Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH BIOMEDIK

SISTEM SENSORIK

Oleh :

Kelompok 1 :

1. Julio Adolvid Mema 10.Theodora Daiju Laka


2. Susmita Nale 11. Marliana Pandak
3. Maria Dominika M Fabir 12. Apliana Dairu Bora
4. Desiana Pote Wali 13. Yuliana Roki Ngura
5. Theresia Yulita Lende 14. Erin Ina Yani
6. Fransiska Rolia Novita Kaka Bali 15. Marsalina Kaka Yeru
7. Haryono 16. Irene Letepalido Riang Gesi
8. Korlina Goro Lere 17. Arvento Dwikevin Riwu
9. Evlin Dewiyanti Rambu Bangi Reha

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN WAIKABUBAK

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Sistem
Sensorik”.

Pada kesempatan ini,dengan segala kerendahan hati, terimakasih kepada


coordinator mata perkuliahan Biomedik, yaitu ibu Grasiana Florida Boa yang telah
memberikan tugas makalah ini.

Kami menyadari makalah ini belum sempurna, baik dari isi maupun
sistematika penulisannya, maka dari itu kami berterimakasih apabila ada kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, semoga bermanfaat bagi rekan-rekan seperjuangan khususnya


program studi ilmu keperawatan waikabubak nantinya.

Waikabubak, 3 Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Sampul

KATA PENGANTAR……………………………………………….............................

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………

A. Latar Belakang………………………………………………………………………

B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………….

A. Macam-Macam Organ Sensorik ………..…………………………………………..

B. Fungsi Organ Sensorik ...............…….……………………………………………..

C. Proses Akomodasi………………………………………………………………….

D. Proses Mendengar………………………………………………………………….

E. Penilaian Fungsi Penglihatan………………………………………………………

F. Penilaian Fungsi Pendengaran……………………………………………………..

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………………..

B. Saran……………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem sensorik adalah sistem penghantaran rangsangan dari reseptor ke pusat


otak. Sistem ini merupakan bagian dari sistem saraf yang menerima rangsangan dari
lingkungan internal maupun eksternal. Sistem sensorik menyalurkan informasi ke
bagian otak yang bertugas mengolah informasi melalui stimulus.

Sistem sensorik di antaranya berfungsi untuk mengetahui adanya bahaya atau


hal yang mengancam yang berhubungan dengan penglihatan, pendengaran,
penciuman, dan perasaan rasa-nyeri, rasa-raba, rasa-panas, rasa-dingin, dan lain
sebagainya. Perkembangan pada sistem sensorik menjadi sangat penting karena
manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya jika terjadi kelainan atau kerusakan
pada sistem sensoriknya. Maka dari itu, sistem sensorik manusia perlu dirangsang
sedini mungkin agar dapat berfungsi dan berkembang secara maksimal. Memberi
stimulasi pada sistem sensorik baiknya dilakukan sejak bayi.

B. Rumusan Masalah

1. Sebutkan macam-macam organ sensorik ?


2. Fungsi organ sensorik ?
3. Proses Akomodasi ?
4. Proses Mendengar ?
5. Penilaian Fungsi Penglihatan ?
6. Penilaian Fungsi Pendengaran ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Macam-macam organ sensorik

Ada enam macam stimulasi sensorik yang dapat diberikan kepada si Kecil
sedini mungkin. Mereka adalah stimulasi taktil (perabaan), stimulasi vestibular
(keseimbangan), stimulasi propioseptif (gerak antar sendi), stimulasi olfaktori
(penciuman), stimulasi visual (penglihatan), stimulasi auditori (pendengaran), dan
stimulasi pengecapan.

1. stimulasi taktil berhubungan dengan indra peraba Sentuhan dan tekanan adalah
dua cara menstimulasi indra peraba.
2. stimulasi vestibular berhubungan dengan keseimbangan tubuh. kamu dapat
merangsang si Kecil dengan ayunan-ayunan lembut.
3. ada stimulasi olfaktori yang berhubungan dengan penciuman. Rangsang indra
penciuman si Kecil dengan memberikan aroma-aroma harum dan merelaksasi.
4. berikan stimulasi visual kepada si Kecil. Stimulasi ini berhubungan dengan
rangsangan pada indra penglihatan seperti memperkenalkan si Kecil pada warna.
5. berikan stimulasi auditori yaitu stimulasi yang berhubungan dengan rangsangan
pada indra pendengaran. Misalnya, Moms bisa mengajaknya berbicara dengan
suara lembut.
6. perkenalkan rasa-rasa baru untuk menstimulasi indra pengecapannya. Tahap
stimulasi ini mungkin baru dapat Moms lakukan setelah si Kecil memasuki tahap
awal MPASI.

Itulah beberapa macam stimulasi sensorik yang dapat Moms berikan kepada si Kecil.
Selain rajin memberikan stimulasi sensorik, jagalah si Kecil dari kebiasaan-kebiasaan
buruk yang mempengaruhi perkembangan sistem sensoriknya.
B. Fungsi Organ Sensorik

Saraf sensorik mempunyai fungsi untuk membawa sinyal dari organ yang
merespon sebuah rangsangan ke sumsum tulang belakang dan otak. Yang informasi
yang bergerak dari satu titik ke titik yang lain yang disampaikan melalui sistem saraf
pusat.

Sel-sel saraf yang membentuk saraf sensorik yang umumnya dikenal sebagai neuron
sensorik ini ialah neuron tertentu yang merupakan salah satu dari tiga jenis neuron
yang ditemukan dalam tubuh. Yang kedua neuron lain yang dikenal sebagai neuron
relay atau intermediet dan neuron motorik.

