SISTEM SENSORIK
Oleh :
Kelompok 1 :
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Sistem
Sensorik”.
Kami menyadari makalah ini belum sempurna, baik dari isi maupun
sistematika penulisannya, maka dari itu kami berterimakasih apabila ada kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
Sampul
KATA PENGANTAR……………………………………………….............................
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………
A. Latar Belakang………………………………………………………………………
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………….
C. Proses Akomodasi………………………………………………………………….
D. Proses Mendengar………………………………………………………………….
A. Kesimpulan……………………………………………………………………..
B. Saran……………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Ada enam macam stimulasi sensorik yang dapat diberikan kepada si Kecil
sedini mungkin. Mereka adalah stimulasi taktil (perabaan), stimulasi vestibular
(keseimbangan), stimulasi propioseptif (gerak antar sendi), stimulasi olfaktori
(penciuman), stimulasi visual (penglihatan), stimulasi auditori (pendengaran), dan
stimulasi pengecapan.
1. stimulasi taktil berhubungan dengan indra peraba Sentuhan dan tekanan adalah
dua cara menstimulasi indra peraba.
2. stimulasi vestibular berhubungan dengan keseimbangan tubuh. kamu dapat
merangsang si Kecil dengan ayunan-ayunan lembut.
3. ada stimulasi olfaktori yang berhubungan dengan penciuman. Rangsang indra
penciuman si Kecil dengan memberikan aroma-aroma harum dan merelaksasi.
4. berikan stimulasi visual kepada si Kecil. Stimulasi ini berhubungan dengan
rangsangan pada indra penglihatan seperti memperkenalkan si Kecil pada warna.
5. berikan stimulasi auditori yaitu stimulasi yang berhubungan dengan rangsangan
pada indra pendengaran. Misalnya, Moms bisa mengajaknya berbicara dengan
suara lembut.
6. perkenalkan rasa-rasa baru untuk menstimulasi indra pengecapannya. Tahap
stimulasi ini mungkin baru dapat Moms lakukan setelah si Kecil memasuki tahap
awal MPASI.
Itulah beberapa macam stimulasi sensorik yang dapat Moms berikan kepada si Kecil.
Selain rajin memberikan stimulasi sensorik, jagalah si Kecil dari kebiasaan-kebiasaan
buruk yang mempengaruhi perkembangan sistem sensoriknya.
B. Fungsi Organ Sensorik
Saraf sensorik mempunyai fungsi untuk membawa sinyal dari organ yang
merespon sebuah rangsangan ke sumsum tulang belakang dan otak. Yang informasi
yang bergerak dari satu titik ke titik yang lain yang disampaikan melalui sistem saraf
pusat.
Sel-sel saraf yang membentuk saraf sensorik yang umumnya dikenal sebagai neuron
sensorik ini ialah neuron tertentu yang merupakan salah satu dari tiga jenis neuron
yang ditemukan dalam tubuh. Yang kedua neuron lain yang dikenal sebagai neuron
relay atau intermediet dan neuron motorik.
Neuron relay ini membawa pesan dari segmen dari sistem saraf pusat yang lain
sementara neuron motorik membawa sinyak dari sistem saraf pusat ke efektor, yang
merupakan organ yang memiliki efek tertentu ketika dirangsang. Pesan yang
disampaikan selama dalam proses ini umumnya dikenal dengan sebagai impuls dan
dikirim sepanjang jalur neuron melalui muatan listrik yang bergerak melintasi
membran sel saraf.
Secara umum, sistem saraf pada manusia memiliki beberapa fungsi. Fungsi
tersebut adalah:
Sistem saraf pusat, yang terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang, memiliki
fungsi untuk menerima informasi atau rangsangan dari semua bagian tubuh,
kemudian mengontrol dan mengendalikan informasi tersebut untuk menghasilkan
respons tubuh.
Informasi atau rangsangan ini termasuk yang berkaitan dengan gerakan, seperti
bicara atau berjalan, atau gerakan tak sadar, seperti berkedip dan bernapas. Ini juga
termasuk bentuk informasi lainnya, seperti pikiran, persepsi, dan emosi manusia.
