Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH BIOLOGI UMUM II

SIKLUS SEL

Disusun Oleh :
Atika Salma Choirunnisa (19312241001)
Elrefi Luthfia Azzahra (19312241004)
Malinda Puspita Sari (19312241006)
Sekar Dewi Larasati (19312241011)
Umaiy Zulfa Rosyada (19312241027)

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2020
DAFTAR ISI

SAMPUL 1
DAFTAR ISI 2
BAB I 3
PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
BAB II 3
ISI 3

A. Sejarah Siklus Sel 3


B. Tahap Siklus Sel 4
C. Macam Pembelahan Sel 6
D. Konsep Totipotensi 12
E. Aplikasi Potensi Sel 13

BAB III 15

SIMPULAN 15

DAFTAR PUSTAKA 16

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia termasuk dalam mahluk hidup. Sebagai mahluk hidup, manusia
tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan ini ternyata telah dimulai
sejak pertama kali ovum dan sperma bertemu (fertilisasi). Hasil fertilisasi (zygot)
dapat tumbuh dan berkembang antara lain karena adanya pembelahan sel sehingga sel
bertambah banyak. Sel beregenerasi dengan cara menduplikasi isinya dan membelah
sehingga menjadi 2 sel. Ini terjadi terus-menerus dan berulang- ulang sehingga
merupakan suatu siklus.
Siklus sel diperlukan agar organisme dapat berfungsi dengan baik, bahkan
pada orang dewasa tetap diperlukan untuk menggantikan sel-sel yang mati. Selain
ukuran sel harus bertambah, tugas utama siklus sel adalah menurunkan informasi
genetik (DNA dan chromosom) dalam sel ke sel generasi yang berikutnya. Untuk itu,
siklus sel harus dikoordinasi dengan baik. Bila terjadi kesalahan dalam siklus sel
(DNA dan chromosom salah), maka dapat mengakibatkan penyakit, antara lain
penyakit genetik.
Salah satu penyakit yang termasuk dalam kelainan genetik adalah kanker.
Pada kanker, sel berproliferasi terus karena adanya mutasi pada gen yang mengatur
pertumbuhan dan apoptosis yang berpengaruh terhadap siklus sel, yaitu mitosis dan
miosis. Kanker ini dapat menyebabkan kematian. Karena itu kanker perlu dicegah dan
diobati. Untuk dapat mencegah dan mengobati kanker, maka perlu dipelajari dan
dipahami lebih lanjut siklus sel dan pengaturannya.

BAB II
ISI
A. Sejarah Siklus Sel
Pada tahun 2001, ketiga pionir biologi sel, yaitu : Leland Hartwell, Paul Nurse
dan tim Hunt mendapatkan hadiah nobel dalam bidang Physiology of Medicine.
Hadiah tersebut diberikan karena keberhasilan mereka dalam menemukan mekanisme
regulasi siklus sel dengan menggunakan kombinasi genetik dan pendekatan biologi
molekular. Dibantu oleh peneliti-peneliti yang lain, mereka menemukan bahwa
protein cyclin dan cyclin dependent kinase (CDKs) membawa sel dari suatu fase
dalam siklus sel masuk ke fase berikutnya (Goodman, 2008).
Sebelum tahun 1950, para ahli biologi dan patologi sel hanya mengenal 2 fase
dalam siklus sel yang dapat dilihat dengan mikroskop, yaitu : interphase dan mitosis.
Dengan menggunakan kacang panjang, Vicia vaba, Howard dan Pele pada tahun 1953
mengatakan bahwa interphase dapat dibagi menjadi 3 fase (Goodman, 2008).
Akhir tahun 1960, Hartwell mengenali adanya kekuatan genetik untuk
memisahkan siklus sel. Melalui penelitiannya menggunakan sel-sel ragi, ia berhasil

