Anda di halaman 1dari 19

ANTIBODI MONOKLONAL

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas Matakuliah Imunologi Farmasi


Yang dibina oleh Ibu Lisa Savitri, S.Si., M.Imun.

Disusun oleh:
Abdullah 202106050097
Martini 202106050220
Navia Anggi Zazila F 202106050242
Sri Sujarwati 202106050214

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadiaran Tuhan yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan tepat waktu.
Dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, disebabkan
karena keterbatasan penulis sebagai manusia biasa yang tak mungkin luput dari
kesalahan. Makalah ini penulis susun guna untuk mempermudah pembaca
mempelajari mengenai Antibodi Monoklonal.
Penulis berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua, oleh karena itu, demi upaya peningkatan kualitas makalah ini, penulis
senantiasa mengharapkan konstribusi pemikiran pembaca, baik berupa kritik
maupun saran yang bersifat membangun

Kediri, 30 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................ii

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Pengertian Antibodi...................................................................................1

1.2 Sejarah Singkat Perkembangan Antibodi Monoklonal.............................1

BAB II.....................................................................................................................2

TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................2

2.1 Pengertian Antibodi Monoklonal..............................................................2

2.2 Jenis-jenis Antibodi Monoklonal..............................................................3

2.3 Proses Pembuatan Antibodi Monoklonal..................................................4

2.4 Mekanisme Kerja Antibodi Monoklonal...................................................6

PENUTUP.............................................................................................................10

1.1 Kesimpulan..............................................................................................10

1.2 Saran........................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Antibodi......................................................................................3

Gambar 2. Jenis – Jenis Antibodi Monoklonal........................................................4

Gambar 3. Pembuatan Antibodi Monoklonal..........................................................6

Gambar 4. ADCC.....................................................................................................7

Gambar 5. CDC........................................................................................................8

Gambar 6. Perubahan Transduksi Signal.................................................................9

Gambar 7. ADEPT.................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Antibodi

Antibodi adalah protein molekul immunoglobulin yang terdiri dari


berbagai asam amino yang spesifik yang diproduksi oleh sel plasma setelah
limfosit B berinteraksi dengan antigen (Suardana, 2017). Antibodi merupakan
campuran protein di dalam darah dan disekresi mukosa menghasilkan sistem imun
bertujuan untuk melawan antigen asing yang masuk ke dalam sirkulasi darah.
Antibodi dibentuk oleh sel darah putih yang disebut limfosit B. Limfosit B akan
mengeluarkan antibodi yang kemudian diletakkan pada permukaannya. Setiap
antibodi yang berbeda akan mengenali dan mengikat hanya satu antigen
spesifik. Antigen merupakan suatu protein yang terdapat pada permukaan bakteri,
virus dan sel kanker. Pengikatan antigen akan memicu multiplikasi sel B dan
penglepasan antibodi. Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun
yang akan menetralkan dan mengeliminasinya.

1.2 Sejarah Singkat Perkembangan Antibodi Monoklonal

Pada tahun 1975, Kohler dan Milstein memperkenalkan cara baru untuk
membuat antibodi dengan mengimuniasasi percobaan, kemudian sel limfositnya
difusikan dengan sel mieloma, sehingga sel hibrid dapat dibiakkan terus menerus
(immortal) dan membuat antibodi yang homogen yang diproduksi oleh satu klon
sel hibrid. Antibodi yang homogen ini disebut dengan antibodi monoklonal yang
mempunyai sifat lebih spesifik dibandingkan dengan antibodi poliklonal karena
hanya dapat mengikat 1 epitop antigen dan dapat dibuat dalam jumlah tak
terbatas. Terobosan Georges Kohler, Cesar Milstein dan Niels Jerne, yang
mendapat hadiah Nobel pada tahun 1985 berkat hasil penemuannya tentang
antibodi monoklonal, telah membawa perubahan besar dalam produksi antibodi
secara in vitro.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Antibodi Monoklonal

