Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Sejak Metchnikoff dan Erhlic mengemukakan teori imunologi, telah banyak


kemajuan yang dicapai dalam bidang imunologi. Sebagaimana telah diketahui
bahwa antibodi dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen di dalam
tubuh. Walaupun imunologi khususnya imunokimia telah cukup maju, antibodi
yang digunakan untuk mengenali suatu antigen masih dibuat dengan cara yang
konvensional, yaitu mengimunisasi hewan percobaan, mengambil darahnya dan
mengisolasi antibodi dalam serum sehingga menghasilkan antibodi poliklonal.
Apabila dibutuhkan antibodi dalam jumlah besar maka binatang percobaan yang
dibutuhkan juga sangat besar jumlahnya. Namun jumlah antibodi yang dapat
diproduksi melalui binatang untuk memenuhi kebutuhan antibodi yang spesifik
untuk tujuan diagnostik masih dirasakan sangat kurang. Idealnya antibodi spesifik
dapat dibuat secara in vitro, sehingga dapat diproduksi antibodi dalam jumlah
besar tanpa terkontaminasi dengan antibodi lain yang tidak dikehendaki. Dalam
antibodi poliklonal jumlah antibodi yang spesifik sanagt sedikit, sangat heterogen
karena dapat mengikat macam-macam epitop dan sangat sulit menghilangkan
antibodi lain yang tidak diinginkan.
Pada tahun 1975, Kohler dan Milstein memperkenalkan cara baru untuk
membuat antibodi dengan mengimuniasasi percobaan, kemudian sel limfositnya
difusikan dengan sel mieloma, sehingga sel hibrid dapat dibiakkan terus menerus
(immortal) dan membuat antibodi yang homogen yang diproduksi oleh satu klon
sel hibrid. Antibodi yang homogen ini disebut dengan antibodi monoklonal yang
mempunyai sifat lebih spesifik dibandingkan dengan antibodi poliklonal karena
hanya dapat mengikat 1 epitop antigen dan dapat dibuat dalam jumlah tak
terbatas. Terobosan Georges Kohler, Cesar Milstein dan Niels Jerne, yang
mendapat hadiah Nobel pada tahun 1985 berkat hasil penemuannya tentang
antibodi monoklonal, telah membawa perubahan besar dalam produksi antibodi
secara in vitro.
Antibodi monoklonal dibuat dengan cara penggabungan atau fusi dua jenis
sel, yaitu sel limfosit b yang memproduksi antibodi dengan sel kanker (sel
mieloma) yang dapat hidup dan membelah terus menerus. Hasil fusi antara sel
limfosit B dengan sel kanker secara in vitro ini disebut dengan hibridoma.
Apabila sel hibridoma dibiakkan dalam kultur sel, sel yang secara genetik
mempunyai sifat yang identik akan memproduksi antibodi sesuai dengan antibodi
yang diproduksi oleh sel aslinya, yaitu sel limfosit B. Hal penting yang harus
diperhatikan adalah proses pemilihan sel klon yang identik yang dapat mensekresi
antibodi yang spesifik. Karena antibodi yang diproduksi berasal dari sel
hibridoma tunggal (mono-klon), maka antibodi yang diproduksi disebut dengan
antibodi monoklonal.
Sel hibridoma mempunyai kemampuan untuk tumbuh secara tidak terbatas
dalam kultur sel, sehingga mampu memproduksi antibodi homogen yang spesifik
(monoklonal) dalam jumlah yang hampir terbatas.
Antibodi monoklonal merupakan senyawa yang homogen, sangat spesifik dan
dapat diproduksi dalam jumlah yang sangat besar sehingga sangat
menguntungkan jika digunakan sebagai alat diagnostik. Beberapa jenis kit
antibodi monoklonal telah tersedia di pasaran untuk medeteksi bakteri patogen
dan virus, serta untuk uji kehamilan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Antibodi Monoklonal


