Anda di halaman 1dari 6

Nama : FADLIAKHAN KLEDEN RAYA

NPM : 19134530013
Kelas : A

A. ANTIBODI MONOKLONAL

I. Pengertian

Antibodi monoklonal adalah antibodi yang


homogen atau mempunyai sifat yang spesifik karena dapat
mengikat 1 epitop antigen dan dapat dibuat dalam jumlah
tidak terbatas. Antibodi monoklonal dibuat dengan cara
penggabungan atau fusi dua jenis sel yaitu sel limfosit B
yg memproduksi antibodi dengan sel kanker (sel mieloma)
yang dapat hidup dan membelah terus menerus. Hasil fusi
antara sel B dengan sel kanker secara in vitro disebut
dengan Hibridoma.

II. Produksi
Produksi dari antibody monoclonal dilakukan pertama kali oleh Georges Kohler dan
Cesar Milstein pada tahun 1975. Mereka memperkenalkan cara baru untuk membuat
antibodi dengan mengimunisasi hewan percobaan kemudian sel limfositnya difusikan
dengan sel mieloma,sehingga sel hibrid dapat dibiakan terus menerus (immortal) dan
membuat antibodi yang homogen yang diproduksi oleh satu klon sel hybrid.

Produksi Sel Hibridoma


a. Imunisasi Mencit
Antigen berupa protein atau
polisakarida yang berasal dari bakteri atau
virus, disuntikkan secara subkutan pada
beberapa tempat atau secara intra peritoneal.
Setelah 23 minggu disusul suntikan antigen
sekali atau beberapa kali suntikan. Mencit
dengan kekebalan terbaik dipilih. Kemudian
limfa tikus dikeluarkan dari dalam tubuh tikus
dan dibuat sebuah suspensi. Pembuatan
suspense ini untuk memisahkan sel B yang
mengandung antibody.

b. Fusi sel limpa kebal dan sel mieloma


Sel limfa kemudian dicampurkan
dengan sel myeloma yang dapat terus menerus
hidup dalam kultur namun kemampuan untuk
memproduksi antibodinya hilang karena
kekurangan HGPRT (hipoksantin-guanin-
phosphoribosyl transferase). Sebagian produksi antibody pada limfa dan sel myeloma
kemudian berfusi menjadi bentuk sel hybrid. Penambahan polietilen glikol (PEG) dan
dimetilsulfoksida (DMSO) dapat menaikkan efisiensi fusi sel. Sel hybrid ini kemudian
dapat terus hidup pada kultur sambil memproduksi antibody dan ditempatkan di media
yang tepat agar sel ini tetap hidup. Sel hybrid kemudian berproliferasi menjadi klon yang
disebut sel hibridoma.

c. Eliminasi Sel Induk yang Tidak Berfusi


Frekuensi terjadinya hibrid sel limpa-sel mieloma biasanya rendah, karena itu
penting untuk mematikan sel yang tidak fusi yang jumlahnya lebih banyak agar sel hibrid
mempunyai kesempatan untuk tumbuh dengan cara membiakkan sel hibrid dalam media
selektif yang mengandung hypoxanthine, aminopterin, dan thymidine (HAT).

d. Isolasi dan Pemilihan Klon Hibridoma


Sel hibrid dikembangbiakkan sedemikian rupa, sehingga tiap sel hibrid akan
membentuk koloni homogen yang disebut hibridoma. Tiap koloni kemudian dipelihara
terpisah satu sama lain. Hibridoma yang tumbuh diharapkan mensekresi antibodi ke dalam
medium, sehingga antibodi yang terbentuk bisa diisolasi.
Umumnya penentuan antibodi yang diinginkan dilakukan dengan cara enzyme
linked immunosorbent assay (EL1SA) atau radioimmunoassay (RIA). Pemilihan klon
hibridoma dilakukan dua kali, pertama adalah dilakukan untuk memperoleh hibridoma
yang dapat menghasilkan antibodi; dan yang kedua adalah memilih sel hibridoma penghasil
antibodi monoklonal yang potensial menghasilkan antibodi monoklonal yang tinggi dan
stabil.