Antibodi monoklonal adalah antibodi buatan identifik karena diproduksi


oleh salah satu jenis sel imun saja dan semua klonnya merupakan sel single
parent. Antibodi monoklonal mempunyai sifat khusus yang unik yaitu dapat
mengenal suatu molekul, memberikan informasi tentang molekul spesifik dan
sebagai terapi target tanpa merusak sel sehat sekitarnya. Antibodi monoklonal
murni dapat diproduksi dalam jumlah besar dan bebas kontaminasi. Antibodi
monoklonal dapat diperoleh dari sel yang dikembangkan di laboratorium, reagen
tersebut sangat berguna untuk penelitian terapi dan diagnostik laboratorium.
Antibodi monoklonal dapat diciptakan untuk mengikat antigen tertentu kemudian
dapat mendeteksi atau memurnikannya. Manusia dan tikus mempunyai
kemampuan untuk membentuk antibodi yang dapat mengenali antigen. Antibodi
monoklonal tidak hanya mempertahankan tubuh untuk melawan organisme
penyakit tetapi juga dapat menarik molekul target lainnya di dalam tubuh seperti
reseptor protein yang ada pada permukaan sel normal atau molekul yang khas
terdapat pada permukaan sel kanker. Spesifisiti antibodi yang luar biasa
menjadikan zat ini dapat digunakan sebagai terapi. Antibodi mengikat sel kanker
dan berpasangan dengan zat sitotoksik sehingga membentuk suatu kompleks yang
dapat mencari dan menghancurkan sel kanker.

2
Gambar 1. Model Antibodi
Dikutip dari (6)

2.2 Jenis-jenis Antibodi Monoklonal


a. Murine Monoclonal Antibodies
Antibodi ini murni didapat dari tikus dapat menyebabkan human
anti mouse antibodies (HAMA) nama akhirannya ″momab″
(ibritumomab).
b. Chimaric Monoclonal Antibodies
Antibodi ini dibuat melalui teknik rekayasa genetika untuk
menciptakan suatu mencit atau tikus yang dapat memproduksi sel hibrid
mencit-manusia. Bagian variabel dari molekul antibodi, termasuk antigen
binding site berasal dari mencit, sedangkan bagian lainnya yaitu bagian
yang konstan berasal dari manusia. Salah satu contohnya antibodi
monoklonal yang struktur molekulnya terdiri dari 67% manusia adalah
Rifuximab.
c. Humanized Monoclonal Antibodies
Antibodi ini dibuat sedemikian rupa sehingga bagian protein yang
berasal dari mencit hanya terbatas pada antigen binding site saja.
Sedangkan bagian yang lainya yaitu bagian variabel dan bagian konstan
berasal dari manusia. Antibodi monoklonal yang struktur molekulnya
terdiri dari 90% manusia diantaranya adalah Alemtuzumab.
d. Fully Human Monoclonal Antibodies
Antibodi ini merupakan antibodi yang paling ideal untuk
menghindari terjadinya respon imun karena protein antibodi yang
disuntikkan ke dalam tubuh seluruhnya merupakan protein yang berasal
dari manusia. Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk merancang
pembentukan antibodi ini adalah dengan teknik rekayasa genetika untuk
menciptakan mencit transgenik yang membawa gen yang berasal dari
manusia. Sehingga mampu memproduksi antibodi yang diinginkan.
Pendekatan lainnya adalah merekayasa suatu binatang transgenik yang
dapat mensekresikan antibodi manusia dalam air susu yang dikeluarkan
oleh binatang tersebut.

Gambar 2. Jenis – jenis Antibodi Monoklonal


Dikutip dari (12)

