Anda di halaman 1dari 15

Kehidupan politik pada masa demokrasi

liberal
01 PITRI DWI HANDAYANI

Nama kelompok 02 AULIA SYIFA


RAMADHANI

03
T1

M.DIKA HARIZA

04 ALAN WAHYUDI
SAPUTRA
Ciri ciri demokrasi liberal
1.Hak Asasi Manusia 7.Pembatasan Kekuasaan
2.Hukum dan Supremasi Pemerintah
hukum 8.Perlindungan Minoritas
3.Pemilihan Umum 9.Sistem Hukum dan
4.Kebebasan Berpendapat Kepolisian yang Independen
dan Media Bebas
5.Kebebasan Ekonomi 10.Transparansi dan
Akuntabilitas Pemerintah
6.Partisipasi Warga Negara
1. Kabinet Natsir
Kabinet pertama dalam demokrasi liberal adalah kabinet
Natsir, kabinet ini berjalan dari September 1950–Maret
1951. Di kabinet ini, Moh Natsir dari Partai Masyumi
menjadi perdana menteri, sedangkan anggotanya
termasuk Hamengkubuwono IX, Ir. Djuanda, hingga Prof.
Soemitro.
Program kerja kabinet Natsir terbagi dalam lima pokok, yakni
memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat, mengembangkan
ekonomi rakyat, serta menyempurnakan Organisasi Angkatan Perang. Kabinet
Natsir juga menggiatkan usaha keamanan sekaligus menyempurnakan
susunan pemerintah.
Salah satu keberhasilan kabinet Natsir adalah mengupayakan terjadinya
perundingan antara Indonesia dan Belanda untuk membahas masalah Irian
Barat. Kabinet ini juga cukup berhasil menjalankan Gerakan Banteng, yakni
gerakan nasional untuk mengubah struktur ekonomi nasional.
Penyebab jatuhnya kabinet Natsir adalah berpindahnya PNI sebagai pihak
oposisi. Awalnya PNI memang menjadi koalisi Partai Masyumi, namun Natsir
tak memasukkan PNI dalam susunan kabinet. Karena masalah ini, PNI berubah
menjadi oposisi bersama dengan PKI dan Murba.

Jatuhnya kabinet Natsir disebabkan oleh masalah internal juga, yakni tidak
berjalannya Sumitro Plan dan adanya perubahan susunan lembaga daerah
akibat mosi dari PNI.
2. Kabinet Sukiman
Setelah Kabinet Natsir mengembalikan mandatnya pada presiden, presiden
pun menunjuk Sukiman dari Masyumi dan Sidik dari PNI untuk membentuk
kabinet koalisi. Kabinet Sukiman merupakan kabinet koalisi pertama antara
Masyumi dan PNI.
Program kerja kabinet Sukiman lebih mengutamakan untuk meningkatkan
keamanan dan ketentraman negara. Tak hanya itu, kabinet ini juga punya
program kerja untuk memperbaharui hukum agraria sesuai kepentingan petani
hingga mempercepat pemilihan umum.