III. Tipe Antibodi Monoklonal


Dua jenis antibodi monoklonal yang digunakan dalam pengobatan kanker:
 Naked mAbs adalah antibodi yang bekerja sendiri. Terdapat obat atau bahan
radioaktif yang melekat pada mereka. Ini adalah mAbs yang paling umum
digunakan saat ini.
 Conjugated mAbs adalah orang-orang yang bergabung dengan obat kemoterapi,
partikel radioaktif atau racun (zat yang racun sel). MAbs ini bekerja, setidaknya
sebagian, dengan bertindak sebagai menembakan perangkat untuk membawa zat ini
langsung ke sel-sel kanker.

IV. Aplikasi Terapi dari Antibodi Monoklonal

1. Induksi imunisasi pasif


2. Diagnostik imaging. Antibodi monoklonal dapat digunakan untuk melihat protein
tertentu dalam tubuh, misal antibodi monoklonal dikonjugasikan dengan logam inert
pasien yang dirontgen. Dari hasil rontgen tersebut dapat dikenali protein tertentu
yang terlibat dalam penyakit. Cara ini  juga diterapkan dalam melihat metastasis sel
kanker.
3. Diagnostik molekular. Antibodi monoklonal dapat diaplikasikan untuk identifikasi
penyakit yang lebih dikenal dengan imunologikal diagnostik. Di mana deteksi
imunologik merupakan deteksi imunologik merupakan sistem deteksi yang sensitif,
spesifik, dan sederhana. Misal: membedakan DHF dan tifus.
4. Monitoring terapi obat (untuk live-saving drug)
5. Sistem penghantaran obat (Drug delivery system/DDS)
6. Isolasi dan atau purifikasi obat baru
7. Terapi kanker. Para ahli bisa membuat antibodi monoklonal yang mampu bereaksi
dengan antigen spesifik berbagai jenis sel kanker. Dengan ditemukannya lebih
banyak lagi antigen kanker, berarti akan semakin banyak antibodi monoklonal yang
bisa digunakan untuk terapi berbagai jenis kanker.Bila antibodi berikatan dengan
antigen tumor spesifik yang terdapat di permukaan sel, maka ia juga bisa
menginduksi sel mengalami apoptosis.

B. ANTIBODI POLIKLONAL

I. Pengertian

Antibodi poliklonal adalah adalah campuran


antibodi heterogen yang berikatan terhadap berbagai
epitopes dari antigen sama. Antibodi ini dihasilkan oleh
klon sel B yang berbeda dari hewan sehingga memiliki sifat
kimia imun yang berbeda. Antibodi poliklonal campuran
dapat memiliki sedikit perbedaan pada spesifitas dan
afinitasnya. Antibodi poliklonal paling sering diproduksi di
kelinci tetapi juga dibuat dalam mamalia lainnya termasuk
kambing, babi, babi guinea dan sapi. Kelinci putih Selandia
Baru sering dijadikan pilihan dalam produksi antibodi
poliklonal karena kemudahan dalam pemeliharaan dan
menunjukkan respon imun yang optimal. Selain itu,
antibodi kelinci memicu protein manusia atas kelebihan antibodi atau antigen yang lebih
luas.

II. Produksi
Antibodi poliklonal diproduksi pada kelinci dengan
cara mengimunisasi kelinci dengan antigen (juga
dikenal sebagai immunogen) menggunakan dosis yang
berkisar 10 ug-200 ug. Imunisasi biasanya dilakukan
secara intradermal atau subkutan, tetapi juga dapat
dibuat ke dalam telapak kaki, intamuskular atau
intaperitonial. Antigen dapat disiapkan dengan atau
tanpa adjuvant lengkap seperti Freund`s atau
Incomplete adjuvant yang dapat meningkatkan respon
imun.
Untuk immunogenic protein atau peptide yang lebih kecil, immunogen juga dapat
digabungkan ke pembawa protein seperti keyhole limpet hemocyanin (KLH), bovine serum
albumin (BSa), ovalbumin (oVa) dan protein murni turunan dari tuberculin (PPd). Periode
imunisasi bertahan 3 sampai 8 bulan dan hewan biasanya dibantu dengan suntikan
immunogen dua kali seminggu. Darah dikumpulkan dari telinga kelinci, (vena jugularis)
atau dari jantung kelinci tersebut (Boenisch ,2009).
Serum disiapkan dengan memisahkan sel-sel dari darah melalui sentrifugasi dan
persiapan antibodi poliklonal dapat digunakan dalam bentuk antisera yang distabilkan atau
lebih lanjut dimurnikan. Pemurnian immunoglobulin; untuk menghilangkan serum
protein lain dan dapat dilakukan melalui pengendapan amonium sulfat dan kromatografi
pertukaran ion, juga dengan isolasi afinitas atau pemurnian Protein A atau G.

