Anda di halaman 1dari 54

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id
7

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

1. Siklus Sel Normal

Sel memperbanyak diri melalui suatu peristiwa berurutan yang

terdiri dari proses duplikasi kromosom dan dilanjutkan dengan proses

pembelahan sel. Suatu siklus yang terdiri dari duplikasi dan pembelahan

sel ini dikenal dengan siklus sel (Alberts et al., 2008). Siklus sel terbagi

atas empat fase, yaitu fase gap G1, fase S (fase sintesis DNA), fase gap

G2 dan fase M (fase pembelahan inti dan sel). Selain empat fase tersebut,

terdapat sebuah fase lain yaitu fase G0. Pada fase ini sel berada pada

kondisi istirahat dan tidak melakukan pembelahan. Sel pada fase G0

dapat beristirahat dalam waktu yang cukup lama bahkan permanen

(Pelengaris dan Khan, 2006).

Fungsi mendasar dari siklus sel adalah untuk menduplikasi

dengan akurat keseluruhan DNA pada kromosom sel induk kemudian

membagikan salinan tersebut secara tepat kepada dua sel anakan

sehingga genetiknya identik dengan sel induk, dimana tiap-tiap sel

anakan tersebut mendapatkan salinan dari keseluruhan genom induk.

Proses duplikasi kromosom terjadi selama fase S (sintesis DNA)

kemudian dilanjutkan dengan proses pembagian kromosom dan

commit
pembelahan sel yang terjadi padatofase
user
M (mitosis) (Alberts et al., 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

Fase gap memberi waktu kepada sel untuk tumbuh sekaligus

memonitor kondisi lingkungan internal dan eksternal untuk memastikan

kondisi tersebut cocok dan persiapan telah lengkap sebelum sel

berkomitmen untuk memasuki fase S maupun M. Jika kondisi

lingkungan eksternal menguntungkan dan terdapat sinyal pertumbuhan,

sel dari fase G1 atau G0 akan bergerak menuju start/restriction point.

Setelah melewati titik ini, sel berkomitmen untuk melakukan replikasi

DNA dan proses tersebut akan tetap berlangsung meskipun sinyal

ekstraseluler yang menstimulasi pertumbuhan tersebut dihilangkan

(Alberts et al., 2008).

Supaya siklus sel berjalan secara benar dan terkendali maka

terdapat dua macam mekanisme kontrol siklus sel yang menyertainya.

Pertama, suatu jalur atau cascade fosforilasi protein yang memungkinkan

sel berjalan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Jalur ini melibatkan

famili kinase yang diregulasi dengan ketat (Collins et al., 1997). Menurut

Pelengaris dan Khan (2006) setiap fase dari siklus sel dipengaruhi oleh

aktivasi cyclin-dependent kinase (CDK) yang terkait dengan protein

regulator subunitnya, yaitu Cyclin. Ikatan antara kedua jenis protein ini

menentukan kelangsungan dari siklus sel. Mekanisme kontrol siklus sel

yang kedua adalah satu set checkpoints yang memonitor kelengkapan

dari peristiwa kritis pada siklus sel seperti replikasi DNA dan segregasi

kromosom. Jika checkpoints ini diaktivasi oleh adanya replikasi yang

belum tepat ataupun kerusakan DNA, makakemajuan siklus sel ke tahap


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

berikutnya akan mengalami penundaan (Collins et al., 1997). Untuk

memberi gambaran fase-fase yang terdapat pada siklus sel dan

checkpoints yang menyertainya, dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.1. Siklus Sel Normal

(dikutip dari Cell Biology and Cancer, 2008)

Menurut Kumar et al. (2005) terdapat beberapa jenis cyclin, yaitu

cyclin A, B, C, D, E yang masing-masing akan diekspresikan secara

periodik pada tahap tertentu dari siklus sel. Cyclin D memiliki peran

sentral karena ekspresinya diregulasi oleh faktor pertumbuhan dan

kompleks cyclin D-CDK4 ini akan memfosforilasi protein retinoblastoma

(pRB). Fosforilasi pRB mengakibatkan lepasnya faktor transkripsi E2F

yang akan memediasi transkripsi dari beberapa gen yang mengkode

protein-protein yang menentukan kelangsungan dari siklus sel. Hal ini

commit
menunjukkan bahwa cyclin to user starter dari siklus sel (Alison,
D merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

2001).

Berhentinya siklus sel dapat terjadi karena adanya CDK inhibitor

(CDKI), diantaranya famili INK4 (inhibitor of CDK4). Protein INK4

khususnya p16INK4 akan berkompetisi dengan cyclin D untuk berikatan

dengan CDK4/6 sehingga akan mencegah fosforilasi pRB. Jalur Rb-

cyclin D-CDK4-p16 merupakan jalur utama yang mengontrol

pertumbuhan sel. Di samping itu, faktor transkripsi p53 juga dapat

berperan dalam berhentinya siklus sel. Peningkatan ekspresi p53 dipicu

oleh berbagai stres seluler yang selanjutnya akan menginduksi ekspresi

p53cip7 yang merupakan inaktivator yang kuat terhadap kompleks cyclin-

CDK (Alison, 2001).

2. Proliferasi sel

Proliferasi sel adalah pembelahan sel (cell division) dan

pertumbuhan sel (cell growth), yang mendasari mekanisme dan

pengaturan proliferasi sel adalah siklus sel. Proliferasi sel distimulasi

oleh faktor pertumbuhan intrinsik, jejas, kematian dan kerusakan sel,

mediator biokimiawi dari lingkungan. Kelebihan stimulus atau

kekurangan inhibitor akan menyebabkan pertumbuhan sel yang tak

terkontrol atau terjadinya kanker. Penginduksian pertumbuhan sel

dihubungkan dengan pemendekan siklus sel pada fase G0 sampai sel

memasuki siklus sel, pada fase G0 sampai memasuki siklus sel terdapat

penghambatan fisiologis untuk terjadinya proliferasi sel. Pertumbuhan sel

commit to user atau memperpanjang siklus sel


dapat dicapai dengan memperpendek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

(Hartono, 2009). Proliferasi sel merupakan siklus pembelahan sel,

dimana sel tersebut tumbuh, mereplikasi DNA-nya, dan kemudian

membagi menjadi dua sel anak. Pada jaringan dewasa, ukuran proliferasi

sel ditentukan oleh kecepatan proliferasi, diferensiasi, dan kematian oleh

apoptosis. Mekanisme pertumbuhan yang paling penting adalah

perubahan sel-sel yang dalam keadaan istirahat atau quiescent cells ke sel

yang berproliferasi dengan membuat sel tersebut memasuki siklus sel

(Laksmini, 2013). Salah satu parameter utama dalam mengukur sifat

proliferatif sel adalah cell cycle progression. Proses ini diatur oleh

regulator positif (onkogen) dan regulator negatif (Tumor supressor gene)

(Budiyastomo, 2010). Proliferasi siklus sel pada kondisi normal melalui

tahapan sebagai berikut:

1. Faktor pertumbuhan terikat pada reseptor spesifik membran sel

2. Aktivasi reseptor faktor pertumbuhan yang bersifat sementara dan

terbatas, kemudian akan mengaktivasi beberapa protein transduksi

sinyal pada bagian membran plasma

3. Transmisi sinyal transduksi melintasi sitosol menuju inti second

messenger

4. Induksi dan aktivasi faktor pengendali pada inti yang menhinisiasi

transkripsi DNA

5. Sel kemudian memasuki siklus sel, menghasilkan pembelahan sel

(Budiyastomo, 2010).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

Gambar 2.2. Tahapan proliferasi siklus sel

(dikutip dari Budiyastomo, 2010)

3. Apoptosis

Kematian sel dapat terjadi minimal melalui dua mekanisme, yaitu

nekrosis maupun apoptosis. Nekrosis merupakan proses kematian sel

patologis yang terjadi secara pasif, katabolik dan umumnya merupakan

respon terhadap faktor-faktor toksik eksternal, seperti inflamasi, iskemia

maupun toxic injury. Nekrosis ditandai dengan adanya pembengkakan

mitokondria, ruptur membran plasma, pemisahan kromatin dan destruksi

struktur sel yang semula utuh (Wu et al., 2001). Menurut Kumar et al.

(2005), pada proses nekrosis terjadi pelepasan komponen sitoplasma

sehingga mencetuskan respon inflamasi.

Berbeda dengan nekrosis, apoptosis merupakan mekanisme

kematian sel yang terprogram dan terjadi secara aktif, metabolik serta
commit to user
dikode secara genetik. Apoptosis ditandai dengan adanya membran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

blebbing, kondensasi kromatin, dan aktivasi proses endonukleotik yang

menyebabkan fragmentasi DNA sehingga sel mengecil dan terbentuk

apoptotic bodies (Wu et al., 2001). Pollard dan Earnshaw (2008)

menyatakan bahwa di jaringan, apoptotic bodies ini akan difagositosis

oleh sel-sel di sekelilingnya yang mengenali phosphatidylserine dan

penanda lain yang terdapat di permukaannya. Proses eliminasi sel-sel

yang mengalami apoptosis ini tanpa disertai kebocoran komponen

sitoplasma ke dalam celah interseluler sehingga meminimalisasi

inflamasi, mencegah kerusakan sel-sel yang berdekatan dan secara

efisien mendegradasi DNA (Wu et al., 2001).

