Anda di halaman 1dari 39

IMUNOLOGI

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
S1.VI-A
CITRA RAMADHANI (1301016)
ARAITO TINAMBUNAN (1501003)
DORA ROSALINA S (1501011)
BETTY INDAH PURNAMA (1501067)
GISDA AMARINA (1501019)
M.HALIM SATRIA (1501027)
MOZADIAN PRATIWI (1501030)
RAESA TARTILLA (1501037)
INDAH PURNAMA SARI (1701065)

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Meiriza Djohari, M.Kes, Apt
 Defenisi Antibodi ( Kurnia, 2016)
Antibodi merupakan campuran protein di
dalam darah dan disekresi mukosa
menghasilkan sistem imun bertujuan untuk
melawan antigen asing yang masuk ke
dalam sirkulasi darah. Antibodi dibentuk
oleh sel darah putih yang disebut limfosit
B.
Antigen merupakan suatu protein yang
terdapat pada permukaan bakteri, virus dan
sel kanker. Pengikatan antigen akan
memicu multiplikasi sel B dan penglepasan
antibodi.
 Antibodi memiliki berbagai macam bentuk dan
ukuran walaupun struktur dasarnya berbentuk `Y`

Gambar 1. Struktur umum


antibodi
Antibodi tersebut
mempunyai 2
fragmen:

fragmen antigen fragmen


binding (Fab) cristallizable (Fc)
 Fragmen antigen binding(Fab) digunakan
untuk mengenal dan mengikat antigen
spesifik, tempat melekatnya antigen antibodi
yang tepat sesuai regio yang bervariasi
disebut complementary determining region
(CDR).
 fragmen cristallizable (Fc) berfungsi sebagai
efektor yang dapat berinteraksi dengan sel
imun atau protein serum.
DEFINISI ANTIBODI
MONOKLONAL
Antibodi monoklonal
merupakan senyawa yang
homogen, sangat spesifik dan
dapat diproduksi dalam jumlah
yang besar sehingga sangat
menguntungkan jika digunakan
sebagai alat diagnostic.
Antibodi monoklonal
mempunyai sifat khusus yang
unik yaitu dapat mengenal
suatu molekul, memberikan
informasi tentang molekul
spesifik dan sebagai terapi
target tanpa merusak sel sehat
sekitarnya.
Antibodi monoklonal dapat diciptakan untuk mengikat
antigen tertentu kemudian dapat mendeteksi atau
memurnikannya. Antibodi monoklonal tidak hanya
mempertahankan tubuh untuk melawan organisme penyakit
tetapi juga dapat menarik molekul target lainnya di dalam
tubuh seperti reseptor protein yang ada pada permukaan sel
normal atau molekul yang khas terdapat pada permukaan sel
kanker.

Spesifisitas antibodi yang luar biasa menjadikan zat ini


dapat digunakan sebagai terapi. Antibodi mengikat sel
kanker dan berpasangan dengan zat sitotoksik sehingga
membentuk suatu kompleks yang dapat mencari dan
menghancurkan sel kanker.
Pada tahun 1975, Kohier dan Milstein memperkenalkan
cara baru untuk membuat antibody dengan
mengimunisasi hewan percobaan, kemudian sel
limfositnya difusikan dengan sel myeloma, sehingga sel
hybrid dapat dibiakkan terus-menerus (immortal) dan
membuat antibody yang homogen yang diproduksi oleh
satu klon sel hybrid. Antibodi yang homogeny ini disebut
dengan antibody monoclonal yang mempunyai sifat
yang lebih spesifik dibandingkan dengan antibody
poliklonal karena hanya dapat mengikat satu epitop
antigen dan dapat dibuat dalam jumlah tak terbatas.
1. Imunisasi mencit

2. Fusi sel limpa kebal dan sel meloma

3. Eliminasi sel induk yang tidak


berfusi

4. Isolasi dan pemilihan klon


hibridoma
Antigen berupa protein atau polisakarida yang berasal dari
bakteri atau virus, disuntikan secara subkutan pada beberapa
tempat atau secara intra peritoneal. Setelah 23 minggu disusul
suntikan antigen secara intravena sekali atau beberapa kali
suntikan. Mencit dengan tanggap kebal terbaik dipilih. 12 hari
setelah suntikan terakhir, antibodi yang terbentuk pada mencit
diperiksa dan diukur titer antibodinya, mencit dimatikan dan
limpanya diambil secara aseptis, kemudian dibuat suspensi sel
limpa untuk memisahkan sel B yang mengandung antibodi.
Cara imunissi lain yang juga sering dilakukan adalah
imunisasi sekali suntikan intralimpa ( singlet-shot
intrasplenic immunization). Pada cara imunisasi
konvensional antigen dipengaruhi bermacam-macam
factor. Bila disuntikan kedalam darah sebagian besar akan
dieliminasi secara alami, sedangkan melalui kulit akan
tersaring oleh kelenjar limfe, makrofag dan sel retikuler.
Hanya sebagian kecil antigen yang terlibat dalam proses
respon imun. Oleh sebab itu untuk mencegah eliminasi
antigen oleh tubuh dilakukan suntikan imunisasi langsung
pada limpa dan ternyata hasilnya lebih baik dari cara
konvensional.
 Pada kondisi biakan jaringan biasa, sel limpa
yang membuat antibodi akan cepat mati,
sedangkan sel mieloma dapat dibiakkan terus
menerus. Fusi sel dapat menciptakan sel hibrid
yang terdiri dari gabungan sel limpa yang dapat
membuat antibodi dan sel mieloma yang dapat
dibiakkan terus menerus, sehingga sel hibrid
dapat memproduksi antibodi secara terus
menerus dalam jumlah yang tidak terbatas
secara in vitro.
 Jenis medium
 Perbandingan jumlah sel limpa dengan sel
mieloma
 Jenis sel mieloma yang digunakan
 Bahan yang mendorong timbulnya fusi
(fusogen)Penambahan (PEG) dan
dimetilsulfoksida (DMSO) dapat menaikkan
efisiensi fusi sel
 Frekuensi terjadinya hibrid sel limpa-sel mieloma
biasanya rendah, karena itu penting untuk
mematikan sel yang tidak fusi yang jumlahnya lebih
banyak agar sel hibrid mempunyai kesempatan
untuk tumbuh, dengan cara membiakkan sel hibrid
dalam media selektif yang mengandung
hypoxanthine, aminopterin, dan thymidine (HAT).
Aminopterin menghambat jalur biosintesis purin dan pirimidin
sehingga memaksa sel menggunakan salvage pathway. Seperti
kita ketahui bahwa sel mieloma mempunyai kelainan untuk
mensintesis nukleotida yaitu sel mieloma yang tidak mempunyai
enzim timidin kinase atau hypoxanthine phosphoribosyl
transferase, sehingga sel mieloma yang tidak berfusi, karena
tidak mempunyai enzim timidin kinase atau hypoxanthine
phosphoribosyl transferase akan mati, sedangkan sel hibrid
karena mendapatkan enzim tersebut dan sel mamalia yang
difusikan dapat menggunakan salvage pathway, sehingga tetap
hidup dan berkembang.
Sel hibrid dikembangbiakkan sedemikian rupa,
sehingga tiap sel hibrid akan membentuk koloni
homogen yang disebut hibridoma. Tiap koloni
kemudian dipelihara terpisah satu sama lain.
Hibridoma yang tumbuh diharapkan mensekresi
antibodi ke dalam medium, sehingga antibodi
yang terbentuk bisa diisolasi.

Umunya penentuan antibodi yang


diinginkan, dilakukan dengan cara enzym
linked immunosorbent assay (ELISA), atau
radioimmunoassay (RIA). Pemilihan klon
hibridomaa dilakukan dua kali, pertama
adalah dilakukan untuk memperoleh
hibridoma yang dapat menghasilkan
antibodi; dan yang kedua adalah memilih sel
hibridoma penghasil antibodi monoklonal
yang tinggi dan stabil.
Gambar 2. Pembuatan
Antibodi Monoklonal
Antibodi monoklonal menggunakan mekanisme kombinasi untuk meningkatkan
efek sitotoksik sel tumor. Mekanisme komponen sistem imun adalah antibody
dependent cellular cytotoxicity (ADCC), complement dependent cytotoxicity
(CDC), mengubah signal transduksi sel tumor atau menghilangkan sel permukaan
antigen. Antibodi dapat digunakan sebagai target muatan (radioisotop, obat atau
toksin) untuk membunuh sel tumor atau mengaktivasi prodrug di tumor,
antibody directed enzyme prodrug therapy (ADEPT). Antibodi monoklonal
digunakan secara sinergis melengkapi mekanisme kerja kemoterapi untuk
melawan tumor.
 Antibody dependent cellular cytotoxicity
(ADCC) terjadi jika antibodi mengikat antigen
sel tumor dan Fc antibodi melekat dengan
reseptor Fc pada permukaan sel imun
efektor.

Gambar 3.Antibody
ADCC
1. Antibodi monoklonal berikatan dengan antigen
permukaan sel tumor melalui Fc reseptor permukaan sel
NK.
2. Hal ini memicu penglepasan perforin dan granzymes
untuk menghancurkan sel tumor (Gambar 3.a).
3. Sel-sel yang hancur ditangkap antigen presenting cell
(APC) lalu dipresentasikan pada sel B sehingga memicu
penglepasan antibodi kemudian antibodi ini akan
berikatan dengan target antigen (Gambar 3.b-d).
4. Sel cytotoxic T lymphocytes (CTLs) dapat mengenali dan
membunuh sel target antigen (Gambar 4.d).
2. Complement dependent cytotoxicity (CDC)

MAC
IgG Komplemen Komplemen

Pengikatan antibodi monoklonal dengan antigen


permukaan sel akan mengawali kaskade komplement.
Complement dependent cytotoxicity (CDC) merupakan
suatu metode pembunuh sel tumor yang lain dari antibodi.
- Imunoglobulin G1 dan G3 sangat efektif pada CDC melalui
jalur klasik aktivasi komplemen (Gambar 5.a).
- Formasi kompleks antigen antibodi merupakan
komplemen C1q berikatan dengan IgG sehingga memicu
komplemen protein lain untuk mengawali penglepasan
proteolitik sel efektor kemotaktik/agen aktivasi C3a dan
C5a (Gambar 5.b).
- Kaskade komplemen ini diakhiri dengan formasi
membrane attack complex (MAC) (Gambar 5.c) sehingga
terbentuk suatu lubang pada sel membran.
- Membrane attack complex (MAC) memfasilitasi keluar
masuknya air dan Na+ yang akan menyababkan sel target
lisis (Gambar 5.d).
3. Perubahan transduksi signal

Aktivasi transduksi signal pada kondisi normal akan


menginduksi respons mitogenik dan meningkatkan
kelangsungan hidup sel, hal ini diikuti dengan ekspresi
perkembangan sel tumor yang berlebihan yang juga
menyebabkan tumor tidak sentitif terhadap zat
kemoterapi.
Antibodi monoklonal sangat potensial
menormalkan laju perkembangan sel dan
membuat sel sensitif terhadap zat sitotoksik
dengan menghilangkan signal reseptor ini.

Target antibodi EGFR merupakan inhibitor


yang kuat untuk transduksi signal. Terapi
antibodi monoklonal memberikan efek
penurunan densitas ekspresi target antigen
contohnya penurunan konsentrasi EGFR
permukaan sel tumor atau membersihkan
ligan seperti VEGF.
- Pengikatan ligand reseptor growth factor memicu
dimerisasi dan aktivasi kaskade signal (Gambar 6.a
- Sehingga terjadi proliferasi sel dan hambatan terhadap
zat sitotoksik.
- Antibodi monoklonal menghambat signal dengan cara
menghambat dimerisasi (Gambar 6.b) atau
mengganggu ikatan ligand (Gambar 6.c).
4. Imunomodulasi

Perlekatan CTLA 4 dengan ligand dapat


menginduksi respons autoimun, hal ini terlihat
pada aktivasi sel T dependent. Gabungan
antibodi anti-CTLA 4 dengan antibodi
monoklonal menginduksi ADCC  sehingga
dapat meningkatkan respons imun terhadap
antigen spesifik tumor.
5.Penghantaran muatan sitotoksik

Antibodi monoklonal pada terapi kanker akan


melawan target sel tumor dengan cara mengikat sel
spesifik tumor dan menginduksi respons imun.
Antibodi monoklonal telah digunakan secara luas
dalam percobaan sebagai zat sitotoksik sel-sel
tumor. Modifikasi antibodi monoklonal dilakukan
dengan tujuan sebagai zat penghantar radioisotop,
toksin katalik, obat-obatan, sitokin, enzim atau zat
konjugasi aktif lainnya. Pola antibodi bispesifik pada
kedua bagian Fab memungkinkan untuk mengikat
target antigen dan sel efektor.
6. Antibodi directed enzyme prodrug therapy (ADEPT)

Antibodi directed enzyme prodrug therapy (ADEPT)


menggunakan antibodi monoklonal sebagai penghantar
untuk sampai ke sel tumor kemudian enzim
mengaktifkan prodrug pada tumor, hal ini dapat
meningkatkan dosis active drug di dalam tumor.
- Konjugasi antibodi monoklonal dan enzim mengikat
antigen permukaan sel tumor (Gambar 7.a)
- Kemudian zat sitotoksik dalam bentuk inaktif prodrug
akan mengikat konjugasi antibodi monoklonal dan
enzim permukaan sel tumor (Gambar 7.b-c)
- Akhirnya inaktivasi prodrug terpecah dan melepaskan
active drug di dalam tumor (Gambar 7.d).
Contoh Obat
yang Beredar

1. Transtuzumab
″Trastuzumab″ (Herceptin) merupakan suatu
antibodi monoklonal humanized.

Kerja transtuzumab meliputi:


a. Menghambat transmisi sinyal growth factor
menuju nukleus
b. Menginduksi sel imun untuk segera melakukan
apoptosis pada sel kanker
Mekanisme kerja Transtuzumab
• Transtuzumab dapat berikatan dengan HER2
protein pada bagian ekstraseluler yang
mengakibatkan HER2 protein menjadi inaktif
sehingga pertumbuhan yg tidak terkontrol dari sel
kanker (payudara) terhenti.

• Trantuzumab juga memiliki kemampuan untuk


menginduksi respon imun melalui mekanisme
ADCC (Antibody-Dependent Cellular Cytotoxicity)
yang meliputi sel NK dan monosit yang dapat
menyebabkan apoptosis pada sel kanker
2. Cetuximab

″Cetuximab″ (Erbitux) merupakan antibodi


monoklonal chimeric yang bekerja mengikat EGFR
pada bagian ekstraseluler sehingga EGF tidak dapat
berikatan dengan reseptornya.

Ligand ~ EGFR proliferasi (perbanyakan sel)


kanker paru, kanker payudara,
kanker prostat, kanker otak dan
kanker usus.
3. Bevacizumab
″Bevacizumab″ (Avastin) merupakan antibodi
monoklonal humanized yang memiliki target terhadap
VEGF (vascular endothelial growth factor).

Aktivasi VEGFR  memicu proses angiogenesis, yaitu


proses pembentukan pembuluh darah baru disekitar
tumor untuk menyuplai kebutuhan nutrisi sel.
Mekanisme kerja Bevacizumab terhadap VEGF
• Pada saat pertumbuhan tumor mencapai
ukuran kritis, tumor tidak lagi dapat
menyediakan makanan dan oksigen dari
pembuluh darah kecil disekitarnya.
• Sebagai respon, tumor mengeluarkan protein
yang disebut VEGF yang menempel pada
pembuluh darah didekatnya angiogenesis
• Bevacizumab menghambat sinyal dari tumor
yang mempercepat tumbuhnya pembuluh
darah sehingga tumor tidak mendapatkan
nutrisi dan pertumbuhannya terhenti.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai