut relatif. Batas ini membatasi strata/urutan pengendapan sedimen
yang lebih tua dengan yang lebih muda. Flooding surface (FS) sering digunakan dalam
korelasi stratigrafi ataupun korelasi struktur menggunakan data log. Pada data log,
batas FS dicirikan dengan adanya nilai gamma ray yang tinggi sebagai tanda kehadiran
litologi dengan ukuran butir yang halus seperti lanau hingga lempung,
24
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
2. System Tracts
System tracts terbentuk karena sedimen yang terendapkan berada pada siklus
perubahan muka air laut yang berbeda – beda. Posamentier (1999) mengatakan bahwa
system tract merupakan unit – unit dalam stratigrafi sikuen yang terendapkan dalam fase-
fase tertentu. Fase yang dimaksud adalah siklus perubahan muka air laut. System tracts
dibedakan menjadi empat sistem berdasarkan kondisi perubahan muka air laut yang
terjadi, yaitu higstand system tracts, falling stage system tracts, lowstand system tracts,
dan transgressive system tracts.
25
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
penurunan muka air laut relative melebihi kecepatan dari subsidence. Penurunan
muka air laut yang membentuk sistem ini juga dapat terjadi karena proses uplifting
yang terjadi lebih cepat dibandingkan kenaikan muka air laut relatif, yang sering
disebut sebagai forced regression. FSST dibatasi oleh subaerial unconformity dan
permukaan regresif terakhir dari erosi laut di bagian atas, sedangkan dibatasi oleh
permukaan forced regression dan permukaan regresif pertama dari erosi laut di
bagian bawah.
26
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
Gambar 3.12 Model system tract dari Lowstand System Tract (Catuneanu, 2006).
d. Transgressive System Tracts
Transgressive System Tracts (TST) adalah pola penumpukan ketika muka air laut
perlahan mulai naik dan memasuki fase transgresif dan berlangsung diantara LST menuju
HST (Gambar 3.13). Kenaikan muka air laut yang terjadi akan menyebabkan
penambahan ruang akomodasi dimana suplai sedimen memiliki intensitas yang sedikit.
Dari penambahan ruang akomodasi tersebut, akan terbentuk parasikuen retrogradasional
dengan pola litologi fining upward. TST pada bagian bawah dibatasi oleh transgressive
surface (TS) dan di bagian atas dibatasi oleh maximum flooding surface.
Gambar 3.13 Model system tract dari Transgressive System Tract (Catuneanu, 2006).
27
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
BAB IV
METODE PENELITIAN
Interpretasi windows
28
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
Input picture
ke
CorelDRAW
1. Interpretasi fasies
seismik
2. Interpretasi fault
selesai
selesai
29
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
BAB V
30
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
2. Seismik 3D
31
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
32
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
5.2. Pembahasan
1. Seismik 2D
Line 1
S N
Berdasarkan marker sumur RLA1 dan RLA5 seismik 2D line 1 terletak di sebelah
timur sumur RLA1 dan RLA5 yang memiliki arah seismik dari Selatan hingga Utara.
Seismik 2D line 1 memiliki interval kedalaman waktu dari 0 hingga 3000 ms. Jika
diamati dari kontras seismiknya, data seismik di atas memiliki kualitas yang bagus
ditandai dengan kontras yang jelas sehingga mempermudah untuk diamati.
33
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
S N
SB
MFS
SB
34
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
seismik yang terbentuk pada interval 1500-2000 ms yaitu onlap/downlap serta wavy
lamination atau dapat disebut dengan baselap sebab antara sulit untuk membedakan
pengendapan jenis onlap dan downlap serta fasies wavy lamination.
Interval 1000-1500 ms memiliki tekstur seismik subparallel between parallel dari
arah utara hingga selatan. Tekstur seismik seperti ini menandakan bahwa lapisan tersebut
terbentuk pada situasi yang terganggu oleh arus laut. Berdasarkan kontras dan spasi antar
lapisan yang rapat menandakan bahwa amplitudo pada lapisan ini tinggi. Ketebalan
lapisan menandakan frekuensi refleksi dari seismik tersebut tinggi dan tingkat kontinuitas
refleksi yang menerus ditandai dengan kemenerusan lapisan dari arah selatan hingga
utara.
