Anda di halaman 1dari 8

TUGAS SEJARAH INDONESIA

GURU PENGAJAR : DESI NURYANTI,S.Pd

DISUSUN OLEH :
RIFA NURINA AZAMZAMI
LEXY
XII MIPA 2

“SISTEM PEMERINTAHAN KABINET NATSIR 1950-1951”


Jl.Raya cikalong km 6 cikalong tasikmalaya kode pos 46195
Kata pengantar
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan laporan kegiatan yang berjudul "Menanam Tanaman Obat di Rumah" dengan tepat
waktu.

Penulis menyadari bahwa laporan kegiatan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya,
diharapkan saran dan kritik yang membangun agar penulis menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang.

Semoga laporan kegiatan ini menambah wawasan dan memberi manfaat bagi pembaca.
PEMBAHASAN NATSIR 1950 -1951

PENGERTIAN
Kabinet Natsir adalah kabinet pertama yang dibentuk setelah pembubaran negara Republik
Indonesia Serikat, dan kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kabinet ini bertugas
sejak tanggal 6 September 1950 hingga 20 Maret 1951.
Pada masa kabinet ini, terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia dan masalah
keamanan di dalam negeri, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, dan
GerakanRMS. Perundingan masalah Irian Barat juga mulai dirintis, tetapi mengalami jalan buntu.
Pada tanggal22 Januari 1951, parlemen menyampaikan mosi tidak percaya dan mendapat
kemenangan sehingga pada tanggal 21 Maret 1951, Perdana Menteri Natsir mengembalikan
mandatnya kepada Presiden. Penyebab lainnya adalah diterimanya mosi Hadikusumo yang
mengusulkan dibubarkannya seluruhDPRD yang telah terbentuk. Menurut pemerintah, mosi
tersebut tidak mungkin dilaksanakan karena alasan yuridis formil.

Pembentukan Kabinet Natsir


Kabinet Natsir sendiri mulai memerintah pada tanggal 6 September 1950 dan berakhir pada
tanggal 21 Maret 1951. Kabinet Natsir adalah kabinet yang dibangun atas dasar koalisi yang
beranggotakan inti dari Partai Masyumi. Dalam Kabinet Natsir, PNI tidak mendapatkan jatah
jabatan sama sekali, yang paling banyak adalah dari orang-orang partai Masyumi meskipun di
dalam kabinet terdapat juga orang-orang non partai. Sebenarnya impian dari Natsir sendiri untuk
kabinet nya adalah kabinet yang nasionalis yang berkoalisi dengan beberapa partai. Namun hal ini
tidak bisa diwujudkan karena terjadi perebutan jabatan antara PNI dan Masyumi. Sehingga,
dengan sendirinya pihak dari partai PNI tidak senang dengan keadaan seperti ini dan menjadikan
sulit merekrut PNI untuk masuk ke dalam Kabinet Natsir.
Pendapat yang bersebrangan diantara kedua partai adalah terkait pembagian jatah jabatan menteri.
Natsir berpendapat bahwa partainya mempunyai lebih banyak hak dari pada partai lainnya.
Pendapat tersebut kemudian tidak disetujui oleh PNI, karena PNI menganggap bahwa semua partai
juga memiliki hak yang sama atas jabatan di Pemerintahan. PNI sendiri dari tuntutannya adalah
agar orang-orang yang menduduki jabatan menteri dalam negeri, menteri luar negeri dan menteri
pendidikan. Namun kemudian dari hasil perundingan PNI bersedia melepas jabatan menteri luar
negeri dan diisi oleh orang Masyumi dan menteri pendidikan untuk partai lain. Keinginan PNI
mendapatkan jatah menteri dalam negeri kemudian tidak terlaksana karena pos menteri dalam
negeri diisi oleh orang Masyumi. Dan ini lah yang menimbulkan konflik karena PNI beranggapan
bahwa yang dilakukan ini tidak adil, karena Perdana Menteri sudah berasal dari Masyumi.
Kecaman demi kecaman terus melanda Kabinet Natsir, bukan saja pihak dari luar partai Masyumi,
namun juga dari dalam negeri. Tekanan tersebut ditujukan kepada keputusan konggres Desember
1949 yang memutuskan bahwa ketua umum partai dilarang menjadi menteri. Sebenarnya, maksud
dari keputusan ini sendiri adalah adanya pengkonsolidasian partai yang kemudian diubah oleh
Dewan Partai di Bogor pada tanggal 3 sampai 6 Juni 1960 yang isinya adalah bahwa sistem federal
tidak bisa dipertahankan lagi. Kemudian agar keputusan ini tidak terlalu dilanggar, maka Natsir
yang kala itu sebagai ketua umum Masyumi, dinonaktifkan dari ketua partai dan kemudian
digantikan oleh Jusuf Wibisono.