2.3 Proses Pembuatan Antibodi Monoklonal


Proses pembuatan antibodi monoklonal melalui 5 tahapan yaitu :
1. Imunisasi tikus dan seleksi tikus donor untuk pengembangan
sel hybridoma Tikus diimunisasi dengan antigen tertentu untuk
menghasilkan antibodi yang diinginkan. Tikus dimatikan jika titer
antibodinya sudah cukup tercapai dalam serum kemudian limpanya
digunakan sebagai sumber sel yang akan digabungkan dengan
sel myeloma
2. Penyaringan produksi antibodi tikus Serum antibodi pada darah tikus itu
dinilai setelah beberapa minggu imunisasi. Titer serum antibodi
ditentukan dengan berbagai macam teknik seperti enzyme link
immunosorbent assay (ELISA) dan flow cytometry. Fusi sel dapat
dilakukan bila titer antibodi sudah tinggi jika titer masih rendah maka
harus dilakukan booster  sampai respons yang adekuat tercapai.
Pembuatan sel hybridoma secara in vitro diambil dari limpa tikus yang
dimatikan.
3. Persiapan sel myeloma Sel myeloma yang didapat dari tumor limfosit
abadi tidak dapat tumbuh jika kekurangan hypoxantine guanine
phosphoribosyl transferase (HGPRT) dan sel limpa normal masa
hidupnya terbatas. Antibodi dari sel limpa yang memiliki masa hidup
terbatas menyediakan HGPRT lalu digabungkan dengan sel myeloma
yang hidupnya abadi sehingga dihasilkan suatu hybridoma yang dapat
tumbuh tidak terbatas. Sel myeloma merupakan sel abadi yang dikultur
dengan 8 azaguanine sensitif terhadap medium seleksi hypoxanthine
aminopterin thymidine (HAT). Satu minggu sebelum fusi sel,
sel myeloma dikultur dalam 8 azaguanine. Sel harus mempunyai
kemampuan hidup tinggi dan dapat tumbuh cepat. Fusi sel menggunakan
medium HAT untuk dapat bertahan hidup dalam kultur
4. Fusi sel myeloma dengan sel imun limpa Satu sel limpa digabungkan
dengan sel myeloma yang telah dipersiapkan. Fusi ini diselesaikan
melalui sentrifugasi sel limpa dan sel myeloma dalam polyethylene
glycol suatu zat yang dapat menggabungkan membran sel. Sel yang
berhasil mengalami fusi dapat tumbuh pada medium khusus. Sel itu
kemudian didistribusikan ke dalam tempat yang berisi makanan, didapat
dari cairan peritoneal tikus. Sumber makanan sel itu menyediakan growth
factor untuk pertumbuhan sel hybridoma
5. Pengembangan lebih lanjut kloning sel hybridoma Kelompok kecil
sel hybridoma dapat dikembangkan pada kultur jaringan dengan cara
seleksi ikatan antigen atau dikembangkan melalui metode asites
tikus. Kloning secara limiting dilution akan memastikan suatu klon itu
berhasil. Kultur hybridoma dapat dipertahankan secara in vitro dalam
tabung kultur (10-60 ug/ml) dan in vivo pada tikus, hidup tumbuh di
dalam suatu asites tikus. Konsentrasi antibodi dalam serum dan cairan
tubuh lain 1 – 10 µg/ mL.
Gambar 3. Pembuatan Antibodi Monoklonal
Dikutip dari (11)

2.4 Mekanisme Kerja Antibodi Monoklonal

Antibodi monoklonal menggunakan mekanisme kombinasi untuk


meningkatkan efek sitotoksik sel tumor. Mekanisme komponen sistem imun
adalah antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC), complement dependent
cytotoxicity (CDC), mengubah signal transduksi sel tumor atau menghilangkan sel
permukaan antigen. Antibodi dapat digunakan sebagai target muatan (radioisotop,
obat atau toksin) untuk membunuh sel tumor atau mengaktivasi prodrug di
tumor, antibody directed enzyme prodrug therapy (ADEPT). Antibodi
monoklonal digunakan secara sinergis melengkapi mekanisme kerja kemoterapi
untuk melawan tumor.

a. Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC)


Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC) terjadi jika
antibodi mengikat antigen sel tumor dan Fc antibodi melekat dengan
reseptor Fc pada permukaan sel imun efektor. Interaksi Fc reseptor ini
berdasarkan kemanjuran antitumor dan sangat penting pada pemilihan
suatu antibodi monoklonal. Sel efektor yang berperan masih belum jelas
tapi diasumsikan sel fagosit mononuklear dan atau natural killer (NK).
Struktur Fc domain dimanipulasi untuk menyesuaikan jarak antibodi dan
interaksi dengan Fc reseptor. Antibody dependent cellular
cytotoxicity (ADCC) dapat meningkatkan respons klinis secara langsung
menginduksi destruksi tumor melalui presentasi antigen dan menginduksi
respons sel T tumor. Antibodi monoklonal berikatan dengan antigen
permukaan sel tumor melalui Fc reseptor permukaan sel NK.
 Hal ini memicu penglepasan perforin dan granzymes untuk
menghancurkan sel tumor. Sel - sel yang hancur ditangkap antigen
presenting cell (APC) lalu dipresentasikan pada sel B sehingga memicu
penglepasan antibodi kemudian antibodi ini akan berikatan dengan target
antigen (gambar 5b-d). Sel cytotoxic T lymphocytes (CTLs) dapat
mengenali dan membunuh sel target antigen

Gambar 4. ADCC
Dikutip dari (4)

b. Complement dependent cytotoxicity (CDC)