Apoptosis terjadi selama perkembangan yang normal dari

organisme multiseluler. Kombinasi dari apoptosis dan proliferasi sel

bertanggung jawab pada proses pembentukan jaringan dan organ pada

embrio yang sedang berkembang (Dash, 2003). Apoptosis merupakan

mekanisme untuk mengontrol proliferasi sel sebagai bagian dari proses

perkembangan yang normal dan juga akan mengakibatkan kematian sel

jika terdapat kerusakan DNA yang tidak dapat diperbaiki (Ghobrial et al.,

2005).

Mekanisme apoptosis terjadi melalui dua jalur utama. Pertama,

jalur ekstrinsik atau jalur sitoplasma yang dipicu oleh ikatan antara Fas

death receptor dengan Fas ligan (FasL) maupun ikatan antara Tumar

Necrosis Factor Receptor Type 1 (TNFR1) dengan ligannya yaitu TNF.

Death receptor ini memiliki death domain intraseluler yang akan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

merekrut protein-protein adaptor seperti TNF Receptor-Associated Death

Domain (TRADD) dan Fas-Associated Death Domain (FADD) sehingga

akan terbentuk kompleks antara ligan-reseptor-protein adaptor yang

dikenal dengan Death-Inducing Singnalling Complex (DISC).

Selanjutnya DISC akan mengaktivasi pro-caspase 8 menjadi caspase 8

yang merupakan caspase inisiator. Caspase 8 ini akan menginisiasi

proses apoptosis dengan memecah caspase esksekutor yang berada di

bawahnya (Wong, 2011).

Jalur kedua adalah jalur intrinsik atau jalur mitokondria. Jalur ini

dipicu oleh adanya stimulus internal seperti kerusakan genetik yang tidak

dapat diperbaiki, hipoksia, konsentrasi Ca2+ di sitosol yang sangat tinggi

dan stres oksidatif yang berat. Stimulus internal ini akan meningkatkan

permeabilitas mitokondria dan menyebabkan pengeluaran molekul-

molekul pro-apoptosis seperti cytochrome-c ke dalam sitoplasma.

Pengeluaran cytochrome-c ini akan memicu pembentukan suatu

kompleks yang dikenal sebagai apoptosom yang merupakan gabungan

dari cytochrome-c, Apaf-1 dan caspase 9 (Wong, 2011). Selanjutnya,

pembentukan apoptosom ini akan mengaktivasi caspase 9 dan

menginduksi terjadinya apoptosis (Dash, 2003).

Apoptosis jalur intrinsik diregulasi oleh sekelompok protein yang

termasuk ke dalam famili protein B-cell lymphoma 2 (Bcl-2). Terdapat

dua kelompok utama dari protein Bcl-2, yaitu kelompok protein pro-

apoptosis seperti Cyclin D-1, Bak, Bad, Bcl-Xs, Bid, Bik, Bim, dan Hrk.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

Kelompok kedua yaitu kelompok protein anti-apoptosis seperti Bcl-2,

Bcl-XL, Bcl-W, Bfl-1 dan Mcl-1 (Wong, 2011). Sensitivitas sel terhadap

stimulus apoptosis tergantung pada keseimbangan antara protein pro-

apoptosis dan anti-apoptosis. Peningkatan protein pro-apoptosis

mengakibatkan sel lebih sensitif terhadap apoptosis karena dengan

adanya peningkatan protein ini pada permukaan mitokondria, akan

memicu terbentuknya Permeability Transition pore (PT pore) yang

diikuti dengan pengeluaran cytochrome-c, sedangkan peningkatan protein

anti-apoptosis mengakibatkan sel resisten terhadap apoptosis (Dash,

2003).

Berkurangnya proses apoptosis maupun resistensi sel berperan

penting pada proses karsinogenesis. Pengurangan proses apoptosis

maupun resistensi apoptosis pada sel ganas bisa terjadi melalui beberapa

mekanisme, yaitu gangguan keseimbangan antara protein pro-apoptosis

dan anti-apoptosis, penurunan fungsi caspase dan kegagalan proses death

receptor signalling (Wong, 2011).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

Gambar 2.3. Apoptosis jalur ekstrinsik dan instrinsik

(dikutip dari Berki et al., 2011).

Terdapat beberapa metode untuk menguji apakah suatu senyawa

dapat menginduksi apoptosis in vitro. Salah satu metode yang obyektif

adalah dengan pemberian annexin V. Annexin V dapat berikatan secara

kuat dan spesifik dengan phosphatidylserine (PS) dan dapat digunakan

untuk mendeteksi apoptosis. Metode ini didasarkan pada pengikatan

annexin V yang mengandung ion Ca2+ pada phospholipids yang

memiliki muatan negatif seperti phosphatidylserine (PS). Pada sel yang

hidup, PS secara predominan berlokasi pada permukaan membran yang

berhadapan dengan sitosol. Dengan adanya apoptosis, asimetri pada

membran plasma akan hilang dan mengakibatkan adanya PS pada

permukaan luar membran. Hal ini menyebabkan annexin V bisa berikatan

dengan permukaan luar dari sel yang mengalami apoptosis (Van

Engeland et al., 1998; Eray et al., 2001).

Annexin V tidak commit to user dengan sel hidup yang normal


dapat berikatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

karena molekulnya tidak dapat menembus membran phospholipid

bilayer. Namun annexin V dapat berikatan dengan permukaan dalam dari

membran plasma yang telah kehilangan integritasnya selama tahap akhir

apoptosis, maupun juga pada proses nekrosis (Eray et al., 2001). Untuk

membedakan antara sel yang hidup, apoptosis dan nekrosis, ditambahkan

pengecatan DNA yang impermeable terhadap membran, seperti

propidium iodida (PI) ke dalam suspensi sel. Berdasarkan hal ini, sel

yang hidup, apoptosis dan nekrosis dapat dibedakan dengan pengecatan

ganda annexin V dan PI serta dianalisis menggunakan flowcytometry

maupun mikroskop fluoresen. Sel yang hidup memberikan gambaran

yang negatif terhadap annexin V dan PI, sel apoptosis tampak dengan

annexin V positif dan PI negatif, sedangkan sel yang nekrosis

memberikan gambaran positif terhadap annexin V dan PI (Van Engeland

et al., 1998; Eray et al., 2001).

4. Kanker dan Karsinogenesis

Menurut National Cancer Institute (2009) kanker adalah suatu

istilah untuk penyakit yang melibatkan pembelahan sel secara abnormal,

tanpa kontrol dan dapat menyerang jaringan di sekitarnya. Sistem kontrol

yang secara normal mencegah pertumbuhan sel yang berlebihan dan

invasi sel ke jaringan yang lain telah mengalami perubahan pada sel

kanker (Cell Biology dan Cancer, 2008). Dasar karsinogenesis adalah

adanya kerusakan genetik non lethal pada sel. Kerusakan genetik ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

dapat karena pengaruh lingkungan atau herediter. Perubahan genetik

yang terjadi antara lain mutasi, translokasi dan delesi kromosom,

disregulasi ekspresi atau aktivitas jalur sinyal (Kumar , 2005; Sarkar,

dkk., 2013). Pada banyak kasus, aktivasi onkogen dan atau deaktivasi

gen tumor supresor mengarah pada progresi siklus sel yang tidak

terkendali dan mekanisme inaktivasi apoptosis. Pada tumor ganas terjadi

penurunan afinitas antar jaringan spesifik ikatan sel-sel dengan reseptor

dan peningkatan jumlah reseptor pergerakan sel (Sarkar et al., 2013).

Proses karsinogenesis diawali dengan tahap inisiasi neoplasia di

mana perubahan yang tidak terbalikan terjadi pada sel somatik. Inisiasi

terjadi karena adanya ketidakstabilan sel yang disebabkan oleh paparan

karsinogen sehingga terjadi mutasi pada gen dan terbentuk neoplastik.

Aktivasi onkogen berperan penting dalam transformasi neoplastik,

seperti mutasi gen tumor menyebabkan perubahan respon seluler yang

mengacu pada disregulasi gen pada jalur control sinyal biokimia

sehingga terjadi gangguan proses alami komunikasi, perkembangan, dan

diferensiasi sel. Sel yang mengalami transformasi akan terus membelah

diiringi dengan mutasi lanjutan sebelum manifestasi lesi ganas (Devi,

2005).