Antibodi monoklonal adalah antibodi sejenis yang diproduksi oleh
plasma klon sel-sel positif sejenis. Antibodi ini dibuat oleh sel-sel hibridoma
(hasil fusi 2 sel berbeda; penghasil sel positif limpa dan sel mieloma) yang
dikultur. Bertindak sebagai antigen yang akan menghasilkan antibodi adalah
limpa. Fungsi antara lain diagnosis penyakit dan kehamilan. Antibodi
monoklonal adalah zat yang diproduksi oleh sel gabungan tipe tunggal yang
memiliki kekhusuan tambahan. Ini adalah komponen penting dari sistem
kekebalan tubuh. Mereka dapat mengenali dan mengikat ke antigen yang
spesifik. (Anonim, 2010)
Pada teknologi antibodi monoklonal, sel tumor yang dapat mereplikasi
tanpa henti digabungkan dengan sel mamalia yang memproduksi antibodi.
Hasil penggabungan sel ini adalah hibridoma, yang akan terus memproduksi
antibodi. Antibodi monoklonal mengenali setiap determinan yang antigen
(bagian dari makromolekul yang dikenali oleh sistem kekebalan
tubuh/epitope). Mereka menyerang molekul targetnya dan mereka bisa
memilih antara epitope yang sama. Selain sangat spesifik, mereka
memberikan landasan untuk perlindungan melawan patogen.
Antibodi monoklonal sekarang telah digunakan untuk banyak masalah
diagnostik seperti mengidentifikasi agen infeksi, mengidentifikasi tumor,
antigen dan antibodi auto, mengukur protein dan level drug pada serum,
mengenali darah dan jaringan, mengidentifikasi sel spesifik yang terlibat
dalam respon kekebalan dan mengidentifikasi serta mengkuantifikasi hormon.
Kemajuan sekarang telah memungkinkan untuk memproduksi antibodi
monoklonal manusia melalui rekayasa genetik dalam jumlah yang besar
untuk digunakan dalam terapi berbagai penyakit.
B. Pembuatan Antibodi Monoklonal
Menurut Radji (2010) bahwa cara pembuatan antibodi monoklonal untuk
mendapatkan antibodi yang homogen dapat dilihat pada Gambar 1 yang pada
dasarnya terdiri dari beberapa tahap, yakni;
a. Imunisasi Mencit
1) Antigen berupa protein atau polisakarida yang berasal dari bakteri
atau virus, disuntikkan secarasubkutan pada beberapa tempat atau
secara intra peritoneal.
2) Setelah 23 minggu disusul suntikan antigen secara intravena, mencit
yang tanggap kebal terbaik dipilih.
3) Pada hari ke-12 hari suntikan terakhir antibodi yang terbentuk pada
mencit diperiksa dan diukurtiter antibodinya.
4) Mencit dimatikan dan limfanya diambil secara aseptis.- Kemudian
dibuat suspensi sel limfa untuk memisahkan sel B yang mengandung
antibodi.
Cara imunisasi lain yang sering digunakan adalah imunisasi sekali
suntik intralimfa (Single-Shot Intrasplenic Immunization) Imunisasi cara
ini dianggap lebih baik, karena eliminasi antigen oleh tubuh dapat
dicegah.

Gambar 1. Bagan pembuatan antibodi monoklonal


(Sumber; Sarmoko, 2010)
b. Fusi sel kebal dan sel mieloma
1) Pada kondisi biakan jaringan biasa, sel limfa yang membuat antibodi
akan cepat mati, sedangkansel mieloma dapat dibiakkan terus-
menerus. Fusi sel dapat menciptakan sel hibrid yang terdiri
darigabungan sel limfa yang dapat membuat antibodi dan sel
mieloma yang dapat dibiakkan secaraterus menerus dalam jumlah
yang tidak terbatas secara in vitro.
2) Fusi sel diawali dengan fusi membran plasma sehingga
menghasilkan sel besar dengan dua atau lebih inti sel, yang berasal
dari kedua induk sel yang berbeda jenis yang disebut heterokarion.
3) Pada waktu tumbuh dan membelah diri terbentuk satu inti yang
mengandung kromosom kedua induk yang disebut sel hibrid.
Frekuensi fusi dipengaruhi bebrapa faktor antara lain jenis medium,
perbandingan jumlah sel limpa dengan sel mieloma, jenis sel mieloma
yang digunakan, dan bahan yang mendorong timbulnya fusi (fusagon).
Penambahan polietilen glikol (PEG) dan dimetilsulfoksida (DMSO)
dapat menaikan efisiensi fusi sel.