Neuron relay ini membawa pesan dari segmen dari sistem saraf pusat yang lain
sementara neuron motorik membawa sinyak dari sistem saraf pusat ke efektor, yang
merupakan organ yang memiliki efek tertentu ketika dirangsang. Pesan yang
disampaikan selama dalam proses ini umumnya dikenal dengan sebagai impuls dan
dikirim sepanjang jalur neuron melalui muatan listrik yang bergerak melintasi
membran sel saraf.

1. Fungsi sistem saraf

Secara umum, sistem saraf pada manusia memiliki beberapa fungsi. Fungsi
tersebut adalah:

 Mengumpulkan informasi dari dalam dan luar tubuh (fungsi sensorik).

 Mengirimkan informasi ke otak dan sumsum tulang belakang.

 Memproses informasi di otak dan sumsum tulang belakang (fungsi integrasi).

 Mengirimkan informasi ke otot, kelenjar, dan organ sehingga dapat merespon


dengan tepat (fungsi motorik).
 Masing-masing struktur sistem saraf, yaitu saraf pusat dan tepi, menjalankan
fungsi yang berbeda. Berikut adalah penjelasannya.

2. Sistem saraf pusat

Sistem saraf pusat, yang terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang, memiliki
fungsi untuk menerima informasi atau rangsangan dari semua bagian tubuh,
kemudian mengontrol dan mengendalikan informasi tersebut untuk menghasilkan
respons tubuh.

Informasi atau rangsangan ini termasuk yang berkaitan dengan gerakan, seperti
bicara atau berjalan, atau gerakan tak sadar, seperti berkedip dan bernapas. Ini juga
termasuk bentuk informasi lainnya, seperti pikiran, persepsi, dan emosi manusia.

3. Sistem saraf tepi

Secara garis besar, fungsi saraf tepi adalah menghubungkan respon sistem saraf
pusat ke organ tubuh dan bagian lainnya di tubuh Anda. Saraf ini meluas dari saraf
pusat ke area terluar tubuh sebagai jalur penerimaan dan pengiriman rangsangan
dari dan ke otak.

Masing-masing susunan saraf tepi, yaitu somatik dan otonom, memiliki fungsi
yang berbeda.

4. Sistem saraf somatik

Sistem saraf somatik bekerja dengan mengontrol semua hal yang Anda sadari dan
secara sadar memengaruhi respon tubuh, seperti menggerakkan lengan, kaki, dan
bagian tubuh lainnya. Fungsi saraf ini menyampaikan informasi sensorik dari kulit,
organ indera, atau otot ke sistem saraf pusat. Selain itu, saraf somatik juga
membawa respons keluar dari otak untuk menghasilkan respon berupa gerakan.
Sebagai contoha, saat menyentuh termos panas, saraf sensorik membawa
informasi ke otak bahwa ini adalah sensasi panas. Setelah itu, saraf motorik
membawa informasi dari otak ke tangan untuk segera menghindar dengan
menggerakkan, melepas, atau menarik tangan dari termos panas tersebut.
Keseluruhan proses ini terjadi kurang lebih dalam waktu satu detik.

5. Sistem saraf otonom

Sebaliknya, sistem saraf otonom mengontrol aktivitas yang Anda lakukan secara
tak sadar atau tanpa perlu memikirkannya. Sistem ini terus menerus aktif untuk
mengatur berbagai aktivitas, seperti bernapas, detak jantung, dan proses
metabolisme tubuh.

Ada dua bagian dari saraf ini:

1. Sistem simpatik

Sistem ini mengatur respons perlawanan dari dalam tubuh ketika ada ancaman
pada

diri Anda. Sistem ini juga mempersiapkan tubuh untuk mengeluarkan energi dan
menghadapi potensi ancaman di lingkungan.

Misalnya, ketika Anda sedang cemas atau takut, saraf simpatik akan memicu
respons dengan mempercepat detak jantung, meningkatkan laju pernapasan,
meningkatkan aliran darah ke otot, mengaktifkan kelenjar produksi keringat, dan
melebarkan pupil mata. Ini dapat membuat tubuh merespons dengan cepat dalam
situasi gawat darurat.

2. Sistem parasimpatik

Sistem ini gunanya menjaga fungsi tubuh normal setelah ada sesuatu yang
mengancam diri Anda. Setelah ancaman berlalu, sistem ini akan memperlambat
detak jantung, memperlambat pernapasan, mengurangi aliran darah ke otot, dan
menyempitkan pupil mata. Ini memungkinkan kita untuk mengembalikan tubuh ke
kondisi normal.

C. Proses Akomodasi

Akomodasi adalah perubahan dinamis dari kekuatan dioptri optik mata yang
memungkinkan titik fokus mata berpindah dari objek yang jauh ke objek yang dekat.
Titik terdekat di mana benda-benda kecil dapat dilihat dengan jelas disebut punctum
proximum dan titik terjauh disebut punctum remotum. Proses akomodasi didukung
oleh kontraksi otot siliaris, relaksasi otot zonular di ekuator lensa, penurunan
diameter lensa serta penebalan lensa kristalin melalui gaya yang diberikan pada lensa
oleh kapsul lensa. Peningkatan kekuatan optik lensa dicapai melalui peningkatan
kelengkungan permukaan anterior dan posterior lensa yang diikuti dengan penebalan
lensa.Mata emetropia yang tidak berakomodasi membuat objek jauh yang terletak
pada atau melebihi jarak tak terhingga difokuskan pada retina. Mata miopia memiliki
panjang aksial yang terlalu panjang untuk megimbangi kekuatan optik lensa dan
kornea sehingga ia tidak dapat mempertahankan gambar yang tajam dan fokus untuk
benda dengan jarak tak terhingga kecuali dilakukan kompensasi optik,yaitu
disediakannya lensa kacamata berkekuatan negatif. Penderita miopia dapat
memfokuskan benda yang dekat dengan mata dengan jelas tanpa akomodasi. Mata
hipermetropia hanya bisa memfokuskan benda dengan jelas pada jarak takterhingga
melalui proses akomodasi dengan meningkatkan kekuatan optik mata dan
menghasilkan daya amplitudo akomodasi.