Secara garis besar, fungsi saraf tepi adalah menghubungkan respon sistem saraf
pusat ke organ tubuh dan bagian lainnya di tubuh Anda. Saraf ini meluas dari saraf
pusat ke area terluar tubuh sebagai jalur penerimaan dan pengiriman rangsangan
dari dan ke otak.
Masing-masing susunan saraf tepi, yaitu somatik dan otonom, memiliki fungsi
yang berbeda.
Sistem saraf somatik bekerja dengan mengontrol semua hal yang Anda sadari dan
secara sadar memengaruhi respon tubuh, seperti menggerakkan lengan, kaki, dan
bagian tubuh lainnya. Fungsi saraf ini menyampaikan informasi sensorik dari kulit,
organ indera, atau otot ke sistem saraf pusat. Selain itu, saraf somatik juga
membawa respons keluar dari otak untuk menghasilkan respon berupa gerakan.
Sebagai contoha, saat menyentuh termos panas, saraf sensorik membawa
informasi ke otak bahwa ini adalah sensasi panas. Setelah itu, saraf motorik
membawa informasi dari otak ke tangan untuk segera menghindar dengan
menggerakkan, melepas, atau menarik tangan dari termos panas tersebut.
Keseluruhan proses ini terjadi kurang lebih dalam waktu satu detik.
Sebaliknya, sistem saraf otonom mengontrol aktivitas yang Anda lakukan secara
tak sadar atau tanpa perlu memikirkannya. Sistem ini terus menerus aktif untuk
mengatur berbagai aktivitas, seperti bernapas, detak jantung, dan proses
metabolisme tubuh.
1. Sistem simpatik
Sistem ini mengatur respons perlawanan dari dalam tubuh ketika ada ancaman
pada
diri Anda. Sistem ini juga mempersiapkan tubuh untuk mengeluarkan energi dan
menghadapi potensi ancaman di lingkungan.
Misalnya, ketika Anda sedang cemas atau takut, saraf simpatik akan memicu
respons dengan mempercepat detak jantung, meningkatkan laju pernapasan,
meningkatkan aliran darah ke otot, mengaktifkan kelenjar produksi keringat, dan
melebarkan pupil mata. Ini dapat membuat tubuh merespons dengan cepat dalam
situasi gawat darurat.
2. Sistem parasimpatik
Sistem ini gunanya menjaga fungsi tubuh normal setelah ada sesuatu yang
mengancam diri Anda. Setelah ancaman berlalu, sistem ini akan memperlambat
detak jantung, memperlambat pernapasan, mengurangi aliran darah ke otot, dan
menyempitkan pupil mata. Ini memungkinkan kita untuk mengembalikan tubuh ke
kondisi normal.
C. Proses Akomodasi
Akomodasi adalah perubahan dinamis dari kekuatan dioptri optik mata yang
memungkinkan titik fokus mata berpindah dari objek yang jauh ke objek yang dekat.
Titik terdekat di mana benda-benda kecil dapat dilihat dengan jelas disebut punctum
proximum dan titik terjauh disebut punctum remotum. Proses akomodasi didukung
oleh kontraksi otot siliaris, relaksasi otot zonular di ekuator lensa, penurunan
diameter lensa serta penebalan lensa kristalin melalui gaya yang diberikan pada lensa
oleh kapsul lensa. Peningkatan kekuatan optik lensa dicapai melalui peningkatan
kelengkungan permukaan anterior dan posterior lensa yang diikuti dengan penebalan
lensa.Mata emetropia yang tidak berakomodasi membuat objek jauh yang terletak
pada atau melebihi jarak tak terhingga difokuskan pada retina. Mata miopia memiliki
panjang aksial yang terlalu panjang untuk megimbangi kekuatan optik lensa dan
kornea sehingga ia tidak dapat mempertahankan gambar yang tajam dan fokus untuk
benda dengan jarak tak terhingga kecuali dilakukan kompensasi optik,yaitu
disediakannya lensa kacamata berkekuatan negatif. Penderita miopia dapat
memfokuskan benda yang dekat dengan mata dengan jelas tanpa akomodasi. Mata
hipermetropia hanya bisa memfokuskan benda dengan jelas pada jarak takterhingga
melalui proses akomodasi dengan meningkatkan kekuatan optik mata dan
menghasilkan daya amplitudo akomodasi.
