Anda di halaman 1dari 7

IMT DENGAN HIPERTENSI

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara indeks

massa tubuh dengan hipertensi, yang ditunjukkan dengan hasil penelitian Chorin dkk

(2021) yang melakukan studi kohort selama tahun 1998-2021 sekaligus studi cross

sectional pada remaja Israel diperoleh hasil bahwa indeks massa tubuh (IMT)

berhubungan secara signifikan dengan tekanan darah siastolik dan diastolik pada

kedua jenis kelamin remaja dan pada berat badan normal maupun overweight,

penelitian ini juga menunjukkan adanya tren konsisten pada peningkatan berat badan

setiap tahunnya (Chorin et al. 2021).

Penelitian Chorin juga menunjukkan bahwa remaja dengan kelebihan berat

badan (IMT > 25 kg) meningkat dari 13,2% pada tahun 1998 menjadi 21% pada

tahun 2021 dengan nilai p value 0,001 dimana peningkatan tekanan darah diastolik

maupun sistolik meningkat seiring dengan peningkatan IMT (Indeks Massa Tubuh)

yaitu setiap peningkatan 1 kg/m 2 maka akan meningkatkan risiko tekanan darah

diastolik lebih tinggi dari 130 mmHg (Chorin et al. 2021).

Sehubungan dengan penelitian terdahulu, masih banyaknya keterbatasan

untuk melakukan penelitian terkait IMT dengan hipertensi, namun demikian

peningkatan tekanan darah, baik diastolik maupun sistolik kuncinya adalah Indeks

Massa Tubuh. Mekanisme patofisiologi yang berkontribusi untuk peningkatan

tekanan darah yaitu: gangguan fungsi otonom, resistensi insulin dan kelainan pada

fungsi pembuluh darah, sedangkan hipertensi dengan obesitas (kelebihan berat badan)

merupakan hasil dari seluruh mekanisme tersebut. Sedangkan pada penelitian Chorin
menunjukkan hasil yaitu adanya hubungan IMT dengan hipertensi dengan jenis

kelamin yang lebih dominan pada wanita. Hubungan tersebut tidak dijelaskan lebih

lanjut akan tetapi terkait dengan faktor hormonal yang memiliki efek pada fungsi

lapisan endotel (Chorin et al. 2021; Klawitter et al. 2014; Skaug et al. 2014; Sorof

and Daniels 2002).

Penelitian ini juga diperkuat dengan penelitian cross sectional yang dilakukan

Hossain dkk (2019) yang menganalisis data Demographic and Health Survey pada

kelompok dewasa di Asia Selatan dan didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan

yang kuat antara Indeks Massa Tubuh dengan hipertensi terutama pada populasi Asia

Selatan yaitu Bangladesh, India dan Nepal yang konsisten diberbagai subkelompok

baik jenis kelamin, usia, tempat tinggal, pendapatan dan sosial ekonomi. Hasil

penelitian tersebut menjelaskan bahwa setiap peningkatan 5 kg/m 2 , indeks massa

tubuh tertinggi resiko hipertensi yaitu di wilayah Nepal dengan OR 2,03

dibandingkan dengan India dan Bangladesh (Hossain et al. 2019).

Pada penelitian di atas, menjelaskan bahwa adanya perbedaan etnis yang

mempengaruhi hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Hipertensi. Populasi

Asia Selatan berada pada risiko yang lebih besar terjangkit hipertensi dibandingkan

dengan kelompok etnis lainnya karena disebakan oleh variasi genetik dan

metabolisme, faktor lingkungan, diet dan faktor sosial. Faktor yang paling kuat

menyebabkan masih tingginya angka hipertensi di negara-negara tersebut karena

masih kurangnya kebijakan pemerintah yang menekankan pada pencegahan

peningkatan indeks massa tubuh, kurangnya kesadaran akan hipertensi dan


pengobatan anti-hipertensi yang masih rendah serta penyebab kematian utama di

negara tersebut yaitu penyakit kardiovaskular, yang menjadi salah satu factor resiko

utama adalaj hipertensi (Hossain et al. 2019; Mehata et al. 2018; Sengupta et al.

2018).
DAFTAR PUSTAKA

Chorin, Ehud et al. 2021. “Trends in Adolescents Obesity and the Association
between BMI and Blood Pressure: A Cross-Sectional Study in 714,922 Healthy
Teenagers.” American Journal of Hypertension 28(9): 1157–63.
Hossain, Fariha Binte, Shajedur Rahman Shawon, Gourab Adhikary, and Arif
Chowdhury. 2019. “Association between Body Mass Index (BMI) and
Hypertension in South Asian Population: Evidence from Demographic and
Health Survey.” bioRxiv: 1–9.
Klawitter, Jelena et al. 2014. “Endothelial Dysfunction and Oxidative Stress in
Polycystic Kidney Disease.” American Journal of Physiology-Renal Physiology
307(11): F1198–1206.
Mehata, Suresh et al. 2018. “Prevalence, Awareness, Treatment and Control of
Hypertension in Nepal: Data from Nationally Representative Population-Based
Cross-Sectional Study.” Journal of hypertension 36(8): 1680–88.
Sengupta, Amit et al. 2018. “Tackling the Primary Care Access Challenge in South
Asia.” bmj 363.
Skaug, Eli-Anne et al. 2014. “Cardiovascular Risk Factors Have Larger Impact on
Endothelial Function in Self-Reported Healthy Women than Men in the HUNT3
Fitness Study.” PLoS One 9(7): e101371.
Sorof, Jonathan, and Stephen Daniels. 2002. “Obesity Hypertension in Children: A
Problem of Epidemic Proportions.” Hypertension 40(4): 441–47.
AKTIVITAS FISIK DENGAN HIPERTENSI

