Anda di halaman 1dari 16

MONOCLONAL ANTIBODY

FOR THERAPY
PENDAHULUAN
• Antibodi merupakan campuran protein di dalam darah dan disekresi mukosa
menghasilkan sistem imun bertujuan untuk melawan antigen asing yang
masuk ke dalam sirkulasi darah.
• Antibodi dibentuk oleh sel darah putih yang disebut limfosit B. Limfosit B
akan mengeluarkan antibodi yang kemudian diletakkan pada permukaannya.
• Setiap antibodi yang berbeda akan mengenali dan mengikat hanya satu
antigen spesifik.
•  Antigen merupakan suatu protein yang terdapat pada permukaan bakteri,
virus dan sel kanker. Pengikatan antigen akan memicu multiplikasi sel B dan
penglepasan antibodi. Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons
imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya
Keuntungan
• Spesifik
• Rendah Kontaminan
• Murni
Sumber
•  sel B dari pasien yang telah dinyatakan sembuh dari infeksi SARS-CoV-2.
•  antibodi tikus transgenik yang telah diimunisasi SARS-CoV-2
MONOCLONAL ANTIBODY THERAPY FOR COVID-19

• penghamb
at fusi
peptida,
antibodi
monoklon
al penawar
antiSARS-
CoV-2,
anti-ACE2
• struktur protein spike yang terlibat dalam proses masuknya virus dan
komponen antigen yang dapat memicu respons imun menjadikan
protein spike sebagai target terapi antibodi monoklonal terhadap SARS-
CoV-2. Secara spesifik, domain pengikat reseptor (receptor-binding
domain/RBD) pada subunit S1 dalam glikoprotein spike SARS-CoV-2
yang berinteraksi dengan reseptor sel pejamu dapat menjadi target
terapi antibodi monoklonal untuk menghambat proses masuknya virus
ke dalam sel
• Kemiripan struktur dan fungsi protein spike dari SARS-CoV-2 dan SARS-
CoV yang cukup tinggi (77%) menjadi salah satu alasan pemilihan
molekul tersebut sebagai target antibodi monoklonal.
• Obat ini memiliki profil
keamanan yang cukup baik
pada populasi dewasa dan
anak-anak. Mekanisme
kerja tocilizumab adalah
menghambat interleukin 6
(IL-6) terlarut plasma dan
situs ikatan pada reseptor
IL-6, sehingga
pembentukan kompleks
aktivasi dengan protein
transmembran (GP130-IL-
6-sILr) dapat dicegah
Antibodi Monoklonal dan Aplikasinya
Pada Terapi Target (Targeted Therapy)
Kanker Paru
•  Antibodi mengikat sel kanker dan berpasangan dengan zat sitotoksik
sehingga membentuk suatu kompleks yang dapat mencari dan
menghancurkan sel kanker
• Antibodi monoklonal menggunakan mekanisme kombinasi untuk
meningkatkan efek sitotoksik sel tumor.
• antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC), 
• complement dependent cytotoxicity (CDC),
• mengubah signal transduksi sel tumor atau menghilangkan sel permukaan antigen.
• Antibodi dapat digunakan sebagai target muatan (radioisotop, obat atau toksin)
untuk membunuh sel tumor atau mengaktivasi prodrug di tumor, antibody directed
enzyme prodrug therapy (ADEPT). 
1. Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC)

• ADCC terjadi jika antibodi mengikat antigen sel tumor dan Fc antibodi melekat dengan reseptor Fc pada
permukaan sel imun efektor.  Sel efektor yang berperan masih belum jelas tapi diasumsikan sel fagosit
mononuklear dan atau natural killer (NK). Struktur Fc domain dimanipulasi untuk menyesuaikan jarak
antibodi dan interaksi dengan Fc reseptor. ADCC dapat meningkatkan respons klinis secara langsung
menginduksi destruksi tumor melalui presentasi antigen dan menginduksi respons sel T tumor. Antibodi
monoklonal berikatan dengan antigen permukaan sel tumor melalui Fc reseptor permukaan sel NK. Hal ini
memicu penglepasan perforin dan granzymes untuk menghancurkan sel tumor (gambar 5a). Sel - sel yang
hancur ditangkap antigen presenting cell (APC) lalu dipresentasikan pada sel B sehingga memicu
penglepasan antibodi kemudian antibodi ini akan berikatan dengan target antigen (gambar 5b-d).
2. Complement dependent
cytotoxicity (CDC)

