Anda di halaman 1dari 22

Ikatan Kimia 1

BAB 6
IKATAN PADA SENYAWA
KOMPLEKS
CAPAIAN PEMBELAJARAN

1) Bekerja mandiri dan bekerja sama serta


bertanggungjawab atas pencapaian hasil kerja
kelompoknya.
2) Mengkomunikasikan ide dan informasi secara lisan
ataupun tulisan
3) Menganalisa dan mengidentifikasi latar belakang
pennemuan senyawa kompleks
4) Menganalisa dan mensintesa penentuan penulisan
rumus kimia senyawa kompleks berdasarkan reaksi
pengendapan
5) Menganalisa dan mensintesa penentuan penulisan
rumus kimia senyawa kompleks berdasarkan daya
hantar listrik
6) Menganalisa dan mensintesa konsep senyawa
kompleks berdasarkan Teori Koordinasi Werner
7) Menganalisa dan mensintesa konsep senyawa
kompleks berdasarkan Teori Ikatan Valensi
8) Menganalisa dan mensintesa konsep senyawa
kompleks berdasarkan Teori Medan Kristal

Ikatan Kimia 2
6.1 Penemuan Senyawa Kompleks

Sebelum tahun 1789, para ahli berpendapat bahwa


Pada senyawa-senyawa AgCl, Fe(CN)2, Co(NO3)2 dan CoCl3,
Ikatan di sekitar atom pusat sudah jenuh sehingga Jenis
reaksi yang terjadi hanya Reaksi Substitusi. Sebagaimana
ditunjukkan persamaan reaksi berikut:
a) AgCl(s) + HNO3(aq) → AgNO3(aq) +
HCl(aq)
b) Fe(CN)2(aq) + Na2SO4(aq) → FeSO4(aq)
+ NaCN(aq)
c) Co(NO3)2(aq) + K2CrO4(aq) → CoCrO4(aq)
+ KNO3(aq)
d) CoCl3(aq) + Al2(SO4)3(aq) →
Co2(SO4)3(s) + AlCl3(aq)

Kemudian pada tahun 1789 ditemukan :


AgCl + 2NH3 → AgCl.2NH3
CoCl3 + x NH3 → CoCl3. 6NH3
→ CoCl3.5NH3.H2O
→ CoCl3.5NH3
Senyawa
→ CoCl3.4NH3
Kompleks
→ CoCl3.3NH3
Fe(CN)2 + 4KCN → Fe(CN)2.4KCN

Ikatan Kimia 3
Co(NO2)3 + KNO2 + 2NH3 → Co(NO2)3.KNO2.2NH3

6.2 Penulisan Rumus Kimia Senyawa Kompleks


Cara atau penulisan senyawa kompleks ditentukan
berdasarkan 2 macam eksperimen yaitu Reaksi Pengendapan
dan Daya Hantar Listrik sebagaimana ditunjukkan berikut ini :

Reaksi Pengendapan
Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6.1 tampak
bahwa berdasarkan reaksi pengendapan maka dapat
ditentukan rumus kimia senyawa kompleks dengan ion logam
pusat Kobalt.

Tabel 6.1 Penulisan Senyawa Kompleks Berdasarkan hasil uji


Pengendapan

Daya Hantar Listrik


Pada Tabel 6.2 tampak rumus kimia senyawa kompleks
dengan ion logam pusat Pt4+ dapat ditentukan berdasarkan
daya hantar listriknya. Karena berdasarkan daya hantar

Ikatan Kimia 4
listriknya maka dapat ditentukan Jumlah ion yang terbentuk
pada masing-masing senyawa kompleks yang uji sehingga
dapat diperkirakan reaksi ionisasinya.
Adapun jumlah ion dapat ditentukan berdasarkan
perbandingan daya hantar listrik senyawa kompleks yang diuji
dengan daya hantar listrik larutan standar yang mengandung
senyawa yang dapat terionisasi dengan jumlah ion 2, 3, 4
dan 5 seperti berturut-turut larutan senyawa di bawah ini :
NaCl yang memiliki 2 ion yaitu 1 ion Na+ dan 1 ion Cl-
BaCl2 yang memiliki 3 ion yaitu 1 ion Ba2+ dan 2 ion Cl-
AlCl3 yang memiliki 4 ion yaitu 1 ion Al3+ dan 3 ion Cl-
PbCl4 yang memiliki 5 ion yaitu 1 ion Pb4+ dan 4 ion Cl-