Tahap keempat adalah angiogenesis tumor, pertumbuhan tumor

perlu didukung oleh faktor pertumbuhan dan pembuangan molekul toksik

yang efisien juga asupan darah yang mencukupi. Faktor pendukung

tersebut disalurkan oleh pembuluh darah, akan tetapi pembuluh darah


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

pada jaringan normal dan tumor berbeda. Pembuluh tumor sering

melebar, saccular dan berliku-liku dapat pula mengandung sel-sel tumor

dalam lapisan endotel pembuluh. Aliran darah di tumor mungkin lebih

lambat dibandingkan dengan jaringan normal yang berdekatan dan

mikrovaskuler tumor dapat menunjukkan hiperpermeabilitas protein

plasma. Tahap kelima adalah metastasis tumor, ketika progresi tumor

terus berkembang, sel akan terlepas dari massa tumor dan menginvasi

jaringan terdekat. Sel yang lepas tersebut juga akan masuk ke dalam

sirkulasi darah dan limfa sehingga masuk ke jaringan atau organ lain

kemudian berkembang. Hal ini menyebabkan metastase yang jauh,

menghasilkan kanker yang menyebar luas (Devi, 2005).

Gambar 2.4. Skema sederhana dasar molekuler penyakit kanker.

commit to
(dikutip dari Depkes RI,user
2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

Gambar 2.5. Tahapan proses karsinogenesis

(dikutip dari Devi, 2005).

5. Kanker Payudara

Kanker payudara adalah pertumbuhan dan perkembangan

abnormal jaringan payudara, dimana lokasinya bisa terjadi di setiap

bagian jaringan payudara yang mengandung epitel (Iskandar, 2007)..

Tumor malignan adalah sekelompok sel-sel kanker yang tumbuh di

dalam (terinvasi) di seluruh jaringan atau menyebar (metastasis) di

beberapa area pada tubuh (American Cancer Society, 2014).

a. Epidemiologi

Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada

wanita di negara maju, nomor dua setelah kanker serviks di negara

berkembang dan merupakan 29% dari seluruh diagnosa kanker

setiap tahun dengancommit


angkatokejadian
user rata-rata 1,7 juta wanita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

menderita kanker payudara (Chen et al., 2010 ; Ferlay et al., 2013 ;

IARC, 2013). Data terbaru dari American Cancer Society telah

menghitung bahwa di tahun 2013, terdapat 64.640 kasus kanker

payudara (American Cancer Society, 2013). Angka kejadian

bervariasi di tiap negara di dunia, angka kejadian tertinggi 99,4 per

100.000 penduduk di negara maju, tetapi di negara berkembang

angka kejadiannya lebih kecil. Angka kejadian kanker payudara

berdasarkan ras dilaporkan pada ras kulit putih 132,5 per 100.000

penduduk, sedangkan pada ras Asia dan Pasific Islander 89 per

100.000 penduduk. Besarnya variasi kejadian kanker payudara

disebabkan perbedaan variasi faktor reproduksi, diet, alkohol,

obesitas, aktivitas fisik dan lingkungan yang berbeda (Hunt et al.,

2010).

Data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013,

prevalensi kanker tertinggi di Indonesia pada perempuan adalah

kanker payudara dan kanker leher rahim. Berdasarkan data Sistem

Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010, kanker payudara

menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh

Rumah Sakit di Indonesia 28,7%, disusul kanker leher rahim

12,8% (Kemenkes RI, 2014). Kurva insidens usia bergerak naik

terus sejak usia 30 tahun. Kanker ini jarang ditemukan pada wanita

usia di bawah 20 tahun. Angka tertinggi terdapat pada usia 45-66

tahun, terbanyak berusia 45-49 tahun (25,2%), disusul 40-44 tahun


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

(15,8%), dan 54-59 tahun (15,6%) (Kemenkes RI, 2014).

Kanker payudara merupakan penyebab kematian tersering

pada wanita dengan jumlah kematian sebanyak 522.000 pada

tahun 2012 (Boyle dan Levin, 2008). Berdasarkan data WHO,

kasus kematian pada penderita kanker payudara adalah sebanyak

521.000 kematian di seluruh dunia dan mayoritas sekitar 69%

kematian kanker payudara tersebut terjadi di negara berkembang

(WHO, 2015). Angka kematian akibat kanker payudara di USA

14,7 per 100.000 penduduk, sedang di Indonesia 18,6 per 100.000

penduduk (CartsBin, 2008). Angka harapan hidup penderita kanker

payudara dalam 5 tahun mencapai 80% di negara maju, 60% di

negara penghasilan menengah dan 40% di negara penghasilan

rendah seperti negara di Afrika (Coleman et al., 2008). Angka

harapan hidup bergantung pada besar kewaspadaan terhadap

kanker payudara, deteksi dini dan pengobatan. Selain itu juga

dipengaruhi pada derajat berapa penderita kanker payudara yang

diobati. Angka harapan hidup 5 tahun mendatang stadium 0 : 93%,

stadium I : 88%, stadium IIA: 81%, stadium IIB : 74% , stadium

IIIA: 67%, stadium IIIB : 41% , stadium IIIC: 49% dan stadium

IV: 15% (Coleman et al., 2008).

b. Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab kanker payudara belum diketahui secara pasti


commit
namun ada beberapa to user
diduga menjadi faktor risiko timbulnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

kanker payudara yaitu:

1) Usia

Insidensi kanker payudara meningkat seiring dengan usia,

setiap sepuluh tahun, risiko kanker meningkat dua kali sampai

usia menopause (McPherson, K., et al., 2000)

2) Usia menarche dan menopause

Wanita yang mengalami haid pertama kali pada usia yang

dini atau mengalami menopause yang lambat dapat

meningkatkan risiko kanker payudara. Risiko wanita yang

mengalami menopause setelah 55 tahun meningkat 2 kali

dibanding wanita yang mengalami menopause sebelum usia 45

tahun. (McPherson, K. et al., 2000).

3) Faktor hormonal

Kadar hormon estrogen yang tinggi selama masa

reproduktif, terutama jika tidak diselingi perubahan hormon

pada saat kehamilan dan pemakaian kontrasepsi hormonal

dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan resiko terjadinya

kanker payudara (McPherson, K.,et al., 2000).

4) Usia pada saat kehamilan pertama

Risiko kanker payudara pada wanita yang hamil setelah

usia 30 tahun dua kali dibanding dengan wanita sebelum usia 20

tahun. Wanita yang hamil pertama kali setelah usia 35 tahun

adalah kelompok yang berisiko tertinggi (McPherson, K.,et al.,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

2000).

5) Nulipara/belum pernah melahirkan

Berdasarkan penelitian, wanita nulipara mempunyai resiko

kanker payudara sebesar 30% dibandingkan dengan wanita yang

multipara (Price dan Lorraine, 2006).

6) Tidak Menyusui

Berdasarkan penelitian, waktu menyusui yang lebih lama

mempunyai efek yang lebih kuat dalam menurunkan resiko

kanker payudara. Ini dikarenakan adanya penurunan level

estrogen dan sekresi bahan-bahan karsinogenik selama menyusui

(Price dan Lorraine, 2006).

7) Riwayat keluarga dan genetik

Riwayat keluarga seperti ibu, saudara perempuan ibu,

saudara, adik atau kakak yang pernah menderita kanker payudara

(McPherson, K.,et al., 2000). Riwayat keluarga merupakan

komponen yang penting dalam riwayat penderita yang akan

dilaksanakan skrining untuk kanker payudara. Terdapat

peningkatan risiko keganasan pada wanita yang keluarganya

menderita kanker payudara. Kanker peyudara dapat terjadi karena

adanya beberapa faktor genetik. Gen yang berperan dalam

pembentukan kanker payudara diantaranya adalah gen BRCA1

dan gen BRCA2 (Ranggiansanka, 2010).

8) Riwayat penyakit payudara jinak


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

Wanita yang mempunyai tumor payudara disertai perubahan

epitel proliferatif berisiko dua kali untuk mendapat kanker

payudara. Wanita dengan hiperplasia tipikal mempunyai risiko

empat kali untuk menderita penyakit kanker payudara

(McPherson, K.,et al., 2000).

9) Faktor Diet

Beberapa penelitian menunjukkan adanya korelasi antara

diet, konsumsi alkohol dan risiko terjadinya kanker payudara (De

Vita 1997; McPherson, K.,et al., 2000).

10) Faktor Lingkungan

Paparan radiasi meningkatkan risiko terjadinya kanker

payudara. Paparan yang didapat setelah usia 40 tahun

menghasilkan risiko yang lebih besar dibandingkan pada usia

yang lebih muda. Faktor lingkungan lainnya yaitu medan

elektromagnetik, paparan terhadap pestisida dan riwayat merokok

(De Vita 1997; McPherson, K.,et al., 2000).

c. Klasifikasi Histologi Kanker Payudara

Tabel 2.1. Histologi Kanker Payudara (WHO, 2010)

1. Non-invasif a. Karsinoma duktus in situ

b. Karsinoma lobulus in situ

2. Invasif a. Karsinoma invasif duktal

b.Karsinoma invasif duktal dengan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

komponen intraduktal yang

predominant

c. Karsinoma invasif lobular

d. Karsinoma mucinous

e. Karsinoma medullary

f. Karsinoma papillary

g. Karsinoma tubular

h. Karsinoma adenoid cystic

i. Karsinoma sekretori (juvenile)

j. Karsinoma apocrine

k. Karsinoma dengan metaplasia

i. Tipe squamous

ii. Tipe spindle-cell

iii. Tipe cartilaginous dan

osseous

iv. Mixed type

l. Lain-Lain

3. Paget’s disease of the nipple

d. Subtipe Molekular Kanker Payudara Invasif

Berdasarkan The Cancer Genome Atlas Network (TCGA)

terdapat 4 subtipe kanker payudara dengan penyimpangan genetika


commit
yang diketahui yakni; to user
Luminal A, Luminal B, Basal-Like, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

HER-2 Positive. (TCGA,2012; Stopeck, 2015). Subtipe molekular

sangat berhubungan dengan gambaran klinis, respon terhadap

terapi dan perjalanan akhir penyakit (Allison, 2012; Lester, 2015).