• Pengikatan antibodi monoklonal dengan antigen permukaan sel akan mengawali kaskade
komplement. Complement dependent cytotoxicity (CDC) merupakan suatu metode pembunuh sel tumor yang
lain dari antibodi. Imunoglobulin G1 dan G3 sangat efektif pada CDC melalui jalur klasik aktivasi komplemen
(gambar a). Formasi kompleks antigen antibodi merupakan komplemen C1q berikatan dengan IgG sehingga
memicu komplemen protein lain untuk mengawali penglepasan proteolitik sel efektor kemotaktik / agen
aktivasi C3a dan C5a (gambar 6b). Kaskade komplemen ini diakhiri dengan formasi membrane attack
complex (MAC) (gambar c) sehingga terbentuk suatu lubang pada sel membran. Membrane attack
complex (MAC) memfasilitasi keluar masuknya air dan Na++ yang akan menyababkan sel target lisis (Gambar d)
3. Perubahan transduksi signal

• Reseptor growth factor merupakan suatu antigen target tumor, ekspresinya berlebihan pada keganasan.
Aktivasi transduksi signal pada kondisi normal akan menginduksi respons mitogenik dan meningkatkan
kelangsungan hidup sel, hal ini diikuti dengan ekspresi perkembangan sel tumor yang berlebihan yang
juga menyebabkan tumor tidak sentitif terhadap zat kemoterapi. Antibodi monoklonal sangat potensial
menormalkan laju perkembangan sel dan membuat sel sensitif terhadap zat sitotoksik dengan
menghilangkan signal reseptor ini. Target antibodi EGFR merupakan inhibitor yang kuat untuk transduksi
signal. Terapi antibodi monoklonal memberikan efek penurunan densiti ekspresi target antigen
contohnya penurunan konsentrasi EGFR permukaan sel tumor atau membersihkan ligan seperti VEGF.
Pengikatan ligand reseptor growth factor memicu dimerisasi dan aktivasi kaskade signal (gambar a)
sehingga terjadi proliferasi sel dan hambatan terhadap zat sitotoksik (gambar b). Antibodi monoklonal
menghambat signal dengan cara menghambat dimerisasi atau mengganggu ikatan ligand (gambar c)
4. Antibodi directed enzyme prodrug
therapy (ADEPT)

•  Antibodi directed enzyme prodrug therapy (ADEPT) menggunakan antibodi monoklonal


sebagai penghantar untuk sampai ke sel tumor kemudian enzim
mengaktifkan prodrug pada tumor, hal ini dapat meningkatkan dosis active drug di dalam
tumor. Konjugasi antibodi monoklonal dan enzim mengikat antigen permukaan sel tumor
(gambar a) kemudian zat sitotoksik dalam bentuk inaktif prodrug akan mengikat
konjugasi antibodi monoklonal dan enzim permukaan sel tumor (gambar b-c) akhirnya
inaktivasi prodrug terpecah dan melepaskan active drug di dalam tumor (gambar d)
• Reseptor growth factor sangat penting untuk
mengatur proses seluler tumor seperti
proliferasi, differensiasi, pertahanan,
angiogenesis dan migrasi. Reseptor growth
factor terdiri dari:
• HER-1 (epidermal growth factor [EGFR] atau c-
erb B1),
• HER-2 (c-erb B-2),
• HER3 (c-erb B-3)
• HER4 (c-erb B4). 
TRASTUZUMAB
• ″Trastuzumab″ (Herceptin) merupakan suatu
antibodi monoklonal humanized yang
menghambat sel pertumbuhan dengan cara
mengikat bagian ekstraseluler reseptor
HER2 protein tyrosine kinase. ″Trastuzumab″
juga menginduksi ADCC melalui sel NK dan
monosit untuk melawan sel ganas. ″Trastuzumab
″ mempunyai efek samping berupa disfungsi
jantung (27% pada terapi kombinasi dan 8%
terapi tunggal), mielosupresi dan diare
CETUXIMAB
• ″Cetuximab″
(Erbitux)
merupakan
antibodi
monoklonal chime
ric yang bekerja
mengikat EGFR
pada bagian
ekstraseluler
BEVACIZUMAB
• ″Bevacizumab″
(Avastin)
merupakan
antibodi
monoklonal hum
anized yang
bekerja pada
target VEGF,
menstimulasi
formasi
pembuluh darah
baru tumor

Anda mungkin juga menyukai