Interval 500-1000 ms memiliki konfigurasi refleksi divergen pada arah selatan dan
parallel di arah utara. Tekstur divergen terbentuk akibat permukaan yang miring secara
progresif selama proses sedimentasi dan tekstur parallel disebabkan oleh pengendapan
sedimen dengan rate yang seragam. Pada interval 500-1000 ms memiliki amplitudo yang
tinggi ditandai dengan kontras yang jelas. Hal ini dikarenakan semakin besar kontras AI
yang terlihat pada penampang seismik, maka semakin kuat refleksi yang dihasilkan
sehingga semakin tinggi juga amplitudo gelombang seismik tersebut. Selain itu interval
500-1000 ms memiliki frekuensi yang tinggi dan tingkat kentinyuitas yang menerus
karena seismik tersebut memiliki bentuk yang padat, rapat, jelas dan menerus. Terdapat
fasies onlap yang disebabkan karena adanya kenaikan permukaan air laut yang ditandai
dengan adanya MFS (maximum flooding surface) di atas fasies onlap dan MFS ditandai
dengan adanya terminasi downlap.
Interval 0-500 ms memiliki konfigurasi refleksi divergen pada arah selatan dan
parallel di arah utara. Memiliki tingkat kontinyuitas menerus dengan frekuensi refleksi
dan amplitude refleksi kuat. Interval 0-500 ms juga memiliki tekstur seismik yang
terprogradasi dalam bentuk oblique parallel. Progradasi jenis ini mengindikasikan adanya
suplai sedimen yang cukup besar, terjadi pada muka laut yang konstan seperti delta,
memiliki konfigurasi oblique dimana berdasarkan penampang seismik tersebut ditandai
dengan toplap dibagian atasnya dan downlap di bagian bawahnya. Lapisan bagian atas
terminasi toplap diindikasikan sebagai batas sekuen pengendapan (sequence boundary).
Adapun jenis-jenis fault yang menyebabkan deformasi pada seismik tersebut di atas
berupa sesar normal dan sesar naik yang terbentuk pada interval 250-2500 ms. Sesar naik
35
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
pada penampang seismik di atas adalah jenis reverse fault yang memiliki kemiringan
>45○. Sesar ini terbentuk apabila hanging wall relatif naik daripada foot wall. Fault 1,2,3
6 dan 7 merupakan jenis sesar naik yang memiliki derajat kemiringan >45○ , sedangkan
fault 4 dan 5 merupakan jenis patahan normal ditandai dengan hanging wall yang relatif
turun daripada foot wall. Fault 1,4,5,6 dan 7 terbentuk pada interval 250-2250 ms
kemungkinan merupakan sesar terbentuk pada periode tektonik pertama daripada sesar
lainya, sedangkan fault 2 dan 3 terbentuk pada interval 300-2250 ms kemungkinan
terbentuk setelah fault 1.
Line 2
36
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
menjadi lemah. Tektur konfigurasi chaotic yang tidak beraturan, menandakan bahwa
jenis batuan ini sudah mengalami kompaksi atau pemadatan, dikarenakan pengendapan
dengan energi tinggi atau akibat deformasi setelah proses sedimentasi.
E W
Interval 1750-2250 ms memiliki konfigurasi refleksi yang berbeda dari arah Timur
hingga Barat. Konfirasi pada ujung Timur dan ujung Barat berbentuk chaotic, sedangkan
pada bagian tengah memiliki tekstur divergen yang ditandai dengan lapisan berbentuk
miring. Selain itu, penampang seismic tersebut memiliki tingkat kontinyuitas yang
discontinuous disebabkan karena tekstur seismik yang putus-putus. Amplitudo dan
frekuensi refleksi pada interval 1750-2250 ms tinggi karena dipengaruhi oleh kerapatan
antar lapisan dan ketebalan lapisan yang dominan ke arah Timur. Terdapat batas sekuen
pengendapan (sequen boundary) dengan pola pengendapan toplap. Selain itu pada
interval 1750-2250 ms dibagian tengah terdapat tekstur chanel berupa onlap fill dan
tekstur yang terprogradasi berupa sigmoid. Onlap fill biasanya terbentuk akibat adanya
37
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
sedimentasi pada channel sehingga kenaikan muka air laut relatif cepat dan pola
pengendapan dengan energi yang relative rendah.
Interval 1250-1750 ms memiliki konfigurasi refleksi subparallel dengan tingkat
kontinyuitas refleksi continuous untuk bagian bawahnya namun discontinuous untuk
bagian atasnya. Selain itu, interval 1250-1750 ms memiliki amplitudo dan frekuensi
refleksi yang kuat pada bagian bawahnya namun lemah di bagian atasnya karena di bagian
atas mengalami penipisan lapisan dan ketidakteraturan lapisan.
Interval 750-1250 ms memiliki konfigurasi refleksi subparallel dengan kontinyuitas
menerus, amplitudo dan frekuensi refleksi kuat. Konfigurasi subparallel terbentuk pada
situasi yang terganggu oleh arus laut. Pada interval tersebut teridentifikasi maximum
flooding surface yang ditandai dengan coastal downlap di bagian atasnya. Dengan
demikian interval 750-1250 ms merupakan lapisan yang berada di lingkungan shelf.
