Anda di halaman 1dari 72

 

MATERI BIMBINGAN DAN KONSELING DISMK


 
MEMILIH JENIS PEKERJAAN SESUAI DENGAN TIPE DIRI
 
Materi ini menguraikan tentang berbagai jenis minat dan tipe diri seseorangdihubungkan dengan jenis-jenis
pekerjaan. Materi ini penting dipahami untukmengetahui bagaimana minat dan tipe diri kita apakah sesuai
dengan jenispekerjaan yang kita harapkan atau penting bagi kita untuk menentukan jenis
pekerjaan yang sesuai dengan minat dan tipe diri kita. Selamat membaca …. !
 
Dambaan banyak orang mendapatkan pekerjaan ideal yang membuat pelakunyamerasa nyaman dan
bersemangat menjalaninya, tidak sekedar berangkat kerja,menyelesaikan tugas, dan menunggu tanggal gajian
datang. Untuk mendapatkanpekerjaan seperti ini, sebaiknya Anda mempersiapkan diri sejak awal Anda
memilih jurusan ketika kuliah. Namun jika Anda sudah terlanjur memilihsatu jurusan
pendidikan,tetapi susah mendapat kerja yang sesuai dengan pendidikan Anda tersebut, Anda bisamemutar
haluan dengan membidik jenis pekerjaan lain yang disesuaikan dengan minatatau tipe Anda.Pada banyak
kasus, orang yang bekerja di bidang yang sesuai dengan tipe diriumumnya lebih sukses menjalani karirnya
dibandingkan dengan yang tidak. Pasalnya,kesesuaian tersebut akan membuat orang lebih mencintai
pekerjaannya untuk bekerjalebih giat. Untuk itu, mulailah menggali potensi untuk menemukan minat dan tipe
yangada di dalam diri Anda.
 
1. Memilih Jenis Pekerjaan Sesuai dengan Minat
 
Sedikitnya ada tiga pilihan dasar minat pada diri manusia sesuai dengan pilihanpekerjaan..
 
a. Minat pada Ide
 
Jika Anda termasuk orang yang selalu ingin tahu, kreatif, atau senang mengeksploitasiide-ide baru, bidang
pekerjaan yang bisa membuat Anda yang memiliki minat padabidang ini bisa melamar pekerjaan di bidang
penulisan, sains, pengobatan, atau bidangartistik seperti desain interior.
 
b. Minat pada OrangJika Anda termasuk orang yang senang bertemu dengan orang baru, mudah bergauldan
beradaptasi, senang bepergian ke tempat baru, serta berjiwa sosial tinggi,dipastikan Anda tidak akan betah
bekerja di dalam kantor serta berkutat dengankomputer dan dokumen-dokumen. Jenis pekerjaan yang bisa
Anda pilih adalahpekerjaan yang mengingkinkan Anda bertemu dengan banyak orang setiap hari,misalnya
marketing atau konsultan.
 
c. Minat pada Benda
 
Jika Anda termasuk orang yang teratur, rapi, dan senang mengerjakan sesuatu denganterencana, tetapi tidak
begitu senang bertemu dengan orang, dipastikan Anda akancocok bekerja di bidang pekerjaan yang
memerlukan ketelitian tinggi dan sesuai
 
dengan minat ini adalah pekerjaan di belakang meja, seperti administasi, akutansi, ataukeuangan.
 
Setelah Anda merasa cocok dengan salah satu minat di atas, mulailah membuat daftar jenis pekerjaan
yang sesuai. Perlu diingat, sebaiknya jangan hanya menetapkan satu jenis pekerjaan yang
Anda inginkan, sehingga jika Anda gagal di satu bidang, Andamasih memiliki alternatif bidang
pekerjaan lain. Setelah itu, segeralah mencarilowongan, membuat lamaran kerja, curriculum vitae, resume,
dan segeramengirimkannya ke perpustakaan yang dituju.
 
2. Memilih Jenis Pekerjaan Sesuai dengan Tipe Diri
 
John Holland membagi tipe manusia dibedakan menjadi enam kepribadian.
 
a. Tipe Realistis
 
Orang yang bertipe realistis cenderung memiliki keahlian bekerja dengan mesin atauperalatan mekanik, serta
umumnya menghindari pekerjaan yang berhubungan aktivitassosial seperti mengajar, penyembuhan, atau
penyuluhan. Biasanya orang dengan tipeini menilai diri sebagai pribadi yang praktis, mekanis, dan realistis.
Jika Anda termasukdalam tipe ini, bekerja sebagai engineer atau pilot bisa menjadi pilihan.
 
b. Tipe Inverstigatif
 
Tipe invertigatif merupakan tipe orang yang gema dan pandai dalam memecahkanmasalah, tetapi umumnya
menghindari pekerjaan yang sifatnya memimpin, menjualgagasan, atau mempengaruhi orang. Biasanya,
orang dengan tipe ini menilai dirinyasebagai pribadi yang presisi, scientific, dan intelektual. Jika Anda
termasuk tipe ini,bekerja sebagai ahli kimia, dokter gigi, psikiater atau psikolog dan ahli matematika
bisamenjadi pilihan.
 
c. Tipe Artistik
 
Suka melakukan aktivitas seni, drama, keterampilan tangan, menulis sastra, tetapimenghindari aktivitas yang
rutin, berulang, atau pekerjaan yang sifatnya highly orderedmerupakan ciri orang yang bertipe diri artistik.
Biasanya, orang dengan tipe ini menilaidiri sebagai pribadi yang ekspresif, orisinal, dan independen. Jika
Anda termasuk tipeini, bekerja sebagai desainer pakaian, penari, kompuser, editor buku, dan desain grafisbisa
menjadi pilihan.
 
d. Tipe Sosial
 
Tipe ini merupakan kebalikan dari tipe realistik. Orang dengan tipe sosial cenderungsuka menolong sesama,
serta pandai melakukan kegiatan seperti mengajar,menyembuhkan, menyuluh, merawat, atau memberi
infomrasi, tetapi menghindaripekerjaan yang berhubungan dengan mesin dan peralatan mekanik. Biasanya,
orangdengan tipe ini, bekerja sebagai guru, penari, konselor, perawat, atau pekerja sosial.
 
e. Tipe UsahawanTipe ini berlawanan dengan tipe investigatif, orang dengan tipe enterprising justru
sukamemimpin, mempengaruhi orang lain, dan menjual gagasan, tetapi menghindaripekerjaan yang
menbutuhkan observasi mendalam dan pemikiran analitis. Tipe inimelihat dirinya sebagai pribadi yang
enerjik, ambisius dan bisa bersosialisasi. Biasanyaorang dengan tipe ini menilai dirinya sebagai pribadi yang
enerjik, ambisius, dan bisabersosialisasi dengan berbagai sales, pengacara, atau hakim bisa menjadi pilihan.
 
 
f. Tipe Konvensional
 
Tipe konvensional merupakan tipe yang terdapat di dalam diri orang yang suka bekerjadengan angka, berkas-
berkas, dan segala pekerjaan yang serba teratur, tetapi
menghindari aktivitas yang tidak terstruktur dan ”tidak jelas”. Biasanya, orang dengan
tipe ini menilai dirinya sebagai pribadi yang enerjik, ambisius, dan bisa bersosialisasidengan berbagai
kalangan. Jika Anda termasuk tipe ini, bekerja sebagai sales,pengacara, atau hakim bisa menjadi pilihan.
 
MERENCANAKAN PEMILIHAN KARIR
 
Pemilihan karir merupakan hal penting dalam pengambilan keputusan karir.Pemilihan karir diperlukan
pemahaman yang utuh tentang potensi diri danperlunya dikembangkan secara optimal dalam pengembangan
karir. Materi iniberisi uraian tentang proses pemilihan karir untuk menemukan dan
mengembangkan potensi diri melalui ”Daur Aktualisasi Diri”.
 
Materi ini penting bagi Anda, terutama sebagai bahan dalam pemilihan karir.
Selamat membaca …. !
 
Dalam proses pemilihan karir, pengenalan diri merupakan hal yang sangat penting.Pengenalan diri mencakup
pengenalan segala potensi sebagai kekuatan, energi, atau kemampuan yang terpendam yang dimilikidan
belum dimanfaatkan secara optimal.Dalam proses pemilihan karir, potensi diri tidak hanya perlu dikenali, tapi
jugadikembangkan agar dapat teraktualisasi secaraoptimal. Diagram berikut menggambarkan strategi untuk
menemukan danmengembangkan potensi diri dengan

Daur Aktualisasi Potensi

:

 
BAB I
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUPTEKNIK KONSELING

A. Lingkup Teknik Konseling


Konseling merupakan pekerjaan profesional seperti halnya guru.Sebagai suatu pekerjaan
profesional menuntut dimilikinyasejumlah kompetensi dan keterampilan tertentu. Selain
itu,konseling juga merupakan suatu proses. Dalam setiap tahapanproses konseling
memerlukan penerapan keterampilan-keterampilan tertentu. Agar proses konseling
dapat berjalansecara lancar dan tujuannya tercapai secara efektif dan efisien,konselor harus
mampu mengimplementasikan keterampilan-keterampilan tertentu yang relevan. Konselor
yang terampiladalah yang mengetahui atau memahami sejumlah keterampilantertentu dan
mampu mengimplementasikannya dalam proseskonseling.Bimbingan dan konseling
merupakan suatu proses. Proses bimbingan dan konseling menempuh tahap-tahap
tertentu.Dalam setiap tahapannya akan menggunakan teknik-tekniktertentu pula.
Konseling merupakan salah satu teknik dalam bimbingan.Ruang lingkup teknik
konseling meliputi kajian teoretis danpraktis mengenai segala kemampuan dan
kesemaptaan konselorhingga mampu melakukan proses konseling yang berhasil
guna.Lingkup teknik konseling meliputi kajian sejumlah asumsimengenai
implikasi teori konseling pada teknik konseling,keterampilan dasar selama proses
konseling, komunikasi verbal
Teknik Konselingdan nonverbal dalam konseling, dan cara-cara dalam
melakukanterapi penyimpangan tingkah laku (abnormalitas), hingga cara-cara
melakukan konseling melalui media elektronik.
Suasana batin konseli selama proses konseling dapat berupa perasaansenang ataupun
sebaliknya yakni perasaan tidak senang. Konselingyang baik, tentunya diupayakan seoptimal
mungkin mencapai derajatkonseling yang menumbuhkan perasaan senang.Suasana Batin
yang Tergolong "Perasaan Senang"Merasa akrab/dekatMerasa antusiasMerasa
bahagiaMerasa bebasMerasa bergairahMerasa bangga hatiMerasa bersukacitaMerasa
cocokMerasa cinta/terpikatMerasa diakui/diterimaMerasa damai/tenteramMerasa tak
janggalMerasa geliMerasa kagumMerasa kerasan/betahMerasa legaMerasa mantapMerasa
nyamanMerasa nikmatMerasa optimisMerasa pantasMerasa puasMerasa penuh
harapanMerasa penuh harga diriMerasa riang/gembiraMerasa rindu/kangenMerasa berterima
kasihMerasa santai/rileksMerasa simpatiMerasa sabarMerasa terlindung/amanMerasa
terhiburMerasa tenang/kalemMerasa terharuMerasa tertarikMerasa tabahMerasa
terpukau/terpanaMerasa terpesonaMerasa tergugah/terlibatMerasa sukaSuasana Batin yang
Tergolong "Perasaan Tidak Senang"Merasa apatisMerasa antipatiMerasa malasMerasa
meranaMerasa asingMerasa benciMerasa bingungMerasa bengongMerasa
bosan/jenuh/jemuMerasa berat hatiMerasa berkabungMerasa berdosa/bersalahMerasa
curigaMerasa cemburuMerasa canggungMerasa diabaikanMerasa dihina/terhinaMerasa
dendamMerasa sebatang karaMerasa kehilanganMerasa kasihan/ibaMerasa dinginMerasa
dioyak-oyakMerasa gugup/grogiMerasa hambar/hampaMerasa hancur/tercacahMerasa
iriMerasa jengkel/mangkelMerasa jera/kapokMerasa khawatir/gelisahMerasa kecewa/
gagalMerasa kikukMerasa kesalMerasa kesepianMerasa tertipuMerasa takut/gentarMerasa
kaget/terhenyakMerasa kecil hati Merasa muak Merasa ngeri/jijikMerasa
pesimis/depresifMerasa tanpa harapanMerasa pasrahMerasa panikMerasa patah hatiMerasa
panas hatiMerasa prihatinMerasa bimbangMerasa risihMerasa minderMerasa sedih/
murungMerasa sakit hati/pedihMerasa segan/engganMerasa sebal/sebelMerasa
terancamMerasa terpukulMerasa ada kejanggalanMerasa terbebaniMerasa terpaksaMerasa
tersinggungMerasa tergerakMerasa tersiksaMerasa tak betahMerasa tergangguMerasa
tersayat/piluMerasa terpojok/ terdesakMerasa terkekangMerasa tak sabarMerasa tak
berdaya/kalahMerasa tegangMerasa goyahMerasa tersipu-sipu

B. SEJARAH BIMBINGAN KONSELING DI INDONESIA DAN DUNIA SEJARAH

Di Indonesia Dekade 40-an Dalam bidang pendidikan, pada decade 40-an lebih banyak ditandai
dengan perjuanganmerealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Melalui pendidikan yang
serba daruratmkala pada saat itu di upayakan secara bertahap memecahkan masalah besar
anataralain melalui pemberantasan buta huruf. Sesuai dengan jiwa pancasila dan UUD 45.
Halini pulalaah yang menjadi focus utama dalam bimbingan pada saat itu.
Dekade 50-an
 Bidang pendidikan menghadapi tentangan yang amat besar yaitu memecahkan
masalahkebodohan dan keterbelakangan rakyat Indonesia. Kegiatan bimbingan pada
masadekade ini lebih banyak tersirat dalam berbagai kegiatan pendidikan dan benar
benar menghadapi tantangan dalam membantu siswa disekolah agar dapat berprestasi.
Dekade 60-an
1960 BK masuk ke setting sekolah, hasil dari konferensi IKIP / FKIPBeberapa peristiwa penting dalam
pendidikan pada dekade ini :1963 Lahirnya jurusan bimbingan dan konseling di IKIP tahun 19631964
Lahirnya kurikulum SMA gaya Baru 1964Ketetapan MPRS tahun 1966 tentang dasar pendidikan
nasional1968 Lahirnya kurikulum 1968Keadaan dia tas memberikan tantangan bagi keperluan
pelayanan bimbinga dankonseling disekolah.
Dekade 70-an1971 PPSP (proyek Perintis Sekolah Pembangunan), BP/BK mulai
dikembangkan1975 BP/BK lahirnya kurikulum SMA. Pedoman Bimbingan dan
Penyuluhan1978 Program PGSLP dan PGSLADalam dekade ini bimbingan di upayakan
aktualisasi nya melalui penataan legalitassistem, dan pelaksanaannya. Pembangunan
pendidikan terutama diarahkan kepadapemecahan masalah utama pendidikan yaitu :
Pemerataan kesempatan belajar, Mutu,Relevansi, danEfisiensi.Pada dekade ini, bimbingan
dilakukan secara konseptual, maupun secara operasional.Melalui upaya ini semua pihak telah
merasakan apa, mengapa, bagaimana, dan dimanabimbingan dan konseling.
Dekade 80-an
1989 :Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989dengan
lahirnya SK Menpan No 026/Menp an/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan
 
Azmi el-Hasbi, M.PdMATERI AJAR MATA KULIAHPROFESI KEPENDIDIKANGuru dalam
lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (kan tetapipelaksanaan di sekolah masih
belum jelas seperti pemikiran awal untuk mendukungmisi sekolah dan membantu peserta didik untuk
mencapai tujuan pendidikan mereka)Guru BP (sekarang Konselor Sekolah) belum mampu
mengoptimalisasikan tugas danfungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang
menjaditanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru pembimbingditugasi mengajarkan salahsatu
mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Kesenian, dsb.nya.Guru Pembimbing merangkap
pustakawan, pengumpul dan pengolah nilai siswadalam kelas-kelas tertentu serta berfungsi
sebagai guru piket dan guru pengganti bagiguru mata pelajaran yang berhalangan hadir.Guru
Pembimbing ditugasi sebagai polisi sekolah yang mengurusi dan menghakimipara siswa yang
tidak mematuhi peraturan sekolah seperti terlambat masuk, tidak memakai pakaian seragam
atau baju yang dikeluarkan dari celana atau rok.Kepala Sekolah tidak mampu melakukan
pengawasan, karena tidak memahami programpelayanan serta belum mampu memfasilitasi
kegiatan layanan bimbingan di sekolahnya,Terjadi persepsi dan pandangan yang keliru dari
personil sekolah terhadap tugas danfungsi guru pembimbing, sehingga tidak terjalin kerja
sama sebagaimana yangdiharapkan dalam organisasi bimbingan dan konseling.Kondisi-
kondisi seperti di atas,nyaris terjadi pada setiap sekolah di Indonesia.Pada dekade ini,
bimbingan ini diupayakan agar mantap. Pemantapan terutamadiusahakan untuk menuju
kepada perwujudan bimbingan yang professional. Dalamdekade 80-an pembangunan telah
memasuki Repelita III, IV, dan V yang ditandaidengan menuju lepas landas.Beberapa upaya
dalam pendidikan yang dilakukan dalam dekade ini:Penyempurnaan
kurikulumPenyempurnaan seleksi mahasiswa baruProfesionalisasi tenaga pendidikan dalam
berbagai tingkat dan jenisPenataan perguruan tinggiPelaksnaan wajib belajar Pembukaan
universitas terukaAhirnya Undang ± Undang pendidikan nasionalBeberapa kecenderungan
yang dirasakan pada masa itu adalah kebutuhan akanprofesionalisasi layanan, keterpaduan
pengelolaan, sistem pendidikan konselor, legalitasformal, pemantapan organisasi,
pengmbangan konsep ± konsep bimbingan yangberorientasi Indonesia, dsb.
DEKADE 90-an
Sampai 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnyalagi
pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP.Muncul
anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalahHingga lahirnya SK
Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan AngkaKreditnya yang di
dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling disekolah. Ketentuan pokok
dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai
petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru danAngka Kreditnya. Di Dalam SK
Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan
 
Azmi el-Hasbi, M.PdMATERI AJAR MATA KULIAHPROFESI KEPENDIDIKANdiganti
menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh GuruPembimbing. Di
sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah mulaijelas.1995 SK
Mendikbud No. 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan FungsionalGuru dan Angka
Kreditnya terdapat hal-hal yang substansial, khususnya yangmenyangkut bimbingan dan konseling
adalah :1. Istilah ³bimbingan dan penyuluhan´ secara resmi diganti menjadi ³bimbingandan
konseling.´2. Pelaksana bimbingan dan konseling di sekolah adalah
guru pembimbing,
yaituguru yang secara khusus ditugasi untuk itu. Dengan demikian bimbingan dan
konselingtidak dilaksanakan oleh semua guru atau sembarang guru.3. Guru yang diangkat
atau ditugasi untuk melaksanakan kegiatan bimbingan dankonseling adalah mereka yang
berkemampuan melaksanakan kegiatan tersebut;minimum mengikuti penataran bimbingan dan
konseling selama 180 jam.4. Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan pola
yang jelas :a. Pengertian, tujuan, fungsi, prinsip dan asas-asasnya.b. Bidang bimbingan :
bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir c. Jenis layanan : layanan orientasi, informasi,
penempatan/penyaluran, pembelajaran,konseling perorangan, bimbingan kelompok dan konseling
kelompok.d. Kegiatan pendukung : instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus,
kunjunganrumah dan alih tangan kasus.
Unsur-unsur di atas (nomor 4) membentuk apa yang kemudian disebut ³BK Pola-17´
5. Setiap kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan melalui tahap :a. Perencanaan
kegiatanb. Pelaksanaan kegiatanc. Penilaian hasil kegiatand. Analisis hasil penilaiane.6.
Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan di dalam dan di luar jam kerjasekolah. Hal-
hal yang substansial di atas diharapkan dapat mengubah kondisi tidak jelasyang sudah lama
berlangsung sebelumnya
SEJARAH BIMBINGAN KONSELING DI DUNIADEKADE 20-an
2011 Perkembangan BK semakin mantapSEJARAH INTERNASIONALGerakan bimbingan
disekolah mulai berkembang sebagai
dampak dari revolusiindustri dan keragaman latar belakang para siswa yang masuk kesekolah-sekolahnegeri
.Tahun 1898 Jesse B. Davis, seorang konselor di Detroit mulai memberikan layanankonseling
pendidikan dan pekerjaan di SMA.Eli Weaper pada tahun 1906 menerbitkan buku tentang
³memilih suatu karir´ danmembentuk komite guru pembimbing disetiap sekolah menengah di
New York. Kamitetersebut bergerak untuk membantu para pemuda dalam menemukan
kemampuan-kemampuan dan belajar tentang bimbingan menggunakan kemampuan-
kemampuantersebut dalam rangka menjadi seorang pekerja yang produktif.
 