Struktur akomodatif mata terdiri dari badan siliar, otot siliaris, serabut zonula
anterior dan posterior, dan lensa kristalin. Otot siliaris terletak di dalam badan
siliaris, di bawah sklera anterior. Otot siliaris terdiri dari tiga jenis serat otot yang
terletak secara longitudinal, radial, dan sirkular. Serabut-serabut zonular anterior
menginsersi dan mengelilingi ekuator lensa. Serabut zonular ini berperan dalam
menjaga elemen kelenturan lensa kristalin. Serabut zonular posterior memanjang
dari ujung badan silier hingga pars plana dari badan siliaris posterior dekat ora
serata. Lensa kristalin terdiri dari sebuah nukleus di sentral dan korteks
disekelilingnya. Lensa kristalin tersebut dikelilingi oleh kapsul lensa yang elastis
dan penuh kolagen.
Badan siliaris adalah struktur yang menjembatani segmen anterior dan posterior
bola mata. Badan siliaris terletak diantara scleral spur dan retina. Dasar dari iris
menyatu masuk dengan badan siliaris anterior. Posterior iris membentuk bagian
bergelombang yang dinamakan pars plikata. Pars plana terletak pada sisi posterior
pars plikata. Posterior badan siliaris bergabung dengan ora serrata dari retina.
Badan siliaris memiliki dua fungsi utama, yaitu pembentukan humor akuos dan
akomodasi lensa. Badan siliaris juga berperan dalam aliran trabekular dan
uveoskleral dari humor akuos.5,3,6Otot siliaris terdapat dalam area triangular di
dalam badan siliaris di bawah sklera anterior. Otot siliaris terdiri dari tiga
kelompok serabut otot, yaitu serabut longitudinal, serabut radial, dan serabut
sirkuler. Serabut longitudinal memanjang secara longitudinal diantara scleral spur
dan koroid. Serabut radial menempel di sisi anterior scleral spur, sisi perifer badan
silier, dan sisi posterior tendon koroid serta bercabang membentuk serabut V dan
Y. Serabut sirkuler terletak di bawah serabut radial dan lebih dekat dengan lensa.
Kontraksi otot siliaris mendorong tejadinya kontraksi pada ketiga serabut otot
siliaris secara bersamaan. Kontraksi memicu terjadinya penebalan pada serabut
otot sirkuler dan penipisan pada serabut otot radial dan longitudinal. Kontraksi
tersebut juga mendorong sisi anterior koroid ke depan dan menggerakkan puncak
dari proses siliaris menuju ekuator lensa sehingga meregangkan tegangan serabut
zonula dan mendorong terjadinya akomodasi.
b.) Serabut Zonula
Serabut zonula adalah serabut fibril yang kompleks dengan diameter 40-50
mikrometer. Serabut zonula berasal dari basal lamina epitel tidak terpigmentasi
dari pars plana dan pars plikata badan silier. Serabut zonula adalah serat elastin
yang bahkan lebih elastis daripada kapsul lensa. Fungsi utamanya adalah untuk
menstabilkan lensa dan memungkinkan akomodasi terjadi.serabut zonula
menempel pada kapsul lensa secara superfisial dimana sebagian serabutnya
menembus kapsul dan menyatu secara mekanik dan kimiawi. Penetrasi serabut
zonula bila dilihat dari mikroskop elektron, bisa dideksripsikan sebagai berikut,
yaitu terdiri dari tiga helai serat yang menuju ke permukaan lensa anterior,
ekuator, dan posterior. Mata yang terfokus pada benda jauh akan membuat serat
zonula menegang sehingga lensa memipih. Saat berakomodasi, kontraksi dari
badan siliar mendorong insersi proksimal dari serat zonula ke depan dan ke dalam
sehingga lensa menjadi lebih globular dan mata berakomodasi untuk penglihatan
dekat. Serat zonula posterior kemudian diketahui membantu menarik otot
siliariskembali ke posisi tidak terakomodasi.
c.) Lensa
Lensa adalah struktur bikonveks yang terletak tepat di belakang bilik posterior dan
pupil. Lensa berperan 20,00 D dari 60,00 D kekuatan fokus mata dewasa.