3
mengidentifikasi 100 gen-gen yang terlibat langsung dalam pengaturan siklus sel,
yang disebut gen CDC (cell division cycle). Salah satunya adalah Cdc 28, yaitu suatu
CDK yang mengontrol tahap pertamafase G1 siklus sel dan karena itu juga disebut
start (Goodman, 2008).
Selain itu, Hartwell juga menemukan 3 lokasi checkpoint dari siklus sel.
Sementara Paul Nurse juga melakukan percobaan yang serupa dengan Hartwell, hanya
saja menggunakan jenis ragi yang berbeda. Pada pertengahan tahun 1970, Nurse
mengidentifikasi gen CDK1. Beliau menunjukkan bahwa aktivasi CDK1 tergantung
pada fosforilasi yang reversible. Setelah itu, beberapa CDK manusia yang berbeda
ditemukan (Goodman, 2008).
Aktivitas CDKs dibentuk melalui ikatan dengan cyclin. Cyclin pertama
ditemukan oleh Tim Hunt ketika mengikuti kursus physiology pada Marine Biological
Laboratories di awal 1980. Beliau mengamati adanya suatu protein spesifik yang
duhancurkan pada setiap pembelahan sel namun disintesis kembali di siklus yang
berikutnya. Protein tersebut kemudian dikenal sebagai cyclin. Penemuannya
dikonfirmasi oleh Juan Ruderman yang menemukan bahwa dalam embrio yang
sedang membelah, terdapat banyak cyclin yang berinteraksi dengan molekul CDK di
waktu yang berbeda dari siklus sel (Goodman, 2008).

B. Tahap Siklus Sel


Siklus sel dapat digambarkan sebagai siklus hidup suatu sel (Manson et al,
2006).Siklus ini terjadi pada seluruh jaringan yang memiliki pergantian sel. Siklus sel
dibagi menjadi 2 peristiwa besar, yaitu mitosis ( pembelahan sel ) dan ​interphase.
Pada fase ​mitosis lebih singkat daripada ​interphase.S
​ ementara interphase merupakan
interval antara pembelahan selama menjalani fungsinya dan mempersiapkan mitosis
(Manson et al, 2006).
Interphase dibagi menjadi tiga fase, yaitu G1 ( presintesis ), S(sintesis DNA)
dan G2 ( pos duplikasi DNA ) (junquiera et al, 2003). namun sel-sel yang tidak
membelah terus menerus (sel neuron dan sel otot), aktivitas sel (sementara atau tetap)
tidak melalui siklus ini dan tetap dalam fase istirahat,yaitu fase G0 (Jungquiera et al,
2003 ; Manson et al, 2006) .
Sel anak yang terbentuk selama mitosis kemudian akan memasuki fase G1.
untuk sel-sel yang cepat membelah (sel-sel embrioni), G1 berlangsung sangat cepat
sedangkan untuk sel-sel lain (fibroblast, spermatogonia prepubertal), fase G1
berlangsung sangat lama sehingga diperkirakan berada dalam fase G0 (Henrikson, et
al, 1997).
Selama fase S atau sintesis siklus sel, terjadi sintesis dan replikasi DNA dan
centriole ​serta duplikasi genom. sel sekarang memiliki komponen DNA dua kali
normal. Jumlah sel dan autosom dan germinal berbeda, dimana DNA pada sel
autosom adalah diploid sedangkan sel germinal yang dihasilkan dari meiosis meiliki
kromosom yang haploid (Gartner and Hiatt, 2007).

4
C. Macam Pembelahan Sel

Gambar 2.1 Macam Pembelahan Sel


(Sumber: Nurhayati, 2016:7)

Sel mempunyai kemampuan untuk memperbanyak diri dengan melakukan


pembelahan. Berdasarkan ada atau tidaknya tahap tahap tertentu pada pembelahan sel,
pembelahan sel dibedakan menjadi pembelahan sel secara amitosis atau biner,
pembelahan sel secara mitosis, dan pembelahan sel secara meiosis (Aryulina, 2006).
1. Pembelahan Sel Secara Amitosis
Pembelahan secara amitosis terjadi spontan tanpa melalui tahap tahap
pembelahan sel. Pembelahan amitosis dapat ditemukan pada organisme prokariotik,
misalnya pada sel bakteri. Pembelahan ini terjadi karena sel bakteri tidak memiliki
membran inti yang membatasi nukleoplasma dengan sitoplasma. selain itu, DNA yang
terdapat dalam sel prokariotik relatif kecil dibandingkan dengan DNA pada
eukariotik.
Pada pembelahan sel secara amitosis, pembagian inti sel diikuti dengan
pembagian sitoplasma. selama amitosis berlangsung, inti sel memanjang dan tampak
ada benang di dalamnya (Aryulina, 2006).

