Anda di halaman 1dari 23

Perkembangan Pemerintahan Indonesia

pada masa demokrasi liberal (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)

A. Pengertian
Masa Demokrasi Liberal di Indonesia dimulai sejak tanggal 17 Agustus 1950,
setelah Indonesia yang sebelumnya sebagai negara federasi atau serikat (RIS) kembali
kebentuk semula yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai landasan
konstitusinya Indonesia mempergunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS)
atau juga disebut Undang-Undang Dasar 1950. Konstitusi ini dinamakan "sementara",
karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante hasil pemilihan
umum yang akan menyusun konstitusi baru. Berdasarkan UUD tersebut pemerintahan
yang dilakukan oleh kabinet sifatnya parlementer, artinya kabinet bertanggung jawab
pada parlemen. Secara garis besar Demokrasi Liberal adalah suatu demokrasi yang
menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala
pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-
menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi
parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara . Jatuh bangunnya suatu kabinet
bergantung pada dukungan anggota parlemen.
Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet. Hal ini
disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak, tetapi tidak ada partai yang
memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet terpaksa didukung oleh sejumlah partai
berdasarkan hasil usaha pembentukan partai (kabinet formatur ). Bila dalam
perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung mengundurkan diri dari kabinet,
maka kabinet akan mengalami krisis kabinet. Presiden hanya menunjuk seseorang
( umumnya ketua partai ) untuk membentuk kabinet, kemudian setelah berhasil
pembentukannya, maka kabinet dilantik oleh Presiden. Suatu kabinet dapat berfungsi bila
memperoleh kepercayaan dari parlemen, dengan kata lain ia memperoleh mosi percaya.
Sebaliknya, apabila ada sekelompok anggota parlemen kurang setuju ia akan
mengajukan mosi tidak percaya yang dapat berakibat krisis kabinet.
Ciri – ciri sistem kabinet parlementer adalah :
 Adanya sistem multi partai .
 Adanya pemisahan kekuasaan antara Kepala Negara dengan Kepala Pemerintahan.
 Presiden adalah Kepala Negara dan Kepala Negara tidak bertenggung jawab atas
segala kebijaksanaan yang diambil kabinet.
 Kepala pemerintahan ( Kabinet ) adalah seorang Perdana Menteri
 Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen. Kabinet harus meletakkan mandatnya
kepada Kepala Negara jika parlemen mengeluarkan mosi tidak percaya kepada
menteri tertentu atau seluruh menteri
 Dalam parlemen terdapat dua kelompok partai yaitu partai pemerintah (partai
penguasa) dan partai oposisi ( partai yang tidak memiliki wakil di
pemerintahan/kabinet ).
 Bila terjadi perselisihan antara kabinet dan parlemen dan Kepala Negara
beranggapan kabinet berada dipihak yang benar maka Kepala Negara dapat
membubarkan parlemen, serta secepatnya dilaksanakan pemilu untuk membentuk
parlemen yang baru.