1.) Struktur anatomis yang berperan dalam akomodasi

Struktur akomodatif mata terdiri dari badan siliar, otot siliaris, serabut zonula
anterior dan posterior, dan lensa kristalin. Otot siliaris terletak di dalam badan
siliaris, di bawah sklera anterior. Otot siliaris terdiri dari tiga jenis serat otot yang
terletak secara longitudinal, radial, dan sirkular. Serabut-serabut zonular anterior
menginsersi dan mengelilingi ekuator lensa. Serabut zonular ini berperan dalam
menjaga elemen kelenturan lensa kristalin. Serabut zonular posterior memanjang
dari ujung badan silier hingga pars plana dari badan siliaris posterior dekat ora
serata. Lensa kristalin terdiri dari sebuah nukleus di sentral dan korteks
disekelilingnya. Lensa kristalin tersebut dikelilingi oleh kapsul lensa yang elastis
dan penuh kolagen.

a.) Badan siliaris

Badan siliaris adalah struktur yang menjembatani segmen anterior dan posterior
bola mata. Badan siliaris terletak diantara scleral spur dan retina. Dasar dari iris
menyatu masuk dengan badan siliaris anterior. Posterior iris membentuk bagian
bergelombang yang dinamakan pars plikata. Pars plana terletak pada sisi posterior
pars plikata. Posterior badan siliaris bergabung dengan ora serrata dari retina.
Badan siliaris memiliki dua fungsi utama, yaitu pembentukan humor akuos dan
akomodasi lensa. Badan siliaris juga berperan dalam aliran trabekular dan
uveoskleral dari humor akuos.5,3,6Otot siliaris terdapat dalam area triangular di
dalam badan siliaris di bawah sklera anterior. Otot siliaris terdiri dari tiga
kelompok serabut otot, yaitu serabut longitudinal, serabut radial, dan serabut
sirkuler. Serabut longitudinal memanjang secara longitudinal diantara scleral spur
dan koroid. Serabut radial menempel di sisi anterior scleral spur, sisi perifer badan
silier, dan sisi posterior tendon koroid serta bercabang membentuk serabut V dan
Y. Serabut sirkuler terletak di bawah serabut radial dan lebih dekat dengan lensa.

Kontraksi otot siliaris mendorong tejadinya kontraksi pada ketiga serabut otot
siliaris secara bersamaan. Kontraksi memicu terjadinya penebalan pada serabut
otot sirkuler dan penipisan pada serabut otot radial dan longitudinal. Kontraksi
tersebut juga mendorong sisi anterior koroid ke depan dan menggerakkan puncak
dari proses siliaris menuju ekuator lensa sehingga meregangkan tegangan serabut
zonula dan mendorong terjadinya akomodasi.
b.) Serabut Zonula

Serabut zonula adalah serabut fibril yang kompleks dengan diameter 40-50
mikrometer. Serabut zonula berasal dari basal lamina epitel tidak terpigmentasi
dari pars plana dan pars plikata badan silier. Serabut zonula adalah serat elastin
yang bahkan lebih elastis daripada kapsul lensa. Fungsi utamanya adalah untuk
menstabilkan lensa dan memungkinkan akomodasi terjadi.serabut zonula
menempel pada kapsul lensa secara superfisial dimana sebagian serabutnya
menembus kapsul dan menyatu secara mekanik dan kimiawi. Penetrasi serabut
zonula bila dilihat dari mikroskop elektron, bisa dideksripsikan sebagai berikut,
yaitu terdiri dari tiga helai serat yang menuju ke permukaan lensa anterior,
ekuator, dan posterior. Mata yang terfokus pada benda jauh akan membuat serat
zonula menegang sehingga lensa memipih. Saat berakomodasi, kontraksi dari
badan siliar mendorong insersi proksimal dari serat zonula ke depan dan ke dalam
sehingga lensa menjadi lebih globular dan mata berakomodasi untuk penglihatan
dekat. Serat zonula posterior kemudian diketahui membantu menarik otot
siliariskembali ke posisi tidak terakomodasi.
c.) Lensa

Lensa adalah struktur bikonveks yang terletak tepat di belakang bilik posterior dan
pupil. Lensa berperan 20,00 D dari 60,00 D kekuatan fokus mata dewasa.
Diameter ekuatorial lensa adalah 6,5 mm saat lahir, meningkat dalam 2-3 dekade
pertama kehidupan dan menetap dengan ukuran 9-10 mm diameter di akhir usia.
Lebar anteroposterior lensa adalah sekitar 3 mm saat lahir dan meningkat setelah
dekade kedua kehidupan menjadi 6 mm saat berusia sekitar 80 tahun.Daya
akomodatif lensa menurun seiring dengan peningkatan usia, hingga hanya menjadi
1.00 D di usia 64 tahun. Penurunan daya akomodatif dikarenakan adanya
peningkatan ukuran lensa, perubahan komponen mekanis, dan peningkatan
kekakuan inti lensa akibat perubahan protein kristalin dari serabut sitoplasma.
Faktor penurunan daya akomodatif diantaranya adalah perubahan dalam geometri
dari penempelan serabut zonular seiring dengan bertambahnya usia dan perubahan
elastisitas kapsul lensa. Lensa tidak memiliki sistem persyarafan dan tidak dilewati
pembuluh darah. Regresi vaskularisasi hialoid selama embriogenesis membuat
nutrisi pada lensa hanya bergantung pada air dan cairan vitreous.