Diameter ekuatorial lensa adalah 6,5 mm saat lahir, meningkat dalam 2-3 dekade
pertama kehidupan dan menetap dengan ukuran 9-10 mm diameter di akhir usia.
Lebar anteroposterior lensa adalah sekitar 3 mm saat lahir dan meningkat setelah
dekade kedua kehidupan menjadi 6 mm saat berusia sekitar 80 tahun.Daya
akomodatif lensa menurun seiring dengan peningkatan usia, hingga hanya menjadi
1.00 D di usia 64 tahun. Penurunan daya akomodatif dikarenakan adanya
peningkatan ukuran lensa, perubahan komponen mekanis, dan peningkatan
kekakuan inti lensa akibat perubahan protein kristalin dari serabut sitoplasma.
Faktor penurunan daya akomodatif diantaranya adalah perubahan dalam geometri
dari penempelan serabut zonular seiring dengan bertambahnya usia dan perubahan
elastisitas kapsul lensa. Lensa tidak memiliki sistem persyarafan dan tidak dilewati
pembuluh darah. Regresi vaskularisasi hialoid selama embriogenesis membuat
nutrisi pada lensa hanya bergantung pada air dan cairan vitreous.
Lensa kristalin sebagian besar terdiri dari sel serat lensa yang menyusun nukleus
dan korteks. Permukaan anterior lensa, di bawah kapsul, terdapat lapisan sel epitel
lensa yang bagian dalamnya akan terus berdiferensiasi menjadi serat lensa.
Proliferasi dan diferensiasi ini berlanjut sepanjang hidup. Lensa kristalin memiliki
indeks bias gradien, dengan indeks bias refraktif sebesar 1,385 di area kutub dan
1,406 di pusat nukleus. Lensa manusia muda dewasa saat tidak berakomodasi
berdiameter sekitar 9,0 mm dan memiliki ketebalan sekitar 3,6 mm.3,8Lensa
kristalin dikelilingi oleh kapsul lensa. Kapsul lensa adalah membran elastis tipis,
transparan, yang disekresikan oleh sel-sel epitel lensa yang sebagian besar terdiri
dari kolagen tipe IV. Ketebalan kapsul pada kutub anterior adalah sekitar 11-15
μm. Sintesis kapsul lensa anterior terus berjalan sepanjang hayat sehingga
ketebalannya bertambah hingga sekitar sekitar 13,5–16 μm. Regio ekuator kapsul
tempat insersi serat zonular anterior, memiliki ketebalan sekitar sekitar 7 μm di
ekuator lensa dan tidak tampak menebal seiring dengan bertambahnya usia.
Ketebalan kapsul posterior lensa menurun hingga kutub posterior lensa yaitu
sekitar 4 μm.
D. Proses Mendengar
Meskipun mendengar adalah sebuah proses yang kompleks, namun pada dasarnya
mendengar merupakan kegiatan pasif yang otomatis - tanpa disadari terlibat dalam
proses. Berikut adalah uraian singkat bagaimana kita dapat mendengar:
Otak membutuhkan informasi yang baik dari kedua telinga agar dapat
menginterpretasikan bunyi menjadi kata-kata dan membantu kita untuk memahami
percakapan.
Berikut ini adalah beberapa jenis pemeriksaan mata yang umum dilakukan:
Untuk memeriksa bagian mata yang lebih dalam, seperti pembuluh darah, saraf
mata, dan retina, dokter akan melakukan pemeriksaan menggunakan alat yang
disebut oftalmoskop.
Tes ini bertujuan untuk menilai kekuatan otot mata dalam menggerakkan bola
mata. Pada pemeriksaan ini, dokter akan meminta pasien untuk menutup dan
membuka kelopak mata lalu mengikuti gerakan jari dokter atau objek lainnya.
Prosedur ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jelas penglihatan pasien ketika
melihat suatu objek pada jarak tertentu. Tes ketajaman penglihatan umumnya
dilakukan menggunakan kartu Snellen, yaitu kartu khusus yang terdiri dari
beberapa huruf dan angka dengan ukuran yang bervariasi.
