BAB I
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUPTEKNIK KONSELING
Di Indonesia Dekade 40-an Dalam bidang pendidikan, pada decade 40-an lebih banyak ditandai
dengan perjuanganmerealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Melalui pendidikan yang
serba daruratmkala pada saat itu di upayakan secara bertahap memecahkan masalah besar
anataralain melalui pemberantasan buta huruf. Sesuai dengan jiwa pancasila dan UUD 45.
Halini pulalaah yang menjadi focus utama dalam bimbingan pada saat itu.
Dekade 50-an
Bidang pendidikan menghadapi tentangan yang amat besar yaitu memecahkan
masalahkebodohan dan keterbelakangan rakyat Indonesia. Kegiatan bimbingan pada
masadekade ini lebih banyak tersirat dalam berbagai kegiatan pendidikan dan benar
benar menghadapi tantangan dalam membantu siswa disekolah agar dapat berprestasi.
Dekade 60-an
1960 BK masuk ke setting sekolah, hasil dari konferensi IKIP / FKIPBeberapa peristiwa penting dalam
pendidikan pada dekade ini :1963 Lahirnya jurusan bimbingan dan konseling di IKIP tahun 19631964
Lahirnya kurikulum SMA gaya Baru 1964Ketetapan MPRS tahun 1966 tentang dasar pendidikan
nasional1968 Lahirnya kurikulum 1968Keadaan dia tas memberikan tantangan bagi keperluan
pelayanan bimbinga dankonseling disekolah.
Dekade 70-an1971 PPSP (proyek Perintis Sekolah Pembangunan), BP/BK mulai
dikembangkan1975 BP/BK lahirnya kurikulum SMA. Pedoman Bimbingan dan
Penyuluhan1978 Program PGSLP dan PGSLADalam dekade ini bimbingan di upayakan
aktualisasi nya melalui penataan legalitassistem, dan pelaksanaannya. Pembangunan
pendidikan terutama diarahkan kepadapemecahan masalah utama pendidikan yaitu :
Pemerataan kesempatan belajar, Mutu,Relevansi, danEfisiensi.Pada dekade ini, bimbingan
dilakukan secara konseptual, maupun secara operasional.Melalui upaya ini semua pihak telah
merasakan apa, mengapa, bagaimana, dan dimanabimbingan dan konseling.
Dekade 80-an
1989 :Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989dengan
lahirnya SK Menpan No 026/Menp an/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan
Azmi el-Hasbi, M.PdMATERI AJAR MATA KULIAHPROFESI KEPENDIDIKANGuru dalam
lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (kan tetapipelaksanaan di sekolah masih
belum jelas seperti pemikiran awal untuk mendukungmisi sekolah dan membantu peserta didik untuk
mencapai tujuan pendidikan mereka)Guru BP (sekarang Konselor Sekolah) belum mampu
mengoptimalisasikan tugas danfungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang
menjaditanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru pembimbingditugasi mengajarkan salahsatu
mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Kesenian, dsb.nya.Guru Pembimbing merangkap
pustakawan, pengumpul dan pengolah nilai siswadalam kelas-kelas tertentu serta berfungsi
sebagai guru piket dan guru pengganti bagiguru mata pelajaran yang berhalangan hadir.Guru
Pembimbing ditugasi sebagai polisi sekolah yang mengurusi dan menghakimipara siswa yang
tidak mematuhi peraturan sekolah seperti terlambat masuk, tidak memakai pakaian seragam
atau baju yang dikeluarkan dari celana atau rok.Kepala Sekolah tidak mampu melakukan
pengawasan, karena tidak memahami programpelayanan serta belum mampu memfasilitasi
kegiatan layanan bimbingan di sekolahnya,Terjadi persepsi dan pandangan yang keliru dari
personil sekolah terhadap tugas danfungsi guru pembimbing, sehingga tidak terjalin kerja
sama sebagaimana yangdiharapkan dalam organisasi bimbingan dan konseling.Kondisi-
kondisi seperti di atas,nyaris terjadi pada setiap sekolah di Indonesia.Pada dekade ini,
bimbingan ini diupayakan agar mantap. Pemantapan terutamadiusahakan untuk menuju
kepada perwujudan bimbingan yang professional. Dalamdekade 80-an pembangunan telah
memasuki Repelita III, IV, dan V yang ditandaidengan menuju lepas landas.Beberapa upaya
dalam pendidikan yang dilakukan dalam dekade ini:Penyempurnaan
kurikulumPenyempurnaan seleksi mahasiswa baruProfesionalisasi tenaga pendidikan dalam
berbagai tingkat dan jenisPenataan perguruan tinggiPelaksnaan wajib belajar Pembukaan
universitas terukaAhirnya Undang ± Undang pendidikan nasionalBeberapa kecenderungan
yang dirasakan pada masa itu adalah kebutuhan akanprofesionalisasi layanan, keterpaduan
pengelolaan, sistem pendidikan konselor, legalitasformal, pemantapan organisasi,
pengmbangan konsep ± konsep bimbingan yangberorientasi Indonesia, dsb.
DEKADE 90-an
Sampai 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnyalagi
pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP.Muncul
anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalahHingga lahirnya SK
Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan AngkaKreditnya yang di
dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling disekolah. Ketentuan pokok
dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai
petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru danAngka Kreditnya. Di Dalam SK
Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan
Azmi el-Hasbi, M.PdMATERI AJAR MATA KULIAHPROFESI KEPENDIDIKANdiganti
menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh GuruPembimbing. Di
sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah mulaijelas.1995 SK
Mendikbud No. 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan FungsionalGuru dan Angka
Kreditnya terdapat hal-hal yang substansial, khususnya yangmenyangkut bimbingan dan konseling
adalah :1. Istilah ³bimbingan dan penyuluhan´ secara resmi diganti menjadi ³bimbingandan
konseling.´2. Pelaksana bimbingan dan konseling di sekolah adalah
guru pembimbing,
yaituguru yang secara khusus ditugasi untuk itu. Dengan demikian bimbingan dan
konselingtidak dilaksanakan oleh semua guru atau sembarang guru.3. Guru yang diangkat
atau ditugasi untuk melaksanakan kegiatan bimbingan dankonseling adalah mereka yang
berkemampuan melaksanakan kegiatan tersebut;minimum mengikuti penataran bimbingan dan
konseling selama 180 jam.4. Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan pola
yang jelas :a. Pengertian, tujuan, fungsi, prinsip dan asas-asasnya.b. Bidang bimbingan :
bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir c. Jenis layanan : layanan orientasi, informasi,
penempatan/penyaluran, pembelajaran,konseling perorangan, bimbingan kelompok dan konseling
kelompok.d. Kegiatan pendukung : instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus,
kunjunganrumah dan alih tangan kasus.
Unsur-unsur di atas (nomor 4) membentuk apa yang kemudian disebut ³BK Pola-17´
5. Setiap kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan melalui tahap :a. Perencanaan
kegiatanb. Pelaksanaan kegiatanc. Penilaian hasil kegiatand. Analisis hasil penilaiane.6.
Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan di dalam dan di luar jam kerjasekolah. Hal-
hal yang substansial di atas diharapkan dapat mengubah kondisi tidak jelasyang sudah lama
berlangsung sebelumnya
SEJARAH BIMBINGAN KONSELING DI DUNIADEKADE 20-an
2011 Perkembangan BK semakin mantapSEJARAH INTERNASIONALGerakan bimbingan
disekolah mulai berkembang sebagai
dampak dari revolusiindustri dan keragaman latar belakang para siswa yang masuk kesekolah-sekolahnegeri
.Tahun 1898 Jesse B. Davis, seorang konselor di Detroit mulai memberikan layanankonseling
pendidikan dan pekerjaan di SMA.Eli Weaper pada tahun 1906 menerbitkan buku tentang
³memilih suatu karir´ danmembentuk komite guru pembimbing disetiap sekolah menengah di
New York. Kamitetersebut bergerak untuk membantu para pemuda dalam menemukan
kemampuan-kemampuan dan belajar tentang bimbingan menggunakan kemampuan-
kemampuantersebut dalam rangka menjadi seorang pekerja yang produktif.
Azmi el-Hasbi, M.PdMATERI AJAR MATA KULIAHPROFESI KEPENDIDIKANPada tahun
1907 dia memasukkan program bimbingan di sekolah tersebut. Pada waktuyang sama para
ahli yang juga mengembangkan program bimbingan ini diantaranya; EliWeaper, Frank
Parson, E.G Will Amson, Carlr. Rogers.Frank Parson dikenal sebagai ³Father of The
Guedance Movement in AmericanEducation´. Mendirikan biro pekerjaan tahun 1908 di
Boston Massachussets, yangbertujuan membantu pemuda dalam memilih karir uang
didasarkan atas proses seleksisecara ilmiyah dan melatih guru untuk memberikan pelayanan
sebagai koselor.Bradley (John J.Pie Trafesa et. al., 1980) menambah satu tahapan dari tiga
tahapantentang sejarah bimbingan menurut Stiller, yaitu sebagai berikut: Vocational
exploration : Tahapan yang menekankan tentang analisis individualdan pasaran kerja
Metting Individual Needs : Tahapan yang menekankan membantu individu agar meeting
memperoleh kepuasan kebutuhan hidupnya.Perkembangan BK pada tahapan ini dipengaruhi
oleh diridan memecahkan masalahnya sendiri.sisional Professionalism : Tahapan yang
memfokuskan perhatian kepadaupaya profesionalisasi konselor Situasional Diagnosis :
Tahapan sebagai periode perubahan dan inovasi padatahapan ini memfokuskan pada analisis
lingkungan dalamproses bimbingan dan gerakan cara-cara yang hanyaterpusat pada
individu.Di Amerika SerikatBimbingan dimulai pada abad 20 di amerika dengan
didirikannya suatu vocationalbureau tahun 1908 oleh Frank Parsons yang utuk selanjutnya
dikenal dengan nama thefather of guidance yang menekankan pentingnya setiap individu
diberikan pertolonganagar mereka dapat mengenal atau memahami berbagai perbuatan dan
kelemahan yangada pada dirinya dengan tujuan agar dapat dipergunakan secara intelijensi
dengamemilih pekerjaan yang terbaik yang tepat bagi dirinya.Menurut Arthur E. Trax and
Robert D North, dalam bukunya yang berjudul³Techniques of Guidance´, (1986), disebutkan
beberapa kejadian penting yangmewarnai sejarah bimbingan diantaranya :1.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.Timbul suatu gerakan kemanusiaan yang menitik
beratkan pada kesejahteraanmanusia dan kondisi sosialnya. Geraka ini membantu vocational
bureauParsons dalam bidang keungan agar dapat menolong anak-anak muda yangtidak dapat
bekerja dengan baik.2.