Interval 250-750 ms memiliki konfigurasi refleksi berupa subparallel between
parallel dengan kontinyuitas refleksi menerus, amplitudo dan frekuensi refleksi yang
kuat. Tekstur seismik seperti ini terbentuk pada lingkungan tektonik yang stabil atau
mungkin fluvial plain dengan endapan berbutir sedang.
Interval 0-250 ms memiliki konfigurasi refleksi chaotic to wavy dengan kotinyuitas
discontinuous, frekuensi refleksi lemah dan amplitudo refleksi tinggi dikarenakan kontras
AI pada lapisan terliht jelas dan jarak antar lapisan rapat. Tekstur seismik seperti ini
menandakan bahwa lapisan tersebut berada pada kondisi air berombak dan
memungkinkan terbentuknya endapan yang berbutir halus.
Terdapat 18 patahan pada penampang seismik ini, dimana terdiri dari sesar naik
dan sesar turun. Patahan yang pertama kali terbentuk adalah fault 1 sampai dengan 8 yang
terbentuk dari interval 1750 ms hingga 3750 ms. Selanjutnya fault 9 yang terbentuk dari
interval 1250-2500 ms, kemudian fault 10 terbentuk pada interval 1750-2250 ms, fault
11 pada interval 1750-2000 ms. Fault 12 pada interval 250-2000 ms, fault 13 pada
interval 250-1750 ms, fault 14 dan fault 16 terbentuk pada interval 250-1500 ms, fault 15
dan fault 17 terbentuk pada interval 500-1500 ms, dan fault 18 terbentuk pada interval
250-1250 ms. Jenis sesar naik pada penampang seismik tersebut antara lain adalah fault
3,8,9,11,13,14,16 dan 18. Sedangkan kategori sesar turun diantaranya adalah fault
1,2,4,5,6,7,10,12,15 dan 17.
38
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
2. Seismik 3D
Xline 10469
SE
Seismik 3D Xline 10469 pada (Gambar 5.11.) terletak di arah Barat Daya dari
marker sumur RLA5 dan memiliki arah seismik dari arah Barat Laut hingga Tenggara.
Seismik datas memiliki interval kedalam 0-3250 ms (domain waktu). Terdapat tekstuk
pengisian channel berupa prograded fill dan konfigurasi refleksi berupa chaotic.
39
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
yang tidak begitu jelas. Terdapat refleksi wave tepat di atas basement sebelah kanan yang
ditandai dengan permukaan yang bergelombang. Selain itu pada interval 2250- 2500 ms
terdapat erosional trunscation dan toplap sebagai sequen boundarynya.
SE NW
wavy
channel
onlap
trunscation
MFS
SB
40
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
berupa prograded fill (progradasi fill) yang terbentuk akibat adanya transport sedimen
dari ujung atau pada lengkungan channel. Terdapat MFS (maximum flooding surface)
yang ditandai dengan adanya pola downlap. Selain itu, terdapat pola onlap yang
menandakan adanya sequen boundary di atasnya. Onlap umumnya terdapat pada
lingkungan shelf atau paparan (lingkungan laut dangkal) yang disebabkan karena
kenaikan muka air laut relatif dan pada channel yang tererosi akibat low energy fill.
Berdasarkan tekstur dari penampang seismik tersebut, pada interval 1500-2000 ms
memiliki konfigurasi refleksi berupa amplitudo tinggi, frekuensi medium serta continous.
Interval 900-1500 ms memiliki amplitudo yang lemah ditandai dengan kontras AI
yang tidak kuat, frekuensi medium yang ditandai dengan kerapatan stratanya yang tidak
terlalu rapat dan menerus. Terdapat suatu pola toplap di interval 1350 yang ditandai
dengan terminasi reflector (klinoform) yang mengarah keatas dan menipis. Titik
terminasi itu diyakini mempresentasikan limit pengendapan di bagian proksimal. Dalam
strata tepi laut, toplap mempresentasikan perubahan dari pengendapan lereng menjadi by-
passing atau erosi pada lingkungan non-marin atau laut dangkal. Berdasarkan tektur
penampang seismik, interval 400-900 ms memiliki amplitudo yang medium, dengan
frekuensi yang medium serta kontinyuitas yang menerus. Terlihat dari bentuk lapisan
dengan kontras AI yang sebagian jelas dan kerapatan lapisan yang tidak begitu renggang.