Saat menjalani tes ini, pasien pertama akan diminta untuk melepaskan kacamata
atau lensa kontaknya lalu pemeriksa akan mempersilahkan pasien duduk di
ruangan dengan pencahayaan yang baik. Setelah itu, pemeriksa akan meminta
pasien untuk membaca huruf atau angka pada kartu Snellen yang diletakkan
dengan jarak sekitar 6 meter di depan tempat duduk pasien.
Jika terdapat kelainan refraksi pada mata, pemeriksa kemudian akan menggunakan
alat mirip kacamata yang disebut phoropter untuk menentukan ketebalan lensa
kacamata yang cocok digunakan oleh pasien.
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan mata pasien dalam
melihat suatu benda di sekitar ketika mata terfokus pada satu titik.
Pada pemeriksaan ini, pertama-tama pasien akan diminta untuk duduk dan
menutup salah satu matanya menggunakan tangan, lalu dokter akan mengarahkan
pasien untuk memfokuskan pandangan pada satu titik di depan mata yang terbuka.
Pasien akan diminta untuk tidak menggerakkan mata atau kepala selama
pemeriksaan berlangsung.
Setelah itu, dokter akan menggerakkan jarinya atau benda tertentu dari berbagai
sisi dan pasien akan diminta untuk mengatakan “iya” ketika benda tersebut atau
jari dokter mulai terlihat. Pemeriksaan ini kemudian akan dilakukan pada mata
yang lain.
Tes buta warna adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi apakah
pasien mengalami buta warna atau kesulitan dalam mengidentifikasi warna
tertentu.
Pemeriksaan mata ini paling sering dilakukan dengan tes Ishihara. Pada metode
pemeriksaan buta warna ini, pasien akan diminta untuk menyebutkan tampilan
angka atau pola tertentu yang muncul di kartu berwarna khusus.
Apabila penglihatan pasien normal, maka ia dapat melihat angka yang tertera pada
kartu tersebut. Namun, jika pasien mengalami buta warna, maka angka tersebut
akan tidak terbaca atau tampak seperti angka lainnya.
6. Tonometri
Tonometri merupakan tes yang dilakukan untuk mengukur tekanan di dalam bola
mata atau tekanan intraokular (TIO). Tes ini dilakukan untuk memeriksa apakah
terdapat penyakit yang dapat meningkatkan tekanan bola mata meningkat,
misalnya glaukoma.
Tonometri aplanasi
Saat melakukan pemeriksaan ini, dokter akan memberikan obat tetes mata yang
berisi anestesi lokal di kedua mata pasien dan pewarna khusus pada mata. Setelah
beberapa menit, ketika efek obat bius lokal sudah mulai bekerja, pasien akan
diminta untuk duduk di depan slit-lamp dengan mata terbuka.
Setelah itu, dokter akan menempelkan alat khusus di kedua permukaan bola mata
pasien untuk menilai tekanan di dalam bola. Karena sudah ditetesi obat bius lokal,
pemeriksaan ini tidak terasa sakit.
Tonometri nonkontak
Gangguan pendengaran ini terjadi ketika gelombang suara tidak dapat masuk ke
dalam telinga. Gangguan pendengaran konduktif umumnya ringan dan hanya terjadi
sementara.
Kondisi ini terjadi ketika ada gangguan pada organ di dalam telinga atau saraf yang
mengontrol pendengaran. Tingkat keparahan gangguan pendengaran sensorineural
bisa ringan sampai tuli total.
Dokter akan menyarankan agar dilakukan tes pendengaran pada seseorang yang
mengalami gejala atau tanda-tanda berikut:
Ada beberapa hal yang perlu diketahui sebelum menjalani tes pendengaran, yaitu:
Beri tahu dokter jika Anda menderita flu atau infeksi telinga. Pasalnya, kedua
kondisi tersebut dapat memengaruhi hasil tes.
Beri tahu dokter jika Anda sedang menggunakan obat, suplemen, atau produk
herbal. Penggunaan obat atau suplemen tertentu dikhawatirkan dapat berpengaruh
terhadap hasil pemeriksaan.
Pada pasien anak-anak yang hendak menjalani tes BERA, dokter akan memberikan
obat penenang sebelum memulai tes. Tujuannya adalah agar anak bisa tenang saat
dipasangi elektroda.