5
Gambar 2.2 Amitosis pada bakteri

2. Pembelahan Sel Secara Mitosis


Mitosis merupakan suatu proses pembagian genom yang sudah
digandakan oleh sel ke dua sel identik yang dihasilkan dari pembelahan sel.
seperti yang disinggung diatas Kata Mitosis berasal dari bahasa Yunani yaitu
“mites” yang artinya adalah benang; dan “osis” yang artinya adalah proses.
Pembelahan secara mitosis adalah pembelahan sel yang terjadi melalui
tahapan tahapan tertentu. Pembelahan mitosis terjadi pada sel eukariotik.
Pembelahan mitosis menghasilkan dua sel anakan yang identik dan sama dengan
induknya. Pada hewan dan manusia mitosis terjadi pada sel meristem somatis,
sedangkan pada tumbuhan mitosis terjadi di jaringan meristem seperti ujung akar.
Pembelahan sel secara mitosis terdiri dari tiga fase yaitu fase interfase
(istirahat), fase kariokenesis (pembelahan inti), dan fase sitokenesis (pembelahan
sitoplasma) (Aryulina, 2006).
a. Fase interfase
Pada fase ini dianggap istirahat dari proses pembelahan untuk
mempersiapkan proses pembelahan pada fase kariokinesis. fase interfase
merupakan fase terpanjang dari siklus sel karena pada fase ini terjadi proses
replikasi DNA. Fase interfase terdiri dari tiga fase yaitu :
1) Fase G1 (gap 1) = fase terdiri atas proses transkripsi RNA, tRNA,
mRNA, dan sintesis protein.
2) Fase S (sintesis) = fase ketika sel mengalami replikasi dan duplikasi
kromosom
3) Fase G2 (gap 2) = fase terjadinya pembentukan komponen penyusun
sitoplasma berupa organel dan makromolekul (Karmana, 2007).

6
b. Fase kariokinesis
Fase kariokinesis adalah tahap pembelahan sel. Pada tahap ini terjadi
replikasi DNA yang dilanjutkan dengan pembelahan sel. terdiri dari empat
tahapan :
1) Tahap Profase = nukleus tidak terlihat, benang benang kromatin
mengalami penebalan dan pemendekan sehingga kromosom dalam
nukleus tampak jelas. Selanjutnya kromosom berduplikasi membentuk
sepasang kromatid yang makin lama makin pendek, menebal, dan
menyebar memenuhi inti. Kemudian membran inti mengalami
degenerasi dan hilang pada akhir profase, tetapi belum sempurna. pada
tahap profase akhir, membran inti menghilang secara sempurna karena
terfragmentasi.
2) Tahap metafase = pasangan kromatid berada pada bidang ekuator sel
dan terdapat spindel yang menghubungkan sentromer dengan kutub
pembelahan. Kromosom berada sejajar pada bidang ekuator.
3) Tahap Anafase = setiap kromatid yang berpasangan terpisah bersama
sentromernya. selama anafase, spindel akan memendek. setiap
kromatid akan bergerak menuju kutub pembelahan masing masing.
Pergerakan kromatid menuju kutub dapat terjadi melalui mekanisme
kontraksi mikrotubul dari kutub pembelahan.
4) Tahap Telofase = berhentinya gerakan kromatid menuju kutub
pembelahan. Kromosom anak mulai menipis dan menjadi lurus.
Membran inti dan nukleus kembali terbentuk. Aster mulai menghilang.
(Karmana, 2007).
Di bawah ini merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai tahap-tahap
pembelahan mitosis, diantaranya :

1. Profase

Pada tahapan ini terjadi hal- hal diantaranya yaitu:

● Sel induk yang akan membelah tersebut memperlihatkan gejala berupa


terbentuknya 2 sentriol serta juga sentrosoma, yang satu tetap di tempat, yang
satunya bergerak ke arah kutub yang berlawanan.
● Tiap-tiap sentriol tersebut akan muncul serabut-serabut berupa filamen yang
disebut juga dengan benang gelondong pembelahan (benang spindel) yang
menghubungkan sentriol satu dengan sentriol yang lain.
● Membran inti juga masih tampak pada profase awal namun setelah itu akan
segera terpecah-pecah.
● Butiran kromatin tersebut memanjang menjadi benang kromatin yang setelah
itu memendek menebal menjadi kromosom, dengan bagian yang menggenting
disebut juga dengan sentromer. Sentromer merupakan bagian kromosom yang

7
tidak dapat menyerap warna. Tiap-tiap sentromer tersebut mengandung
kinetokor, yaitu tempat mikrotubul terikat.
● Kromosom tersebut menduplikasi membujur menjadi dua (2) bagian, yang
pada masing-masingnya disebut dengan kromatid. Secara bersamaan dengan
itu nukleolus tersebut mengecil ukurannya dan kemudian menghilang.
● Kromatid itu terjerat pada benang spindel.
● Benang spindel tersebut tampak meluas ke luar dan ke segala arah disebut
ialah sebagai aster.
● dan pada akhir profase, selubung inti sel itu pecah dan tiap-tiap kromatid itu
melekat pada beberapa benang spindel di kinetokor. Kromosom duplikat
setelahnya meninggalkan daerah kutub kemudian berjajar di ekuator.
Pada sel tumbuhan yang tidak mempunyai sentriol, benang gelendong
pembelahan mitosis itu terbentuk di antara dua titik yang disebut dengan titik
kutub.

2. Metafase

Metafase merupakan sebuah periode selama kromosom itu di


ekuatorial. Berikut ini peristiwa yang terjadi pada fase metafase, diantaranya
yaitu:

● Membran inti telah menghilang.


● Kromosom berada pada bidang ekuator dengan sentromernya seolah
kromosom tersebut berpegang pada benang gelendong
● pembelahan. Pada fase ini kromosom tersebut tampak paling jelas.

3. Anafase

Pada tahap anafase ini melingkupi:

● Kromatid tersebut bergerak menuju ke arah kutub-kutub yang berlawanan.


● Kinetokor yang masih melekat pada benang spindel tersebut berfungsi
menunjukkan jalan, sedangkan
● lengan kromosom itu mengikuti di belakang.

4. Telofase

Pada tahap ke 4 atau Tahapan telofase ini meliputi:

● Kromatid-kromatid tersebut mengumpul pada kutub-kutub.


● Benang gelendong tersebut menghilang, kromatid itu menjadi kusut dan juga
butiran-butiran kromatin itu muncul kembali.
● Selaput inti juga terbentuk kembali serta nukleolus akan terlihat lagi.

8
● Pada bagian ekuator ini terjadi lekukan yang semakin lama akan semakin ke
dalam hingga sel induk tersebut akan terbagi menjadi dua yang pada
masing-masingnya mempunyai sifat dan juga jumlah kromosom yang sama
dengan induknya.

c. Fase Sitokinesis
Pada fase ini pembelahan sitoplasma yang diikuti dengan pembentukan
sekat sel yang baru. sekat tersebut memisahkan dua inti menjadi dua sel
anakan (Aryulina, 2006).

Gambar 2.3 Fase Mitosis

Adapun ciri-ciri spesifik dari pembelahan mitosis diantaranya sebagai berikut :

● Pembelahan mitosis ini hanya berlangsung satu kali


● Jumlah sel anak yang diciptakan dari pembelahan mitosis adalah dua buah
● Jumlah kromosom sel anak ini sama dengan jumlah kromosom yang ada pada
induknya, yakni 2n (diploid)
● Sifat sel anak juga sama dengan sifat dari sel induknya
● Terjadi pada sel tubuh (sel somatik) contohnya pada jaringan embrional antara
lain adalah ujung akar, ujung batang, lingkaran kambium.
● Tujuannya dalam pembelahan mitosis ini adalah untuk memperbanyak sel-sel
seperti pertumbuhan atau juga untuk perbaikan sel yang rusak.

9
● Melewati tahapan pembelahan yaitu interfase, profase, metafase, anafase, serta
juga telofase, namun secara umum tahap-tahap tersebut akan kembali ke tahap
semula sehingga akan membentuk sebuah siklus sel.