Terdapat bidang yang dinterpretasikan sebagai MFS yang ditandai dengan adanya
klinoform downlap. Downlap ditandai dengan terminasi strata lebih muda yang
kedudukan awalnya miring ke bawah di atas strata yang lebih tua. Downlap terjadi di atas
maximum flooding surface. Kemudian dibagian atas terdapat sequence boundary
Interval 0-400 ms memiliki konfigurasi refleksi berupa amplitudo yang lemah,
frekuensi lemah dan diskontinous. Memiliki jenis refleksi wavy di bagian atasnya yang
ditandai dengan permukaan yang bergelombang, kondisi ini menandakan bahwa pada
lapisan tersebut sudah diganggu oleh arus air. Terdapat channel di interval 400 ms yang
menandakan pada interval waktu tersebut terdapat pada lingkungan deltaik atau transisi
atau bahkan lingkungan fluvial.
Pada gambar Gambar 5.12 Xline 10469 memiliki satu patahan besar yang termasuk
kedalam kategori normal fault, dimana hanging wall yang relatif turun daripada foot wall.
Patahan tersebut terbentuk dari interval 1300 ms hingga 3100 ms.
41
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
Xline 10549
SE NW
Berdasarkan (Gambar 5.13.) seismik 3D Xline 10549 berada di arah timur laut
dari sumur RLA1 yang memiliki arah seismik sepanjang Barat Laut hingga Tenggara.
Seismik tersebut memiliki interval kedalam 0-3250 ms (domain waktu).
42
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
SE NW
43
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
lingkungan channel. Terdapat maximum flooding surface yang ditandai dengan pola
downlap berupa bidang horizon berwarna merah.
Interval 1250-1750 ms memiliki konfigurasi refleksi berupa tekstur subparallel
dengan tingkat kontinuitas refleksi yang menerus, namun memiliki amplitudo refleksi
yang lemah karena jarak antar lapisan yang renggang serta kontras AI pada sebagian
lapisan lemah. Selain itu, pada interval tersebut frekuensi refleksi yang terjadi medium
karena pada interval tersebut terlihat ketebalan lapisan yang tidak seragam, sebagian
mengalami penipisan karena erosi dan sebagian lagi mengalami penebalan. Pada interval
ini terjadi ketidakselarasan atau unconformities berupa erosional trunscation yang
diakibatkan oleh peristiwa erosi kerena terekspos ke permukaan. Hal ini dapat diamati
melalui Gambar 5.14 di mana terlihat penipisan lapisan yang ditandai dengan horizon
berwarna orange. Bagian di atas fasies onlap atau trunscation diidentifikasi sebagai batas
sekuen.
Interval 750-1250 ms memiliki konfigurasi refleksi wavy parallel yang ditandai
dengan tekstur seismik yang bergelombang serta didominasi oleh wavy lamination.
Tekstur seismik seperti ini menandakan bahwa lapisan tersebut berada di pada lingkungan
dengan kondisi arus berombak. Interval 750-1250 ms memiliki tingkat kontinuitas
refleksi yang menerus (continuous), amplitudo refleksi yang lemah ditandai dengan
melemahnya kontras AI pada lapisan tersebut serta jarak antar lapisan yang tidak seragam
dan memiliki frekuensi refleksi yang lemah ditandai dengan ukuran ketebalan lapisan
pada interval tersebut tipis. Terdapat maximum flooding surface yang ditandai dengan
adanya pola downlap di bagian atasnya. Tepat di arah tenggara pola downlap terdapat
pola toplap dan diatas kedua pola tersebut ditarik batas sekuen pengendapan yang
ditandai dengan horizon berwarna kuning.
Interval 250-750 ms umumnya memiliki konfigurasi refleksi berupa subparallel
yang artinya pada lapisan tersebut berada pada situasi arus laut yang relatif dinamis.
Seismik pada interval ini memiliki tingkat kontinyuitas refleksi yang menerus, dengan
amplitude refleksi yang sedang dan frekuensi yang kuat. Pada interval tersebut terdapat
beberapa mounded yang ditandai dengan pola berwarna orange.
Interval 0-250 ms memiliki konfigurasi refleksi wavy dengan tingkat kontinyuitas
refleksi yang menerus, amplitude refleksi yang lemah serta frekuensi refleksi yang lemah.
Tekstur seismic wavy ini umumnya terjadi pada kondisi terganggu oleh arus laut/
44
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
pengaruh arus laut yang deras atau biasanya terjadi pada muara sungai atau daerah
paparan pantai.