AgamaPada rohaniman berpandangan bahwa dunia adalah dimana ada pertentanganyang
secara terus menerus antara baik dan buruk.3.
Aliran kesehatan mentalTimbul dengan tujuan perlakuan yang manusiawi terhadap penderita
penyakitjiwa dan perhatian terhadap berbagai gejala, tingkat penyakit jiwa,pengobatan, dan
pencegahannya, karna ada suatu kesadaran bahwa penyakitini bias diobati apabila ditemukan
pada tingkat yang lebih dini. Gerakan iimendorong para pendidik untuk lebih peka terhadap
masalah-masalah gangguan kejiwaan, rasa tidak aman, dan kehilangan identitas diantra anak-anak muda.4.
Perubahan dalam masyarakat Akibat dari perang dunia 1 dan 2, pengangguran, depresi,
perkembanganIPTEK, wajib belajar, mendorong beribu-ribu anak untuk masuk sekolah
tanpamengetahui untuk apa mereka bersekolah. Perubahan masyarakat semacam
inimendorong para pendidik untuk memperbaiki setiap anak sesuai dengankebutuhannya agar
mereka dapat menyelesaikan pendidikannya denganberhasil.5.Gerakan mengenal siswa
sebagai individuGerakan ini erat sekali kaitannya dengan gerakan tes pengukuran.
Bimbingandiadakan di sekolah disebabkan tugas sekolah untuk mengenal atau
memahamisiswa-siswanya secara individual. Karena sulitnya untuk mengenal ataumemahami
siswa secara individual atau pribadi, maka diciptakanlah berbagaiteknik dan instrument
diantaranya tes psikologis dan pengukuran.
C.. Pengertian Bimbingan dan Konseling (BK)
I. Pengertian secara Umum
Dalam bahasa Inggris "counseling" dikaitkan dengan kata "counsel" yang di artikansebagai
berikut:a. Nasehat (to obtain counsel)b. Anjuran (to give counsel)c. Pembicaraan (to take
counsel)d. Dengan demikian konseling diartikan sebagai pemberian nasehat, anjuran
danpembicaraan dengan bertukar pikiranMaka konseling dalam tinjauan terminologi (istilah)
banyak dijumpai dalamliteratur-literatur bimbingan dan konseling antara lain:1. C. Patterson
(1959) mengemukakan bahwa konseling adalah proses yangmelibatkan hubungan antar
pribadi antara seorang terapis dengan satu klien atau lebih,dimana terapis menggunakan
metode-metode psikologis atas dasar pengetahuansistematik tentang kepribadian manusia
dalam upaya meningkatkan kesehatan mentalklien.2. Edwin C. Elwis (1970) mengemukakan
bahwa konseling adalah suatu prosesdimana orang yang bermasalah dibantu secara pribadi
untuk merasa dan berprilaku yanglebih memuaskan melalui interaksi dengan seseorang yang
tidak terlibat (konselor) yangmenyediakan informasi dan reaksi yang merangsang klien untuk
mengembangkanprilaku yang memungkinkannya berhubungan secara efektif dengan dirinya
danlingkungannya.3. Devision of 17 of The American Psychologocal Association
(APA)merumuskan definisi konseling sebagai bekerja dengan individu atau kelompok
yangberkaitan dengan masalah pribadi, sosial, pendidikan dan vokasional.4. Menurut Williamson,
konseling diartikan sebagai suatu proses personalisasidan individualisasi untuk membnatu
seseorang dalam mempelajari mata pelajaran disekolah. Ciri-ciri prilaku sebagai warga
negara dan nilai-nilai pribadi dan sosial sertakebiasaan dan semua kebiasaan lainnya,
mempelajari keterampilan (skill), sikap dankepercayaan yang dapat membantu dirinya selaku
mahluk yang dapat menyesuaikan dirisecara normal.
BAHAN AJAR BIMBINGAN KONSELING
Bagian I
Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling berasal dari dua kata yaitu bimbingan dan konseling. Bimbingan
merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer
& Stone (1966:3) menemukakan bahwa guidance berasal kata guide yang mempunyai arti to
direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan).
A. Pengertian Bimbingan
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dari seorang yang ahli,
namun tidak sesederhana itu untuk memahami pengertian dari bimbingan. Pengertian tetang
bimbingan formal telah diusahakan orang setidaknya sejak awal abad ke-20, yang diprakarsai
oleh Frank Parson pada tahun 1908. Sejak itu muncul rumusan tetang bimbingan sesuai
dengan perkembangan pelayanan bimbingan, sebagai suatu pekerjaan yang khas yang
ditekuni oleh para peminat dan ahlinya. Pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para
ahli memberikan pengertian yang saling melengkapi satu sama lain.
Maka untuk memahami pengertian dari bimbingan perlu mempertimbangkan beberapa
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut :
“Bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat
memilih,mempersiapkan diri dan memangku suatu jabatan dan mendapat kemajuan dalam
jabatan yang dipilihnya” (Frank Parson ,1951).
Prayitno dan Erman Amti (2004:99) mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang
individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan
individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang
berlaku.
Sementara, Winkel (2005:27) mendefenisikan bimbingan: (1) suatu usaha untuk melengkapi
individu dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi tentang dirinya sendiri, (2) suatu
cara untuk memberikan bantuan kepada individu untuk memahami dan mempergunakan
secara efisien dan efektif segala kesempatan yang dimiliki untuk perkembangan pribadinya,
(3) sejenis pelayanan kepada individu-individu agar mereka dapat menentukan pilihan,
menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun rencana yang realistis, sehingga mereka dapat
menyesuaikan diri dengan memuaskan diri dalam lingkungan dimana mereka hidup, (4) suatu
proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal memahami diri
sendiri, menghubungkan pemahaman tentang
dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai
dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan di sekitarnya.
I. Djumhur dan Moh. Surya, (1975:15) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses
pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self
understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk
mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self
realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri
dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah No.
29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “;;Bimbingan merupakan
bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal
lingkungan, dan mencanakan masadepan”;;.
Frank Parson merumuskan pengertian bimbingan dalam beberapa aspek yakni bimbingan
diberikan kepada individu untuk memasuki suatu jabatan dan mencapai kemajuan dalam
jabatan. Pengertian ini masih sangat spesifik yang berorientasi karir.
“Bimbingan membantu individu untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang dirinya
sendiri” (Chiskolm,1959).
Pengertian bimbingan yang dikemukan oleh Chiskolm bahwa bimbingan membantu individu
memahami dirinya sendiri, pengertian menitik beratkan pada pemahaman terhadap potensi
diri yang dimiliki.
“Bimbingan merupakan kegiatan yang bertujuan meningkatkan realisasi pribadi setiap
individu” (Bernard & Fullmer ,1969).
Pengertian yang dikemukakan oleh Bernard & Fullmer bahwa bimbingan
dilakukan untuk meningkatakan pewujudan diri individu. Dapat dipahami bahwa bimbingan
membantu individu untuk mengaktualisasikan diri dengan lingkungannya.
“Bimbingan sebagai pendidikan dan pengembangan yang menekankan proses belajar yang
sistematik” (Mathewson,1969).
Mathewson mengemukakan bimbingan sebagai pendidikan dan pengembangan yang
menekankan pada proses belajar. Pengertian ini menekankan bimbingan sebagai bentuk
pendidikan dan pengembangan diri, tujuan yang diinginkan diperoleh melalui proses belajar.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa bimbingan pada prinsipnya adalah
proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa
orang individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang
dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai
dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku di
lingkungan dimana individu tersebut tinggal.
Dari beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli maka dapat diambil
kesimpulan tentang pengertian bimbingan yang lebih luas, bahwa bimbingan adalah :
“Suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang
dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus untuk itu, dimaksudkan agar
individu dapat memahami dirinya, lingkunganya serta dapat mengarahkan diri dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk dapat mengembangkan potensi dirinya secara
optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat”
B.Pengertian Konseling
Sedangkan konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004:105) adalah proses pemberian
bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor)
kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada
teratasinya masalah yang dihadapi klien. Sejalan dengan itu, Winkel (2005:34)
mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam
usaha membantu konseli secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil
tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
Berdasarkan pengertian konseling di atas dapat dipahami bahwa konseling adalah usaha
membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil
tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus. Dengan kata lain,
teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli/klien. PendalamanMateri:
1.Rumuskan menurut pemahaman Saudara tentang Arti Bimbingan dan Konseling, yang
meliputi unsur-unsur di bawah ini:
a.Ada Proses ( Proses apa) Untuk mencapai tujuan
b.Obyek Jelas (kepada Siapa BK)
c.Subyek (Konsolor yang seperti apa)
d.Ada beberapa tujuan yang jelas dan realistis
e. Tehniknya atau cara BK berlangsung.
Fungsi, Prinsip, Asas Bimbingan dan Tujuan
Bimbingan Konseling
A.Fungsi Bimbingan :
1.Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar
memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan,
dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan
potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan
konstruktif.
2.Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa
mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya,
supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan
kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang
membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi,
informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada
para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan,
diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out,
dan pergaulan bebas (free sex).
3.Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif
dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan
belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel
Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama
merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan
berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya.
Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi
kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
4.Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi
ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami
masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat
digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
5.Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli
memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan
karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di
dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
6.Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala
Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan
terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan
menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat
membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan
menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun
menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
7.Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar
dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
8.Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga
dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak).
Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki
pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat
mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
9.Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan
dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri
konseli.