3. Pembelahan Sel Secara Meiosis


Meiosis adalah jenis pembelahan sel yang khusus dan akan menghasilkan sel
germinal, yaitu: ovum dan spermatozoa. Hasil yang penting dari proses ini ialah:
pengurangan jumlah kromosom dari diploid (2n) menjadi haploid (n). Tiap gamet
membawa jumlah DNA dan kromosom yang haploid. Selain itu terjadi pula
rekombinasi gen sehingga terjadi variasi dan perbedaan kelompok gen (Gartner
and Hiatt, 2007).
Proses ini memiliki 2 tahap: meiosis I dan meiosis II. Pada meiosis I
(​reductional division​), terjadi: pasangan kromosom yang homolog berderet,
anggota tiap pasangan berpisah dan menuju ke kutub yang berlawanan, sel
membelah namun tiap anak sel hanya menerima setengah dari jumlah kromosom
(haploid). Sedangkan pada meiosis II ​(equatorial division)​, 2 kromatid dari
masing-masing chromosome berpisah seperti pada mitosis kemudian diikuti
migrasi kromatid ke kutub yang berlawanan dan pembentukan 2 sel anak.
Peristiwa ini menghasilkan 4 sel anak (gamet) dengan jumlah kromosom dan
DNA yang haploid (Gartner and Hiatt, 2007).
a. Pembelahan Meiosis I
Tahap tahap pembelahannya yaitu :
1) Tahap Profase I
Profase I terdiri atas lima fase yaitu,
- Leptoten
Pada tahap ini kromatin berubah menjadi kromosom yang mengalami
kondensasi dan terlihat sebagai benang tunggal yang panjang.
- Zigoten
Sentrosom membelah menjadi dua dan bergerak menuju kutub yang
berlawanan. Kromosom yang homolog dari kedua orang tua saling
berdekatan dan berpasangan atau disebut melakukan sinapsis.
- Pakiten
Tiap kromosom melakukan penggandaan menjadi dua kromatid
dengan sentromer yang belum membelah dimana tiap kromosom yang
berpasangan mengandung empat kromatid.
- Diploten
Setiap kromosom yang mengadakan sinapsis dan masing masing
melepaskan diri untuk berpisah.
- Diakinesis
Kromosom bivalven (kromosom rangkap tetapi sentromer masih
bersatu) tampak lebih memadat dan memenuhi sel.

10
2) Tahap Metafase I
Pada tahap ini inti tidak tampak lagi, mikrotubul membentuk
spindel diantara dua sentriol yang berada diantara dua kutub sel yang
berlawanan. Kromosom homolog berderet di bidang ekuator.

3) Tahap Anafase I
Kromosom homolog yang terpisah akan tertarik menuju kutub
yang berlawanan tanpa ada pemisah dari sentromer. Pada tahap ini
terjadi pengurangan jumlah kromosom.

4) Tahap Telofase I
Pada tahap ini nukleus tampak kembali dan dalam satu sel
terbentuk dua inti yang lengkap. Setelah itu terbentuk plasma membran
yang memisahkan sitoplasma sehingga terbentuk dua sel anakan yang
haploid

b. Pembelahan Meiosis II
1) Profase II Tahap ini diawali dengan pembelahan dua buah sentriol
menjadi dua pasang sentriol baru. Setiap pasang sentriol bermigrasi
menuju sisi sel yang berlawanan. Mikrotubul membentuk spindel dan
membran inti. Nukleolus lenyap dan kromosom berubah menjadi
kromatid.
2) Metafase II Pada tahap ini spindel menghubungkan sentromer dengan
kutub pembelahan. Kromatid berada di bidang ekuator.
3) Anafase II ​Sentromer berpisah dan kromatid menuju kutub yang
berlawanan
4) Telofase II Kromatid mencapai kutub pembelahan. Mikrotubul
membenuk membran inti baru. Selanjutnya nukleolus muncul dan
membentuk rRNA dari DNA sehingga terjadi akumulasi protein
ribosom. Setelah itu terjadi sitokinesis dan terbentuk empat sel anakan
yang haploid (Karmana, 2007).