Azmi el-Hasbi, M.PdMATERI AJAR MATA KULIAHPROFESI KEPENDIDIKANPada tahun
1907 dia memasukkan program bimbingan di sekolah tersebut. Pada waktuyang sama para
ahli yang juga mengembangkan program bimbingan ini diantaranya; EliWeaper, Frank
Parson, E.G Will Amson, Carlr. Rogers.Frank Parson dikenal sebagai ³Father of The
Guedance Movement in AmericanEducation´. Mendirikan biro pekerjaan tahun 1908 di
Boston Massachussets, yangbertujuan membantu pemuda dalam memilih karir uang
didasarkan atas proses seleksisecara ilmiyah dan melatih guru untuk memberikan pelayanan
sebagai koselor.Bradley (John J.Pie Trafesa et. al., 1980) menambah satu tahapan dari tiga
tahapantentang sejarah bimbingan menurut Stiller, yaitu sebagai berikut: Vocational
exploration : Tahapan yang menekankan tentang analisis individualdan pasaran kerja
Metting Individual Needs : Tahapan yang menekankan membantu individu agar meeting
memperoleh kepuasan kebutuhan hidupnya.Perkembangan BK pada tahapan ini dipengaruhi
oleh diridan memecahkan masalahnya sendiri.sisional Professionalism : Tahapan yang
memfokuskan perhatian kepadaupaya profesionalisasi konselor Situasional Diagnosis :
Tahapan sebagai periode perubahan dan inovasi padatahapan ini memfokuskan pada analisis
lingkungan dalamproses bimbingan dan gerakan cara-cara yang hanyaterpusat pada
individu.Di Amerika SerikatBimbingan dimulai pada abad 20 di amerika dengan
didirikannya suatu vocationalbureau tahun 1908 oleh Frank Parsons yang utuk selanjutnya
dikenal dengan nama thefather of guidance yang menekankan pentingnya setiap individu
diberikan pertolonganagar mereka dapat mengenal atau memahami berbagai perbuatan dan
kelemahan yangada pada dirinya dengan tujuan agar dapat dipergunakan secara intelijensi
dengamemilih pekerjaan yang terbaik yang tepat bagi dirinya.Menurut Arthur E. Trax and
Robert D North, dalam bukunya yang berjudul³Techniques of Guidance´, (1986), disebutkan
beberapa kejadian penting yangmewarnai sejarah bimbingan diantaranya :1.
 
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.Timbul suatu gerakan kemanusiaan yang menitik
beratkan pada kesejahteraanmanusia dan kondisi sosialnya. Geraka ini membantu vocational
bureauParsons dalam bidang keungan agar dapat menolong anak-anak muda yangtidak dapat
bekerja dengan baik.2.
 
AgamaPada rohaniman berpandangan bahwa dunia adalah dimana ada pertentanganyang
secara terus menerus antara baik dan buruk.3.
 
Aliran kesehatan mentalTimbul dengan tujuan perlakuan yang manusiawi terhadap penderita
penyakitjiwa dan perhatian terhadap berbagai gejala, tingkat penyakit jiwa,pengobatan, dan
pencegahannya, karna ada suatu kesadaran bahwa penyakitini bias diobati apabila ditemukan
pada tingkat yang lebih dini. Gerakan iimendorong para pendidik untuk lebih peka terhadap
masalah-masalah gangguan kejiwaan, rasa tidak aman, dan kehilangan identitas diantra anak-anak muda.4.
 Perubahan dalam masyarakat Akibat dari perang dunia 1 dan 2, pengangguran, depresi,
perkembanganIPTEK, wajib belajar, mendorong beribu-ribu anak untuk masuk sekolah
tanpamengetahui untuk apa mereka bersekolah. Perubahan masyarakat semacam
inimendorong para pendidik untuk memperbaiki setiap anak sesuai dengankebutuhannya agar
mereka dapat menyelesaikan pendidikannya denganberhasil.5.Gerakan mengenal siswa
sebagai individuGerakan ini erat sekali kaitannya dengan gerakan tes pengukuran.
Bimbingandiadakan di sekolah disebabkan tugas sekolah untuk mengenal atau
memahamisiswa-siswanya secara individual. Karena sulitnya untuk mengenal ataumemahami
siswa secara individual atau pribadi, maka diciptakanlah berbagaiteknik dan instrument
diantaranya tes psikologis dan pengukuran.
C.. Pengertian Bimbingan dan Konseling (BK)
 
I. Pengertian secara Umum
 Dalam bahasa Inggris "counseling" dikaitkan dengan kata "counsel" yang di artikansebagai
berikut:a. Nasehat (to obtain counsel)b. Anjuran (to give counsel)c. Pembicaraan (to take
counsel)d. Dengan demikian konseling diartikan sebagai pemberian nasehat, anjuran
danpembicaraan dengan bertukar pikiranMaka konseling dalam tinjauan terminologi (istilah)
banyak dijumpai dalamliteratur-literatur bimbingan dan konseling antara lain:1. C. Patterson
(1959) mengemukakan bahwa konseling adalah proses yangmelibatkan hubungan antar
pribadi antara seorang terapis dengan satu klien atau lebih,dimana terapis menggunakan
metode-metode psikologis atas dasar pengetahuansistematik tentang kepribadian manusia
dalam upaya meningkatkan kesehatan mentalklien.2. Edwin C. Elwis (1970) mengemukakan
bahwa konseling adalah suatu prosesdimana orang yang bermasalah dibantu secara pribadi
untuk merasa dan berprilaku yanglebih memuaskan melalui interaksi dengan seseorang yang
tidak terlibat (konselor) yangmenyediakan informasi dan reaksi yang merangsang klien untuk
mengembangkanprilaku yang memungkinkannya berhubungan secara efektif dengan dirinya
danlingkungannya.3. Devision of 17 of The American Psychologocal Association
(APA)merumuskan definisi konseling sebagai bekerja dengan individu atau kelompok
yangberkaitan dengan masalah pribadi, sosial, pendidikan dan vokasional.4. Menurut Williamson,
konseling diartikan sebagai suatu proses personalisasidan individualisasi untuk membnatu
seseorang dalam mempelajari mata pelajaran disekolah. Ciri-ciri prilaku sebagai warga
negara dan nilai-nilai pribadi dan sosial sertakebiasaan dan semua kebiasaan lainnya,
mempelajari keterampilan (skill), sikap dankepercayaan yang dapat membantu dirinya selaku
mahluk yang dapat menyesuaikan dirisecara normal.
BAHAN AJAR BIMBINGAN KONSELING

Bagian I
Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling berasal dari dua kata yaitu bimbingan dan konseling. Bimbingan
merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer
& Stone (1966:3) menemukakan bahwa guidance berasal kata guide yang mempunyai arti to
direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan).
A. Pengertian Bimbingan
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dari seorang yang ahli,
namun tidak sesederhana itu untuk memahami pengertian dari bimbingan. Pengertian tetang
bimbingan formal telah diusahakan orang setidaknya sejak awal abad ke-20, yang diprakarsai
oleh Frank Parson pada tahun 1908. Sejak itu muncul rumusan tetang bimbingan sesuai
dengan perkembangan pelayanan bimbingan, sebagai suatu pekerjaan yang khas yang
ditekuni oleh para peminat dan ahlinya. Pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para
ahli memberikan pengertian yang saling melengkapi satu sama lain.
Maka untuk memahami pengertian dari bimbingan perlu mempertimbangkan beberapa
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut :
“Bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat
memilih,mempersiapkan diri dan memangku suatu jabatan dan mendapat kemajuan dalam
jabatan yang dipilihnya” (Frank Parson ,1951).
Prayitno dan Erman Amti (2004:99) mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang
individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan
individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang
berlaku.
Sementara, Winkel (2005:27) mendefenisikan bimbingan: (1) suatu usaha untuk melengkapi
individu dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi tentang dirinya sendiri, (2) suatu
cara untuk memberikan bantuan kepada individu untuk memahami dan mempergunakan
secara efisien dan efektif segala kesempatan yang dimiliki untuk perkembangan pribadinya,
(3) sejenis pelayanan kepada individu-individu agar mereka dapat menentukan pilihan,
menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun rencana yang realistis, sehingga mereka dapat
menyesuaikan diri dengan memuaskan diri dalam lingkungan dimana mereka hidup, (4) suatu
proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal memahami diri
sendiri, menghubungkan pemahaman tentang
dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai
dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan di sekitarnya.

I. Djumhur dan Moh. Surya, (1975:15) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses
pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self
understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk
mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self
realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri
dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah No.
29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “;;Bimbingan merupakan
bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal
lingkungan, dan mencanakan masadepan”;;.

Frank Parson merumuskan pengertian bimbingan dalam beberapa aspek yakni bimbingan
diberikan kepada individu untuk memasuki suatu jabatan dan mencapai kemajuan dalam
jabatan. Pengertian ini masih sangat spesifik yang berorientasi karir.
“Bimbingan membantu individu untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang dirinya
sendiri” (Chiskolm,1959).
Pengertian bimbingan yang dikemukan oleh Chiskolm bahwa bimbingan membantu individu
memahami dirinya sendiri, pengertian menitik beratkan pada pemahaman terhadap potensi
diri yang dimiliki.
“Bimbingan merupakan kegiatan yang bertujuan meningkatkan realisasi pribadi setiap
individu” (Bernard & Fullmer ,1969).
Pengertian yang dikemukakan oleh Bernard & Fullmer bahwa bimbingan
dilakukan untuk meningkatakan pewujudan diri individu. Dapat dipahami bahwa bimbingan
membantu individu untuk mengaktualisasikan diri dengan lingkungannya.
“Bimbingan sebagai pendidikan dan pengembangan yang menekankan proses belajar yang
sistematik” (Mathewson,1969).
Mathewson mengemukakan bimbingan sebagai pendidikan dan pengembangan yang
menekankan pada proses belajar. Pengertian ini menekankan bimbingan sebagai bentuk
pendidikan dan pengembangan diri, tujuan yang diinginkan diperoleh melalui proses belajar.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa bimbingan pada prinsipnya adalah
proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa
orang individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang
dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai
dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku di
lingkungan dimana individu tersebut tinggal.
Dari beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli maka dapat diambil
kesimpulan tentang pengertian bimbingan yang lebih luas, bahwa bimbingan adalah :
“Suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang
dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus untuk itu, dimaksudkan agar
individu dapat memahami dirinya, lingkunganya serta dapat mengarahkan diri dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk dapat mengembangkan potensi dirinya secara
optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat”

B.Pengertian Konseling
Sedangkan konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004:105) adalah proses pemberian
bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor)
kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada
teratasinya masalah yang dihadapi klien. Sejalan dengan itu, Winkel (2005:34)
mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam
usaha membantu konseli secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil
tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
Berdasarkan pengertian konseling di atas dapat dipahami bahwa konseling adalah usaha
membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil
tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus. Dengan kata lain,
teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli/klien. PendalamanMateri:
1.Rumuskan menurut pemahaman Saudara tentang Arti Bimbingan dan Konseling, yang
meliputi unsur-unsur di bawah ini:
a.Ada Proses ( Proses apa) Untuk mencapai tujuan
b.Obyek Jelas (kepada Siapa BK)
c.Subyek (Konsolor yang seperti apa)
d.Ada beberapa tujuan yang jelas dan realistis
e. Tehniknya atau cara BK berlangsung.

Fungsi, Prinsip, Asas Bimbingan dan Tujuan
Bimbingan Konseling
A.Fungsi Bimbingan :
1.Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar
memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan,
dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan
potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan
konstruktif.
2.Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa
mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya,
supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan
kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang
membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi,
informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada
para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan,
diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out,
dan pergaulan bebas (free sex).
3.Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif
dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan
belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel
Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama
merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan
berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya.
Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi
kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
4.Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi
ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami
masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat
digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
5.Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli
memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan
karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di
dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
6.Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala
Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan
terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan
menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat
membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan
menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun
menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
7.Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar
dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
8.Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga
dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak).
Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki
pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat
mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
9.Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan
dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri
konseli.
10.Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli
supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam
dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan
menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui
program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli

B.Prinsip Bimbingan dan Koneling


Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi
pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang
kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di
Sekolah/Madrasah maupun di luar Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip itu adalah:
1.Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa
bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak bermasalah maupun
yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam
hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan
pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari
pada perseorangan (individual).
2.Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda
satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan
perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus
sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik
kelompok.
3.Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang
memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai
satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan
sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena
bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri,
memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.
4.Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau
tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai
dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.
5.Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling.
Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil
keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada
konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan
konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-
timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan
keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan
bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah
mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil
keputusan.
6.Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan.
Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di
lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan
masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu
meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
C. Asas Bimbingan dan Konseling
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh
diwujudkannya asas-asas berikut.
1.Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya
segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu
data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal
ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan
keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2.Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya
kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang
diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan
mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3.Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli
(konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura,
baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima
berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal
ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli).
Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya
kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat
terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4.Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli
(konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam
penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu
mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling
yang diperuntukan baginya.
5.Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum
bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan
konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan
menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta
mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap
pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya
kemandirian konseli.
6.Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran
pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam kondisinya
sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun”
dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7.Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi
pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak
maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan
tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8.Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai
pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru
pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja
sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan
pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap
pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9.Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap
pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh
bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan
peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan
atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan
pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh,
pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan
kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma
tersebut.
10.Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional.
Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah
tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru
pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan
dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11.Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling
secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan
permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih
tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru
pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-
lain.
D.Tujuan Bimbingan dan Konseling
1.Tujuan  Umum
Tujuan umum dari layanan Bimbingan dan Konseling adalah sesuai dengan tujuan
pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
(UUSPN) Tahun 1989 (UU No. 2/1989), yaitu terwujudnya manusia Indonesia
seutuhnyayang cerdas, yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan (Depdikbud, 1994.5).
2.  Tujuan Khusus
Secara khusus layanan Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk membantu siswa agar
dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan
karier.Bimbingan pribadi – sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas
perkembangan pribadi – sosial dalam mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri, dan
bertanggung-jawab. Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas
perkembangan pendidikan. Bimbingan karier dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi
pekerjayang produktif.  Dalam aspek tugas perkembangan pribadi – sosial layanan
Bimbingan dan Konseling membantu siswa agar :
a)Memiliki kesadaran diri, yaitu menggambarkan penampilan dan mengenal kekhususan
yang ada pada dirinya.
b)Dapat mengembangkan sikap positif, seperti menggambarkan orang-orang yang mereka
senangi.
c)Membuat pilihan secara sehat
d)Mampu menghargai orang lain
e)Memiliki rasa tanggung jawab
f)Mengembangkan ketrampilan hubungan antar pribadi
g)Dapat menyelesaikan konflik
h)Dapat membuat keputusan secara efektif
Dalam aspek tugas perkembangan belajar, layanan Bimbingan dan Konseling membantu
siswa agar :
a)Dapat melaksanakan ketrampilan atau belajar secara efektif
b)Dapat menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan
c)Mampu belajar secara efektif
d)Memiliki ketrampilan dan kemampuan dalam menghadapi evaluasi/ujian
Dalam aspek tugas perkembangan karier, layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa
agar :
a)Mampu membentuk identitas karier, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan di dalam
lingkungan kerja
b)Mampu merencanakan masa depan
c)Dapat membentuk pola-pola karier, yaitu kecenderungan arah karier
d)Mengenal ketrampilan, kemampuan dan minat
Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar konseli dapat: (1) merencanakan kegiatan
penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan datang; (2)
mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3)
menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan
kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian
dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk: (1)
mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkem-bangannya, (2)
mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya, (3) mengenal dan
menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut, (4)
memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri (5) menggunakan kemampuannya untuk
kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat, (6) menyesuaikan
diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya; dan (7) mengembangkan segala
potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.
Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat
mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar
(akademik), dan karir.
1. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli adalah:
Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan
teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan
memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang
menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta dan mampu
meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait
dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat
Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak
melecehkan martabat atau harga dirinya.
Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau
kewajibannya.
Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam
bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.
Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam
diri sendiri) maupun dengan orang lain.
Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
2. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah :
Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai
hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.
Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin
dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua
kegiatan belajar yang diprogramkan.
Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca buku,
mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.
Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti
membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam memperdalam
pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka
mengembangkan wawasan yang lebih luas.
Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
3. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah :
Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan
pekerjaan.
Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang
kematangan kompetensi karir.
Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang pekerjaan
apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan norma
agama.
Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan
persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya
masa depan.
Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri
pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan,
prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional
untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi
kehidupan sosial ekonomi.
Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila seorang konseli
bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus mengarahkan dirinya kepada
kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir keguruan tersebut.
Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu
karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki. Oleh karena itu, maka
setiap orang perlu memahami kemampuan dan minatnya, dalam bidang pekerjaan apa dia
mampu, dan apakah dia berminat terhadap pekerjaan tersebut.
Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karir.
Pendalaman materi
I. Unjuk Kerja:
Lakukan Bimbingan terhadap teman dekatmu, dengan salah satu fungsi Bimbingan
sebagaimana tersebut di atas!