Dokter juga akan memeriksa bagian dalam telinga dan mengeluarkan kotoran telinga
jika ada.
Ada beberapa jenis tes pendengaran yang bisa dilakukan untuk mendeteksi gangguan
pendengaran. Konsultasikan dengan dokter THT mengenai tes mana yang tepat untuk
Anda.
1. Tes bisik
Dalam tes bisik, dokter akan meminta pasien untuk menutup lubang telinga yang
tidak diperiksa dengan jari. Setelah itu, dokter akan membisikkan kata atau kombinasi
huruf dan angka, kemudian meminta pasien mengulangi apa yang dibisikkan.
Saat berbisik pada pasien, dokter akan berada kurang dari 1 meter di belakang pasien
untuk mencegah pasien membaca gerak bibir. Jika pasien tidak dapat mengulangi
kata yang dibisikkan, dokter akan menggunakan kombinasi huruf dan angka yang
berbeda atau membisikkan kata lebih keras sampai pasien bisa mendengarnya.
Setelah tes pada satu telinga selesai, tes akan diulangi pada telinga yang lain. Pasien
dianggap lulus tes bisik jika mampu mengulangi 50% kata yang diucapkan dokter.
Dalam tes ini, dokter menggunakan garpu tala dengan frekuensi 256–512Hz untuk
mengetahui respons pasien terhadap suara dan getaran di dekat kedua telinga. Tes
garpu tala ini dilakukan pada tes Weber dan tes Rinne.
Pada tes Weber, dokter akan membenturkan garpu tala, lalu meletakkannya di bagian
tengah dahi pasien. Sedangkan pada tes Rinne, dokter akan membenturkan garpu tala,
kemudian meletakkannya di bagian belakang dan samping telinga pasien.
Pasien akan diminta menjelaskan apakah suara terdengar jelas di kedua telinga atau di
salah satu telinga saja. Pasien juga akan diminta memberi tanda jika tidak mendengar
suara apa pun.
Tes audiometri tutur bertujuan untuk mengetahui seberapa keras suara yang harus
diperdengarkan sampai pasien bisa mendengarnya. Tes ini juga bertujuan untuk
mengetahui apakah pasien dapat memahami dan membedakan berbagai kata yang
diucapkan oleh dokter.
Dalam tes ini, pasien akan diminta untuk mengenakan headphone. Setelah itu, dokter
akan memperdengarkan kata-kata melalui headphone dalam volume yang bervariasi
dan meminta pasien mengulang kata-kata yang diperdengarkan.
Dalam tes ini, dokter menggunakan audiometer, yaitu alat yang menghasilkan nada
murni. Alat ini diperdengarkan pada pasien melalui headphone dalam nada-nada yang
frekuensi dan intensitas suaranya bervariasi, mulai dari 250Hz hingga 8.000Hz.
Tes ini dimulai dengan intensitas suara yang masih terdengar, lalu dikurangi secara
bertahap hingga tidak lagi terdengar oleh pasien. Selanjutnya, intensitas suara akan
ditingkatkan kembali sampai pasien bisa mendengarnya. Pasien akan diminta untuk
memberi tanda jika masih bisa mendengar suara.
Dalam tes BAER atau disebut juga brainstem evoke response audiometry (BERA),
dokter akan menempelkan elektroda pada ubun-ubun dan daun telinga pasien. Setelah
itu, dokter akan memperdengarkan suara klik atau nada tertentu melalui earphone dan
mesin akan merekam respons otak pasien terhadap suara tersebut.
Hasil tes akan menunjukkan peningkatan aktivitas otak setiap kali pasien mendengar
suara yang dihasilkan mesin. Jika hasil tes tidak menunjukkan peningkatan aktivitas
otak saat suara diperdengarkan, kemungkinan pasien mengalami tuli. Hasil tes yang
tidak normal bisa juga berarti ada gangguan pada otak atau sistem saraf pasien.
Dalam tes ini, alat kecil yang dilengkapi earphone dan mikrofon diletakkan di liang
telinga pasien. Kemudian, dokter akan menghantarkan suara ke telinga pasien melalui
earphone dan mikrofon akan mendeteksi respons pada koklea.