Keberhasilan kabinet Sukiman terlihat dengan meningkatnya perusahaan kecil


di berbagai daerah. Sektor pendidikan juga mulai diperluas dan bisa
melanjutkan beberapa program kerja dari kabinet sebelumnya, terutama
masalah Irian Barat.
Penyebab jatuhnya kabinet Sukiman adalah ketidakmampuan kabinet
mengatasi berbagai pemberontakan di wilayah Jawa dan Sulawesi. Selain itu,
kabinet ini juga mendapat sandungan karena dinilai menjalin kerja sama
dengan blok barat lewat MSA.
3. Kabinet Wilopo
Kabinet Wilopo berjalan dari April 1952–Juni 1953 dengan penunjukan Wilopo
dari PNI sebagai formatur. Kabinet ini mendapat dukungan dari 3 partai, yakni
PSI, Masyumi, serta PSI. Program kerja kabinet Wilopo terbagi dalam 2
program, yakni dalam dan luar negeri.
Untuk program dalam negeri, Kabinet Wilopo berfokus untuk meningkatkan
kemakmuran rakyat, stabilitas negara, dan akses pendidikan. Kabinet ini juga
mengusahakan untuk segera menyelenggarakan Pemilu untuk memilih DPR,
Konstituante, dan DPRD.
Kemudian, untuk program luar negeri, Kabinet Wilopo melanjutkan dari program
kabinet sebelumnya, yakni memperjuangkan Irian Barat dan melakukan politik
bebas aktif. Keberhasilan kabinet Wilopo terlihat dengan terlaksananya Pemilu
dan produksi pangan nasional yang meningkat.
Penyebab jatuhnya kabinet Wilopo adalah adanya konflik internal TNI, krisis
ekonomi, hingga adanya defisit kas negara. Tensi gangguan juga meningkat
dengan adanya gerakan separatis yang ada di Jawa dan luar Jawa, berikut dengan
ketidak puasan masyarakat.
Peristiwa yang menjadi sebab jatuhnya kabinet Wilopo adalah Peristiwa
Tanjung Morawa. Peristiwa ini merupakan konflik yang terjadi di Deli antara
petani liar yang didukung PKI dan aparat kepolisian mengenai tanah
perkebunan. Peristiwa Tanjung Morawa ini mengakibatkan munculnya mosi
tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo, sehingga
kabinet ini pun jatuh.
4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I
Pada Juli 1953, kabinet Ali Sastroamijoyo I terbentuk dengan dukungan
penuh dari parlemen, termasuk partai NU. Program kerja kabinet Ali
Sastroamijoyo I ini ada 6 poin, yakni meningkatkan keamanan dan
kemakmuran negara, menyelenggarakan pemilu, dan pembebasan Irian
Barat.
Program kerja lainnya adalah pelaksanaan politik bebas aktif, peninjauan
kembali hasil Konferensi Meja Bundar, serta penyelesaian pertikaian politik
yang terjadi di dalam parlemen negara. Keenam program kerja tersebut juga
termasuk dari perkembangan program kerja kabinet sebelumnya.
Keberhasilan kabinet Ali Sastroamijoyo I diantaranya adalah merampungkan
Pemilu dan menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Kabinet ini juga
memperkenalkan sistem ekonomi baru bernama Ali Baba untuk menggalang
kerja sama antara pribumi dan Tionghoa.
Kegagalan kabinet Ali Sastroamijoyo I disebabkan karena adanya
pemberontakan gerakan separatisme, yakni DI/TII di Jabar, Sulawesi Selatan
dan Aceh. Kabinet ini juga harus menghadapi kemelut di tubuh TNI AD
sekaligus mengatasi masalah ekonomi yang belum rampung.
Keadaan di dalam kabinet dan parlemen makin buruk dengan adanya konflik
antara PNI dan NU, sehingga koalisi kabinet ini pecah. NU menarik
menterinya pada Juli 1955 yang kemudian diikuti partai lainnya. Pada akhir
Juli 1955, kabinet ini mengembalikan mandatnya pada presiden.
5. Kabinet Burhanuddin Harahap
Kabinet pada masa demokrasi liberal berikutnya adalah kabinet
Burhanuddin Harahap. Kabinet ini berjalan dari Agustus 1955–Maret 1956
dengan koalisi Partai Masyumi. Berbeda dengan sebelumnya, PNI memilih
menjadi oposisi di kabinet ini.
Program kerja kabinet Burhanuddin Harahap diantaranya mengembalikan
kewibawaan pemerintah dengan meningkatkan kepercayaan AD dan
masyarakat pada kinerja negara. Selanjutnya, kabinet ini juga
merencanakan terbentuknya parlemen baru dan mengatasi masalah
korupsi, inflasi dan desentralisasi
Kabinet ini juga masih berusaha memperjuangkan Irian Barat agar
kembali ke pangkuan Indonesia. Tak hanya itu, politik bebas aktif yang
sebelumnya disepakati dalam KAA juga menjadi prioritas dari kabinet
Burhanuddin.
Keberhasilan kabinet Burhanuddin Harahap bisa Sobat Pijar lihat dengan
bubarnya Uni Indonesia Belanda. Penangkapan pejabat tinggi yang melakukan
korupsi juga berhasil dilakukan, hubungan yang membaik dengan AD dan
penyelenggaraan Pemilu yang berhasil.
Penyebab jatuhnya kabinet Burhanuddin Harahap adalah perintah presiden
untuk membubarkan kabinet tersebut. Dengan selesainya Pemilu, maka tugas
kabinet ini juga berakhir dan dianggap telah selesai.
6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II
Kabinet pada masa demokrasi liberal tidak selesai dengan berakhirnya kabinet
Burhanuddin Harahap. Pada Maret 1956 – Maret 1957, kabinet Ali
Sastroamijoyo II terbentuk dengan dukungan 3 partai besar, yakni PNI, NU dan
Masyumi.
Program kerja kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah program jangka panjang
yang disebut sebagai Rencana Pembangunan Lima Tahun. Beberapa isi dari
rencana tersebut adalah pembatalan KMB, melaksanakan keputusan KAA,
serta pembentukan daerah otonomi.
Masalah sosial dan politik juga disoroti oleh kabinet ini, yakni mengusahakan
perbaikan nasib kaum buruh dan menyehatkan keuangan negara. Pemulihan
keamanan sekaligus pengembalian Irian Barat juga dilakukan oleh kabinet Ali II
ini.
Keberhasilan kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah pembatalan seluruh
perjanjian KMB. Namun pembatalan perjanjian ini juga menjadi penyebab
jatuhnya kabinet ini. Dengan berakhirnya perjanjian KMB, nasib modal
pengusaha Belanda di Indonesia mulai tidak jelas.
Kegagalan kabinet Ali Sastroamijoyo II juga terlihat dengan adanya
gelombang anti Cina di masyarakat. Pergolakan dan kekacauan di berbagai
daerah juga terus menguat dan mengarah ke gerakan separatisme.
Perpecahan antara Masyumi dan PNI membuat kabinet ini akhirnya jatuh.
7. Kabinet Djuanda
Kabinet baru setelah kabinet Ali II dipimpin oleh Ir. Djuanda, kabinet Djuanda
disebut juga zaken kabinet karena berisi menteri yang ahli di bidangnya dan
tergolong intelektual. Jadi, di dalam kabinet ini minim dan bahkan tidak ada
unsur politik Sobat Pijar.
Program kerja kabinet Djuanda dikenal dengan nama Panca Karya yang berisi
5 poin. Diantaranya membentuk Dewan Nasional, normalisasi keadaan RI,
perjuangan pengembalian Irian Jaya, serta melancarkan pembatalan KMB.
Kabinet ini juga berusaha untuk mempercepat proses pembangunan.

Keberhasilan kabinet Djuanda adalah mengeluarkan Deklarasi Djuanda,


dengan deklarasi ini wilayah Indonesia makin luas karena perairan Indonesia
menjadi 12 mil dari garis pantai. Sebelum adanya Deklarasi Djuanda, perairan
Indonesia terbatas hanya di angka 3 mil.

Anda mungkin juga menyukai