B. Pelaksanaan Sistem Pemerintahan


Pelaksanaan sistem kepemerintahan pada demokrasi liberal dilaksanakan dengan
dibentuknya kainet-kabinet. Adapun kabinet yang pernah memerintah pada masa
demokrasi liberal antara lain :
1. Kabinet Natsir (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
Kabinet Natsir merupakan kabinet Negara Kesatuan Republik Indonesia
pertama setelah bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dibubarkan. Kabinet
Natsir merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh Masyumi. Sedangkan PNI
(Partai Nasional Indonesia) yang merupakan partai kedua terbesar saat itu lebih
memilih kedudukan sebagai oposisi. PNI menolak ikut serta dalam kabinet, karena
merasa tidak diberi kedudukan yang sesuai dengan kekuatan yang dimiliknya.
Kabinet ini dipimpin oleh Muhammad Natsir dan mendapat dukungan dari
tokoh-tokoh terkenal yang memiliki keahlian dan reputasi tinggi pada kancah politik
Indonesia saat itu, diantaranya adalah Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Mr. Asaat,
Mr. Moh Roem, Ir. Djuanda dan Dr. Sumitro Djojohadikusumo.
a. Susunan Kabinet
No Jabatan Nama Menteri Partai Politik
1 Perdana Menteri Mohammad Natsir Masyumi
Wakil Perdana Menteri Hamengku Buwono IX Non partai
2 Menteri Dalam Negeri Assaat Non partai
3 Menteri Luar Negeri Mohammad Roem Masyumi
4 Menteri Keamanan Rakyat Abdul Halim Non partai
5 Menteri Kehakiman Wongsonegoro PIR
6 Menteri Penerangan M. A. Pellaupessy Faksi Demokratik
7 Menteri Keuangan Syafruddin Masyumi
Prawiranegara
8 Menteri Perindustrian dan Sumitro Partai Sosialis
Perdagangan Joyohadikusumo Indonesia
9 Menteri Pertanian Tandiono Manu Partai Sosialis
Indonesia
10 Menteri Pekerjaan Umum Herman Johannes PIR
dan Rekonstruksi
11 Menteri Sosial F. S. Haryadi Partai Katolik
12 Menteri Perhubungan Djuanda Kartawidjaja Non partai
13 Menteri Kesehatan Johannes Leimena Partai Kristen
Indonesia
14 Menteri Agama Wahid Hasyim Masyumi
15 Menteri Tenaga Kerja Panji Suroso Parindra
16 Menteri Pendidikan dan Bahder Djohan Non partai
Kebudayaan
17 Menteri Negara Harsono Cokroaminoto PSII

b. Program kerja kabinet Natsir


1) Menggiatkan atau meningkatkan usaha keamanan dan ketentraman.
2) Menguatkan konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
3) Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang
4) Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat sebagai fondasi ekonomi
nasional.
5) Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
Irian Barat pada masa ini merupakan wilayah-wilayah negara Indonesia
yang dijadikan boneka bentukan Belanda yang meski telah kembali ke pengakuan
negara kesatuan, tetapi wilayah RI belum sepenuhnya utuh karena wilayah Irian
Barat masih dikuasai Belanda. Oleh karena itu, pemerintah RI berupaya untuk
merebut kembali Irian Barat dari tangan Belanda. Cara yang ditempuh oleh
pemerintah RI adalah dengan cara diplomasi, konfrontasi ekonomi, dan militer.

c. Hasil kerja
1) Memetakan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
2) Masuknya Indonesia menjadi anggota PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
3) Dilaksanakannya perundingan masalah Irian Barat dengan pihak Belanda.

d. Kendala / Masalah yang dihadapi


1) Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan
buntu (kegagalan).
2) Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir
di seluruh wilayah Indonesia, yaitu :
 Gerakan DI/TII
Gerakan DI (Darul Islam) dan TII (Tentara Islam Indonesia) yang pada saat
itu mempunyai keinginan yang tinggi untuk mewujudkan cita-citanya
mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Bahkan cita-citanya ini
diwujudkan melalui proklamasi yang dikumandangkan pada tanggal 7
Agustus 1949 di Desa Cisayong, Jawa Barat. Atas cita-citanya ini, gerakan
ini banyak melakukan pemberontakan pada masa kabinet Natsir diberbagai
wilayah Indonesia, seperti di Jawa Barat, Sulawesi Sealatan, Aceh, Jawa
Tengah, dan Kalimantan Selatan
 Gerakan Andi Azis
Gerakan ini merupakan pemberontakan Andi Aziz di makassar (Sulawesi
Selatan). Andi Aziz adalah kapten perwira Koninklije Nederland Indische
Leger (KNIL) yang melakukan pemberontakan disana dengan menyerang
APRIS karena menginginkan terbentuknya Negara Indonesia Selatan (NIT).
 Gerakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil)
Gerakan ini dipimpin oleh Kapten Raymon Westerling yang merupakan
bekas komandan pasukan KNIL bentukan Belanda di Indonesia. Tujuan
gerakan ini adalah untuk mempertahankan bentuk negara federal di
Indonesia dan memiliki tentara tersendiri pada negara-negara bagian RIS.
 Gerakan RMS (Republik Maluku Selatan)
Gerakan ini dipelopori oleh Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil
(mantan jaksa Agung Negara Indonesia Timur). Gerakan ini diawali dari
ketidaksetujuannya atas terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketidaksetujuannya ini dikarenakan adanya penggabungan daerah-daerah
negara Indonesia Timur menjadi wilayah kekuasaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sehingga ia berusaha melepaskan wilayah Maluku
Tengah dar NIT (Negara Indonesia Timur) yang menjadi bagian RIS dan
mendirikan RMS (Republik Maluku Selatan). Bahkan, pada tanggal 24
April 1950, Soumokil memproklamasikan berdirinya RMS.