2. Proyek/ Penugasan:
Laporkan dalam bentuk tertulis, Bimbingan yang akan Saudara lakukan dalam satu minggu
ini. Kepada anak, sesama, keluarga , sesuai dengan salah satu tujuan Bimbingan dan
Konseling di atas!
3. Esay/ Uraian:
Secara umum dalam proses Bimbingan dan konseling, asas manakah yang sering diabaikan,
atau di dilanggar oleh seorang Konselor? Dan apakah akibatnya?
Bagian III
Perlunya Bimbingan dan Konseling di Sekolah

A. Tujuan Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar


Sekolah dasar bertanggung jawab memberikan pengalaman-pengalaman dasar kepada anak,yaitu
kemampuan dan kecakapan membaca,menulis dan berhitung,pengetahuan umum serta
perkembangan kepribadian,yaitu sikap terbuka terhadap orang lain,penuh inisiatif,kreatifitas,dan
kepemimpinan,ketrampilan serta sikap bertanggung jawab guru sekolah dasar memegang peranan
dan memikul tanggung jawab untuk memahami anak dan membantu perkembangan social pribadi
anak.
Bimbingan itu sendiri dapat diartikan suatu bagian integral dalam keseluruhan program pendidikan
yang mempunyai fungsi positif,bukan hanya suatu kekuatan kolektif.proses yang terpenting dalam
pentingnya bimbingan adalah proses penemuan diri sendiri. Hal tersebut akan membantu anak
mengadakan penyesuaian terhadap situasi baru,mengembangkan kemampuan anak untuk
memahami diri sendiri dan meerapkannya dalam situasi mendatang.

Bimbingan bukan lagi suatu tindakan yang bersifat hanya mengatasi setiap krisis yang dihadapi oleh
anak,tetapi juga merupakan suatu pemikiran tentang perkembangan anak sebagai pribadi dengan
segala kebutuhan,minat dan kemampuan yang harus berkembang.
1.tindakan preventif di sekolah dasar
Tuntutan untuk mengadakan identifikasi secara awal diakui kebenarannya oleh para ahli bimbingan
karena:
a. kepribadian anak masih luwes,belum menemukan banyak masalh hidup,mudah terbentuk dan
masih akan banyak mengalami perkembangan.
b. orang tua murid sering berhubungan dengan guru dan mudah dibentuk hubungan tersebut,orang
tua juga aktif pendidikan anaknya disekolah.
c. masa depan anak masih terbuka sehingga dapat belajar mengenali diri sendiri dan dapat
menghadapi suatu masalah dikemudian hari.
Bimbingan tidak hanya pada anak yang bermasalah melai8nkan pandangan bimbingan dewasa ini
yaitu menyediakan suasana atau situasi perkembangan yang baik,sehingga setiap anak di sekolah
dapat terdorong semangat blejarnya dan dapat mengembangkan pribadinya sebik mungkin dan
terhindar dari praktik-praktik yang merusak perkembangan anak itu sendiri.

2. Kesiapan disekolah dasar


Konsep psikologi belajar mengenai kesiapan belajar menunjukan bahwa hambatan pendidikan dapat
timbul jika kurikulum diberikan kepada anak terlalu cepat/terlalu lambat,untuk menghadapi
perubahan dan perkembangan pendidikan yang terus menerus perlu adanya penyuluhan untuk
menumbahkan motivasi dan menciptakan situasi balajar dengan baik sehingga diperoleh kreatifitas
dan kepemimpinan yang positif pada aktrifitas melalui penyuluhan kepada orang tua dan murid.

B. Bimbingan Konseling di Sekolah Mengah

Tujuan pendidikan menengah acap kali dibiaskan oleh pandangan umum; demi mutu
keberhasilanakademis seperti persentase lulusan, tingginya nilai Ujian Nasional, atau persentase
kelanjutan ke perguruan tinggi negeri. Kenyataan ini sulit dimungkiri, karena secara sekilas tujuan
kurikulum menekankan penyiapan peserta didik (sekolah menengah umum/SMU) untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau penyiapan peserta didik (sekolah menengah
kejuruan/SMK) agar sanggup memasuki dunia kerja.

Penyiapan peserta didik demi melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi akan melulu
memperhatikan sisi materi pelajaran, agar para lulusannya dapat lolos tes masuk perguruan tinggi.
Akibatnya, proses pendidikan di jenjang sekolah menengah akan kehilangan bobot dalam proses
pembentukan pribadi. Betapa pembentukan pribadi, pendampingan pribadi, pengasahan nilai-nilai
kehidupan (values) dan pemeliharaan kepribadian siswa (cura personalis) terabaikan. Situasi
demikian diperparah oleh kerancuan peran di setiap sekolah. Peran konselor dengan lembaga
bimbingan konseling (BK) direduksi sekadar sebagai polisi sekolah. Bimbingan konseling yang
sebenarnya paling potensial menggarap pemeliharaan pribadi-pribadi, ditempatkan dalam konteks
tindakan-tindakan yang menyangkut disipliner siswa. Memanggil, memarahi, menghukum adalah
proses klasik yang menjadi label BK di banyak sekolah. Dengan kata lain, BK diposisikan sebagai
“musuh” bagi siswa bermasalah atau nakal. merujuk pada rumusan Winkel untuk menunjukkan
hakikat bimbingan konseling di sekolah yang dapat mendampingi siswa dalam beberapa hal.
Pertama, dalam perkembangan belajar di sekolah (perkembangan akademis). Kedua, mengenal diri
sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi mereka, sekarang maupun kelak.
Ketiga, menentukan cita-cita dan tujuan dalam hidupnya, serta menyusun rencana yang tepat untuk
mencapai tujuan-tujuan itu. Keempat, mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajar di
sekolah dan terlalu mempersukar hubungan dengan orang lain, atau yang mengaburkan cita-cita
hidup. Empat peran di atas dapat efektif, jika BK didukung oleh mekanisme struktural di suatu
sekolah.
Proses cura personalis di sekolah dapat dimulai dengan menegaskan pemilahan peran yang saling
berkomplemen.
Bimbingan konseling dengan para konselornya disandingkan dengan bagian kesiswaan. Wakil kepala
sekolah bagian kesiswaan dihadirkan untuk mengambil peran disipliner dan hal-hal yang berkait
dengan ketertiban serta penegakan tata tertib. Siswa mbolosan, berkelahi, pakaian tidak tertib,
bukan lagi konselor yang menegur dan memberi sanksi. Reward dan punishment, pujian dan
hukuman adalah dua hal yang mesti ada bersama-sama. Pemilahan peran demikian memungkinkan
BK optimal dalam banyak hal yang bersifat reward atau peneguhan. Jika tidak demikian, BK lebih
mudah terjebak dalam tindakan hukum-menghukum.
Mendesak untuk diwujudkan, prinsip keseimbangan dalam pendampingan orang-orang muda yang
masih dalam tahap pencarian diri. Orang-orang muda di sekolah menengah lazimnya dihadapkan
pada celaan, cacian, cercaan, dan segala sumpah-serapah kemarahan jika membuat kekeliruan.
Namun, jika melakukan hal-hal yang positif atau kebaikan, kering pujian, sanjungan atau peneguhan.
Betapa ketimpangan ini membentuk pribadi-pribadi yang memiliki gambaran diri negatif belaka. Jika
seluruh komponen kependidikan di sekolah bertindak sebagai yang menghakimi dan memberikan
vonis serta hukuman, maka semakin lengkaplah pembentukan pribadi-pribadi yang tidak seimbang
yang akibatnya semakin kompleks dan sulit untuk ditangani.

Tantangan pertama untuk memulai suatu proses pendampingan pribadi yang ideal justru datang dari
faktor-faktor instrinsik sekolah sendiri. Kepala sekolah kurang tahu apa yang harus mereka perbuat
dengan konselor atau guru-guru BK. Ada kekhawatiran bahwa konselor akan memakan “gaji buta”.
Akibatnya, konselor mesti disampiri tugas-tugas mengajar keterampilan, sejarah, jaga kantin,
mengurus perpustakaan, atau jika tidak demikian hitungan honor atau penggajiannya terus
dipersoalkan jumlahnya. Sesama staf pengajar pun mengirikannya dengan tugas-tugas konselor yang
dianggapnya penganggur terselubung. Padahal, betapa pendampingan pribadi menuntut proses
administratif dalam penanganannya.
BK yang baru dilirik sebelah mata dalam proses pendidikan tampak dari ruangan yang disediakan.
Bisa dihitung dengan jari, berapa jumlah sekolah yang mampu (baca: mau!) menyediakan ruang
konseling memadai. Tidak jarang dijumpai, ruang BK sekadar bagian dari perpustakaan (yang disekat
tirai), atau layaknya ruang sempit di pojok dekat gudang dan toilet. Betapa mendesak untuk
dikedepankan peran BK dengan mencoba menempatkan kembali pada posisi dan perannya yang
hakiki. Menaruh harapan yang lebih besar pada BK dalam pendampingan pribadi, sekarang ini begitu
mendesak, jika mengingat kurikulum dan segala orientasinya tetap saja menjunjung supremasi otak.
Untuk memulai mewujudkan semua itu, butuh perubahan paradigma para kepala sekolah menengah
dan semua pihak yang terlibat didalam proses kependidikan.
Pendalaman Materi :
Jawablah Pertanyaan di bawah ini, sesuai perintahnya!
1. Sebutkan Pentingnya Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah!
2. Apakah tujuan Bimbingan dan Konseling untuk:
a. Di sekolah Dasar
b. Di sekolah Menengah
3. Menurut pendapat Saudara, sejauh mana keberhasilan Bimbingan dan Konseling untuk
Sekolah menengah selama ini?

Bagian IV
Perlunya Pelayanan Bimbingan Konseling
di Gereja

A. Dasar Pemikiran
Setiap tubuh orang percaya yang ingin mengembangkan suatu pelayanan bimbingan harus
melakukannya berdasarkan pedoman-pedoman Kitab Suci dan didalam kerangka gereja yang ada.
Artikel berikut ini memberikan saran tentang cara-cara untuk mengembangkan dan melakukan
pelayanan bimbingan. Beberapa saran mungkin tidak dapat dipraktekkan dalam setiap gereja,
namun kerangkanya dapat memberikan suatu titik tolak.
Bimbingan alkitabiah harus berada dibawah wewenang tubuh gereja setempat dan bertanggung
jawab kepada pemimpin gereja. Masing-masing pembimbing harus tunduk kepada Tuhan, pimpinan,
dan Tubuh Kristus. Para pembimbing harus diangkat dan ditunjuk oleh pemimpin untuk melayani
Tuhan dengan melayani orang-orang dalam jemaat yang sedang menderita masalah-masalah
kehidupan. Karena kebergantungan yang kuat kepada Roh Kudus dan karena bimbingan merupakan
suatu fungsi Tubuh Kristus dan suatu pernyataan kasih Allah, maka tidak ada biaya bimbingan.
Idealnya, bimbingan harus merupakan saluran kasih dan pelayanan yang wajar dalam persekutuan
orang-orang percaya yang saling mengenal dan saling mengasihi. Bimbingan mungkin muncul dari
hubungan kepercayaan yang telah terjalin antara pemimpin dan anggota pelayanan kelompok kecil
dalam sebuah gereja.
Pelayanan bimbingan alkitabiah di gereja kami tumbuh karena suatu kebutuhan dalam Tubuh Tuhan.
Pendeta kami menjadi terlalu dibebani dengan tugas bimbingan, namun merasa bertanggung jawab
untuk melayani kawanan domba. Ia mulai memanggil beberapa orang dari kami dalam jemaat untuk
ikut memikul masalah-masalah kehidupan. Ketika kami semakin terlibat, kami melihatnya sebagai
suatu pelayanan yang diinginkan Allah bagi umat-Nya -- suatu fungsi Tubuh Kristus.
B. Bimbingan dan Konseling Imam Yitro (Keluaran 18: 1-27)
Dalam kitab Keluaran, Yitro menyarankan suatu rencana yang mirip bagi Musa. Hari demi hari orang-
orang berbaris di luar tenda Musa untuk meminta bimbingan dan nasihat, sama seperti banyak
orang di gereja mungkin datang kepada pendetanya untuk bimbingan. Yitro dapat melihat bahwa itu
adalah tugas yang terlalu berat untuk dilakukan oleh satu orang dan menyarankan agar Musa
membagi tanggung jawab ini dengan orang-orang lain. Musa menugaskan pemimpin-pemimpin
kelompok dan mengajarkan cara-cara Allah kepada mereka agar dapat membimbing mereka yang
perlu mengetahui cara Allah dalam suatu situasi tertentu dan menemukan cara Allah untuk
penyelesaian masalah. Dalam Tubuh Kristus diperlukan jauh lebih banyak pelayanan daripada yang
dapat dilakukan oleh satu orang. Kevin Springer dalam "Pastoral Renewal" merasa prihatin bahwa
"banyak pemimpin menghabiskan waktu yang lama dan sukar dengan sekelompok kecil dari bangsa
mereka, dan mengabaikan anggota-anggota yang lebih bertalenta, anggota-anggota orang dewasa
yang terabaikan -- justru anggota-anggota yang dapat diperlengkapi untuk melayani orang lain".
Seorang pendeta yang bijaksana akan memimpin orang-orang lain ke dalam segi-segi pelayanan yang
dipikul bersama sehingga seluruh tubuh boleh berfungsi bersama dan menyatakan keutuhan dan
kekudusan yang dimaksudkan oleh Tuhan bagi gereja.
Sangatlah menolong bila seorang pendeta dapat menyarankan seseorang supaya pergi kepada
seorang pembimbing alkitabiah dalam persekutuan setempat sehingga orang yang membutuhkan
bimbingan tidak jatuh ke dalam tangan "pembimbing gadungan" atau tidak usah berpaling kepada
orang-orang di luar gereja yang mungkin membimbing menurut filsafat dan pengajaran yang tidak
sesuai dengan pengajaran dalam persekutuan. Tidak ada bagian dalam Kitab suci yang mengatakan
agar menyuruh seorang percaya pergi ke dunia untuk menemukan pertolongan bagi masalah-
masalah kehidupan. Yesus memanggil murid-murid-Nya untuk melayani, dan Ia mengutus Roh Kudus
untuk memenuhi kebutuhan umat.
C. Belas Kasihan dan kebenaran Allah
Unsur-unsur dasar bagi perubahan sudah ada dalam gereja yang mempunyai lingkungan kasih dan
pengajaran firman Allah yang kuat. Bimbingan alkitabiah dalam sebuah gereja semata-mata
merupakan bentuk pelayanan belas kasihan dan kebenaran Allah yang lebih pribadi dan khusus.
Karena itu, bimbingan alkitabiah tidak boleh dirasakan asing. Sekalipun demikian, banyak hamba
Tuhan dan orang awam merasa sama sekali tidak diperlengkapi karena mereka mengira bahwa
bimbingan alkitabiah bagaimanapun juga harus menyamai bimbingan psikologis.
Bimbingan alkitabiah melibatkan persekutuan kasih dalam tubuh (lingkungan bagi perubahan) dan
khotbah serta pengajaran firman (arah bagi perubahan) dan bukan teknik-teknik dan teori-teori
bimbingan psikologis. Bila seorang pendeta ingin mengembangkan suatu pelayanan bimbingan
dalam tubuh, maka apa yang memang sudah ada dalam kelompok hendaklah diterapkan kepada
orang-orang secara perseorangan. Dalam bimbingan alkitabiah perhatian menjadi bersifat pribadi
dengan cara menyediakan waktu dan bersedia mendengarkan, dan pengajaran menjadi bersifat
pribadi untuk memenuhi kebutuhan khusus seseorang. Maka lingkungan dan arah perubahan
dengan cara memberikan kemurahan dan kebenaran lebih disesuaikan dengan seseorang daripada
dengan suatu kelompok secara keseluruhan. Pendeta mempunyai lebih banyak untuk diberikan
daripada yang mungkin disadarinya.
Anggota-anggota jemaat mungkin juga mempunyai lebih banyak untuk diberikan dalam bimbingan
daripada yang disadari mereka. Ketika mereka telah berpartisipasi sebagai anggota-anggota suatu
lingkungan yang penuh perhatian, dan ketika mereka secara pribadi telah mengikuti kebenaran Kitab
Suci dalam kehidupan mereka sendiri, mereka telah mengalami pengaruh-pengaruh dari lingkungan
yang penuh kasih dan pengarahan untuk perubahan. Banyak orang telah menyediakan lingkungan
yang penuh kasih sayang dan pengarahan untuk perubahan melalui interaksi pribadi dengan sesama
orang Kristen. Dengan demikian sudah banyak orang yang telah diperlengkapi untuk melayani
sebagai pembimbing alkitabiah.
Kecuali jika suatu jemaat hanya terdiri dari orang-orang percaya yang baru atau masih muda, maka
akan ada suatu kelompok orang dalam persekutuan yang diperlengkapi untuk membimbing. Orang-
orang ini telah mempelajari Alkitab dan telah menerapkan firman Allah dalam kehidupan mereka
sendiri. Mereka mempunyai karunia untuk membimbing di dalam keseimbangan antara kasih sayang
dan kebenaran. Semua jemaat yang telah kami hubungi berkenaan dengan suatu pelayanan
bimbingan mempunyai anggota-anggota yang bersedia dan mampu melayani dengan segera jika
kesempatan diberikan. Memulai suatu pelayanan bimbingan semata-mata menyangkut pemilihan
pembimbing, memberi latihan dalam prinsip-prinsip dasar yang akan mereka butuhkan untuk
diterapkan dalam pelayanan bimbingan, mengorganisasikan dan mengumumkan pelayanan itu, lalu
mempercayakan hasilnya kepada Allah.
Di samping latihan dari Tuhan yang telah diterima mereka, para pembimbing dan calon pembimbing
harus terus belajar sementara mereka menyelidiki Kitab suci untuk mencari cara-cara Allah bagi
pelayanan kepada orang-orang, sementara mereka membaca buku untuk memperoleh manfaat dari
pengalaman orang lain yang membimbing menurut firman Allah, dan juga sementara mereka mulai
melayani pribadi-pribadi. Cara terutama untuk belajar bagaimana melakukan sesuatu adalah dengan
melakukannya. Pedoman memang diperlukan, namun cara satu- satunya untuk benar-benar belajar
adalah dengan mulai menyediakan lingkungan yang penuh kemurahan dengan cara mendengarkan,
memperhatikan, dan mendoakan. Kemudian ketika Roh Kudus memberikan hikmat, pengajaran
ditambahkan. Kebergantungan kepada Roh Kudus sungguh sangat penting karena lingkungan yang
terbaik bagi bimbingan datang dari kehadiran Allah dan arah perubahan datang dari firman- Nya
sementara Roh Kudus membuatnya menjadi dapat diterapkan dan hidup.
Tampaknya salah satu aspek yang paling merisaukan dalam memulai suatu pelayanan bimbingan
ialah program latihan. Banyak pendeta merasa tidak mampu untuk mengajar sebuah kelas dalam
bimbingan alkitabiah. Padahal, prinsip-prinsip Alkitab yang merupakan dasar bimbingan alkitabiah
telah dikhotbahkan dan diajarkan dari mimbar selama ini. Karena seorang pembimbing alkitabiah
melayani dengan belas kasihan dan kebenaran untuk menyediakan lingkungan dan arah bagi
perubahan, maka latihan harus berkisar pada kedua bidang tersebut.
Memberi pengajaran tentang menyediakan lingkungan yang penuh kemurahan tentunya sudah
biasa dilakukan oleh seorang pendeta yang telah mendorong jemaatnya untuk menyediakan
lingkungan seperti itu. Karena dalam melayani jemaatnya seyogyanya ia telah mengajarkan kasih,
kebaikan, kemurahan, kesabaran, pengertian, dan sifat-sifat lain yang harus berkembang sebagai
buah Roh, ia memiliki suatu sumber yang kaya akan bahan pelajaran.
Di samping itu, ia harus memilih pembimbing-pembimbing awam yang telah memiliki sifat-sifat tadi
dan buah Roh. Pengajaran dalam bidang ini kemudian dapat ditambah dengan artikel-artikel dan
buku- buku yang menekankan unsur saling memperhatikan dalam Tubuh Kristus.
Seorang pendeta juga tahu bagaimana melatih pembimbing untuk memberikan arah dalam lingkup
bimbingan. Ia akan mengajarkan kepada para pembimbing apa yang harus diajarkan, yaitu
bagaimana caranya hidup dalam kehidupan Kristen. Ia akan mengajar mereka untuk menerapkan
secara pribadi pengajaran firman Allah yang sama yang diajarkannya dari mimbar; bagaimana
menjalani kehidupan Kristen dengan menerima kasih Allah, mempercayai-Nya, dan menaati-Nya.