PERBEDAAN MITOSIS DAN MEIOSIS

PERBEDAAN Meiosis Mitosis

Jumlah pembelahan dua kali satu kali

Jumlah sel anak yang 4 sel 2 sel


dihasilkan

Waktu lama relatif sangat cepat

11
Sifat sel anakan tidak identik dengan sel identik dengan sel induk
induk

Sifat kromosom sel anak hasil Haploid (n) Diploid (2n)


pembelahan dari sel induk

Tujuan pembelahan untuk mempertahankan untuk perkembangbiakan


jumlah kromosom sehingga organisme eukariotik
jumlah kromosom dari uniseluler, pertumbuhan, dan
generasi ke generasi penggantian sel-sel yang rusak
berikutnya selalu tetap atau mati pada organisme
eukariotik multiseluler

Peranan bagi organisme menghasilkan sel gamet menghasilkan sel somatik


eukariotik multiseluler

Interkinesis ada, antara meiosis I dengan pada awal profase


meiosis II

Metafase Metafase I : kromosom metafase II: kromoso berjajar


berjajar dibidang ekuatorial dibidang ekuatorial dalam 1
dalam 2 baris baris

Sinapsis kromosom homolog terjadi pada profase I tidak terjadi

Pindah silang ada tidak ada

Sentromer saat anafase pada anafase I, senromer terbagi 2 sehingga kromatid


belum memisah memisah saat anafase
Tabel 2.1 Perbedaan Mitosis dan Meiosis

D. Konsep Totipotensi
Teori totipotensi dikembangkan oleh seorang ahli bernama G.Heberland pada
tahun 1898. Beliau adalah seorang ahli fisiologi yang berasal dari Jerman. Namun pada
tahun 1969, seorang ahli bernama F.C. Steward yang adapun percobaan pada tanaman
wortel dengan totipotensi sel akan terbentuk individu baru yang menempuh beberapa
tahapan yaitu pada ​bagian-bagian tumbuhan jaringan floem akar pada tanaman wortel
kemudian dipotong kecil-kecil masing-masing 2mg lalu ditumbuhkan dengan
menggunakan media bernutrien.

Ketika sel-sel mengalami pembelahan, maka akan terbentuk kalus. Kalus


kemudian dipisahkan ke dalam media nutrisi. Lalu kalus tersebut membelah diri
kemudian membentuk embrio. Akhirnya terbentuklah tanaman baru. Adapun kalus

12
adalah suatu kumpulan sel yang terjadi dari sel-sel jaringan awal yang membelah secara
terus menerus namun belum terdiferensiasi.

Menurut para ahli, teori totipotensi sel (​Total Genetic Potential)​ , artinya setiap sel
memiliki potensi genetik seperti sel zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan
berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap. Dengan demikian, pengertian totipotensi
adalah kemampuan setiap sel tumbuhan untuk membentuk individu baru yang sempurna.
Jadi, sifat totipotensi ini pada jaringan tumbuhan dimanfaatkan untuk memperoleh
keturunan secara seragam dalam jumlah banyak serta terjadi dengan cepat. Karena sel-sel
pada tumbuhan bersifat totipotensi yakni memiliki potensi penuh maka hal itu dapat
mempertahankan potensi ​zigot ​untuk melakukan pembentukan pada semua bagian
organisme secara matang. Selain satu bagian pada tanaman dapat dilakukan kloning
menjadi tanaman identik dengan metode genetik.