10.Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli
supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam
dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan
menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui
program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli
2. Proyek/ Penugasan:
Laporkan dalam bentuk tertulis, Bimbingan yang akan Saudara lakukan dalam satu minggu
ini. Kepada anak, sesama, keluarga , sesuai dengan salah satu tujuan Bimbingan dan
Konseling di atas!
3. Esay/ Uraian:
Secara umum dalam proses Bimbingan dan konseling, asas manakah yang sering diabaikan,
atau di dilanggar oleh seorang Konselor? Dan apakah akibatnya?
Bagian III
Perlunya Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Bimbingan bukan lagi suatu tindakan yang bersifat hanya mengatasi setiap krisis yang dihadapi oleh
anak,tetapi juga merupakan suatu pemikiran tentang perkembangan anak sebagai pribadi dengan
segala kebutuhan,minat dan kemampuan yang harus berkembang.
1.tindakan preventif di sekolah dasar
Tuntutan untuk mengadakan identifikasi secara awal diakui kebenarannya oleh para ahli bimbingan
karena:
a. kepribadian anak masih luwes,belum menemukan banyak masalh hidup,mudah terbentuk dan
masih akan banyak mengalami perkembangan.
b. orang tua murid sering berhubungan dengan guru dan mudah dibentuk hubungan tersebut,orang
tua juga aktif pendidikan anaknya disekolah.
c. masa depan anak masih terbuka sehingga dapat belajar mengenali diri sendiri dan dapat
menghadapi suatu masalah dikemudian hari.
Bimbingan tidak hanya pada anak yang bermasalah melai8nkan pandangan bimbingan dewasa ini
yaitu menyediakan suasana atau situasi perkembangan yang baik,sehingga setiap anak di sekolah
dapat terdorong semangat blejarnya dan dapat mengembangkan pribadinya sebik mungkin dan
terhindar dari praktik-praktik yang merusak perkembangan anak itu sendiri.
Tujuan pendidikan menengah acap kali dibiaskan oleh pandangan umum; demi mutu
keberhasilanakademis seperti persentase lulusan, tingginya nilai Ujian Nasional, atau persentase
kelanjutan ke perguruan tinggi negeri. Kenyataan ini sulit dimungkiri, karena secara sekilas tujuan
kurikulum menekankan penyiapan peserta didik (sekolah menengah umum/SMU) untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau penyiapan peserta didik (sekolah menengah
kejuruan/SMK) agar sanggup memasuki dunia kerja.
Penyiapan peserta didik demi melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi akan melulu
memperhatikan sisi materi pelajaran, agar para lulusannya dapat lolos tes masuk perguruan tinggi.
Akibatnya, proses pendidikan di jenjang sekolah menengah akan kehilangan bobot dalam proses
pembentukan pribadi. Betapa pembentukan pribadi, pendampingan pribadi, pengasahan nilai-nilai
kehidupan (values) dan pemeliharaan kepribadian siswa (cura personalis) terabaikan. Situasi
demikian diperparah oleh kerancuan peran di setiap sekolah. Peran konselor dengan lembaga
bimbingan konseling (BK) direduksi sekadar sebagai polisi sekolah. Bimbingan konseling yang
sebenarnya paling potensial menggarap pemeliharaan pribadi-pribadi, ditempatkan dalam konteks
tindakan-tindakan yang menyangkut disipliner siswa. Memanggil, memarahi, menghukum adalah
proses klasik yang menjadi label BK di banyak sekolah. Dengan kata lain, BK diposisikan sebagai
“musuh” bagi siswa bermasalah atau nakal. merujuk pada rumusan Winkel untuk menunjukkan
hakikat bimbingan konseling di sekolah yang dapat mendampingi siswa dalam beberapa hal.
Pertama, dalam perkembangan belajar di sekolah (perkembangan akademis). Kedua, mengenal diri
sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi mereka, sekarang maupun kelak.
Ketiga, menentukan cita-cita dan tujuan dalam hidupnya, serta menyusun rencana yang tepat untuk
mencapai tujuan-tujuan itu. Keempat, mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajar di
sekolah dan terlalu mempersukar hubungan dengan orang lain, atau yang mengaburkan cita-cita
hidup. Empat peran di atas dapat efektif, jika BK didukung oleh mekanisme struktural di suatu
sekolah.
Proses cura personalis di sekolah dapat dimulai dengan menegaskan pemilahan peran yang saling
berkomplemen.
Bimbingan konseling dengan para konselornya disandingkan dengan bagian kesiswaan. Wakil kepala
sekolah bagian kesiswaan dihadirkan untuk mengambil peran disipliner dan hal-hal yang berkait
dengan ketertiban serta penegakan tata tertib. Siswa mbolosan, berkelahi, pakaian tidak tertib,
bukan lagi konselor yang menegur dan memberi sanksi. Reward dan punishment, pujian dan
hukuman adalah dua hal yang mesti ada bersama-sama. Pemilahan peran demikian memungkinkan
BK optimal dalam banyak hal yang bersifat reward atau peneguhan. Jika tidak demikian, BK lebih
mudah terjebak dalam tindakan hukum-menghukum.
Mendesak untuk diwujudkan, prinsip keseimbangan dalam pendampingan orang-orang muda yang
masih dalam tahap pencarian diri. Orang-orang muda di sekolah menengah lazimnya dihadapkan
pada celaan, cacian, cercaan, dan segala sumpah-serapah kemarahan jika membuat kekeliruan.
Namun, jika melakukan hal-hal yang positif atau kebaikan, kering pujian, sanjungan atau peneguhan.
Betapa ketimpangan ini membentuk pribadi-pribadi yang memiliki gambaran diri negatif belaka. Jika
seluruh komponen kependidikan di sekolah bertindak sebagai yang menghakimi dan memberikan
vonis serta hukuman, maka semakin lengkaplah pembentukan pribadi-pribadi yang tidak seimbang
yang akibatnya semakin kompleks dan sulit untuk ditangani.
Tantangan pertama untuk memulai suatu proses pendampingan pribadi yang ideal justru datang dari
faktor-faktor instrinsik sekolah sendiri. Kepala sekolah kurang tahu apa yang harus mereka perbuat
dengan konselor atau guru-guru BK. Ada kekhawatiran bahwa konselor akan memakan “gaji buta”.
Akibatnya, konselor mesti disampiri tugas-tugas mengajar keterampilan, sejarah, jaga kantin,
mengurus perpustakaan, atau jika tidak demikian hitungan honor atau penggajiannya terus
dipersoalkan jumlahnya. Sesama staf pengajar pun mengirikannya dengan tugas-tugas konselor yang
dianggapnya penganggur terselubung. Padahal, betapa pendampingan pribadi menuntut proses
administratif dalam penanganannya.
BK yang baru dilirik sebelah mata dalam proses pendidikan tampak dari ruangan yang disediakan.
Bisa dihitung dengan jari, berapa jumlah sekolah yang mampu (baca: mau!) menyediakan ruang
konseling memadai. Tidak jarang dijumpai, ruang BK sekadar bagian dari perpustakaan (yang disekat
tirai), atau layaknya ruang sempit di pojok dekat gudang dan toilet. Betapa mendesak untuk
dikedepankan peran BK dengan mencoba menempatkan kembali pada posisi dan perannya yang
hakiki. Menaruh harapan yang lebih besar pada BK dalam pendampingan pribadi, sekarang ini begitu
mendesak, jika mengingat kurikulum dan segala orientasinya tetap saja menjunjung supremasi otak.
Untuk memulai mewujudkan semua itu, butuh perubahan paradigma para kepala sekolah menengah
dan semua pihak yang terlibat didalam proses kependidikan.
Pendalaman Materi :
Jawablah Pertanyaan di bawah ini, sesuai perintahnya!
1. Sebutkan Pentingnya Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah!
2. Apakah tujuan Bimbingan dan Konseling untuk:
a. Di sekolah Dasar
b. Di sekolah Menengah
3. Menurut pendapat Saudara, sejauh mana keberhasilan Bimbingan dan Konseling untuk
Sekolah menengah selama ini?
Bagian IV
Perlunya Pelayanan Bimbingan Konseling
di Gereja
A. Dasar Pemikiran
Setiap tubuh orang percaya yang ingin mengembangkan suatu pelayanan bimbingan harus
melakukannya berdasarkan pedoman-pedoman Kitab Suci dan didalam kerangka gereja yang ada.
Artikel berikut ini memberikan saran tentang cara-cara untuk mengembangkan dan melakukan
pelayanan bimbingan. Beberapa saran mungkin tidak dapat dipraktekkan dalam setiap gereja,
namun kerangkanya dapat memberikan suatu titik tolak.
Bimbingan alkitabiah harus berada dibawah wewenang tubuh gereja setempat dan bertanggung
jawab kepada pemimpin gereja. Masing-masing pembimbing harus tunduk kepada Tuhan, pimpinan,
dan Tubuh Kristus. Para pembimbing harus diangkat dan ditunjuk oleh pemimpin untuk melayani
Tuhan dengan melayani orang-orang dalam jemaat yang sedang menderita masalah-masalah
kehidupan. Karena kebergantungan yang kuat kepada Roh Kudus dan karena bimbingan merupakan
suatu fungsi Tubuh Kristus dan suatu pernyataan kasih Allah, maka tidak ada biaya bimbingan.
Idealnya, bimbingan harus merupakan saluran kasih dan pelayanan yang wajar dalam persekutuan
orang-orang percaya yang saling mengenal dan saling mengasihi. Bimbingan mungkin muncul dari
hubungan kepercayaan yang telah terjalin antara pemimpin dan anggota pelayanan kelompok kecil
dalam sebuah gereja.
Pelayanan bimbingan alkitabiah di gereja kami tumbuh karena suatu kebutuhan dalam Tubuh Tuhan.
Pendeta kami menjadi terlalu dibebani dengan tugas bimbingan, namun merasa bertanggung jawab
untuk melayani kawanan domba. Ia mulai memanggil beberapa orang dari kami dalam jemaat untuk
ikut memikul masalah-masalah kehidupan. Ketika kami semakin terlibat, kami melihatnya sebagai
suatu pelayanan yang diinginkan Allah bagi umat-Nya -- suatu fungsi Tubuh Kristus.