D. Kotbah dan Bimbingan Konseling


Khotbah, pengajaran kelompok, dan bimbingan pribadi semuanya meliputi pengajaran tentang
bagaimana menjalani kehidupan Kristen dan doktrin-doktrin dasar Kitab suci lainnya, adalah menarik
untuk melihat beberapa persamaan dan perbedaan yang ada. Khotbah, pengajaran, dan bimbingan
alkitabiah harus: (1) didasarkan pada doktrin-doktrin Kitab Suci; (2) berpusatkan pada Allah dan sifat-
Nya, firman dan kehendak-Nya; (3) membimbing orang-orang dalam menjalani kehidupan Kristen;
(4) memotivasi orang-orang untuk memilih dan melakukan kehendak Allah; (5) menasihati,
menjelaskan, mendorong, dan mengasihi; (6) bergantung kepada Roh Kudus; (7) menyadari
kebutuhan orang-orang yang mendengarkan; dan (8) mengusahakan kesembuhan, perubahan, dan
pertumbuhan.
Dalam beberapa hal bimbingan berbeda dengan khotbah atau pengajaran kelompok. Bimbingan
meliputi tindakan mendengarkan dan berbicara. Baik orang yang dibimbing maupun pembimbing
belajar satu tentang yang lain dan juga tentang Tuhan. Apa yang diajarkan didasarkan atas
kebutuhan seseorang sebagaimana yang dilihat melalui mendengarkan dan berdoa, sedangkan
dalam pengajaran atau khotbah pokok bahasan didasarkan atas kebutuhan kelompok sebagaimana
dilihat melalui pengenalan akan kelompok dan doa. Adakalanya bimbingan mungkin berupa
hubungan pribadi atas kemurahan sementara yang dibimbing memilih petunjuk Allah. Barangkali
perbedaan-perbedannya dapat diringkaskan sebagai berikut: bimbingan lebih bersifat pribadi,
terjadi melalui percakapan, menyentuh kebutuhan-kebutuhan tertentu, dan menyampaikan kasih
sayang dan kebenaran Allah melalui waktu yang diberikan kepada seseorang atau suatu pasangan.
Kebenaran-kebenaran yang sama dapat diajarkan melalui mimbar, di dalam kelas, dan selama
bimbingan. Karena itu, seorang pendeta dapat melakukan banyak hal untuk melatih anggota-
anggota jemaatnya dalam bimbingan alkitabiah. Namun, bimbingan itu sendiri merupakan suatu
karunia yang berbeda dari khotbah dan pengajaran. Cukup sering seorang pendeta yang memiliki
karunia dalam berkhotbah dan yang karenanya dapat mengajarkan banyak hal tentang bimbingan
mungkin sebenarnya tidak mempunyai karunia membimbing. Sebaliknya, ada orang-orang yang
mempunyai kemampuan antar pribadi dan kemampuan untuk mendengarkan dengan penuh
pengertian dan kesabaran yang mampu membimbing secara efektif, namun dapat membuat
pendengar tertidur kalau ia berkhotbah. Sumber kasih sayang dan kebenaran itu sama, namun
karunia, panggilan, dan cara menyajikan berbeda. Karena itu, seorang pendeta yang merasa tidak
mampu menjadi seorang pembimbing dapat menjadi alat untuk mengajar orang-orang lain tentang
banyak hal yang dibutuhkan mereka untuk memberi bimbingan.
Pendalaman materi :
Inquiri (Penyelidikan):
1. Baca Kembali Keluaran 18:1-27), Daftarkan terjadinya Proses Bimbingan Konseling antara
Mertua dan menantu!
2. Menurut Pengamatan Saudara, sejauh mana Gereja telah melakukan Bimbingan dan
Konseling bagi jemaatnya? Mengapa?

Bagian V
Tugas Konseling Dalam Gereja
A. Arti Konseling
Konseling dapat diartikan sebagai: perundingan, diskusi, nasehat, pendapat, masalah yang tangani
untuk dicari penyelesaian yang tepat dan tuntas, tujuan-tujuan dan kebijaksanaan. Tugas konseling
di gereja juga sama prinsipnya, yakni sbagai upaya perundingan, pemberian nasehat, pertimbangan
dan kebijaksanaan yang membawa pembaharuan hidup — iman, pikiran, sikap dan tingkah laku.
Konseling dapat dilakukan untuk membantu mereka yang sedang mengalami permasalahan hidup
(kuratif). Ada masalah keluarga, masalah studi, masalah keuangan, pekerjaan dan masalah nilai
budaya. Bisa pula konseling diberikan bagi mereka yang belum mendapat masalah berat (preventif).
Misalnya, konseling untuk kaum muda sebelum memasuki pernikahan, atau konseling untuk
keluarga-keluarga muda sebelum dibebani oleh berbagai masalah rumah tangga.

B. Kedudukan Gereja Dalam Konseling


Gereja mempunyai kedudukan yang begitu istimewa dan mulia di hadapan Tuhan kita Yesus Kristus.
Dia menghendaki gereja hadir dan berkarya di dunia ini, yang harus berdasar pada pengakuan
bahwa Yesus Kristus Mesias, Anak Allah (Matius 16:16,18). Kepada gereja yang berdiri sebagai karya
Roh Kudus itu, Dia memberi mandat untuk “menjadikan semua bangsa muridNya”. Dalam rangka
tugas itu, pemberitaan Injil harus dilaksanakan, peneguhan iman dan pengajaran harus diupayakan
(Matius 28:18-20).
Gereja adalah umat pilihan Allah oleh iman orang-orang percaya itu sendiri kepada Yesus Kristus.
Yesus memanggil dan menjadikan setiap orang percaya sebagai “imam-imam” yang mampu
berhubungan langsung dengan Allah dan melayani serta mempermuliakan Dia. Disamping itu,
sebagai “imam-imam” Allah, semua orang percaya taerpanggil untuk saling melayani, membantu
sesamanya, agar mengalami pembaharuan hidup (1 Petrus 2:9,10; Efesus 3:10). Kita semua harus
memberi perhatian dan bantuan terhadap sesama kita, khususnya sebagai umat beriman, agar
mampu tampil sebagai pemenang menghadapi setiap tantangan hidup yang semakin berat (Galatia
6:2, 10). Kita semua adalah “pengembara” di dalam dunia.  Sebab itu kita harus bertolong-
tolongan,saling menopang, saling mengoreksi, saling menghibur dan memberi dorongan untuk maju
dan mengakhiri perjalanan hidup ini. Hal ini dapat kita lakukan mengingat Roh Allah hadir di dalam
kita (Efesus 1:13, 14; 2:23).

C. Konseling Tugas Gereja 


Tugas gereja banyak dan luas, sebagaimana Allah memberikan rupa-rupa karunia dan pekerjaan (1
Korintus 12:4-7). Allah sendiri memberikan karunia pekerja dan pekerjaan seperti: nabi, rasul,
penginjil, guru dan gembala jemaat (Efesus 4: 11-13). Mereka bertugas memperlengkapi warga
jemaat melalui ibadah, persekutuan dan kesaksian serta diakonia, agar mengenal dan memuliakan
Tuhan. Setiap pekerjaan dalam gereja harus dikembangkan secara serasi, seimbang dan harmoni
(Roma 12:6-8). Kita lihat pula pentingnya para tua-tua jemaat dan diaken serta para penatua untuk
mendinamiskan hidup iman warga jemaat (1 Timotius 3:1-13); 1 Petrus 5:1-4). Artinya, setiap orang
yang punya potensi melayani Tuhan dalam gereja harus difungsikan agar gereja menjadi dinamis.
Pekerjaan kemajuan hidup beriman warga gereja tidak mungkin hanya dapat diwujudkan oleh satu
atau beberapa orang pekerja (klerus).
 Pelayanan melalui konseling di dalam gereja perlu kita pikirkan dan kembangkan. Mengapa
demikian? Pertama, karena warga gereja adalah individu dan kelompok yang hidup di dunia yang
sudah tentu penuh dengan tantangan, tekanan, hambatan, penderitaan, kesakitan bahkan
penganiayaan. Manusia dicipatakan Allah dengan dua kodrat (sifat), yaitu kodrat lahiriah (jasmani)
dan rohani (spiritual). Dengan kondrat lahiriahnya semua manusia terbatas, lemah, tidak kebal
terhadap penyakit bahkan terhadap kematian. Dengan kodrat illahinya, manusia mempunyai
kerinduan yang dalam untuk berhubungan dengan Allah dalam setiap kesempatan dan situasi
hudupnya. Artinya, solusi terhadao persoalan hidupnya tidak bisa di dapat hanya dari sudut lahiriaih.
Manusia tidak bisa kenyang oleh karena roti dan kesuksesan materialnya; karena keindahan dunia,
atau karena kuasa serta kekuatn yang didapat dari dunia ini (Matius 4:1-11). Gereja harus mengajak
warganya untuk mencari jawaban-jawaban hidup dari petunjuk illahi, yaitu dari firman, kuasa dan
kehadiran (bimbingan) Allah.
 Kedua, pentingnya tugas konseling dalam gereja ini juga diperlihatkan oleh beberepa perikop firman
Tuhan. Pertama, 1 Petrus 5:1-4 mengemukakan bahwa penatua gereja adalah gembala, pengarah
iman, pembimbing dan pendorong semangat orang-orang percaya. Mereka memberi pengarahan
iman ditengah-tengah banyaknya kepalsuan pengajaran. Mereka memberikan bimbibingan
berkaitan dengan hidup rumah tangga, dan hidup kerohanian. Mereka dituntut memberikan
dorongan berupa perkataan dan perbuatan yang membangun karena jemaat menghadap tekanan
batiniah, bahkan tekanan yang nyata secara sosial, kultural dan politik. Sebagai gembala penatua
harus memerankan tugasnya seperti disebutkan oleh Mazmur 23:1-6 yakni: mengenal, memelihara,
memebrikan hiburan bagi warganya. Mereka juga meneladani Yesus Sang Gembala yang mengenal
kebutuhan daoba-domba-Nya, bahkan rela memberikan diri dan kehidupan-Nya (Yohanes 10:10, 14-
18).
 Kedua, Yakobus 5:14-16 menasehatkan agar penatua rajin mendoakan warganya yang sedang
dilanda kesakitan. Tidak semua penyakit karena kuman. Banyak penyakit terjadi karena kelemahan
emosi, kelelhan pikiran, bahkan karena kehampaan (kekosongan) rohani (spiritual). Nah, para
penatua perlu membangun semangat mereka, melalui nasehat, dorongan, ajaran yang banar serta
melalui doa, yang sungguh-sungguh. Elia dikemukakan Yakobus sebagai orang benar yang berdoa,
dan doanya dijawab oleh Tuhan. Doa merupakan permohonan kepada Allah agar Ia menyingkapkan
apa sebenarnya yang terejadi dalam didi seseorang yang kita doakan. Lalu Allah sendiri memberikan
jawabnya.
 Ketiga, Ibrani 10:24-25 mengajak jemaat untuk saling membangun khususnya dalam masa
kesukaran. Kolose 3:15-17 mengajak jemaat untuk saling mengajar  dan menegur dengan dasar
bahwa mereka dikuasai oleh damai sejahtera dan kasih Yesus Kristus. Bukan oleh kebencian atau
kecemburuan atau kecemburuan atau niat-niat negatif lainnya. Galatia 6:1-4 mengisayaratkan
pentingnya memberikan bimbingan bagi saudara-saudara seiman yang sedang menghadapi
“pencobaan dan godaaan” agar mereka bangkit kembali dalam jalan kebenaran. Kita harus bersikap
lemah lembut, ramah dan sabar sambil menjaga diri agar tidak ikut terjerumus. Juga disebut
perlunya menguji diri agar tidak ikut terjerumus. Juga disebut perlunya menguji diri apakah kita
dalam kondisdi yang benar dan teguh iman. Matius 18:15-20 mendesak jemaat untuk mendapatkan
kembali saudara yang telah melakukan pelanggaran. Kasusnya harus diperiksa secara teliti, supaya
dapat memberikan nasehat. Perlu ada dua atau tiga orang saksi. Kalau sekiranya yang bersangkutan
menolak mengakui kesalahannya serta menolak untuk berubah, barulah jemaat menyatakan disiplin.
1 Tesalonika 4:13-18 menegaskan perlunya kita memberikan konseling peneguhan dan penghiburan
bagi mereka yang ditimpa dukacita. Harapan mereka kepada Yesus yang akan datang itu perlu
dibangkitkan. 2 Tesalonika 3: 11-15 memberi dorongan bagi kita untuk membina saudara seiman
yang tidak tertib hidupnya. Mereka ini sibuk dengan dirinya sendiri, menggosip orang-orang lain dan
tidak bekerja untuk hidup keluarganya.

D. Firman Tuhan sebagai Dasar Konseling 


Konseling harus kita jalankan dalam gereja perlu sekali berdasarkan firman Allah. Mengapa
demikian? Sebab firman Allah itu tajam bagaikan pedang bermata dua,sanggup memberikan
pertimbangan, dorongan dan peneguhan (Ibrani 4:12). Firman Allah itu berguna untuk “memberikan
pengajaran”, “menyatakan kesalahan”, “memperbaiki kesalahan”, dan “mendidik orang dalam
kebenaran” (2 Timotius 3:16).
 Apakah kata firman Tuhan tentang manusia? Manusia itu ciptaan Allah yang begitu berharga,
sebagai pembawa gambar dan rupa Allah (imago Dei) (Kejadian 1:26-27). Allah menjadikan manusia
dengan dua kodrat — jasmani dan rohani (Kejadian 2:7). Manusia dapat karena “terhembusi oleh
nafas Allah .” Manusia mempunyai kebutuhan jasmani seperti: sandang, pangan, udara, kesehatan,
atau bebas dari kuman. Akan tetapi, manusia tidak dapat menemukan makna atau arti dari hidup
diluar Allah. Pada manusia ada “kekekalan” yang membuatnya harus berjumpa dengan Allah yang
kekal (Pengkhotbah 3:11). Pada diri manusia ada unsur jiwa (psikhe), pikiranm perasaan (emosi) dan
kehendak serta dimensi roh sebagai pusat hidupnya.
Pendalaman Materi:
1. Jelaskan bahwa Bimbingan dan Konseling Kristen adalah Tuhan Gereja (Gembala Sidang)?
2. Menurut saudara apakah bentuk-bentuk Bimbingan dan Konseling di gereja?
3. Mengapa Pelayanan melalui konseling di dalam gereja perlu kita pikirkan dan kembangkan?
4. Jelaskan Mengapa Firman Allah harus menjadi dasar Bimbingan Konseling Kristiani?

Bagian VI
Prosedur Bimbingan dan Konseling Secara Umum

Sebagai sebuah layanan profesional, layanan bimbingan dan konseling tidak dapat dilakukan secara
sembarangan, namun harus dilakukan secara tertib berdasarkan prosedur tertentu, yang secara
umum terdiri dari enam tahapan sebagai, yaitu:

A. Identifikasi kasus
Identifikasi kasus merupakan langkah awal untuk menemukan peserta didik yang diduga
memerlukan layanan bimbingan dan konseling. Robinson (Abin Syamsuddin Makmun, 2003)
memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi peserta didik yang
diduga mebutuhkan layanan bimbingan dan konseling, yakni :
1.Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua peserta didik secara
bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan peserta didik yang benar-benar
membutuhkan layanan konseling.
2.Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak
terjadi jurang pemisah antara guru pembimbing dengan peserta didik. Hal ini dapat dilaksanakan
melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja,
misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
3.Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran
peserta didik akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan peserta
didik yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil
pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
4.Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta didik, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan
jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi peserta didik.
5.Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan peserta didik yang diduga
mengalami kesulitan penyesuaian sosial.
B. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang
dihadapi peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan peserta didik dapat
berkenaan dengan aspek : (1) substansial – material; (2) struktural – fungsional; (3) behavioral; dan
atau (4) personality.
Untuk mengidentifikasi kasus dan masalah peserta didik, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu
instrumen untuk melacak masalah peserta didik, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah
(AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk menemukan kasus dan mendeteksi lokasi kesulitan
yang dihadapi peserta didik, seputar aspek : (1) jasmani dan kesehatan; (2) diri pribadi; (3) hubungan
sosial; (4) ekonomi dan keuangan; (5) karier dan pekerjaan; (6) pendidikan dan pelajaran; (7) agama,
nilai dan moral; (8) hubungan muda-mudi; (9) keadaan dan hubungan keluarga; dan (10) waktu
senggang.
C. Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi
timbulnya masalah peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor penyebab
kegagalan belajar peserta didik, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H.
Burton membagi ke dalam dua faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan
belajar peserta didik, yaitu : (1) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri peserta didik
itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap
serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (2) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan
sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
D. Prognosis
Langkah ini dilakukan untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami peserta didik masih
mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan
dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses
mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus,
dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang dihadapi siswa untuk diminta
bekerja sama guna membantu menangani kasus - kasus yang dihadapi.
E. Treatment
Langkah ini merupakan upaya untuk melaksanakan perbaikan atau penyembuhan atas masalah yang
dihadapi klien, berdasarkan pada keputusan yang diambil dalam langkah prognosis. Jika jenis dan
sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih
berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru pembimbing atau konselor, maka pemberian
bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri (intervensi
langsung), melalui berbagai pendekatan layanan yang tersedia, baik yang bersifat direktif, non
direktif maupun eklektik yang mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut.
Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih
luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing/konselor sebatas hanya membuat
rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten (referal atau alih tangan kasus).