c. Eliminasi sel induk yang tidak berfusi


Frekuensi terjadinya hibrid sel limfa-sel mieloma biasanya rendah,
karena itu penting untukmematikan sel yang tidak fusi yang jumlahnyaa
lebih banyak agar sel hibrid mempunyaikesempatan untuk tumbuh
dengan cara membiakkan sel hibrid dalam media selektif yang
mengandung hyloxanthine, aminopterin, dan thymidine (HAT).

d. Isolasi dan pemilihan klon hibridoma


1) Sel hibrid dikembangbiakkan sedemikian rupa, sehingga tiap sel
hibrid aka membentuk kolonihomogen yang disebut hibridoma.
2) Tiap koloni kemudian dibiakkan terpisah satu sama lain.
3) Hibridoma yang tumbuh diharapkan mensekresi antibodi ke dalam
medium, sehingga antibodiyang terbentuk bisa diisolasi. Pemilihan
klon hibridoma dilakukan dua kali, pertama adalah dilakukan untuk
memperolehhibridoma yang dapat menghasilkan antibodi, dan yang
kedua adalah memilih sel hibridomapenghasil antibodi monoklonal
yang potensial menghasilkan antibodi monoklonal yang tinggi dan
stabil.
Umumnya untuk menetukan antibodi yang diinginkan dilakukan dengan
cara Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) atau radioimmunoassay
(RIA). Pemilihan klon hibridoma dilakukan dua kali, pertama adalah
dilakukan untuk memperoleh hibridoma yang dapat menghasilkan antibodi;
dan yang kedua adalah memilih sel hibridoma penghasil antibodi monoklonal
yang potensial menghasilkan antibodi monoklonal yang tinggi dan stabil.

C. Antibodi Monoklonal Generasi Baru


Antibodi monoklonal telah banyak dimanfaatkan dalam bidang
kesehatan, baik untuk diagnostik maupun untuk pengobatan, terutama untuk
mengatasi kanker tertentu. Beberapa antibodi monoklonal yang digunakan
untuk pengobatan berasal dari sel mencit atau tikus, sehingga sering
menimbulkan reaksi alergi pada pasien yang menerima terapi antibodi
monoklonal tersebut. Hal ini disebabkan karena protein mencit dikenal
sebagai antigen asing oleh tubuh pasien sehingga menimbulkan reaksi respon
imun antara lain berupa alergi, inflamasi, dan penghancuran atau destruksi
dari antibodi monoklonal itu sendiri.
Untuk mengatasi masalah tersebut, beberapa peneliti telah
mengembangkan pembuatan antibodi monoklonal generasi baru, yaitu
monoklonal antibodi yang sebagian atau seluruhnya terdiri dari protein yang
berasal dari manusia. Sehingga dapat mengurangi efek penolakan oleh sistem
imun pasien.
Beberapa jenis antibodi monoklonal generasi baru yang telah
dikembangkan antara lain adalah :
a. Murine Monoclonal Antibodies
Antibodi ini murni didapat dari tikus dapat menyebabkan human anti
mouse antibodies (HAMA) nama akhirannya ″momab″ (ibritumomab)
(Hanafi dan Syahruddin, 2012).
b. Chimaric Monoclonal Antibodies
Antibodi ini dibuat melalui teknik rekayasa genetika untuk menciptakan
suatu mencit atau tikus yang dapat memproduksi sel hibrid mencit-
manusia. Bagian variabel dari molekul antibodi, termasuk antigen
binding site berasal dari mencit, sedangkan bagian lainnya yaitu bagian
yang konstan berasal dari manusia. Salah satu contohnya antibodi
monoklonal yang struktur molekulnya terdiri dari 67% manusia adalah
Rifuximab (Radji, 2010).
c. Humanized Monoclonal Antibodies
Antibodi ini dibuat sedemikian rupa sehingga bagian protein yang berasal
dari mencit hanya terbatas pada antigen binding site saja. Sedangkan
bagian yang lainya yaitu bagian variabel dan bagian konstan berasal dari
manusia. Antibodi monoklonal yang struktur molekulnya terdiri dari 90%
manusia diantaranya adalah Alemtuzumab (Radji, 2010).
d. Fully Human Monoclonal Antibodies
Antibodi ini merupakan antibodi yang paling ideal untuk menghindari
terjadinya respon imun karena protein antibodi yang disuntikkan ke
dalam tubuh seluruhnya merupakan protein yang berasal dari manusia.
Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk merancang pembentukan
antibodi ini adalah dengan teknik rekayasa genetika untuk menciptakan
mencit transgenik yang membawa gen yang berasal dari manusia. Sehingga
mampu memproduksi antibodi yang diinginkan (Radji, 2010).
Pendekatan lainnya adalah merekayasa suatu binatang transgenik yang
dapat mensekresikan antibodi manusia dalam air susu yang dikeluarkan oleh
binatang tersebut. Untuk lebih jelasnya struktur ke empat jenis antibodi dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Jenis antibodi monoklonal
(Sumber; Hanafi dan Syahruddin, 2012)