Berdasarkan gambar penampang seismik xline 10549 di atas terdapat fault normal
dan naik yang terbentuk pada penampang seismik tersebut. Fault 1 dan 2 merupakan fault
yang pertama terbentuk atau dalam hal ini terbentuk bersamaan namun fault 2 memiliki
ukuran yang lebih besar (panjang) dibandingkan fault 1. Fault 1 dan 2 dikategorikan
sebagai normal fault, karena hanging wall yang relatif turun daripada foot wall,
sedangkan fault 3 merupakan fault yang terbentuk setelah fault 1 dan 2 dan relatif kecil,
fault ini dikategorikan sebagai fault naik jenis reverse fault yang memiliki kemiringan
yang landai yakni >45○. Sesar ini terbentuk apabila hanging wall relatif naik daripada
foot wall.
Xline 10529
SE NW
NW
45
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
Berdasarkan marker sumur RLA1, seismik 3D Xline 10529 berada di arah timur
laut dari sumur RLA1 yang memiliki arah seismik sepanjang Barat Laut hingga Tenggara.
Penampang seimik Xline 10529 memiliki interval kedalaman 0 hingga 3250 ms (domain
waktu).
SE NW
46
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
terlihat tidak jelas dan jarak antar lapisan yang tidak teratur. Selain itu frekuensi refleksi
yang terbentuk juga lemah karena lapisan penyusun formasi tersebut sangat tipis dan
kontunyuitas refleksi yang discontinous. Horizon basement yang ditandai dengan pola
berwarna maroon dikatakan juga sebagai batas sekuen pengendapan atau sequence
boundary. Tepat di atas formasi basement ke arah barat laut dari terdapat channel
pengendapan dan maximum flooding surface yang ditandai dengan koastal downlap
diatasnya. Kehadiran channel pada interval ini menandakan bahwa sedimen terbentuk
pada lingkungan fluvial.
Interval 2000-2500 ms memiliki konfigurasi refleksi subparallel dan kontinyuitas
refleksi yang continuous. Amplitude refleksi yang terbentuk pada interval 2000-2500 ms
lemah karena jarak antar lapisan relatif renggang serta kontras AI yang relatif lemah.
Frekuensi refleksi yang dihasilkan lemah karena tingkat ketebalan dari lapisan relatif
rendah. Pada interval ini ditemukan adanya batas sekuen pengendapan yang ditandai
dengan coastal onlap. Coastal onlap ini terjadi di lingkungan shelf yang disebabkan
karena adanya kenaikan muka air laut relatif. Kenaikan muka air laut yang dimaksud
yaitu maximum flooding surface (MFS) dimana merupakan batas kondisi maksimum
kenaikan muka air laut dan umumnya ditandai dengan adanya coastal downlap. Downlap
terjadi akibat sedimentasi yang cukup intensif, dimana jika diamati pada Gambar 5.16
terjadi penebalan lapisan pada arah Barat Laut yang cukup intensif dibandingkan pada
arah Tenggara.
Interval 1500-2000 ms memiliki konfigurasi refleksi subparallel, dengan
kontinyuitas refleksi yang menerus, amplitudo refleksi medium dan frekuensi refleksi
yang lemah. Pada interval kedalaman 1500 – 2000 ms ditemukan adanya coastal downlap
di atas batas MFS.Coastal downlap ditandai dengan lapisan yang muda berada pada
lapisan inklinasi. Pada zona ini diidentifikasi kehadiran channel yang terbentuk dari arah
tengah hingga arah Barat Laut. Channel yang besar ini terbentuk pada lingkungan tepi
pantai akibat adanya pengkosentrasian sedimen di salah satu titik. Tepat di atas channel
tersebut terdapat fasies trunscation yang ditandai dengan penipisan lapisan akibat adanya
erosi dan lapisan yang berada di atasnya dinyatakan sebagai sequace boundary.
Interval 1000-1500 ms memiliki konfigurasi refleksi subparallel dengan
kontinyuitas menerus, namun amplitudo dan frekuensinya lemah ditandai dengan kontras
AI yang lemah dan ketebalan lapisan yang tipis. Berdasarkan penampang seismik tersebut
47
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
dapat diamati tekstur seismik subparallel dengan lapisan yang sangat tipis serta sedikit
bergelombang, menandakan bahwa lapisan tersebut berada pada kondisi arus laut yang
aktif, selain itu ditandai pula dengan kehadiran MFS sebagai batas kondisi maksimum
kenaikan muka air laut pada lapisan di interval tersebut. Coastel downlap menandakan
adanya MFS pada interval tersebut.
Interval 500-1000 ms merupakan konfigurasi refleksi subparallel di antara fasies
parallel, karena di bagian bawah berpola subparallel sedangkan di bagian atasnya berpola
parallel. Konfigurasi seperti ini umumnya terbentuk pada lingkungan tektonik yang stabil
dan terjadi perubahan arus air yang dinamis/ deras menjadi arus yang relative stabil.