Lensa kristalin sebagian besar terdiri dari sel serat lensa yang menyusun nukleus
dan korteks. Permukaan anterior lensa, di bawah kapsul, terdapat lapisan sel epitel
lensa yang bagian dalamnya akan terus berdiferensiasi menjadi serat lensa.
Proliferasi dan diferensiasi ini berlanjut sepanjang hidup. Lensa kristalin memiliki
indeks bias gradien, dengan indeks bias refraktif sebesar 1,385 di area kutub dan
1,406 di pusat nukleus. Lensa manusia muda dewasa saat tidak berakomodasi
berdiameter sekitar 9,0 mm dan memiliki ketebalan sekitar 3,6 mm.3,8Lensa
kristalin dikelilingi oleh kapsul lensa. Kapsul lensa adalah membran elastis tipis,
transparan, yang disekresikan oleh sel-sel epitel lensa yang sebagian besar terdiri
dari kolagen tipe IV. Ketebalan kapsul pada kutub anterior adalah sekitar 11-15
μm. Sintesis kapsul lensa anterior terus berjalan sepanjang hayat sehingga
ketebalannya bertambah hingga sekitar sekitar 13,5–16 μm. Regio ekuator kapsul
tempat insersi serat zonular anterior, memiliki ketebalan sekitar sekitar 7 μm di
ekuator lensa dan tidak tampak menebal seiring dengan bertambahnya usia.
Ketebalan kapsul posterior lensa menurun hingga kutub posterior lensa yaitu
sekitar 4 μm.

d.) Stimulus akomodasi

Mata memiliki kekuatan sekitar 0,5–1,5 D saat beristirahat, disebut sebagai


komodasi tonik atau akomodasi utama. Upaya untuk fokus pada dekat
menyebabkan tiga respon fisiologis, yaitu mata mengakomodasi, pupil menyempit
dan konvergensi mata. Ketiga fungsi fisiologis ini disebut sebagai trias
akomodatif. Ketiga tindakan ini diinduksi melalui persarafan parasimpatis
preganglionik yang membentang dari nukleus Edinger – Westphal (EW) di otak.
Otot-otot intraokular (iris dan otot siliaris) dipersarafi oleh saraf siliaris
postganglionik yang memasuki sklera. Otot-otot ekstraokular mata dipersarafi oleh
saraf okulomotor (III), troklear (IV) dan abdusen (VI).Persarafan parasimpatik
berasal dari nukleus Edinger-Westphal (EW) dan dari nervus III yang bersinaps di
ganglion siliaris. Sebagian besar serabut saraf parasimpatetis post ganglionik
berjalan ke otot siliaris melalui saraf siliaris pendek, tetapi sebagian berjalan
dengan saraf siliaris panjang. Saraf simpatis yang berjalan ke otot siliaris berasal
dari diencephalon, menyusuri medula spinalis dan bersinaps di pusat siliospinal
atau spinociliay center of Budge. Jalur kedua meninggalkan serabut saraf melalui
C8, T1, dan T2. Kemudian ia berjalan ke atas melalui jalur simpatis dan bersinaps
pada ganglion cervical superior. Jalur ketiga berjalan ke atas ke plexus carotis
simpatis dan memasuki orbita, bersamaan dengan N. V1 yaitu divisi nasociliaris,
dimana saraf siliaris panjang dan pendek bergabung pada bagian terakhir melewati
ganglion siliaris tanpa bersinaps.Sel kerucut di retina distimulasi oleh bayangan
yang buram, sehingga mengirimkan impuls melalui lapisan magnoselular dari
LGN ke korteks visual. Sejumlah sel di korteks memberikan respon dengan
menghasilkan rangsangan sensorik. Impuls juga diteruskan ke area
parietotemporal dan cerebellum untuk diproses. Sinyal supranuclear dilanjutkan ke
inti EW dimana impuls motorik dibentuk. Impuls motorik ditransmisikan ke otot
siliaris melalui CN III dan ganglion siliaris kemudian ke saraf siliaris pendek.
Impuls ini menyebabkan kontraksi otot siliaris sehingga lensa kristalin berubah
bentuk untuk mempertahankan bayangan yang fokus di retina.Banyak hal yang
dapat mendorong terjadinya proses akomodasi. Proses ini dapat didorong oleh
isyarat blur. Jika rabun dekat terjadi di salah satu atau kedua mata dengan
menempatkan lensa bertenaga negatif di depan mata, kedua mata akan
berakomodasi untuk mengatasi defokus yang terjadi. Jika konvergensi dirangsang
pada mata muda, seperti pada subjek target yang jauh dan menempatkan prisma
dasar di depan mata, penyempitan pupil dan akomodasi juga akan terjadi.
2.)Komponen Akomodasi
Akomodasi memiliki empat komponen, yaitu akomodasi reflex, vergensi,
proksimal dan tonik. Seluruh komponen unit operasi dan fungsional tersebut
bersatu bekerja sama dalam respon terhadap efek stimulus akomodatif, interaksi
motorik dan hasil akhir dari respon sistem statis.
a.) Akomodasi Refleks

Akomodasi refleks adalah pengaturan otomatis dari keadaan refraksi untuk


memperoleh dan mempertahankan gambar retina yang terdefinisi dengan tajam
dan terfokus sebagai tanggapan terhadap masukan yang buram, yaitu dengan
mengurangi keseluruhan kontras dan gradien kontras dari bayangan di retina.
Proses akomodasi rfleks terjadi untuk sejumlah kecil blur, mungkin hingga 2,00 D.
Upaya akomodatif sukarela diperlukan di luar itu. Akomodasi refleks adalah
komponen akomodasi terbesar dan terpenting di bawah kondisi pengamatan
monokular dan binokular.