D. Mekanisme Kerja Antibodi Monoklonal


Antibodi monoklonal menggunakan mekanisme kombinasi untuk
meningkatkan efek sitotoksik sel tumor. Mekanisme komponen sistem imun
adalah antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC), complement
dependent cytotoxicity (CDC), mengubah signal transduksi sel tumor atau
menghilangkan sel permukaan antigen. Antibodi dapat digunakan sebagai
target muatan (radioisotop, obat atau toksin) untuk membunuh sel tumor atau
mengaktivasi prodrug di tumor, antibody directed enzyme prodrug
therapy (ADEPT). Antibodi monoklonal digunakan secara sinergis
melengkapi mekanisme kerja kemoterapi untuk melawan tumor (Hanafi dan
Syahrudin, 2012).
a. Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC)
Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC) terjadi jika
antibodi mengikat antigen sel tumor dan Fc antibodi melekat dengan
reseptor Fc pada permukaan sel imun efektor. Interaksi Fc reseptor ini
berdasarkan kemanjuran antitumor dan sangat penting pada pemilihan
suatu antibodi monoklonal. Sel efektor yang berperan masih belum jelas
tapi diasumsikan sel fagosit mononuklear dan atau natural killer (NK).
Struktur Fc domain dimanipulasi untuk menyesuaikan jarak antibodi
dan interaksi dengan Fc reseptor. Antibody dependent cellular
cytotoxicity (ADCC) dapat meningkatkan respons klinis secara langsung
menginduksi destruksi tumor melalui presentasi antigen dan menginduksi
respons sel T tumor.
Antibodi monoklonal berikatan dengan antigen permukaan sel tumor
melalui Fc reseptor permukaan sel NK. Hal ini memicu
penglepasan perforin dan granzymes untuk menghancurkan sel tumor
(gambar 5a). Sel - sel yang hancur ditangkapantigen presenting
cell (APC) lalu dipresentasikan pada sel B sehingga memicu penglepasan
antibodi kemudian antibodi ini akan berikatan dengan target antigen
(gambar 5b-d). Sel cytotoxic T lymphocytes (CTLs) dapat mengenali dan
membunuh sel target antigen (Gambar 3).