Penampang seismik pada interval 500- 1000 ms memiliki amplitudo refleksi sedang di
bagian bawah kontras AI lemah, sedangkan di bagian atas memiliki kontras AI yang
tinggi. Selain itu jarak antar lapisan relatif rapat menunjukkan amlitudo refleksi tinggi.
Frekuensi refleksi yang dihasilkan juga sedang karena ketebalan antar lapisan yang
berbeda-beda, di bagian bawah lapisan relatif tipis dibandingkan di bagian atasnya. Pada
interval ini ditemukan adanya channel di bagian tengah hingga ke arah Barat Laut, tepat
diatas channel tersebut terdapat batas sekuen pengendapan yang ditandai dengan adanya
coastel onlap yang diakibatkan karena adanya kenaikan muka air laut yang ditandai
dengan adanya MFS di bagian atas dan coastel downlap sebagai penanda adanya MFS
tersebut.
Interval 0-500 ms memiliki konfigurasi refleksi subparallel di bagian bawahnya
dan di bagian atas wavy. Amplitudo refleksi pada lapisan tersebut kuat dikarenakan jarak
antar lapisan rapat serta kontras AI yang relatif tinggi. Frekuensi dari lapisan tersebut
rendah karena tingkat ketebalan dari lapisan tersebut dominan rendah dan tingkat
kontinyuitas refleksi yang dimiliki lapisan tersebut continuous. Tekstur seismik
subparallel dan wavy umumnya terbentuk di daerah arus lautnya dinamis atau pada
kondisi arus berombak.
Berdasarkan gambar penampang seismik xline 10529 di atas terdapat jenis fault
normal dan fault naik yang terbentuk pada penampang seismik tersebut. Fault 1 dan 2
merupakan fault yang pertama terbentuk atau dalam hal ini terbentuk bersamaan namun
fault 2 memiliki ukuran yang lebih besar (panjang) dibandingkan fault 1. Fault 1 dan 2
dikategorikan sebagai normal fault, karena hanging wall yang relatif turun daripada foot
48
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
wall. Fault 3 merupakan fault yang terbentuk setelah fault 1 dan 2 dan relatif kecil. Sesar
ini terbentuk apabila hanging wall relatif naik daripada foot wall.
Inline 1138
SW NE
Seismik 3D Inline 1138 terletak di arah barat laut dari marker sumur RLA5 dan
memiliki arah seismik dari arah Timur Laut hingga Barat Daya. Berdasarkan penampang
seismik pada windows 2D di atas, seismik 3D inline 1138 memiliki interval kedalaman 0
hingga 4250 ms (domain waktu).
49
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
Batas dari basement diinterpretasikan juga sebagai batas fasies pengendapan (sequence
boundary) dimana ditandai dengan pola terminasi onlap di atasnya. Terminasi onlap ini
umumnya terjadi karena kenaikan muka air laut yang relatif dan sedimen terendapkan
pada dasar atau menipis/ menghilang pada lapisan sedimen di bawahnya. Pada interval
ini diidentifikasi tekstur seismik terprogradasi berupa hummocky yang ditandai dengan
tekstur lapisan zigzag pada penampang seismik tepat di interval 2750-3000 ms. Tekstur
hummocky ini menandakan bahwa proses sedimentasi tersebut terbentuk pada daerah air
dangkal dan arus yang kuat.
SW NE
downlap
MFS
Trunscation
n
MFS
channel
SB
hummocky
50
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
51
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
Tekstur seismik yang tebal dan melebar ini menandakan bahwa pada lingkungan ini
terjadi pengendapan sedimen dengan rate yang seragam dan cukup intensif yang ditandai
dengan pola downlap di interval 500-600 ms. Tepat di bawah pola downlap merupakan
maximum flooding surface yang menandakan bahwa pada interval tersebut adalah batas
maksimum kenaikan muka air laut. Di interval 750 ms terdapat onlap yang dalam
penampang seismik di atas pada kedalaman tersebut diidentifikasi juga sebagai sequence
boundary atau batas sekuen yang umumnya terjadi pada lingkungan laut dangkal
disebabkan karena kenaikan air laut yang relatif.
Interval 0-250 ms memiliki konfigurasi refleksi chaotic to wavy, dengan tingkat
kontinyuitas refleksi tidak menerus, memiliki amplitudo dan frekuensi refleksi yang
lemah. Hal ini dikarenakan tekstur seismik pada interval 0-250 ms sangat tipis.
Konfigurasi refleksi ini menandakan bahwalapisan tersebut berada pada kondisi
terganggu oleh arus laut.