b.) Akomodasi Vergensi

Akomodasi vergensi adalah akomodasi yang diinduksi oleh hubungan neurologis


bawaan dan perbedaan (fusional) vergensi. Hal ini mendorong terjadinya rasio
konvergensi akomodasi / konvergensi (AC/C), sekitar 0,40 D per meter angle
(MA) pada orang dewasa muda. Rasio AC/C ditentukan dengan mengukur
akomodasi selama penglihatan loop terbuka, yaitu dengan umpan balik blur yang
tidak efektif menggunakan lubang kecil (pin hole) binokular. Akomodasi vergensi
merupakan komponen terpenting kedua dari akomodasi.

c.) Akomodasi Proksimal


Akomodasi proksimal adalah akomodasi yang disebabkan oleh pengaruh atau
pengetahuan kedekatam objek yang jelas. Akomodasi proksimal dirangsang oleh
target yang terletak dalam jangkauan 3 m dari individu. Kontribusi terbukanya
loopberperan cukup besar dalam melihat dekat dan memberikan hingga 80% dari
total respon dekat, yaitu dengan kombinasi output proksimal dan tonik. Dalam
kondisi pengamatan binokular normal loop tertutup, sistem akomodatif dan
vergensi menerima umpan balik visual terbesar sehingga kontribusi proksimal
menjadi sangat kecil (sekitar 4%, dengan maksimum 10%).
d.) Akomodasi Tonik

Akomodasi tonik terjadi tanpa adanya kekaburan, disparitas, ataupun


inputproksimal. Tidak ada stimulus untuk akomodasi tonik seperti pada tiga
komponen lainnya. Akomodasi tonik mencerminkan basis inervasi saraf dari otak
tengah dengan input yang relatif stabil. Akomodasi tonik dapat diukur dengan
berbagai cara, yang semuanya melibatkan penghilangan tiga input lainnya. Cara
terbaik untuk mengukur akomodasi tonik adalah dengan menempatkan individu di
tengah ruangan yang benar-benar gelap yang jarak antardindingnya setidaknya 3 m
dari orang tersebut, dengan alat pengukur akomodatif yang tidak terlihat oleh
orang tersebut sehingga efek proksimitas dan propinkuitas menunjukkan nilai
tonik yang benar. Nilai rata-rata tonik akomodatif dalam kondisi tersebut pada
dewasa muda adalah sekitar 1,00 D, dengan kisaran hingga 2,00 D. Akomodasi
tonik berkurang seiring dengan bertambahnya usia dikarenakan batas biomekanik
lensa kristalin.

D. Proses Mendengar

Meskipun mendengar adalah sebuah proses yang kompleks, namun pada dasarnya
mendengar merupakan kegiatan pasif yang otomatis - tanpa disadari terlibat dalam
proses. Berikut adalah uraian singkat bagaimana kita dapat mendengar:

Pendengaran: Proses Mendengar

1. Sesuatu bergetar dan menciptakan sebuah gelombang bunyi.


2. Gelombang bunyi ditangkap oleh daun telinga.
3. Gelombang bunyi masuk ke dalam liang telinga.
4. Gelombang bunyi menggetarkan gendang telinga dan diubah menjadi energi
mekanik.
5. Terdapat tulang pendengaran di telinga tengah: malleus, incus, dan stapes.
6. Gendang telinga menggetarkan tulang pendengaran dan meneruskannya ke telinga
dalam.
7. Gangguan pendengaran konduktif biasanya terjadi di telinga tengah ini.
8. Getaran Cairan di dalam koklea/rumah siput merangsang sel-sel rambut
menghasilkan impuls bio elektrik.
9. Kerusakan sel-sel rambut pada koklea akan mengakibatkan gangguan pendengaran
sensorineural.
10. Impuls listrik dari sel-sel rambut diteruskan ke otak oleh syaraf pendengaran.
11. Di otak, impuls dari kedua telinga tersebut diartikan sebagai suara.

Otak membutuhkan informasi yang baik dari kedua telinga agar dapat
menginterpretasikan bunyi menjadi kata-kata dan membantu kita untuk memahami
percakapan.

E. Penilaian Fungsi Penglihatan

Ketika Anda menjalani pemeriksaan mata, dokter akan melakukan serangkaian


pemeriksaan dan tes penunjang untuk mengevaluasi kinerja seluruh bagian mata
beserta fungsinya.

Berikut ini adalah beberapa jenis pemeriksaan mata yang umum dilakukan:

1. Pemeriksaan fisik mata

Sebelum melakukan pemeriksaan fisik mata, dokter akan terlebih dahulu


menanyakan apakah pasien memiliki keluhan pada mata atau penglihatan.

Setelah menanyakan riwayat keluhan dan kesehatan pasien, dokter akan


melakukan pemeriksaan fisik mata menggunakan lampu khusus yang disebut slit-
lamp. Melalui alat ini, dokter mata dapat menilai kondisi bagian dalam kelopak
mata, kornea, sklera (bagian putih mata), lensa mata, pupil, iris, serta cairan di
dalam bola mata.

Untuk memeriksa bagian mata yang lebih dalam, seperti pembuluh darah, saraf
mata, dan retina, dokter akan melakukan pemeriksaan menggunakan alat yang
disebut oftalmoskop.

2. Pemeriksaan gerakan otot mata

Tes ini bertujuan untuk menilai kekuatan otot mata dalam menggerakkan bola
mata. Pada pemeriksaan ini, dokter akan meminta pasien untuk menutup dan
membuka kelopak mata lalu mengikuti gerakan jari dokter atau objek lainnya.

3 Tes ketajaman penglihatan (uji refraksi)

Prosedur ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jelas penglihatan pasien ketika
melihat suatu objek pada jarak tertentu. Tes ketajaman penglihatan umumnya
dilakukan menggunakan kartu Snellen, yaitu kartu khusus yang terdiri dari
beberapa huruf dan angka dengan ukuran yang bervariasi.