Beberapa sub tipe yang ada :

1. Tipe Luminal A

Tipe Luminal A merupakan subtype yang paling sering

ditemukan pada kasus kanker payudara. Pada tipe ini yang

memberikan ciri khas adalah reseptor estrogen (ER) yang positif,

dan/atau reseptor progesteron (PR) yang positif, dan Human

endothelial growth Factor Receptor 2 (HER2) yang negatif.

Subtipe Luminal A memiliki tingkat agresivitas yang rendah dan

stadium yang lebih ringan. Prognosis pada subtipe Luminal A

adalah baik dan memiliki respon yang baik pada terapi hormon.

Tipe ini diketahui pula memiliki hubungan dengan peningkatan

umur, dimana risiko bertambah seiring penambahan umur.

Berhubungan dengan mutasi BRCA2. Terapi sistemik dengan

kemoterapi dan diikuti terapi hormonal (Falck et al., 2013; Lester,

2015).

2. Tipe Luminal B

Tipe Luminal B menyerupai subtipe Luminal A dan cukup

sering ditemukan pada kasus kanker payudara. Subtipe ini

memiliki ciri khas reseptor estrogen (ER) yang positif, dan/atau

reseptor progesteron (PR) yang positif, dan Human endothelial


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

growth Factor Receptor 2 (HER2) yang positif. Namun, lebih

sering ditemukan ER yang positif dan PR yang negatif. Tipe ini

memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan Luminal A.

(Falck et al., 2013; Lester, 2015).

3. HER2 positif.

Merupakan bentuk kedua tersering dari karsinoma payudara

invasif (kurang lebih 20%). Kelompok ini terdiri dari karsinoma

dengan ER negatif dan HER2 positif, sedangkan reseptor

progesteron biasanya negatif. Sering ditemukan pada wanita muda

dan bukan wanita kulit putih. Profil mRNA menunjukkan

peningkatan ekspresi HER2. Kanker ini mempunyai translokasi

interkromosom kompleks, amplifikasi tingkat tinggi dari HER2

dan tingkat mutasi yang tinggi. Kanker dalam kelompok ini bisa

bermetastasis walaupun berukuran kecil, sering ke organ dalam

dan otak. Sebelum ditemukan targeting terapi terhadap HER2,

kanker dengan HER2 positif dihubungkan dengan perjalanan

akhir yang buruk. Saat ini sepertiga atau lebih berespon komplit

terhadap antibodi yang berikatan dan menghambat aktivitas HER2

sehingga mempunyai prognosis yang lebih baik (Lester, 2015) .

4. ER negatif, HER2 negatif (basal like atau triple negative

carcinoma).

Merupakan 15% dari kanker payudara invasif. Kanker ini

mempunyai derajat diferensiasi tinggi dengan gambaran histologi


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

yaitu solid-pushing borders, area nekrosis dan dengan infiltrat

limfosit yang padat. Sering terjadi pada wanita yang mengalami

premenopause awal. Sebagian besar kanker ini terjadi pada wanita

dengan mutasi BRCA1. Kanker ini mempunyai tingkat proliferasi

yang tinggi dan pertumbuhan yang cepat sehingga sering

ditemukan sebagai massa yang dapat dipalpasi. Sekitar 30%

kanker berespon terhadap kemoterapi. Berhubungan dengan

perjalanan akhir penyakit yang buruk karena kemampuan invasif

yang tinggi dan metastasis jauh. Kanker ini bisa bermetastasis

ketika masih berukuran kecil, biasanya ke otak dan organ dalam.

Kekambuhan sering terjadi dalam waktu 5 tahun setelah terapi dan

sering terjadi kekambuhan lokal walaupun sudah dilakukan

mastectomy (Allison, 2012; Lester, 2015).

Sel kanker dengan ER positif mengandalkan estrogen sebagai

faktor pertumbuhan sel kanker, maka dari itu langkah pengobatan

dapat digunakan obat yang menghambat estrogen (seperti

tamoxifen) dan pada kasus ini memiliki prognosis yang lebih baik.

HER2+ yang biasanya lebih agresif daripada HER2- memiliki

respon terhadap pengobatan antibody monoklonal transtuzumab

disertai kemoterapi konvensional yang menunjukan perbaikan

prognosis secara signifikan. (Sotiriou, 2009)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

Gambar 2.6. Subtipe kanker payudara berdasarkan faktor intrinsik.

(dikutip dari Stopeck, 2015)

e. Klasifikasi klinik Kanker Payudara

Klasifikasi klinik meliputi 4 stadium, sebagai berikut :

a) I, merupakan kanker payudara dengan besar sampai 2 cm dan/

tidak memiliki anak sebar.

b) II (a dan b), merupakan kanker payudara yang besarnya sampai 2

cm atau lebih dengan memiliki anak sebar di kelenjar ketiak.

c) III (a, b dan c), merupakan kanker payudara yang besarnya sampai

2 cm atau lebih dengan anak sebar di kelenjar ketiak, infra dan

supraklavikular, infiltrasi ke fasia pektoralis atau ke kulit atau

kanker payudara yang apert (memecah ke kulit).

d) IV, merupakan kanker payudara dengan metastasis yang sudah

jauh, misalnya ke tengkorak, tulang punggung, paru-paru, hati

commit to2006).
atau panggul (Wiknjosastro, user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

f. Stadium Kanker Payudara

Stadium kanker payudara dinilai berdasarkan sistem TNM dari

UICC/AJC. T pada sistem TNM merupakan kategori untuk tumor

primer, N kategori untuk nodul regional ataupun yang bermetastase

ke kelenjar limfe regional, dan M merupakan kategori untuk

metastase jauh. Masing-masing kategori TNM tersebut di

subkategorikan lagi untuk menggambarkan keadaan masing-masing

kategori tersebut, yaitu:

a) Kategori T = Tumor Primer

Tx : ukuran tumor primer tidak dapat diperkirakan

Tis : tumor insitu, yaitu tumor yang belum invasif.

T0 : tidak ditemukan adanya tumor primer

T1 : ukuran tumor 2cm atau kurang

- T1a : ukuran tumor 0,1-0,5 cm dan tidak ditemukan adanya

perlekatan ke fasia pektoralis

- T1b: ukuran tumor 0,5-1cm dan ditemukan adanya perlekatan

ke fasia pektoralis

- T1c : ukuran tumor 1-2 cm

T2 : ukuran tumor 2-5 cm

- T2a : tidak ditemukan adanya perlekatan ke fasia pektoralis

- T2b : ditemukan adanya perlekatan ke fasia pektoralis

T3 : ukuran tumor lebih dari 5 cm


commit to user
- T3a : tidak ditemukan adanya perlekatan ke fasia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

- T3b : ditemukan adanya perlekatan ke fasia

T4 : tumor dengan ukuran berapa saja dengan infiltrasi ke dinding

toraks atau kulit

- T4a : tumor dengan infiltrasi ke dinding toraks

- T4b : tumor disertai edema (peau d’orange), ulkus pada kulit

payudara, ataupun satelit nodul di kulit payudara

- T4c : tumor dengan gambaran berupa gabungan dari T4a dan

T4b

- T4d : inflamasi karsinoma

b) Kategori N = Nodul, metastase ke kelenjar limfe regional

Nx : nodul pada kelenjar limfe regional tidak dapat diperkirakan

N0 : tidak ada metastase ke kelenjar limfe regional

N1: ada metastase nodul ke kelenjar limfe dan belum terjadi

perlekatan

N2: ada metastase nodul ke kelenjar limfe aksila dan sudah terjadi

perlekatan satu sama lain atau ke jaringan disekitarnya

- N2a : ada metastase nodul ke kelenjar limfe aksila dan

sudah terjadi perlekatan antara satu nodul dengan

nodul lainnya

- N2b : ada metastase nodul ke kelenjar limfe aksila dan

sudah terjadi perlekatan nodul ke jaringan

disekitarnya

N3: ada metastasecommit to userlimfe infra dan supraklavikular


ke kelenjar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

dengan atau tanpa disertai metastase ke kelenjar limfe aksila

ataupun mammary internal

- N3a : metastase ke kelenjar limfe infraklavikular

- N3b: metastase ke kelejar limfe aksila dan mammary

internal

- N3c : metastase ke kelenjar limfe supraklavikular

c) Kategori M = Metastase jauh

Mx : jauh metastase tidak dapat diperkirakan

M0 : tidak ada metastase jauh

M1: ada metastase jauh disertai infiltrasi pada kulit disekitar

payudara.