Selain konfigurasi refleksi, penampang seismik ditandai dengan beberapa
patahan. Patahan yang terbentuk pada penampang seismik di atas terdiri dari fault naik
dan fault normal. Fault naik yang terbentuk pada penampang seismik di atas antara lain
adalah fault 1, 3 dan 5. Sedangkan untuk fault normal yaitu fault 2 dan fault 4. Fault 1
terbentuk pada interval 1500-2500 ms, dan fault 2, 4, dan 5 diperkirakan memiliki umur
yang sama yang terbentuk pada interval 1500-3000 ms dan fault 3 terbentuk pada interval
1750-2500 ms. Berdasarkan waktu terbentuknya, dapat disimpulkan bahwa fault yang
tidak terpotong oleh fault lain adalah fault yang lebih awal terbentu yaitu fault 1, 2, 4 dan
5, sedangkan fault yang termuda dan terkecil adalah fault 3.
52
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
Inline 1051
hummocky
Seismik 3D Inline 1051 terletak di arah Tenggara dari marker sumur RLA5 dan
memiliki arah seismik dari arah Timur Laut hingga Barat Daya. Berdasarkan penampang
seismik pada windows 2D diatas, seismik 3D inline 1051 memiliki interval kedalaman 0
hingga 4500 ms (domain waktu).
53
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
kemudian disusul oleh batas sekuen dengan terminasi onlap di atasnya. Hasil analisis
pada interval 2000-2500 ms diperkirakan berada pada lingkungan shelf.
hummocky
54
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
55
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
Inline 1131
SW NE
hummocky
Seismik 3D Inline 1131 terletak di arah Barat Laut dari marker sumur RLA5 dan
memiliki arah seismik dari arah timur laut hingga barat daya. Berdasarkan penampang
seismik pada windows 2D di atas, seismik 3D inline 1131 memiliki interval kedalaman 0
hingga 4250 ms (domain waktu).
56
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
bahwa proses sedimentasi tersebut terbentuk pada daerah air dangkal. Kemudian di arah
timur laut terdapat toplap dengan batas sekuen diatasnya.
SW NE
hummocky
57
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
membentuk channel pengendapan berupa onlap fill yang terbentuk karena adanya
sedimentasi pada channel dengan energi relatif rendah.
Interval 1750-2250 ms memiliki konfigurasi refleksi subparallel dengan
kontinyuitas menerus, amplitudo dan frekuensi lemah karena lapisan tersebut sangat tipis
serta jarak antar lapisan sangat renggang. Konfigurasi internal subparallel terbentuk pada
lingkungan dengan situasi yang terganggu air laut ditandai dengan adanya maximum
flooding surface dibagian atasnya yang ditandai dengan adanya coastal downlap yang
menandakan kenaikan maksimum muka air laut pada formasi tersebut. Terdapat tekstur
pengisian channel berupa prograded fill di arah timur laut yang terjadi karena adanya
transport sedimen dari ujung atau lengkungan channel.
Interval 1250 – 1750 ms memiliki konfigurasi refleksi berupa subparallel between
parallel. Pada interval ini memiliki kontinyuitas refleksi yang menerus, amplitudo
refleksi medium dan frekuensi refleksi yang lemah. Pada interval ini juga terdapat batas
pengendapan atau sequence boundary dan ditandai dengan adanya trunscation di bagian
atasnya yang ditandai dengan menipisnya lapisan akibat erosi.
Interval 750-1250 ms memiliki konfigurasi refleksi internal wavy parallel yang
ditandai dengan tekstur sedikit bergelombang serta menerus. Pola ini terbentuk akibat
lipatan kompresi parallel. Selain itu berdasarkan tektur pada interval tersebut frekuensi
dan amplitudo penampang seismik pada interval tersebut lemah serta tingkat kontinyuitas
yang tidak menerus. Pada interval 750-1000 ms ditemukan adanya MFS (Maximum
flooding surface), pada penampang seismik diatas terletak dibawah clinoform downlap.
MFS mencerminkan kenaikan maksimum secara relatif muka air laut.
Pada interval 250 hingga 750 memiliki konfigurasi refleksi parallel dengan tingkat
kontinyuitas menerus, frekuensi yang sedang dan amplitudo refleksi sedang. Selain itu
tekstur seismik yang tebal dan melebar ini menandakan bahwa pada lingkungan ini terjadi
pengendapan sedimen dengan rate yang seragam dan cukup intensif yang ditandai dengan
pola downlap dibagian atasnya. Tepat dibawah pola downlap dibatasi oleh maximum
flooding surface yang menandakan bahwa pada interval tersebut adalah batas maksimum
kenaikan muka air laut. Di interval 750 ms terdapat onlap yang dalam penampang seismik
di atas diidentifikasi juga sebagai sequence boundary atau batas sekuen yang umumnya
terjadi pada lingkungan laut shelf.