Saat menjalani tes ini, pasien pertama akan diminta untuk melepaskan kacamata
atau lensa kontaknya lalu pemeriksa akan mempersilahkan pasien duduk di
ruangan dengan pencahayaan yang baik. Setelah itu, pemeriksa akan meminta
pasien untuk membaca huruf atau angka pada kartu Snellen yang diletakkan
dengan jarak sekitar 6 meter di depan tempat duduk pasien.

Jika terdapat kelainan refraksi pada mata, pemeriksa kemudian akan menggunakan
alat mirip kacamata yang disebut phoropter untuk menentukan ketebalan lensa
kacamata yang cocok digunakan oleh pasien.

Setelah penglihatan terkoreksi dengan alat tersebut, dokter akan meresepkan


kacamata atau lensa kontak sesuai dengan ukuran lensa yang cocok bagi pasien.
4. Pemeriksaan lapang pandang

Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan mata pasien dalam
melihat suatu benda di sekitar ketika mata terfokus pada satu titik.

Pada pemeriksaan ini, pertama-tama pasien akan diminta untuk duduk dan
menutup salah satu matanya menggunakan tangan, lalu dokter akan mengarahkan
pasien untuk memfokuskan pandangan pada satu titik di depan mata yang terbuka.
Pasien akan diminta untuk tidak menggerakkan mata atau kepala selama
pemeriksaan berlangsung.

Setelah itu, dokter akan menggerakkan jarinya atau benda tertentu dari berbagai
sisi dan pasien akan diminta untuk mengatakan “iya” ketika benda tersebut atau
jari dokter mulai terlihat. Pemeriksaan ini kemudian akan dilakukan pada mata
yang lain.

5. Tes buta warna

Tes buta warna adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi apakah
pasien mengalami buta warna atau kesulitan dalam mengidentifikasi warna
tertentu.

Pemeriksaan mata ini paling sering dilakukan dengan tes Ishihara. Pada metode
pemeriksaan buta warna ini, pasien akan diminta untuk menyebutkan tampilan
angka atau pola tertentu yang muncul di kartu berwarna khusus.

Apabila penglihatan pasien normal, maka ia dapat melihat angka yang tertera pada
kartu tersebut. Namun, jika pasien mengalami buta warna, maka angka tersebut
akan tidak terbaca atau tampak seperti angka lainnya.

6. Tonometri
Tonometri merupakan tes yang dilakukan untuk mengukur tekanan di dalam bola
mata atau tekanan intraokular (TIO). Tes ini dilakukan untuk memeriksa apakah
terdapat penyakit yang dapat meningkatkan tekanan bola mata meningkat,
misalnya glaukoma.

Metode pemeriksaan tonometri yang umum dilakukan ada dua, yaitu:

 Tonometri aplanasi

Saat melakukan pemeriksaan ini, dokter akan memberikan obat tetes mata yang
berisi anestesi lokal di kedua mata pasien dan pewarna khusus pada mata. Setelah
beberapa menit, ketika efek obat bius lokal sudah mulai bekerja, pasien akan
diminta untuk duduk di depan slit-lamp dengan mata terbuka.

Setelah itu, dokter akan menempelkan alat khusus di kedua permukaan bola mata
pasien untuk menilai tekanan di dalam bola. Karena sudah ditetesi obat bius lokal,
pemeriksaan ini tidak terasa sakit.

 Tonometri nonkontak

Tonometri nonkontak menggunakan udara yang ditiupkan ke mata. Pada


pemeriksaan ini, tidak ada alat yang ditempelkan ke bola mata, jadi tidak terasa
sakit.

F. Penilaian Fungsi Pendengaran

Proses mendengar terjadi ketika gelombang suara masuk ke telinga dan


menyebabkan getaran pada gendang telinga. Getaran ini kemudian menghantarkan
gelombang suara ke sel-sel saraf yang mengirimkan sinyal informasi ke otak. Di otak,
informasi tersebut diterjemahkan menjadi suara yang kita dengar.
Gangguan pendengaran terjadi ketika ada kerusakan pada bagian telinga, saraf-saraf
di dalam telinga, atau pada bagian otak yang mengontrol pendengaran. Berikut ini
adalah beberapa jenis gangguan pendengaran:

 Gangguan pendengaran konduktif

Gangguan pendengaran ini terjadi ketika gelombang suara tidak dapat masuk ke
dalam telinga. Gangguan pendengaran konduktif umumnya ringan dan hanya terjadi
sementara.

 Gangguan pendengaran sensorineural

Kondisi ini terjadi ketika ada gangguan pada organ di dalam telinga atau saraf yang
mengontrol pendengaran. Tingkat keparahan gangguan pendengaran sensorineural
bisa ringan sampai tuli total.

 Gangguan pendengaran campuran

 Gangguan pendengaran campuran adalah kondisi ketika gangguan


pendengaran konduktif terjadi bersamaan dengan gangguan pendengaran
sensorineural.

 Indikasi Tes Pendengaran

Dokter akan menyarankan agar dilakukan tes pendengaran pada seseorang yang
mengalami gejala atau tanda-tanda berikut:

 Merasa ada dengungan pada telinga (tinnitus)

 Bicara terlalu keras hingga membuat lawan bicara terganggu

 Sering meminta lawan bicara mengulang ucapannya

 Sulit mendengar percakapan


 Menonton televisi dengan suara yang keras hingga mengganggu orang lain

 Peringatan Tes Pendengaran

Ada beberapa hal yang perlu diketahui sebelum menjalani tes pendengaran, yaitu:

 Beri tahu dokter jika Anda menderita flu atau infeksi telinga. Pasalnya, kedua
kondisi tersebut dapat memengaruhi hasil tes.