E. Aplikasi Potensi Sel


1. Kultur Jaringan
Kultur jaringan ​(tissue culture) adalah suatu teknik mengisolasi
bagian-bagian tanaman (sel, sekelompok sel, jaringan, organ, protoplasma, tepung
sari, ovari dan sebagainya), ditumbuhkan secara tersendiri, dipacu untuk
memperbanyak diri, akhirnya diregenerasikan kembali menjadi tanaman lengkap
yang mempunyai sifat sama seperti induknya dalam suatu lingkungan yang aseptik
(bebas hama dan penyakit). Selanjutnya teknik ini juga disebut kultur in vitro ​(in
vitro culture) y​ ang artinya kultur di dalam wadah gelas. Dasar pengembangan kultur
jaringan adalah totipotensi. Totipotensi merupakan potensi suatu sel untuk dapat
tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang lengkap. Setiap sel akan
beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap dan utuh apabila ditempatkan pada
kondisi yang sesuai.
Tahapan kultur jaringan meliputi inisiasi, multiplikasi, perpanjangan dan
induksi akar (pengakaran), dan aklimatisasi. Kegiatan inisiasi yaitu persiapan
eksplan, sterilisasi eksplan hingga mendapatkan eksplan yang bebas dari
mikroorganisme kontaminan. Multiplikasi merupakan tahap perbanyakan eksplan
dengan subkultur (pemindahan eksplan dalam media baru yang berisi Zat Pengatur
Tumbuh (ZPT) secara berulang-ulang untuk mempertahankan stok bahan tanaman
(eksplan).
Beberapa manfaat dari kultur jaringan adalah sebagai berikut.
● Bibit dapat diperbanyak dalam jumlah besar dan relatif cepat.
● Bibit unggul, cepat berbuah serta tahan hama dan penyakit.
● Seragam atau sama induknya, tetapi dapat juga menimbulkan keberagaman.
● Efisiensi tempat dan waktu.
● Tidak tergantung musim, dapat diperbanyak secara kontinyu.
● Untuk skala besar biaya lebih murah.
● Cocok untuk tanaman yang sulit beregenerasi.

13
● Menghasilkan tanaman bebas virus
● Menghasilkan bahan bioaktif/ metabolit sekunder tanpa menanam diluar.
.
2. Sel Punca
Arti dari kata stem cell adalah stem berarti batang; cell berarti sel, sel punca
adalah sel yang menjadi awal mula dari pertumbuhan sel lain yang menyusun
keseluruhan tubuh organisme, termasuk manusia. Seperti batang pada pohon yang
menjadi tumpuan bagi pertumbuhan ranting dan daunnya, sel punca juga merupakan
awal dari pembentukan berbagai jenis sel penyusun tubuh. Sel punca merupakan sel
dari embrio, fetus, atau sel dewasa yang mempunyai kemampuan untuk
memperbanyak diri sendiri dalam jangka waktu yang lama, belum memiliki fungsi
yang spesifik, dan mampu berdiferensiasi menjadi tipe sel tertentu yang membangun
sistem jaringan dan organ dalam tubuh.
a. Karakteristik sel punca:
1) Mempunyai kemampuan untuk berdiferensiasi. Sebagian besar sel
dalam tubuh mempunyai bentuk dan fungsi yang tidak dapat diubah.
Sebagai contoh, sel saraf sudah berkembang sedemikian rupa sehingga
mempunyai bentuk dan fungsi yang khusus dan tidak dapat diubah
bentuk dan fungsinya menjadi sel lain Sel punca mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan sel tubuh yang sudah matang, sel
punca merupakan sel yang berada pada stadium awal perkembangan
sel, belum mempunyai bentuk dan fungsi yang khusus.
2) Kemampuan untuk memperbaharui atau meregenerasi dirinya sendiri
(self-regenerate/self-renew​). Dalam hal ini sel punca mempunyai
kemampuan untuk dapat membuat salinan sel yang persis sama dengan
dirinya melalui pembelahan sel.
b. Sel punca dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Embrionik stem cell. Sel punca ini berasal dari inner cell mass pada
blastocyst (stadium embrio yang terdiri dari 50 – 150 sel, kira-kira hari
ke-5 pasca pembuahan). Embryonic sel punca biasanya didapatkan dari
sisa embrio yang tidak terpakai pada IVF (in vitro fertilization).
Penelitian dengan menggunakan embryonic sel punca masih terbatas
karena isu etik Tapi saat ini telah dikembangkan teknik pengambilan
embryonic stem cell yang tidak membahayakan embrio tersebut,
sehingga dapat terus hidup dan bertumbuh. Untuk masa depan hal ini
mungkin dapat mengurangi kontroversi etik terhadap embryonic stem
cell.
2) Adult stem cell. Mempunyai sifat plastis, artinya selain berdiferensiasi
menjadi sel yang sesuai dengan jaringan asalnya, adult stem cell juga
dapat berdiferensiasi menjadi sel jaringan lain. Diambil dari jaringan
dewasa, antara lain dari:
● Sumsum tulang