Susunan
Menteri Dalam Negeri: Assaat
Menteri Luar Negeri: Mohammad Roem
Menteri Keamanan Rakyat: Abdul Halim (berhenti 8 Desember 1950) dan Sri Sultan HB IX
(diangkat 8 Desember 1950)
Menteri Kehakiman: Wongsonegoro
Menteri Penerangan: M.A. Pellaupessy
Menteri Keuangan: Sjafruddin Prawiranegara
Menteri Perdagangan dan Industri: Sumitro Djojohadikusumo
Menteri Pertanian: Tandiono Manu
Menteri Pekerjaan Umum dan Rekonstruksi: Herman Johannes
Menteri Sosial: F.S. Haryadi
Menteri Perhubungan: Djuanda
Menteri Kesehatan: J.Leimena
Menteri Agama: Wahid Hasjim
Menteri Tenaga Kerja: Pandji Suroso
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan: Bahder Johan
Menteri Negara: Harsono Cokroaminoto.

Program Kerja
1.Mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk Dewan Konstituante dalam
waktu yang singkat.
2.Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan serta membentuk peralatan
negara yang bulat berdasarkan Pasal 146 dalam UUD Sementara 1950.
3.Menggiatkan berbagai usaha untuk mencapai keamanan dan ketentraman
4.Mengembangkan dan memperkokoh kekuatan perekonomian rakyat sebagai dasar bagi
pelaksanaan kegiatan perekonomian nasional yang sehat serta melaksanakan keragaman dan
kesamarataan hak antara buruh dan majikan
5.Membantu pembangunan perumahan rakyat serta memperluas berbagai usaha untuk
meningkatkan kualitas dalam bidang Kesehatan dan kecerdasan
6.Menyempurnakan organisasi Angkatan perang dan pemulihan mantan anggota-anggota tentara
dan gerilya ke dalam masyarakat
7.Memperjuangkan dan mengusahakan penyelesaian masalah perebutan wilayah Irian Barat dalam
waktu yang singkat.

Pencapaian Kabinet Natsir


Dalam menjalankan tugas pemerintahan, pasti sebuah kabinet bisa meraih pencapaian-pencapaian
tertentu. Meski secara keseluruhan mungkin ada yang menilai gagal, setidaknya tetao ada satu atau
dua program atau agenda yang bisa dilakukan atau mencapai target. Atau setidaknya bisa
memperbaiki suatu kondisi menjadi lebih baik. Begitu halnya dengan Kabinet Natsir, tentu dalam
kurun masa kekuasaannya memiliki pencapaian prestasi dan keberhasilan yang berhasil
didapatkan. Di bawah ini adalah beberapa pencapaian Kabinet Natsir dalam masa kekuasaannya.
Keberhasilan yang dicapai Kabinet Natsir yang menonjol diantaranya adalah di bidang ekonomi
yang di situ ada Sumitro Plan yang berhasil mengubah ekonomi yang pada awalnya adalah
ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Selain itu, Indonesia juga berhasil masuk PBB dan
terjadi perundingan antara Belanda dan Indonesia mengenai masalah Irian Barat untuk pertama
kalinya. Meski memiliki beberaa keberhasilan, namun program kerja Kabinet Natsir bukan tanpa
kendala atau masalah. Ada beberapa kendala dan masalah yang harus dihadapi oleh Kabinet Natsir
untuk menjalankan dan mensukseskan program kerjanya.Pada program di bidang ekonomi, dalam
penerapan Sumitro Plan, tidak bisa berjalan dengan maksimal. Hal ini karena para pengusaha yang
diberikan bantuan banyak diselewengkan sehingga banyak yang tidak mencapai sasaran.
Kemudian upaya perjuangan dan diplomasi mengenai masalah Irian Barat mengalami kebuntuan
alias mengalami kegagalan. Selain itu, Kabinet Natsir nampaknya belum bisa terlepas dari masalah
keamanan yang berupa masih adanya pemberontakan yang hampir menyerang seluruh wilayah
Indonesia. Banyak gerakan kedaerahan yang berusaha melakukan pemberontakan kepada
pemerintah, seperti misalnya Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS.
Selain itu, seringnya mengeluarkan Undang Undang darurat juga menjadi kendala Kabinet Natsir
yang kemudian sering mendapatkan kritik dari oposisi.

Runtuh Dan Berakhirnya Kekuasaan Kabinet Natsir


Pada akhirnya, kekuasaan Kabinet Natsir ini pun juga mengalami kemunduran yang pada akhirnya
membawa kepada keruntuhan kekuasaan. Ada beberapa penyebab yang membuat Kabinet Natsir
runtuh dan kehilangan kekuasaan. Penyebab utama dari keruntuhan kabinet Natsir ini adalah
kegagalan dalam kabinet tersebut dalam menyelesaikan masalah Irian Barat. Kemudian ditambah
lagi adanya mosi tidak percaya dari PNI terkait dengan pencabutan Peraturan Pemerintah
mengenai DPRD dan DPRDS. Peraturan pemerintah tersebut dianggap PNI terlalu
menguntungkan Masyumi, dan mosi dari PNI ini pun diterima oleh parlemen sehingga Natsir harus
mengembalikan mandatnya kepada Presiden.Selain mosi tidak percaya dari PNI yang disetujui
parlemen, ada mosi tidak percaya dari parlemen terkait kegagalan Kabinet Natsir dalam
perundingan antara Indonesia dengan Belanda terkait Irian Barat. Tekanan yang bertubi-tubi ini
kemudian sampai pada puncaknya yaitu kejatuhan Kabinet Natsir pada tanggal 21 Maret 1951 dan
kemudian Natsir pun mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno.

Pergantian
Pada masa Kabinet Natsir ini berjalan, banyak terjadi pemberontakan di Indonesia,seperti Gerakan
DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, dan Gerakan RMS.Permasalahan terkait Irian Barat
juga masih terus berlangsung dan belum ditemukan solusinya.Karena banyaknya masalah
pemberontakan yang muncul, pada 22 Januari 1951, parlemen Indonesia menyampaikan Mosi
Tidak Percaya.Pada 21 Maret 1951, didapatkan hasil bahwa Mosi Tidak Percaya mendapatkan
kemenangannya.Peristiwa tersebut pun kemudian diikuti dengan mundurnya Natsir dari
jabatannya.Natsir mengembalikan mandatnya kepada presiden yang menjadi tanda berakhirnya
Kabinet Natsir.Setelah Kabinet Natsir tidak lagi bertugas, kabinet selanjutnya yang terbentuk,
yaitu Kabinet Sukiman-Suwiryo.