B. Bimbingan dan Konseling Imam Yitro (Keluaran 18: 1-27)
Dalam kitab Keluaran, Yitro menyarankan suatu rencana yang mirip bagi Musa. Hari demi hari orang-
orang berbaris di luar tenda Musa untuk meminta bimbingan dan nasihat, sama seperti banyak
orang di gereja mungkin datang kepada pendetanya untuk bimbingan. Yitro dapat melihat bahwa itu
adalah tugas yang terlalu berat untuk dilakukan oleh satu orang dan menyarankan agar Musa
membagi tanggung jawab ini dengan orang-orang lain. Musa menugaskan pemimpin-pemimpin
kelompok dan mengajarkan cara-cara Allah kepada mereka agar dapat membimbing mereka yang
perlu mengetahui cara Allah dalam suatu situasi tertentu dan menemukan cara Allah untuk
penyelesaian masalah. Dalam Tubuh Kristus diperlukan jauh lebih banyak pelayanan daripada yang
dapat dilakukan oleh satu orang. Kevin Springer dalam "Pastoral Renewal" merasa prihatin bahwa
"banyak pemimpin menghabiskan waktu yang lama dan sukar dengan sekelompok kecil dari bangsa
mereka, dan mengabaikan anggota-anggota yang lebih bertalenta, anggota-anggota orang dewasa
yang terabaikan -- justru anggota-anggota yang dapat diperlengkapi untuk melayani orang lain".
Seorang pendeta yang bijaksana akan memimpin orang-orang lain ke dalam segi-segi pelayanan yang
dipikul bersama sehingga seluruh tubuh boleh berfungsi bersama dan menyatakan keutuhan dan
kekudusan yang dimaksudkan oleh Tuhan bagi gereja.
Sangatlah menolong bila seorang pendeta dapat menyarankan seseorang supaya pergi kepada
seorang pembimbing alkitabiah dalam persekutuan setempat sehingga orang yang membutuhkan
bimbingan tidak jatuh ke dalam tangan "pembimbing gadungan" atau tidak usah berpaling kepada
orang-orang di luar gereja yang mungkin membimbing menurut filsafat dan pengajaran yang tidak
sesuai dengan pengajaran dalam persekutuan. Tidak ada bagian dalam Kitab suci yang mengatakan
agar menyuruh seorang percaya pergi ke dunia untuk menemukan pertolongan bagi masalah-
masalah kehidupan. Yesus memanggil murid-murid-Nya untuk melayani, dan Ia mengutus Roh Kudus
untuk memenuhi kebutuhan umat.
C. Belas Kasihan dan kebenaran Allah
Unsur-unsur dasar bagi perubahan sudah ada dalam gereja yang mempunyai lingkungan kasih dan
pengajaran firman Allah yang kuat. Bimbingan alkitabiah dalam sebuah gereja semata-mata
merupakan bentuk pelayanan belas kasihan dan kebenaran Allah yang lebih pribadi dan khusus.
Karena itu, bimbingan alkitabiah tidak boleh dirasakan asing. Sekalipun demikian, banyak hamba
Tuhan dan orang awam merasa sama sekali tidak diperlengkapi karena mereka mengira bahwa
bimbingan alkitabiah bagaimanapun juga harus menyamai bimbingan psikologis.
Bimbingan alkitabiah melibatkan persekutuan kasih dalam tubuh (lingkungan bagi perubahan) dan
khotbah serta pengajaran firman (arah bagi perubahan) dan bukan teknik-teknik dan teori-teori
bimbingan psikologis. Bila seorang pendeta ingin mengembangkan suatu pelayanan bimbingan
dalam tubuh, maka apa yang memang sudah ada dalam kelompok hendaklah diterapkan kepada
orang-orang secara perseorangan. Dalam bimbingan alkitabiah perhatian menjadi bersifat pribadi
dengan cara menyediakan waktu dan bersedia mendengarkan, dan pengajaran menjadi bersifat
pribadi untuk memenuhi kebutuhan khusus seseorang. Maka lingkungan dan arah perubahan
dengan cara memberikan kemurahan dan kebenaran lebih disesuaikan dengan seseorang daripada
dengan suatu kelompok secara keseluruhan. Pendeta mempunyai lebih banyak untuk diberikan
daripada yang mungkin disadarinya.
Anggota-anggota jemaat mungkin juga mempunyai lebih banyak untuk diberikan dalam bimbingan
daripada yang disadari mereka. Ketika mereka telah berpartisipasi sebagai anggota-anggota suatu
lingkungan yang penuh perhatian, dan ketika mereka secara pribadi telah mengikuti kebenaran Kitab
Suci dalam kehidupan mereka sendiri, mereka telah mengalami pengaruh-pengaruh dari lingkungan
yang penuh kasih dan pengarahan untuk perubahan. Banyak orang telah menyediakan lingkungan
yang penuh kasih sayang dan pengarahan untuk perubahan melalui interaksi pribadi dengan sesama
orang Kristen. Dengan demikian sudah banyak orang yang telah diperlengkapi untuk melayani
sebagai pembimbing alkitabiah.
Kecuali jika suatu jemaat hanya terdiri dari orang-orang percaya yang baru atau masih muda, maka
akan ada suatu kelompok orang dalam persekutuan yang diperlengkapi untuk membimbing. Orang-
orang ini telah mempelajari Alkitab dan telah menerapkan firman Allah dalam kehidupan mereka
sendiri. Mereka mempunyai karunia untuk membimbing di dalam keseimbangan antara kasih sayang
dan kebenaran. Semua jemaat yang telah kami hubungi berkenaan dengan suatu pelayanan
bimbingan mempunyai anggota-anggota yang bersedia dan mampu melayani dengan segera jika
kesempatan diberikan. Memulai suatu pelayanan bimbingan semata-mata menyangkut pemilihan
pembimbing, memberi latihan dalam prinsip-prinsip dasar yang akan mereka butuhkan untuk
diterapkan dalam pelayanan bimbingan, mengorganisasikan dan mengumumkan pelayanan itu, lalu
mempercayakan hasilnya kepada Allah.
Di samping latihan dari Tuhan yang telah diterima mereka, para pembimbing dan calon pembimbing
harus terus belajar sementara mereka menyelidiki Kitab suci untuk mencari cara-cara Allah bagi
pelayanan kepada orang-orang, sementara mereka membaca buku untuk memperoleh manfaat dari
pengalaman orang lain yang membimbing menurut firman Allah, dan juga sementara mereka mulai
melayani pribadi-pribadi. Cara terutama untuk belajar bagaimana melakukan sesuatu adalah dengan
melakukannya. Pedoman memang diperlukan, namun cara satu- satunya untuk benar-benar belajar
adalah dengan mulai menyediakan lingkungan yang penuh kemurahan dengan cara mendengarkan,
memperhatikan, dan mendoakan. Kemudian ketika Roh Kudus memberikan hikmat, pengajaran
ditambahkan. Kebergantungan kepada Roh Kudus sungguh sangat penting karena lingkungan yang
terbaik bagi bimbingan datang dari kehadiran Allah dan arah perubahan datang dari firman- Nya
sementara Roh Kudus membuatnya menjadi dapat diterapkan dan hidup.
Tampaknya salah satu aspek yang paling merisaukan dalam memulai suatu pelayanan bimbingan
ialah program latihan. Banyak pendeta merasa tidak mampu untuk mengajar sebuah kelas dalam
bimbingan alkitabiah. Padahal, prinsip-prinsip Alkitab yang merupakan dasar bimbingan alkitabiah
telah dikhotbahkan dan diajarkan dari mimbar selama ini. Karena seorang pembimbing alkitabiah
melayani dengan belas kasihan dan kebenaran untuk menyediakan lingkungan dan arah bagi
perubahan, maka latihan harus berkisar pada kedua bidang tersebut.
Memberi pengajaran tentang menyediakan lingkungan yang penuh kemurahan tentunya sudah
biasa dilakukan oleh seorang pendeta yang telah mendorong jemaatnya untuk menyediakan
lingkungan seperti itu. Karena dalam melayani jemaatnya seyogyanya ia telah mengajarkan kasih,
kebaikan, kemurahan, kesabaran, pengertian, dan sifat-sifat lain yang harus berkembang sebagai
buah Roh, ia memiliki suatu sumber yang kaya akan bahan pelajaran.
Di samping itu, ia harus memilih pembimbing-pembimbing awam yang telah memiliki sifat-sifat tadi
dan buah Roh. Pengajaran dalam bidang ini kemudian dapat ditambah dengan artikel-artikel dan
buku- buku yang menekankan unsur saling memperhatikan dalam Tubuh Kristus.
Seorang pendeta juga tahu bagaimana melatih pembimbing untuk memberikan arah dalam lingkup
bimbingan. Ia akan mengajarkan kepada para pembimbing apa yang harus diajarkan, yaitu
bagaimana caranya hidup dalam kehidupan Kristen. Ia akan mengajar mereka untuk menerapkan
secara pribadi pengajaran firman Allah yang sama yang diajarkannya dari mimbar; bagaimana
menjalani kehidupan Kristen dengan menerima kasih Allah, mempercayai-Nya, dan menaati-Nya.
Bagian V
Tugas Konseling Dalam Gereja
A. Arti Konseling
Konseling dapat diartikan sebagai: perundingan, diskusi, nasehat, pendapat, masalah yang tangani
untuk dicari penyelesaian yang tepat dan tuntas, tujuan-tujuan dan kebijaksanaan. Tugas konseling
di gereja juga sama prinsipnya, yakni sbagai upaya perundingan, pemberian nasehat, pertimbangan
dan kebijaksanaan yang membawa pembaharuan hidup — iman, pikiran, sikap dan tingkah laku.
Konseling dapat dilakukan untuk membantu mereka yang sedang mengalami permasalahan hidup
(kuratif). Ada masalah keluarga, masalah studi, masalah keuangan, pekerjaan dan masalah nilai
budaya. Bisa pula konseling diberikan bagi mereka yang belum mendapat masalah berat (preventif).
Misalnya, konseling untuk kaum muda sebelum memasuki pernikahan, atau konseling untuk
keluarga-keluarga muda sebelum dibebani oleh berbagai masalah rumah tangga.