14
● Jaringan lain pada dewasa seperti pada: susunan saraf pusat,
adiposit (jaringan lemak), otot rangka, pankreas.
c. Berdasarkan pada kemampuannya untuk berdiferensiasi sel punca dapat
dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
1) Totipotent. Sel punca yang mempunyai kemampuan untuk
berdiferensiasi menjadi semua jenis sel. Sel punca ini merupakan sel
embrionik awal yang masih mempunyai kemampuan untuk
membentuk berbagai jenis sel. Sel punca jenis ini mempunyai
kemampuan untuk membentuk satu individu yang utuh. Adapun yang
termasuk dalam sel punca dengan kemampuan totipotent adalah zigot
dan morula.
2) Pluripotent. Sel punca yang mempunyai kemampuan untuk
berdiferensiasi menjadi 3 lapisan embrional: ektoderm, mesoderm, dan
endoderm, tapi tidak dapat menjadi jaringan ekstra embrionik seperti
plasenta dan tali pusat. Adapun yang termasuk sel punca pluripotent
adalah sel pada innercell mass pada stadium Blastocyst. embryonic sel
punca yang didapat dari inner cell mass, mempunyai kapasitas untuk
berdiferensiasi secara in vitro menjadi semua sel somatik.
3) Multipotent. Sel punca yang dapat berdiferensiasi menjadi berbagai
jenis sel. Sebagai contoh, hemopoetic stem cell yang terdapat pada
sumsum tulang mempunyai kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi
berbagai jenis sel darah seperti eritrosit, leukosit dan trombosit. Contoh
lainnya neural stem cell mempunyai kemampuan berdiferensiasi
menjadi sel saraf dan sel glia. Pada jaringan dewasa, sel punca
multipoten terdapat pada jaringan dan organ untuk menggantikan sel
yang hilang atau terluka.
4) Unipotent. Sel punca yang hanya dapat menghasilkan satu jenis sel.
Tetapi berbeda dengan non-sel punca, sel punca unipoten

BAB III
SIMPULAN
Siklus sel pada dasarnya terbagi atas 2 fase, yaitu interphase dan mitosis. Fase
interphase berlangsung sangat lama, sedangkan mitosis sangat singkat. Interphase sendiri
terbagi lagi menjadi fase G1 (pre sintesis), S (sintesis) dan G2 (post duplikasi DNA).
Pada siklus sel terjadi replikasi DNA serta pertambahan ukuran dan isi sel.
Dalam siklus sel, fase mitosis dimulai setelah fase G2. Dari mitosis, akan
dihasilkan 2 sel anak yang identik dengan induknya serta memiliki jumlah kromosom
dan DNA yang diploid. Adapun untuk pembelahan sel-sel germinal, berlangsung melalui
meiosis. Pada meiosis terdapat 2 siklus, yaitu: meiosis I dan meiosis II yang
menghasilkan 4 sel anak dengan jumlah kromosom setengah dari induknya (haploid).

15
DAFTAR PUSTAKA
Aryulina dkk. 2006. ​Biologi.​ Jakarta: Esis.
Gartner, LP., Hiatt, JL. 2007. Nucleus. In: Gartner, LP., Hiatt, JL. Color Textbook of
Histology. 3 rd. Ed.​ Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 61-8.
Goodman, SR. 2008.​ Medical Cell Biology. 3rd. Ed. ​London: Elsevier. p. 273-89.
Henrikson, RC., Kaye, GL., Mazurkiewics, JE. 1997. ​NMS Histology. Baltimore:
Williams and Wilkins. p. 40-5.
Junqueira, LC., Carneiro, J. 2003. ​Basic Histology. 10th. Ed​. USA: Mc Graw-Hill. p.
59-67.
Karmana. 2007. ​Cerdas Belajar Biologi. ​Bandung: Grafindo.
Manson, A., et al. 2006. ​The Molecular Basis of Genetis. In: Manson, A., Jones, E.,
Morris, A. Cell Biology and Genetics. 2nd. Ed.​ London: Mosby. p. 72-7.
Nurhayati, dkk. 2016. ​Reproduksi Sel, Bioteknologi, Kultur Jaringan Tumbuhan. J​ akarta:
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

16

Anda mungkin juga menyukai