Respons yang dihasilkan koklea akan ditampilkan di layar monitor, sehingga pasien
tidak perlu memberikan tanda apa pun jika mendengar suara. Dokter akan menilai
suara apa yang menghasilkan respons dan bagaimana kekuatan responsnya.
Melalui tes OAE, dokter bisa menentukan jenis gangguan pendengaran yang dialami
pasien. OAE juga dapat mendeteksi penyumbatan di bagian luar dan tengah telinga.
Acoustic reflex measures (ARM) atau middle ear muscle reflex (MEMR) bertujuan
untuk mengetahui respons telinga terhadap suara yang nyaring. Pada pendengaran
yang normal, otot kecil di dalam telinga akan mengencang ketika mendengar suara
nyaring.
Dalam tes ARM, lubang telinga pasien akan dipasangkan karet kecil yang terhubung
ke mesin perekam. Setelah itu, suara yang keras akan diperdengarkan melalui karet
tadi dan mesin akan merekam respons dari telinga pasien.
Jika pendengaran pasien buruk, butuh suara yang keras untuk memicu respons
telinga. Bahkan, pada kondisi yang parah, telinga tidak memberikan respons sama
sekali.
8. Timpanometri
Sebelum memulai tes, dokter akan memeriksa liang telinga pasien untuk memastikan
tidak ada kotoran atau benda lain yang menyumbat. Setelah liang telinga dipastikan
bersih, dokter akan memasang alat kecil seperti earphone di masing-masing telinga
pasien.
Setelah terpasang, alat tersebut akan mengembuskan udara dalam tekanan yang
bervariasi ke dalam telinga untuk membuat gendang telinga bergerak. Gerakan
gendang telinga tersebut kemudian akan ditampilkan dalam grafik pada perangkat
khusus yang disebut timpanogram.
Grafik pada timpanogram akan menunjukkan apakah gendang telinga pasien bergerak
normal, terlalu kaku, atau terlalu banyak bergerak. Melalui timpanogram, dokter juga
bisa mengetahui apakah ada robekan pada gendang telinga pasien atau cairan pada
telinga tengah.
Selama tes berlangsung, pasien tidak dibolehkan berbicara, bergerak, atau melakukan
gerakan menelan karena akan memengaruhi hasil tes.
Pendengaran pasien dinilai tidak ada masalah jika tekanan udara di telinga tengah
berkisar antara +50 hingga -150 decapascal, tidak terdapat cairan di bagian tengah
telinga, dan pergerakan gendang telinga masih normal.
Timpanometri hanya dilakukan untuk memeriksa bagian tengah telinga. Dokter akan
menyarankan pasien untuk menjalani tes lain jika tes timpanometri menunjukkan
hasil abnormal.
Setelah Tes Pendengaran:
Dokter akan mendiskusikan hasil tes dengan pasien. Jika hasil tes tidak normal,
dokter mungkin akan menyarankan pasien untuk menggunakan alat bantu dengar atau
alat pelindung telinga jika sedang berada di tempat yang bising.
Tingkat keparahan gangguan pendengaran diukur dalam satuan desibel (dB). Pasien
yang telah menjalani tes pendengaran bisa mendapatkan hasil sebagai berikut:
Pasien yang mengalami gangguan pendengaran ringan sulit membedakan kata yang
diucapkan dengan suara pelan.
Pasien sulit mendengar hampir semua suara. Biasanya, pasien dengan gangguan
pendengaran berat memerlukan alat bantu dengar.
Tes pendengaran sangat jarang menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, tes ini bisa
dan aman untuk dilakukan pada semua orang dari segala usia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
https://kumparan.com/babyologist/mengenal-7-macam-stimulasi-sensorik-pada-anak-
1rPKIGstSLh
https://hellosehat.com/saraf/sistem-saraf-manusia/?amp=1
https://www.pusatalatbantudengarmelawai.com/proses-telinga-mendengar-suara.html
https://www.alodokter.com/jenis-jenis-pemeriksaan-mata-yang-perlu-anda-ketahui
https://www.alodokter.com/tes-pendengaran-ini-yang-harus-anda-
ketahui#:~:text=Tes%20pendengaran%20adalah%20prosedur%20untuk,menyebabka
n%20getaran%20pada%20gendang%20telinga.