 Beri tahu dokter jika Anda sedang menggunakan obat, suplemen, atau produk
herbal. Penggunaan obat atau suplemen tertentu dikhawatirkan dapat berpengaruh
terhadap hasil pemeriksaan.

Sebelum Tes Pendengaran

Pada pasien anak-anak yang hendak menjalani tes BERA, dokter akan memberikan
obat penenang sebelum memulai tes. Tujuannya adalah agar anak bisa tenang saat
dipasangi elektroda.

Beberapa tes pendengaran dilakukan dengan mengenakan headphone. Dokter akan


meminta pasien untuk melepaskan kacamata, anting, aksesoris di rambut, dan alat
bantu dengar agar tidak mengganggu tes.

Dokter juga akan memeriksa bagian dalam telinga dan mengeluarkan kotoran telinga
jika ada.

Prosedur Tes Pendengaran

Ada beberapa jenis tes pendengaran yang bisa dilakukan untuk mendeteksi gangguan
pendengaran. Konsultasikan dengan dokter THT mengenai tes mana yang tepat untuk
Anda.

Berikut ini adalah jenis-jenis tes pendengaran:

1. Tes bisik
Dalam tes bisik, dokter akan meminta pasien untuk menutup lubang telinga yang
tidak diperiksa dengan jari. Setelah itu, dokter akan membisikkan kata atau kombinasi
huruf dan angka, kemudian meminta pasien mengulangi apa yang dibisikkan.

Saat berbisik pada pasien, dokter akan berada kurang dari 1 meter di belakang pasien
untuk mencegah pasien membaca gerak bibir. Jika pasien tidak dapat mengulangi
kata yang dibisikkan, dokter akan menggunakan kombinasi huruf dan angka yang
berbeda atau membisikkan kata lebih keras sampai pasien bisa mendengarnya.

Setelah tes pada satu telinga selesai, tes akan diulangi pada telinga yang lain. Pasien
dianggap lulus tes bisik jika mampu mengulangi 50% kata yang diucapkan dokter.

2. Tes garpu tala

Dalam tes ini, dokter menggunakan garpu tala dengan frekuensi 256–512Hz untuk
mengetahui respons pasien terhadap suara dan getaran di dekat kedua telinga. Tes
garpu tala ini dilakukan pada tes Weber dan tes Rinne.

Pada tes Weber, dokter akan membenturkan garpu tala, lalu meletakkannya di bagian
tengah dahi pasien. Sedangkan pada tes Rinne, dokter akan membenturkan garpu tala,
kemudian meletakkannya di bagian belakang dan samping telinga pasien.

Pasien akan diminta menjelaskan apakah suara terdengar jelas di kedua telinga atau di
salah satu telinga saja. Pasien juga akan diminta memberi tanda jika tidak mendengar
suara apa pun.

3. Tes audiometri tutur

Tes audiometri tutur bertujuan untuk mengetahui seberapa keras suara yang harus
diperdengarkan sampai pasien bisa mendengarnya. Tes ini juga bertujuan untuk
mengetahui apakah pasien dapat memahami dan membedakan berbagai kata yang
diucapkan oleh dokter.

Dalam tes ini, pasien akan diminta untuk mengenakan headphone. Setelah itu, dokter
akan memperdengarkan kata-kata melalui headphone dalam volume yang bervariasi
dan meminta pasien mengulang kata-kata yang diperdengarkan.

4. Tes audiometri nada murni

Dalam tes ini, dokter menggunakan audiometer, yaitu alat yang menghasilkan nada
murni. Alat ini diperdengarkan pada pasien melalui headphone dalam nada-nada yang
frekuensi dan intensitas suaranya bervariasi, mulai dari 250Hz hingga 8.000Hz.

Tes ini dimulai dengan intensitas suara yang masih terdengar, lalu dikurangi secara
bertahap hingga tidak lagi terdengar oleh pasien. Selanjutnya, intensitas suara akan
ditingkatkan kembali sampai pasien bisa mendengarnya. Pasien akan diminta untuk
memberi tanda jika masih bisa mendengar suara.

5. Brainstem auditory evoked response (BAER)

Dalam tes BAER atau disebut juga brainstem evoke response audiometry (BERA),
dokter akan menempelkan elektroda pada ubun-ubun dan daun telinga pasien. Setelah
itu, dokter akan memperdengarkan suara klik atau nada tertentu melalui earphone dan
mesin akan merekam respons otak pasien terhadap suara tersebut.

Hasil tes akan menunjukkan peningkatan aktivitas otak setiap kali pasien mendengar
suara yang dihasilkan mesin. Jika hasil tes tidak menunjukkan peningkatan aktivitas
otak saat suara diperdengarkan, kemungkinan pasien mengalami tuli. Hasil tes yang
tidak normal bisa juga berarti ada gangguan pada otak atau sistem saraf pasien.

6. Otoacoustic emissions (OAE)


Tes otoacoustic emissions (OAE) digunakan untuk memeriksa gangguan di telinga
bagian dalam, khususnya bagian koklea (rumah siput). Tes ini umumnya dilakukan
pada bayi yang baru lahir, tetapi bisa juga dilakukan untuk orang dewasa.

Dalam tes ini, alat kecil yang dilengkapi earphone dan mikrofon diletakkan di liang
telinga pasien. Kemudian, dokter akan menghantarkan suara ke telinga pasien melalui
earphone dan mikrofon akan mendeteksi respons pada koklea.

Respons yang dihasilkan koklea akan ditampilkan di layar monitor, sehingga pasien
tidak perlu memberikan tanda apa pun jika mendengar suara. Dokter akan menilai
suara apa yang menghasilkan respons dan bagaimana kekuatan responsnya.