Bagian VI
Prosedur Bimbingan dan Konseling Secara Umum
Sebagai sebuah layanan profesional, layanan bimbingan dan konseling tidak dapat dilakukan secara
sembarangan, namun harus dilakukan secara tertib berdasarkan prosedur tertentu, yang secara
umum terdiri dari enam tahapan sebagai, yaitu:
A. Identifikasi kasus
Identifikasi kasus merupakan langkah awal untuk menemukan peserta didik yang diduga
memerlukan layanan bimbingan dan konseling. Robinson (Abin Syamsuddin Makmun, 2003)
memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi peserta didik yang
diduga mebutuhkan layanan bimbingan dan konseling, yakni :
1.Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua peserta didik secara
bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan peserta didik yang benar-benar
membutuhkan layanan konseling.
2.Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak
terjadi jurang pemisah antara guru pembimbing dengan peserta didik. Hal ini dapat dilaksanakan
melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja,
misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
3.Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran
peserta didik akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan peserta
didik yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil
pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
4.Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta didik, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan
jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi peserta didik.
5.Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan peserta didik yang diduga
mengalami kesulitan penyesuaian sosial.
B. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang
dihadapi peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan peserta didik dapat
berkenaan dengan aspek : (1) substansial – material; (2) struktural – fungsional; (3) behavioral; dan
atau (4) personality.
Untuk mengidentifikasi kasus dan masalah peserta didik, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu
instrumen untuk melacak masalah peserta didik, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah
(AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk menemukan kasus dan mendeteksi lokasi kesulitan
yang dihadapi peserta didik, seputar aspek : (1) jasmani dan kesehatan; (2) diri pribadi; (3) hubungan
sosial; (4) ekonomi dan keuangan; (5) karier dan pekerjaan; (6) pendidikan dan pelajaran; (7) agama,
nilai dan moral; (8) hubungan muda-mudi; (9) keadaan dan hubungan keluarga; dan (10) waktu
senggang.
C. Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi
timbulnya masalah peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor penyebab
kegagalan belajar peserta didik, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H.
Burton membagi ke dalam dua faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan
belajar peserta didik, yaitu : (1) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri peserta didik
itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap
serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (2) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan
sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
D. Prognosis
Langkah ini dilakukan untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami peserta didik masih
mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan
dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses
mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus,
dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang dihadapi siswa untuk diminta
bekerja sama guna membantu menangani kasus - kasus yang dihadapi.
E. Treatment
Langkah ini merupakan upaya untuk melaksanakan perbaikan atau penyembuhan atas masalah yang
dihadapi klien, berdasarkan pada keputusan yang diambil dalam langkah prognosis. Jika jenis dan
sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih
berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru pembimbing atau konselor, maka pemberian
bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri (intervensi
langsung), melalui berbagai pendekatan layanan yang tersedia, baik yang bersifat direktif, non
direktif maupun eklektik yang mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut.
Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih
luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing/konselor sebatas hanya membuat
rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten (referal atau alih tangan kasus).
Bagian VII
Proses Konseling Kristen
Keluhan yang sering diterima seorang konselor dari klien pada umumnya adalah rasa kecewa, putus
asa, kekhawatiran, dan ketakutan yang disebabkan oleh suatu hal yang sangat mengganggu
kehidupan kliennya.
Menanggapi hal tersebut konselor tidak boleh langsung menyarankan pada kliennya untuk membaca
Alkitab dan berdoa serta menyerahkan semua permasalahannya kepada Tuhan. Bagi orang Kristen
semua permasalahan memang berasal dari dosa kita dan satu-satunya jalan keluar adalah dengan
beriman kepada Kristus. Sebenarnya yang menjadi sumber dari permasalahan hidup orang Kristen
adalah iman atau kepercayaan yang salah, pandangan yang tidak tepat serta tidak Alkitabiah bahkan
berlawanan dengan iman yang Alkitabiah.
Dengan mengubah beberapa bagian dari bagan yang diberikan Lawrence J. Crabb Jr., (Basic
Principles of Christian Counseling, 1975) penulis menggambarkan proses konseling Kristen sebagai
berikut:
1. Perasaan Negatif
Situasi Negatif
|
2. Perbuatan Negatif
|
3. Iman Negatif
(Misbelief)
|
|
6. Perasaan Positif
|
|
5. Perbuatan Positif
|
4. Iman Positif
|
|
|
Pengajaran Alkitab dan
|____________________
Bimbingan Roh Kudus
____________________|
1.Konselor mendengarkan dan menanyakan keluhan-keluhan konsele yang biasa dinyatakan melalui
perasaan dan situasi negatifnya. Meskipun tidak selalu, namun perasaan seorang bisa menjadi
negatif karena kelakuan yang negatif (perbuatan dosa).
2.Konselor kemudian menanyakan dan menyelidiki bersama konsele, perbuatan-perbuatan negatif
apa saja yang telah diperbuat konsele. Perbuatan-perbuatan dosa dengan perasaan yang negatif
sering disebabkan oleh pikiran dan kepercayaan (iman) yang negatif.
3.Konselor mencari penyebab atas perbuatan dan perasaan negatif konsele dengan melihat (mencari
dan memperkirakan) pikiran, pandangan, pendapat, iman konsele -- yang salah, yang negatif, dan
berdosa (misbelief). Langkah ini merupakan hal yang terpenting sebelum melangkah kepada
terapinya. Beberapa bahan untuk didiskusikan dengan konsele antara lain mengenai latar belakang
kehidupannya, keluarganya, hubungan dengan keluarganya, pengalamannya di masa lalu,
pandangan atau sikap atau filsafat keluarganya maupun dirinya sendiri.
4.Setelah mengetahui iman atau kepercayaan yang salah, kita memperlihatkan dan mengajarkan
kepada konsele iman atau kepercayaan yang benar dan yang Alkitabiah. Misbelief yang tampak pada
langkah ketiga ini mungkin disebabkan oleh:
a.Konsele tidak mengetahui iman atau pandangan yang benar sehingga konselor wajib mengajarkan
iman dan pandangan yang benar.
b.Konsele mengetahui iman yang benar tetapi tidak yakin dengan kebenarannya. Ia tidak yakin
bahwa cara hidup yang diajarkan oleh Alkitab ialah cara hidup yang paling baik sehingga kita harus
berusaha untuk menerangkan dan meyakinkannya lagi dan tetap berharap kepada Roh Kudus untuk
meyakinkan konsele itu.
c.Konsele sesungguhnya mengetahui dan yakin akan kebenaran iman yang benar, tetapi ia sengaja
memilih kepercayaan yang salah. Dalam hal ini yang harus dilakukan oleh konselor adalah
memberikan pilihan kepada konsele yaitu iman yang benar dan melakukan perbuatan yang benar
atau ia sama sekali menolak dan tetap hidup dalam dosa dengan segala masalah yang menyertai
penolakannya.
5.Apabila konsele rela hidup sesuai dengan Alkitab dan beriman benar, maka konselor bersama
konsele membuat rencana untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang benar berdasarkan iman
yang benar yang harus dilakukan konsele.
6.Jika langkah yang kelima sudah dilakukan maka timbullah perasaan yang benar dan positif. Situasi
mungkin saja membaik tetapi mungkin juga tidak bila diakibatkan oleh perbuatan orang lain.
Proses konseling seperti ini berlaku terutama untuk konseling terhadap masalah-masalah hidup
tetapi dapat juga diterapkan untuk konseling karena musibah terutama karena perbuatan-perbuatan
negatif.
Tujuan utama proses konseling ini adalah secara radikal mengubah pola hidup dan tingkah laku
seseorang yang bersifat dosa bukan mengganti perasaan yang negatif menjadi positif karena
perubahan perasaan tidak akan bertahan lama bila masalah utamanya tidak diselesaikan dengan
benar.
Proses konseling ini bersifat Kristen sehingga hanya dapat dilakukan oleh seorang konselor Kristen.
Hal ini dikarenakan konselor Kristen sangat mengharapkan keterlibatan Roh Kudus serta segala
tindakannya harus didasarkan pada Alkitab. Ia harus memiliki keyakinan bahwa hidup yang benar
hanya sesuai dengan Firman Allah yang benar.
Contoh dari proses konseling ini adalah seorang istri datang kepada seorang konselor karena ia benci
dan marah terhadap suaminya (ini adalah langkah pertama pada diagram di atas). Konselor
mendengarkan pernyataan istri itu tentang sebab-sebab dan situasi konflik dengan suaminya yaitu
bahwa akhir-akhir ini ia mendapati suaminya sudah tiga kali pergi ke WTS. Karena konselor hanya
berbicara dengan sang istri, maka ia hanya mencurahkan perhatiannya pada perbuatan dan
tanggapan sang istri. Tentunya ia perlu berusaha untuk bertemu juga dengan sang suami dan
melakukan pembicaraan bertiga. Tetapi bila sang suami menolaknya, ia dapat tetap melayani sang
istri.
Setelah mengetahui kebencian dan kemarahan sang istri, konselor tidak boleh langsung melompat
dari langkah pertama ke langkah keenam dengan mengatakan bahwa sebagai orang Kristen kita
tidak boleh membenci dan menyarankan agar istri tersebut segera bertobat dan kembali mengasihi
suaminya. Pernyataan ini tidak akan menyelesaikan masalah.
Konselor sebaiknya menanyakan apa yang dilakukan sang istri setelah mengetahui perbuatan
suaminya. Mungkin sang istri dengan jujur mengakui bahwa ia telah memaki-maki suaminya dengan
kata-kata yang kasar atau bahkan tidak mengajak suaminya berbicara selama satu minggu.
Setelah itu konselor harus masuk pada langkah yang ketiga yaitu menyelidiki, mendiskusikan, dan
mengerti bagaimana konsele menghadapi seluruh peristiwa dalam hidupnya. Konselor berusaha
mencari tahu apa yang menyebabkan ibu tersebut marah-marah kepada suaminya. Hal-hal apa saja
yang membuat ibu tersebut tidak bahagia. Apabila konselor sudah menemukan dan menunjukkan
iman yang salah yang mengakibatkan perbuatan, perasaan salah dan negatif, maka tugas konselor
selanjutnya adalah mengajarkan iman yang benar dan yang Alkitabiah. Konselor dapat mengatakan
bahwa sebenarnya kebahagiaan itu tergantung pada Allah bukan pada suami yang setia. Disinilah
konselor Kristen sepenuhnya bergantung pada karya Roh Kudus untuk meyakinkan konsele.