58
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
59
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
Gambar 5.24 Log Gamma Ray Response (Identifikasi SB & MFS di kedalaman X)
60
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
tekstur batuan mengalami finning upward yaitu perubahan butir dimana lapisan kasar
pada lapisan bawah mengalami penghalusan menuju ke atas. Perubahan ini menunjukkan
adanya penurunan kekuatan arus transportasi pada saat pengendapan berlangsung. Selain
itu, MFS ditandai dengan pola regradation dimana terjadi pola pengendapan mundur
yang disebabkan oleh naiknya muka air laut sehingga supply sediment lebih rendah
dibandingkan dengan tempat akomodasi.
61
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
BAB VI
KESIMPULAN
1. Karakter atribut seismik amplitude dan frekuensi lemah ditandai dengan lapisan
yang relatif tipis dan jarak antar lapisan yang renggang. Tingkat kontinyuitas
menerus dari penampang sesimik ditandai dengan lapisans seismik yang menerus
dan beraturan. Lapisan pada interval 2000-4250 ms merupakan formasi basement
yang ditandai dengan konfigurasi refleksi berupa tekstur chaotic memiliki karakter
atribut seismik berupa amplitude lemah, frekuensi lemah dan kontinuitas yang
diskontinyu. Interval 1750-2000 ms memiliki konfigurasi refleksi internal
subparallel yang terbentuk pada zona dengan situasi terganggu oleh arus laut
amplitudo dan frekuensinya lemah kontinyuitas menerus. Interval 1250 – 1750 ms
memiliki konfigurasi refleksi berupa subparallel between parallel dengan
amplitudo refleksi medium, frekuensi refleksi yang lemah dan kontinyuitas refleksi
yang menerus.Interval 750-1250 ms memiliki konfigurasi refleksi internal wavy
parallel dengan frekuensi dan amplitudo lemah serta tingkat kontinyuitas yang tidak
menerus. Pada interval 250-750 ms memiliki konfigurasi refleksi parallel dengan
tingkat kontinyuitas menerus, frekuensi yang sedang dan amplituido refleksi
sedang. Interval 0-250 ms memiliki konfigurasi refleksi chaotic to wavy, dengan
tingkat kontinyuitas refleksi tidak menerus, memiliki amplitudo dan frekuensi
refleksi yang lemah.
2. Patahan yang umumnya terbentuk pada penampang seismik di dalam penelitan ini
adalah jenis fault naik dengan kondisi hanging wall relatif naik daripada foot wall
dan fault turun (normal) dengan kondisi hanging wall relatif turun daripada
footwall.
3. Sekuen pengendapan yang terjadi pada penampang seismik di dalam penelitan ini
umumnya terjadi tiga kali dimana satu sekuen pengendapan tersebut dibasi oleh dua
sequence boundary.
4. Jebakan hidrokarbon yang terbentuk berupa jebakan struktural yang ditandai
dengan closure, patahan dan jebakan stratigrafi berupa fasies downlap, onlap,
trunscation dan lain-lain.
62
LAPORAN KERJA PRAKTEK
RINA LINTANG ASIH
DAFTAR PUSTAKA
Alfatih, Z.,Wardana,D.D. dan Wijaya, P.H., 2017. Seismik Fasies Modelling pada
Reservoar Gas Biogenik : Studi Kasus pada Lapangan “TG”. Jurnal Geosaintek,
3(1): 67-70.
Argakoesoemah, R.M.I. dan Kamal, A., 2004. Ancient Talang Akar Deepwater Sediments
in South Sumatra Basin: A New Exploration Play. Proceedings Deepwater and
Frontier Exploration in Asia and Australia Symposium: Indoneisan Petroleum
Association, DFE04-OR-009, p. 1–17.
Boggs Jr., 2006. Principles Of Sedimentology and Stratigraphy Fourth Edition. New
Jersey: Pearson Prentice Hall.
Ginger, D., dan Fielding, K.,2005.The Petroleum Systems and Future Potential of The
South Sumatra Basin. Proccedings, Indonesia Petroleum Association 30 thAnnual
Convention and Exhibition. JakartaVeeken, P.C.H. ,2007. Seismic Stratigraphy,
Basin Analysis and Reservoir Characterization. Amsterdam : Elsevier.
Selley, R. C., 1985. Ancient Sedimentary Environment. New York: Cornell University
Press.
Virginia, I.P. dkk., 2018. Komputasi Geofisika 1 : Visualisasi Data Seismik 2 Dimensi.
Walker, R.G. dan James, N.P., 1992. Facies Models Response to Sea Level Change,
Geological Association of Canada, Kanada.
63