Melalui tes OAE, dokter bisa menentukan jenis gangguan pendengaran yang dialami
pasien. OAE juga dapat mendeteksi penyumbatan di bagian luar dan tengah telinga.

7. Acoustic reflex measures

Acoustic reflex measures (ARM) atau middle ear muscle reflex (MEMR) bertujuan
untuk mengetahui respons telinga terhadap suara yang nyaring. Pada pendengaran
yang normal, otot kecil di dalam telinga akan mengencang ketika mendengar suara
nyaring.

Dalam tes ARM, lubang telinga pasien akan dipasangkan karet kecil yang terhubung
ke mesin perekam. Setelah itu, suara yang keras akan diperdengarkan melalui karet
tadi dan mesin akan merekam respons dari telinga pasien.

Jika pendengaran pasien buruk, butuh suara yang keras untuk memicu respons
telinga. Bahkan, pada kondisi yang parah, telinga tidak memberikan respons sama
sekali.

8. Timpanometri
Sebelum memulai tes, dokter akan memeriksa liang telinga pasien untuk memastikan
tidak ada kotoran atau benda lain yang menyumbat. Setelah liang telinga dipastikan
bersih, dokter akan memasang alat kecil seperti earphone di masing-masing telinga
pasien.

Setelah terpasang, alat tersebut akan mengembuskan udara dalam tekanan yang
bervariasi ke dalam telinga untuk membuat gendang telinga bergerak. Gerakan
gendang telinga tersebut kemudian akan ditampilkan dalam grafik pada perangkat
khusus yang disebut timpanogram.

Grafik pada timpanogram akan menunjukkan apakah gendang telinga pasien bergerak
normal, terlalu kaku, atau terlalu banyak bergerak. Melalui timpanogram, dokter juga
bisa mengetahui apakah ada robekan pada gendang telinga pasien atau cairan pada
telinga tengah.

Selama tes berlangsung, pasien tidak dibolehkan berbicara, bergerak, atau melakukan
gerakan menelan karena akan memengaruhi hasil tes.

Pendengaran pasien dinilai tidak ada masalah jika tekanan udara di telinga tengah
berkisar antara +50 hingga -150 decapascal, tidak terdapat cairan di bagian tengah
telinga, dan pergerakan gendang telinga masih normal.

Sedangkan, hasil abnormal dapat menunjukkan adanya:

 Cairan atau tumor di bagian tengah telinga


 Kotoran yang menutupi gendang telinga
 Lubang atau luka pada gendang telinga

Timpanometri hanya dilakukan untuk memeriksa bagian tengah telinga. Dokter akan
menyarankan pasien untuk menjalani tes lain jika tes timpanometri menunjukkan
hasil abnormal.
Setelah Tes Pendengaran:

Dokter akan mendiskusikan hasil tes dengan pasien. Jika hasil tes tidak normal,
dokter mungkin akan menyarankan pasien untuk menggunakan alat bantu dengar atau
alat pelindung telinga jika sedang berada di tempat yang bising.

Tingkat keparahan gangguan pendengaran diukur dalam satuan desibel (dB). Pasien
yang telah menjalani tes pendengaran bisa mendapatkan hasil sebagai berikut:

Gangguan pendengaran ringan (21–45 dB)

Pasien yang mengalami gangguan pendengaran ringan sulit membedakan kata yang
diucapkan dengan suara pelan.

Gangguan pendengaran sedang (46–60 dB)

Pasien gangguan pendengaran sedang sulit mendengar apa yang sedang


diperbincangkan, terutama jika ada suara keras di sekitarnya, seperti suara dari
televisi atau radio.

Gangguan pendengaran sedang hingga berat (61–90 dB)

Pasien dengan gangguan pendengaran sedang hingga berat sulit mendengar


percakapan biasa.

Gangguan pendengaran berat (91 dB)

Pasien sulit mendengar hampir semua suara. Biasanya, pasien dengan gangguan
pendengaran berat memerlukan alat bantu dengar.

Komplikasi Tes Pendengaran:

Tes pendengaran sangat jarang menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, tes ini bisa
dan aman untuk dilakukan pada semua orang dari segala usia.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara struktral anatomis, bola mata berdiameter ±2,5 cm dimana 5/6


bagiannya terbenam dalam rongga mata, dan hanya 1/6 bagiannya saja yang tampak
pada bagian luar.

Anatomi sistem pendengaran merupakan organ pendengaran dan


keseimbangan.Terdiri dari telinga luar, tengah dan dalam. Telinga manusia menerima
dan mentransmisikan gelombang bunyi ke otak dimana bunyi tersebut akan di analisa
dan di intrepretasikan. Cara paling mudah untuk menggambarkan fungsi dari telinga
adalah dengan menggambarkan cara bunyi dibawa dari permulaan sampai akhir dari
setiap bagian-bagian telinga yang berbeda.

B. Saran

Adapun saran penulis kepada pembaca agar pembaca dapat mengetahui


bahwa Anatomi Fisiologi Sensori ( Anatomi Fisiologi Sistem Pengelihatan dan
Pendengaran)sangat penting bagi kehidupan kita dan agar pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

https://kumparan.com/babyologist/mengenal-7-macam-stimulasi-sensorik-pada-anak-
1rPKIGstSLh

https://hellosehat.com/saraf/sistem-saraf-manusia/?amp=1

https://www.pusatalatbantudengarmelawai.com/proses-telinga-mendengar-suara.html

https://www.alodokter.com/jenis-jenis-pemeriksaan-mata-yang-perlu-anda-ketahui

https://www.alodokter.com/tes-pendengaran-ini-yang-harus-anda-
ketahui#:~:text=Tes%20pendengaran%20adalah%20prosedur%20untuk,menyebabka
n%20getaran%20pada%20gendang%20telinga.

Anda mungkin juga menyukai