Langkah keempat adalah membicarakan dan mencari penyebab mengapa suaminya pergi ke WTS.
Lebih baik lagi jika sang suami juga diajak berbicara karena persepsi dari satu pihak saja tidak akan
cukup untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Setelah selesai dengan langkah ini, selanjutnya
konselor bisa mendiskusikan langkah- langkah apa yang sebaiknya dilakukan dan tentu saja harus
sesuai dan berdasarkan pada iman yang positif. Kadang-kadang tindakan yang tepat tidak bisa segera
diperoleh sehingga perlu dilakukan berbagai tindakan yang harus dicari sendiri oleh konsele (langkah
kelima).
Langkah yang terakhir adalah bila iman dan tindakan konsele telah tepat maka perasaan positif akan
datang dengan sendirinya. Dengan demikian sang istri bisa bertahan dan memiliki hidup yang positif
meskipun suaminya mempunyai kebiasaan yang buruk.
Pendalaman materi:
Unjuk Kerja :
Lakukan Bimbingan kepada salah satu rekan terdekat, secara bergantian sesuai dengan Proses atau
prosedur Bimbingan dan Konseling secara Kristen!
Study Kasus:
Setelah Saudara menonton Film Air Mata Doa, Seandainya Saudara sebagai Konselor, apakah
bantuan yang bisa saudara berikan kepada Heri (Kepala Keluarga) dan Mira (Istri Heri) yang selalu
curiga terhadap Heri yang ada main dengan perempuan lain!
Bagian VIII
Persoalan-Persoalan Bimbingan Konseling
dan Penanganannya
B. Karena Krisis
Untuk dapat memberi pertolongan kepada orang yang mengalami krisi, Konselor perlu memahami
krisis dan aspek-aspeknya. Pemahaman ini berpengaruh terhadap pertolongan yang diberikan.
Berdasarkan prosedur umum Bimbingan dan Konseling bahwa sebagai sebuah layanan profesional,
layanan bimbingan dan konseling tidak dapat dilakukan secara sembarangan, namun harus dilakukan
secara tertib berdasarkan prosedur tertentu, pertama-tama harus mengindetifikasi kasus.
Identifikasi kasus merupakan langkah awal untuk menemukan peserta didik yang diduga
memerlukan layanan bimbingan dan konseling.
1. Pengertian Krisis
Salah satu batasan krisis yang diberikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah “keaaan yang
genting; kemelut. Sedangkan genting adalah “bahaya” dan kemelut diberi batasan “keadaan yang
Berbahaya”
Beberapa batasan krisis yang lain menekankan situasi kehidupan atau peristiwa kehidupan yang
berbahaya, walaupun pemberi batasan itu tidak bermaksud mengatakan bahwa situasi seperti itu
adalah suatu krisis. Berikut ini beberapa contoh Krisis menurut Collins adalah “situasi….yang paling
dahsyat dan dengan demikian mengancam keseimbangan psikologis kita” (Collins, 1982, hal. 48).
Sedangkan Kliman, mengatakan bahwa krisis adalah “ peristiwa apa pun di luar diri seseorang yang
mengubah keseimbangan hidupnya” (Kliman, 1986, hal. 199).
Adam memberi batasan krisis sebagai “segala situasi yang kedalamnya Allah telah memimpin
seseorang, yang sekarang atau nanti menuntut tindakan menentukan yang akan membawa akibat-
akibat penting” (Adam, 1979, hal. 10-11). Dalam pandangan teologis ini Allah diperhitungkan. Dalam
situasi itu orangdiharuskan menentukan pilihan yang sangat penting yang pada intinya bersifat
keagamaan atau sebuah pilihan ‘iman” (Gerkin, 1979, hal 32).
Ketika menolong seorang yang mengalami krisis, penting sekali konselor memperhatikan rekasi
orang atas suatu peristiwa yang menimbulkan krisis daripada peristiwa itu sendiri.
Krisis perkembangan berkenaan dengan suatu tuntutan hidup yang sukar dan berbahaya, yang lazim
dialami oleh kebanyakan orang dalam budaya tertentu pada saat tertentu dalam perkembangan
hidupnya. Hal itu dapat juga dikatakan sebagai perasaan tidak berdaya dalam menjalankan tuntutan-
tuntutan perkembangan yang seharusnya diselesaikan pada tingkat hidup tertentu sebelum orang
dapat berhasil menjalankan tuntutan perkembangan berikutnya. Krisis ini biasa, dalam arti krisis itu
terjadi sebagai bagian integral dari suatu proses pertumbuhan. Contoh situasi yang dapat
menimbulkan krisis jenis ini ialah : kelahiran, disapih (lepas susu ibu), latihan ke kamar kecil,
kompleks odepus, ke sekolah, masa remaja, memilih pekerjaan, meninggalkan rumah, meninggalkan
sekolah, pertunangan, penyesuaian diri dalam pernikahan, kehamilan, menjadi orang tua, usia
tengah baya, kehilangan orang tua, mati haid (menopause), pensiun, kematian teman hidup,
kematian teman-teman, kematiannya sendiri. Pengalaman-pengalaman itu adalah saat krisis bagi
orang sejauh hal itu menimbulkan masalah yang tak dapat ditanggulangi secara memuaskan dengan
cara-cara yang pernah digunakan.
Dalam diagram berikut Stone menggambarkan pemisahan itu dan menyebutkan suatu tahap yang
tidak tegas-tegas dinyatakan dalam pendapat Caplan. Menurut Stone perkembangan krisis ialah :
Jadi berbicara mengenai krisis menurut pendapat di atas bukan berbicara mengenai kejadian di luar
diri seseorang, walaupun kejadian seperti itu ada yang menjadi pemicu krisis.
Dalam diagram itu terlihat bahwa perkembangan krisis sejak sebelum terjadi sampai kemungkinan-
kemungkinan akibatnya, yaitu : Pada suatu saat di perjalanan hidupnya, seseorang menyadari
terjadinya atau akan terjadinya suatu peristiwa. Peristiwa itu mungkin peristiwa yang benar-benar
terjadi atau hanya khayalan belaka, mungkin sudah terjadi, mungkin juga dianggap akan terjadi,
mungkin sudah dapat diduga sebelumnya, atau tiba-tiba saja terjadi. Peristiwa yang jelas yang
berpotensi menimbulkan krisis itu adalah peristiwa yang menuntut perubahan persepsi dan
hubungan-hubungan, atau yang menuntut perubahan gaya hidup.
Pada tahap kedua, orang itu memandang peristiwa itu, baik secara rasional atau tidak rasional,
sebagai peristiwa yang membahayakan atau tidak membahayakan. Jika ia memandangnya tidak
membahayakan, maka tidak terjadi masalah. Tetapi, jika ia memandangnya sebagai peristiwa yang
membahayakan, maka ia menyadari akan adanya masalah. Ia mengalami ketidakseimbangan jiwa
karena terancam oleh kemungkinan hilangnya hal-hal yang selama ini memenuhi kebutuhannya dan
menyenangkannya. Ia menyadari adanya ancaman terhadap keutuhannya sebagai pribadi.
Selanjutnya, orang itu lalu mengerahkan segala daya dan cara yang telah dimilikinya untuk
menanggulangi ketidakseimbangan itu. Jika ia berhasil dan cara itu sehat, maka berlalulah masalah
itu dan ia kembali dalam keadaan seimbang.
Tetapi, jika hal itu tidak berhasil, maka timbullah krisis itu, yaitu suatu perasaan tak berdaya dalam
menanggulangi ancaman yang datang. Jika cara itu tidak sehat, untuk sementara krisis tidak terjadi,
tetapi lama-kelamaan akan timbul juga. Bisa juga orang itu belum atau tidak berusaha
menanggulangi ancaman dan langsung menyerah, dan krisis itu segera terjadi.
Dengan adanya krisis itu orang mengerahkan daya dan cara yang baru untuk menghadapinya. Jika
cara yang baru itu sehat dan berhasil mengatasi krisis, maka pulihlah keseimbangannya. Krisis itu
bukan saja berlalu, melainkan ia juga mengalami pertumbuhan sebab bertambahnya
perbendaharaan cara dan daya yang dimilinya untuk menghadapi masalah dalam hidupnya. Melaui
rasa tidak aman, gangguan, keterasingan, bahaya, kesepian, kebingungan, kepedihan hati, dan
penderitaan, ia mengalami pertumbuhan pribadi.
Jika ia tidak dapat memecahkan masalah itu dengan segala daya dan upayanya, maka keadaan bisa
menjadi makin parah. Orang itu mungkin menjadi sakit jiwa atau bunuh diri karena menurutnya
itulah satu-satunya cara untuk lari dari krisis sampai tidak terkejar. Mungkin juga ia menggunakan
cara yang tidak sehat untuk menghadapi krisis. Dengan demikian kelihatannya ia berhasil, tetapi
sesungguhnya hanya meredakan situasi untuk sementara. Lambat atau cepat krisis akan muncul
kembali dan terasa semakin parah. Jika pada akhirnya, situasinya masih juga tidak dapat diatasi,
akibatnya ialah sakit jiwa atau bunuh diri.
Apakah perubahan hidup akan menjadi krisis atau tidak dan apakah krisis itu terselesaikan atau tidak
ditentukan juga oleh kondisi orang yang mengalaminya. Menurut Wright, orang yang mudah kena
krisis dan sulit menghadapi krisis memiliki delapan ciri. Yang pertama, mereka kewalahan terhadap
krisis karena sebelum krisis memang emosinya lemah; daya psikologis tidak cukup kuat untuk
menghadapi kesulitan-kesulitan hidup secara tegar sehingga mudah bingung, khawatir, takut,
menyerah, dan putus asa. Yang kedua, mereka yang keadaan fisiknya lemah/ sakit-sakitan. Ini
berkaitan dengan keadaan psikologis yang lemah. Fisik yang lemah dapat menimbulkan kelemahan
psikologis dapat menyebabkan kelemahan fisik.