PENUTUP
Berdasarkan pembahasan yang telah dibahas sebelumnya dan hasil penelitian yang telah penulis
lakukan, maka penulis dapat menarik kesimpulan terkait dengan masalah yang penulis angkat
yakni Pemerintahan Perdana Menteri Mohammad Natsir Di Indonesia (1950-1951), sebagai
berikut :
1.Pada akhir pemerintahan Perdana Menteri Mohammad Hatta kondisi perpolitikan di Indonesia
masih sangat memprihatinkan. Kabinet RIS dibawah pimpinan Hatta harus memecahkan masalah-
masalah yang timbul akibat perang kemerdekaan dan masalah-masalah yang dominan dengan
kehidupan suatu negara muda. Akibat perang kemerdekaan banyak prasarana yang hancur.
Keadaan ekonomi pada umumnya buruk, seperti inflasi dan defisit dalam anggaran belanja.
Masalah utama lain terdapat di bidang kepegawaian, baik sipil maupun militer. Setelah perang
selesai, jumlah pasukan harus dikurangi karena keuangan negara tidak mendukungnya. Hal ini
menimbulkan masalah antara pasukan APRIS dengan pasukan KNIL yang menuntut berdiri
sendiri dan tidak mau bekerjasama. Disisi lain, Setelah pengakuan kedaulatan terhadap Indonesia
oleh Belanda pada 27 Desember 1949, usaha-usaha untuk kembali ke NKRI terus bergema di
seluruh wilayah Nusantara. Di berbagai daerah timbul gerakan rakyat yang menuntut pembubaran
negara bagian dibawah RIS, dan mereka minta untuk kembali kepada NKRI.
2.Proses pengangkatan Mohammad Natsir menjadi perdana menteri berawal dari keberhasilannya
mengubah bentuk Negara Indonesia melalui mosi yang ia keluarkan di Parlemen yang dikenal
dengan Mosi Integral Natsir. Mosi ini melapangkan jalan bagi peleburan Negara RIS kepada NKRI
secara konstitusional. Terbukti dengan satu persatu negara bagian membubarkan diri dan
memutuskan bergabung ke dalam NKRI. Atas jasanya tersebut, sehingga Presiden Soekarno
memberi kepercayaan terhadap Natsir untuk membentuk kabinet pertama dalam NKRI tahun
1950.
3.Kebijakan politik Mohammad Natsir setelah berhasil membentuk kabinet ialah menyelesaikan
persengketaan antara Indonesia dengan Belanda mengenai status Irian Barat. Berdasarkan
keputusan KMB pada masa Kabinet RIS dibawah pimpinan Hatta, Pemerintah Belanda telah
mengakui kedaulatan atas Negara RIS kecuali Irian Barat. Sehingga Irian Barat tetap dalam
genggaman Belanda dan akan dibicarakan kembali setahun kemudian tepatnya pada masa Kabinet
Natsir. Kabinet Natsir telah melakukan beberapa kali perundingan dengan Pemerintah Belanda
mengenai Irian Barat, namun hal tersebut tidak berhasil. Selain itu, Kabinet Natsir juga harus
memecahkan masalah keamanan dan ketentraman dalam negeri. Dimana setelah kemerdekaan,
banyak sukarelawan atau pejuang yang kecewa karena tidak diberikan penghargaan dan pekerjaan
yang layak sesuai jasa mereka. Sehingga mereka kemudian melakukan pemberontakan, misalnya
pemberontakan yang dipimpin oleh Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan, Amir Fatah di Jawa
Tengah, Daud Beureuh di Aceh dan Ibnoe Hadjar di Kalimantan Selatan. Masalah ekonomipun
menjadi hal penting yang harus diperbaiki oleh Kabinet Natsir. Paska kemerdekaan, keadaan
ekonomi sangat buruk, pendapatan pemerintah masih sangat kurang sehingga terjadi inflasi. Lewat
gagasan Sumitro, Menteri Perdagangan pada masa Kabinet Natsir yang mencanangkan Ekonomi
Gerakan Benteng, keadaan ekonomi umumnya lebih baik. Kebijakan Gerakan Benteng ini yaitu
memberikan modal kepada pengusaha pribumi untuk mengembangkan usahanya. Tujuannya
adalah agar mampu bersaing dengan pedagang asing yang ada di Indonesia seperti Cina dan
Belanda.
4.Dampak dari kebijakan politik Kabinet Natsir dapat dilihat dari kegagalannya dalam melakukan
perundingan dengan Belanda mengenai status Irian Barat. Kegagalan ini menimbulkan
kekecewaan dari berbagai pihak, sehingga tanda-tanda jatuhnya kabinet mulai terlihat pada kondisi
ini. Kekecewaan masyarakat ditunjukkan dalam bentuk pengajuan mosi tidak percaya dari
berbagai daerah. Diantaranya, mosi tidak percaya dari Pemuda Demokrat Indonesia Cabang
Sumbawa dan mosi tidak percaya dari Pemuda Demokrat Indonesia Cabang Medan. Masalah
keamananpun tidak bisa diatasi, terbukti adanya pemberontakan-pemberontakan dalam negeri
akibat ketidak puasan beberapa pihak terhadap kebijakan yang diambil. Misalnya masalah antara
TNI dan pasukan gerilyawan yang tidak mau bekerjasama sehingga terjadi bentrokkan. Selain itu,
juga terjadi pemberontakan APRA, Andi Azis, RMS dan pemberontakan DI/TII.Mengenai
masalah ekonomi, kebijakan Ekonomi Gerakan Benteng yang dilakukan oleh Kabinet Natsir
ternyata juga mengalami kegagalan. Hal ini disebabkan karena adanya kepentingan politik
dikalangan para pengusaha yang diberikan modal. Mereka menyalahgunakan modal yang
diberikan oleh pemerintah untuk kepentingan pribadi, hal tersebut menimbulkan kerugian yang
sangat besar bagi negara.
DAFTAR PUSTAKA
Anshari Saifuddin Endang, 1977. Piagam Jakarta 22 Juni 1945: Sebuah Konsesnsus Nasional
tentang Dasar Negara RI (1945-1949 , Jakarta: Gema Insani Press .Budiardjo, Miriam,ed, 1994.
Demokrasi di Indonesia: antara Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Jakarta:
Gramedia Pustaka. Djain, Abibullah, dkk, 1996. Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir,
Jakarta: Pustaka Firdaus.Goottschalk, Louis, 1986. Mengerti Sejarah, Jakarta,Narasi.Harjono,
Anwar, 1997. Perjalan Politik Bangsa, Jakarta : Gema Insan Press.Kahin, George Mc Turnan,
1995. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan dan UNS Press.Rosidin,
Ajip, 1990. M. Natsir, Sebuah Boigrafi, Jakarta: Girimukti Pusaka.Moedjanto, G, 1988. Indonesia
Abad ke-20 II, Yogyakarta: Kanisius.Madjid, Nurcholish, 2004. Indonesia Kita, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.Natsir, Mohammad, 1973. Capita Selecta I, Jakarta: Bulan Bintang.Noer Deliar,
1980. Gerakan Modernisasi Islam di Indonesia tahun 1940-1942,Jakarta: LP3ES.Pour Jolius,
1995. Pengalaman Dan Kesaksian Sejak Proklamasi Sampai Orde Baru, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.Puar Abdullah Yusuf, ed, 1978. Mohammad Natsir 70 tahun: Kenang-Kenangan
Kehidupan dan Perjuangan, Jakarta: Pustaka Antara.Suryanegara Mansur Ahmad, 2010. Api
Sejarah 2, Bandung: PT Salamandani Pustaka Semesta.Soeharto, R, 1982. Saksi Sejarah
Menggunakan Dwitunggal, Jakarta :Gunung Agung.Waluyo, 2009. Dari Pemberontak Menjadi
Pahlawan Nasional, Yogyakarta: Ombak Wangsa Widjaja,I, 1983. Mohammad Hatta Kumpulan
Pidato II, Jakarta: Inti Indayu Press.

Anda mungkin juga menyukai