III. Aplikasi Antibodi Poliklonal


Dalam pengobatan penggunaan paling umum dari antibodi poliklonal adalah
pemberian kekebalan pasif terhadap penyakit tertentu. Pada pengobatan Ebola, misalnya,
adalah transfusi serum antibodi yang berasal dari manusia.
Dalam penyakit seperti Ebola ini efektif karena virus mengalikan dan bertindak
begitu cepat dalam tubuh sehingga sistem kekebalan tubuh tidak punya waktu untuk
meningkatkan pertahanan sendiri. Ketika seseorang terinfeksi virus Ebola, dia meninggal
jauh sebelum sistem kekebalan tubuh dapat memerangi virus. Oleh karena itu pengobatan
hanya efektif diberikan oleh antiserum dari seseorang yang mengalami infeksi sebelumnya.
Penggunaan medis lain untuk antiserum adalah sebagai antitoksin atau antivenin.
Persiapan ini berisi antibodi spesifik untuk racun dari reptil beracun, arakhnida dan
serangga. Mereka digunakan untuk mengobati orang-orang yang telah digigit atau disengat
oleh hewan-hewan ini. karena racun bertindak terlalu cepat dalam tubuh sistem kekebalan
tubuh tidak punya waktu untuk meningkatkan pertahanan sendiri.

IV. Perbedaan Antibodi Monoklonal Dan Antibodi Poliklonal

Antibodi Poliklonal Antibodi Monoklonal


Tidak mahal dalam produksinya Mahal dalam produksinya

Tidak butuh teknologi yang terlalu Membutuhkan teknologi yang sangat


canggih canggih

Waktu produksi relatif singkat Waktu produksi lama karena harus


membentuk hibridoma

Menghasilkan antibodi nonspesifik dalam Menghasilkan antibodi spesifik dalam


jumlah banyak jumlah banyak

Mengenal beberapa epitop pada antigen Hanya mengenal satu epitop pada antigen
Kumpulan yang terbentuk bervariasi Setelah hibridoma dibuat konstan dan sumber
yang terbarukan dan semua kumpulan akan
sama

V. Kerugian Antibodi Monoklonal dan Antibodi Poliklonal

Antibodi Poliklonal Antibodi Monoklonal


Kumpulan yang terbentuk bervariasi

Memproduksi antibody non spesifik Memproduksi antibody spesifik dalam


dalam jumlah yang besar yang sewaktu- jumlah yang besar tetapi sifatnya bisa
waktu dapat memberikan efek samping menjadi terlalu
pada beberapa aplikasi.
Beberapa epitopes membuatnya penting Lebih rentan terhadap hilangnya Epitop
untuk memeriksa immunogen urutan melalui perawatan kimia antigen daripada
untuk setiap cross-reactivity. antibodi poliklonal
DAFTAR PUSTAKA

Boenisch , Thomas. 2009. Chapter 1 Antibodies. Tersedia di


http://www.dako.com/08002_03aug09_ihc_guidebook_5th_edition_chapter_1.pdf.
(diakses tanggal 1 Juni 2013).
Efendi, Kriana ,M.Farm., Apt. 2012. Antibody Monoklonal. Tersedia di
.http://id.scribd.com/doc/79070293/11-Antibodi-Monoklonal 2012. (diakses
tanggal 1 Juni 2013).
Leach, Corinne. 2013. Immunotherapy. Tersedia di
http://www.cancer.org/treatment/treatmentsandsideeffects/treatmenttypes/immunote
rapy/immunotherapy-monoclonal-antibodies (diakses tanggal 1 Juni 2013).
Liddell,E . 1995 . Antibody Technology . BIOS Scientific Publishers Ltd: UK.
Milner, Jonathan. Polyclonal And Monoclonal: A Comparison. Tersedia di
http://www.abcam.com/index.html?pageconfig=resource&rid=11269&pid=11287
(diakses tanggal 1 Juni 2013).

Radji, Maksum. 2010. Imunologi &Virologi. Penerbitan PT ISFI; Jakarta.

Riechmann L, Clark M, Waldmann H, Winter G. 1988. Reshaping Human Antibodies for


Therapy. Nature; Hal 332.

Anda mungkin juga menyukai