Tabel 2.2. Klasifikasi Kanker Payudara Berdasarkan T,N,M

(Cunningham, 2008)

Breast Cancer of Surgical Staging

T Stage Stage Grouping

Tis In situ 0 Tis N0 M0

T1 ≤ 2 cm I T1 N1 M0

T2 > 2 cm tapi ≤ 5 cm IIA T0 N1 M0

T3 > 5 cm T1 N1 M0

T4 Involvement of skin or T2 N0 M0

chest wall or inflammatory

cancer commit to user


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

IIB T2 N1 M0

T3 N0 M0

N Stage IIIA T0 N2 M0

N0 No lymph node T1 N2 M0

involvement

N1 1–3 nodes T2 N1 M0

N2 4-9 nodes T3 N1 M0

N3 ≥10 nodes or any T3 N2 M0

infraclavicular nodes

IIIB T4 N0 M0

M Stage T4 N1 M0

M0 No distant metastases T4 N2 M0

M1 Distant metastases IIIC Any N3 M0

IV Any T Any M1

6. Sel Kanker Payudara MCF-7 ( Michigan Cancer Foundation 7)

Model sel kanker yang dikulturkan memberikan keuntungan pada

penelitian kanker yaitu populasi yang relatif homogen dan mampu

bereplikasi pada media kultur standarnya serta mampu memberikan


commit to user
pedoman yang sangat baik untuk penelitian kanker payudara dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

perkembangan dan pengobatan tumor (Arya et al., 2011). Profil kanker

payudara dengan ekspresi gen dan imunohistokemikal reseptor estrogen

alfa (ERα), reseptor progesteron (PR), dan HER2 dapat diklasifikasikan

menjadi beberapa subtipe yaitu luminal A (MCF-7, T47D), luminal B

(BT474, ZR-75), HER2 (SKBR3, MDA-MB-453), basal (MDA-MB-

468) dan normal (MDA-MB-231) (Holliday dan Speirs, 2011).

Kultur sel MCF-7 merupakan kultur sel kanker payudara yang

umum digunakan dalam uji aktivitas antikanker secara in vitro (Sinaga

et al., 2011). Sel ini pertama kali diisolasi pada tahun 1970, diperoleh

dari jaringan epitel payudara dengan titik metastasis pleural effusion

breast adenocarcinoma seorang wanita Kaukasian berumur 69 tahun

bergolongan darah O dengan RH positif (Lacroix, 2012).

Biakan sel MCF-7 memiliki kemampuan untuk memproses

estrogen dalam bentuk estradiol agar berikatan dengan reseptor estrogen

dalam sitoplasma sehingga membentuk kompleks reseptor aktif dan

mempengaruhi transkripi gen yang mengatur proliferasi sel (Foster,

2001; Pfeiffer, 2004). Sel MCF-7 merupakan sel kanker payudara yang

mengekspresikan gen p53 wild type (belum bermutasi) sehingga sensitif

terhadap agen kemoterapi. Apabila gen p53 sudah bermutasi, maka gen

p53 tidak bisa mengikat elemen respon pada DNA sehingga dapat

menghilangkan kemampuan gen p53 untuk mengatur siklus sel

(Schafer, 2000). Dalam pertumbuhannya, sel MCF-7 akan membentuk

kultur selapis pada labu kultur yang ditumbuhkan dalam medium


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

Dulbecco’s Modified Eagle Medium (DMEM) (Widowati dan Mudahar,

2009; Lacroix, 2012).

Karakteristik sel ini antara lain resisten terhadap agen kemoterapi,

mengekspresikan reseptor estrogen alfa (ERα +), reseptor progesteron

(PR+), Human epidermal growth factor receptor-2 onkogen ERBB2

(HER2-), ekspresi berlebih Bcl-2 dan Cyclin D-1 serta tidak

mengekspresikan caspase-3 (Lacroix, 2012)

Gambar 2.7. Sel MCF-7 perbesaran 10x

(dikutip dari Lacroix, 2012)

7. Patofisiologi

Jalur reseptor estrogen mempunyai peranan penting dalam

perkembangan dan progresi kanker payudara (Gambar 2.8). Ikatan

antara estrogen dan ERα akan menuntun terjadinya translokasi

kompleks ligan reseptor ke nukleus yang dapat mempengaruhi proses

transkripsi dari gen secara independen. ER juga mempengaruhi

pertumbuhan dan proliferasi sel melalui pengikatan dan menyebabkan

transaktivasi dari berbagai growth-related transcription factors. Ikatan

ligan Wnt dengan frizzled receptor akan menstabilkan β-catenin dan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

translokasi ke dalam nukleus. Aktivitas β-catenin di dalam nukleus

dimodulasi oleh ER sehingga akan mendorong terjadinya peningkatan

transaktivasi dari gen target Wnt. Ikatan estrogen dengan ERα yang ada

di membran sel akan mengaktifkan downstream signaling pathways

termasuk jalur phosphatidylinositol 3-kinase dan Ras-MAPK (Mohibi et

al., 2011).

ERα berikatan dengan gen target Stat dan meningkatkan aktivitas

transkripsi dari Stat. Selain itu, cyclin D-1 berikatan langsung dengan

hormon-binding domain dari ERα menghasilkan peningkatan ikatan

reseptor dengan estrogen reponse element berikutnya serta

meningkatkan ER-mediated transcription. Dengan cara yang sama,

AIB1 di dalam kompleks dengan Src1 dan TIF2 menguatkan transkripsi

dari Erregulated genes. Akhirnya, ERα terlihat akan berikatan dengan

p53 di promoter gen target p53 pada sel kanker payudara sehingga

menekan fungsi trans aktivasi p53 (Mohibi et al., 2011).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

Gambar 2.8. Skema Aksi Estrogen terhadap ERα secara Molekuler

(dikutip dari Mohibi et al., 2011).

Li et al. (2013) menjelaskan mekanisme kanker payudara bisa

terjadi melalui ikatan antara estrogen dan ER yang memicu pengaktifan

jalur sinyal ke arah proliferasi sel dan diferensiasi pada jaringan

payudara normal. Akan tetapi, aktivasi yang menyimpang dari ikatan

estrogen-ER diterjemahkan menjadi sinyal proliferasi sel yang tidak

terbatas dan tidak terkontrol sehingga dapat menjadi kanker payudara

yang diperlihatkan dengan adanya peningkatan dari Cyclin D-1. Efek

dari ikatan estrogen dengan ER ini dapat merangsang proliferasi sel dan

memicu peningkatan mutasi dari kesalahan replikasi yang terjadi selama

fase premitosis sintesis commit


Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) (Yue et al.,
to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

2012).

Sekitar 5-20% kanker payudara mempunyai patogenesis familial

yang disebabkan mutasi germline pada gen tunggal. Kebanyakan kanker

payudara adalah sporadic dan disebabkan oleh mutasi somatik karena

agen yang berhubungan dengan gaya hidup dan faktor lingkungan.

Beberapa langkah perkembangan kanker payudara adalah melalui

hubungan dengan mutasi satu atau lebih gen-gen pengatur. Aktivasi

mutasi dari protoonkogen ke onkogen diikutioleh inaktivasi gen

penekan tumor adalah kemungkinan abnormalitas pertama yang terjadi.

Perubahan pada gen yang penting untuk mengatur proliferasi, apoptosis

dan mekanisme perbaikan DNA dapat menyebabkan ketidakstabilan

genetik. Beberapa gen yang terlibat didalam karsinogenesis payudara

adalah gen penekan tumor yaitu BRCA1, BRCA2 dan gen P53 serta

onkogen yang terdiri dari gen HER2, gen apoptosis, gen reseptor steroid

(ER dan PR), gen adhesi sel dan invasif, serta gen angiogenesis.

Peranan apoptosis dalam onkogenesis telah banyak dipelajari. Apoptosis

diperlukan untuk menghancurkan sel-sel dengan kerusakan DNA, atau

sel-sel yang telah menjadi kanker. Beberapa onkogen seperti Bax dan

Bcl2, c-myc dan P53 terlibat dalam pengaturan sinyal proapoptosis dan

anti-apoptosis yang dikontrol oleh beberapa gen. Bcl2 mengatur

pelepasan protein mitokondria seperti sitokrom. Sitokrom c berikatan

dengan faktor lainnya untuk membentuk kompleks aktivasi disebut

apoptosom. Apoptosom yang aktif akan mengaktifkan caspase yang


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

akhirnya akan menyebabkan apoptosis. Hormon-hormon steroid juga

dikenal dapat menyebabkan up-regulation atau down-regulation

apoptosis dengan jalan mengontrol kematian sel yang dimediasi P53

(Motomasa K., et al., 2006).