Pengikatan antibodi monoklonal dengan antigen permukaan sel
akan mengawali kaskade komplement. Complement dependent
cytotoxicity (CDC) merupakan suatu metode pembunuh sel tumor yang
lain dari antibodi. Imunoglobulin G1 dan G3 sangat efektif pada CDC
melalui jalur klasik aktivasi komplemen. Formasi kompleks antigen
antibodi merupakan komplemen C1q berikatan dengan IgG sehingga
memicu komplemen protein lain untuk mengawali penglepasan proteolitik
sel efektor kemotaktik / agen aktivasi C3a dan C5a. Kaskade komplemen
ini diakhiri dengan formasi membrane attack complex (MAC) (gambar 6c)
sehingga terbentuk suatu lubang pada sel membran. Membrane attack
complex (MAC) memfasilitasi keluar masuknya air dan Na ++ yang akan
menyababkan sel target lisis.

Gambar 5. CDC
Dikutip dari (4)

c. Perubahan transduksi signal


Reseptor growth factor merupakan suatu antigen target tumor,
ekspresinya berlebihan pada keganasan. Aktivasi transduksi signal pada
kondisi normal akan menginduksi respons mitogenik dan meningkatkan
kelangsungan hidup sel, hal ini diikuti dengan ekspresi perkembangan sel
tumor yang berlebihan yang juga menyebabkan tumor tidak sentitif
terhadap zat kemoterapi. Antibodi monoklonal sangat potensial
menormalkan laju perkembangan sel dan membuat sel sensitif terhadap zat
sitotoksik dengan menghilangkan signal reseptor ini. Target antibodi
EGFR merupakan inhibitor yang kuat untuk transduksi signal. Terapi
antibodi monoklonal memberikan efek penurunan densiti ekspresi target
antigen contohnya penurunan konsentrasi EGFR permukaan sel tumor atau
membersihkan ligan seperti VEGF. Pengikatan ligand reseptor growth
factor memicu dimerisasi dan aktivasi kaskade signal. sehingga terjadi
proliferasi sel dan hambatan terhadap zat sitotoksik. Antibodi monoklonal
menghambat signal dengan cara menghambat dimerisasi atau mengganggu
ikatan ligand.

Gambar 6. Perubahan Transduksi Signal


Dikutip dari (4)

d. Imunomodulasi
Beberapa percobaan menunjukkan antibodi yang langsung
melawan cytotoxic T lymphocyte antigen 4 (CTLA 4) terbukti dapat
menginduksi regresi imun. Pola toksisiti yang diteliti pada uji klinis
memperlihatkan hubungan perlekatan CTLA 4 dengan ligand dapat
menginduksi respons autoimun, hal ini terlihat pada aktivasi sel
T dependent. Gabungan antibodi antiCTLA 4 dengan antibodi monoklonal
menginduksi ADCC, kemoterapi sitotoksik atau radioterapi sehingga dapat
meningkatkan respons imun terhadap antigen spesifik tumor.

e. Penghantaran muatan sitotoksik


  Antibodi monoklonal pada terapi kanker akan melawan target sel
tumor dengan cara mengikat sel spesifik tumor dan menginduksi respons
imun. Antibodi monoklonal telah digunakan secara luas dalam percobaan
sebagai zat sitotoksik sel - sel tumor. Modifikasi antibodi monoklonal
dilakukan dengan tujuan sebagai zat penghantar radioisotop, toksin
katalik, obat – obatan, sitokin, enzim atau zat konjugasi aktif lainnya. Pola
antibodi bispesifik pada kedua bagian Fab memungkinkan untuk mengikat
target antigen dan sel efektor.

f. Antibodi directed enzyme prodrug therapy (ADEPT)


Antibodi directed enzyme prodrug therapy (ADEPT) menggunakan
antibodi monoklonal sebagai penghantar untuk sampai ke sel tumor
kemudian enzim mengaktifkan prodrug pada tumor, hal ini dapat
meningkatkan dosis active drug di dalam tumor. Konjugasi antibodi
monoklonal dan enzim mengikat antigen permukaan sel tumor, kemudian
zat sitotoksik dalam bentuk inaktif prodrug akan mengikat konjugasi
antibodi monoklonal dan enzim permukaan sel tumor (gambar 7b-c)
akhirnya inaktivasi prodrug terpecah dan melepaskan active drug di dalam
tumor.

Gambar 7. ADEPT
Dikutip dari (4)

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
1.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

1. Kőhler G, Milstein C. Continous cultures of fused cells secreting antibody


of predifined specificity. Nature 1975; 256: 495-7.