e. Kondisi Ekonomi
- Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951
pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi
Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredit
harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat
pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuannya
adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta
melakukan penghematan secara drastis. Perubahan mengenai nasionalisasi De
Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi
diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No.
24 tahun 1951
- Sistem ekonomi gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik
Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang
dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro
Djojohadikusumo (menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk
mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional
(pembangunan ekonomi Indonesia).
Programnya adalah:
 Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
 Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan
untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
 Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan
diberikan bantuan kredit.
 Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang
menjadi maju.
Tetapi tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun
beban keuangan pemerintah semakin besar. Kegagalan program ini disebabkan
karena :
 Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non
pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
 Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
 Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
 Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
 Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati
cara hidup mewah.
 Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan
secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.
Dampaknya adalah program ini menjadi salah satu sumber defisit
keuangan. Beban defisit anggaran Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah
ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah.
Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit khususnya
pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga
masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat
devisa dengan mengurangi volume impor.

f. Berakhirnya Kekuasaan Kabinet Natsir


Penyebab jatuhnya Kabinet Natsir dikarenakan kegagalan Kabinet ini dalam
menyelesaikan masalah Irian Barat, terjadi banyak pemberontakan diberbagai
daerah dan adanya mosi tidak percaya dari PNI pada tanggal 22 Januari 1951
menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI
menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu
menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Kabinet
Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden pada tanggal 21 Maret
1951.
Penyebab lainnya adalah seringnya mengeluarkan Undang Undang Darurat
yang mendapat kritikan dari partai oposisi..

g. Pergantian Kabinet Natsir ke Kabinet Sukiman


Setelah kabinet Natsir mengembalikan mandatnya kepada presiden, presiden
menunjuk Sartono (ketua PNI) menjadi formatur. Hampir satu bulan Sartono
berusaha membentuk kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi. Namun, usaha
tersebut mengalami kegagalan, sehingga ia mengembalikan mandatnya kepada
presiden setelah bertugas selama 28 hari (28 Maret-18 April 1951). Presiden
kemudian menunjuk Sukiman (Masyumi) dan Djojosukarto (PNI) sebagai
formatur. Walaupun mengalami sedikit kesulitan, namun akhirnya mereka berhasil
membentuk kabinet koalisi anatar Masyumi dan PNI dan sejumlah partai kecil.
Kabinet koalisi itu dipimpin oleh Sukiman dan kemudian dikenal sebagai kabinet
Sukiman.

2. Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)


Kabinet Sukiman berdiri setelah Kabinet Natsir dibubarkan dan menyerahkan
mandatnya kembali ke presiden. Awalnya presiden menunjuk Sartono (ketua PNI)
menjadi formatur. Hampir satu bulan Sartono berusaha membentuk kabinet koalisi
antara PNI dengan Masyumi. Nemun terus saja usahanya tersebut mengalami
kegagalan, mengingat Sartono merupakan bagian dari PNI saja dan tidak ada dari
pihak Masyumi. Sehingga Sartono mengembalikan mandatnya kepada presiden
setelah bertugas selama 28 hari (28 Maret – 18 April 1951).
Presiden kemudian menunjuk Sukiman (Masyumi) dan Djojosukarto (PNI)
sebagai formatur. Awalnya kabinet ini banyak mengalami kesulitan namun akhirnya
mereka berhasil membentuk kabinet koalisi antar Masyumi dengan PNI dan sejumlah
partai kecil. Kabinet koalisi ini dipimpin oleh Sukiman, sehingga dikenal dengan
kabinet Sukiman. Kabinet ini, memiliki 7 pasal yang hampir sama dengan kabinet
Natsir, hanya saja beberapa hal mengalami perubahan dalam skala prioritas.
a. Susunan Kabinet
No Jabatan Nama Menteri
1 Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo
Wakil Perdana Menteri Suwirjo
2 Menteri Luar Negeri Achmad Subardjo
3 Menteri Dalam Negeri Iskak Tjokroadisurjo
4 Menteri Pertahanan Sewaka
5 Menteri Kehakiman Mohammad Yamin
6 Menteri Penerangan Arnold Mononutu
7 Menteri Keuangan Jusuf Wibisono
8 Menteri Pertanian Suwarto
9 Menteri Perindustrian dan Perdagangan Sujono Hadinoto
10 Menteri Perhubungan Djuanda Kartawidjaja
11 Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Ukar Bratakusumah
12 Menteri Perburuhan Iskandar Tedjasukmana
13 Menteri Sosial Sjamsuddin
14 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wongsonegoro
15 Menteri Agama Wahid Hasjim
16 Menteri Kesehatan J. Leimena
17 Menteri Negara A. Pellaupessy (urusan umum)
Pandji Suroso (urusan pegawai)
Gondokusomo (urusan agraria)

b. Program Kerja
1) Bidang keamanan, menjalankan tindakan-tindakan yang tegas sebagai negara
hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
2) Sosial-ekonomi,mengusahakan kemakmuran rakyat secepatnya dan
memperbaruhi hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani. Juga
mempercepat usaha penempatan bekas pejuang di lapangan usaha.
3) Mempercepat persiapan-persiapan pemilihan umum.
4) Di bidang politik luar negeri: menjalankan politik luar negri secara bebas-aktif
serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
5) Di bidang hukum, menyiapkan undang-undang tentang pengakuan serikat
buruh, perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan penyelesaian
pertikaian buruh.

c. Hasil Kerja
Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjutkan program Natsir hanya saja
terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya
program Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya
diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman. Banyak hambatan
dalam kabinet Sukiman membuat hasil kerja kabinet ini tidak maksimal.

d. Kendala / Masalah yang dihadapi


1) Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia
Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai
pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada
Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam
MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI
diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika. Tindakan Sukiman
tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas
aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan
Indonesia ke dalam blok barat.
2) Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi
pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
3) Masalah Irian barat belum juga teratasi.
4) Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik, yang menyebabkan keamanan
dan ketentraman semakin tidak stabil yang tampak dengan kurang tegasnya
tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah,
Sulawesi Selatan.

e. Berakhirnya kekuasaan kabinet :


Kegagalan kabinet Sukiman dianilai dalam penangganan masalah keamanan
dalam negeri, memihaknya Indonesia kepada Blok Barat dengan menandatangani
Mutual Security Act (MSA) dengan pemerintah Amerika Serikat. Hal ini memicu
munculnya pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga
mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat
Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada
presiden.
 Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukarto (PNI)
dan Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) menjadi formatur, namun gagal. Kemudian
menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah bekerja selama dua minggu
berhasil dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo, sehingga
terbentuklah Kabinet Wilopo. Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang
terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya.
 Program Kabinet Wilopo, antara lain:
a) Program dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR,
dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan kemakmuran,
pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
b) Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda,
Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar
negeri yang bebas-aktif menuju perdamaian dunia.
 Kendala/ Masalah yang dihadapi :
a) Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-
barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
b) Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak
terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya
besar untuk mengimport beras.
c) Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam
keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi
dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang.
d) Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah untuk
menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang
dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya.
Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang
berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel
Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD
kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga
menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan
adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam
memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan. Keadaan ini menyebabkan muncul
demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu
TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar
parlemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak. Muncullah mosi tidak
percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan
mengecam kebijakan KSAD. Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira
angkatan darat guna menekan Sukarno agar membubarkan kabinet.
e) Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di
Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan
pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah
perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya
selama masa Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan
dianggap miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi
kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah
mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah
dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani
terbunuh. Intinya peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan
antara aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah
perkebunan di Sumatera Timur (Deli).

 Berakhirnya kekuasaan kabinet :


Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani
Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan
mandatnya pada presiden pada tanggal 2 Juni 1953.

 Kabinet Ali Sastroamidjojo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)


Setelah mundurnya Kabinet Wilopo, terbentuk kabinet baru, yaitu Kabinet Ali
Sastroamidjojo. Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU. Sedangkan,
Masyumi menjadi partai oposisi.
 Program – program Kabinet Ali Sastroamidjojo I, yaitu :
a. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan
Pemilu.
b. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
c. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
d. Penyelesaian Pertikaian politik
 Hasil :
a) Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan
diselenggarakan pada 29 September 1955.
b) Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
c) Membaiknya hubungan dengan Cina.

 Konferensi Asia Afrika (KAA) 18–24 April 1955


 Konferensi Pendahuluan :
1) Konferensi Kolombo (Konferensi Pancanegara I)
2) Konferensi Bogor (Konferensi Pancanegara II)

 Latar belakang dan dasar pertimbangan diadakan KAA adalah sebagai berikut:
1) Kenangan kejayaan masa lampau dari beberapa negara di kawasan Asia-Afrika.
2) Perasaan senasib sepenanggungan karena sama-sama merasakan masa penjajahan
dan penindasan bangsa Barat, kecuali Thailand.
3) Meningkatnya kesadaran berbangsa yang dimotori oleh golongan elite
nasional/terpelajar dan intelektual.
4) Adanya Perang Dingin antara Blok Barat dengan Blok Timur.
5) Memiliki pokok-pokok yang kuat dalam hal bangsa, agama, dan budaya.
6) Secara geografis letaknya berdekatan dan saling melengkapi satu sama lain.

 Tujuan diadakannya Konferensi Asia Afrika, antara lain:


a) memajukan kerja sama bangsa-bangsa di Asia dan Afrika dalam bidang sosial,
ekonomi, dan kebudayaan;
b) memberantas diskriminasi ras dan kolonialisme;
c) memperbesar peranan bangsa Asia dan Afrika di dunia dan ikut serta
mengusahakan perdamaian dunia dan kerja sama internasional.
d) bekerja sama dalam bidang sosial, ekonomi, dan budaya,
e) membicarakan masalah-masalah khusus yang menyangkut kepentingan bersama
seperti kedaulatan negara, rasionalisme, dan kolonialisme.
 Pelaksanaan Konferensi Asia Afrika
Konferensi Asia Afrika diselenggarakan di Gedung Merdeka, Bandung.
Konferensi Asia Afrika dihadiri oleh wakil-wakil dari 29 negara. Hasil KAA yang
dikenal dengan sebutan Dasasila Bandung, yaitu sepuluh prinsip pernyataan politik
berisi prinsip-prinsip dasar dalam usaha memajukan perdamaian dan kerja sama
dunia.

 Sistem Ekonomi Ali-Baba


Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri perekonomian
kabinet Ali I).Tujuan dari program ini adalah:
a) Untuk memajukan pengusaha pribumi.
b) Agar para pengusaha pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
c) Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka
merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
d) Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi
dan non pribumi.

Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai


pengusaha non pribumi khususnya Cina.

Pelaksanaan kebijakan Ali-Baba:


a) Pengusaha non pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan
tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki
jabatan-jabatan staf.
b) Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional
c) Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-
perusahaan asing yang ada.

Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:


a. Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk
mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi
lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
b. Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan
bebas.
c. Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.

 Kendala/ Masalah yang dihadapi :


a) Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan,
seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
b) Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya
kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan
dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD
mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya
mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD
menolak pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak
menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika
terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi
yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak
melakukan serah terima dengan KSAD baru.
c) Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang
menunjukkan gejala membahayakan.
d) Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
e) Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan
untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti
oleh partai lainnya.
 Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkan NU memutuskan untuk
menarik dukungan kepada pemerintah dan menarik kembali menteri-menterinya
pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya. Adanya hal ini memaksa
Ali Sastroamijoyo harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 24
Juli 1955.

 KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)


Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh Muhammad Natsir dari partai
Masyumi.
a) Susunan Kabinet :
NO SUSUNAN KABINET BURHANUDIN
1. Perdana Menteri : Mr. Burhanuddin Harahap
2. Wakil Perdana Menteri I : R. Janu Permadi
3. Wakil Perdana Menteri II : Harsono Cokroaminoto
4. Menteri Luar Negeri : Mr. Anak Agung Gede Agung
5. Menteri Dalam Negeri : Mr. R. Sunaryo
6. Menteri Pertahanan : Mr. Burhaniddin Harahap
7. Menteri Keuangan : Prof. Dr. Sumirto Joyohadikusumo
8. Menteri Perekonomian : I.J. Kasimo
9. Menteri Pertanian : Muhammad Sarjan
10. Menteri Perhubungan : F. Laoh
11. Menteri Muda Perhubungan : Asroruddin
12. Menteri Agraria : Mr. Gunawan
13. Menteri Pekerj. Umum & Tenaga : R. Panji Suroso
14. Menteri Kehakiman : Mr. Lukman Wariadinata
15. Menteri Perburuhan : Iskandar Tejakusuma
16. Menteri Sosial : Sudibyo
17. Menteri Agama : K. H. Muhammad Ilyas
18. Menteri PP & K : Prof. Ir. Suwandi
19. Menteri Kesehatan : Dr. J. Leimena
20. Menteri Penerangan : Syamsuddin Sutan Makmur
21. Menteri Negara : Abdul Halim
22. Menteri Negara : Sutomo/ Bung Tomo
23. Menteri Negara : Drs. Comala Ajaib Nur
24. Menteri Pekerj. Umum & Tenaga : R. Panji Suroso

b) Program Kerja :
1) Mengembalikan kewibawaan pemerintah (Gezag), yaitu mengembalikan
kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
2) Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan
mempercepat terbentuknya parlemen baru
3) Memerintahkan Polisi Militer untuk menangkap Mr. Djody Gondokusumo atas
kasus korupsi di departemen kehakiman
4) Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
5) Perjuangan pengembalian Irian Barat
6) Menyelesaikan perundang-undangan desentralisasi sedapat-dapatnya dalam
tahun 1955 ini juga.
7) Menghilangkan faktor-faktor yang menimbulkan inflasi.
8) Meneruskan perjuangan mengembalikan Irian Barat ke dalam Wilayah
Republik Indonesia.
9) Memperkembangkan politik kerja sama Afrika – Asia berdasarkan politik
bebas dan aktif menuju perdamaian.
Program tersebut diatas cukup praktis dan tidak terlalu banyak.
Diantaranya program kabinet ini ada yang dapat dilaksanakan, tapi juga ada yang
belum dapat terlaksana. Memang kita menyadari sekali bahwa kabinet ini tidak
berumur panjang, hanya sekitar 6,5 bulan saja. Program yang belum terlaksana
adalah Pengembalian Irian Barat ke dalam Wilayah Negara Indonesia. Usaha ini
baru berhasil pada masa pemerintahan Kabinet Kerja III yaitu pada tanggal 1 Mei
1963.
c) Hasil Kerja Kabinet :
1) Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955
(memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante).
Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos
seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak,
yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
Nama Partai Dan Perolehan Suara
1) PNI : 57 kursi 15) Partai buruh : 2 kursi
2) Masyumi : 57 kursi 16) PRI : 2 kursi
3) Partai NU : 45 kursi 17) PRIM : 2 kursi
4) PKI : 39 kursi 18) AKUI : 1 kursi
5) PSII : 8 kursi 19) ACOMA : 1 kursi
6) Parkindo : 8 kursi 20) PPTI : 1 kursi
7) Partai Katolik : 8 kursi 21) PRD : 1 kursi
8) PSI : 6 kursi 22. 22) R. Sujono : 1 kursi
9) PERTI : 5 kursi 23) PIR Wongso : 1 kursi
10) IPKI : 4 kursi 24) PIR Hazairin : 1 kursi
11) GPP : 4 kursi 25) Permei : 1 kursi
12) PRN : 2 kursi 26) Baperki : 1 kursi
13) P3RI : 2 kursi 27) Parindra : 1 kursi
14) Murba : 2 kursi i 28) Peratuan Daya : 1 kursi
Total perolehan kursi : 257

2) Menyelenggarakan pemilihan umum untuk anggota-anggota DPR.


3) Perjuangan Diplomasi menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran
Uni Indonesia-Belanda.
4) Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan
oleh polisi militer.
5) Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
6) Berhasil mengembalikan wibawa pemerintah terhadap Angkatan Darat dengan
menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel
AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.

d) Kendala yang dihadapi kabinet :


1) Banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan
ketidaktenangan.
2) Presiden kurang merestui kabinet ini, karena yang menunjuk Burhanuddin
Harahap sebagai formatir kabinet adalah drs. Muh. Hatta.
e) Kondisi Ekonomi :
Mengadakan perbaikan ekonomi, termasuk di dalamnya keberhasilan
pengendalian harga, menjaga agar jangan terjadi inflasi dan sebagainya. Dalam
masalah ekonomi kabinet ini berhasil cukup baik. Dapat dikatakan kehidupan
rakyat semasa kabinet cukup makmur, harga barang tidak melonjak naik akibat
inflasi.
Persaingan Finansial Ekonomi (Finek), pada masa Kabinet Burhanudin
Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan masalah finansial-
ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh
Anak Agung Gede Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan
rencana persetujuan Finek, yang berisi :
 Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
 Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
 Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat
oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga
Indonesia mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari1956, Kabinet
Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara
sepihak.
Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan
Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Sukarno
menandatangani undang-undang pembatalan KMB.
Dampaknya : Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya,
sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda
tersebut.
f) Berakhirnya Kabinet
Kabinet terus bekerja sebagai Kabinet Domissioner selama 20 hari yaitu
sampai terbentuknya kabinet baru yakni Kabinet Ali – Rum – Idham yang
dilantik tanggal 24 Maret 1956 dan serah terima dengan Kabinet Burhanuddin
Harahap tanggal 26 Maret 1956.
1. KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957).

Disebut juga dengan Kabinet Ali-Roem-Idham. Kabinet ini hasil koalisi 3 partai yaitu
PNI, Masyumi, dan NU.
a) Susunan Kabinet
No Jabatan Nama Menteri
1. Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo
Mohammad Roem
2. Wakil Perdana Menteri
Idham Chalid
3. Menteri Luar Negeri Roeslan Abdulgani
4. Menteri Dalam Negeri Soenarjo
5. Menteri Pertahanan (a.i.)Ali Sastroamidjojo
6. Menteri Kehakiman Muljatno
7. Menteri Penerangan Soedibjo
8. Menteri Keuangan Jusuf Wibisono
Menteri Perdagangan Burhanuddin
9.
Menteri Muda Perdagangan FF Umbas
Menteri Pertanian Eny Karim
10.
Menteri Muda Pertanian Sjech Marhaban
Menteri Perhubungan Suchjar Tedjasukmana
11.
Menteri Muda Perhubungan A. Be. De Rozari
Menteri Pekerjaan Umum dan
12. Pangeran Mohammad Nur
Tenaga
13. Menteri Agraria AA Suhardi
14. Menteri Sosial Fattah Jasin
15. Menteri Tenaga Kerja Sabilal Rasjad
Menteri Pendidikan dan
16. Sarino Mangunpranoto
Kebudayaan
17. Menteri Kesehatan Handrianus Sinaga
18. Menteri Agama Mohammad Iljas
Djuanda
(Urusan Perencanaan)
Rusli Abdul Wahid
19. Menteri Negara (Urusan Umum)
Dahlan Ibrahim
(Urusan Bekas Pejuang Kemerdekaan)
Djuanda

b) Program Kerja
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat
program jangka panjang, sebagai berikut.
1) Perjuangan pengembalian Irian Barat
2) Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-
anggota DPRD.
3) Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
4) Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
5) Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional
berdasarkan kepentingan rakyat.
Selain itu program pokoknya adalah,
1) Pembatalan KMB,
2) Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan
politik luar negeri bebas aktif.
3) Melaksanakan keputusan KAA.
c) Hasil Kerja
Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari
periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian
KMB.

d) Kendala
1) Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.
2) Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah
pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer seperti Dewan
Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda
di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan
Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
3) Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap
mengabaikan pembangunan di daerahnya.
4) Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya
mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha
Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang
merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat
melindungi pengusaha nasional.
5) Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar
Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan
PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas
demokrasi dan parlementer. Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi
(Januari 1957), membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan
mandatnya pada Presiden pada tanggal 14 Maret 1957.
e) Kondisi Ekonomi
 Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang
silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang
menyebabkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya
pelaksanaan pembangunan. Program yang dilaksanakan umumnya merupakan
program jangka pendek, tetapi pada masa cabinet Ali Sastroamijoyo II,
pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang
disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka
panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil
menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan
dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11
November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui
Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan
12,5 miliar rupiah. RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :
 Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir
tahun 1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan
negara merosot.
 Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi
perusahaan perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak
ekonomi.
 Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang
melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.

2. KABINET DJUANDA / KABINET KARYA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)

a) Susunan Kabinet
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar
yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam
menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan
kekuasaan antara partai politik. Dipimpin Oleh : Ir. Juanda
No Jabatan Nama Menteri
1. Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja
Hardi
2. Wakil Perdana Menteri Idham Chalid
J. Leimena
3. Menteri Luar Negeri Subandrio
4. Menteri Dalam Negeri Sanusi Hardjadinata
5. Menteri Pertahanan Djuanda
6. Menteri Kehakiman GA Maengkom
7. Menteri Penerangan Soedibjo
8. Menteri Keuangan Sutikno Slamet
9. Menteri Pertanian Sadjarwo
10. Menteri Perdagangan Prof. Drs. Soenardjo
11. Menteri Perindustrian FJ Inkiriwang
12. Menteri Perhubungan Sukardan
13. Menteri Pelayaran Mohammad Nazir
Menteri Pekerjaan Umum
14. Pangeran Mohammad Nur
Dan Tenaga
15. Menteri Perburuhan Samjono
16. Menteri Sosial J. Leimena
Menteri Pendidikan Dan
17. Prijono
Kebudayaan
18. Menteri Agama Mohammad Iljas
19. Menteri Kesehatan Azis Saleh
20. Menteri Agraria R. Sunarjo
Menteri Pengerahan
21. Tenaga Rakyat Untuk A.M. Hanafi
Pembangunan
FL Tobing
(Urusan Hubungan Antar Daerah)
Chaerul Saleh
(Urusan Veteran)
FL Tobing
22. Menteri Negara (Urusan Transmigrasi)
Suprajogi
(Urusan Stabilitasi Ekonomi)
Wahid Wahab
(Urusan Kerjasama Sipil-Militer)
Mohammad Yamin

b) Program Kerja
Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet
Karya, programnya yaitu :
 Membentuk Dewan Nasional
 Normalisasi keadaan Republik Indonesia
 Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
 Perjuangan pengembalian Irian Jaya
 Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan
Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan
pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta keuangan yang sangat
buruk
c) Hasil kerja
1) Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi
Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui
deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia
dimana lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
2) Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan
menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan
presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem
demokrasi terpimpin.
3) Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di
berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional
dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
4) Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah
krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.
d) Kendala
1) Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah
semakin meningkat.
2) Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat.
Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
3) Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program
pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
4) Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap
Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta
sekolah tempat putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957.
Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena
mengancam kesatuan negara.
e) Kondisi Ekonomi
 Musyawarah Nasional Pembangunan .
Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah.
Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah
Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah
rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang
menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana pembangunan tersebut
tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena :
 Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
 Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
 Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
 Membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/
Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia.
 Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah
Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.
f) Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.

Anda mungkin juga menyukai