F. Evaluasi dan Follow Up


Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya tetap dilakukan
untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap
pemecahan masalah yang dihadapi peserta didik.
Berkenaan dengan evaluasi bimbingan dan konseling, Depdiknas (2003) telah memberikan kriteria-
kriteria keberhasilan layanan bimbingan dan konseling yaitu:
1.Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh peserta didik berkaitan dengan masalah yang
dibahas;
2.Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan
3.Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh peserta didik sesudah pelaksanaan layanan dalam
rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.
Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2004) mengemukakan beberapa kriteria
dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yang terbagi ke dalam kriteria yaitu
kriteria keberhasilan yang tampak segera dan kriteria jangka panjang.
Kriteria keberhasilan tampak segera, diantaranya apabila:
1.Peserta didik (klien) telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi.
2.Peserta didik (klien) telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.
3.Peserta didik (klien) telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan
masalahnya secara obyektif (self acceptance).
4.Peserta didik (klien) telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).
5.Peserta didik (klien) telah menurun penentangan terhadap lingkungannya
6.Peserta didik (klien) telah melai menunjukkan sikap keterbukaannya serta mau memahami dan
menerima kenyataan lingkungannya secara obyektif.
7.Peserta didik (klien) mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan
pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional.
8.Peserta didik (klien) telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha –usaha perbaikan dan
penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang
telah diambilnya.
9.Sedangkan kriteria keberhasilan jangka panjang, diantaranya apabila:
10.Peserta didik (klien) telah menunjukkan kepuasan dan kebahagiaan dalam kehidupannya yang
dihasilkan oleh tindakan dan usaha-usahanya.
11.Peserta didik (klien) telah mampu menghindari secara preventif kemungkinan-kemungkinan
faktor yang dapat membawanya ke dalam kesulitan.
12.Peserta didik (klien) telah menunjukkan sifat-sifat yang kreatif dan konstruktif, produktif, dan
kontributif secara akomodatif sehingga ia diterima dan mampu menjadi anggota kelompok yang
efektif.
Pendalaman materi:
Unjuk Kerja :
Lakukan Bimbingan kepada salah satu rekan terdekat, secara bergantian sesuai dengan prosedur
Bimbingan dan Konseling secara umum!

Bagian VII
Proses Konseling Kristen
Keluhan yang sering diterima seorang konselor dari klien pada umumnya adalah rasa kecewa, putus
asa, kekhawatiran, dan ketakutan yang disebabkan oleh suatu hal yang sangat mengganggu
kehidupan kliennya.
Menanggapi hal tersebut konselor tidak boleh langsung menyarankan pada kliennya untuk membaca
Alkitab dan berdoa serta menyerahkan semua permasalahannya kepada Tuhan. Bagi orang Kristen
semua permasalahan memang berasal dari dosa kita dan satu-satunya jalan keluar adalah dengan
beriman kepada Kristus. Sebenarnya yang menjadi sumber dari permasalahan hidup orang Kristen
adalah iman atau kepercayaan yang salah, pandangan yang tidak tepat serta tidak Alkitabiah bahkan
berlawanan dengan iman yang Alkitabiah.
Dengan mengubah beberapa bagian dari bagan yang diberikan Lawrence J. Crabb Jr., (Basic
Principles of Christian Counseling, 1975) penulis menggambarkan proses konseling Kristen sebagai
berikut:
1. Perasaan Negatif
Situasi Negatif
|
2. Perbuatan Negatif
|
3. Iman Negatif
(Misbelief)
|
|
6. Perasaan Positif
|
|
5. Perbuatan Positif
|
4. Iman Positif
|
|
|
Pengajaran Alkitab dan 
|____________________
Bimbingan Roh Kudus
____________________|
1.Konselor mendengarkan dan menanyakan keluhan-keluhan konsele yang biasa dinyatakan melalui
perasaan dan situasi negatifnya. Meskipun tidak selalu, namun perasaan seorang bisa menjadi
negatif karena kelakuan yang negatif (perbuatan dosa).
2.Konselor kemudian menanyakan dan menyelidiki bersama konsele, perbuatan-perbuatan negatif
apa saja yang telah diperbuat konsele. Perbuatan-perbuatan dosa dengan perasaan yang negatif
sering disebabkan oleh pikiran dan kepercayaan (iman) yang negatif.
3.Konselor mencari penyebab atas perbuatan dan perasaan negatif konsele dengan melihat (mencari
dan memperkirakan) pikiran, pandangan, pendapat, iman konsele -- yang salah, yang negatif, dan
berdosa (misbelief). Langkah ini merupakan hal yang terpenting sebelum melangkah kepada
terapinya. Beberapa bahan untuk didiskusikan dengan konsele antara lain mengenai latar belakang
kehidupannya, keluarganya, hubungan dengan keluarganya, pengalamannya di masa lalu,
pandangan atau sikap atau filsafat keluarganya maupun dirinya sendiri.
4.Setelah mengetahui iman atau kepercayaan yang salah, kita memperlihatkan dan mengajarkan
kepada konsele iman atau kepercayaan yang benar dan yang Alkitabiah. Misbelief yang tampak pada
langkah ketiga ini mungkin disebabkan oleh:
a.Konsele tidak mengetahui iman atau pandangan yang benar sehingga konselor wajib mengajarkan
iman dan pandangan yang benar.
b.Konsele mengetahui iman yang benar tetapi tidak yakin dengan kebenarannya. Ia tidak yakin
bahwa cara hidup yang diajarkan oleh Alkitab ialah cara hidup yang paling baik sehingga kita harus
berusaha untuk menerangkan dan meyakinkannya lagi dan tetap berharap kepada Roh Kudus untuk
meyakinkan konsele itu.
c.Konsele sesungguhnya mengetahui dan yakin akan kebenaran iman yang benar, tetapi ia sengaja
memilih kepercayaan yang salah. Dalam hal ini yang harus dilakukan oleh konselor adalah
memberikan pilihan kepada konsele yaitu iman yang benar dan melakukan perbuatan yang benar
atau ia sama sekali menolak dan tetap hidup dalam dosa dengan segala masalah yang menyertai
penolakannya.
5.Apabila konsele rela hidup sesuai dengan Alkitab dan beriman benar, maka konselor bersama
konsele membuat rencana untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang benar berdasarkan iman
yang benar yang harus dilakukan konsele.
6.Jika langkah yang kelima sudah dilakukan maka timbullah perasaan yang benar dan positif. Situasi
mungkin saja membaik tetapi mungkin juga tidak bila diakibatkan oleh perbuatan orang lain.
Proses konseling seperti ini berlaku terutama untuk konseling terhadap masalah-masalah hidup
tetapi dapat juga diterapkan untuk konseling karena musibah terutama karena perbuatan-perbuatan
negatif.
Tujuan utama proses konseling ini adalah secara radikal mengubah pola hidup dan tingkah laku
seseorang yang bersifat dosa bukan mengganti perasaan yang negatif menjadi positif karena
perubahan perasaan tidak akan bertahan lama bila masalah utamanya tidak diselesaikan dengan
benar.
Proses konseling ini bersifat Kristen sehingga hanya dapat dilakukan oleh seorang konselor Kristen.
Hal ini dikarenakan konselor Kristen sangat mengharapkan keterlibatan Roh Kudus serta segala
tindakannya harus didasarkan pada Alkitab. Ia harus memiliki keyakinan bahwa hidup yang benar
hanya sesuai dengan Firman Allah yang benar.
Contoh dari proses konseling ini adalah seorang istri datang kepada seorang konselor karena ia benci
dan marah terhadap suaminya (ini adalah langkah pertama pada diagram di atas). Konselor
mendengarkan pernyataan istri itu tentang sebab-sebab dan situasi konflik dengan suaminya yaitu
bahwa akhir-akhir ini ia mendapati suaminya sudah tiga kali pergi ke WTS. Karena konselor hanya
berbicara dengan sang istri, maka ia hanya mencurahkan perhatiannya pada perbuatan dan
tanggapan sang istri. Tentunya ia perlu berusaha untuk bertemu juga dengan sang suami dan
melakukan pembicaraan bertiga. Tetapi bila sang suami menolaknya, ia dapat tetap melayani sang
istri.
Setelah mengetahui kebencian dan kemarahan sang istri, konselor tidak boleh langsung melompat
dari langkah pertama ke langkah keenam dengan mengatakan bahwa sebagai orang Kristen kita
tidak boleh membenci dan menyarankan agar istri tersebut segera bertobat dan kembali mengasihi
suaminya. Pernyataan ini tidak akan menyelesaikan masalah.
Konselor sebaiknya menanyakan apa yang dilakukan sang istri setelah mengetahui perbuatan
suaminya. Mungkin sang istri dengan jujur mengakui bahwa ia telah memaki-maki suaminya dengan
kata-kata yang kasar atau bahkan tidak mengajak suaminya berbicara selama satu minggu.
Setelah itu konselor harus masuk pada langkah yang ketiga yaitu menyelidiki, mendiskusikan, dan
mengerti bagaimana konsele menghadapi seluruh peristiwa dalam hidupnya. Konselor berusaha
mencari tahu apa yang menyebabkan ibu tersebut marah-marah kepada suaminya. Hal-hal apa saja
yang membuat ibu tersebut tidak bahagia. Apabila konselor sudah menemukan dan menunjukkan
iman yang salah yang mengakibatkan perbuatan, perasaan salah dan negatif, maka tugas konselor
selanjutnya adalah mengajarkan iman yang benar dan yang Alkitabiah. Konselor dapat mengatakan
bahwa sebenarnya kebahagiaan itu tergantung pada Allah bukan pada suami yang setia. Disinilah
konselor Kristen sepenuhnya bergantung pada karya Roh Kudus untuk meyakinkan konsele.
Langkah keempat adalah membicarakan dan mencari penyebab mengapa suaminya pergi ke WTS.
Lebih baik lagi jika sang suami juga diajak berbicara karena persepsi dari satu pihak saja tidak akan
cukup untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Setelah selesai dengan langkah ini, selanjutnya
konselor bisa mendiskusikan langkah- langkah apa yang sebaiknya dilakukan dan tentu saja harus
sesuai dan berdasarkan pada iman yang positif. Kadang-kadang tindakan yang tepat tidak bisa segera
diperoleh sehingga perlu dilakukan berbagai tindakan yang harus dicari sendiri oleh konsele (langkah
kelima).
Langkah yang terakhir adalah bila iman dan tindakan konsele telah tepat maka perasaan positif akan
datang dengan sendirinya. Dengan demikian sang istri bisa bertahan dan memiliki hidup yang positif
meskipun suaminya mempunyai kebiasaan yang buruk.
Pendalaman materi:
Unjuk Kerja :
Lakukan Bimbingan kepada salah satu rekan terdekat, secara bergantian sesuai dengan Proses atau
prosedur Bimbingan dan Konseling secara Kristen!

Study Kasus:
Setelah Saudara menonton Film Air Mata Doa, Seandainya Saudara sebagai Konselor, apakah
bantuan yang bisa saudara berikan kepada Heri (Kepala Keluarga) dan Mira (Istri Heri) yang selalu
curiga terhadap Heri yang ada main dengan perempuan lain!

Bagian VIII
Persoalan-Persoalan Bimbingan Konseling
dan Penanganannya

A. Persoalan Dosa (Kejadian 3: 8- 4:8)


Kata firman Tuhan, manusia sudah berdosa (Roma 3:10, 23). Manusia cenderung berbuat dosa saja
dengan tubuh, jiwa dan rohnya. Mengapa demikian? Karena manusia pertama telah jatuh kedalam
dosa, Oleh satu orang (Adam) semua orang telah berbuat dosa pula (Kejadian 3:1-4:19; Roma 5:12).
Dosa itu buruk akibatnya. Dosa membawa berbagai persoalan bagi kita, berkaitan dengan tubuh
jasmani dan rohani. Di bawah ini akan kita bahas secara ringkas aspek-aspke diri kita yang amat
perlu memperoleh layanan konseling.
1. Tubuh kita membuahkan berbagai sifat dan buah dosa; hawa nafgsu daging yang tak mampu kita
lawan atau hilangkan (Roma 7:14-25). Tubuh kita ini terus mengalami pemerosotan, mudah
terserang penyakit, mudah lelah; mempunyai siklus yang harus kita perhatikan; dan bahkan akan
ditelan oleh ketuaan serta kematian. Konseling juga berkaitan dengan aspek tubuh, masalah-
masalah kejasmanian. Tubuh perlu dipersembahkan kepada Tuhan agar menjadi senjata kebenaran
(Roma 6:14). Tubuh harus dipelihara kekudusannya karena tubuh kita adalah tempat
2. Pikiran kita memberontak, menyatakan masalah Tuhan tidak masuk akal atau “nonsense”. Pikian
tidak mau taat kepada firman Tuhan, melainkan ingin merdeka. Meskipun orang rajin ke gereja,
namun tuntutan-tuntutan firman Tuhan dianggap tidak logis, kuno (! Korintus 2:14). Misalnya,
firman Tuhan mengehendaki kita memberikan persembahan persepuluhan tetapi pikiran kita
menyatakan tidak perlu (Maleakhi 3:10; Amasal 3: 9,10). Firman Tuhan menyatakan bahwa siapa
yang percaya dan menerima Yesus dalam hidupnya pasti beroleh hidup kekal datau kedudukan di
surga. Tetapi pikiran menyatakan tidak masuk akal (bd. Yohanes 1:12; 3:16; 5:24).
Sebab itu, konseling terhadap pikiran amat penting agar ia tunduk di bawah firman Tuhan. Pikiran
kita harus terus menerus mengalami pembaharuan Roh (Roma 12:2. Pikiran kita harus dikuasai oleh
damai sejahtera Allah (Filipi 4:7) Pikiran juga harus dilatih untuk berpikir positif, melihat sisi-sisi yang
baik dari segala orang dan peristiwa (Filipi 4:8). Pikiran kita harus dibimbing agar beroleh hikmat
sorgawi, yaitu hikmat dari Allah, bukan dari dunia dan hawa nafsu (Yakobus 3:13-18). Banyak orang
percaya yang rajin ke geraja hidup dalam cara birpikir sempit, keliru, degatif. Pikiran degatif bisa
mempengaruhi perasaan dan kehendak dan bahkan roh. Pikiran negatif  juga bisa mempengaruhi
tuguh (fisik ). Karena itu bimbingan yang membangun cara berpikir amat penting  kita lakukan. Jika
pikiran kalut dan bingung bahkan ternatas, peneranganlah yang kita butuhkan.
 3. Emosi atau perasaan perlu sekali memperoleh pembaharuan. Emosi yang masih dikuasai oleh
dosa cenderung negatif, menyimpan akar pahit, dendam, kemarahan, kecemasan bahkan depresi.
Pada emosilah bersarang ketakutan, kecemasan, kekuatiran, dan kemarahan (Efesus 4: 30). Emosi
yang tertekan mempengaruhi pikiran, kehendak bahkan tubuh jasmani. Kemarahan yang tersimpan
membuat lahirnya penyakit jantung, darah tinggi dan stress serta depresi.
 Konseling diperlukan untuk mengatasi ini. Emosi kita harus dikuasai oleh damai sejatera Kristus
(Yohanes 14:27; Kolose 3:15; Filipi 4:4,7). Kalau orang menerima pengampunan dari Tuhan Yesus,
maka Roh Allah akan mengangkat semua beban emosi itu. Seterusnya, Roh Kudus di dalam kita akan
memberikan buah — kasih, sukacita, damai sejahtera, kemurahan, kelemahlembutan, kesetiaan,
kebaikan dan penguasaan diri (Galatia 5:22-23). Itu sebabnya mengapa kita perlu dipenuhi oleh
kehadiran Roh Tuhan (Efesus 5:8) Kita perlu dibimbing dan dikendalikan oleh Roh Allah (Galatia 5:16-
17, 18,25).
 4. Karena pengaruh dosa, kehendak kita untuk berbuat baik begitu lemah. Terlalu banyak kemauan
sehingga sulit untuk membuat prioritas. Kehendak yang lemah ini juga diperbesar oleh didikan di
masa lalu. Kurangnya kasih sayang, penerimaan, penghargaan yang kita terima dari orang tua,
membuat kita sukar untuk mandiri. Sulit untuk mempunyai keteguhan hati. Padahal, keteguhan hati
penting untuk kemajuan hidup. Anak yang memperoleh kasih dan disiplin yang baik dari orang tua
akan maju di dalam studi, karier dan kehidupannya. Masalah pemulihan kehendak, pengambilan
keputusan perlu kita bicarakan dalam jemaat. Dalam kitab Efesus dikatakan bahwa hidup bijaksana
berarti bersedia mengerti kehendak Tuhan dalam hidupnya (Efesus 5:15-17). Kehendaka yang lemah
memerlukan dorongan, semangat sebagi upaya membangkitkan rasa percaya diri.
 5. Karena dosa, maka roh kita tidak mampu menjangkau kehendak atau keinginan Tuhan. Sekalipun
orang rajin je gerha tetapi rohnya belum mendapat pembaharuan. Akibatnya, masalah ketuhan dan
masalah emosi dipecahkan secara kedagingan dan rasional. Dalam 1 Korintus 2:14 dikatakan bahwa
kalau orang belum mengalami kehadiran Roh Allah, perkara-perkara rohani akan cepat
membosankan. Kematian rahani membuat orang tak berdaya menghadapi dosa dan hawa nafsu
(Efesus 6:11-13; 1 Yohanes 2:18-27; 4:1-6). Namasnya orang Kristen, rajin ke gereja, tetapi ia masih
berpegang teguh keoada kuasa-kuasa kedukunan, tenaga kebatinan dan sejenisnya.
 Nikodemus, seorang ahli Taurat Yahudi yang amat disegani punya kasus seperti ini. Dalam Yohanes
3:1-18 dikemukakan bahwa Nikodemus tak mehamai kalau orang bisa masuk ke dalam kerajaan
Sorga. Nikodemus malu menemui Yesus siang hari meskipun ia begitu kagum. Secarasembunyi-
sembunyi ia menemui Yesus dan mencoba berdiskusi. Baginya Yesus hanya guru biasa, bukan Tuhan
apalagi Anak Allah. Yesus sebaliknya kasihan melihat Nikodemus. Ia menawarkan jalan. Nikodemus
harus menerima dan percaya kepada Dia yang diutus Allah (Mesias). Jika percaya kepada Yesus
berarti ia dilahirkan kembali oleh Allah melalui pekerjaan Roh-Nya. Karena itu agar rohani cerah,
orang harus mengalami kelahiran baru (Yohanes 3:3, 5, 7).
Sebelum Paulus menerima Yesus ke dalam hidupnya, ia aktif bekerja bagi Allah. Akan tetapi ia
menyiksa banyak orang yang mengikut Yesus.  Akan tetapi ia mengira berbuat baik bagi Tuhan.
Setelah peristiwa di jalan menuju Damsyik, Paulus menyerahkan diri kepada Yesus (Kisah 9:1-19).
Lalu Roh Allah hadir dalam hidupnya (Efesus 1: 13,14). Roh Allah itu menghidupkan rohnya. Ia
menjadi ciptaan baru (2 Korintus 5:17). Roh membantunya memahami rahasia pribadi dan pekerjaan
Allah. Paulus menjadi giat bekerja bagi Tuhan. Ia pun rela mati bagi Kristus.
 Jadi, bimbingan rohani amat perlu bagai warga gereja kita. Maksudnya, bimbingan untuk
pembaharuan roh! Betapa banyaknya kita menaggapi masalah kerohanian dan kegerejaan secara
kedagingan? Solusi terhadap ini, agar kita berkobar-kobar hidup bagi Tuhan, adalah pembaharuan
roh. Dimana ada Roh Allah di situ ada kemerdekaan, kebebasan roh, pikiran, emosi, bahkan
kesegaran tubuh (2 Korintus 3:17,18; Roma 8: 26-27).
 6. Masalah berikutnya yang perlu kita kembangkan adalah teknik konseling. Bagaimana prinsip
praktisnya jikalau kita melibatkan diri dalam pelayanan konseling? Beberapa prinsip saja yang perlu
kita berikan disini.
 Pertama, kita harus kuat di dalam anugerah Tuhan. Mental, emosi dan rohani kita harus mantap di
dalam pertumbuhannya. Sebab jika tidak, maka kita tidak punya hikmat, wibawa dan kuasa Tuhan
(Efesus 6:10; 2 Timotius 2:2). Kita harus selalu menjaga diri agar tidak menjadi “batu sandungan”
bagi orang lain (Galatia 6: 1,4).
 Kedua, kita harus rela mendengar sebelum berbicara dan mengemukakan nasehat, pertimbagan
atau bimbingan. Harus tahu apa masalahnya (Amsal 10:19; 12:18: 15:1-2,4; 16:24). Masalah
pribadikah? Masalah keluargakah? Masalah moralkah? Yesus Kristus menerapkan prinsip demikian.
Ia banyak mendengar ketika berhadapan dengan Nikodemus (Yohanes 3: 1-21); dengan Wanita
Samaria (Yohanes 4:1-44); dengan orang-orang Farisi yang membawa seorang perempuan berdosa
kepada-Nya (Yohanes 12:1-11); dengan seorang muda yang kaya (Matius 19:16-26) dan ketika Ia
menghadapi konflik diantara para murid (Matius 18:1-5; 20:20-28).
Ketiga, berikan jawaban secara relevan sesuai dengan pergumulan dan kebutuhan. Beri pengajaran
firman Tuhan kalau ia kekurangan informasi atau penejlasan kebenaran. Artinya, konselor itu adalah
guru. Koreksi perasaaan yang negatif melalui dorongan dan pemberian semangat. Konselor sebagai
pemberi arah. Mampukan untuk melakukan perkarea-perkara luhur meskipun tampak kecil.
Konselor berperan sebagai pemampu, pemberi semangat. Jangan lupa berdoa bersama secara
bergantian. Sebab, konselor sebagai juru safaat.
Keempat, andalkan peranan Roh Kudus yang adalah “counselor” sejati dari Allah bagi roangpercaya
(Yohanes 14:25,26; 15:26,27; 16:6-13). Dia “counselor” yang mendapingi, memberikan kecerahan
suara hati, memberikan keinsyafan akan dosa dan kejahatan, juga menyatakan kebenaran.
Bergantunglah kepada-Nya dalam doa dan kesadaran penuh. Betapa perlunya seorang pembimbing
untuk bersandar kepada Roh Tuhan yang mampu memberikan kearifan dalam pikiran, sikap dan
perbuatan (Efesus 5:15-18).

B. Karena Krisis

Untuk dapat memberi pertolongan kepada orang yang mengalami krisi, Konselor perlu memahami
krisis dan aspek-aspeknya. Pemahaman ini berpengaruh terhadap pertolongan yang diberikan.
Berdasarkan prosedur umum Bimbingan dan Konseling bahwa sebagai sebuah layanan profesional,
layanan bimbingan dan konseling tidak dapat dilakukan secara sembarangan, namun harus dilakukan
secara tertib berdasarkan prosedur tertentu, pertama-tama harus mengindetifikasi kasus.
Identifikasi kasus merupakan langkah awal untuk menemukan peserta didik yang diduga
memerlukan layanan bimbingan dan konseling.
1. Pengertian Krisis

Salah satu batasan krisis yang diberikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah “keaaan yang
genting; kemelut. Sedangkan genting adalah “bahaya” dan kemelut diberi batasan “keadaan yang
Berbahaya”
Beberapa batasan krisis yang lain menekankan situasi kehidupan atau peristiwa kehidupan yang
berbahaya, walaupun pemberi batasan itu tidak bermaksud mengatakan bahwa situasi seperti itu
adalah suatu krisis. Berikut ini beberapa contoh Krisis menurut Collins adalah “situasi….yang paling
dahsyat dan dengan demikian mengancam keseimbangan psikologis kita” (Collins, 1982, hal. 48).
Sedangkan Kliman, mengatakan bahwa krisis adalah “ peristiwa apa pun di luar diri seseorang yang
mengubah keseimbangan hidupnya” (Kliman, 1986, hal. 199).
Adam memberi batasan krisis sebagai “segala situasi yang kedalamnya Allah telah memimpin
seseorang, yang sekarang atau nanti menuntut tindakan menentukan yang akan membawa akibat-
akibat penting” (Adam, 1979, hal. 10-11). Dalam pandangan teologis ini Allah diperhitungkan. Dalam
situasi itu orangdiharuskan menentukan pilihan yang sangat penting yang pada intinya bersifat
keagamaan atau sebuah pilihan ‘iman” (Gerkin, 1979, hal 32).
Ketika menolong seorang yang mengalami krisis, penting sekali konselor memperhatikan rekasi
orang atas suatu peristiwa yang menimbulkan krisis daripada peristiwa itu sendiri.

2. Dinamika dan perkembangan krisis

Krisis perkembangan berkenaan dengan suatu tuntutan hidup yang sukar dan berbahaya, yang lazim
dialami oleh kebanyakan orang dalam budaya tertentu pada saat tertentu dalam perkembangan
hidupnya. Hal itu dapat juga dikatakan sebagai perasaan tidak berdaya dalam menjalankan tuntutan-
tuntutan perkembangan yang seharusnya diselesaikan pada tingkat hidup tertentu sebelum orang
dapat berhasil menjalankan tuntutan perkembangan berikutnya. Krisis ini biasa, dalam arti krisis itu
terjadi sebagai bagian integral dari suatu proses pertumbuhan. Contoh situasi yang dapat
menimbulkan krisis jenis ini ialah : kelahiran, disapih (lepas susu ibu), latihan ke kamar kecil,
kompleks odepus, ke sekolah, masa remaja, memilih pekerjaan, meninggalkan rumah, meninggalkan
sekolah, pertunangan, penyesuaian diri dalam pernikahan, kehamilan, menjadi orang tua, usia
tengah baya, kehilangan orang tua, mati haid (menopause), pensiun, kematian teman hidup,
kematian teman-teman, kematiannya sendiri. Pengalaman-pengalaman itu adalah saat krisis bagi
orang sejauh hal itu menimbulkan masalah yang tak dapat ditanggulangi secara memuaskan dengan
cara-cara yang pernah digunakan.

Dalam diagram berikut Stone menggambarkan pemisahan itu dan menyebutkan suatu tahap yang
tidak tegas-tegas dinyatakan dalam pendapat Caplan. Menurut Stone perkembangan krisis ialah :

Diagram 1 – Perkembangan Krisis


Menurut diagram itu, dalam suatu perkembangan krisis, pertama-tama harus ada perangsang atau
kejadian pemicu (faktor pencetus). Kejadian itu berbahaya dan membangkitkan emosi, misalnya :
kematian, kehilangan pekerjaan, dan sebagainya. Tahap kedua ialah tafsiran seseorang atas situasi
itu. Di sini orang itu “mengolah” kejadian tersebut dan memahaminya sebagai ancaman yang berat.
Di sini bukan hanya meliputi pengetahuan dan kepercayaan, gagasan dan harapan orang itu,
melainkan juga persepsinya yang unik atas unsur-unsur khusus dari situasi itu. Di sini setiap orang
mempunyai cara sendiri-sendiri untuk memandang kejadian tertentu.
Pada tahap berikutnya, cara penanggulangan orang itu dan sumber daya pribadinya (yaitu sumber
daya dari luar – misalnya : teman, relasi, pendeta, dokter, dan sumber daya dari dalam – misalnya :
kemampuan menanggulangi dan menghadapi situasi, masalah, dan perasaan-perasaan baru),
dipakai untuk melakukan sesuatu atas pemahamannya mengenai kejadian itu.
Di sini kelayakan sumber daya dan cara penanggulangan yang tersedia mempengaruhi sampai sejauh
mana kejadian yang dialami itu menjadi krisis. Jika orang menganggap suatu motif atau nilainya yang
penting terancam, maka kegiatan penanggulangan digerakkan atas dasar ancaman itu, dan atas
dasar pemahaman bahwa hidupnya, kesehatannya, kekayaannya, atau hubungan sosial yang
disenanginya dalam bahaya.
Di samping itu ada pula faktor-faktor yang ikut mempengaruhi krisis. Yang pertama, adalah daya
pemahaman. Orang yang cukup punya daya pemahaman akan dapat melihat akibat-akibat suatu
peristiwa secara wajar, tidak akan menerima suatu peristiwa sebagai sesuatu yang nyata bila tidak
benar-benar terjadi, dan mudah menerima kenyataan. Ia akan dapat memanfaatkan
perbendaharaan kecakapannya dengan baik bahkan dapat lebih mudah memunculkan kecakapan
baru dalam menghadapi peristiwa yang berpotensi memicu krisis.
Di samping daya pemahaman, yang tak kalah pentingnya ialah jaringan penopang, Jaringan
penopang itu akan membantunya menghadapi peristiwa-peristiwa kehidupan sehingga itu tidak
sempat memicu krisis. Kemudian faktor mekanisme penanggulangan. Mekanisme penanggulangan
yang realistis akan mencegah timbulnya krisis. Dan faktor yang terakhir adalah kerentanan. Hal ini
berhubungan dengan waktu terjadinya peristiwa sebagaimana dijelaskan di atas. Ketika orang dalam
keadaan rentan, misalnya : ketika sakit, tidak siap, atau baru mengalami kesulitan, ia akan mudah
mengalami krisis.
Menurut Stone perkembangan krisis ialah :
Diagram 2 – Perkembangan Krisis Lebih rinci

Jadi berbicara mengenai krisis menurut pendapat di atas bukan berbicara mengenai kejadian di luar
diri seseorang, walaupun kejadian seperti itu ada yang menjadi pemicu krisis.
Dalam diagram itu terlihat bahwa perkembangan krisis sejak sebelum terjadi sampai kemungkinan-
kemungkinan akibatnya, yaitu : Pada suatu saat di perjalanan hidupnya, seseorang menyadari
terjadinya atau akan terjadinya suatu peristiwa. Peristiwa itu mungkin peristiwa yang benar-benar
terjadi atau hanya khayalan belaka, mungkin sudah terjadi, mungkin juga dianggap akan terjadi,
mungkin sudah dapat diduga sebelumnya, atau tiba-tiba saja terjadi. Peristiwa yang jelas yang
berpotensi menimbulkan krisis itu adalah peristiwa yang menuntut perubahan persepsi dan
hubungan-hubungan, atau yang menuntut perubahan gaya hidup.
Pada tahap kedua, orang itu memandang peristiwa itu, baik secara rasional atau tidak rasional,
sebagai peristiwa yang membahayakan atau tidak membahayakan. Jika ia memandangnya tidak
membahayakan, maka tidak terjadi masalah. Tetapi, jika ia memandangnya sebagai peristiwa yang
membahayakan, maka ia menyadari akan adanya masalah. Ia mengalami ketidakseimbangan jiwa
karena terancam oleh kemungkinan hilangnya hal-hal yang selama ini memenuhi kebutuhannya dan
menyenangkannya. Ia menyadari adanya ancaman terhadap keutuhannya sebagai pribadi.
Selanjutnya, orang itu lalu mengerahkan segala daya dan cara yang telah dimilikinya untuk
menanggulangi ketidakseimbangan itu. Jika ia berhasil dan cara itu sehat, maka berlalulah masalah
itu dan ia kembali dalam keadaan seimbang.
Tetapi, jika hal itu tidak berhasil, maka timbullah krisis itu, yaitu suatu perasaan tak berdaya dalam
menanggulangi ancaman yang datang. Jika cara itu tidak sehat, untuk sementara krisis tidak terjadi,
tetapi lama-kelamaan akan timbul juga. Bisa juga orang itu belum atau tidak berusaha
menanggulangi ancaman dan langsung menyerah, dan krisis itu segera terjadi.
Dengan adanya krisis itu orang mengerahkan daya dan cara yang baru untuk menghadapinya. Jika
cara yang baru itu sehat dan berhasil mengatasi krisis, maka pulihlah keseimbangannya. Krisis itu
bukan saja berlalu, melainkan ia juga mengalami pertumbuhan sebab bertambahnya
perbendaharaan cara dan daya yang dimilinya untuk menghadapi masalah dalam hidupnya. Melaui
rasa tidak aman, gangguan, keterasingan, bahaya, kesepian, kebingungan, kepedihan hati, dan
penderitaan, ia mengalami pertumbuhan pribadi.
Jika ia tidak dapat memecahkan masalah itu dengan segala daya dan upayanya, maka keadaan bisa
menjadi makin parah. Orang itu mungkin menjadi sakit jiwa atau bunuh diri karena menurutnya
itulah satu-satunya cara untuk lari dari krisis sampai tidak terkejar. Mungkin juga ia menggunakan
cara yang tidak sehat untuk menghadapi krisis. Dengan demikian kelihatannya ia berhasil, tetapi
sesungguhnya hanya meredakan situasi untuk sementara. Lambat atau cepat krisis akan muncul
kembali dan terasa semakin parah. Jika pada akhirnya, situasinya masih juga tidak dapat diatasi,
akibatnya ialah sakit jiwa atau bunuh diri.
Apakah perubahan hidup akan menjadi krisis atau tidak dan apakah krisis itu terselesaikan atau tidak
ditentukan juga oleh kondisi orang yang mengalaminya. Menurut Wright, orang yang mudah kena
krisis dan sulit menghadapi krisis memiliki delapan ciri. Yang pertama, mereka kewalahan terhadap
krisis karena sebelum krisis memang emosinya lemah; daya psikologis tidak cukup kuat untuk
menghadapi kesulitan-kesulitan hidup secara tegar sehingga mudah bingung, khawatir, takut,
menyerah, dan putus asa. Yang kedua, mereka yang keadaan fisiknya lemah/ sakit-sakitan. Ini
berkaitan dengan keadaan psikologis yang lemah. Fisik yang lemah dapat menimbulkan kelemahan
psikologis dapat menyebabkan kelemahan fisik.
Ciri yang ketiga ialah, mereka yang menyangkal realitas atau kenyataan. Realitas atau kenyataan
pemicu krisis itu ada yang tidak dapat diatasi dan semuanya pasti tidak dapat langsung diatasi. Jadi
diperlukan penerimaan sementara atau bahkan selamanya agar tidak terjadi krisis. Makin sulit orang
menerima kenyataan, makin rentan orang terhadap krisis. Dan yang keempat, mereka yang suka
tergesa-gesa atau sebaliknya, mengulur-ulur waktu. Yang suka tergesa-gesa, berhubungan dengan
ciri butir tiga. Ia tidak sabar untuk menerima kenyataan itu sementara dan akan mempermudah
terjadinya krisis. Yang suka mengulur-ulur pun dapat mempermudah krisis, yaitu karena ia menunda-
nunda menyelesaikan masalah atau mencari pertolongan. Berupaya sendiri menyelesaikan masalah
memang baik, tetapi akan menjadi buruk bila ia tidak mampu dan terlambat mendapat bantuan.
Berikutnya ialah mereka yang bergumul dengan rasa bersalah secara berlebihan. Bila peristiwa
pemicu krisis itu menimbulkan rasa bersalah yang berlebihan dan sulit dihilangkan, maka ia akan
mudah mengalami krisis. Di sini penyebabnya adalah rasa bersalah itu. Ciri yang keenam, mereka
yang suka menyalahkan orang lain. Ia kurang mampu bertanggung jawab atas peristiwa-peristiwa
yang terjadi dalam kehidupannya sehingga selalu mencari penyebabnya pada orang lain sehingga ia
tidak bisa proaktif menanggulangi peristiwa-peristiwa pemicu krisis. Akibatnya kemampuan baru
untuk menghadapi peristiwa itu terhambat munculnya dan krisis mudah dialami.
Dua ciri yang terakhir, ialah mereka yang cenderung terlalu bergantung pada orang lain atau terlalu
mandiri. Mereka yang terlalu bergantung kepada orang lain, selalu ingin orang lain menghadapi
masalahnya sehingga tidak akan punya kemampuan baru untuk menghadapi peristiwa pemicu krisis.
Sebaliknya, orang yang terlalu mandiri tidak merasa perlu pertolongan sementara atau dukungan
untuk menghadapi peristiwa pemicu krisis. Dengan kedua kecenderungan ini orang mudah terkena
krisis. Dan akhirnya, mereka yang kurang percaya akan kedaulatan dan pemeliharaan Allah. Orang
yang tidak percaya bahwa Allah selalu baik dan selalu punya maksud-maksud baik terhadapnya,
setia, tidak pernah berkhianat akan mudah memiliki penafsiran negatif terhadap peristiwa-peristiwa
buruk yang dialaminya. Padanya mudah timbul perasaan-perasaan krisis. Sebaliknya; orang yang
berkepercayaan teguh bahwa Allah yang selalu baik itu berdaulat atas segala peristiwa dan
memelihara anak-anakNya melewati segala peristiwa akan dapat menghadapi peristiwa buruk dalam
kehidupannya.

4. Pertolongan dalam menghadapi Krisis


a. Pertolongan yang tidak sehat
b. Pertolongan yang sehat
Krisis perkembangan berkenaan dengan suatu tuntutan hidup yang sukar dan berbahaya, yang lazim
dialami oleh kebanyakan orang dalam budaya tertentu pada saat tertentu dalam perkembangan
hidupnya. Hal itu dapat juga dikatakan sebagai perasaan tidak berdaya dalam menjalankan tuntutan-
tuntutan perkembangan yang seharusnya diselesaikan pada tingkat hidup tertentu sebelum orang
dapat berhasil menjalankan tuntutan perkembangan berikutnya. Krisis ini biasa, dalam arti krisis itu
terjadi sebagai bagian integral dari suatu proses pertumbuhan. Contoh situasi yang dapat
menimbulkan krisis jenis ini ialah : kelahiran, disapih (lepas susu ibu), latihan ke kamar kecil,
kompleks odepus, ke sekolah, masa remaja, memilih pekerjaan, meninggalkan rumah, meninggalkan
sekolah, pertunangan, penyesuaian diri dalam pernikahan, kehamilan, menjadi orang tua, usia
tengah baya, kehilangan orang tua, mati haid (menopause), pensiun, kematian teman hidup,
kematian teman-teman, kematiannya sendiri. Pengalaman-pengalaman itu adalah saat krisis bagi
orang sejauh hal itu menimbulkan masalah yang tak dapat ditanggulangi secara memuaskan dengan
cara-cara yang pernah digunakan.
Collins (1980, hal. 50) menyebut jenis krisis yang ketiga, yaitu krisis eksistensial (keberadaan). Krisis
ini bertumpang tindih dengan dua jenis krisis sebelumnya, dan datang ketika menghadapi kenyataan
yang mengganggu karena mengaburkan makna (tujuan dan kelayakan) hidup seseorang, seperti
kesadaran bahwa : saya gagal, saya terlalu tua untuk mencapai tujuan hidup saya, saya telah
kehilangan kesempatan, saya sekarang janda/ duda, hidup saya tanpa tujuan, pernikahan saya telah
berakhir dengan perceraian, penyakit saya tak tersembuhkan, tidak ada lagi yang dapat saya
percaya, rumah dan harta saya musnah karena kebakaran, saya telah pensiun, saya telah ditolak
karena suku saya. Dapat dikatakan bahwa dalam hal ini orang tidak berdaya menghadapi
kemungkinan terjadinya hal-hal yang bila benar-benar terjadi akan merusak integritasnya,
keutuhannya, dan identitasnya. Atau bila orang tidak mampu mencegah kehilangan hal-hal yang
memberinya makna hidup, yaitu segala sesuatu yang telah banyak diinventasikannya secara
emosional.
Pendalaman materi:
Jawablah Pertanyaan di bawah ini dengan tepat!
1. Menurut diagran 1, Jelaskan mengapa sebuah kejadian atau peristiwa dapat menjadi suatu
krisis?
2. Menurut Diagram 2 jelaskan bahwa kepribadian, pengalaman, dan lingkungan seseorang
sangat menentukan arah dan corak perkembangan krisis!
3. Apakah perbedaan diagram satu dan diagram ke dua dalam perkembangan sebuah krisis (atau
krisis tersbut bisa terjadi)!
4. Bagaimana saudara menghadapi kejadian atau peristiwa yang dapat memicu krisis bagi
saudara?