Tabel 6.2 Penulisan Senyawa Kompleks Berdasarkan hasil uji


daya hantar

Ikatan Kimia 5
6.3 Ikatan Kimia dalam Senyawa Kompleks
Ikatan yang terjadi antara ion kompleks dengan ion
penyeimbang muatan merupakan : IKATAN ION. Sedangkan
ikatan antara ion logam pusat dengan molekul atau ion lain
selain ion penyeimbang muatan adalah :
IKATAN KOVALEN KOORDINASI.
Oleh karena itu Senyawa kompleks dikenal sebagai
Senyawa Kovalen Koordinasi. Banyaknya ikatan kovalen
koordinasi dinyatakan sebagai : BILANGAN KOORDINASI.
Ion atau molekul yang memiliki pasangan elektron
bebas yang dapat digunakan untuk berikatan kovalen
koordinasi dinamakan: LIGAN. Sedangkan atom dalam ligan
yang dapat menyumbangkan pasangan electron bebas
disebut : ATOM DONOR.

6.4 Jenis Ligan

Berdasarkan muatannya Ligan dibedakan atas 2 macam yaitu


:
 Ligan netral : H2O, NH3, C5H5N, C10H8N2
 Ligan ion negatif : X-, -CN, -OH, SCN-, NCS-

Demikian juga berdasarkan jenis atomnya maka Ligan juga


dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu :
 Ligan Organik : C2O42-, CH3COO-, C5H5N, C10H8N2

Ikatan Kimia 6
 Ligan Anorganik : H2O, -CN, -CN , SCN-, NCS-
Sementara itu berdasarkan kekuatan atau kemudahan atom
donor menyumbangkan pasangan elektron bebas maka ligan
dapat diurutkan berdasarkan kekuatannya dari ligan paling
kuat menuju ligan paling lemah sebagai berikut :

-
CN  CO > NO2- > C10H8N2 > (CH2)2(NH3)2 > NH3 >
C5H5N > NCS- >

H2O > -OH > F- > Cl- > Br- > I-

Ligan juga dapat dibedakan berdasarkan jumlah ikatan


kovalen koordinasi yang dapat dibentuk ligan, maka Ligan
dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaiut :
1) Ligan Monodentat adalah ligan yang dapat
membentuk 1 ikatan kovalen koordinasi
2) Ligan Bidentat adalah ligan yang dapat membentuk
2 ikatan kovalen koordinasi
3) Ligan Tridentat adalah ligan yang dapat membentuk
3 ikatan kovalen koordinasi
4) Ligan Tetradentat atau Ligan Polidentat adalah ligan
yang dapat membentuk 4 ikatan kovalen koordinasi.

6.5 Tata Nama Senyawa Kompleks

Untuk kompleks kation seperti : [Co(CO)2(NH3)4]SO4


maka urutan pemberian namanya adalah : Nama ion
kompleks diikuti nama anion penyeimbang muatan.

Ikatan Kimia 7
Sedangkan untuk kompleks anion seperti :
K4[Fe(CN)4(NO2)2] maka urutan pemberian namanya adalah :
Nama kation penyeimbang muatan diikuti nama ion kompleks.

Pemberian Nama ion komplek menggunakan aturan


sebagai berikut :

1) Nama diawali dengan jumlah dan nama ligan


kemudian nama dan valensi ion logam pusat. Istilah
jumlah ligan untuk ligan monodentat: 1 = mono, 2
= di, 3 = tri, 4 = tetra, 5 = penta, dan 6 = heksa.
Sedangkan istilah jumlah ligan untuk ligan bidentat
dan polidentat: 1 = mono, 2 = bis, 3 = tris, 4 =
tetrakis, 5 = pentakis.

2) Untuk Nama liga dituliskan sesuai abjad, ligan


bermuatan namanya diakhiri dengan huruf o.

3) Nama ion logam pusat disertai oleh muatan atau


valensinya nya yang ditulis dengan angka Romawi
dalam tanda kurung.

Adapun untuk kompleks anion, maka nama ion


logam pusat biasa diakhiri dengan suku kata: at. Contoh :

K4[Fe(CN)4(NO2)2] = Kalium dinitrotetrasianoferat(II)

[Co(CO)2(NH3)4]SO4 = Tetraaminadikarbonilkobalt(II) Sulfat

Ikatan Kimia 8
6.6 Struktur dan Sifat Senyawa Kompleks

Struktur dan sifat senyawa kompleks dibahas oleh 3


teori sebagai berikut : Teori Koordinasi Werner, Teori Ikatan
Valensi dan Teori Medan Kristal.