Perubahan genetik dan epigenetik yang diperlukan untuk

karsinogenesis menimbulkan perubahan morfologi yang dikenali

sebagai lesi payudara, yang berhubungan dengan meningkatnya resiko

perkembangan kanker. Perubahan awal tersebut adalah perubahan

proliferatif, yang berasal dari hilangnya sinyal menghambat

pertumbuhan, menyimpangan kenaikan sinyal pro-pertumbuhan, atau

penurunan apoptosis. Selama perkembangan tumor, klonal ganas

menjadi abadi dan memperoleh kemampuan pembentukan neo-

angiogenesis. Gambaran morfologi dan biologis karsinoma biasanya

terbentuk pada tahap insitu, karena di sebagian besar kasus lesi insitu

mirip karsinoma invasif yang menyertai. Langkah akhir dari

karsinogenesis adalah perubahan lesi insitu menjadi karsinoma invasif

(Lester, 2005).

Berdasarkan jalur molekular terdapat tiga jalur utama dalam

perkembangan kanker payudara (Gambar 2.9). Jalur yang terbanyak

adalah terjadinya karsinoma ER positif, HER2 negatif. Terjadi pada

individu dengan mutasi germline BRCA2. Jalur ini berhubungan dengan

delesi pada kromosom 16q dan penambahan kromosom 1q serta aktivasi

mutasi PIK3CA. Lesi prekursor yang sering ditemukan adalah flat


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

epithelial atypia dan atypical hyperplasia. Jalur kedua yaitu karsinoma

HER2 positif. Ditemukan pada penderita dengan mutasi germline TP53

dan terjadi amplifikasi gen HER2. Lesi prekursor yang ditemukan

adalah atypical apocrine adenosis. Jalur yang paling jarang adalah

karsinoma ER dan HER2 negatif. Pada karsinoma ini lesi prekursor

tidak jelas, kemungkinan karena perkembangan lesi yang sangat cepat

menjadi karsinoma. Sering ditemukan pada penderita dengan mutasi

germline BRCA1, sedangkan pada tumor sporadic terjadi mutasi pada

TP53. Terjadi ekspresi berlebihan survivin adalah sebagai respon

aktivasi onkogen dan mutasi TP53 (Livingston DM. et al., 2010;

Lester, 2015).

Gambar 2.9. Jalur utama perkembangan kanker payudara

(dikutip dari Lester, 2015)

8. Terapi

Modalitas terapi kanker payudara secara umum meliputi: operasi


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

(pembedahan), kemoterapi, radioterapi, terapi hormonal dan terapi

target (Sukardja, 2000). Kemoterapi merupakan pilihan pengobatan

yang paling memungkinkan untuk pengobatan kanker pada stadium

lanjut (sudah metastasis) dengan menggunakan senyawa kimia yang

bekerja langsung pada sel kanker. Kegagalan yang sering terjadi

dalam usaha pengobatan kanker, utamanya melalui kemoterapi, lebih

dikarenakan rendahnya selektifitas obat-obat anti kanker dan

sensitivitas sel kanker itu sendiri terhadap agen kemoterapi

(Andalusia R, 2015). Usaha penemuan obat baru yang aman dan

selektif terhadap pengobatan dan pencegahan kanker dengan

mengetahui pengaruh molekuler terhadap sel kanker perlu untuk

dilakukan. Target-target molekular penting untuk pengembangan anti

kanker payudara dapat disusun berdasarkan karakteristik kanker

payudara. (Naithani et al., 2008).

Berdasarkan fungsinya, terapi anti kanker dapat diklasifikasikan

menjadi 2 grup yaitu (1) target hormonal dan (2) target non-hormonal.

Target hormonal direpresentasikan oleh ER. Target non-hormonal

dibagi menjadi beberapa kategori yaitu (a) pengaturan signal transduksi,

(b) regulator cell-cycle dan apoptosis, dan (c) pengaturan angiogenesis

(Cristofanilli dan Hortobagyi, 2002).

Kanker payudara adalah penyakit heterogen, akan tetapi hampir

70% dari penyakit ini adalah reseptor estrogen positif. Reseptor

estrogen (ER) mendorong pertumbuhan tumor dalam rangka respon


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43

terhadap ligannya yaitu estrogen. Ekspresi ER mengindikasikan tingkat

estrogen dependence dari kanker payudara. Pengembangan obat-obat

antikanker payudara dapat diarahkan target hormonal dengan

antiestrogen, penghambatan protein regulator positif cell cycle dan

checkpoint control seperti CycD (Hilakivi-Clarke et al., 2004).

Terapi endokrin merupakan terapi efektif kanker payudara ER-

positif, yang dicapai dengan antagonisasi ligan yang berikatan dengan

ER (tamoxifen dan selective estrogen receptor modulator lainnya),

menurunkan regulasi ER (fulvestrant) atau menghentikan biosintesis

estrogen (inhibitor aromatase dan luteinizing hormone-releasing

hormone agonist) (Tokunaga, et al., 2014). Ada dua bentuk reseptor

estrogen yang dibedakan berdasarkan kode genetiknya yaitu ERα dan

ERβ. ERα bertanggung jawab pada proses estrogeninduces mitogenic

signaling sel epitel pada payudara, uterus, dan ovarium, selain itu juga

berperan dalam inisiasi dan progresi kanker payudara (Tokunaga, et al.,

2014).

Tamoxifen telah banyak digunakan sebagai pengobatan kanker

payudara, melalui kemampuannya menghambat ikatan antara estrogen

dengan reseptornya sehingga proliferasi sel yang diinduksi oleh

mekanisme ini dapat dihambat (Jordan, 2006). Tamoxifen bekerja

sebagai inhibitor kompetitif ikatan estrogen dengan ERα, selain itu

secara langsung dapat menginduksi apoptosis (Criscitiello, et al., 2011).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44

9. Propolis

a. Definisi propolis

Propolis berasal dari bahasa Yunani yaitu pro yang berarti di

depan/sebelum dan polis yang berarti kota. Istilah ini

menggambarkan propolis sebagai pelindung sarang lebah dari hal-

hal di luar sarang agar supaya sarang dan isinya yang mengandung

payudarai larva lebah madu terlindungi dari bahaya dan senantiasa

bersih steril dengan tujuan agar telur dapat menetas dan

berkembang dengan sempurna (Hoesada et al, 2000).

Propolis mempunyai nama lain lem lebah (bee glue), hal ini

karena bentuknya seperti lem yang digunakan oleh lebah merekat

dan memperkuat sarang dan merekat pintu-pintu lubang angin

yang tidak diperlukan pada rumah lebah. Propolis merupakan

bagian dari sebuah mekanisme pertahanan hidup lebah madu. Hal

ini diperlukan oleh lebah karena lebah memerlukan tinggal di

dalam sarang dengan suhu yang stabil lebih kurang 32-330C.

Fungsi propolis yang sangat vital terhadap payudarai lebah adalah

merupakan disinfektan alamiah untuk mencegah timbulnya

berbagai penyakit (Dimov,1992). Propolis menjadi bagian dari

kehidupan manusia tidak lain karena manfaat khasiat propolis

untuk pengobatan, sayangnya seperti halnya obat herbal lainnya,

propolis masih menjadi rekomendasi pengobatan alternatif, hal ini


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45

disebabkan karena :

1. Obat tradisional (obat alami), diambil langsung dari alam yang

sangat tergantung pada lingkungan tempat berasal, hal ini akan

menyebabkan komposisinya berbeda-beda dan efektivitasnya

berubah.

2. Obat tradisional mengandung campuran biokimia kompleks

yang bekerja secara sinergis, akibatnya bila zat aktifnya

diekstrak, efeknya bisa berkurang atau menghilang hingga sulit

diketahui zat aktif mana yang dapat dibuat penelitian.

3. Kaya zat aktif, obat-obatan tradisional juga mampu mengobati

berbagai jenis penyakit yang mekanismenya sulit dijelaskan oleh

kedokteran modern.

Berbagai alasan inilah yang membuat obat tradisional hanya

digunakan sebagai pengobatan alternatif dan belum menjadi terapi

utama suatu penyakit. Negara-negara seperti Rusia dan Cina masih

setia menggunakan propolis dan produk alami lain untuk

pengobatan. Penelitian farmakologi propolis mencakup efek

propolis sebagai antinyeri (anestetik), anti-alergi, antibiotik,

antijamur, anti inflamasi, antiradiasi, antioksidan dan pengawet,

antiseptik, antikanker dan imunostimulator (menstimulasi daya

tahan tubuh) (Ang ESM et al, 2001). Terapi adjuvan adalah suatu

penambahan pengobatan/ substansi ke pengobatan utama yang

sedang dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pengobatan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46

(Viuda MM et al, 2008).

b. Kandungan Kimia Propolis

Lebah menghasilkan beberapa produk seperti madu, royal jeli,

polen dan propolis. Propolis adalah produk alami berasal dari resin

tanaman yang dikumpulkan oleh lebah madu. Propolis digunakan

lebah dalam pembuatan, pemeliharaan, perlindungan dan

mensterilkan sarang lebah (Marcucci et al, 2001). Komposisi

propolis sangat kompleks. Unsur utamanya adalah lilin lebah, resin

dan senyawa volatil. Lebah mensekresikan lilin lebah, sedangkan

resin dan senyawa volatil berasal dari tanaman. Aktivitas biologis

propolis ditentukan oleh zat tanaman ini berasal. Oleh karena itu,

meskipun propolis jelas merupakan produk binatang, proporsi yang

cukup besar dari komponen-komponennya yang berperan dalam

menentukan aktivitas biologis berasal dari tanaman. Faktor-faktor

biologik, zona geografis dan lingkungan dapat mempengaruhi

jumlah dan kualitas produksi propolis (Pereira et al., 2009).

Beberapa penelitian melaporkan bahwa komposisi propolis

dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti sumber bunga (jenis

tanaman) untuk madu, musim dan faktor-faktor lingkungan (seperti

jenis tanah dan iklim, faktor genetik, dan metode pengolahan).

Dengan kata lain, kemungkinan efek-efek yang berhubungan

dengan kesehatan sangat tergantung asal-usulnya (Baltrusaityte et

al., 2007). commit to user


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47

Hasil penelitian menunjukkan perbedaan ketinggian wilayah

tidak mempengaruhi kandungan CAPE. Perbedaan jenis tanaman

lebih berpengaruh pada kandungan CAPE. Propolis wilayah Krejo,

Karanganyar memiliki kandungan CAPE lebih tinggi dibandingkan

wilayah Sragen dan Wonogiri. Adanya perbedaan kandungan

CAPE ini kemungkinan dipengaruhi oleh perbedaan jenis tanaman

yang tumbuh di daerah tersebut. Propolis Karanganyar

dikumpulkan lebah dari tanaman sekitar yang berupa tanaman

durian, matoa, serta rambutan. Untuk wilayah Wonogiri, jenis

tanaman utamanya adalah pinus dan randu, sedangkan wilayah

Sragen berupa pohon karet (Sarsono et al., 2012). Selain itu,

perbedaan tersebut dimungkinkan karena faktor-faktor biologik,

zona geografis dan lingkungan yang dapat mempengaruhi jumlah

dan kualitas produksi propolis (Pereira et al., 2009).

Propolis sebagai kompleks resin yang dikumpulkan lebah

madu dari tunas daun dan kulit pohon sekitarnya untuk kemudian

dicampur dengan air liurnya, sehingga menghasilkan produk lebah

yang bermanfaat (Marcucci et al., 2001; Salatino et al, 2005).

Secara penampakan fisik (warna), aroma dan komposisi kimiawi

propolis terlihat bervariasi tergantung dari berbagai faktor

diantaranya zona geografis, karena propolis. Warnanya mungkin

putih kekuningan (krem), kuning, hijau, coklat terang atau gelap.

Beberapa sampel memiliki tekstur, rapuh keras, sedangkan sampel


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48

lainnya mungkin elastis dan kenyal (Salatino et al., 2005). Lebih

dari 200 komponen propolis telah diidentifikasi. Senyawa yang

terkandung dalam propolis, secara garis besar dikelompokkan

menjadi (i) flavonoid (flavonol, flavon, flavanon, dan

dihidroflavonol), (ii) turunan cinnamic acid, dan (iii) terpenoid.

Turunan cinnamic acid (ferulic acid, p-coumaric acid dan caffeic

acid, termasuk Caffeic Acid Phenethyl Ester (CAPE)

(Sivasubramaniam L dan Seshadri M, 2005; Lotfy M, 2006).

Analisis Fitokimia ekstrak dari 40 senyawa aktif dalam

berbagai macam propolis berdasarkan wilayahnya menunjukkan

adanya komposisi umum seperti fenol 79,5%, epigallotannins atau

tanin terkondensasi garam 77%, glikosida 49%, saponin 38%,

flavonoid 28% dan alkaloid 25%. ( Popova et al, 2007).

Komponen utama dari propolis adalah flavonoid dan asam

fenolat, termasuk caffeic acid phenylesthylester (CAPE) yang

kandungannya mencapai 50% dari seluruh komposisi (Santos et al,

2005).

Gambar 2.10. Struktur molekul flavones (flavonoid)


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49

. (dikutip dari Cushnie, 2005)

Flavonoid terdapat hampir di semua spesies bunga. Flavonoid

merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar. Golongan

flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan

terdapat pada seluruh dunia tumbuhan. Jenis flavonoid yang

terpenting dalam propolis adalah pinocembrin dan galangin.

Kandungan kimia flavonoid dalam propolis sedikit berbeda dengan

flavonoid dari bunga karena adanya suatu proses yang dilakukan

oleh lebah. Kandungan flavonoid dalam propolis bervariasi sekitar

10-20%. Kandungan tersebut merupakan yang terbanyak

dibandingkan kandungan flavonoid dalam produk lebah lain

(Marcucci, 1994). Galangin adalah flavonol yang umum ditemukan

dalam propolis.

Tabel 2.3. Senyawa utama dari propolis

Kelas komponen Grup komponen

Resin (45-55 %) flavonoid (flavonoles, flavon,

flavonones, ihydroflavonoles, dan

chalcones), asam fenolik dan esternya

Lilin dan asam lemak kebanyakan berasal dari lilin lebah,

(25-53 %) tetapi beberapa diantaranya berasal dari

tanaman.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50

Minyak esensial (10 %) Mudah menguap, senyawa volatine

Serbuk sari (5 %) Banyak mengandung asam amino,

terutama argini dan prolin

Senyawa organik & 14 mineral, Pada umumnya Fe dan Zn,

mineral lainnya (5 %) mineral lainnya adalah Au, Ag, Cs, Hg,

La, Sb. Keton, Lakton, Quinon,Steroid,

asam benzoic & ester, Vitamin B3, gula

c. Aktivitas biologis Propolis

Penggunaan propolis sebagai “obat” dimungkinkan karena

propolis memiliki sejumlah aktivitas biologis antara lain

antimikrobial, antifungal, antiprotozoa, antiparasit, antiinflamasi,

anti-oksidan, dan imunomodulator (Koo et al, 2002; Ahn et al,

2004; Lotfy, 2006; El-Bassuony dan Abouzid, 2010). Aktivitas

biologis propolis yang akan penulis bahas adalah aktivitas anti

inflamasi, anti oksidan dan imunomodulator sesuai dengan titik

tangkap propolis pada penelitian ini.

1. Aktivitas antikanker

Komponen polyphenolic diketahui mempunyai aktivitas

antikanker pada tikus model tumor (Orsolic et al, 2005), dan

juga caffeic acid, CAPE, quercitin dapat menghambat

pertumbuhan sel kanker


commit (Galati et al, 2000). Artepillin C,
to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51

yang diisolasi dari propolis, dilaporkan mempunyai efek

sitotoksik pada karsinoma dan sel melanoma maligna melalui

mekanisme apoptosis dan gangguan pada mitosis

(Premratanachai P., 2014). Mekanisme utama efek antikanker

propolis terkait dengan apoptosis, penghentian siklus sel, dan

juga melalui pengaruhnya pada jalur metabolisme. Terdapat

penelitian yang melaporkan bahwa efek penghambatan

proliferasi kanker prostat oleh propolis dicapai melalui

regulasi ekspresi cyclin D1, cyclin B1, cyclin dependent

kinase, dan juga ekspresi p53 (Lie et al., 2007) Selain itu,

efek terapi antikanker pada propolis menarik dikarenakan

kemampuannya menginduksi apoptosis, walaupun

mekanisme ini tergantung pada jenis dan konsentrasi dari

ekstrak propolis (Mouse HA., 2012).

2. Aktivitas antiinflamasi

Ekstrak etanol propolis (EEP) menunjukkan aktivitas

anti-inflamasi baik akut ataupun kronik. EEP dosis 50

mg/kgBB/hari/oral dan 100 mg/kgBB/hari per-oral

menunjukkan aktivitas anti-inflamasi kronik, sedangkan dosis

200 mg/kgBB/hari per-oral menunjukkan aktivitas anti-

inflamasi akut pada hewan coba model. Efek antiinflamasi ini

ditunjukkan oleh kandungan yang ada di propolis lebah yaitu

Caffeic acid phenethyl ester (CAPE) (Lotfy, 2006).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52

Caffeic acid phenethyl ester (CAPE) adalah salah satu

senyawa terbesar yang ada dalam propolis dan merupakan

jenis asam fenolat. Sebagai komponen aktif propolis,

CAPE memiliki kegiatan biologis dan farmakologis

termasuk anti-inflamasi, antivirus, antibakteri dan

antitumor ( Zaeemzadeh et al, 2011)

Gambar 2.10. Struktur molekul asam fenolat

(dikutip dari Zaeemzadeh et al, 2011)

Caffeic acid phenethyl ester merupakan antioksidan

fenolik, yang memperlihatkan sejumlah efek farmakologik

dan biologik termasuk aktivitas anti-inflamasi, antiviral dan

anti-tumor (Orsolic N et al, 2005). CAPE merupakan

penghambat yang poten dan spesifik terhadap aktivasi NF-

κB. Konsentrasi CAPE dalam propolis tergantung pada asal

usul geografik dan ekosistem (sumber tanaman), yang akan

mempengaruhi aktivitas biologis propolis (Fitzpatrick LR et

al , 2001).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53

Gambar 2.11. Struktur Molekul CAPE

(diambil dari Scapagnini et al, 2002)

CAPE menunjukkan aktivitas imunosupresif baik pada

tahap awal dan lanjut, aktivasi ini dimediatori oleh sel

limfosit T. Secara spesifik CAPE menghambat transkripsi

ataupun sintesis IL-2. CAPE menghambat aktivitas

pengikatan DNA dan transkripsi NF- κB serta faktor

transkripsi nuclear factor of activated cells (NFAT), dan

activator protein-1 (AP-1), tanpa mempengaruhi degradasi

protein penghambat NF-κB (I-κB) yang berada di

sitoplasma. Sehingga propolis memiliki aktivitas sebagai

imuno-modulator dan anti-inflamasi (Ang ESM et al, 2009).