Gambar 3. Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC)


b. Complement dependent cytotoxicity (CDC)
Pengikatan antibodi monoklonal dengan antigen permukaan sel akan
mengawali kaskade komplement. Complement dependent
cytotoxicity (CDC) merupakan suatu metode pembunuh sel tumor yang
lain dari antibodi. Imunoglobulin G1 dan G3 sangat efektif pada CDC
melalui jalur klasik aktivasi komplemen (Gambar 4a). Formasi kompleks
antigen antibodi merupakan komplemen C1q berikatan dengan IgG
sehingga memicu komplemen protein lain untuk mengawali penglepasan
proteolitik sel efektor kemotaktik / agen aktivasi C3a dan C5a
(Gambar 4b). Kaskade komplemen ini diakhiri dengan
formasi membrane attack complex (MAC) (Gambar 4c) sehingga
terbentuk suatu lubang pada sel membran. Membrane attack
++
complex (MAC) memfasilitasi keluar masuknya air dan Na yang akan
menyababkan sel target lisis (Gambar 4d)

Gambar 4. Complement Dependent Cytotoxicity (CDC)


c. Antibodi Directed Enzyme Prodrug Therapy (ADEPT)
Antibodi directed enzyme prodrug therapy (ADEPT) menggunakan
antibodi monoklonal sebagai penghantar untuk sampai ke sel tumor
kemudian enzim mengaktifkan prodrug pada tumor, hal ini dapat
meningkatkan dosis active drug di dalam tumor. Konjugasi antibodi
monoklonal dan enzim mengikat antigen permukaan sel tumor
(Gambar 5a) kemudian zat sitotoksik dalam bentuk inaktif prodrug akan
mengikat konjugasi antibodi monoklonal dan enzim permukaan sel tumor
(Gambar 5b-c) akhirnya inaktivasi prodrug terpecah dan melepaskan
active drug di dalam tumor (Gambar 5d).

Gambar 5. Antibodi Directed Enzyme Prodrug Therapy (ADEPT)


E. Rintangan Keberhasilan Terapi Antibodi Monoklonal
Distribusi antigen sel ganas sangat heterogen sehingga beberapa sel dapat
mengenali antigen tumor dan sel lainnya tidak. Densiti antigen bervariasi bila
rendah antibodi monoklonal tidak efektif. Aliran darah tumor tidak selalu
optimal bila antibodi monoklonal dihantarkan melalui darah maka sulit untuk
mengandalkan terapi ini. Tekanan interstisial yang tinggi dalam tumor dapat
mencegah ikatan dengan antibodi monoklonal. Antigen tumor selalu
dilepaskan sehingga antibodi mengikat antigen bebas dan bukan sel
tumor. Antibodi monoklonal diperoleh dari sel tikus kemungkinan masih ada
respons imun antibodinya yang disebut respons human anti mouse
antibodies (HAMA). Respons ini tidak hanya menurunkan kemanjuran terapi
antibodi monoklonal tapi juga menyisihkan kemungkinan terapi ulangan.
Reaksi silang antibodi monoklonal dengan antigen jaringan normal jarang
sehingga aplikasi antibodi monoklonal memberikan hasil yang baik pada
keganasan hematologi dan tumor soliter walaupun terdapat beberapa
rintangan.