2. Waldmann TA. Immunotherapy: past, present and future. Nature


Medicine 2003; 9: 269-77.

3. VonMehren M, Adams GP, Weiner LM. Monoclonal antibody therapy for


cancer. Annu Rev Med 2003; 54: 343-69.

4. Adams GP, Weiner LM. Monoclonal antibody therapy of cancer. Nature


Biotechnology 2005; 23: 1147-57.

5. Jusuf A, Harryanto A, Syahruddin E, Endardjo S, Mudjiantoro S,


Sutandio N. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil pedoman
diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jusuf A, Syahruddin E,
penyunting. Jakarta: PDPI, 2005; 14-5.

6. Alberts B, Johnson A, Lewis J, Raff M, Robert K, Walter P. Manipulating


proteins, DNA, and RNA. In: Anderson MS, Dilernia B, editors.
Molecular biology of the cell. 4th ed. New York: Garland Science; 2002.
p. 469-78.

7. Abbas AK, Lichtman AH. Antibodies and antigens. In: Schmitt WR,


Krehling H, editors. Cellular and molecular immunology.
5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. p. 43-64.

8. Nelson PN, Reynolds GM, Waldron EE, Ward E, Giannopoulos K,


Murray PG. Demystified monoclonal antibodies. J Clin Pathol: Mol
Pathol 2000; 53: 111-7.

9. Research in focus monoclonal antibodies [cited 2006 August 3].


Available from URL: http://www.mrc.ac.uk/pdf_mon_antibodies.pdf.

10. Monoclonal antibodies. [cited 2006 August 3]. Available from:


URL: http://en.wikipedia.org/wiki/Monoclonal_antibodies.

11. Monoclonal antibodies. [cited 2006 August 4]. Available from:


URL: http://users.rcn.com/BiologyPages/Monoclonal.html.

12. Tuscano JM, Noonan K, Mulrooney T. Monoclonal antibodies: case


studies in novel therapies. In: Frankel C, editor. A continuing education
program for oncology nurses. Pittsburgh: OES; 2005. p. 5-8.

13. Ward PA, Adams J, Faustman D, Gebhart GF, Geistfeld JG, Imbaratto
JW, et al. Monoclonal antibody production. In: Grossblatt N, editor. A
report of the commitee on methods of producing monoclonal antibodies
institute for laboratory animal research national research
council. Washington DC: National Academy Press; 1999. 6-8.

14. Immunotherapy for cancer. Monoclonal antibodies [cited 2006 august 3].
Available from: URL: http://www.meds.com/immunotherapy.

15. American Cancer Society. Cancer facts & figures 2005. Atlanta: ACS;
2005.

16. Syahruddin E. Characteristic of patients in Indonesian association for the


study of lung cancer data. In: Committee PIPKRA, editors. Abstracts of
the 4th Scientific Respiratory Medicine Meeting. Jakarta PIPKRA, 2006:
51.

17. Jemal A, Murray T, Ward E, Samuels A, Tiwari RC, Ghafoor A, et al.


Cancer statistic 2005. CA Cancer J Clin 2005; 55: 10-30.

18. Isobe T, Herbst RS, Onn A. Current management of advanced non small
cell lung cancer: targeted therapy. Semin Oncol 2005; 32: 315-28.

19. Ostoros G, Kovacs G, Szondy K, Dome B. New therapies for non-small


cell lung cancer. Orv Hetil 2005; 146: 1135-41.

20. Herbst RS. Targeted therapy in non small cell lung cancer. Oncology
(Williston Park) 2002; 16: 19-24.

21. Maione P, Rossi A, Airoma G, Ferrara C, Castaldo V. The role of targeted


therapy in non small cell lung cancer. Crit Rev Oncol Hematol 2004; 51:
29-44.

22. Mishra BK, Parikh PM. Targeted therapy in oncology. MJAFI 2006; 62:
169-73.

23. Herbst RS, Bunn PA. Targeting the epidermal growth factor receptor in
non small cell lung cancer. Clin Cancer Res 2003; 9: 5813-24.

24. Herbst RS, Shin DM. Monoclonal antibodies to target epidermal growth
factor receptor positive tumors: a new paradigm for cancer therapy.
Cancer 2002; 94: 1593-611.

25. Ettinger DS. Clinical implications of EGFR expression in the


development and progression of solid tumors: focus on non small cell
lung cancer. The oncologist 2006; 11: 358-73.

26. Segota E, Bukowski RM. The promise of targeted therapy: cancer drugs


become more specific. Cleveland Clin J Med 2004; 71: 551-60.

27. Heinmőller P, Gross C, Beyser K, Schmidtgen C, Maass G, Pedrocchi M,


et al. HER 2 status in non small cell lung cancer: result from patient
screening for enrollment to a phase II study of herceptin. Clin Cancer Res
2003; 9: 5238-44.

28. Bunn PA, Helfrich B, Soriano AF, Franklin WA, Garcia MV, Hirsch FR,
et al. Expression of HER 2/neu in human lung cancer cell lines by
immunohistochemistry and fluorescence in situ hybridization and its
relationship to in vitro cytotoxicity by trastuzumab and chemotherapeutic
agents. Clin Cancer Res 2001; 7: 3239-50.

29. Vogel CL, Cobleigh MA, Tripathy D, Gutheil JC, Harris LN,
Fehrenbacher L, et al. Efficacy and safety of trastuzumab as a single agent
in first line treatment of HER 2 overexpressing metastatic breast cancer. J
Clin Oncol 2002; 20: 719-26.

30. Gatzemeier U, Groth G, Butts C, Zandwijk NV, Shepherd F, Ardizzoni A,


et al. Randomized phase II trial of gemcitabine-cisplatin with or without
trastuzumab in HER 2 positive non small cell lung cancer. Annals of
oncology 2004; 15: 19-27.

31. Lanjer CJ, Stephenson P, Thor A, Vangel M, Johnson DH. Trastuzumab


in the treatment of advanced non small cell lung cancer: is there a role?
focus on eastern cooperative oncology group study 2598. J Clin Oncol
2004; 22: 1180-7.

32. Swanton C, Futreal A, Eisen T. Her2 targeted therapies in non small cell
lung cancer: novel agents in the treatment of lung cancer: advances in
EGFR targeted agents. Clin Cancer Res 2006; 12: 4377-83.
33. Lynch TJ, Lilenbaum R, Bonomi P Ansari R, Govindan R, Janne PA, et
al. A phase II trial of cetuximab as therapy for recurrent non small cell
lung cancer (NSCLC). Proc Am Soc Clin Oncol 2004; 22: abst 7084.

34. Rosell R, Daniel C, Ramlau R, Szczesna A, Constenla M, Mennecier B, et


al. Randomized phase II study of cetuximab in combination with cisplatin
(C) and vinorelbine (V) vs CV alone in the first line treatment of patients
(pts) with epidermal growth factor receptor (EGFR) expressing advanced
non small cell lung cancer (NSCLC). Proc Am Soc Clin Oncol 2004; 22:
abstr 7012.

35. Thienelt CD, Bunn PA, Hanna N, Rosenberg A, Needle MN, Long ME, et
al. Multicenter phase I/II study of cituximab with paclitaxel and
carboplatin in untreated patients with stage IV non small cell lung cancer.
J Clin Oncol 2005; 23: 8786-93.

36. Robert F, Blumenschein G, Herbst RS, Fossella FV, Tseng J, Saleh MN.


Phase I/IIa study of cetuximab with gemcitabine plus carboplatin in
patients with chemotherapy naïve advanced non small cell lung cancer. J
Clin Oncol 2005; 23: 9089-96.

37. Sandler AB, Johnson DH, Herbst RS. Anti vascular endothelial growth
factor monoclonals in non small cell lung cancer. Clin Cancer Res 2004;
10: 4258-62.

38. Johnson DH, Fehrenbacher L, Novotny WF, Herbst RS, Nemunatis JJ,
Joblons DM, et al. Randomized phase II trial comparing bevacizumab
plus carboplatin and paclitaxel with carboplatin and paclitaxel alone in
previously untreated locally advanced or metasatic non small cell lung
cancer. J Clin Oncol 2004; 22: 2184-91.

39. Herbst RS, Johnson DH, Mininberg E, Carbone DP, Henderson T, Kim
ES, et al. Phase I/II trial evaluating the anti vascular endothelial growth
factor monoclonal antibody bevacizumab in combination with
HER1/epidermal growth factor receptor tyrosine kinase inhibitor erlotinib
for patient with recurrent non small cell lung cancer. J Clin Oncol 2005;
23: 2544-55.

40. Fundamentally transforming the way cancer is treated. [cited 2006 march
9]. Avialable from:
URL: http://www.biooncology.com/bioonc/approach/index.m

ES
DAFTAR PUSTAKA

15

Anda mungkin juga menyukai