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas

fisik dengan hipertensi, yang diperkuat oleh penelitian Marleni pada tahun 2020,

yakni terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan hipertensi

dengan p-value 0,0005. Menurut Pramana, tingkat aktivitas fisik yang baik dapat

melatih otot jantung dan ketahanan perifer, sehingga mampu mencegah hipertensi

(Marleni 2020; Pramana 2016)

Stabilitas hipertensi dapat dipengaruhi oleh aktivitas fisik, aktivitas fisik yang

biasanya dapat dilakukan secara teratur yaitu berolahraga, olahraga teratur dapat

menstimulasi dalam pelepasan hormone endorphin yang berfungsi untuk releksasi

otot, sehingga tekanan darah tidak meningkat. Pada individu yang tidak rutin

melakukan aktivitas fisik lebih cenderung memiliki frekuensi denyut jantung yang

lebih cepat dan kuat yang menyebabkan adanya permasalahan pada ketahanan perifer

sehingga mengakibatkan terjadinya hipertensi (Hasanudin, Adriyani, and

Perwiraningtyas 2018).

Penelitian ini juga diperkuat oleh pernyataan Hasanuddin pada tahun 2018

yang menyatakan bahwa setiap orang yang tidak melakukan aktivitas fisik secara

rutin lebih beresiko terjadinya hipertensi grade I (Hasanudin, Adriyani, and

Perwiraningtyas 2018), namun pada aktivitas dengan kategori sedang dan tinggi

cenderung dapat mencegah hipertensi (Iswahyuni 2017). Melakukan aktivitas fisik

secara teratur dipercayakan mampu mengurangi resistensi perifer, pembuluh darah


terhindar dari peradangan dan stress oksidatif, juga aktifitas renin terjaga sehingga

terjadinya vasolidatasi pada pembuluh darah dan tekanan darah menurun (Sihotang

and Elon 2020).

Aktivitas fisik dapat menurunkan 19-30% resiko hipertensi dengan syarat

dapat melakukan aktivitas fisik secara teratur, seperti: senam aerobic yang dilakukan

30 menit – 45 menit per hari (Leskinen et al. 2018). Aktivitas fisik dapat

meningkatkan sekresi nitrit oksida yang merupakan salah satu dari substansi

vasodilator dan mampu menurunkan katekolamin serta adanya peningkatan

sensitivitas insulin, hal ini dapat menurunkan retensi air dan natrium yang

mangakibatkan adanya penurunan pada tekanan darah (Karatzi et al. 2018).

Aktivitas fisik juga mampu mampu meningkatkan HDL serta mengurangi

penumpukan asam laktat yang dapat menyebabkan aterosklerosis sehingga

menurunkan fungsi jantung sebagai alat pemompa darah yang memiliki pengaruh

terhadap tekanan darah (Norliani, Asrinawaty, and Ilmi 2020).

Aktivitas fisik yang dilakukan secara regular dapat meningkatkan perubahan

yang baik pada bagian tubuh mausia, seperti: meningkatnya elastisitas pembuluh

darah sehingga adanya vasolidatasi yang dapat menyebabkan timbunan lemak

berkurang dan meningkatkan kontraksi otot pembuluh darah, dan juga otot polos pada

jantung akan kuat, sehingga mampu menciptakan daya tampung yang besar dan

denyut jantung menjadi teratur, hal ini dapat menjadikan tekanan darah dalam kondisi

normal (Anies 2017).


DAFTAR PUSTAKA

Anies. 2017. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
Hasanudin, Vita Mariyah Adriyani, and Pertiwi Perwiraningtyas. 2018. “Hubungan
Aktivitas Fisik Dengan Tekanan Darah Pada Masyarakat Penderita Hipertensi Di
Wilayah Tlogosuryo Kelurahan Tlogomas Kecamatan Lowokwaru Kota
Malang.” Journal Nursing News 3(1): 787–99.
Iswahyuni, Sri. 2017. “Hubungan Antara Aktifitas Fisik Dan Hipertensi Pada
Lansia.” Profesi (Profesional Islam): Media Publikasi Penelitian 14(2): 1–4.
Karatzi, Kalliopi et al. 2018. “Physical Activity and Sedentary Behavior Thresholds
for Identifying Childhood Hypertension and Its Phenotypes: The Healthy
Growth Study.” Journal of the American Society of Hypertension 12(10): 714–
22.
Leskinen, Tuija et al. 2018. “Physical Activity Level as a Predictor of Healthy and
Chronic Disease-Free Life Expectancy between Ages 50 and 75.” Age and
ageing 47(3): 423–29.
Marleni, Lily. 2020. “Aktivitas Fisik Dengan Tingkat Hipertensi Di Puskesmas Kota
Palembang.” JPP (Jurnal Kesehatan Poltekkes Palembang) 15(1): 66–72.
Norliani, Asrinawaty, and Bahrul M Ilmi. 2020. “Hubungan Aktivtas Fisik,
Kecemasan, Tingkat Stress, Obesitas Dan Program Germas Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Masyarakat Di Kelurahan Sungai Besar Banjarbaru.”
Pramana, Lina Dwi Yoga. 2016. “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Demak II.” Repositori Universitas
Muhamadiyah Semarang: 1–67. http://repository.unimus.ac.id/35/1/FULL
TEXT 1.pdf.
Sihotang, Michael, and Yunus Elon. 2020. “Hubungan Aktivitas Fisik Dengan
Tekanan Darah Pada Orang Dewasa.” Chmk Nursing Scientific Journal 4(April):
199–204.

Anda mungkin juga menyukai