3. Antioksidan

Propolis bermanfaat sebagai penetral racun karena

berbagai kandungannya dapat membersihkan polutan dan

racun di dalam tubuh, sehingga metabolisme sel dapat

kembali berlangsung optimal. Beberapa penelitian telah

membuktikan bahwa propolis juga dapat berfungsi sebagai


commit to user
antioksidan kuat, yang dapat mencegah timbulnya senyawa-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54

senyawa radikal bebas. Radikal bebas merupakan penyebab

utama munculnya sel-sel kanker atau menimbulkan berbagai

gejala penyakit akibat gangguan fisiologi sel tubuh

(Kumazawa et al, 2004).

4. Imunomodulator

Propolis membantu meningkatkan sistem kekebalan

tubuh secara alami karena propolis kaya akan bioflavanoid

yang dapat membantu meningkatkan produksi serta aktivitas

sel-sel imun, antara lain makrofag (Orsi et al, 2000).

d. Ekstraks dan Ekstraksi Propolis

1. Definisi

Dalam buku farmakope indonesia Edisi 4 disebutkan

bahwa ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan

mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau

simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai (Depkes,

2000). Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan

dari bahan mentah obat dan menggunakan pelarut yang dipilih

dimana zat yang diinginkan larut. Bahan mentah obat yang

berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan tidak perlu diproses

lebih lanjut kecuali dikumpulkan atau dikeringkan. Ekstrak

mengandung berbagai macam unsur, tergantung pada obat

yang digunakan commit to user


dan kondisi dari ekstraksi (Ansel, 1989).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
55

2. Cairan Penyari

Pada proses ekstraksi digunakan 2 penyari yaitu air dan

etanol karena banyak bahan tumbuhan larut dalam air atau

alkohol, maka air atau etanol menjadi acuan cairan

pengekstraksi (Voight, 1995). Farmakope Indonesia

menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air, etanol,

etanol-air atau eter (Depkes, 1986). Pemilihan cairan penyari

harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan penyari yang

baik harus memenuhi kriteria berikut :

1. Selektivitas

2. Kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut

3. Ekonomis

4. Ramah lingkungan

5. Keamanan (Depkes, 2000).

Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena: lebih

selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20%

ke atas, tidak beracun, netral, absorpsinya baik, etanol dapat

bercampur dengan air pada segala perbandingan, panas yang

diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit. Untuk

meningkatkan penyarian biasanya menggunakan campuran

etanol dan air. Perbandingan jumlah etanol dan air

tergantung pada bahan yang disaring. Etanol dapat

melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56

kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar

dan klorofil. Lemak, malam, tanin dan saponin hanya sedikit

larut. Dengan demikian zat pengganggu yang terlarut hanya

sedikit (Depkes, 1986).

Etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel

dan memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut. Keuntungan

lain dari etanol mampu mengendapkan albumin dan

menghambat kerja enzim. Etanol (70%) sangat efektif dalam

menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana

bahan pengganggu hanya skala kecil yang turun kedalam

cairan pengekstraksi (Voigt, 1995).

Penggunaan etanol 70% sebagai pelarut dalam ekstraksi

propolis berdasarkan penelitian Muli dan Maingi (2007)

yang melaporkan bahwa etanol 70% merupakan pelarut

yang dapat melarutkan bahan aktif propolis paling optimal

dibandingkan dengan konsentrasi etanol lainnya (30, 50 dan

90%).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 57
digilib.uns.ac.id

2.2 Kerangka Pikir

Kultur sel kanker payudara


MCF-7

EEP Tamoxifen

p53 P21

Bax Bcl2-

Mitokondria

Cytokrom C Cyclin D-1

Sitosol

Apaf-1

Caspase 9 Siklus sel


berhenti
Sel kanker mati

Caspase 3,6

Gambar 2.13. Kerangka Pikir


Apoptosis Proliferasi

Sel kanker mati

commit to user
Gambar 2.12. Kerangka Pikir
perpustakaan.uns.ac.id 62
digilib.uns.ac.id

Keterangan :

: Meningkat : Meningkatkan : Variabel


(propolis) bebas
(pada kanker
payudara)
: Menurun : Variabel
(propolis) tergantung
: Menurun
(pada kanker
payudara)

: Inaktivasi

Kanker payudara merupakan tumor malignan yang muncul di dalam

sel pada payudara (American Cancer Society, 2015). Jalur reseptor estrogen

mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan progresi kanker

payudara. Ikatan antara estrogen dan ERα akan menuntun terjadinya

translokasi kompleks ligan reseptor ke nukleus yang dapat mempengaruhi

proses transkripsi dari gen secara independen.ERα akan berikatan dengan

p53 di promoter gen target p53 pada sel kanker payudara sehingga menekan

fungsi trans aktivasi p53 (Mohibi et al., 2011). Li et al. (2013) menjelaskan

mekanisme kanker payudara bisa terjadi melalui ikatan antara estrogen dan

ER yang memicu pengaktifan jalur sinyal ke arah proliferasi sel dan

diferensiasi pada jaringan payudara normal sehingga dapat menjadi kanker

payudara yang diperlihatkan dengan adanya peningkatan dari Cyclin D1.


commit to user

62
perpustakaan.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id

Cyclin D1 memainkan peran utama dalam pengendalian siklus sel,

yang menuntun progresi siklus sel untuk melewati fase G1-S. Cyclin D1

akan membentuk senyawa kompleks dengan Cyclin Dependent Kinase

(CDK) 4/6 dan fosforilasi dari protein Rb. Cyclin D1 secara in vitro terbukti

memiliki kapasitas onkogenik. Peningkatan ekspresi cyclin D1 secara in

vivo dapat menghasilkan kanker payudara. Peningkatan ekspresi cyclin D1

terdeteksi pada kira kira 50% kanker payudara. Cyclin D1 merupakan

protein yang mengalami peningkatan ekspresi terbanyak pada kanker

payudara. Peningkatan ekspresi cyclin D1 pada kanker payudara merupakan

prediktor untuk prognosis buruk pada kanker payudara (Lundgren, et al.,

2012). Peningkatan ekspresi cyclin D1 pada kanker payudara juga

berhubungan dengan perubahan konformasional pada protein ERa yang

berperan dalam insensitivitas pada pengobatan anti-estrogen. Hal ini

berakibat bahwa peningkatan ekspresi cyclin D1 berperan dalam resistensi

terhadap pengobatan tamoxifen pada kanker payudara dengan ER positif

baik pada penderita premenopause maupun post menopause (Zwart, et al.,

2009).

Apoptosis merupakan kematian sel yang terprogram dan berperan

penting pada pemeliharaan homeostasis organisme multiseluler

(Schwatzman dan Cidlowski, 1993). Kegagalan proses apoptosis

merupakan salah satu mekanisme yang terkait dengan proses onkogenesis

dan kemoresistensi (Green dan Reed, 1998). Terdapat beberapa stimulus

yang dapat memicu proses apoptosis, diantaranya hilangnya faktor


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 64
digilib.uns.ac.id

pertumbuhan maupun hormon dan juga adanya peningkatan ikatan antara

reseptor dengan ligandnya seperti Fas/Fas ligand dan tumor nekrosis faktor

(TNF/ reseptor TNF) (Stellar, 1995 ; Nagata dan Golstein, 1995). Selain itu,

proses apoptosis diregulasi oleh beberapa protein, baik yang menginduksi

proses tersebut (p53, Cyclin D-1, c-myc) maupun yang menghambat proses

apoptosis (Bcl-2, Bcl-xl, sentrin) (Okura et al., 1996 ; Sattler et al., 1997).

Kegagalan jalur sinyal proses apoptosis dapat mengakibatkan sel tumor

mampu menghindari kematian sel karena apoptosis dan sel tumor tersebut

akan berkembang menjadi masa tumor yang resisten apoptosis (Wyllie et

al., 1999).

Mekanisme utama efek antikanker propolis terkait dengan apoptosis,

penghentian siklus sel, dan juga melalui pengaruhnya pada jalur

metabolisme. Hambatan proliferasi sel pada pemberian propolis terjadi

melalui hambatan pada fase G0/G1. (Luo, et al., 2001)

commit to user

Anda mungkin juga menyukai