Ciri yang ketiga ialah, mereka yang menyangkal realitas atau kenyataan. Realitas atau kenyataan
pemicu krisis itu ada yang tidak dapat diatasi dan semuanya pasti tidak dapat langsung diatasi. Jadi
diperlukan penerimaan sementara atau bahkan selamanya agar tidak terjadi krisis. Makin sulit orang
menerima kenyataan, makin rentan orang terhadap krisis. Dan yang keempat, mereka yang suka
tergesa-gesa atau sebaliknya, mengulur-ulur waktu. Yang suka tergesa-gesa, berhubungan dengan
ciri butir tiga. Ia tidak sabar untuk menerima kenyataan itu sementara dan akan mempermudah
terjadinya krisis. Yang suka mengulur-ulur pun dapat mempermudah krisis, yaitu karena ia menunda-
nunda menyelesaikan masalah atau mencari pertolongan. Berupaya sendiri menyelesaikan masalah
memang baik, tetapi akan menjadi buruk bila ia tidak mampu dan terlambat mendapat bantuan.
Berikutnya ialah mereka yang bergumul dengan rasa bersalah secara berlebihan. Bila peristiwa
pemicu krisis itu menimbulkan rasa bersalah yang berlebihan dan sulit dihilangkan, maka ia akan
mudah mengalami krisis. Di sini penyebabnya adalah rasa bersalah itu. Ciri yang keenam, mereka
yang suka menyalahkan orang lain. Ia kurang mampu bertanggung jawab atas peristiwa-peristiwa
yang terjadi dalam kehidupannya sehingga selalu mencari penyebabnya pada orang lain sehingga ia
tidak bisa proaktif menanggulangi peristiwa-peristiwa pemicu krisis. Akibatnya kemampuan baru
untuk menghadapi peristiwa itu terhambat munculnya dan krisis mudah dialami.
Dua ciri yang terakhir, ialah mereka yang cenderung terlalu bergantung pada orang lain atau terlalu
mandiri. Mereka yang terlalu bergantung kepada orang lain, selalu ingin orang lain menghadapi
masalahnya sehingga tidak akan punya kemampuan baru untuk menghadapi peristiwa pemicu krisis.
Sebaliknya, orang yang terlalu mandiri tidak merasa perlu pertolongan sementara atau dukungan
untuk menghadapi peristiwa pemicu krisis. Dengan kedua kecenderungan ini orang mudah terkena
krisis. Dan akhirnya, mereka yang kurang percaya akan kedaulatan dan pemeliharaan Allah. Orang
yang tidak percaya bahwa Allah selalu baik dan selalu punya maksud-maksud baik terhadapnya,
setia, tidak pernah berkhianat akan mudah memiliki penafsiran negatif terhadap peristiwa-peristiwa
buruk yang dialaminya. Padanya mudah timbul perasaan-perasaan krisis. Sebaliknya; orang yang
berkepercayaan teguh bahwa Allah yang selalu baik itu berdaulat atas segala peristiwa dan
memelihara anak-anakNya melewati segala peristiwa akan dapat menghadapi peristiwa buruk dalam
kehidupannya.
Kesimpulan:
Krisis? Tergantung : kepribadian, pengalaman, dan lingkungan sekitar. Kendati demikian
semua orang tidak bebas dari krisis. Ada bermacam-macam cara menghadapi krisis. Ada orang yang
tidak suka menyerah (dengan daya dan penanggulangan) krisis. Ada yang menghindari dengan
bunuh diri atau ada yang ingin menyelesaikan krisis dengan cara yang salah.
DAFTAR RUJUKAN
AACE. (2003). Competencies in Assessment and Evaluation for School Counselor.
http://aace.ncat.edu
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor.
Naskah Akademik ABKIN (dalam proses finalisasi).
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2005). Standar Kompetensi Konselor Indonesia.
Bandung: ABKIN
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Bandura, A. (Ed.). (1995). Self-Efficacy in Changing Soceties. Cambridge, UK: Cambridge University
Press.
BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Balitbang Diknas. (2006). Panduan Pengembangan Diri: Pedoman
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Draft. Jakarta: BSNP dan PUSBANGKURANDIK,
Depsiknas.
Browers, Judy L. & Hatch, Patricia A. (2002). The National Model for School Counseling Programs.
ASCA (American School Counselor Association).
Bimbingan dan Konseling Indonesia Nomor 01/Peng/PB-ABKIN/2007 bahwa Tenaga Profesional yang
melaksanakan pelayanan professional Bimbingan dan Konseling disebut Konselor dan minimal
berkualifikasi S1 Bimbingan dan Konseling.
Cobia, Debra C. & Henderson, Donna A. (2003). Handbook of School Counseling. New Jersey, Merrill
Prentice Hall
Corey, G. (2001). The Art of Integrative Counseling. Belomont, CA: Brooks/Cole.
Comm, J.Nancy. (1992). Adolescence. California : Myfield Publishing Company.
Depdiknas. (2003). Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Puskur Balitbang.
Depdiknas, (2005), Permen RI nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Depdiknas, 2006), Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi,
Depdiknas, (2006), Permendiknas no 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan SI dan SKL,
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi. (2003).
Dasar Standardisasi Profesionalisasi Konselor. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga
Kepen-didikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas, 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta : Bagian Proyek Peningkatan Tenaga
Akdemik Dirjen Dikti
Engels, D.W dan J.D. Dameron, (Eds). (2005). The Professional Counselor Competencies:
Performance Guidelines and Assessment. Alexandria, VA: AACD.
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 22 tentang Standar Isi. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 23 tentang Standar Kompetensi
Lulusan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Michigan School Counselor Association. (2005). The Michigan Comprehensive Guidance and
Counseling Program.
Muro, James J. & Kottman, Terry. (1995). Guidance and Counseling in The Elementary and Middle
Schools. Madison : Brown & Benchmark.
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Pikunas, Lustin. (1976). Human Development. Tokyo : McGraw-Hill Kogakusha,Ltd.
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. (2003). Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling.
Jakarta : Balitbang Depdiknas.
Sunaryo Kartadinata, dkk. (2003). Pengembangan Perangkat Lunak Analisis Tugas Perkembangan
Peserta didik dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pelayanan dan Manajemen Bimbingan dan
Konseling di Sekolah/Madrasahdrasah (Laporan Riset Unggulan Terpadu VIII). Jakarta : Kementrian
Riset dan Teknologi RI, LIPI.
Syamsu Yusuf L.N. (2005). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasah. Bandung : CV
Bani Qureys.
——–. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosda Karya.
——–.dan Juntika N. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Stoner, James A. (1987). Management. London : Prentice-Hall International Inc.
Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen
Wagner William G. (1996). “Optimal Development in Adolescence : What Is It and How Can It be
Encouraged”? The Counseling Psychologist. Vol 24 No. 3 July’96.
Woolfolk, Anita E. 1995. Educational Psychology. Boston : Allyn & Bacon.
Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas
I. Djumhar dan Moh. Surya. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance & Counseling).
Bandung : CV Ilmu.
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. Cetakan ke dua.
Winkel, W.S,.2005. Bimbingan dan Konseling di Intitusi Pendidikan, Edisi Revisi. Jakart a: Gramedia
LAMPIRAN:
Lampiran 1:
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Bimbingan dan Konseling sangat penting di sekolah manapun. Dengan Bimbingan dan Konseling ini
akan tercipta keserasian hubungan antara siswa dengan guru.
1.2.Tujuan Pembahasan
a.Fungsi Bimbingan dan Konseling
b.Tujuan Bimbingan dan Konseling
c.Asas-asas Bimbingan dan Konseling
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Fungsi Bimbingan dan Konseling
Ditinjau dari segi sifatnya, layanan Bimbingan dan Konseling dapat berfungsi sebagai :
a.Fungsi Pencegahan (preventif)
Layanan Bimbingan dan Konseling dapat berfungsi pencegahan artinya : merupakan usaha
pencegahan terhadap timbulnya masalah. Dalam fungsi pencegahan ini layanan yang diberikan
berupa bantuan bagi para siswa agar terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat
perkembangannya. Kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat berupa program orientasi, program
bimbingan karier, inventarisasi data, dan sebagainya.
b.Fungsi pemahaman
Fungsi pemahaman yang dimaksud yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling yang akan menghasilkan
pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan keperluan pengembangan
siswa pemahaman ini mencakup :
1)Pemahaman tentang diri siswa, terutama oleh siswa sendiri, orangtua, guru, dan guru
pembimbing.
2)Pemahaman tentang lingkungan siswa (termasuk di dalam lingkungan keluarga dan sekolah)
terutama oleh siswa sendiri, orangtua, guru, dan guru pembimbing.
3)Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (terutama di dalamnya informasi pendidikan,
jabatan/pekerjaan dan/atau karier dan informasi budaya/nilai-nilai terutama oleh siswa.
c.Fungsi Perbaikan
Walaupun fungsi pencegahan dan pemahaman telah dilakukan, namun mungkin saja siswa masih
menghadapi masalah-masalah tertentu. Disinilah fungsi perbaikan itu berperan, yaitu fungsi
Bimbingan dan Konselingyang akan menghasilkan terpecahnya atau teratasinya berbagai
permasalahan yang dialami siswa.
d.Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan
Fungsi ini berarti bahwa layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan dapat membantu para
siswa dalam memelihara dan mengembangkan keseluruhan pribadinya secara mantap, terarah, dan
berkelanjutan. Dalam fungsi ini hal-halyang dipandang positif agar tetap baik dan mantap. Dengan
demikian, siswa dapat memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan kondisi yang positif
dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
2.2.Tujuan Bimbingan dan Konseling
a.Tujuan Umum
Tujuan umum dari layanan Bimbingan dan Konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan
sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Tahun 1989
(UU No. 2/1989), yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnyayang cerdas, yang beriman, dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Depdikbud, 1994 : 5).
b.Tujuan Khusus
Secara khusus layanan Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat
mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karier.
Bimbingan pribadi – sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi –
sosial dalam mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri, dan bertanggung-jawab. Bimbingan belajar
dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan karier
dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerjayang produktif.
1.Dalam aspek tugas perkembangan pribadi – sosial layanan Bimbingan dan Konseling membantu
siswa agar :
a)Memiliki kesadaran diri, yaitu menggambarkan penampilan dan mengenal kekhususan yang ada
pada dirinya.
b)Dapat mengembangkan sikap positif, seperti menggambarkan orang-orang yang mereka senangi.
c)Membuat pilihan secara sehat
d)Mampu menghargai orang lain
e)Memiliki rasa tanggung jawab
f)Mengembangkan ketrampilan hubungan antar pribadi
g)Dapat menyelesaikan konflik
h)Dapat membuat keputusan secara efektif
2.Dalam aspek tugas perkembangan belajar, layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa agar
:
a)Dapat melaksanakan ketrampilan atau belajar secara efektif
b)Dapat menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan
c)Mampu belajar secara efektif
d)Memiliki ketrampilan dan kemampuan dalam menghadapi evaluasi/ujian
3.Dalam aspek tugas perkembangan karier, layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa
agar :
a)Mampu membentuk identitas karier, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan di dalam
lingkungan kerja
b)Mampu merencanakan masa depan
c)Dapat membentuk pola-pola karier, yaitu kecenderungan arah karier
d)Mengenal ketrampilan, kemampuan dan minat
2.3.Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Dalam menyelenggarakan layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah hendaknya selalu mengacu
ada asas-asas Bimbingan dan Konseling dan diterapkan sesuai dengan asas-asas Bimbingan dan
Konseling.
Untuk mendapatkan wawasan yang memadai mengenai asas-asas pokok Bimbingan dan Konseling
dijelaskan sebagai berikut :
a.Asas Kerahasiaan
Secara khusus usaha layanan Bimbingan dan Konseling adalah melayani individu-individu yang
bermasalah. Masih banyak orang yang beranggapan bahwa mengalami masalah merupakan suatu
aib yang harus ditutup-tutupi sehingga tidak seorang pun (selain diri sendiri) boleh tahu akan adanya
masalah itu. Keadaan seperti ini sangat menghambat pemanfaatan layanan bimbingan oleh
masyarakat
Pustaka
I. Djumhar dan Moh. Surya. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance & Counseling).
Bandung : CV Ilmu.
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. Cetakan ke dua.
Winkel, W.S,.2005. Bimbingan dan Konseling di Intitusi Pendidikan, Edisi Revisi. Jakart a: Gramedia
Lampiran 2:
Lampiran 3:
TEORI CLIENT CENTERED COUNCELING DAN ANALISIS TEORI DALAM PENERAPANNYA DI DUNIA
PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Untuk memfokuskan isi pembahasan dalam makalah ini, maka dibuatlah sebuah rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan bimbingan dan konseling?
2. Apa yang dimaksud dengan client centered counseling?
C. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan Konseling Anak Berkebutuhan Khusus
2. Mengetahui konsep dasar bimbingan dan konseling
3. Mengetahui lebih dalam teori-teori konseling khususnya client centered counseling
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode kepustakaan dengan telaah
pada buku-buku aau sumber lain yang dapat dijadikan sumber atau referensi serta memiliki
ketersambungan atau keterkaitan materi dengan kajian atau pokok bahasan dalam makalah ini.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembacadalam menganalisa atau menelaah makalah ini, maka penyusun
menyajikan sebuah gambaran isi menenai pokok-pokok pembahasan makalah ini melalui sisematika
penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Penulisan
BAB II KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
B. Tujuan, Fungsi, Asas dan Prinsip Bimbingan dan konseling
C. Klasifikasi Bimbingan dan Konseling
D. Teori-teori Bimbingan dan Konseling
BAB III CLIENT CENTERED CONSELING
A. Konsep Dasar Client Centered Counseling
B. Ciri-ciri Client Centered Counseling
C. Tujuan Client Centered Counseling
D. Proses dan Prosedur Client Centered Counseling
E. Kritik dan Kontribusi Client Centered Counseling
BAB IV ANALISIS TEORI TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN LUAR BIASA
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, layanan berasal dari kata .layan
yang kata kerjanya adalah melayani yang mempunyai arti membantu
menyiapkan (mengurus) apa-apa yang diperlukan seseorang; meladeni,
menerima (menyambut) ajakan (tantangan, serangan, dsb). Layanan perihal
atau cara melayani, meladeni. Sedangkan pengertian Bimbingan secara
harfiyyah .Bimbingan. adalah .menunjukkan, memberi jalan, atau menuntun.
orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini, dan
masa mendatang.
Namun, meskipun demikian tidak berarti semua bentuk bantuan atau tuntutan
adalah Bimbingan. Bimbingan yang terdapat dalam sebuah institut
merupakan Bimbingan yang bersifat moril, yaitu di mana seorang guru dapat
memotivasi siswanya agar lebih semangat dalam belajar. Bukan bersifat
materil. Misalnya kalau ada siswa yang belum bayaran lalu ia datang kepada
guru dan guru memberikan siswa tersebut uang, tentu saja bantuan ini bukan
bentuk bantuan yang dimaksudkan dengan pengertian Bimbingan.
Pengertian Bimbingan secara terminologi, menurut Crow & Crow (1960),
yang dikutip oleh Prayitno dan Erman Amti Bimbingan diartikan sebagai,
.Bantuan yang diberikan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, yang
memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-
individu setiap usia dalam membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri,
mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri
dan memikul bebannya sendiri..
Menurut Dewa Ketut Sukardi, yang mengutip dari Pepinsky and Pepinsky
(1954), Konseling adalah .proses interaksi: (a). terjadi antara dua orang
individu yang disebut konselor dan klien, (b). terjadi dalam situasi yang
bersifat pribadi (profesional), (c). diciptakan dan dibina sebagai salah satu
cara untuk memudahkan terjadinya perubahan-perubahan tingkah laku klien,
sehingga ia memperoleh keputusan yang memuaskan kebutuhannya..
Jika dilihat dari pendapat para ahli yang dijelaskan di atas, nampak saling
melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Sehingga dari penjelasan di
atas dapat diambil kesimpulan bahwa Konseling adalah proses bantuan yang
diberikan oleh konselor kepada klien agar klien tersebut dapat memahami dan
mengarahkan hidupnya sesuai dengan tujuannya.
Sedangkan Bimbingan itu kebih luas, dan Konseling merupakan alat yang
paling penting dari usaha pelayanan Bimbingan. Pendapat yang sama juga
dijelaskan oleh Nana Syaodih Sukmadinata yang menjelaskan bahwa,
Konseling merupakan salah satu teknik layanan dalam Bimbingan, tetapi
karena peranannya yang sangat penting, Konseling disejajarkan dengan
Bimbingan. Konseling merupakan teknik Bimbingan yang bersifat
terapeutik karena yang menjadi sasarannya bukan perubahan tingkah laku,
tetapi hal yang lebih mendasar dari itu, yaitu perubahan sikap. Dengan
demikian sesungguhnya Konseling merupakan suatu upaya untuk mengubah
pola hidup seseorang. Untuk mengubah pola hidup seseorang tidak bisa
hanya dengan teknik-teknik Bimbingan yang bersifat informatif, tetapi perlu
teknik yang bersifat terapeutik atau penyembuhan.
Di dalam suatu kegiatan baik itu formal maupun non formal pasti akan ada
tujuannya. Begitu juga dengan Bimbingan dan Konseling. Tujuan dari
Bimbingan dan Konseling yaitu: Menurut Tohirin, tujuan Bimbingan dan
Konseling yaitu: memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap diri klien,
mengarahkan diri klien sesuai dengan potensi yang dimilikinya, mampu
memecahkan sendiri masalah yang dihadapi klien, dapat menyesuaikan diri
secara lebih efektif baik terhadap dirinya sendiri maupun lingkungannya
sehingga memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya.
Dari pendapat para ahli jelaslah bahwa, tujuan dari Bimbingan dan
Konseling semuanya mengarahkan kepada peserta didik agar peserta didik
lebih memahami dirinya sendiri baik dari kekurangannya maupun
kelebihannya. Dan juga, membantu peserta didik untuk berani mengambil
sendiri keputusan yang baik (sesuai dengan bakat, kemampuan dan minat)
untuk dirinya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi dari Bimbingan dan
Konseling selain sebagai pemahaman untuk dirinya sendiri (peserta didik)
maupun lingkungannya, fungsi dari Bimbingan dan Konseling juga sebagai
penyembuh (perbaikan) bagi peserta didik yang mengalami kesulitan ketika
mendapatkan suatu permasalahan yang sulit untuk dipecahkan yang
menyebabkan peserta didik itu pesimis dan rendah diri.
E. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling
a. Bimbingan belajar diberikan kepada semua siswa. Semua siswa baik yang
pandai, cukup, ataupun kurang.
Dari pendapat di atas, penulis setuju dengan pendapat dari Kartini Kartono,
yang menjelaskan bahwa bahwa setiap orang adalah berharga, dengan
adanya prinsip seperti itu, maka peserta didik merasa bahwa dirinya dihargai
oleh orang lain. Sehingga peserta didik akan lebih bersemangat (optimis)
dalam menghadapi masalah baik di sekolah maupun di luar sekolah. Selain
itu juga, peserta didik juga akan menganggap bahwa dirinya tidak dibeda-
bedakan dari peserta didik yang lain karena ia mempunyai pendapat bahwa
dirinya mempunyai kelebihan dibandingkan orang lain.
1) Bimbingan kelompok
1. Pendekatan Direktif.
2. Pendekatan Non-Direktif.
1) Pendekatan Direktif.
Pendekatan ini dikenal juga sebagai layanan Bimbingan yang bersifat Client-
Centered. Sifat tersebut menunjukkan bahwa pihak terbimbing diberikan
peranan utama dalam bidang interaksi layanan Bimbingan. Ciri-ciri hubungan
non-direktif:
c. Pelayanan Penempatan
d. Pelayanan Pengajaran
e. Pelayanan penyuluhan
c. Pelayanan Penempatan
d. Pelayanan Pengajaran
e. Pelayanan penyuluhan