Kesimpulan:
Krisis? Tergantung : kepribadian, pengalaman, dan lingkungan sekitar. Kendati demikian
semua orang tidak bebas dari krisis. Ada bermacam-macam cara menghadapi krisis. Ada orang yang
tidak suka menyerah (dengan daya dan penanggulangan) krisis. Ada yang menghindari dengan
bunuh diri atau ada yang ingin menyelesaikan krisis dengan cara yang salah.

DAFTAR RUJUKAN
AACE. (2003). Competencies in Assessment and Evaluation for School Counselor.
http://aace.ncat.edu
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor.
Naskah Akademik ABKIN (dalam proses finalisasi).
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2005). Standar Kompetensi Konselor Indonesia.
Bandung: ABKIN
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Bandura, A. (Ed.). (1995). Self-Efficacy in Changing Soceties. Cambridge, UK: Cambridge University
Press.
BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Balitbang Diknas. (2006). Panduan Pengembangan Diri: Pedoman
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Draft. Jakarta: BSNP dan PUSBANGKURANDIK,
Depsiknas.
Browers, Judy L. & Hatch, Patricia A. (2002). The National Model for School Counseling Programs.
ASCA (American School Counselor Association).
Bimbingan dan Konseling Indonesia Nomor 01/Peng/PB-ABKIN/2007 bahwa Tenaga Profesional yang
melaksanakan pelayanan professional Bimbingan dan Konseling disebut Konselor dan minimal
berkualifikasi S1 Bimbingan dan Konseling.
Cobia, Debra C. & Henderson, Donna A. (2003). Handbook of School Counseling. New Jersey, Merrill
Prentice Hall
Corey, G. (2001). The Art of Integrative Counseling. Belomont, CA: Brooks/Cole.
Comm, J.Nancy. (1992). Adolescence. California : Myfield Publishing Company.
Depdiknas. (2003). Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Puskur Balitbang.
Depdiknas, (2005), Permen RI nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Depdiknas, 2006), Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi,
Depdiknas, (2006), Permendiknas no 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan SI dan SKL,

Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi. (2003).
Dasar Standardisasi Profesionalisasi Konselor. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga
Kepen-didikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas, 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta : Bagian Proyek Peningkatan Tenaga
Akdemik Dirjen Dikti
Engels, D.W dan J.D. Dameron, (Eds). (2005). The Professional Counselor Competencies:
Performance Guidelines and Assessment. Alexandria, VA: AACD.
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 22 tentang Standar Isi. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 23 tentang Standar Kompetensi
Lulusan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Michigan School Counselor Association. (2005). The Michigan Comprehensive Guidance and
Counseling Program.
Muro, James J. & Kottman, Terry. (1995). Guidance and Counseling in The Elementary and Middle
Schools. Madison : Brown & Benchmark.
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Pikunas, Lustin. (1976). Human Development. Tokyo : McGraw-Hill Kogakusha,Ltd.
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. (2003). Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling.
Jakarta : Balitbang Depdiknas.
Sunaryo Kartadinata, dkk. (2003). Pengembangan Perangkat Lunak Analisis Tugas Perkembangan
Peserta didik dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pelayanan dan Manajemen Bimbingan dan
Konseling di Sekolah/Madrasahdrasah (Laporan Riset Unggulan Terpadu VIII). Jakarta : Kementrian
Riset dan Teknologi RI, LIPI.
Syamsu Yusuf L.N. (2005). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasah. Bandung : CV
Bani Qureys.
——–. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosda Karya.
——–.dan Juntika N. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Stoner, James A. (1987). Management. London : Prentice-Hall International Inc.
Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen
Wagner William G. (1996). “Optimal Development in Adolescence : What Is It and How Can It be
Encouraged”? The Counseling Psychologist. Vol 24 No. 3 July’96.
Woolfolk, Anita E. 1995. Educational Psychology. Boston : Allyn & Bacon.
Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas
I. Djumhar dan Moh. Surya. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance & Counseling).
Bandung : CV Ilmu.

Shertzer, B. & Stone, S.C. 1976. Fundamental of Gudance. Boston : HMC

Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. Cetakan ke dua.

Winkel, W.S,.2005. Bimbingan dan Konseling di Intitusi Pendidikan, Edisi Revisi. Jakart a: Gramedia
LAMPIRAN:
Lampiran 1:

Contoh Makalah/ Artikel Tentang Bimbingan Konseling


PENTINGANYA BIMBINGAN DAN KONSELING DISEKOLAH

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Bimbingan dan Konseling sangat penting di sekolah manapun. Dengan Bimbingan dan Konseling ini
akan tercipta keserasian hubungan antara siswa dengan guru.
1.2.Tujuan Pembahasan
a.Fungsi Bimbingan dan Konseling
b.Tujuan Bimbingan dan Konseling
c.Asas-asas Bimbingan dan Konseling
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Fungsi Bimbingan dan Konseling
Ditinjau dari segi sifatnya, layanan Bimbingan dan Konseling dapat berfungsi sebagai :
a.Fungsi Pencegahan (preventif)
Layanan Bimbingan dan Konseling dapat berfungsi pencegahan artinya : merupakan usaha
pencegahan terhadap timbulnya masalah. Dalam fungsi pencegahan ini layanan yang diberikan
berupa bantuan bagi para siswa agar terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat
perkembangannya. Kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat berupa program orientasi, program
bimbingan karier, inventarisasi data, dan sebagainya.
b.Fungsi pemahaman
Fungsi pemahaman yang dimaksud yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling yang akan menghasilkan
pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan keperluan pengembangan
siswa pemahaman ini mencakup :
1)Pemahaman tentang diri siswa, terutama oleh siswa sendiri, orangtua, guru, dan guru
pembimbing.
2)Pemahaman tentang lingkungan siswa (termasuk di dalam lingkungan keluarga dan sekolah)
terutama oleh siswa sendiri, orangtua, guru, dan guru pembimbing.
3)Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (terutama di dalamnya informasi pendidikan,
jabatan/pekerjaan dan/atau karier dan informasi budaya/nilai-nilai terutama oleh siswa.
c.Fungsi Perbaikan
Walaupun fungsi pencegahan dan pemahaman telah dilakukan, namun mungkin saja siswa masih
menghadapi masalah-masalah tertentu. Disinilah fungsi perbaikan itu berperan, yaitu fungsi
Bimbingan dan Konselingyang akan menghasilkan terpecahnya atau teratasinya berbagai
permasalahan yang dialami siswa.
d.Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan
Fungsi ini berarti bahwa layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan dapat membantu para
siswa dalam memelihara dan mengembangkan keseluruhan pribadinya secara mantap, terarah, dan
berkelanjutan. Dalam fungsi ini hal-halyang dipandang positif agar tetap baik dan mantap. Dengan
demikian, siswa dapat memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan kondisi yang positif
dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
2.2.Tujuan Bimbingan dan Konseling
a.Tujuan Umum
Tujuan umum dari layanan Bimbingan dan Konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan
sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Tahun 1989
(UU No. 2/1989), yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnyayang cerdas, yang beriman, dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Depdikbud, 1994 : 5).
b.Tujuan Khusus
Secara khusus layanan Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat
mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karier.
Bimbingan pribadi – sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi –
sosial dalam mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri, dan bertanggung-jawab. Bimbingan belajar
dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan karier
dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerjayang produktif.
1.Dalam aspek tugas perkembangan pribadi – sosial layanan Bimbingan dan Konseling membantu
siswa agar :
a)Memiliki kesadaran diri, yaitu menggambarkan penampilan dan mengenal kekhususan yang ada
pada dirinya.
b)Dapat mengembangkan sikap positif, seperti menggambarkan orang-orang yang mereka senangi.
c)Membuat pilihan secara sehat
d)Mampu menghargai orang lain
e)Memiliki rasa tanggung jawab
f)Mengembangkan ketrampilan hubungan antar pribadi
g)Dapat menyelesaikan konflik
h)Dapat membuat keputusan secara efektif
2.Dalam aspek tugas perkembangan belajar, layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa agar
:
a)Dapat melaksanakan ketrampilan atau belajar secara efektif
b)Dapat menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan
c)Mampu belajar secara efektif
d)Memiliki ketrampilan dan kemampuan dalam menghadapi evaluasi/ujian
3.Dalam aspek tugas perkembangan karier, layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa
agar :
a)Mampu membentuk identitas karier, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan di dalam
lingkungan kerja
b)Mampu merencanakan masa depan
c)Dapat membentuk pola-pola karier, yaitu kecenderungan arah karier
d)Mengenal ketrampilan, kemampuan dan minat
2.3.Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Dalam menyelenggarakan layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah hendaknya selalu mengacu
ada asas-asas Bimbingan dan Konseling dan diterapkan sesuai dengan asas-asas Bimbingan dan
Konseling.
Untuk mendapatkan wawasan yang memadai mengenai asas-asas pokok Bimbingan dan Konseling
dijelaskan sebagai berikut :
a.Asas Kerahasiaan
Secara khusus usaha layanan Bimbingan dan Konseling adalah melayani individu-individu yang
bermasalah. Masih banyak orang yang beranggapan bahwa mengalami masalah merupakan suatu
aib yang harus ditutup-tutupi sehingga tidak seorang pun (selain diri sendiri) boleh tahu akan adanya
masalah itu. Keadaan seperti ini sangat menghambat pemanfaatan layanan bimbingan oleh
masyarakat
Pustaka

I. Djumhar dan Moh. Surya. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance & Counseling).
Bandung : CV Ilmu.

Shertzer, B. & Stone, S.C. 1976. Fundamental of Gudance. Boston : HMC

Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. Cetakan ke dua.

Winkel, W.S,.2005. Bimbingan dan Konseling di Intitusi Pendidikan, Edisi Revisi. Jakart a: Gramedia

Lampiran 2:

Fungsi, Tujuan dan Asas-Asas Bimbingan dan Konseling


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Bimbingan dan Konseling sangat penting di sekolah manapun. Dengan Bimbingan dan Konseling ini
akan tercipta keserasian hubungan antara siswa dengan guru.
1.2.Tujuan Pembahasan
a.Fungsi Bimbingan dan Konseling
b.Tujuan Bimbingan dan Konseling
c.Asas-asas Bimbingan dan Konseling
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Fungsi Bimbingan dan Konseling
Ditinjau dari segi sifatnya, layanan Bimbingan dan Konseling dapat berfungsi sebagai :
a.Fungsi Pencegahan (preventif)
Layanan Bimbingan dan Konseling dapat berfungsi pencegahan artinya : merupakan usaha
pencegahan terhadap timbulnya masalah. Dalam fungsi pencegahan ini layanan yang diberikan
berupa bantuan bagi para siswa agar terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat
perkembangannya. Kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat berupa program orientasi, program
bimbingan karier, inventarisasi data, dan sebagainya.
b.Fungsi pemahaman
Fungsi pemahaman yang dimaksud yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling yang akan menghasilkan
pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan keperluan pengembangan
siswa pemahaman ini mencakup :
1)Pemahaman tentang diri siswa, terutama oleh siswa sendiri, orangtua, guru, dan guru
pembimbing.
2)Pemahaman tentang lingkungan siswa (termasuk di dalam lingkungan keluarga dan sekolah)
terutama oleh siswa sendiri, orangtua, guru, dan guru pembimbing.
3)Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (terutama di dalamnya informasi pendidikan,
jabatan/pekerjaan dan/atau karier dan informasi budaya/nilai-nilai terutama oleh siswa.
c.Fungsi Perbaikan
Walaupun fungsi pencegahan dan pemahaman telah dilakukan, namun mungkin saja siswa masih
menghadapi masalah-masalah tertentu. Disinilah fungsi perbaikan itu berperan, yaitu fungsi
Bimbingan dan Konselingyang akan menghasilkan terpecahnya atau teratasinya berbagai
permasalahan yang dialami siswa.
d.Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan
Fungsi ini berarti bahwa layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan dapat membantu para
siswa dalam memelihara dan mengembangkan keseluruhan pribadinya secara mantap, terarah, dan
berkelanjutan. Dalam fungsi ini hal-halyang dipandang positif agar tetap baik dan mantap. Dengan
demikian, siswa dapat memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan kondisi yang positif
dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
2.2.Tujuan Bimbingan dan Konseling
a.Tujuan Umum
Tujuan umum dari layanan Bimbingan dan Konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan
sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Tahun 1989
(UU No. 2/1989), yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnyayang cerdas, yang beriman, dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Depdikbud, 1994 : 5).
b.Tujuan Khusus
Secara khusus layanan Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat
mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karier.
Bimbingan pribadi – sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi –
sosial dalam mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri, dan bertanggung-jawab. Bimbingan belajar
dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan karier
dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerjayang produktif.
1.Dalam aspek tugas perkembangan pribadi – sosial layanan Bimbingan dan Konseling membantu
siswa agar :
a)Memiliki kesadaran diri, yaitu menggambarkan penampilan dan mengenal kekhususan yang ada
pada dirinya.
b)Dapat mengembangkan sikap positif, seperti menggambarkan orang-orang yang mereka senangi.
c)Membuat pilihan secara sehat
d)Mampu menghargai orang lain
e)Memiliki rasa tanggung jawab
f)Mengembangkan ketrampilan hubungan antar pribadi
g)Dapat menyelesaikan konflik
h)Dapat membuat keputusan secara efektif
2.Dalam aspek tugas perkembangan belajar, layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa agar
:
a)Dapat melaksanakan ketrampilan atau belajar secara efektif
b)Dapat menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan
c)Mampu belajar secara efektif
d)Memiliki ketrampilan dan kemampuan dalam menghadapi evaluasi/ujian
3.Dalam aspek tugas perkembangan karier, layanan Bimbingan dan Konseling membantu siswa
agar :
a)Mampu membentuk identitas karier, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan di dalam
lingkungan kerja
b)Mampu merencanakan masa depan
c)Dapat membentuk pola-pola karier, yaitu kecenderungan arah karier
d)Mengenal ketrampilan, kemampuan dan minat
2.3.Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Dalam menyelenggarakan layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah hendaknya selalu mengacu
ada asas-asas Bimbingan dan Konseling dan diterapkan sesuai dengan asas-asas Bimbingan dan
Konseling.
Untuk mendapatkan wawasan yang memadai mengenai asas-asas pokok Bimbingan dan Konseling
dijelaskan sebagai berikut :
a.Asas Kerahasiaan
Secara khusus usaha layanan Bimbingan dan Konseling adalah melayani individu-individu yang
bermasalah. Masih banyak orang yang beranggapan bahwa mengalami masalah merupakan suatu
aib yang harus ditutup-tutupi sehingga tidak seorang pun (selain diri sendiri) boleh tahu akan adanya
masalah itu. Keadaan seperti ini sangat menghambat pemanfaatan layanan bimbingan oleh
masyarakat
Untuk dapat merequest file lengkap yang dilampirkan pada setiap judul, anda harus menjadi special
member, klik Register untuk menjadi free member di Indoskripsi.
Semua Special Member dapat mendownload data yang ada di download area.
NB: Ada kemungkinan data yang diposting di website ini belum ada filenya, karena dikirim oleh
member biasa dan masih menunggu konfirmasi dari member yang bersangkutan. Untuk memastikan
data ada atau tidak silahkan login di download area.

Lampiran 3:
TEORI CLIENT CENTERED COUNCELING DAN ANALISIS TEORI DALAM PENERAPANNYA DI DUNIA
PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kemajuan berpikir dan kesadaran manusia akan diri dan dunianya, telah mendorong terjadinya
globalisasi. Situasi global membuat kehidupan semakin kompetitif dan membuka peluang bagi
manusia untuk mencapai status dan tingkat kehidupan yang lebih baik. Dampak positif dari kondisi
global telah mendorong manusia untuk terus berfikir, meningkatkan kemampuan, dan tidak puas
terhadap apa yang dicapainya pada saat ini. Adapun dampak negatif dari globalisasi tersebut adalah
(1) keresahan hidup di kalangan masyarakat yang semakin meningkat karena banyaknya konflik,
stress, kecemasan, dan frustasi; (2) adanya kecenderungan pelanggaran disiplin, kolusi, dan korupsi,
makin sulit diterapkannya ukuran baik-jahat serta benar-salah secara lugas; (3) adanya ambisi
kelompok yang dapat menimbulkan konflik, tidak saja konflik psikis, tetapi juga konflik fisik; dan (4)
pelarian dari masalah melalui jalan pintas yang bersifat sementara juga adiktif, seperi penggunaan
obat-obat terlarang.
Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-cendered sebagai reaksi terhadap apa yang
disebutkannya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya, pendekatan
client-cendered adalah cabang khusus dari terapi humanistik yang menggarisbawahi tindakan
mengalami klien berikutnya dunia subjektif dan fenomenalnya. Terapis berfungsi terutama sebagai
penunjang pertumbuhan pribadi kliennya dengan jalan membantu kliennya itu dalam menemukan
kesanggupan-kesanggupan untuk memecahkan masalah-masalah. Pendekatan client-centered
manaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien unyuk mengikuti jalan terapi dan
menemukan arahnya sendiri. Hubungan terapeutik antara terapis dan klien merupakan katalisator
bagi perubahan; klien menggunakan hubungan yang unik sebagai alat unuk meningkatkan kesadaran
dan untuk menemukan sumber-sumber terpendam yang bisa digunakan secara konstruktif dalam
pengubahan hidupnya.

B. Rumusan Masalah
Untuk memfokuskan isi pembahasan dalam makalah ini, maka dibuatlah sebuah rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan bimbingan dan konseling?
2. Apa yang dimaksud dengan client centered counseling?
C. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan Konseling Anak Berkebutuhan Khusus
2. Mengetahui konsep dasar bimbingan dan konseling
3. Mengetahui lebih dalam teori-teori konseling khususnya client centered counseling
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode kepustakaan dengan telaah
pada buku-buku aau sumber lain yang dapat dijadikan sumber atau referensi serta memiliki
ketersambungan atau keterkaitan materi dengan kajian atau pokok bahasan dalam makalah ini.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembacadalam menganalisa atau menelaah makalah ini, maka penyusun
menyajikan sebuah gambaran isi menenai pokok-pokok pembahasan makalah ini melalui sisematika
penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Penulisan
BAB II KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
B. Tujuan, Fungsi, Asas dan Prinsip Bimbingan dan konseling
C. Klasifikasi Bimbingan dan Konseling
D. Teori-teori Bimbingan dan Konseling
BAB III CLIENT CENTERED CONSELING
A. Konsep Dasar Client Centered Counseling
B. Ciri-ciri Client Centered Counseling
C. Tujuan Client Centered Counseling
D. Proses dan Prosedur Client Centered Counseling
E. Kritik dan Kontribusi Client Centered Counseling
BAB IV ANALISIS TEORI TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN LUAR BIASA
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan

LAYANAN BIMBINGAN DAN


KONSELING, PENGERTIAN TUJUAN
FUNGSI DAN JENIS LAYANAN
BIMBINGAN DAN KONSELING
Posted by PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN on Saturday, January 30,
2016

A. Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, layanan berasal dari kata .layan
yang kata kerjanya adalah melayani yang mempunyai arti membantu
menyiapkan (mengurus) apa-apa yang diperlukan seseorang; meladeni,
menerima (menyambut) ajakan (tantangan, serangan, dsb). Layanan perihal
atau cara melayani, meladeni. Sedangkan pengertian Bimbingan secara
harfiyyah .Bimbingan. adalah .menunjukkan, memberi jalan, atau menuntun.
orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini, dan
masa mendatang.