6.7 Teori Koordinasi Werner


Ada 3 postulat teori Koordinasi Werner yaitu :
1. Setiap atom logam memiliki 2 macam valensi:
1) Valensi primer (Tingkat Oksidasi)
2) Valensi sekunder (Bilangan Koordinasi)

Tabel 6.3 Tingkat Oksidasi dan Bilangan Koordinasi Atom


Pusat

2. Setiap atom cenderung membentuk molekul untuk


menjenuhkan kedua valensi, yakni: Valensi Primer
dijenuhkan melalui pembentukan IKATAN ION

Ikatan Kimia 9
sedangkan Valensi Sekunder dijenuhkan melalui
pembentukan IKATAN KOVALEN KOORDINASI.

Ikatan yang dibentuk untuk memenuhi valensi sekunder


diarahkan terhadap ORIENTASI RUANG, yang mana
Pemilihan ORIENTASI RUANG disesuaikan untuk
mendapatkan tolakan pasangan elektron ikatan kovalen
koordinasi seminimal mungkin. Berikut ini uraian orientasi
ruang sesuai ikatan kovalen koordinasi yang terbentuk :
a. Bilangan koordinasi = 2, maka Orientasi ruangnya adalah
LINEAR

L―M―L ATAU LML

b. Bilangan Koordinasi = 4, maka orientasi ruangnya adalah


TETRAHEDRAL atau SEGIEMPAT PLANAR.

c. Bilangan Koordinasi = 5, maka Orientasi ruangnya adalah


TRIGONAL BIPIRAMIDA atau SEGIEMPAT PIRAMIDA.

Ikatan Kimia 10
d. Bilangan Koordinasi = 6 maka orientasi ruangnya adalah
OKTAHEDRAL.

Contoh penerapan teori Koordinasi Werner :


(1). Stuktur Senyawa Kompleks [Co(NH3)6]Cl3

Ikatan Kimia 11
(2). Struktur Senyawa Kompleks [Co(NH3)5Cl]Cl2

: ikatan yang dibentuk untuk menjenuhkan


VALENSI SEKUNDER
: ikatan yang dibentuk untuk menjenuhkan
VALENSI PRIMER
6.8 Teori Ikatan Valensi

Ikatan Kimia 12
1) Ion logam pusat membentuk ikatan koordinasi
menggunakan orbital
kosong hasil hibridisasi yang disebut sebagai : Orbital
Hibrid.
2) Bentuk geometri senyawa kompleks bergantung pada
Orbital Hibrid

Hibridisasi yang terjadi bergantung pada Konfigurasi elektron


ion logam pusat dan kekuatan ligan yang diikat.

Tabel 6.4 Bentuk Geometri Beberapa Ion Kompleks


Ion Logam Ligan Hibridi Ion Bentuk
Pusat dan -sasi Kompleks Geometri
Konfigurasi
Elektron

Fe2+ : [Ar]3d6 F- sp3d2 [FeF6]4- Oktahedral

Fe2+ : [Ar]3d6 -CN d2sp3 [Fe(CN)6]4- Oktahedral

Ni2+ : [Ar]3d8 Cl- sp3 [NiCl4]2- Tetrahedral

Ni2+ : [Ar]3d8 CO dsp2 [Ni(CO)4]2+ Segiempat


planar

Cu2+: [Ar]3d9 H2O sp3 [Cu(H2O)4]2+ Tetrahedral

Cu2+: [Ar]3d9 -CN sp3 [Cu(CN)4]2- Tetrahedral

Contoh penerapan Teori Ikatan Valensi pada Struktur


Senyawa Komplek :

Ikatan Kimia 13
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa senyawa
Kompleks K4[Fe(CN)6] bersifat DIAMAGNETIK yang
menunjukkan bahwa Semua elektron valensi ion logam pusat
BERPASANGAN.
Konfigurasi elektron :
Atom 26Fe : [Ar] 3d6 4s2
atau

Ion Fe2+ : [Ar]3d6 4s0


atau

Untuk mengikat 6 ligan –CN, maka ion logam pusat Fe2+ harus
menyediakan 6 orbital kosong. Karena ligan –CN merupakan
ligan kuat maka pasangan elektron yang berasal dari ligan
dapat mendorong elektron dalam orbital d ion logam pusat
Fe2+ sehingga terjadi TRANSISI INTRAKONFIGURASIONAL,
yaitu transisi elektron dalam orbital dengan tingkat energi
yang sama disertai perubahan arah spin elektron.
Sebagaimana ditunjukkan berikut ini :

Ikatan Kimia 14
Ion Fe2+ :

Hasil transisi intrakonfigurasional :

Keenam orbital tersebut melakukan HIBRIDISASI membentuk


orbital hibrid d2sp3 yang masing-masing diisi sepasang
elektron yang berasal dari Ligan –CN yang membentuk Ikatan
Kovalen Koordinasi dengan ion logam pusat sehingga
konfigurasi elektron ion logam pusat Fe2+ dalam senyawa
kompleks K4[Fe(CN)6] adalah seperti berikut ini :

tampak bahwa semua orbital berisi elektron secara


berpasangan. Oleh karena itu senyawa kompleks K4[Fe(CN)6]
bersifat DIAMAGNETIK.

Ikatan Kimia 15
Sedangkan hasil eksperimen pada senyawa kompleks
K4[Fe(F)6] menunjukkan bahwa senyawa Kompleks bersifat
tersebut bersifat PARAMAGNETIK yang menunjukkan bahwa
ada elektron yang tidak berpasangan dalam konfigurasi
elektron ion logam pusat senyawa kompleks K4[Fe(F)6 .
Konfigurasi elektron :
Atom 26Fe : [Ar] 3d6 4s2
atau

Ion Fe2+ : [Ar]3d6 4s0


atau

Untuk mengikat 6 ligan –F, maka ion logam pusat Fe2+ harus
menyediakan 6 orbital kosong. Karena ligan –F merupakan
ligan lemah maka pasangan elektron yang berasal dari
ligan tidak dapat mendorong elektron dalam orbital d ion
logam pusat Fe2+ sehingga TIDAK terjadi TRANSISI
INTRAKONFIGURASIONAL. Oleh karena itu konfigurasi
elektron dalam ion logam pusat dapat dituliskan sebagai
berikut :
Ion Fe2+ :

Ikatan Kimia 16
Karena diperlukan 6 orbital kosong maka, sebanyak 2 orbital
lagi diambil dari sub kulit 4d.

Keenam orbital tersebut melakukan HIBRIDISASI membentuk


orbital hibrid sp3d2 yang masing-masing diisi sepasang
elektron yang berasal dari Ligan –F yang membentuk Ikatan
Kovalen Koordinasi dengan ion logam pusat sehingga
konfigurasi elektron ion logam pusat Fe2+ dalam senyawa
kompleks K4[Fe(F)6] adalah seperti berikut ini :

tampak bahwa ada 4 orbital yang berisi elektron tunggal atau


elektron tidak berpasangan. Oleh karena itu senyawa
kompleks K4[Fe(F)6] bersifat PARAMAGNETIK. Besarnya
momen magnetik dari senyawa kompleks yang bersifat
paramagnetik dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
µS = √n(n + 2) atau µS = √4S(S + 1)

Ikatan Kimia 17
µS = Momen magnetik spin dalam satuan BM (Bohr
Magneton)
n = Jumlah elektron tunggal
S = Jumlah nilai spin elektron tunggal

TUGAS RUTIN 8

1. Tuliskan rumus kimia senyawa kompleks berikut ini:


a. Natrium Dikarbonilo-bis-oksalatonikelat(II)
b. Natrium Bis-oksalato-disianokobaltat(II)

2. Beri nama senyawa kompleks berikut ini:


a. Ca[Fe(C2O4)2(C5H5N)2]
b. Na[Co(CN)3(CO)3]

3. Diketahui ligan-ligan: -SCN, -NCS, CO, -CN dan C2O42-


Ditanyakan:
a. Tentukan ion donor pada setiap ligan tersebut !
b. Ligan mana yang paling kuat? Jelaskan mengapa?
c. Ligan mana yang paling lemah? Jelaskan mengapa?
d. Urutkan ligan tersebut berdasarkan kekuatannya!

Ikatan Kimia 18
TUGAS RUTIN 8

4. Tentukan valensi primer, valensi sekunder dan nama


senyawa kompleks berikut ini :
a) Na2[Fe(C2O4)2(H2O)2]
b) Na3[Fe(C2O4)2(NCS)2]
c) K[Co(C10H8N2)(SCN)4]

5. Gambarkan Struktur senyawa kompleks berikut ini


berdasarkan teori Werner :
a) Na2[Fe(C2O4)2(H2O)2]
b) Na3[Fe(C2O4)2(NCS)2]
c) K[Co(C10H8N2)(SCN)4]

6. Diketahui senyawa kompleks : [Co(CN)6]Br3 dan


[Co(C2O4)3]Br3
Ditanyakan :
a. Tuliskan hibridisasi yang terjadi pada ion logam
pusat masing-masing senyawa kompleks
b. Tentukan apakah kompleks bersifat
paramagnetik atau diamagnetik. Jika kompleks
bersifat paramagnetik tentukan berapa besar
momen magnetiknya.
c. Tuliskan konfigurasi elektron masing-masing
senyawa kompleks berdasarkan teori medan
kristal dan jelaskan keadaan spinnya apakah Spin
Tinggi atau Spin Rendah!

Ikatan Kimia 19
DAFTAR PUSTAKA
1) Banerjea, D., 1993, Coordination Chemistry, New Delhi:
Tata McGraw-Publishing Company Ltd.
2) Boillot, M.L., Boukheddaden, K., Bravic, G. at al., 2004,
Spin Croosover in Transition Metal Compounds II,
Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
3) Boukheddaden, K., Bousseksou, A., Brady, C., et al.,
2004, Spin Crossover in Transition Metal Compounds III ,
Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
4) Chang, Raymond, 2005, Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti
Edisi Ketiga Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
5) Companion, A. L., 2000, Chemical Bonding, 2nd , Mc Graw
– Hill Publishing Company Ltd. New Delhi.
6) Effendy, (2004), Ikatan Ionik, Penerbit Bayumedia
Publishing, Malang .
7) Furió, C., Catalayud, L.M., 1996, Difficulties with The
Geometry and Polarity of Molecules, J. Chem. Edu., 73, 1,
36 – 41.
8) Garcia, Y., Gaspar A..B., Gütlich, P., et al. , 2004, Spin
Crossover in Transition Metal Compounds I, Germany:
Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
9) Gillespie, J.R., 1998, Covalent and Ionic Molecules : Why
are BeF2 and AlF3 High Melting Point Solids whereas BF3
and SiF4 Are Gases?, J. Chem. Edu., 75, 7, 923 – 925.
10) Guerrero, H.A., Fasoli, J.H., and Costa, J. L., 1999, Why
Gold and Copper Are Colored but Silver is Not, J. Chem.
Edu., 76, 2, 200.
11) Hawkes, J. S., 1996, All Positive Ions Give Acid Solutions
in Water, J. Chem. Edu., 73, 6, 516 – 517.

Ikatan Kimia 20
12) Iis Siti Jahro, 2010, Ikatan Kimia, Medan: Jurusan Kimia
FMIPA UNIMED.
13) Lakilo, A., (2018), Kimia Anorganik Struktur dan
Kereaktifan, UNG press, Gorontalo.
14) Melrose, M. P., 1996, Why the 4s Orbital is Occupaied
before the 3d, J. Chem. Edu., 73, 6, 498 – 503.
15) Nakamoto, K, 1997, Infrared and Raman Spectra of
Inorganic and Coordination Compounds Part B:
Applications in Coordination, Organometallic and
Bioinorganic Chemistry, New York: John Willey & Sons,
Inc.
16) Purser, H. G., 1999, Lewis Structure Are Models for
Predicting Molecular Struktur, Not Electronic Structure, J.
Chem. Edu., 76, 7, 1013 – 1017.
17) Samosin, V.V., 1998, Orbital Models Made of Plastic Soda
Bottles, J. Chem. Edu., 75, 8, 985.
18) Surdia, N.M., 1993, Ikatan Kimia dan Struktur Molekul,
Jakarta: Depdikbud.

19) Treptow, R.S., 1997, Determination of ΔH for Reactions of


the Born-Haber Cycle, J. Chem. Edu., 74, 8, 919 – 921.

20) Tsaparlis, G., 1997, Atomic and Molecular Structure in


Chemical Education, J. Chem. Edu., 74, 8, 922 – 925.

21) https://chemguide.co.uk tanggal akses 27 Oktober 2019.

22) https://chem.libretexts.org tanggal akses 27 Oktober


2019.

23) https://www.adriandingleschemistrypages.com/ap/periodi
city-a-couple-more-things/ tanggal akses 27 Oktober
2019.

Ikatan Kimia 21
24) https://www.emedicalprep.com/studymaterial/chemistry/s
tates-of-matter/intermolecularforces/ tanggal akses 27
Oktober 2019.

25) http://chem.winthrop.edu tanggal akses 27 Oktober 2019

26) https://www.differencebetween.com/difference-between-
dipole-dipole-and-vs-london-dispersion-forces/ tanggal
akses 28 Oktober 2019

27) https://ib.bioninja.com.au/standard-level/topic2molecular-
biology/22-water/hydrogen-bonding.html tanggal akses
28 Oktober 2019

28) https://www.britannica.com/science/carboxylicacid/Proper
ties-of-carboxylic-acids) tanggal akses 28 Oktober 2019

29) www.rolanrusli.com, tanggal akses 31 Oktober 2019.

Ikatan Kimia 22

Anda mungkin juga menyukai