F. Imunoterapi
Imunoterapi (IT) atau densitisasi atau hiposensitasi adalah pemberian
ekstrak alergen kepada penderita alergi yang jumlahnya secara perlahan
ditingkatkan dengan tujuan menghilangkan gejala yang ditimbulkan pejanan
dengan alergen yang merupakan penyebab penyakit. Pemberian antigen
spesifik berulang kepada penderita dengan penyakit alergi diharapkan akan
memberikan proteksi terhadap gejala dan terjadinya inflamasi (Anonim,
2012).
Imunoterapi yang merupakan teknik pengobatan baru untuk kanker, yang
mengerahkan dan lebih mendayagunakan sistem kekebalan tubuh untuk
memerangi kanker. Karena hampir selalu menggunakan bahan-bahan alami
dari makhluk hidup, terutama manusia, maka imunoterapi sering juga disebut
bioterapi atau terapi biologis.
Imunoterapi kanker berupaya membuat sistem kekebalan tubuh mampu
mengalahkan keganasan sel-sel kanker, dengan cara
meningkatkan/mengarahkan reaksi kekebalan tubuh terhadap sel kanker, atau
mengembalikan kemampuan tubuh dalam menaklukkan kanker (body
response modifiers –BRM). Imunoterapi dapat dilakukan secara aktif atau
pasif untuk menstimulasi respon imun spesifik dan nonspesifik pada
penderita kanker.
a. Imunoterapi Pasif
Imunoterapi secara pasif dilakukan dengan cara mentransfer antibodi
dan sel-selimun ke dalam tubuh penderita. Beberapa antibodi spesifik
atau antibodi monoklonal yang mampu bereaksi dengan antigen spesifik
berbagai jenis sel kanker dapat digunakan untuk terapi kanker. Antibodi
monoklonal tersebut akan berikatan dengan antigen yang terdapatpada
permukaan sel tumor atau sel kanker dan mengaktifkan sistem
komplemen,sehingga menyebabkan sitolisis. Disamping itu reseptor yang
terikat pada bagian Fc dari antibodi dapat merangsang sel-sel
efektorseperti sel NK, makrofag dan granulosit untuk menangkap
kompleks antigen antibodi pada permukaan sel tumor,sehingga dapat
membunuh sel tumor melalui antibody-dependent cell-
mediated cytotoxicity (Radji, 2010).
Berbagai jenis antibodi monoklonal telah dikembangkan beberapa
diantaranya telah disetujui penggunaannya oleh FDA untuk mengobati
beberapa jenis kanker. Walaupun demikian, terdapat beberapa masalah
dengan penggunaan imunoterapi antara lain adalah;
1) Antibodi yang digunakan kurang efisien karena sel tumor terasosiasi
dengan MHC kelas 1.
2) Sel tumor dapat menutup antigen sehingga terjadi kompleks antigen
antibodi. Dengan demikian sel-sel kekebalan tidak dapat
menghancurkan sel tumor.
3) Antibodi kemungkinan terikat secara tidak spesifik pada sel-sel
kekebalan, tidak dapat berikatand engan sel tumor, sehingga tidak
dapat merangsang sistem komplemen untuk mengahancurkan sel
tumor.
Penggunaan antibodi monoklonal untuk terapi kanker dibagi dalam 2
tipe, yaitu;
1) Naked Monoclonal Antibodies (Antibodi monoklonal murni)
Antibodi monoklonal yang penggunaannya tanpa dikombinasikan
dengan senyawa lain. Antibodi monoklonal murni mengikatkan diri
pada antigen spesifik yang dimiliki oleh sel-sel kanker sehinggad
apat dikenali dan dirusak oleh sistem imun tubuh. Selain itu antibodi
monoklonal dapat mengikatkan diri pada suatu reseptor, dimana
molekul-molekul pertumbuhan untuk tidak dapat berinteraksi dengan
sel kanker, maka antibodi monoklonal dapat mencegah pertumbuhan
sel kanker. Biasanya diberikan secara intravena dan efek sampingnya
lebih ringan dari kemoterapi.
Beberapa antibodi monoklonal yang bekerja dengan cara tersebut
diantaranya adalah;
a) Trastuzumab (Herceptin), digunakan untuk terapi kanker payudara
stadium lanjut. Trastuzumab menyerang protein HER2 (merupakan
protein yangterdapat dalam jumlah besar pada sel-sel
kankerpayudara).
b) Rituximab, digunakan untuk terapi sel B pada limfoma non-
Hodgkin, bereaksi dengan sasaran antigen CD20 yang
ditemukanpada sel B.
c) Alemtuzumab, diigunakan untuk terapi B cell lymphocytic leukimia
(B-CLL) kronik yang sudah mendapat kemoterapi, Senyawa ini
menyerang antigen CD52, yang terdapat pada sel B maupun sel T.
d) Cetuximab, digunakan untuk kanker kolorektal stadium lanjut
(bersamaan dengan obat kemoterapi irinotechan) dan kanker leher
dan kepala yang tidakbisa dilakukan tindakan pembedahan. Senyawa
ini ditujukan untuk protein epidermal growth factor receptors
(EGFR),dimana EFGR terdapat dalam jumlah besar pada beberapa
sel kanker.
e) Bevacizumab, bekerja melawan protein Vascular Endhotelial
Growth Factor (VEGF) yang normalnya membantu tumor untuk
membangun jaringan pembuluh darah baru (angiogenesis). Senyawa
ini digunakan bersama-sama dengan kemoterapi untuk terapi kanker
kolorektal metastatik.
2) Conjugated Monoclonal Antibodies (Antibodi monoklonal yang
dikombinasi dengan beberapa senyawa)
Senyawa yang dikombinasikan antara lain kemoterapi, toksin,dan
senyawa radioaktif. Antibodi monoklonal jenis ini akan beredar ke
seluruh bagian tubuh sampai ia berhasil menemukan sel kanker yang
mempunyai antigen spesifik yang dikenali oleh antibodi monoklonal.
Obat ini hanya berperan sebagai wahana yang akan mengantarkan
substansi-substansi obat, racun dan materi radioaktif, menuju
langsung ke sasaran yakni sel-sel kanker, namun hebatnya, ia bisa
meminimalkan dosis pada sel normal untuk menghindari kerusakan
di seluruh bagian tubuh. Conjugated MAbs kadang dikenal juga
sebagai "tagged," "labeled," atau "loaded" antibodies.
a) Chemolabeled
Chemolabeled adalah antibodi monoklonal yang dikombinasikan
dengan obat kemoterapi. Satu-satunya chemolabeled yang telah
disetujui FDA untuk terapi kanker adalah Brentuximab
vedotin(Adcetris, dulu dikenal dengan nama SGN-35). Obat ini
terdiri dari antibodi yang mempunyai target antigen CD30 yang
terikat kepada obat kemoterapi yang bernama monomethyl auristatin
E. Digunakan untuk terapi Hodgkin lymphoma dan anaplasticlarge
cell lymphoma yang tidak merespon terapi lain.
b) Radioimmunotherapy
Radioimmunotherapy adalah antibodi monoklonal dikombinasikan
dengan senyawa radioaktif. FDA menyetujui radioimmunotherapy
pertama yang boleh digunakan adalah Ibritumomabtiuxetan
digunakan untuk terapi kanker B cell non-Hodgkin lymphoma yang
tidak berhasil dengan terapi standar. Radioimmunotherapy yang
kedua adalah Tositumomab (Bexxar) digunakan untuk tipe
limfomanon-Hodgkin tertentu yang jugatidak menunjukkan respon
terhadap Rituximab (Rituxan)atau kemoterapi.
c) Immunotoksin
Immunotoksin adalah antibodi monoklonal dikonjugasikan dengan
racun. Imunotoksin dibuat dengan menempelkan racun yang berasal
dari tanaman maupun bakteri pada antibodi monoklonal. Berbagai
racun dibuat untuk ditempelkan pada antibodi monoklonal seperti
toksin difteri, eksotoksin pseudomonas (PE40), atau yang dibuat dari
tanaman, yakni risin A dariRicinus communis atau saporin
dari Saponaria officinalis.
Salah satu imunotoksin yang mendapat persetujuan FDA untuk
terapi kanker adalah Gemtuzumab ozogamicin (Mylotarg). Obat ini
mengandung racun calicheamicin. Racun ini melekat pada
antibodiyang langsung menuju sasaranantigen CD33, yang terdapat
padasebagian besar sel leukimia. Saat ini Gemtuzumab ozogamicin
digunakan untuk terapi acute myelogenous leukimia (AML)yang
sudah menjalani kemoterapiatau tidak memenuhi syarat untuk
kemoterapi.
b. Imunoterapi Aktif
Imunoterapi Secara Aktif dilakukan dengan cara memberikan
senyawa imunopotensiasi (biological response modifiers) untuk
meningkatkan respon imun terhadap sel tumor antara lain dengan cara
meningkatkan aktifitas makrofag dan sel NKserta meningkatkan fungsi
sel T. Aktivitas spesifik dilakukan dengan pemberian vaksin hepatitis B,
vaksin Human papiloma virus. Atau dengan cara non spesifik dengan
imunisasi BCG dan Corynebacterium parvum untuk merangsang
aktivitas makrofag agar mampu membunuh sel-sel tumor (tumorsid).
Beberapa jenis biological response modifiers yang digunakan dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis biological response modifiers yang digunakan sebagai imunoterapi
Jenis imunopotensiasi Produk Efek utama
Produk bakteri BCG, P. Acnes, muramil Mengaktifkan makrofag dan
dipeptida, trehalosa dimikolat sel NK (melalui sitokin)
Molekul sintetik Piran, pirimidin Menginduksi produksi
interferon
Sitokin Interferon alfa, beta dan gama Mengaktifkan makrofag dan
IL-2 dan TNF sel NK

Beberapa senyawa sitokin digunakan untuk meningkatkan fungsi imun


penderita karena pada kenyataannya beberapa senyawa sitokin mempunyai
fungsi yang spesifik terhadap komponen tertentu dari sistem imun. Jenis
sitokin yang digunakan adalah;
(i) Interleukin-2
- Mengaktifkan sel T dan sel NK
- Digunakan untuk mengobati karsinoma renal dan melanoma
(ii) Interferon alfa dan beta
- Menginduksi ekspresi MHCpada sel tumor
- Digunakan untukmengobati leukimia
(iii) Interferon gama
- Meningkatkan ekspresi MHCkelas II
- Digunakan untuk kanker rahim
(iv) Tumor necrocis factor-alpha(TNF-alfa)
- Meningkatkan aktifitas makrofag dan sel-sel limfosit
- Digunakan untuk membunuh sel-sel tumor
BAB III
PENUTUP

1. Antibodi yang diperoleh dari produk satu klon limfosit disebut sebagai
antibodi monoklonal, sehingga antibodi monoklonal hanya memiliki
spesifisitas terhadap epitop tertentu.
2. Antibodi monoklonal adalah produk bioteknologi modern lanjutan dari
produk antibodi bioteknologi modern bernama antibodi poliklonal yang
mampu menanggapi masuknya substansi asing dengan spesivitas yang luar
biasa.
3. Antibodi monoklonal sekarang telah digunakan untuk banyak masalah
diagnostik seperti mengidentifikasi agen infeksi, mengidentifikasi tumor,
antigen dan antibodi auto, mengukur protein dan level drug pada serum,
mengenali darah dan jaringan, mengidentifikasi sel spesifik yang terlibat
dalam respon kekebalan dan mengidentifikasi serta mengkuantifikasi hormon.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.scribd.com/doc/90609785/Antibodi-Monoklonal
2. http://www.scribd.com/doc/98789259/antibodi-monoklonal
3. http://percikcahaya.blogspot.com/2011/03/antibodi-monoklonal-generasi-
terbaru.html
4. http://rumahkanker.com/pengobatan/komplementer/27-imunoterapi-kanker-
bukan -hanya-vaksin.
5. Baratawidjaja, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar. Jakarta; Balai Penerbit
FKUI
6. Hanafi, Arif Riswahyudi dan Elisna Syahruddin. Antibodi Monoklonal dan
Aplikasinya Pada Terapi Target (Targeted Therapy) Kanker
Paru. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-RS
Persahabatan, Jakarta
7. Radji, Maksum. 2010. Imunologi dan Virologi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan
8. Sarmoko. 2010. Antibodi Monoklonal. Tersedia Online;
http://moko31.wordpress.com/2010/06/27/antibodi-monoklonal/

Anda mungkin juga menyukai