Istilah Bimbingan. merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris


GUIDANCE yang berasal dari kata kerja .to guide. yang berarti
.menunjukan..Sedangkan dalam buku W.S Winkel, kata Guidance berasal
dari bahasa Inggris yang dikaitkan dengan kata asal guide, yang diartikan
sebagai berikut: menunjukkan jalan (showing the way); memimpin (leading);
menuntun (conducting); memberikan petunjuk (giving instruction); mengatur
(regulating); mengarahkan (governing); memberikan nasihat (giving advice).

Namun, meskipun demikian tidak berarti semua bentuk bantuan atau tuntutan
adalah Bimbingan. Bimbingan yang terdapat dalam sebuah institut
merupakan Bimbingan yang bersifat moril, yaitu di mana seorang guru dapat
memotivasi siswanya agar lebih semangat dalam belajar. Bukan bersifat
materil. Misalnya kalau ada siswa yang belum bayaran lalu ia datang kepada
guru dan guru memberikan siswa tersebut uang, tentu saja bantuan ini bukan
bentuk bantuan yang dimaksudkan dengan pengertian Bimbingan.
Pengertian Bimbingan secara terminologi, menurut Crow & Crow (1960),
yang dikutip oleh Prayitno dan Erman Amti Bimbingan diartikan sebagai,
.Bantuan yang diberikan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, yang
memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-
individu setiap usia dalam membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri,
mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri
dan memikul bebannya sendiri..

Dari definisi di atas dapat diberi kesimpulan bahwa Bimbingan merupakan


proses pemberian bantuan yang terus menerus dari seorang pembimbing
yang telah dipersiapkan kepada individu yang membutuhkan dalam rangka
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki secara optimal dengan
menggunakan berbagai macam media dan teknik Bimbingan dalam suasana
asuhan yang normatif agar tercapai kemandirian sehingga individu
bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungan.
B. Pengertian Konseling

Secara etimologis, istilah Konseling berasal dari bahasa latin, yaitu


.consilium. yang berarti .dengan. atau .bersama. yang dirangkai menerima.
atau .memahami.. Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon,istilah Konseling
berasal dari .sellan. yang berarti .menyerahkan. atau
.menyampaikan..Sedangkan menurus W.S Winkel secara etimologi
Konseling berasal dari bahasa Inggris, yaitu Counseling yang dikaitkan
dengan kata Counsel, yang diartikan sebagai berikut: nasihat (to obtain
counsel); anjuran (to give counsel); pembicaraan (to take counsel).

Konseling secara terminologi menurut Mortense (1964: 301) yang dikutip H.


Mohammad Surya adalah, .Konseling sebagai suatu proses antarpribadi, di
mana satu orang dibantu oleh satu orang lainnya untuk meningkatkan
pemahaman dan kecakapan, menemukan masalahnya.. Konseling ditandai
oleh adanya hubungan profesional antara konselor yang terlatih dengan klien.
Hubungan ini biasanya dilakukan secara perorangan, meskipun kadang-
kadang melibatkan lebih dari dua orang. Hal ini dirancang untuk membantu
klien memahami dan memperjelas pandangannya tentang ruang lingkup
kehidupan dan untuk belajar mencapai tujuannya.

Menurut Dewa Ketut Sukardi, yang mengutip dari Pepinsky and Pepinsky
(1954), Konseling adalah .proses interaksi: (a). terjadi antara dua orang
individu yang disebut konselor dan klien, (b). terjadi dalam situasi yang
bersifat pribadi (profesional), (c). diciptakan dan dibina sebagai salah satu
cara untuk memudahkan terjadinya perubahan-perubahan tingkah laku klien,
sehingga ia memperoleh keputusan yang memuaskan kebutuhannya..

Jika dilihat dari pendapat para ahli yang dijelaskan di atas, nampak saling
melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Sehingga dari penjelasan di
atas dapat diambil kesimpulan bahwa Konseling adalah proses bantuan yang
diberikan oleh konselor kepada klien agar klien tersebut dapat memahami dan
mengarahkan hidupnya sesuai dengan tujuannya.

C. Hubungan Bimbingan dengan Konseling


Kata Bimbingan dan Konseling merupakan kata yang tidak dapat dipisahkan
karena saling berkaitan, tetapi ada juga pendapat bahwa Bimbingan dan
Konseling merupakan kata yang berbeda. Menurut Hallen istilah Bimbingan
selalu dirangkai dengan istilah Konseling. Hal ini disebabkan karena
Bimbingan dan Konseling itu merupakan suatu kegiatan yang integral.
Konseling merupakan salah satu teknik dalam pelayanan Bimbingan di
antara beberapa teknik lainnya.

Sedangkan Bimbingan itu kebih luas, dan Konseling merupakan alat yang
paling penting dari usaha pelayanan Bimbingan. Pendapat yang sama juga
dijelaskan oleh Nana Syaodih Sukmadinata yang menjelaskan bahwa,
Konseling merupakan salah satu teknik layanan dalam Bimbingan, tetapi
karena peranannya yang sangat penting, Konseling disejajarkan dengan
Bimbingan. Konseling merupakan teknik Bimbingan yang bersifat
terapeutik karena yang menjadi sasarannya bukan perubahan tingkah laku,
tetapi hal yang lebih mendasar dari itu, yaitu perubahan sikap. Dengan
demikian sesungguhnya Konseling merupakan suatu upaya untuk mengubah
pola hidup seseorang. Untuk mengubah pola hidup seseorang tidak bisa
hanya dengan teknik-teknik Bimbingan yang bersifat informatif, tetapi perlu
teknik yang bersifat terapeutik atau penyembuhan.

Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa antara Bimbingan dan


Konseling merupakan dua pengertian yang berbeda, karena Konseling lebih
identik dengan psikoterapi, yaitu usaha untuk menolong dan menggarap
individu yang mengalami kesukaran dan gangguan psikis yang serius.
Sedangkan Bimbingan oleh pandangan ini dianggap identik dengan
pendidikan.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa antara Bimbingan dan


Konseling mempunyai hubungan yang erat di mana di antara keduanya
saling melengkapi dalam membantu klien atau orang lain dalam memecahkan
suatu permasalahan dan mengubah pola hidup seseorang. Mengubah pola
hidup yang salah menjadi benar, pola hidup yang negatif menjadi positif.
Sehingga klien dapat mengarahkan hidup sesuai dengan tujuannya. Karena
tugas dari seorang pembimbing atau konselor yaitu memberikan arahan yang
baik kepada yang terbimbing.
D. Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling

1) Tujuan Bimbingan dan Konseling

Di dalam suatu kegiatan baik itu formal maupun non formal pasti akan ada
tujuannya. Begitu juga dengan Bimbingan dan Konseling. Tujuan dari
Bimbingan dan Konseling yaitu: Menurut Tohirin, tujuan Bimbingan dan
Konseling yaitu: memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap diri klien,
mengarahkan diri klien sesuai dengan potensi yang dimilikinya, mampu
memecahkan sendiri masalah yang dihadapi klien, dapat menyesuaikan diri
secara lebih efektif baik terhadap dirinya sendiri maupun lingkungannya
sehingga memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya.

Adapun tujuan Bimbingan dan Konseling menurut Hallen adalah:

a. Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi, dimaksudkan agar peserta


didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri.

b. Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan agar peserta


mengenal lingkungannya secara obyektif, baik sosial maupun ekonomi.

c.Bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan dimaksudkan agar


peserta didik mampu mempertimbangkan dan mengambil keputusan tentang
masa depan dirinya, baik pendidikan, karier maupun bidang budaya, keluarga
dan masyarakat.

Menurut H. Prayitno dan Erman Amti,  Bimbingan dan Konseling memiliki


tujuan yang terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus.

Tujuan umun Bimbingan dan Konseling membantu individu agar dapat


mencapai perkembangan secara optimal sesuai dengan bakat, kemampuan,
minat dan nilai-nilai, serta terpecahnya masalahmasalah yang dihadapai
individu (klien). Termasuk tujuam umum Bimbingan dan Konseling adalah
membantu individu agar dapat mandiri dengan ciri-ciri mampu memahami dan
menerima dirinya sendiri dan lingkungannya, membuat keputusan dan
rencana yang realistik, mengarahkan diri sendiri dengan keputusan dan
rencananya itu serta pada akhirnya mewujudkan diri sendiri.

Tujuan khusus Bimbingan dan Konseling langsung terkait pada arah


perkembangan klien dan masalah-masalah yang dihadapi. Tujuan khusus itu
merupakan penjabaran tujuan-tujuan umum yang dikaitkan pada
permasalahan klien, baik yang menyangkut perkembangan maupun
kehidupannya.

Dari pendapat para ahli jelaslah bahwa, tujuan dari Bimbingan dan
Konseling semuanya mengarahkan kepada peserta didik agar peserta didik
lebih memahami dirinya sendiri baik dari kekurangannya maupun
kelebihannya. Dan juga, membantu peserta didik untuk berani mengambil
sendiri keputusan yang baik (sesuai dengan bakat, kemampuan dan minat)
untuk dirinya.

2). Fungsi Bimbingan dan Konseling

Fungsi Bimbingan dan Konseling menurut Syamsu Yusuf dan A.Juntika


Nurihsan adalah:

a. Pemahaman, yaitu membantu peserta didik agar memiliki pemahaman


terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan
norma agama).

b. Preventif (pencegahan), yaitu upaya konselor untuk senantiasa


mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk
mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik.

c. Pengembangan, yaitu konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan


lingkungan belajar yang kondusif.

d. Perbaikan (penyembuhan), yaitu fungsi Bimbingan yang bersifat kuratif.


Fungsi ini berkaitan erat dengan pemberian bantuan kepada siswa yang telah
mengalami masalah.

e.Penyaluran, yaitu fungsi Bimbingan dalam membantu individu memilih


kegiatan ekstrakurikuler, jurusan yang sesuai dengan minat, bakat siswa.

f. Penyesuaian, yaitu fungsi Bimbingan dalam membantu individu (siswa) agar


dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program
pendidikan, peraturan sekolah, atau norma agama.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi dari Bimbingan dan
Konseling selain sebagai pemahaman untuk dirinya sendiri (peserta didik)
maupun lingkungannya, fungsi dari Bimbingan dan Konseling juga sebagai
penyembuh (perbaikan) bagi peserta didik yang mengalami kesulitan ketika
mendapatkan suatu permasalahan yang sulit untuk dipecahkan yang
menyebabkan peserta didik itu pesimis dan rendah diri.
E. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling

Dalam memberi Bimbingan belajar guru hendaknya memperhatikan


beberapa prinsip di antaranya yaitu: Menurut pendapat Nana Syaodih
Sukmadinata prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling yaitu:

a. Bimbingan belajar diberikan kepada semua siswa. Semua siswa baik yang
pandai, cukup, ataupun kurang.

b. Sebelum memberi bantuan, guru terlebih dahulu harus berusaha memahami


kesulitan yang dihadapi siswa.

c. Bimbingan belajar yang diberikan guru hendaknya disesuaikan dengan


masalah serta faktor-faktor yang melatarbelakanginya.

d. Bimbingan belajar hendaknya menggunakan teknik yang bervariasi.

e. Dalam memberikan Bimbingan belajar hendaknya guru berkerja sama


dengan staf sekolah yang lain.

Sedangkan di dalam buku Kartini Kartono, prinsip dari Bimbingan dan


Konseling yaitu, bahwa setiap orang adalah berharga, satu prinsip yang
penting, peserta didik juga mempunyai potensi dan hak untuk memperoleh
sukses dalam kehidupannya. Seharusnya ia ditolong, agar potensinya itu
menjadi realita. Pendapat dari Kartini dan Kartono juga sama dengan
pendapat M. Arifin yang menjelaskan bahwa setiap individu memiliki fitrah
(kemampuan dasar) yang dapat berkembang dengan baik bilamana diberi
kesempatan. Untuk itu melalui Bimbingan yang baik.

Dari pendapat di atas, penulis setuju dengan pendapat dari Kartini Kartono,
yang menjelaskan bahwa bahwa setiap orang adalah berharga, dengan
adanya prinsip seperti itu, maka peserta didik merasa bahwa dirinya dihargai
oleh orang lain. Sehingga peserta didik akan lebih bersemangat (optimis)
dalam menghadapi masalah baik di sekolah maupun di luar sekolah. Selain
itu juga, peserta didik juga akan menganggap bahwa dirinya tidak dibeda-
bedakan dari peserta didik yang lain karena ia mempunyai pendapat bahwa
dirinya mempunyai kelebihan dibandingkan orang lain.

F. Teknik Bimbingan dan Konseling


Pada umumnya teknik-teknik yang dipergunakan dalam Bimbingan
mengambil dua pendekatan, yaitu pendekatan secara kelompok (group
guidance) dan pendekatan secara individual (individual counseling).

1) Bimbingan kelompok

Teknik yang digunakan dalam membantu murid atau sekelompok murid


memecahkan masalah-masalah dengan melalui kegiatan kelompok.
Beberapa bentuk khusus teknik Bimbingan kelompok yaitu: home room
program, karyawisata, diskusi kelompok, kegiatan kelompok, organisasi
murid, sosiodrama.

2) Penyuluhan individual (Individual Counseling)

Dalam teknik ini pemberian bantuan dilakukan dengan hubungan yang


bersifat face to face relationship (hubungan empat mata), yang dilaksanakan
dengan wawancara antara counselor dengan konsele. Masalah-masalah yang
dipecahkan melalui teknik counseling ini ialah masalah-masalah yang sifatnya
pribadi.

Beberapa sistem pendekatan Bimbingan dan Konseling menurut Abin


Syamsuddin Makmun, yaitu:

1. Pendekatan Direktif.

2. Pendekatan Non-Direktif.

Secara singkat kedua pendekatan Bimbingan dan Konseling tersebut dapat


dijelaskan sebagai berikut:

1) Pendekatan Direktif.

Pendekatan ini dikenal juga sebagai Bimbingan yang bersifat Counselor-


Centered. Sifat tersebut menunjukkan pihak pembimbing memegang peranan
utama dalam proses interaksi layanan Bimbingan. Pembimbinglah yang
berusaha mencari dan menemukan permasalahan yang dialami kliennya.
2) Pendekatan Non-Direktif

Pendekatan ini dikenal juga sebagai layanan Bimbingan yang bersifat Client-
Centered. Sifat tersebut menunjukkan bahwa pihak terbimbing diberikan
peranan utama dalam bidang interaksi layanan Bimbingan. Ciri-ciri hubungan
non-direktif:

a. Hubungan non-direktif ini menempatkan klien pada kedudukan sentral,


klienlah yang aktif untuk mengungkapkan dan mencari pemecahan masalah.

b. Konselor berperan hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang


memungkinkan klien bisa berkembang sendiri.

G. Jenis PeLayanan Bimbingan dan Konseling


Menurut I. Djumhur dan Mohammad Surya, pelayanan-pelayanan yang
diberikan oleh Bimbingan di sekolah dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Pelayanan Pengumpulan Data tentang Murid

b. Pelayanan Pemberian Penerangan

c. Pelayanan Penempatan

d. Pelayanan Pengajaran

e. Pelayanan penyuluhan

f. Pelayanan Penelitian dan Penilaian (evaluasi)

g. Pelayanan Hubungan Masyarakat. 23

Secara singkat jenis peLayanan Bimbingan dan Konseling tersebut dapat


dijelaskan sebagai berikut:

a. Pelayanan Pengumpulan Data tentang Murid

Sesuai dengan pengertian bahwa Bimbingan adalah bantuan bagi individu


yang menghadapi masalah, maka sudah tentu berhasil tidaknya suatu usaha
bantuan dalam rangka Bimbingan akan banyak bergantung dari keterangan-
keterangan atau informasi-informasi tentang individu tersebut. Oleh karena itu
mengumpulan data seperti ini merupakan langkah pertama dalam kegiatan
Bimbingan secara keseluruhan.

b. Pelayanan Pemberian Penerangan

Yang dimaksud dengan pelayanan ini adalah memberikan


peneranganpenerangan yang sejelas-jelasnya dan selengkap-lengkapnya
mengenai berbagai hal yang diperlukan oleh setiap murid, baik tentang
pendidikan, pekerjaan, sosial, maupun pribadi.

c. Pelayanan Penempatan

Hakekat dari pelayanan penempatan ini adalah membantu individu


memperoleh penyesuaian diri dengan jalan menempatkan dirinya pada posisi
yang sesuai. Yang menjadi tujuan pelayanan penempatan ini adalah agar
setiap individu dapat posisi yang sesuai keadaan dirinya, seperti minat,
kecakapan, bakat, cita-cita, tingkat perkembangan dan sebagainya.

d. Pelayanan Pengajaran

Yang dimaksud dengan pelayanan pengajaran adalah kegiatan pemberian


bantuan kepada murid-murid dalam mengatasi kesulitankesulitan dalam
pengajaran. Yang menjadi tujuannya adalah agar setiap murid memperoleh
penyesuaian diri yang baik serta mengembangkan kemampuannya secara
optimal dalam kegiatan pengajaran.

e. Pelayanan penyuluhan

Penyuluhan merupakan inti kegiatan program Bimbingan. Kegiatan


penyuluhan ini di samping berfungsi sebagai terapi (penyembuh), dapat pula
berfungsi sebagai cara pengumpulan data. Penyuluhan merupakan kegiatan
professional, artinya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki pendidikan
dan keahlian serta pengalaman khusus dalam bidang penyuluhan.

f. Pelayanan Penelitian dan Penilaian (evaluasi)

Tujuan pelayanan ini adalah untuk mengadakan penelitian dan penilaian


mengenai masalah yang berhubungan dengan kegiatan programBimbingan
dan penyuluhan. Program Bimbingan yang baik senantiasa mendasarkan diri
kepada hasil-hasil penelitian dan penilaian.

g. Pelayanan Hubungan Masyarakat.


Di samping memberikan pelayanan kepada murid-murid dan personil sekolah
lainnya, kegiatan Bimbingan memberikan pelayanan pula kepada pihak-
pihak luar sekolah, yaitu masyarakat. Tujuan pelayanan ini adalah untuk
bekerja sama dengan berbagai pihak di masyarakat dalam memecahkan
masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah murid-murid, seperti
kenakalan anak, pembolosan, kelesuan belajar, drop-out dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai