Anda di halaman 1dari 68

BAB 1

TUHAN YANG MAHA ESA DAN KETUHANAN

A. KEIMANAN DAN KETAQWAAN KEPADA TUHAN YANG MAHA ESA


1. PENGERTIAN IMAN
Kata iman berasal dari bahasa arab, iman bentuk masdarnya dari kata kerja ( ,‫ ﯾﺆﻣﻦ‬,‫اﻣﻦ‬
‫ )إﻣﺎﻧﺎ‬artinya percaya, setia, aman, melindungi dan menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Pada umumnya iman disini selalu dihubungkan dengan kepercayaan atau berkenaan dengan
agama. Iman sering juga dikenal dengan aqidah. Aqidah artinya ikatan, yaitu ikatan hati.
Seorang yang beriman berarti mengikat hati dan perasaan dengan sesuatu kepercayaan yang
tidak dapat ditukar dengan kepercayaan lainnya (Sukring, 2013).
Sedangkan iman menurut istilah adalah keyakinan dalam hati dan pengucapan dengan
lisan. Jadi, iman adalah diucapkan dengan lisan, dibenarkan dengan hati, dan diwujudkan
dengan amal perbuatan dengan penuh keyakinan, sebab yakin adalah kesempurnaan iman,
tetapi tidak semua iman adalah yakin. Seperti pemahaman para ahli tasawuf, bahwa yakin
itu adalah kerajaan kalbu dan dengan keyakinan itulah menjadi sempurnanya iman, serta
yakin itulah kunci untuk makrifat kepada Allah SWT (Sukring, 2013).
Iman itu adalah ucapan dan perbuatan, ia dapat bertambah dan dapat pula berkurang.
Allah SWT berfirman, dalam Q.S. Al-Fath/48: 4. Yang artinya sebagai berikut:
“Supaya keimanan mereka bertambah disamping keimanan mereka (yang telah ada)”.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa iman itu adalah landasan berpijak bagi
setiap orang Islam. Kemantapan iman dapat diperoleh dengan menanamkan kalimat tauhid
Lailaha Illallah. Sebagaimana firman Allah Swt, dalam Q.S. Fussilat/41: 30. sebagai
berikut:

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, "Tuhan kami adalah Allah" kemudian


mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka
(dengan berkata), Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan
bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.”

1
2. PENGERTIAN TAKWA
Adapun taqwa yang berasal dari bahasa Arab yakni (‫ )اﻟﺘﻘﻮى‬yang artinya memelihara
diri, khauf/takut, menjaga diri, waspada, memenuhi kewajiban dll. Taqwa menurut Istilah
adalah menjaga sesuatu perbuatan maksiat dari Allah SWT.6
Firman Allah SWT, dalam Q.S. Al-Jasiyah/ 45: 18

“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan
(agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak mengetahui.”
Karena itu, orang yang bertaqwa adalah orang yang takut kepada Allah berdasarkan
kesadaran: melaksanakan perintahnya-Nya, tidak melanggar laranganNya, takut terjerumus
ke dalam perbuatan dosa. Orang yang taqwa adalah orang yang menjaga (membentengi) diri
dari kejahatan, memelihara diri agar tidak melakukan perbuatan yang tidak diridhai Allah,
bertanggungjwab mengenai sikap tingkah laku dan perbuatannya, dan memenuhi kewajiban
kepada Allah Swt, Nabi dan Rasulnya.
Kedudukan taqwa sangat penting dalam agama Islam dan kehidupan manusia. Taqwa
adalah (pangkal) segala pekerjaan muslim. Selain sebagai pokok, taqwa juga adalah ukuran.
Di dalam Q.S. Al-Hujurat/49:13. Allah Swt, mengatakan bahwa, Manusia yang paling mulia
di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa.9 Taqwa terhimpun dalam pokok-pokok
kebajikan. Ini dapat dibaca pada Q.S. Al- Baqarah/2: 177

“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat tetapi
kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-
malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang- orang yang dalam perjalanan (musafir),
dan peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat
dan menunaikan zakat, orang–orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang

2
sabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-
orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”.

3. KONSEP KEIMANAN DAN KETAKWAAN


a. Keimanan
Keimanan berasal dari kata dasar “Iman”. Untuk memahami pengertian iman
dalam ajaran Islam strateginya yaitu mengumpulkan ayat-ayat Al-quran atau hadits
yang redaksionalnya terdapat kata iman, atau kata lain yang dibentuk dari kata
tersebut yaitu “aamana” (fi'il madhi/bentuk telah), “yu’minu" (fi'il mudhari/bentuk
sedang atau akan), dan mukminun (pelaku/orang yang beriman). Selanjutnya dari
ayat-ayat atau hadits tersebut dicari pengertiannya.
Dalam Al-quran terdapat sejumlah ayat, yang berbicara tentang iman di
antaranya. QS. Al- Baqarah (2) : 165

“Dan ada di antara manusia mengambil dari selain Allah sebagai tandingan,
mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Dan orang yang beriman,
bersangatan cintanya kepada Allah. Dan jika sekiranya orang-orang yang berbuat
zalim itu mengetahui ketika mereka melihat azab (tahulah mereka) bahwa
sesungguhnya seluruh kekuatan itu kepunyaan Allah dan sesungguhnya Allah itu
sangat keras azab-Nya (pasti mereka menyesal)”.
Berdasarkan redaksi ayat tersebut, iman identik dengan asyaddu hubban
lillah. Hub artinya kecintaan atau kerinduan. Asyaddu adalah kata superlatif syadiid
(sangat). Asyaddu hubban berarti sikap yang menunjukkan kecintaan atau
kerinduan luar biasa. Lillah artinya kepada atau terhadap Allah. Dari ayat tersebut
tergambar bahwa iman adalah sikap (atitude), yaitu kondisi mental yang
menunjukkan kecenderungan atau keinginan luar biasa terhadap Allah. Orang-
orang yang beriman kepada Allah berarti orang yang rela mengorbankan jiwa dan
raganya untuk mewujudkan harapan atau kemauan yang dituntut oleh Allah
kepadanya.
b. Ketaqwaan
Baru saja Anda telah mempelajari tentang keimanan. Seperti dalam ajaran
islam tidak menghendaki seseorang hanya cukup beriman, akan tetapi harus
digandeng dengan perbuatan. Perbuatan yang dituntut adalah Ketakwaan. Iman dan
takwa (IMTAQ) sudah menjadi sebuah kesatuan yang satu sama lain harus saling

3
mengikat, keduanya tidak dapat dipilih dan dipilah. Ciri orang yang beriman adalah
taqwa, dan sebaliknya ciri orang yang bertaqwa tentu harus memiliki iman.
Konsep ketakwaan berasal dari kata taqwa. Pengertian taqwa adalah

Imtitsalul ma’murot wajtinaabul manhiyyat


Artinya: Mengikuti memenuhi segala perintah Allah dan menjauhi segala
larangan-Nya.

Jika Anda perhatikan taqwa merupakan kaidah yang terdiri dari suruhan
(amar) dan larangan (nahyi). Melaksanakan amar berdampak pahala (reward),
sedangkan melanggar nahyi berdampak siksa (punishment). Orang melaksanakan
ketakwaan disebut muttaqiin. Sehingga dari setiap perbuatan ibadah ritual pada
akhirnya akan mencapai derajat muttaqiin. Gunakan Al- qur’an sebagai petunjuk
bagi orang yang taqwa, Ibadah puasa ingin memperoleh derajat muttaqin, shalat
yang dilakukan berdampak kepada amar ma’ruf nahyi munkar, naik haji supaya
menjadi haji yang mabrur. Artinya semuanya berdampak kebajikan yang dibingkai
oleh ketakwaan. Jadi kesimpulannya keimanan berada dalam qolbu (hati) yang
harus selalu komitmen (istiqomah), sedangkan taqwa aplikasi dari keyakinan yang
diwadahi oleh dua bentuk ibadah yaitu mahdlah dan gair mahdlah.
4. CIRI-CIRI ORANG BERIMAN DAN BERTAQWA
a. Ciri-ciri Orang Beriman
1) Tawakal
Tawakkal, yaitu senantiasa hanya mengabdi (hidup) menurut apa yang
diperintahkan oleh Allah. Dengan kata lain, orang yang bertawakal adalah
orang yang menyandarkan berbagai aktivitasnya atas perintah Allah. Seorang
mukmin, makan bukan didorong oleh perutnya yang lapar akan tetapi karena
sadar akan perintah Allah. QS. Al-Baqarah (2): 172.

Artinya: “Hai sekalian orang-orang yang beriman, makanlah dari yang baik-
baik yang Kami rezekikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada
Allah jika hanya kepada-Nya kamu menyembah”.
2) Mawas diri dan bersikap ilmiah
Pengertian mawas diri di sini dimaksudkan agar seseorang tidak terpengaruh
oleh berbagai kasus dari mana pun datangnya, baik dari kalangan jin dan

4
manusia, bahkan mungkin juga datang dari dirinya-sendiri. QS. An- Naas
(114): 1-3.

Artinya: Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan yang memelihara


manusia (1). Yang menguasai manusia (2). Tuhan bagi manusia
(3).”
Mawas diri yang berhubungan dengan alam pikiran, yaitu bersikap kritis dalam
menerima informasi, terutama dalam memahami nilai-nilai dasar keislaman.
Hal ini diperlukan, agar terhindar dari berbagai fitnah. QS. Ali Imran (3):

Artinya: “Dialah yang menurunkan Kitab (Al-quran) kepadamu; di antaranya


ada ayat-ayat yang muhkamat (terang maknanya), itulah ibu
(pokok) Kitab; dan yang lain mutasabihat (tidak terang maknanya).
Maka adapun orang-orang yang hatinya cenderung kepada
kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat
untuk menimbulkan fitnah dan mencari-cari takwilnya (menurut
kemauannya), padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali
Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, “Kami
beriman dengannya (kepada ayat-ayat yang mutasyabihat);
semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” dan tidak dapat mengambil
pelajaran melainkan orang-orang yang mempunyai pikiran”.
Atas dasar pemikiran tersebut hendaknya seseorang tidak dibenarkan
menyatakan sesuatu sikap, sebelum mengetahui terlebih dahulu
permasalahannya.
3) Optimis dalam menghadapi masa depan
Perjalanan hidup manusia tidak seluruhnya mulus, akan tetapi kadang- kadang
mengalami berbagai rintangan dan tantangan yang memerlukan pemecahan
jalan ke luar. Jika suatu tantangan atau permasalahan tidak dapat diselesaikan
segera, tantangan tersebut akan semakin menumpuk. Jika seseorang tidak dapat

5
menghadapi dan menyelesaikan suatu permasalahan, maka orang tersebut
dihinggapi penyakit psikis, yang lazim disebut penyakit kejiwaan, antara lain
frustrasi, nervous, depresi dan sebagainya. Al-quran memberikan petunjuk
kepada umat manusia untuk selalu bersikap optimis karena pada hakikatnya
tantangan, merupakan pelajaran bagi setiap manusia. Hal tersebut dinyatakan
dalam Surat Al-Insyirah (94) ayat 5-6. Jika seseorang telah merasa
melaksanakan sesuatu perbuatan dengan penuh perhitungan, tidaklah perlu
memikirkan bagaimana hasilnya nanti, karena hasil adalah akibat dari suatu
perbuatan. Namun Nabi Muhammad menyatakan bahwa orang yang hidupnya
hari ini lebih jelek dari hari kemarin, adalah orang yang merugi dan jika
hidupnya sama dengan hari kemarin berarti tertipu, dan yang bahagia adalah
orang yang hidupnya hari ini lebih baik dari hari kemarin. Jika optimisme
merupakan suatu sikap yang terpuji, maka sebaliknya pesimisme merupakan
suatu sikap yang tercela. Sikap ini seharusnya tidak tercermin pada dirinya
mukmin. Hal ini seperti dinyatakan dalam Surat Yusuf (12) ayat 87,
sedangkan sikap putus asa atau yang searti dengan kata tersebut hanya dimiliki
oleh orang-orang kafir.
QS. Yusuf (12): 87

Artinya: “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf
dan saudaranya dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah
melainkan kaum yang kafir”.
4) Konsisten dan Menepati Janji
Janji adalah hutang. Menepati janji berarti membayar utang. Sebaliknya ingkar
janji adalah suatu pengkhianatan.
QS. Al- Maa’idah (5): 1.

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sempurnakanlah segala janji.


Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu (larangan-Nya). Tidak dibolehkan berburu ketika kamu

6
sedang ihram. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum terhadap
apa yang di kehendaki-Nya.”

Seseorang mukmin senantiasa akan menepati janji, dengan Allah, sesama


manusia, dan dengan ekologinya (lingkungannya). Seseorang mukmin adalah
seorang yang telah berjanji untuk berpandangan dan bersikap dengan yang
dikehendaki Allah. Seorang suami misalnya, ia telah berjanji untuk
bertanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya. Sebaliknya istri pun
demikian. Seorang mahasiswa, ia telah berjanji untuk mengikuti ketentuan-
ketentuan yang berlaku di lembaga pendidikan tempat ia studi, baik yang
bersifat administratif maupun akademis. Seorang pemimpin berjanji untuk
mengayomi masyarakat yang dipimpinnya. Janji terhadap ekologi berarti
memenuhi dan memelihara apa yang dibutuhkan oleh lingkungannya, agar
tetap berdaya guna dan berhasil guna.
5) Tidak sombong
Kesombongan merupakan suatu sifat dan sikap yang tercela yang
membahayakan diri maupun orang lain dan lingkungan hidupnya. Seorang
yang telah merasa dirinya pandai, karena kesombongannya akan berbalik
menjadi bodoh lantaran malas belajar, tidak mau bertanya kepada orang lain
yang dianggapnya bodoh. Karena ilmu pengetahuan itu amat luas dan
berkembang terus, maka orang yang merasa telah pandai, jelas akan menjadi
bodoh. Al-quran Surat Luqman (31) ayat 18, menyatakan suatu larangan
terhadap sifat dan sikap yang sombong. Firman Allah QS. Luqman (31): 18.

Artinya: “Dan janganlah engkau palingkan pipimu kepada manusia, dan


janganlah berjalan dengan sombong di muka bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi congkak”.

b. Ciri-ciri Orang Bertaqwa


1) Beriman kepada perkara-perkara yang gaib
2) Beriman dan meyakini tanpa keraguan bahwa al-Qur’an sebagai pedoman
hidupnya.
3) Mendirikan sholat
4) Selalu mendermakan hartanya baik ketika senang maupun susah
5) Mampu menahan amarah dan mudah memberi maaf

7
6) Mensyukuri nikmat Allah yang telah diterimanya.
7) Takut melanggar perintah Allah
8) Tawakal
B. FILSAFAT KETUHANAN
Filsafat dalam bahasa Yunani Philosophia yang berarti kecintaan kepada
kebenaran (wisdom) atau dalam bahasa Arab adalah falsafah. Pengertian falsafah adalah
memahami sesuatu yang tidak diketahui dari hal yang sudah diketahui.

Istinbatul majhul minal ma’lum


1. Pemikiran manusia tentang Tuhan
Pemikiran manusia tentang Tuhan dan ketuhanan berubah sejalan dengan perubahan
daya nalarnya. Sebab itu kesimpulan yang dihasilkan antara satu masyarakat pada
situasi dan kondisi tertentu tentang Tuhan dan ketuhanan, mungkin berbeda dengan
kesimpulan masyarakat yang hidup pada situasi dan kondisi lainnya. Cepat atau lambat
perubahan pemikiran manusia sangat tergantung pada situasi dan kondisi manusia.
a. Animisme/Dinamisme, Politeisme dan Henoteisme
Pemikiran manusia tentang Tuhan dan ketuhanan pada masyarakat primitif berbeda
dengan pemikiran masyarakat modern. Ciri khas masyarakat primitif adalah
sifatnya yang sederhana. Sebaliknya, masyarakat modern yang mempunyai ciri
khas multi dimensional (ragam dimensi), walaupun pada akhirnya, masyarakat yang
primitif dikatakan modern, dan yang modern sesungguhnya adalah primitif.
Sesuai dengan kesederhanaannya, masyarakat primitif memandang bahwa
kehidupannya ditentukan oleh keyakinan pada kekuatan suatu benda, yang
dipandangnya mempunyai kekuatan. Benda- benda yang dimaksud, dijadikan benda
keramat yang lazim disebut azimat (jimat dalam bahasa Jawa). Kepercayaan kepada
benda yang mempunyai kekuatan disebut dinamisme. Tuah atau fetsih pada benda
tertentu yang mereka yakini perlu dijaga dan dirawat, agar tidak menimbulkan
akibat negatif terhadap diri dan keluarga serta masyarakatnya. Untuk itu mereka
melakukan pengorbanan sesuai dengan pesan dukun (orang yang dipandang ahli
dalam bidang perjimatan). Persembahan (sembahyang) yang diberikan kepada
benda-benda keramat itu dilakukan tanpa boleh bertanya. Kalau kata dukun harus
melakukan sesuatu, mereka melakukannya tanpa tanya. Dengan demikian, di
masyarakat primitif dinamisme, benda-bendalah yang menjadi Tuhan mereka,
sedangkan dukun atau pawang sebagai nara sumber sesajian sebagai bentuk
pengabdiannya.
Bentuk kepercayaan lain pada masyarakat primitif, yaitu animisme (anima = roh).
Masyarakat penganut animisme berkeyakinan, bahwa suatu benda mempunyai roh
(sebangsa makhluk ghaib) di dalamnya. Sesajen yang dikorbankan bertujuan agar

8
roh yang ada tidak marah. Roh diyakini sebagai pemilik benda-benda alam tertentu,
misalnya pohon atau hewan yang dipandang mempunyai keanehan. Jika di tengah
areal persawahan, ada pohon yang besar lagi rimbun sedangkan di sekitarnya tidak
ada pepohonan, maka pohon itu diyakini masyarakat dikuasai yang menjaganya.
Agar seseorang mendapatkan sesuatu dari pohon tersebut atau terhindar dari
bencana, mereka melakukan sesembahan dalam bentuk sesajen. Bagi mereka,
benda-benda yang dianggap berjasa terhadap kehidupannya itulah yang dianggap
sebagai Tuhan.
Jika pada masyarakat primitif setiap benda yang mempunyai kelainan dengan benda
sejenisnya bisa jadi dianggap sebagai Tuhan, maka semakin luas jangkauan
pemikiran, semakin banyak Tuhan yang harus disembah. Hal ini tentu akan
merepotkan. Bayangkan betapa beratnya pengorbanan mereka, jika setiap benda
yang dikagumi dinyatakan sebagai Tuhan. Karena itu mereka cenderung
menyederhanakan jumlah yang mereka sembah. Caranya dengan mengelompokkan
benda-benda atau hewan sejenis menjadi satu kelompok yang dikoordinasikan oleh
satu koordinatornya. Koordinatornya itulah yang disebut dengan dewa atau dewi.
Masing-masing dewa berperan sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Kepercayaan terhadap para dewa atau dewi inilah yang disebut dengan politeisme
(poli = banyak). Di sebagian masyarakat Jawa misalnya, mereka berkeyakinan
Dewi Sri, (dewi kesuburan) pengatur tanaman padi. Saat petani hendak memanen
padinya, pada tahap awal dilakukan sesembahan dalam bentuk sesajen dengan
istilah mapag Sri (menjemput Dewi Sri). Para nelayan pada hari tertentu yang
dipandang mempunyai nilai sejarah atau mengadakan pesta yang dikenal dengan
nadran. Pada puncak acara tersebut mereka membuang kepala kerbau ke bagian laut
tertentu yang dipandang sebagai tempat Dewa Matahari (Ra dalam bahasa Mesir).
Paham Henoteis (satu bangsa = satu Tuhan), sebagai peningkatan dari paham
politeisme. Dasar pemikiran paham ini, bahwa setiap satu kesatuan tidak mungkin
diatur oleh lebih dari satu pengatur. Masyarakat pada hakikatnya merupakan satu
kesatuan. Atas dasar itu setiap bangsa tidak mungkin diatur oleh lebih dari satu
pengatur atau Tuhan. Menurut paham ini jumlah Tuhan setiap bangsa hanya ada
satu. Setiap bangsa mempunyai Tuhan yang berbeda dengan bangsa lainnya.
b. Monoteisme
Setelah hubungan satu bangsa dengan bangsa lain terjalin, maka sekian paham yang
hanya ada satu Tuhan di dunia ini, menjadi penguasa dunia agaknya menjadi
keyakinan bagi masyarakat modern. Paham ini disebut monoteisme dan Tuhan
Yang Maha Esa menurut paham monoteis terbagi menjadi tiga yaitu: deisme,
panteisme, dan eklektisme.

9
1) Deisme
Paham ini beranggapan bahwa Tuhan Yang Maha Esa mempunyai sifat yang
serba Maha. Karena kemahaannya, Tuhan menciptakan alam dengan
komposisi yang serba maha pula. Sebab itulah alam akan mampu bertahan
hidup dan berkembang dengan sendirinya. Bagi alam tidak perlu pengawasan
serta peranan Tuhan. Sebaliknya Tuhan pun tidak memerlukan alam. Setelah
Tuhan selesai menciptakan alam, dia berpisah dengan alam (trancendent).
Ajaran Tuhan tidak diperlukan oleh alam. Bagi alam cukup mengatur sendiri.
Dengan demikian peranan Tuhan hanyalah sebagai pencipta alam, bukan
pengatur alam. Akibat paham ini Tuhan hanya diakui kehebatan-Nya,
diagungkan kebesaran-Nya, disanjung dan dipuja, namun ajaran-Nya tidak
berperan dalam kehidupan. Aturan yang dipakai dalam menata alam adalah
aturan yang dibuat manusia sendiri. Menurut paham ini, manusia berhak dan
dapat menentukan segalanya. Paham ini kemudian berubah menjadi paham
free will. Dalam teologi Islam dikenal sebagai aliran Qadariah.
2) Panteisme
Paham ini berpendapat bahwa sebagai pencipta alam, Tuhan ada bersama alam
(immanent). Di mana ada alam, di situ ada Tuhan. Alam sebagai ciptaan Tuhan
merupakan bagian dari-Nya. Tuhan ada di mana- mana. Bahkan setiap bagian
dari alam, itulah juga Tuhan. Seseorang mengatakan, bahwa tidak ada Tuhan
kecuali Dia, maka orang tersebut masih belum mantap dalam kepercayaannya
kepada Tuhan. Seseorang yang mantap kepercayaannya kepada Tuhan, ia
mengucapkan ini adalah Tuhan. Tuhan Yang Maha Besar adalah kekal. Di
dalam filsafat, aliran ini berkembang menjadi paham predestination. Dalam
teologi Islam paham ini termasuk aliran Jabariah.
3) Eklektisme
Jika deisme menempatkan kedudukan manusia pada posisi yang menentukan,
panteisme sama sekali tidak memerankan manusia, melainkan Tuhanlah
sebagai pemerannya. Teisme menggabungkan kedua paham tersebut. Sebab itu
paham ini, dikenal dengan eklektik (eclectic= gabungan). Manusia mempunyai
peranan sebagai perencana, sedangkan Tuhan berperan sebagai penentu. Tuhan
bukan alam, jauh di luar alam, namun Dia dekat dengan alam.
Paham yang ketiga ini, bermanfaat untuk orang yang mengalami kegagalan.
Namun dalam kondisi berhasil, biasanya lupa dengan Tuhan. Sebab itulah
agama hanya diminati oleh orang-orang yang frustrasi, usia senja, dan lain-lain.
2. Pengertian Tuhan dalam ajaran islam
a. Allah sebagai Khalik (Pencipta)
Bila kita arahkan pandangan ke lingkungan yang lebih luas lagi, kita akan
menemukan banyak benda berupa hewan, ada yang jinak dan liar, yang berkaki

10
dua, dan empat. Ada yang terbang dan ada pula berjalan lamban. Kita juga dapat
menjumpai beraneka jenis tumbuh-tumbuhan, tanaman lunak dan keras. Ada yang
berpohon menjalar, dan ada pula yang tinggi. Buahnya juga beraneka macam,
besar, kecil, dengan rasa manis, kecut dan pahit. Bunga- bungaan juga
menampilkan aneka warna indah yang menyenangkan mata memandangnya
Kita berkeyakinan bahwa tak mungkin benda-benda itu terjadi dengan sendirinya.
Pastilah ada yang menciptakan, meskipun kita tidak pernah melihat Penciptanya.
Kita pun menolak kalau dikatakan bahwa yang mencipta itu sama dengan benda-
benda yang diciptakan. Pencipta ayam sama dengan ayam, pencipta manusia sama
dengan manusia. Atau setidak-tidaknya ada keserupaan pencipta dengan makhluk,
mempunyai mata, telinga, hidung, berwajah, berkaki, bertangan dan sebagainya.
Atau mungkinkah patung dapat menciptakan sesuatu. Kalau ya, alangkah lucunya
dan kalau tidak mengapa ada yang menyembahnya, atau mengangkatnya sebagai
Tuhan?
Pencipta memang tidak sama dengan yang dicipta. Khalik tidak sama dengan
makhluk. Ia adalah Zat Yang Wajib Adanya (Zat Wajibul wujud). Bagaimana jenis
dan bentuknya bukanlah jangkauan akal manusia, karena itu kita dilarang
memikirkan Zat Tuhan. Pikirkanlah ciptaan-Nya, jangan pikirkan Zat-Nya. Dengan
melihat ciptaan yang begitu menakjubkan, kita percaya bahwa yang mencipta
tentulah lebih Agung lagi.
QS. Az-Zumar (39): 62-63.

Artinya: “Allah Pencipta segala sesuatu dan Dia pemelihara segala sesuatu
(62) Bagi-Nya perbendaharaan langit dan bumi. Dan orang-orang
yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah mereka itulah orang-orang
yang jahil (63”).

b. Sifat Allah
Zat Allah jelas tidak dapat kita tangkap dengan indera. Akan tetapi Al-Quran
memberikan informasi tentang adanya Tuhan dengan sifat-sifat-Nya yang
sempurna. Dari ayat-ayat yang bertebaran di dalam Al-Quran disimpulkan bahwa
ada sekitar 99 nama Tuhan yang mulia (Al-Asma' Al- Husna) yang menggambarkan
sifat-Nya Yang Sempurna.
Memperhatikan sifat-sifat Tuhan itu semua dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya
Tuhan memiliki berbagai sifat yang tidak ada bandingan-Nya. Sebagai Tuhan, Dia

11
tidak bekerja sama dengan makhluk-Nya. Dia menciptakan karena itu semua
makhluk hanya tunduk dan patuh Kepada- Nya. Orang atau makhluk tidak berhak
untuk disembah, karena makhluk yang diciptakan-Nya tak mungkin setara dengan
Dia, Yang Maha Pencipta. Dia berkuasa, berilmu dan dapat bertindak apa saja jika
Dia menghendaki.
Menyembah hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah ajaran inti agama (Islam).
Sikap Tauhid adalah meyakini dan mempercayai bahwa Allah Esa Zat-Nya, Sifat-
Nya, Perbuatan-Nya, Wujud-Nya. Dia juga Esa Memberi Hukum, Esa Menerima
Ibadah, dan Esa dalam Memberikan Perlindungan kepada makhluk-Nya.
Kepercayaan dan amal-amal ibadah akan menjadi rusak bila sikap tauhid (akidah)
labil dan lemah.
c. Ma’rifatullah melalui Pikir dan Zikir
Mengenal Allah memang tidak dapat kita lakukan dengan mengetahui atau
menyaksikan Zat-Nya, namun Allah memperkenalkan diri dengan sifat- sifat-Nya
Yang Mulia dan ciptaan-Nya berupa alam semesta yang terhampar luas di depan
kita.
Untuk mengenal Allah dapat ditempuh dengan dua cara:
1) Melalui Pikir
Sebelum Tuhan menciptakan manusia, terlebih dahulu diciptakan alam semesta
untuk kepentingan hidup manusia
QS. Al-Jaatsiyah (45): 13.

Artinya: “Dan Dia menundukkan (pula) untuk kamu apa yang di langit dan
yang di bumi, semuanya (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir”.
Dengan akalnya manusia terus melakukan pengkajian, mulai dari hal-hal yang
kecil, penyelidikan, penelitian dan percobaan yang dikerjakan secara teratur
dan terarah, telah diungkapkan banyak rahasia alam. Alam ini ternyata berjalan
kokoh dan teratur karena senantiasa patuh pada aturan yang telah diciptakan
Pencipta. Manusia telah menemukan hukum-hukum alam yang dapat
dipergunakan untuk memanfaatkan alam ini sebaik mungkin.
2) Melalui zikir
Zikir adalah mengingat Allah dengan menyebut nama-nama-Nya yang Mulia
dan Sempurna. Zikir bisa dilakukan juga dengan memperbanyak membaca Al-
quran dan do'a: tahlil (Laa ilaa ha illallaahi), tasbih (Subhaanallah), tahmid

12
(Alhamdulillah), takbir (Allahu Akbar), berlindung kepada-Nya dengan
ta'awudz (A'udzu billah) serta shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Termasuk zikir dengan memperbanyak shalat (wajib dan sunnah) serta ibadah-
ibadah sosial lainnya. Dengan berzikir kita dapat meningkatkan iman dan
menenangkan jiwa: QS. Ar Ra’d (13): 28.

Artinya: “Yaitu, orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi


tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah- lah hati menjadi tenteram”.

Berpikir dan berzikir merupakan dua hal yang perlu dipupuk dalam diri
mukmin. Berpikir adalah kerja akal, sedang berzikir adalah kerja qalbu.
Berpikir secara sistematis akan menghasilkan ilmu pengetahuan, sedang
berzikir akan menenangkan jiwa dan memantapkan iman. Ketimpangan antara
pikir dan zikir akan menampilkan ketidakseimbangan. Orang yang berpikir luas
tapi tidak didukung oleh zikir kepada Pencipta, dapat saja mengingkari Tuhan.
Berzikir saja, tanpa didukung oleh olah pikir akan membuat wawasan keilmuan
sempit, sehingga pemanfaatan alam semesta ini yang sengaja diciptakan untuk
manusia, tidak mencapai sasaran. Berzikir saja dapat mengecilkan jasa Tuhan
yang telah menciptakan alam sebagai karya-Nya yang besar. Karena itu yang
ideal adalah berpikir dan berzikir menyatu dalam diri seseorang. Al-quran
menyebut orang yang memiliki kesanggupan untuk berpikir dan berzikir
sebagai "ulil al-bab”.
d. Kekuasaan dan Perbuatan Allah
Sebagai Tuhan yang mencipta dan menyempurnakan ciptaan-Nya, Ia tentulah
berkuasa pula kepada ciptaan-Nya itu. Ibarat seseorang yang membuat sebuah
mesin, tentulah ia dapat mengetahui kekuatan mesin itu, bagaimana
menghidupkannya, dan mematikannya, dan apa kelemahan dan kekuatannya.
Demikian juga Tuhan, Ia yang mencipta sesuatu, maka Ia pun mengetahui substansi
dari ciptaan itu. Ia mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Kalau benda yang
diciptakan itu hidup, Ia pun tahu, kapan ia hidup, dan mati. Allah berkuasa karena
Ia berilmu, memiliki kekuatan, dan mempunyai kemampuan. Adalah tidak masuk
akal jika seorang yang telah membuat mesin, tetapi ia tidak tahu menahu seluk-
beluk mesin itu dan tak mampu mematikan dan menghidupkannya.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa perbuatan Allah yang meliputi
penciptaan, pengembangan dan pemeliharaan, dilakukan-Nya untuk kepentingan

13
manusia dan makhluk lainnya. Kita mengambil contoh, ketika bumi ini diciptakan
belum dapat dihuni manusia. Menurut para ahli, dibutuhkan waktu ratusan sampai
ribuan tahun sebagai masa proses bumi yang mendidih menjadi tanah yang layak
dihuni. Tumbuh-tumbuhan, kemudian hewan dan selanjutnya manusia diciptakan
untuk menempati bumi. Allah memang selalu memperlihatkan ciptaan-Nya dengan
tahap-tahapan. Cobalah perhatikan bagaimana manusia diciptakan: Adam
diciptakan dari tanah.
Allah berfirman dalam surat Ali Imran (3): 59

Artinya: “Sesungguhnya perbandingan (kejadian) Isa di sisi Allah adalah


seperti (kejadian) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah,
kemudian Allah berfirman kepadanya, “Jadilah,” Maka jadilah
dia”.

Bukanlah Allah tidak kuasa untuk menciptakan sesuatu sekali jadi, tetapi Dia
mengajarkan kepada kita sebagai sunnatullah, bahwa perbuatan-Nya senantiasa
dilakukan dengan tahapan-tahapan. Dimulai umpamanya dari kecil, besar dan
mungkin mengecil kembali. Dari bunga, buah, muda dan tua; mulai berwarna hijau,
kuning, merah lalu cokelat dan seterusnya.

C. TES FORMATIF
1. Iman diartikan sebagai suatu kepercayaan atau sikap batin. Pengertian ini tidak sesuai
dengan ....
a. hadits nabi
b. kamus bahasa Arab
c. pendapat kebanyakan ulama
d. keyakinan umat Islam
2. Ada dua kelompok manusia yaitu mukmin dan kafir. Orang yang kafir kepada Allah
dalam konteks bangsa Indonesia adalah ....
a. menerima ajaran Allah
b. menolak ajaran Allah
c. mempercayai adanya Allah
d. merusak ciptaan Allah
3. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beriman dan bertaqwa kepada Allah. Pernyataan
tersebut mengandung konsekuensi bahwa bangsa Indonesia harus ....
a. mengakui adanya Allah

14
b. menerapkan konsep kepribadian nasional
c. menerapkan konsep-konsep dari mana pun yang dipandang cocok
d. menerapkan ajaran Allah
4. Aspek pertama dalam iman menurut hadits nabi adalah kalbu. Pengertian kalbu yang
sesuai dengan Al-quran adalah ....
a. perasaan yang terdapat dalam dada
b. keyakinan yang terletak pada jantung
c. pikiran sebagai penampung tanggapan
d. tanggapan yang terletak di dada
5. Salah satu sikap yang mencerminkan iman kepada Allah adalah ....
a. mengagumi ciptaan Allah
b. memanfaatkan ciptaan Allah
c. menerapkan ajaran Allah
d. memikirkan kehebatan Allah
6. Prasyarat menjadi mukmin billah adalah memahami isi Al-quran. Di antara alasan yang
mendukung pernyataan tersebut adalah ....
a. kehendak Allah akan diketahui oleh manusia, jika memahami isi Al- quran
b. kehendak Allah diberikan kepada manusia yang dipilih-Nya dalam Al-quran
c. Al-quran adalah kebanggaan umat manusia
d. Al-quran adalah senjata ampuh bagi umat Islam
7. Berikut ini merupakan salah satu strategi dalam rangka pembinaan iman kepada
Allah ....
a. meyakinkan kepada orang tentang kebenaran konsep yang diajukan Allah
b. mencermati konsep-konsep yang diajukan Allah
c. membandingkan keinginan Allah dengan keinginan manusia
d. membandingkan kekurang-kekurangan manusia
8. Salah satu ciri orang yang beriman kepada Allah adalah bertawakal kepada-Nya.
Pengertian bertawakal kepada Allah dalam kaitannya dengan iman adalah ....
a. mengakui dan membenarkan keputusan Allah
b. menerima dan menerapkan kepastian Allah
c. menerima dan mengagumi pemberian dari Allah
d. menerima dan menerapkan ajaran Allah
9. Beriman atau tidaknya seseorang kepada Allah ditentukan berdasarkan ketentuan atau
kehendak Allah maksudnya adalah untuk ....
a. menilai beriman atau tidaknya seseorang dengan parameter kepatuhannya terhadap
Allah
b. menilai beriman atau tidaknya seseorang parameternya adalah keyakinannya sendiri
c. manusia tidak layak menilai beriman atau tidaknya seseorang

15
d. manusia harus menentukan parameter untuk menilai beriman atau tidaknya
seseorang
10. Iman seseorang dapat bertambah dan berkurang. Untuk memperbarui iman seseorang
langkahnya ....
a. berdoa kepada Allah setiap saat
b. mempelajari Al-quran setiap saat
c. mempelajari Al-quran ketika kondisi panik
d. mempelajari Al-quran secara rutin dan terjadwal
11. Konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia berkembang secara bertahap. Tahapan
tersebut adalah ....
a. animisme/dinamisme, henoteisme, politeisme dan monoteisme
b. animisme/dinamisme, monoteisme, henoteisme, dan politeisme
c. animisme/dinamisme, politeisme, henoteisme, dan monoteisme
d. monoteisme, henoteisme, animisme/dinamisme, dan politeisme
12. Kepercayaan kepada mukjizat seperti tongkat Nabi Musa menjadi ular, api menjadi es,
dan lain-lain sejalan dengan ....
a. dinamisme
b. panteisme
c. monoteisme
d. henoteisme
13. Konsep Ketuhanan monoteisme yang dikembangkan dalam pemikiran modern (Barat)
adalah paham ....
a. panteisme
b. deisme
c. eklektisme
d. panteisme dan eklektisme
14. Paham demokrasi tidak sejalan dengan monoteisme modern, kecuali ....
a. panteisme
b. deisme
c. eklektisme
d. panteisme dan eklektisme
15. Konsep Ketuhanan dalam Islam yang sejalan dengan ajaran Islam adalah ....
a. mengakui adanya Allah
b. memberikan kebebasan kepada Allah
c. memfungsikan ajaran Allah
d. memikirkan keadaan Allah

16
16. Bertuhan atau tidaknya manusia dipandang dari ajaran Islam adalah ....
a. mengakui keteraturan ciptaan Allah
b. mengagumi kekuasaan Allah
c. mengakui kebesaran Allah
d. menerima ajaran Allah
17. Di dalam Al-quran terdapat ayat-ayat yang mengungkapkan tentang gejala-gejala
alamiah, seperti, Ia menurunkan hujan dari langit. Dari bumi yang gersang,
menumbuhkan aneka model tanaman. Di antara fungsi pengungkapan gejala-gejala
alamiah adalah menyadarkan manusia agar ....
a. tidak egois
b. egois
c. ciptaan Allah
d. patuh terhadap Allah
18. Di kalangan umat Islam terdapat dua mazhab (aliran) teologi yang berseberangan,
yaitu ....
a. Jabariah dan Qadariah
b. Ahlus Sunnah dan Syiah
c. Syafiiyah dan Hanafiah
d. Naksabandiah dan Tijaniah
19. Salah satu usaha yang paling pokok dalam menumbuhkembangkan konsep Ketuhanan
Yang Maha Esa di Indonesia adalah ....
a. meyakinkan adanya Tuhan
b. meyakinkan Allah sebagai Tuhan
c. mempelajari ketentuan Tuhan
d. mempelajari perbuatan Tuhan
20. Di antara sikap yang tidak perlu dilakukan oleh umat Islam Indonesia adalah mengajak
umat Islam ....
a. agar memusuhi pendukung aliran-aliran Islam yang dilarang Pemerintah
b. mempelajari ajaran agama lain
c. menerapkan Al-quran
d. mematuhi ajaran Allah

17
BAB 2
MANUSIA

A. HAKEKAT DAN MARTABAT MANUSIA


1. Pengertian Hakikat
Menurut bahasa artinya kebenaran atau seesuatu yang sebenar- benarnya atau asal
segala sesuatu. Dapat juga dikatakan hakikat itu adalah inti dari segala sesuatu atau yang
menjadi jiwa sesuatu. Karena itu dapat dikatakan hakikat syariat adalah inti dan jiwa dari
suatu syariat itu sendiri. Dikalangan tasauf orang mencari hakikat diri manusia yang
sebenarnya karena itu muncul kata-kata diri mencari sebenar-benar diri. Sama dengan
pengertian itu mencari hakikat jasad, hati, roh, nyawa, dan rahasia.
2. Pengertian Manusia
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah swt.
Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas
mereka sebagai khalifah di muka dumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal
dari tanah.
Dalam al-quran istilah manusia ditemukan 3 kosa kata yang berbeda dengan makna
manusia, akan tetapi memilki substansi yang berbeda yaitu kata basyar, insan dan al-nas.
Kata basyar dalam al-quran disebutkan 37 kali salah satunya al-kahfi : innama anaa
basyarun mitlukum (sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu). Kata
basyar selalu dihubungkan pada sifat-sifat biologis, seperti asalnya dari tanah liat, atau
lempung kering (al-hijr : 33 ; al-ruum : 20), manusia makan dan minum (al-mu’minuum :
33).
Kata insan disebutkan dalam al-quran sebanyak 65 kali, diantaranya (al- alaq : 5),
yaitu allamal insaana maa lam ya’ (dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya).
Konsep islam selalu dihubungkan pada sifat psikologis atau spiritual manusia sebagai
makhluk yang berpikir, diberi ilmu, dfan memikul amanah (al-ahzar : 72). Insan adalah
makhluk yang menjadi (becoming) dan terus bergerak maju ke arah kesempurnaan
Dengan demikian al-quran memandang manusia sebagai makhluk biologis, psikologis,
dan social. Manusia sebagai basyar, diartikan sebagai makhluk social yang tidak biasa
hidup tanpa bantuan orang lain dan atau makhluk lain.
Manusia sebenarnya terdiri dari 3 unsur, yaitu :
a. Jasmani
Terdiri dari air, kapur, angin, api dan tanah
b. Ruh
Terbuat dari cahaya (nur) yang berfungsi untuk menghidupkan jasmani.

18
c. Jiwa (An nafsun/rasa dan perasaan)
Manusia memiliki fitrah dalam arti potensi yaitu kelengkapan yang diberikan pada
saat dilahirkan ke dunia. Potensi yang dimiliki manusia dapat di kelompokkan
pada dua hal yaitu potensi fisik dan potensi rohania.
3. Hakekat dan Martabat Manusia
Dibandingkan dengan makhlukm lainnya, manusia mempunyai kelebihan . Kelebihan
itu membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia adalah kemampuan
untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanpun, baik di darat, di laut, maupun di udara.
Sedangkan binatang hanya mampu bergerak di ruang yang terbatas. Walaupun ada
binatang yang bergerak di darat dan di laut, namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan
tidak bisa melampaui manusia.
Di samping itu, manusia di beri akal dan hati sehingga dapat memahami ilmu yang
diturunkan allah. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik- baiknya (at-tiin,95:4).
Manusia tetap bermartabat mulia, kalau mereka sebagai khalifah (makhluk alternative)
tetap hidup dengan ajaran allah (QS. Al- an’am:165). Oleh karena ilmu manusia di
lebihkan dari makhluk lainnya.
a. Tujuan penciptaan manusia
Tujuan penciptaan manusia adalah menyembah kepada penciptanya yaitu allah.
Pengertian penyembahan kepada allah tidak bisa di artikan secara sempit, dengan
hanya membayangkan aspek ritual yang tercermin dalam shalat.
Penyembahan berarti ketundukan manusia dalam hokum allah dalam menjalankan
kehidupan di muka bumi, baik yamg menyangkut hubungan manusia dengan tuhan
maupun manusia dengan manusia.
Oleh kerena penyembahan harus dilkukan secara suka rela, karena allah tidak
membutuhkan sedikitpun pada manusia karena termasuk ritual-ritual
penyembahannya.
Penyembahan yang sempurna dari seorang manusia adalah akan menjadikan
dirinya sebagai khalifah Allah di muka bumi dalam mengelolah alam semesta.
Keseimbangan pada kehidupan manusia dapat terjaga dengan hukum- hukum
kemanusiaan yang telah allah ciptakan.
b. Fungsi dan peran manusia
Jika khalifah diartikan sebagai penerus ajaran allah maka peran yang dilakukan
adalah penerus pelaku ajaran Allah dan sekaligus menjadi pelopor membudayakan
ajaran allah.
Peran yang hendaknya dilakukan seorang khalifah sebagaimana yang ditetapkan
oleh Allah di antanya adalah:
1) Belajar
2) Mengajarkan ilmu
3) Membudayakan ilmu

19
Oleh karena itu semua yang dilakukan harus untuk kebersamaan sesama ummat
manusia dan hamba allah, serta pertanggung jawabannya pada 3 instansi yaitu
pada diri sendiri, pada masyarakat, pada Allah SWT.
B. TANGGUNG JAWAB MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK
1. Tanggung jawab manusia sebagai hamba Allah SWT
Makna yang esensial dari kata abd’ (hamba) adalah ketaatan, ketundukan, dan
kepatuhan manusia hanya layak diberikan kepada Allah SWT yang dicerminkan dalam
ketaatan, kepatuhan dan ketundukan pada kebenaran dan keadilan.
Oleh karena itu, dalam al-quran dinyatakan dengan “quu anfusakun waahlikun naran”
(jagalah dirimu dan keluargamu dengan iman dari api neraka).
2. Tanggung jawab manusia sebagai khalifa Allah SWT
Manusia diserahi tugas hidup yang merupakan amanat dan harus
dipertanggungjawabkan dihadapannya. Tugas hidup yang di muka bumi ini adalah
tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil allah di muka bumi, serta
pegolaan dan pemeliharaan alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan. Manusia menjadi
khalifah memegang mandat tuhan untuk mewujud kemakmuran di muka bumi.
Kekuasaan yang diberikan manusia bersifat kreatif yang memungkinkan dirinya
mengolah serta mendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan
hidpnya.
Oleh karena itu hidup manusia, hidup seorang muslim akan dipenuhi dengan amaliah.
Kerja keras yang tiada henti sebab bekerja sebab bekerja sebagai seorang muslim
adalah membentuk amal saleh.

20
BAB 3
HUKUM

A. TAAT HUKUM TUHAN


1. Hukum islam dan fungsinya
Di dalam ajaran agama islam terdapat hukum atau aturan yang harus dipatuhi oleh
setiap umat karena sumbernya berasal dari Al-Qur’an dan Hadist.
Hukum islam (syara’i) terdiri atas lima komponen yaitu :
a. Wajib
Wajib adalah suatu perkara yang harus dilakukan oleh pemeluk agama islam yang
telah dewasa dan waras (mukallaf), dimana jika dikerjakan mendapat pahala dan
apabila ditinggalkan akan mendapat dosa. Misal: sholat fardu, Puasa Bulan
Ramadhan, dll.
b. Sunnah
Sunnat adalah suatu perkara yang bila dilakukan umat islam akan mendapat
pahala dan jika tidak dilaksanakan tidak berdosa, Misal : sholat dhuha, tahjudd,
dll.
c. Haram
Haram adalahh suatu perkara yang mana tidak boleh sama sekali dilakukan oleh
umat muslim dimana pun mereka berada karena jika dilakukan akan mendapat
dosa dan siksa dineraka kelak. Misal: Membunuh, Durhaka kepada ortu, dll.
d. Makruh
Makruh adalah suatu perkara yang dianjurkan untuk tidak dilakukan akan tetapi
jika dilakukan tidak berdosa dan jika ditinggalkan akan mendapat pahala dari
Allah SWT. Misal : merokok, lalai, dll.
e. Mubah
Mubah adalah suatu perkara yang jika dikerjakan seorang muslim mukalaf tidak
akan mendapat dosa dan tidak mendapat pahala. Misal: makan dan minum,
melamun, dll.
2. Fungsi hukum islam
Fungsi utama hukum islam adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Hukum Islam
adalah ajaran Allah yang harus dipatuhi umat manusia, dan kepatuhannya merupakan
ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang.
Adapun yang diatur dalam hukum islam bukan hubungan manusia dengan Tuhan,
tetapi juga hubungan antar manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia
lain dalam masyarakat, manusia dengan benda, dan antara manusia dengan lingkungan
hidupnya.
3. Pembagian Syariat Islam
a. I’tiqodiyah

21
Hukum atau peraturan yang berkaitan dengan dasar-dasar keyakinan agama islam,
yang tidak boleh diragukan dan harus benar-benar iman kita. Sebagi contoh,
peraturan yang berhubungan dengan esensi dan sifat Allah yang Mahakuasa.
b. ‘Amaliyah
1) Ilmu moral
Aturan-aturan yang berkaitan dengan pendidikan dan peningkatan jiwa.
Contoh, semua aturan yang mengarah pada perlindungan keutamaan dan
mencegah kejahatan, keburukan, sama seperti kita harus berbuat benar, harus
memenuhi janji, dapat dipercaya dan dilarang berbohong dan pengkhianatan.
2) Ilmu Fiqh, yaitu peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan
dan hubungan manusia satu sama lain. Ilmu Fiqh berisi dua bagian: pertama,
ritual menjelaskan hukum-hukum hubungan manusia dengan Tuhannya. Dan
ibadah tidak sah (tidak diterima) kecuali disertai dengan niat. Contoh ibadah
seperti shalat, zakat, puasa dan haji.
4. Tujuan Syariat Islam dan Penerapannya
a. Memelihara Agama
b. Memelihara Jiwa
c. Memelihara Akal (hadits Rasulullah SAW menyatakan, “Agama adalah akal,
siapa yang tiada berakal (menggunakan akal), maka tiadalah agama baginya”)
d. Memelihara Kehormatan
e. Memelihara Harta
B. FUNGSI PROFETIK AGAMA DALAM HUKUM
1. Pengertian profetik agama
Profetik berasal dari bahasa inggris prophetical yang mempunyai makna kenabian atau
sifat yang ada dalam diri seorang nabi. Yaitu sifat nabi yang mempunyai ciri sebagai
manusia yang ideal secara spiritual-individual, tetapi juga menjadi pelopor perubahan,
membimbing masyarakat ke arah perbaikan dan melakukan perjuangan tanpa henti
melawan penindasan.
Di dalam sejarah, Nabi Ibrahim melawan Raha Namrud, Nabi Musa melawan Fir’aun,
Nabi Muhammad yang membimbing kaum miskin dan budak beliau melawan setiiap
penindasan dan ketidakadilan dan mempunyai tujuan untuk menuju kearah
pembebasan.
Menurut Ali Syari’ati dalam Hilmy (2008) para nabi tidak hanya mengajarkan dzikir
dan do’a tetapi mereka juga datang dengan suatu ideologi pembebasan.
2. Fungsi Profetik Agama dalam Hukum
Fungsi profetik agama adalah bahwa agama sebagai sarana menuju kebahagiaan dan
juga memuat peraturan-peraturan yang mengondisikan terbentuknya batin manusia
yang baik, yang berkualitas yaitu manusia yang bermoral (agama sebagai sumber
moral).

22
BAB 4
MORAL

A. AGAMA SEBAGAI SUMBER MORAL


1. Definisi Agama dalam Kehidupan
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur
tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta
tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta,āgama yang berarti "tradisi".
Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari
bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat
kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepadaTuhan.
Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu
yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci.
Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan
keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna
kesuciannya
Definisi tentang agama dipilih yang sederhana dan meliputi. Artinya definisi ini
diharapkan tidak terlalu sempit atau terlalu longgar tetapi dapat dikenakan kepada
agama-agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama itu.
Agama merupakan suatu lembaga atau institusi penting yang mengatur kehidupan
rohani manusia. Untuk itu terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama itu perlu
dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya.
Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan
keterbatasannnya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar
dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan
sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya
sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God,Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya
menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De
Weldadige, dan lain-lain.
Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan
dengan cara menghambakan diri, yaitu: menerima segala kepastian yang menimpa diri
dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan menaati segenap ketetapan, aturan,
hukum dll yang diyakini berasal dari Tuhan.
Dengan demikian diperoleh keterangan yang jelas, bahwa agama itu
penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapat 3 unsur,
ialah manusia, penghambaan dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang
mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut agama.

23
2. Pengertian Moral, Susila, Budi Pekerti, Etika, Akhlak, Nilai dan Norma
a. Moral
Moral berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan.Kata
mores ini mempunyai sinonim mos,moris,manner mores atau manners,moral.
Dalam bahasa Indonesia, kata moral berarti akhlak (bahasa Arab) atau kesusilaan
yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi
pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Kata moral ini dalam bahasa Yunani
sama dengan ethos yang menjadi etika. Secara etimologis, etika adalah ajaran
tentang baik buruk, yang diterima masyarakat umum tentang sikap,perbuatan,
kewajiban, dan sebagainya.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi
individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral
dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang
mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral
itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai
moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan
dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari
kebudayaan masyarakat setempat.
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan
manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang
berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan
lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik,
begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Jadi moral
adalah tata aturan norma-norma yang bersifat abstrak yang mengatur kehidupan
manusia untuk melakukan perbuatan tertentu dan sebagai pengendali yang
mengatur manusia untuk menjadi manusia yang baik.
b. Susila dan Budi Pekerti
Secara terminology, susila adalah aturan-aturan hidup yang baik. Orang yang
susila adalah orang yang berkelakuan baik, sedangkan orang yang a susila adalah
orang yang berkelakuan buruk. Susila biasanya bersumber pada adat yang
berkembang di masyarakat setempat tentang suatu perbuatan itu tabu atau tidak
tabu, layak atau tidak layak. Dengan demikian susila menunjuk pada arti perilaku
baik yang dilakukan seseorang.
Budi secara istilah adalah yang ada pada manusia yang berhubungan dengan
kesadaran yang didorong oleh akal. Sementara pekerti adalaha apa yang terlihat
pada manusia karena didorong oleh perasaan. Budi pekerti adalah perbuatan dari
hasil akal dan rasa yang berwujud pada karsa dan tingkah laku manusia.

24
c. Etika
Secara istilah etika adalah ilmu yang membicarakan tentang tingkah laku manusia.
Sebagian ahli yang lain mengemukakan definisi etika sebagai teori tentang laku
perbuatan manusia dipandang dari segi nilai baik dan buruk sejauh yang dapat
ditentukan akal. Hanya saja ilmu akhlak atau etika Islam tidak hanya bersumber
pada akal, melainkan pula yang terpenting adalah Al-Qur’an dan Hadits.
d. Akhlak
Akhlak adalah tingkah laku, gambaran tentang perilaku yang seyogyanya dimiliki
seseorang muslim dalam rangka berhubungan dengan Allah, sesama manusia, dan
alam. akhlak menurut bahasa berarti tingkah laku perangai atau tabiat. Akhlak
menurut istilah adalah pengetahuan yang menjelaskan tentang baik dan buruk.
Sedangkan menurut Imam Ghazali akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa
memerlukan pertimbangan dan pemikiran.
e. Nilai
Nilai merupakan suatu bobot/kualitas perbuatan kebaikan yang terdapat dalam
berbagai hal yang dianggap sebagai sesuatu yang berharga, berguna, dan memiliki
manfaat.
f. Norma
Norma berasal dari bahasa belanda norm, yang berarti pokok kaidah, patokan,
atau pedoman. Norma adalah bentuk nyata dari nila-nilai sosial di dalam
masyarakat yang berbudaya, memiliki aturan-aturan, dan kaidah-kaidah, baik
yang tertulis maupun tidak. Norma memungkinkan seseorang untuk menentukan
terlebih dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai oleh orang lain, norma
juga merupakan kriteria bagi orang lain untuk mendukung atau menolak perilaku
seseorang.
3. Hubungan moral, susila, budi pekerti, akhlak dan etika
Etika (ilmu akhlak) bersifat teoritis sementara moral, susila, akhlak lebih
bersifat praktis. Artinya moral itu berbicara soal mana yang baik dan mana yang
buruk, susila berbicara mana yang tabu dan mana yang tidak tabu, akhlak berbicara
soal baik buruk, benar salah, layak atau tidak layak. Sementara etika lebih berbicara
kenapa perbuatan itu dikatakan baik atau kenapa perbuatan itu buruk. Etika
menyelidiki, memikirkan, dan mempertimbangkan tentang yang baik dan buruk, moral
menyatakan ukuran yang baik tentang tindakan itu dalam kesatuan sosial tertentu.
Moral itu hasil dari penelitian etika.
Akhlak karena bersumber pada wahyu maka ia tidak bisa berubah. Meskipun
akhlak dalam Islam bersumber kepada Al-Qur’an dan Sunnah sementara etika, moral,
dll. bersumber pada akal atau budaya setempat, tetap saja bahwa semuanya
mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Dalam hal ini akhlak Islam sangat

25
membutuhkan terhadap etika, moral, dan susila karena Islam mempunyai
penghormatan yang besar terhadap penggunaan akal dalam menjabarkan ajaran-ajaran
Islam, dan Islam sangat menghargai budaya suatu masyarakat.
Kalaupun adat local menyimpang, Islam mengajarkan kepada umatnya agar
mengubahnya tidak sekaligus melainkan secara bertahap.
4. Agama sebagai sumber moral
Agama dalam bahasa Indonesia, religion dalam bahasa Inggris, dan di dalam
bahasa Arab merupakan sistem kepercayaan yang meliputi tata cara peribadatan
hubungan manusia dengan Sang Mutlak, hubungan manusia dengan manusia, dan
hubungan manusia dengan alam lainnya yang sesuai dengan kepercayaan tersebut.
Berbicara tentang moral asosiasinya akan tertuju pada penentuan baik dan buruk
sesuatu. Aliran rasionalisme berpendapat bahwa rasiolah yang menjadi sumber moral
bukanlah yang lain. Yang menentukan baik dan buruknya sesuatu adalah akal dan
pikiran manusia semata.
Aliran tradisionalisme berpendapat bahwa sumber kebaikan atau keburukan
adalah tradisi atau adat istiadat. Karena peradaban Barat mengalami trauma historis
berkenaan dengan agama, maka peradaban Barat berusaha menyingkirkan agama
dalam kehidupan mereka. Sumber utama moral adalah akal dengan variasi yang
berbeda satu sama lain, karena akal manusia terbatas. Dalam kondisi demikian, ia
mengalami krisis moral yang dalam bentuk ekstrim berakhir dengan bunuh diri.
Dalam hubungannya dengan ini Muhammad Qhutb menulis, janganlah mudah
kita ditipu oleh gagasan yang canggih dan tidak tahu persoalan sebenarnya, sebab
sepanjang moral telah diputuskan ikatannya dengan akidah terhadap Allah, maka tidak
akan kokoh (kuat) berpijak dimuka bumi ini serta memiliki tempat bergantung
terhadap akibat-akibat yang mengiringinya.
Atas dasar itulah, maka agama memiliki peranan penting usaha dalam
menghapus krisis moral tersebut dengan menjadikan agama sebagai sumber moral.
Allah SWT telah memberikan agama sebagi pedoman dalam menjalani kehidupan
didunia ini agar mendapat kebahagiaan sejati, Salah satunya adalah pedoman moral.
Melalui kitab suci dan para rosul, Allah telah mejelaskan prinsip-prinsip moral yang
harus dijadian pedoman oleh umat manusia. Dalam konteks islam sumber moral itu
adalah Al-Quran dan Hadist.
Mukti Ali mantan mentri agam pernah menyatakan, ‘agama menurut kami antar
lain memberi petunjuk bagaimana moral itu harus dijalankan, agamalah yang
memberikan hukum-hukum moral. Dan karenanya agamalah sanksi terakhir bagi
semua tindakan moral, sanksi agamalah yang membantu dan mempertahankan cita-
cita etik.”

26
Hamka menyatakan bahwa ‘agama ibarat tali kekang, yaitu tali kekang dari
penguburan pikiran (yang liar / binar), tali kekang dari penguburan hawa nafsu (yang
angkara murka), tali kekang daripada ucapan dan perilaku (yang keji).
Menurut kesimpulan A.H. Muhaimin dalam bukunya Cakrawala Kuliah Agama
bahwa ada beberapa hal yang patut dihayati dan penting dari agama, yaitu:
a. Agama itu mendidik manusia menjadi tenteram, damai, tabah, dan tawakal
b. Agama itu dapat membentuk dan mencetak manusia menjadi: berani berjuang
menegakkan kebenaran dan keadilan, sabar, dan takut berbuat dosa
c. Agama memberi sugesti kepada manusia agar dalam jiwanya tumbuh sifat-sifat
mulia dan terpuji, toleransi, dan manusiawi.
Dengan demikian peran agama sangat penting dalam kehidupan manusia, salah
satunya, sebagai sumber akhlak. Agama yang diyakini sebagai wahyu dari Tuhan
sangat efektif dan memiliki daya tahan yang kuat dalam mengarahkan manusia agar
tidak melakukan tindakan amoral.
Akhlak mulia adalah akhlak yang sesuai dengan ketentuan-ketentuanan yang
diajarkan Allah dan Rasul-Nya sedangkan akhlak tercela ialah yang tidak sesuai
dengan ketentuan-ketentuan Allah dan rasul-Nya
Menurut Imam Al-Ghazali ada empat sendi yang menjadi dasar bagi perbuatan-
perbuatan baik, yaitu:
a. Kekuatan ilmu yang berwujud hikmah, yaitu bisa menentukan benar dan salah
b. Kekuatan amarah yang wujudnya adalah berani, keadaan kekuatan amarah yang
tunduk kepada akal pada waktu dinyatakan atau dikekang.
c. Kekuatan nafsu syahwat (keinginan) yang wujudnya adalah iffah, yaitu keadaan
syahwat yang terdidik oleh akal.
d. Kekuatan keseimbangan di antara yang tiga di atas.

Empat sendi akhlak tersebut akan melahirkan perbuatan-perbuatan baik, yaitu


jujur, suka memberi kepada sesama, tawadu, tabah, berani membela kebenaran,
menjaga diri dari hal-hal yang haram.
Sementara empat sendi-sendi akhlak tecela adalah :
a. Keji, pintar busuk, bodoh
b. Tidak bisa dikekang
c. Rakus dan statis
d. Aniaya
Keempat sendi akhlak tercela itu akan melahirkan berbagai perbuatan yang
tercela yang dikendalikan oleh nafsu seperti sombong, khianat, dusta, serakah, malas,
kikir, dll. yang akan mendatangkan malapetaka bagi diri sendiri maupun orang lain.

27
Manusia harus memiliki moral dan akhlak yang baik karena tanpa moral dan
akhlak yang baik manusia itu akan hancur dan hanya menjadi pengikut dari paham-
paham yang menyimpang di dunia ini.

B. AKHLAK MULIA DALAM KEHIDUPAN


1. Pengertian Akhlak Mahmudah (Terpuji)
Akhlak mahmudah (terpuji) adalah perbuatan yang dibenarkan oleh agama (Allah
dan RasulNya). Contohnya : disiplin, hidup bersih, ramah, sopan-santun, syukur
nikmat, hidup sederhana, rendah hati, jujur, rajin, percaya diri, kasih sayang, taat,
rukun, tolong-menolong, hormat dan patuh, sidik, amanah, tablig, fathanah, tanggung
jawab, adil, bijaksana, teguh pendirian, dermawan, optimis, qana’ah, dan tawakal, ber-
tauhiid, ikhlaas, khauf, taubat, ikhtiyaar, shabar, syukur, tawaadu', husnuzh-zhan,
tasaamuh dan ta’aawun, berilmu, kreatif, produktif, akhlak dalam berpakaian, berhias,
perjalanan, bertamu dan menerima tamu, adil, rida, amal salih, persatuan dan
kerukunan, akhlak terpuji dalam pergaulan remaja, serta pengenalan tentang tasawuf.
a. Ikhlas
Kata ikhlas mempunyai beberapa pengertian. Menurut al-Qurtubi, ikhlas pada
dasarnya berarti memurnikan perbuatan dari pengaruh-pengaruh makhluk. Abu
Al-Qasim Al-Qusyairi mengemukakan arti ikhlas dengan menampilkan sebuah
riwayat dari Nabi Saw, “Aku pernah bertanya kepada Jibril tentang ikhlas. Lalu
Jibril berkata, “Aku telah menanyakan hal itu kepada Allah,” lalu Allah
berfirman, “(Ikhlas) adalah salah satu dari rahasiaku yang Aku berikan ke dalam
hati orang-orang yang kucintai dari kalangan hamba-hamba-Ku.”
Keikhlasan seseorang ini, akan menghasilkan kemenangan dan kejayaan. Anggota
masyarakat yang mengamalkan sifat ikhlas, akan mencapai kebaikan lahir-bathin
dan dunia-akhirat, bersih dari sifat kerendahan dan mencapai perpaduan,
persaudaraan, perdamaian serta kesejahteraan.
b. Amanah
Secara bahasa amanah bermakna al-wafa’ (memenuhi) dan wadi’ah (titipan)
sedangkan secara definisi amanah berarti memenuhi apa yang dititipkankan
kepadanya. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT: “Sesungguhnya Allah
memerintahkan kalian untuk mengembalikan titipan-titipan kepada yang
memilikinya, dan jika menghukumi diantara manusia agar menghukumi dengan
adil…” (QS 4:58).
Dalam ayat lainnya, Allah juga berfirman: “Sesungguhnya Kami telah
menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka mereka
semua enggan memikulnya karena mereka khawatir akan mengkhianatinya, maka
dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan
bodoh…” (QS. 33:72)

28
c. Adil
Adil berarti menempatkan/meletakan sesuatu pada tempatnya. Adil juga tidak lain
ialah berupa perbuatan yang tidak berat sebelah. Para Ulama menempatkan adil
kepada beberapa peringkat, yaitu adil terhadap diri sendiri, bawahan, atasan/
pimpinan dan sesama saudara. Nabi Saw bersabda, “Tiga perkara yang
menyelamatkan yaitu takut kepada Allah ketika bersendiriaan dan di khalayak
ramai, berlaku adil pada ketika suka dan marah, dan berjimat cermat ketika
susah dan senang; dan tiga perkara yang membinasakan yaitu mengikuti hawa
nafsu, terlampau bakhil, dan kagum seseorang dengan dirinya sendiri.” (HR.
AbuSyeikh).
d. Bersyukur
Syukur menurut kamus “Al-mu’jamu al-wasith” adalah mengakui adanya
kenikmatan dan menampakkannya serta memuji (atas) pemberian nikmat tersebut.
Sedangkan makna syukur secara syar’i adalah : Menggunakan nikmat Allah SWT
dalam (ruang lingkup) hal-hal yang dicintainya. Lawannya syukur adalah kufur
yaitu dengan cara tidak memanfaatkan nikmat tersebut, atau menggunakannya
pada hal-hal yang dibenci oleh Allah SWT.

2. Pengertian Akhlak Mazmumah (Tercela)


Akhlak Mazmumah (tercela) adalah perbuatan yang tidak dibenarkan oleh agama
(Allah dan Rasul-Nya). Contohnya : hidup kotor, berbicara jorok/kasar, bohong,
sombong, malas, durhaka, khianat, iri, dengki, membangkang, munafik, hasud, kikir,
serakah, pesimis, putus asa, marah, fasik, dan murtad, kufur, syirik, riya, nifaaq,
anaaniah, putus asa, ghadlab, tamak, takabbur, hasad, dendam, giibah, fitnah, dan
namiimah, aniaya dan diskriminasi, perbuatan dosa besar (seperti mabuk-mabukan,
berjudi, zina, mencuri, mengkonsumsi narkoba), israaf, tabdzir.
a. Perasaan Iri
Iri adalah sikap kurang senang melihat orang lain mendapat kebaikan atau
keberuntungan. Sikap ini kemudian menimbulkan prilaku yang tidak baik
terhadap orang lain, misalnya sikap tidak senang, sikap tidak ramah terhadap
orang yang kepadanya kita iri atau menyebarkan isu-isu yang tidak baik. Jika
perasaan ini dibiarkan tumbuh didalam hati, maka akan muncul perselisihan,
permusuhan, pertengkaran, bahkan sampai pembunuhan, seperti yang terjadi pada
kisah Qabil dan Habil.
b. Perasaan Dengki
Dengki artinya merasa tidak senang jika orang lain mendapatkan kenikmatan dan
berusaha agar kenikmatan tersebut cepat berakhir dan berpindah kepada dirinya,
serta merasa senang kalau orang lain mendapat musibah. Sifat dengki ini
berkaitan dengan sifat iri. Hanya saja sifat dengki sudah dalam bentuk perbuatan

29
yang berupa kemarahan, permusuhan, menjelek-jelekkan, menjatuhkan nama baik
orang lain.
c. Hasud
Hasud adalah sikap suka menghasud dan mengadu domba terhadap sesama.
Menghasud adalah tindakan yang jahat dan menyesatkan, karena mencemarkan
nama baik dan merendahkan derajat seseorang dan juga karena mempublikasikan
hal-hal jelek yang sebenarnya harus ditutupi. Saudaraku (sidang pembaca)
tahukah antum, bahwa iri, dengki dan hasud itu adalah suatu penyakit. Pada
mulanya iri yaitu perasaan tidak suka terhadap kenikmatan yang dimiliki orang
lain. Kemudian, jika dibiarkan tumbuh, iri hati akan berubah menjadi kedengkian.
Penyakit kedengkian jika dibiarkan terus akan berubah menjadi penyakit yang
lebih buruk lagi, yaitu hasud.

30
BAB 5
ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

A. IMAN, IPTEK DAN AMAL


A. Iman
Iman dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan menurut istilah,
pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan
dengan tindakan (perbuatan). Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang
beriman) sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang
mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan
dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai
mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan
yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
B. Iptek (Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni)
Ilmu adalah pengetahuan yang sudah diklasifikasi, diorganisasi, disistimatisasi, dan
diinterpretasi, menghasilkan kebenaran obyektif, sudah diuji kebenarannya, dan dapat diuji
ulang secara ilmiah.
Secara etimologis, kata ilmu berarti kejelasan, karena itu segala yang terbrntuk dari
akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Kata ilmu dengan berbagai bentuknya berulang
854 kali dalam Al-Qur’an. Dari sudut pandang fisafat, ilmu lebih khusus dibandingkan
dengan pengetahuan.
Istilah teknologi merupakan produk ilmu pengetahuan. Dalam sudut pandang
budaya, teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis dari
ilmu pengetahuan. Meskipun pada dasarnya teknologi juga memiliki karakteristik obyektif
dan netral. Dalam situasi tertentu teknologi tidak netral lagi karena memiliki potensi untuk
merusak dan potensi kekuasaan. Di sinilah letak perbedaan ilmu pengetahuan dengan
teknologi.
Adapun seni termasuk bagian dari budaya, berbagai hasil ungkapan akal budi
manusia dengan segala prosesnya. Seni merupakan hasil ekspresi jiwa yang berkembang
menjadi bagian dari budaya manusia.
Teknologi dapat membawa dampak positif berupa kemajuan dan kesejahteraan bagi
manusia juga sebaliknya dapat membawa dampak negatif berupa ketimpangan-
ketimpangan dalam kehidupan manusia dan lingkungannya yang berakibat kehancuran
alam semesta. Netralitas teknologi dapat digunakan untuk kemanfaatan sebesar-besarnya
bagi kehidupan manusia dan atau digunakan untuk kehancuran manusia itu sendiri.
C. Akal
Dari segi bahasa, akal yang telah di-Indonesiakan berasal dari kata al-‘aql. Dengan
kekuatan akal orang mendapatkan ilmu dan ilmu yang digunakan serta dimiliki oleh
manusia bergantung pada kekuatan akalnya. Selain itu, akal adalah al-hijr, menawan atau

31
mengikat. Kata tersebut dari segi bahasa pada mulanya berarti: tali pengikat, penghalang.
Al-Qur’an menggunakannya bagi sesuatu yang mengikat atau menghalangi seseorang
terjerumus dalam kesalahan atau dosa. Orang yang berakal adalah orang yang mampu
mengikat atau mengendalikan hawa nafsunya.
Selanjutnya akal mengandung arti kebijaksanaan, pemahaman. Ada pula yang
mengartikan akal dengan pembatasan dan pencagahan, perlindungan atau kemampuan
seseorang untuk menemukan dirinya sendiri. Di sini diartikan orang berakal adalah orang
yang mampu membatasi dan mencegah hawa nafsunya serta memberikan perlindungan
sampai batas-batas yang diperlukan. Dengan demikian akal akan mampu melihat
kebenaran.

B. KEWAJIBAN MENUNTUT DAN MENGAMALKAN ILMU


A. Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari kata ‫ علما‬-‫ يعلم‬-‫ علم‬yang artinya mengetahui, lawan dari kata ‫جهل‬
yang artinya bodoh.
Ilmu pengetahuan adalah terjemahan dari kata bahasa Inggris, Science, yang
berarti pengetahuan. Kata science itu sendiri berasal dari bahasa Yunani Scientia yang
berarti pengetahuan. Namun pengertian yang umum digunakan ilmu pengetahuan
adalah himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui proses pengkajian
dan dapat diterima oleh rasio.
Imam Raghib al- Ashfahani dalam kitabnya, Mufradat Al –Qur’an, berkata, “
ilmu adalah mengetahui sesuatu sesuai dengan hakikatnya. Ia terbagi dua: pertama,
mengetahi inti sesuatu itu (oleh ahli logika dinamakan ahli tashawwur). Kedua,
menghukum adanya sesuatu pada sesuatu yang ada (oleh ahli ligika dinamakan
tashdiq, maksudnya mengetahui hubungan sesuatu dengan sesuatu).”
Az-Zubaidi berkata dalam kamus Tajul-‘Arus, “Mayoritas ahli membedakan
masing-masing term itu. Bagi mereka ilmu adalah yamg paling tinggi karena ilmu
itulah yang mereka perkenankan untuk dinisbatkan kepada allah SWT. Sementara,
mereka tidak mengataknan: ‘Allah arif’ atau ‘Allah syair’. Perbedaan-perbedaaan
tersebut disebut dalahm karangan-karangan ahli basaha.
Al Manawi dalam kitab At-taufiq berkata , “ilmu adalah keyakinan kuat yang
tetap sesuai dengan realita. Bisa juga bersifat yang membuat perbedaan tanpa kritik.
Atau, ilmu adalah tercapainya bentuk sesuatu dalam akal.”
B. Pengertian Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk
merubah tingkah laku dan perilaku kearah yang lebih baik,karena pada dasarnya ilmu
menunjukkan jalan menuju kebenaran dan meninggalkan kebodohan. Seseorang harus
memulai dengan ilmu sebelum beramal. Maksud dari beramal adalah melakukan
kegiatan atau melakukan suatu pekerjaan. Dalam melakukan pekerjaan manusia

32
dituntut mengetahui ilmunya dari pekerjaan tersebut, karena dengan mengetahui
ilmunya pekerjaan akan lebih terarah dan tidak berantakan. Menuntut ilmu merupakan
ibadah. Perintah menuntut ilmu tidak di bedakan antara laki-laki dan perempuan. Hal
yang paling di harapkan dari menuntut ilmu ialah terjadinya perubahan pada diri
individu ke arah yang lebih baik yaitu perubahan tingkah laku, sikap dan perubahan
aspek lain yang ada pada setiap individu.
C. Kewajiban menuntut ilmu
Di dalam Islam, menuntut ilmu merupakan perintah sekaligus kewajiban.
Manusia diperintahkan untuk menuntut ilmu, karena dengan ilmu pengetahuan kita
bisa mencapai apa yang dicita-citakan baik di dunia maupun di akhirat. Apalagi
sebagai seorang muslim itu wajib hukumnya.
Firman Allah pada surat Al-Alaq ayat 1-5 , berbunyi :

Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan , Dia


telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajarkan (manusia)
dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya.” ( Al-Alaq : 1-5)
Ini ayat pertama yang turun kepada Rasulullah. Ayat ini berisi perintah untuk
membaca,menulis, dan juga belajar. Allah telah memberikan manusia sifat fitrah
dalam dirinya untuk bisa belajar dan menggapai bermacam ilmu pengetahuan dan
keterampilan hingga dapat menambah kemampuannya untuk mengemban amanat
kehidupan di muka bumi ini.
Manusia diwajibkan untuk menuntut ilmu karena hal ini sebenarnya telah
dijawab oleh Al-Qur’an sendiri. Dimana menurut Al-Qur’an, Allah menciptakan
manusia dalam keadaan vakum dari ilmu, lalu Allah memberinya perangkat ilmu agar
mampu menggali ilmu dan mempelajarinya. Karena memang ilmu itu harus digali,
dipelajari, dan diamalkan
D. Adab Mencari Ilmu
a. Niat
Niat dalam menuntut ilmu adalah untuk mencari ridho Allah. Hendaknya diringi
dengan hati yang ikhlas benar-benar karena Allah. Bukan untuk menyombongkan
diri, menipu orang lain ataupun pamer kepandaian, tetapi untuk mengeluarkan diri
dari kebodohan dan menjadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain
b. Bersungguh-sungguh

33
Dalam menuntut ilmu haruslah bersungguh-sungguh dan tidak pernah berhenti.
c. Terus menerus
Hendaklah kita jangan mudah puas atas ilmu yang kita dapatkan sehingga kita
enggan untuk mencari lebih banyak lagi. Allah lebih menyukai amalan yang
sedikit tapi dilakukan secara terus menerus dibandingkan amalan yang banyak
tetapi hanya dilakukan sehari saja.
d. Sabar dalam menuntut ilmu
Salah satu kesabaran terpuji yang harus dimiliki oleh seorang penuntut ilmu
adalah sabar terhadap gurunya. Kita jangan cepat putus asa dalam menuntut ilmu
jika mendapatkan kesulitan dalam memahami dan mempelajari ilmu.
e. Menghormati dan memuliakan orang yang menyampaikan ilmu
Di antara penghormatan murid terhadap gurunya adalah berdiam diri maupun
bertanya pada saat yang tepat dan tidak memotong pembicaraan guru,
mendengarkan dengan penuh khidmat, dan memperhatikan ketika beliau
menerangkan, dan sebagainya.
f. Baik dalam bertanya
Bertanya hendaknya untuk menghilangkan keraguan dan kebodohan diri kita,
bukan untuk meremehkan, menjebak, menguji, mempermalukan guru kita dan
sebagainya. Aisyah r.a tidak pernah mendengar sesuatu yang belum diketahuinya
melainkan sampai beliau mengerti. Orang yang tidak mau bertanya berarti
menyia-nyiakan ilmu yang banyak bagi dirinya sendiri.
C. TANGGUNG JAWAB ILMUAN DAN SENIMAN
1. Memelihara Lingkungan
Manusia diberi akal pikiran dan nafsu, dimana tidak diherikan pada
makhluk lainnya. Dengan bekal akal pikiran itulah Allah memberikan mandat
sebagai khalifah di bumi agar mengurusi (mempergunakan dan memeliharanya)
alam ini sebaik-baiknya.
Para Ilmuwan mempunyai tugas penting dalam perkembangan ilmu
pengetahuan. Selain sebagai upaya pencapaian misi lingkungan yaitu mencegah
atau memperbaiki kerusakan lingkungan, dilihat dari segi ibadah, tentunya orang
- orang yang berilmu juga punya nilai lebih. Seperti yang telah disebutkan di atas
bahwa Allah akan mengangkat derajat orang - orang yang berilmu.
Kerusakan alam seperti banjir, kebakaran hutan, tanah longsor, alih fungsi
hutan, pencemaran lingkungan, polusi, dsb sebagai bentuk kiamat kecil, tentunya
bisa diminimalisir dengan memanfaatkan dan menerapkan IPTEK. Karena adanya
orang - orang yang berilmu setidaknya bisa “menunda” kiamat.

34
2. Membuktikan isi/ayat-ayat Al-Quran
Selain itu, ilmuwan juga dituntut untuk bisa menjawab dan membuktikan suatu
ilmu yang dasarnya berasal dari Firman Allah (Al-quran) dan Sabda Nabi
Muhammad (SAW), sehingga apa yang sudah tertulis dalam kitab tersebut memang
benar, menjadi pedoman bagi umat manusia dan tidak ada keragu-raguan di
dalamnya.
Dalam rangka mengenal dan memahami Allah alam semesta digunakan sebagai
media untuk memngerti dan memahami rahasia Allah. Dzat yang mutlak. Tentu
bersama-sama dengan mengkaji dan memahami ayat-ayat yang terdapat di dalam Al-
Qur'an. Perpaduan anatara ayat kauniyah (alam semesta) dan ayat Al-qur'an akan
memberikan ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia di dunia dan
kebahagiaan di akhirat. Jadi dalam pandangan Islam alam semesta mempunyai dua
fungsi: pertama. untuk memenuhi kebutuhan manusia agar bisa beribadah kepada
Allah. Kedua. sebagai media untuk memahami kekuasaan. kebesaran dan keluasan
dzat Allah.
3. Menjalin dan mengembangkan hubungan yang harmonis dan selaras dengan alam
sekitar
Islam tidak bisa dipisahkan dari pembahasan tentang Tuhan dan manusia.
Membahas salah satunya pasti akan menyeret tema laimya dalam pembicaraannya.
Dalam Islam Tuhan (baca: Allah SWT) adalah pemilik tunggal alam semesta, dimana
manusia termasuk didalamnya. Namun begitu manusia mempunyai kedudukan yang
sangat unik dan khas dibandingkan makhluk-makhluk Allah lainnya.
4. Memakmurkan alam, mengolah SDA dan IPTEK untuk kesejahteraan
Dalam mengelola alam, sudah seharusnya kita tidak hanya meminta dari alam
saja. Namun sebaliknya kita juga harus memberi kepada alam. Misalnya
meregenerasi tanah dengan memanfaatkan IPTEK misalnya dengan dibajak
menggunakan traktror, mengelola potensi SDA yang ada dengan menggandeng
masyarakat sekitar sehingga tercipta kesejahteraan.
5. Menerapkan ilmunya dalam mengksploitasi alam dan lingkungan dengan teknologi
terkini, ramah lingkungan tapa merusak alam dan dengan bijak
Bagi seorang muslim menyelamatkan lingkungan hidup adalah merupakan
perintah agamanya, tidak hanya sekedar mencari legitimasi agama atas isu-isu
lingkunan hidup yang semakin keras dendangnya. Karena dengan lingkungan yang
sehatlah seorang dapat melangsungkan ibadah dan m enjadikan alam sebagai media
pengenal.

35
BAB 6
KERUKUNAN ANTAR UMAT AGAMA

A. HUBUNGAN INTERN UMAT BERAGAMA


Persaudaraan atau ukhuwah, merupakan salah satu ajaran yang mendapat perhatian
penting dalam Islam. Alquran menyebutkan kata yang mengandung arti persaudaraan
sebanyak 52 kali yang menyangkut berbagai persamaan, baik persamaan keturunan,
keluarga, masyarakat, bangsa, dan agama. Ukhuwah yang islami dapat dibagi kedalam
empat macam, yaitu: Pertama, ukhuwah ‘ubudiyah atau saudara sekemakhlukan dan
kesetundukan kepada Allah. Kedua, Ukhuwah insaniyah (basyariyah), dalam arti seluruh
umat manusia adalah bersaudara, karena semua berasal dari ayah dan ibu yang sama;
Adam dan Hawa. Ketiga, ukhuwah wathaniyah wannasab, yaitu persaudaraan dalam
keturunan dan kebangsaan. Keempat, Ukhuwwah fid din al islam, persaudaraan sesama
muslim.
Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih sayang yang ditampilkan dalam bentuk
perhatian, kepedulian, hubungan yang akrab dan merasa senasib sepenanggungan. Nabi
menggambarkan hubungan persaudaraan dalam hadisnya:

“Seorang mukmin dengan mukmin seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota
tubuh terluka, maka seluruh tubuh akan merasakan demamnya”. HR.Muslim dan
Ahmad

Persatuan dan kesatuan sebagai implementasi ajaran Islam dalam masyarakat


merupakan salah satu prinsip ajaran Islam. Alquran mengajarkan umat Islam untuk
menjalin persatuan dan kesatuan sebagaimana difirmankan Allah:
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan
Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah aku.”
QS.Al-Anbiya, 21:92

Dalam ayat lain:


“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua;agama yang satu dan
Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku”. QS.Al-Mukminun,23:52

Kata umat dalam ayat di atas dikaitkan dengan tauhid karena itu umat yang dimaksud
adalah pemeluk agama Islam. Sehingga ayat tersebut pada hakekatnya menunjukkan
bahwa agama umat Islam adalah agama yang satu dalam prinsi-prinsip usulnya; tiada
perbedaan dalam aqidahnya, walaupun dapat berbeda-beda dalam rincian (furu’)
ajarannya. Karena itu, kesatuan umat bukan berarti bersatu dalam satu wadah, melainkan

36
kesatuan dalam aqidah. Bisa saja berbeda dalam ras, bahasa, maupun budaya, tetapi
semuanya bersatu dalam aqidahnya.
Salah satu masalah yang dihadap umat Islam sekarang ini adalah rendahnya rasa
kesatuan dan persatuan sehingga kekuatan mereka menjadi lemah. Kelemahan umat Islam
terjadi hampir di semua sektor kehidupan, baik ekonomi, politik, sosial, maupun budaya.
Kelemahan ini tidaklah disebabkan karena sedikitnya jumlah umat Islam, melainkan
rendahnya kualitas sumber daya manusianya.
Salah satu sebab rendahnya rasa persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam
adalah karena rendahnya penghayatan terhadap nilai-nilai Islam. Konsep kejamaahan yang
tidak terpisahkan dari salat telah diabaikan dalam konteks kehidupan sosial. Individualisme
dan materialisme yang merupakan produk dari westernisasi telah menjadi pilihan sebagian
umat Islam. Salat, puasa dan haji hanya dipandang semata-mata ibadah ritual, sedangkan
ruhnya tidak terbawa atau mewarnai kehidupan umat. Oleh karena itu, umat Islam masih
memerlukan pendalaman lebih lanjut terhadap nilai-nilai esensial ajarannya yang
menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan sebagai implikasi sosial dari keberpihakan
terhadap kebenaran dan kebaikan, kerukunan dan perdamaian sebagaimana yang
dikandung dalam pengertian Islam itu sendiri.
Dalam hubungan sosial, Islam mengenalkan konsep ukhuwwah dan jamaah.
Ukhuwwah adalah persaudaraan yang berintikan kebersamaan dan kesatuan antar sesama.
Kebersamaan di kalangan muslim dikenal dengan istilah ukhuwwah Islamiyah atau
persaudaraan yang diikat oleh kesamaan aqidah. Nabi menggambarkan eratnya hubungan
muslim dengan muslim sebagaimana anggota tubuh dengan anggota tubuh lainnya, jika
salah satu anggota tubuh terluka, maka anggota tubuh lainnya merasakan sakitnya.
Perumpamaan tersebut mengisyaratkan hubungan yang erat antar sesama muslim. Karena
itu persengketaan antar muslim berarti mencederai wasiat Rasul.
Persatuan di kalangan muslim tampaknya belum dapat diwujudkan secara nyata.
Perbedaan kepentingan dan golongan seringkali menjadi sebab perpecahan umat. Hal yang
menjadi sebab perpecahan pada umumnya bukanlah hal yang bersifat mendasar.
Perpecahan itu biasanya diawali dengan adanya perbedaan pandangan di kalangan muslim
terhadap sesuatu fenomena. Dalam hal agama, di kalangan umat Islam misalnya seringkali
terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran mengenai sesuatu hukum yang kemudian
melahirkan berbagai pandangan atau madzhab. Perbedaan pendapat dan penafsiran pada
dasarnya merupakan fenomena yang biasa dan manusiawi, karena itu menyikapi perbedaan
pendapat itu adalah memahami berbagai penafsiran. Untuk menghindari perpecahan di
kalngan umat Islam dan memantapkan ukhuwah islamiah para ahli menetapkan tiga
konsep:
1. Konsep tanawwul al ‘ibadah (keragaman cara beribadah).
Konsep ini mengakui adanya keragaman yang dipraktekkan Nabi dalam pengamalan
agama yang mengantarkan kepada pengakuan akan kebenaran semua praktek

37
keagamaan selama merujuk kepada Rasulullah. Keragaman cara beribadah merupakan
hasil dari interpretasi terhadap perilaku Rasul yang ditemukan dalam riwayat (hadist).
Interpretasi bagaimana pun melahirkan perbedaan-perbedaan, karena itu menghadapi
perbedaan ini hendaknya disikapi dengan cara mencari rujukan yang menurut kita- atau
menurut ahli yang kita percayai lebih dekat kepada maksud yang sebenarnya. Terhadap
orang yang berbeda interpretasi, kita kembangkan sikap hormat dan toleransi yang
tinggi dengan tetap mengembangkan silaturahmi.
2. Konsep al mukhtiu fi al ijtihadi lahu ajrun (yang salah dalam berijtihad pun mendapat
ganjaran).
Konsep ini mengandung arti bahwa selama seseorang mengikuti pendapat seorang
ulama, ia tidak akan berdosa, bahkan tetap diberi ganjaran oleh Allah, walaupun hasil
ijtihad yang diamalkannya itu keliru. Di sini perlu dicatat bahwa wewenang untuk
menentukan yang benar dan salah bukan manusia, melainkan Allah swt yang baru
akan kita ketahui di hari akhir. Kendati pun demikian, perlu pula diperhatikan bahwa
yang mengemukakan ijtihad maupun orang yang pendapatnya diikuti, haruslah orang
yang memiliki otoritas keilmuan yang disampaikannya setelah melalui ijtihad.
Perbedaan-perbedaan dalam produk ijtihad adalah sesuatu yang wajar, karena itu
perbedaan yang ada hendaknya tidak mengorbankan ukhuwah islamiyah yang terbina
di atas landasan keimanan yang sama.
3. Konsep la hukma lillah qabla ijtihadi al mujtahid (Allah belum menetapkan suatu
hukum sebelum upaya ijtihad dilakukan seorang mujtahid).
Konsep ini dapat kita pahami bahwa pada persoalan-persoalan yang belum ditetapkan
hukumnya secara pasti, baik dalam alQuran maupun sunnah Rasul, maka Allah belum
menetapkan hukumnya. Oleh karena itu umat Islam, khususnya para mujtahid,
dituntut untuk menetapkannya melalui ijtihad. Hasil dari ijtihad yang dilakukan itu
merupakan hukum Allah bagi masing-masing mujtahid, walaupun hasil ijtihad itu
berbeda-beda

Ketiga konsep di atas memberikan pemahaman bahwa ajaran Islam mentolelir adanya
perbedaan dalam pemahaman maupun pengamalan. Yang mutlak itu hanyalah Allah dan
firman-firman-Nya, sedangkan interpretasi terhadap firman-firman itu bersifat relatif,
karena itu sangat dimungkinkan untuk terjadi perbedaan. Perbedaan tidak harus melahirkan
pertentangan dan permusuhan. Di sini konsep Islam tentang islah diperankan untuk
menyelesaikan pertentangan yang terjadi sehingga tidak menimbulkan permusuhan, dan
apabila telah terjadi permusuhan, maka islah diperankan untuk menghilangkannya dan
menyatukan kembali orang atau kelompok yang saling bertentangan.

38
B. HUBUNGAN ANTAR UMAT BERAGAMA
Memahami dan mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat tidak
selalu hanya dapat diterapkan dalam kalangan masyarakat muslim. Islam dapat
diaplikasikan dalam masyarakat manapun, sebab secara esensial ia merupakan nilai yang
bersifat universal. Kendatipun dapat dipahami bahwa Islam yang hakiki hanya dirujukkan
kepada konsep Alquran dan As - Sunnah, tetapi dampak sosial yang lahir dari pelaksanaan
ajaran Islam secara konsekwen dapat dirasakan oleh manusia secara keseluruhan.
Demikian pula pada tataran yang lebih luas, yaitu kehidupan antar bangsa, nilai-nilai
ajaran Islam menjadi sangat relevan untuk dilaksanakan guna menyatukan umat manusia
dalam suatu kesatuan kebenaran dan keadilan.
Dominasi salah satu etnis atau negara merupakan pengingkaran terhadap makna
Islam, sebab ia hanya setia pada nilai kebenaran dan keadilan yang bersifat universal. Islam
mengajarkan prinsip kesamaan dan kesetaraan manusia sebagaimana diungkapkan Al-
Quran:

“Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara
kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal”. QS.49:13

Universalisme Islam dapat dibuktikan antara lain dari segi agama, dan sosiologi. Dari
segi agama, ajaran Islam menunjukkan universalisme dengan doktrin monoteisme dan
prinsip kesatuan alamnya. Selain itu tiap manusia, tanpa perbedaan diminta untuk bersama-
sama menerima satu dogma yang sederhana dan dengan itu ia termasuk ke dalam suatu
masyarakat yang homogin hanya dengan tindakan yang sangat mudah, yakni membaca
syahadat. Jika ia tidak ingin masuk Islam, tidak ada paksaan dan dalam bidang sosial ia
tetap diterima dan menikmati segala macam hak kecuali yang merugikan umat Islam.
Ditinjau dari segi sosiologi, universalisme Islam ditampakkan bahwa wahyu ditujukan
kepada semua manusia agar mereka menganut agama Islam, dan dalam tingkat yang lain
ditujukan kepada umat Islam secara khusus untuk menunjukkan peraturan-peraturan yang
harus mereka ikuti. Karena itu, maka pembentukan masyarakat yang terpisah merupakan
suatu akibat wajar dari ajaran Al-Quran tanpa mengurangi universalisme Islam.
Melihat universalisme Islam di atas tampak bahwa esensi ajaran Islam terletak pada
penghargaan kepada kemanusiaan secara universal yang berpihak kepada kebenaran,
kebaikan, dan keadilan dengan mengedepankan kedamaian; menghindari pertentangan dan
perselisihan, baik ke dalam intern umat Islam maupun ke luar. Dengan demikian tampak
bahwa nilai-nilai ajaran Islam menjadi dasar bagi hubungan antar manusia secara universal
dengan tidak mengenal suku, bangsa dan agama.

39
Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang oleh syariat
Islam, kecuali bekerja sama dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua persoalan tersebut
merupakan hak intern umat Islam yang tidak boleh dicampuri pihak lain, tetapi aspek
sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja sama yang baik.
Hubungan dan kerja sama antar umat beragama merupakan bagian dari hubungan
sosial antar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama
dalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan
sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan.
C. AKTUALISASI HUBUNGAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA
Saat ini, di Indonesia sendiri pemahaman hak atas kebebasan beragama dimasing-
masing kelompok memiliki penafsiran sendiri-sendiri, baik kelompok agama maupun
kelompok sekuler. Dan pertentangan ini terus berlanjut yang tidak akan menyatu karena
masing-masing kelompok memiliki landasannya sendiri.
Dalam kesatuan wujud ini Allah Tuhan Yang Maha Kuasa menjadikan manusia
berbangsa-bangsa dan bergolongan-golongan. Manusia dengan wujudnya berbangsa-
bangsa dan bergolong-golongan ini memberi dorongan yang besar baginya untuk
memikirkan dan mempelajari sesama manusia, sehingga melahirkan berbagai ilmu
pengetahuan, seperti antropologi, sosiologi, sejarah, kebudayaan, bahasa, politik dan lain-
lain. dengan ilmu-ilmu ini akan memudahkan bagi manusia itu dalam membina dan
memelihara hubungan antara sesamanya, baik antara golongan, dalam masyarakat, maupun
antar bangsa, negara dan agama.
Dalam masyarakat yang multiagama, Harold Howard (Saefullah,2007:180)
mengatakan ada tiga prinsip umum dalam merespons keanekaragaman agama : Pertama,
logika bersama, Yang Satu yang berwujud banyak. Secara filosofis dan teologis, logika ini
merupakan sumber realitas dan cara paling signifikan untuk menjelaskan keanekaragaman
agama. Bagi mereka yang mendalami sejarah agama-agama, logika ini bukanlah hal yang
asing. Misalnya, dalam Veda dapat menemukan gagasan tentang Yang Satu yang disebut
dengan banyak nama. Kedua, agama sebagai alat. Karenanya, wahyu dan doktrin dari
agama-agama adalah jalan, atau dalam tradisi Islam disebut syariat untuk menuju Yang
Satu. Karena sebagai alat, yang ada dalam agama-agama adalah kumpulan particular
sarana yang digunakan sebagai alat yang dengannya, Yang Satu dapat dicapai. Ketiga,
pengenaan kriteria yang mengabsahkan. Yang dimaksud di sini adalah mengenakan kriteria
sendiri pada agama-agama lain. Al Quran merupakan wahyu yang mengabsahkan,
sehingga menjadi dasar untuk menguji wahyu-wahyu lainnya. Maka, dengan criteria yang
mengabsahkan ini masing-masing digunakan untuk berlomba-lomba menuju Yang Satu.
Dalam negara, manusia membentuk dan menentukan corak masyarakat yang
dikehendaki. Agar bentuk dan corak yang baik dapat terwujud. Keberagaman yang ada
perlu dipelihara, karena merupakan kenyataan yang telah ditetapkan oleh pemilik semesta

40
alam ini. Bila ada yang menolak, ia akan menemui kesulitan, karena berhadapan dengan
kenyataan itu sendiri.
Mengingat keberagaman (heterogenitas) merupakan realita dan ketentuan dari Allah
Tuhan semesta alam maka bagi manusia tak ada alternatif lain, kecuali menerima dan
memelihara dengan mengarahkan kepada kepentingan dan tujuan bersama. Memang
apabila tidak dipelihara dengan baik dapat saling bergesekan sehingga terjadi perpecahan,
dan tidak mustahil mengarah kepada separatisme. Tetapi karena bangsa Indonesia adalah
bangsa yang religius dan menyadari bahwa keberagaman ini merupakan ketentuan atau
takdir dari Allah Yang Maha Pengatur alam, maka insan Indonesia menggalang dan
membina persatuan bangsanya. Bukan hanya itu, dari keberagamaan ini pulalah dihimpun
hasrat-hasrat yang ada menjadi hasrat kolektif dalam membangun, memelihara kesatuan
dan keutuhan bangsa dan negara.
Walaupun agama bersifat unversal, namun dengan beragama tidak mengurangi rasa
kebangsaan, bahkan menguatkan rasa kebangsaan. Karena agama mendorong penganutnya
untuk membela kehormatan dan kedaulatan bangsa dan negaranya. Dalam hal ini seorang
ahli hikmah mengatakan “ Mencintai tanah air merupakan bagian dari iman. Kalimat ini
cukup membangkitkan bangsa Indonesia berjuang mati-matian untuk mengusir penjajah
sejak mereka mulai menginjakkan kakinya di bumi Indonesia sampai kepada masa
mempertahankan kemerdekaan, dengan bahu-membahu sesama umat beragama.
Kerukunan hidup umat beragama bukan berarti merelatifir agama-agama yang ada
dengan melebur kepada satu totalitas (sinkretisme agama) dengan menjadikan agama-
agama yang ada itu sebagai unsur dari agama totalitas itu. Dengan kerukunan dimaksudkan
agar terbina dan terpelihara hubungan baik dalam pergaulan antara warga yang berlainan
agama. Urgensi kerukunan adalah untuk mewujudkan kesatuan pandangan dan kesatuan
sikap, guna melahirkan kesatuan perbuatan dan tindakan serta tanggung jawab bersama,
sehingga tidak ada pihak yang melepaskan diri dari tanggung jawab atau menyalahkan
pihak lain. Dengan kerukunan umat beragama menyadari bahwa masyarakat dan negara
adalah milik bersama dan menjadi tanggung jawab bersama untuk memeliharanya. Karena
itu, kerukunan hidup umat beragama bukanlah kerukunan sementara, bukan pula
kerukunan politis, tetapi kerukunan hakiki yang dilandasi dan dijiwai oleh agama masing-
masing.
Kerukunan beragama berkaitan dengan toleransi, yakni istilah dalam konteks sosial,
budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi
terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas
dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama, dimana penganut
mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Istilah
toleransi juga digunakan dengan menggunakan definisi "kelompok" yang lebih luas,
misalnya partai politik, orientasi seksual, dan lain-lain. Hingga saat ini masih banyak

41
kontroversi dan kritik mengenai prinsip-prinsip toleransi, baik dari kaum liberal maupun
konservatif.
Yang perlu dikedepankan kemudian adalah toleransi antar kelompok agama. Dan
toleransi tidak akan menjadi apa-apa tanpa ada perubahan orinetasi dari kaum agama untuk
berani keluar dari pemahaman sebelumnya. Dalam hal ini diperlukan adanya transformasi
internal yang signifikan dalam tradisi agama. Tanpa perubahan seperti itu, pada akhirnya
toleransi tidak lebih dari sekedar wacana yang tidak memiliki implikasi normative dalam
tingkah laku antar pemeluk agama.
Toleransi memiliki peranan yang penting dalam pluralism saat ini, tidak hanya
dipahami sebagai etika yang mengatur hubungan antar kelompok agama, akan tetapi juga
yang terpenting adalah adanya kepekaan baru untuk sepenuhnya menghargai keberagaman.
Dalam konteks ini, transformasi internal agama tidak hanya pada aspek doktrin-teologis
akan tetapi juga diperlukannya transformasi pada aspek cultural-sosiologis untuk
menghormati dan menghargai keberadaan dan hak-hak kelompok agama lain.

42
BAB 7
MASYARAKAT

A. MASYARAKAT BERADAB DAN SEJAHTERA


Masyarakat berarti sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu
kebudayaan yang mereka anggap sama. Dari pengertian ini dapat dicontohkan istilah
masyarakat desa, ialah masyarakat yang penduduknya mempunyai mata pencaharian utama
bercocok tanam, perikanan, peternakan atau gabungan dari ketiganya ini, yang sistem
budayanya mendukung masyarakat itu. Masyarakat modern, berarti masyarakat yang
sistem perekonomiannya berdasarkan pasar secara luas, spesialisasi di bidang industri, dan
pemakaian teknoligi canggih (Kamus Besar, l990:564).
Memperhatikan kedua istilah di atas, “masyarakat desa”, dan “masyarakat modern”,
kata kedua dalam gabungan dua kata itu, “desa” dan “modern” merupakan kualitas dari
suatu masyarakat. Bertolak dari cara demikian dapat memberi suatu kualitas pada suatu
“masyarakat”, umpama masyarakat tradisional, masyarakat primitif, masyarakat agamis,
masyarakat beradab, masyarakat sejahtera, dan masyarakat beradab-sejahtera. Pada contoh
terakhir ini memberikan dua buah kualitas sekaligus, yaitu “beradab” dan “sejahtera”. Hal
semacam ini boleh-boleh saja.
Kata beradab berarti kesopanan, kehalusan, dan kebaikan budi pekerti (Kamus Besar,
l990:5). Sementara itu kata sejahtera berarti aman sentosa dan makmur, selamat (dari
gangguan dan kesukaran - Kamus Besar, l990:795). Bertolak dari masing-masing
pengertian term “masyarakat”, “beradab”, dan “sejahtera”, rangkaian kata ketiganya
menjadi masyarakat beradab dan sejahtera mempunyai maksud bahwa masyarakat yang
dikehendaki adalah masyarakat yang kumpulan manusianya terdiri atas orang-orang yang
halus, sopan, dan baik budi pekertinya supaya masyarakat tersebut selamat dan bebas dari
gangguan maupun kesukaran.
Bangsa Indonesia secara prinsip adalah masyarakat majemuk terdiri atas kumpulan
masyarakat bagian-bagian sejak dari barat masyarakat Nangroe Aceh Darussalam (NAD)
hingga ke timur masyarakat Irian Jaya atau masyarakat Papua. Kumpulan besar dari
berbagai masyarakat itu masing-masing menghimpun menjadi masyarakat besar dengan
nama masyarakat (bangsa) Indonesia karena memiliki sistem budaya dan pandangan hidup
yang sama (Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, berbahasa satu bahasa Indonesia, berbangsa
satu bangsa Indonesia, bernegara satu Negara Kesatuan Republik Indonesia, berbendera
satu bendera merah putih). Masyarakat (bangsa) Indonesia sesuai dengan sila kedua
“Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” menghendaki sebagai bangsa yang berkesopanan,
baik dan halus budi pekertinya supaya bisa menciptakan kemakmuran, kesentosaan,
selamat dari berbagai kesulitan dan gangguan.
Gangguan yang sekarang ini merebak dan mewabah dapat dirasakan oleh setiap yang
sadar sebagai anggota masyarakat (bangsa) Indonesia antara lain: budaya KKN (korupsi,

43
kolusi, dan nepotesme), penggundulan hutan secara liar oleh cukong-cukong culas dan
berlanjut pada pembalakan kayu yang liar pula secara besar-besaran, demo-demo kolosal
yang anarkhis merusak fasilitas dan kepentingan umum, mafia hukum, markus yang
bermuara hukum berpihak kepada pemikik uang, di samping praktik-praktik amoral seperti
pornografi dan porno aksi, penyalahgunaan obat-obat terlarang, dan masih banyak
gangguan lainnya.
Dalam tinjauan agama, para pelaku gangguan menuju masyarakat beradab itu disebut
mufsidun, yaitu orang-orang yang berbuat kerusakan. Allah tidak menyukai orang
semacam ini. Allah berfirman:

Artinya: “……. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat


kerusakan”. Q.S. Al-Qasas: 77

Allah berjanji, jika suatu masyarakat taat akan aturan-aturan Allah, jauh dari sifat-
sifat biadab, Allah pasti akan menurunkan berkah dari langit maupun bumi yang
menjadikan masyarakat itu makmur, sejahtera, tidak ada gangguan maupun kesulitan.
Tetapi jika sebaliknya, mengedepankan sifat-sifat biadab Allah akan menimpakan siksa. Al
Quran mengatakan:

Artinya : “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah


kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan (ayat- ayat Kami) itu, maka Kami akan siksa mereka
disebabkan perbuatannya”. (QS. Al A’raf ; 96).

44
B. PERAN UMAT BERAGAMA DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT
BERADAB DAN SEJAHTERA
1. Landasan
Masyarakat, sebagaimana masyarakat madani binaan Rasulullah, didasarkan
pada Al Quran dan Assunnah beliau sendiri. Petunjuk Al Quran yang langsung
berkenaan dengan masyarakat beradab dan sejahtera didasarkan pada hal-hal sebagai
berikut :
a. Bertauhid

Artinya : “Katakanlah, “Dia lah Alah Yang Maha Esa”. Allah adalah Tuhan
yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan
tiada pula dianakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan
Dia” (Q.S. al-Ikhlas/ll2: l-4)
Dalam sistem kebangsaan dan kenegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), prinsip tauhid sejalan dengan sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”,
bahkan sebenarnya prinsip tauhid menjiwai sila pertama ini.
b. Perdamaian
Suatu masyarakat, negara, bahkan masyarakat yang paling mikro sekalipun, yaitu
keluarga batih (nuclear family : suami, istri, dan anak) tidak akan bisa bertahan
kebaradaannya kalau tidak ada perdamaian diantara warganya.

45
Artinya : “Dan jika ada dua golongan orang-orang mukmin berperang
(bermusuhan), maka damaikan diantara keduanya . . . sesungguhnya
orang-orang mukmin itu adalah bersaudara. Karena itu damaikanlah
anatara kedua saudaramu itu” (Q.S. al-Hujarat/49: 9 dan l0).
Semangat ayat itu hendaklah yang satu kepada yang lain senantiasa berbuat baik,
dan tidak boleh saling bermusuhan.
c. Saling tolong menolong
Tolong menolong merupakan kelanjutan dan isi berbuat baik terhadap orang lain.
Secara naluri, orang yang pernah ditolong oleh orang lain di saat ia tertimpa
kesulitan, diam-diam ia berjanji “suatu saat akan membalas budi baik yang sedang
diterima”. Di saat itu ia merasa berhutang budi. Di saat ini pula sering terlontar
kata “semoga Allah membalas budi baik Bapak . . . dan sering pula diiringi doa
“Jazakumu-llahu khairal jaza’, jazakumu-llah khairan kasira”(semoga Allah
membalas kebaikan yang jauh lebih baik dan semoga Allah membalas dengan
kebaikan yang lebih banyak). Dalam hal tolong- menolong, Allah memerintahkan
demikian:

Artinya : “…. Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan


dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya” (Q.S. al-Maidah/5: 2).
d. Bermusyawarah
Dalam bermusyawarah sering muncul kepentingan yang berbeda dari masing-
masing sub kelompok atau warga. Supaya tidak ada pihak yang dirugikan atau
tertindas, musyawarah untuk mencapai kata sepakat, motto yang harus sama-sama
dijunjung tinggi adalah “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”, nikmat sama-
sama dirasakan”, “duduk sama rendah berdiri pun sama tinggi”.

46
e. Adil
Adil merupakan kata kunci untuk menghapus segala bentuk kecemburuan sosial.
Aneka macam bentuk protes dan demo-demo kolosal umumnya menuntut
keadilan atau rasa keadilan karena merasa dirugikan oleh mitra kerja, juragan,
majikan, atau pemerintah. Jika para penguasa, majikan, juragan, dan pemegang
amanah lainnya berbuat adil insyaallah kesentosaan dan kesejahteraan akan
menjadi kenyataan bagi masyarakatnya karena rakyat merasa dilindungi, diayomi,
sementara penguasa dihormati dan disegani.
f. Akhlak
Nabi Muhammad mengaku bahwa dirinya diutus di muka bumi ini untuk
menyempurnakan akahlak manusia supaya ber-akhlaqul karimah. Pengakuan itu
diwujudkan dengan tindakan konkrit beliau baik sebagai pribadi maupun dalam
membangun masyarakat Islam di masanya, yaitu sebagai masyarakat yang disitir
dalam Al Quran :
2. Aktualisasi Ajaran
Betapapun rasional dan terperinci suatu ajaran, doktrin, ia hanya terdiri atas
sejumlah pasal, diktum, prinsip yang berisi himbauan, perintah, informasi, larangan,
riward, dan punishment. Ajaran hanya akan bermakna kalau dipandang penting oleh
pemilik, penganut, dan pendukung ajaran. Dengan kata lain ajaran menjadi nilai
sebagai acuan berbuat baik oleh individu, kelompok, maupun budaya (S.Takdir, l982:
20-30). Sebaliknya jika diabaikan, ajaran hanya berhenti sebagai potensi dan tidak
pernah berubah menjadi aktus.
Supaya ajaran sebagai potensi berubah menjadi aktus, pertama seseorang harus
yakin atau iman, bahwa ayat-ayat quraniyah itu benar (al-Ghazali, [t.trh.]: 8) secara
mutlak (absolut). Keimanan pada Al Quran mengikat diri begitu kuat (hablummina-
llah- tali dari dari Allah) sehingga jika tidak melaksanakan yang diyakini, diyakini
pula pasti ada sanksinya yang dapat merugikan diri sendiri. Dengan kata lain kondisi
iman telah mukhlis (murni) tanpa sedikitpun mengandung keraguan. Iman semacam
ini mampu melahirkan kehendak untuk berbuat. Kualitas kehendak atas dasar
keyakinan tanpa ragu mendesakkan keluar untuk melahirkan perbuatan. Jika perbuatan
itu dirasa menguntungkan cenderung untuk diulanginya. Pengulangan yang ajeg dan
konstan akan menjadi kebiasaan atau perbuatan itu telah menjadi pola. Dalam tahap
demikian potensi telah menjadi aktual atau aksi, dan ajaran telah berubah menjadi
pelaksanaan ajaran.
Supaya aksi seseorang menjalar menjadi aksi kelompoknya (aksi sosial),
prinsip dakwah Islamiyyah tentang sesuatu yang dipandang baik (amar ma’ruf nahi
munkar) adalah ibda’ binafsik (mulailah dari dirimu). Perintah ini berlaku secara
universal, artinya semua mubaligh - dan setiap muslim adalah mubaligh - merasa
diseru untuk itu. Dalam aksi, unsur keteladanan (uswah hasanah) amat penting

47
peranannya. Keteladanan membutuhkan figur kharismatik, atau figur-figur yang
memiliki otoritas, termasuk di dalamnya para public figure. Jika orang-orang semacam
ini telah memiliki perbuatan berpola untuk mewujudkan masyarakat beradab,
didukung ketiadaan sekat di dalam bidang komunikasi modern, dalam waktu singkat
aksi para individu atau beberapa individu akan segera menjadi aksi sosial- masyarakat
dan segera menggelinding menjadi budaya.
Sebaliknya jika para public figure dalam berbagai bidang kehidupan: sosial,
politik, seni, ekonomi, dan agama tidak ada yang pantas dicontoh, yang segera muncul
adalah anarkhisme. Telah terbukti cost untuk mereformasi budaya anarkhisme begitu
mahal dan membutuhkan waktu beberapa generasi, yang dalam istilah Jawa pitung
turunan (tujuh generasi - pengertian umum tujuh adalah banyak).

C. HAM DAN DEMOKRASI


1. Ham
Dalam pandangan Islam, manusia sebagai makhluk Allah secara kodrati dianugerahi
hak dasar yang disebut dengan hak asasi tanpa perbedaan satu sama lain. Hak Asasi
Manusia (selanjutnya cukup disebut HAM) adalah sesuatu yang paling dasar dimiliki oleh
manusia untuk dapat mengembangkan diri pribadi serta peranan dan sumbangannya bagi
kesejahteraan hidup manusia.
Perbedaan prinsip antara pandangan Barat dan Islam tentang HAM yaitu bahwa
HAM bagi pandangan Barat adalah semata-mata hanya bersifat antroposentris, artinya
segala sesuatu berpusat pada manusia. Disebabkan manusia yang menjadi pusat segala
sesuatu. Sementara bagi pandangan Islam, HAM itu bersifat teosentris, yaitu segala
sesuatu berpusat kepada Allah. Dengan demikian, apapun yang menjadi tuntutan manusia
akan hak asasinya tetap harus dirujukkan pada bagaimana Allah berkehendak dalam hal
tersebut.
Keseluruhan point HAM itu tidak satu pun yang bertentangan dengan Islam. Berikut
ini ditunjukkan ajaran Islam berkenaan dengan point-point HAM :
a. Hak untuk hidup
Islam menjelaskan Allah lah yang berhak menghidupkan dan mematikan semua
makhluk. Ketika suatu makhluk telah tercipta, yang berarti ia hidup, yang berhak
mengakhiri hidupnya hanya Allah. Menghukum mati kepada nara pidana yang
dibenarkan menurut syariat adalah sekedar melaksanakan perintah kehendak Allah
melalui firmannya sebagaimana tertulis dalam kitab suci Al Quran.
b. Hak atas kebebasan
Islam mengajarkan agar semua manusia menyembah kepada Allah. Hanya saja Allah
mengingatkan setiap pilihannya disertai resiko dan ini amat rasional, universal dalam
semua lapangan kehidupan. Yang berusaha mendapat peluang untuk memperoleh

48
yang diusahakannya, yang tidak berusaha tentu tidak memperolehnya. Demikian juga
yang kufur tentu neraka tempat kembalinya, dan yang mukmin surga pahalanya
c. Hak atas persaingan dan larangan diskriminasi
Islam memberi kebabasan untuk saling berlomba-lomba secara sehat, fair, dan tidak
curang.
d. Hak atas keadilan
Dalam semua urusan, Islam memerintahkan agar bertindak dengan adil. Berbagai
perintah, himbauan, ancaman bagi yang tidak mengindahkan keadilan, semua hal
yang berkenaan dengan lafal keadilan disebutkan sebanyak 28 kali, dan kata al-qist
padanan kata ‘adil disebut 29 kali, menandakan ‘keadilan’ amat penting dalam Islam.
e. Hak-hak wanita yang telah menikah
Setiap suami berkewajiban melindungi istri sebaik-baiknya. Nabi bersabda :
Khairukum khairukum liahlihi wa ana khairun liahli (sebaik-baik kamu adalah orang
yang paling baik terhadap keluarganya (istri) dan aku adalah orang yang terbaik
terhadap keluargaku - al-Hadis.
f. Hak perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan
Secara prinsip kekuasaan dalam Islam adalah amanah. Amanah harus disampaikan
kepada yang berhak. Setiap orang adalah pemegang amanah dan akan dimintai
pertangjawaban atas bagaimana ia mengelola amanah.
g. Hak atas perlindungan terhadap penyiksaan
Dalam perang sekalipun prajurit Islam dilarang melakukan penyiksaan, pengrusakan,
kecuali benar-benar terpaksa (Sulaiman Rasjid,l976: 433). Terhadap hewan yang
akan disembelih pun harus diperlakukan dengan baik, diberi makan sebelum
disembelih, dan pisau penyembelihannya harus benar-benar tajam dengan tujuan
menetralisir perilaku penyiksaan (Sulaiman Rasjid, l976: 444). Terhadap binatang
saja demikian, apalagi terhadap manusia ! Artinya terhadap sesama manusia harus
dipelakukan dengan sebaik-baiknya.
h. Hak minoritas
Islam mewajibkan melindungi keselamatan kafir zimmi (kafir yang tidak memusuhi
Islam) yang umumnya minoritas antara yang mayoritas dan minoritas diperlakukan
sama. Nabi pernah mengatakan bahwa imam (raja, sultan, amir, presiden, perdana
menteri) adalah penggembala (pemegang amanah Allah dan akan dimintai
petanggungjawaban atas penggembalaannya.
i. Hak atas perlindungan kehormatan dan nama baik
Islam mengajarkan bahwa suatu kaum dilarang mengejek kepada yang lain, demikian
pula antara wanita yang satu dengan wanita yang lain. Memberikan panggilan
dengan panggilan yang jelek pun juga tidak boleh.
j. Hak suaka

49
Hak suaka erat kaitannya dengan larangan penyiksaan, diskrimanasi, dan menodai
kehormatan seseorang. Tahanan perang dalam Islam diperlakukan dengan baik.
k. Hak dan kewajiban ambil bagian dalam pelaksanaan dan pengaturan urusan-urusan
umum
Islam mengajarkan egalitarianisme (persamaan hak) kepada sesama umat manusia.
l. Hak atas kebebasan beragama
Islam memberikan kebebasan untuk beragama atau tidak beragama. Hanya saja,
siapa yang memilih kafir balasan akhirnya adalah siksa neraka, dan yang memilih
iman balasannya adalah kebaikan, pahala dan akhirnya surga. Manusia diberi akal
dan kebebasan, dan atas kebebasan itu disertai tanggungjawab.
m. Hak atas kebebasan kepercayaan, menyatakan gagasan, dan berbicara
Islam memberikan kebebasan berbicara sambil mengarahkan untuk berbicara yang
baik-baik dan bermanfaat. Kalau pembicaraannya jelek, lebih baik diam. Nabi
bersabda “fa al-yaqul-khaira aw liyasmut” Berbicaralah yang baik atau diam (al-
Hadis).
n. Hak kebebasan berserikat
Islam tidak membenarkan umatnya hidup menyendiri, sekaligus memerintahkan
supaya hidup bersama (dalam jamaah). Dalam pengaturan kebersamaan atau dalam
perserikatan apapun harus ada pemimpin dan yang dipimpin.
o. Tata ekonomi dan hak-hak pengembangan
Islam tidak membenarkan umatnya hanya tenggelam dalam ibadah, tetapi
mewajibkan mencari karunia Allah di mana saja atau dalam sektor apa saja.
p. Hak-hak atas perlindungan atas kepemilikan
Setiap sesama muslim tidak diganggu baik diri, kehormatan, dan harta miliknya (al-
Hadis). Sedang terhadap siapapun, selagi tidak menggangu Islam, semuanya
diperlakukan sebagai satu umat. Allah berfirman: “kana an-nasu ummatan
wahidah. . .” (Q.S. al- Baqarah/2: 213).
q. Hak status dan martabat pekerja
r. Hak atas keamanan sosial
s. Hak untuk berkeluarga
Islam menganjurkan agar setiap manusia membina keluarga, manakala ia mampu
untuk itu. Jika tidak mampu supaya melakukan puasa untuk mengurangi imajinasi-
imajinasi seksual. Berkenaan dengan hal itu pula Islam melarang hubungan seks di
luar nikah dalam bentuk apapun dan dengan siapa pun, termasuk berbuat supaya
orgasme secara mandiri (masturbasi).
t. Hak memperoleh pendidikan
u. Hak atas kebebasan bergerak dan berkedudukan
v. Hak atas peradilan yang adil

50
2. Demokrasi
a. Pengertian Demokrasi
Kata demokrasi berasal dari bahsa Yunani ‘demos’ yang berarti rakyat dan
‘kratos’ yang berarti pemerintahan. Esensi demokrasi adalah kesamaan hak dipilih
atau memilih dalam pemerintahan. Pemerintahan demokrasi “based on popular
controland political equally” dengan ciri (l) penguasa bertanggung jawab kepada
rakyat, (2) ada kebebasan warga sipil, (3) asas mayoritas yang bisa menjadi
penguasa, (4) berdasarkan hukum untuk menilai tindakan manusia dan pemerintahan,
(5) kedaulatan di tangan rakyat melalui pemilihan umum (Mustofa, 2006:127).
Terapan demokrasi dalam Islam, sebelum muncul istilah demokrasi, bahwa
Islam telah memiliki ajaran yang esensinya sama dengan yang dikehendaki dalam
paham demokrasi, dapat dijelaskan (Mustofa, 2006: 128-139) sebagai berikut :
1) Islam memiliki konsep syura (bermusyawarah), ijtihat (berpikir secara bebas
dan benar), dan ijma’ (konsensus bersama/komitmen bersama) yang secara
esensial sama dengan demokrasi.
2) Islam merupakan dasar demokrasi. Kekuasaan memang berada di tangan rakyat
secara realistik-empirik, tetapi manusia merupakan subordinasi hukum Tuhan,
artinya pola demokrasi Islam adalah Theo-democracy.
3) Al-Musawa (persamaan) yang tidak membedakan suku, ras, golongan, kaya-
miskin, warna kulit, di hadapan hukum dan pemerintahan.
4) Ba’iat yaitu kesepakatan pemimpin untuk memberikan yang terbaik kepada
yang dipimpin.
5) Majelis (parlemen), suatu lembaga perwakilan rakyat untuk menyampaikan
aspirasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Melalui kelima point ini tidak ada alasan mendiskriditkan Islam sebagai agama
yang anti demokrasi, melainkan justru demokrasi plus. Esesnsi demokrasi telah
dijelaskan oleh Islam sebelum para konseptor demokrasi menggagasnya. Yang tidak
berasal dari Islam hanyalah istilah demokrasi karena memang ini bukan idiom bahasa
Arab. Selain kelima karakter di dalam paham demokrasi, Islam masih menekankan
(stressing) keadilan, hak kebebasan (taharrur), dan keseluruhan prinsip itu harus
tetap sebagai aktualisasi dari tauhid.

51
3. Perbedaan demokrasi modern dengan demokrasi Islam
Bila dikaji mendalam sebenarnya ada perbedaan mendasar antara konsep demokrasi
yang dikembangkan Barat modern (contemporer) dengan konsep demokrasi dalam
dunia Islam, antara lain :
Demokrasi Modern (Barat) Demokrasi Islam
 Kedaulatan di tangan rakyat  Kedaulatan tertinggi di tangan
 Pembuatan peraturan adalah badan Allah
legislatif  Pembuatan peraturan hanya Allah
 Keputusan ditentukan melalui  Keputusan diambil dari ijtihad,
musyawarah, suara terbanyak dan pada akhirnya keputusan
 Terdapat badan legislatif sebagai khalifah sebagai ulul amri.
penampung aspirasi rakyat  Terdapat majelis syura sebagai
 Masih terdapat privilege / hak khusus badan musyawarah dalam mencari
solusi.
 Tidak mengakui adanya hak
istimewa bagi golongan tertentu.

Sebagai muslim, dalam menyikapi perbedaan-perbedaan tersebut seyogyanya


tidak lantas apriori apalagi anti pati dengan emosi menjastifikasi “haram” bila
mengikutinya. Namun sebaliknya dengan penuh kedewasaan intelektual bagaimana
perbedaan-perbedaan itu dicarikan solusi sinerginya sehingga akan memperkaya
khazanah Islam dalam wacana demokrasi. Justru dengan hal itu, kesempatan umat
Islam terbuka lebar untuk segera melengkapi kekurangan, menyempurnakan
kesalahan-kesalahn yang ada pada konsep demokrasi Barat.

TUGAS
1. Jelaskan apa yang dimaksud masyarakat, masyarakat madani, dan masyarakat beradab dan
sejahtera !
2. Jelaskan persamaan dan perbedaan antara masyarakat madani dan masyarakat beradab dan
sejahtera !
3. Sebut dan jelaskan landasan dasar untuk membangun masyarakat beradab baik landasan
dasar dari Islam maupun sistem perundang-undangan secara nasional di negara kita,
Republik Indonesia !
4. Jelaskan bagaimana prosedurnya dalam berperan aktif mewujudkan masyarakat beradab
dan sejahtera !
5. Apa yang saudara ketahui tentang HAM (hak asasi manusia) ?
6. Sebut dan jelaskan masing-masingnya tentang point-point HAM fersi Barat.
7. Adakah diantara ke 22 point HAM yang bertentangan dengan ajaran Islam ? Untuk
menjawab latihan ini hendaklah saudara menganalisis point demi point.
8. Jelaskan lima buah karakter paham demokrasi !

52
9. Jelaskan kandungan Islam mengenai paham demokrasi !
10. Jelaskan kelebihan Islam dibanding dengan paham demokrasi dalam sistem pemerintahan
negara !
11. Bagaimana sikap terbaik saudara melihat praktik demokrasi barat dengan demokrasi Islam
yang berbeda ?

53
BAB 8
BUDAYA

A. BUDAYA AKADEMIK
1. Pengertian Budaya Akademik
Pengertian budaya, seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya
merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya bersifat
kompleks, abstrak dan luas yang terdiri dari pengetahuan, keyakinan, seni, moral,
hukum, adat kebiasaan dan berbagai kapabilitas lainnya serta kebiasaan apa saja yang
diperoleh seorang manusia sebagai bagian dari sebuah masyarakat.
Pengertian Akademik secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu
academos yang berarti sebuah “taman umum (plasa)” di sebelah barat laut kota
Athena. Sedangkan pengertian akademik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) artinya “bersifat akademis, bersifat ilmiah, bersifat ilmu pengetahuan,
bersifat teori tanpa arti praktis yang langsung”.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa budaya akademik
(Academic Culture) dapat dipahami sebagai suatu totalitas dari kehidupan dan
kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga masyarakat
akademik di suatu lembaga pendidikan.
2. Ciri-ciri perkembangan budaya akademik
Menurut Kaelan, terdapat sejumlah ciri masyarakat ilmiah yang harus
dikembangkan dan merupakan budaya dari suatu masyarakat akademik, yang terdiri
dari:
a. Sikap Kritis, yaitu setiap insan akademis harus senantiasa mengembangkan sikap
ingin tahu segala sesuatu untuk selanjutnya diupayakan jawaban dan
pemecahannya melalui suatu kegiatan ilmiah penelitian.
b. Kreatif, yaitu setiap insan akademis harus senantiasa mengembangkan sikap
inovatif, berupaya untuk menemukan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi
masyarakat.
c. Obyektif, yaitu kegiatan ilmiah yang dilakukan harus benar-benar berdasarkan
pada suatu kebenaran ilmiah, bukan karena kekuasaan, uang atau ambisi pribadi.
d. Analitis, yaitu suatu kegiatan ilmiah harus dilakukan dengan suatu metode
ilmiah yang merupakan suatu prasyarat untuk tercapainya suatu kebenaran
ilmiah.
e. Konstruktif, yaitu suatu kegiatan ilmiah yang merupakan budaya akademik harus
benar-benar mampu mewujudkan suatu karya baru yang memberikan asas
kemanfaatan bagi masyarakat.

54
f. Dinamis, yang berarti ciri ilmiah sebagai budaya akademik harus dikembangkan
terus-menerus.
g. Dialogis, artinya dalam proses transformasi ilmu pengetahuan dalam masyarakat
akademik harus memberikan ruang pada semua masyarakat ilmiah untuk
mengembangkan diri,melakukan kritik serta mendiskusikannya.
h. Menerima kritik, ciri ini sebagai suatu konsekuensi suasana dialogis yaitu setiap
insan akademik senantiasa bersifat terbuka terhadap kritik.
i. Menghargai prestasi ilmiah/akademik, masyarakat intelektual akademik harus
menghargai prestasi akademik, yaitu prestasi dari suatu kegiatan ilmiah.
j. Bebas dari prasangka, yang berarti budaya akademik harus mengembangkan
moralitas ilmiah yaitu harus mendasarkan kebenaran pada suatu kebenaran
ilmiah.
k. Menghargai waktu, yang berarti masyarakat intelektual harus senantiasa
memanfaatkan waktu seefektif dan seefisien mungkin, terutama demi kegiatan
ilmiah dan prestasi kerja .
l. Memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, yang berarti masyarakat
akademik harus benar-benar memiliki karakter ilmiah sebagai inti pokok budaya
akademik.
m. Berorientasi ke masa depan, artinya suatu masyarakat akademik harus mampu
mengantisipasi suatu kegiatan ilmiah ke masa depan dengan suatu perhitungan
yang cermat, realistis dan rasional.
n. Kesejawatan/kemitraan, artinya suatu masyarakat ilmiah harus memiliki rasa
persaudaraan yang kuat untuk mewujudkan suatu kerja sama yang baik. Oleh
karena itu budaya akademik senantiasa memegang dan menghargai tradisi
almamater sebagai suatu tanggung jawab moral masyarakat intelektual
akademik.
o. Kebebasan akademik meliputi kebebasan menulis, meneliti, menghasilkan karya
keilmuan, menyampaikan pendapat, pikiran, gagasan sesuai dengan bidang ilmu
yang ditekuni, dalam kerangka akademis.
Ciri-ciri budaya akademik tersebut dapat disimpulkan bahwa tradisi
masyarakat atau warga akademik meliputi setiap insan yang berpikir kritis, kreatif,
objektif, analitis, konstruktif, dinamis, dialogis, menerima kritik, menghargai prestasi
akademik, bebas dari prasangka, menghargai waktu, menjunjung tradisi ilmiah,
berorientasi ke masa depan, dan kemitraan. Adanya sikap dan perilaku masyarakat
ilmiah di atas pada suatu lembaga pendidikan akan mendorong lahirnya budaya
akademik yang baik di lembaga tersebut.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya budaya akademik
Derajat akademik tertinggi bagi seorang guru/dosen adalah dicapainya
kemampuan akademik pada tingkat guru besar (profesor). Sedangkan bagi

55
mahasiswa/siswa adalah apabila ia mampu mencapai prestasi akademik yang
setinggi-tingginya. Khusus bagi mahasiswa, faktor-faktor yang dapat menghasilkan
prestasi akademik tersebut ialah terprogramnya kegiatan belajar, kiat untuk berburu
referensi aktual dan mutakhir, diskusi substansial akademik, dan sebagainya.
Adapun faktor yang dapat menghambat tumbuh dan berkembangnya budaya
akademik di perguruan tinggi, antara sebagai berikut :
a. Perguruan Tinggi mirip keraton: Budaya akademik di perguruan tinggi tidak
berkembang dengan baik karena kultur keraton sudah masuk ke dalam dunia
akademik di perguruan tinggi.
b. Mataramisme sudah masuk ke dalam budaya akademik di perguruan tinggi
sehingga perguruan tinggi muncul juga "raja" dan setiap orang harus sowan
(menghadap atasan) bila berbuat sesuatu.
c. Fasilitas dan sarana-prasarana serta dana kurang mendukung.
d. Civitas akademika belum menghayati kehidupan akademik.
e. Civitas akademika belum terbiasa berpikir ilmiah akademik.
f. Perguruan Tinggi lebih banyak digunakan untuk mencari keuntungan (profit).
g. Senior kikir ilmu terhadap juniornya, sehingga tranformasi pengetahuan
akademik terhambat.
h. Terlalu rendahnya gaji, sehingga pegawai sibuk mencari nafkah di luar
Perguruan Tinggi tempat ia bekerja.
i. Corakhubungan senior-junior yang kurang kolegial, sehingg tidak keharmonisan
dalam bekerja.
j. Kurangnya penghargaan (reward) atas prestasi yang dicapai oleh pegawai.
Terbatasnya Literatur, buku, jurnal, koran, majalah di perpustakaan.
k. Kesempatan beasiswa kurang, sehingga kemampuan pegawai kurang dapat
dikembangkan dan ditingkatkan.
l. Lingkungan sosial budaya setempat kurang mendukung.
m. Rendahnya sikap mental dan tanggungjawab karyawan dan staf administrasi
dalam pelayanan kegiatan akademik.
n. Kurangnya kemampuan manajerial pegawai yang diangkat menduduki jabatan
struktural.
o. Rendahnya sikap mental para pimpinan Perguruan Tinggi dalam menerima kritik
dari bawahannya.
p. Sistem proses belajar mengajar yang kurang baik.
q. Kurangnya kualitas kesejahteraan dan kebahagian pegawai.

56
B. ETOS KERJA, SIKAP TERBUKA DAN ADIL
1. Pengerttian Etos Kerja
Etos berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap,
kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja
dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Dalam kamus
besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas
dan keyakinan seseorang atau sesesuatu kelompok.
Etos kerja adalah refleksi dari sikap hidup yang mendasar maka etos kerja pada
dasarnya juga merupakan cerminan dari pandangan hidup yang berorientasi pada
nilai- nilai yang berdimensi transenden.
Menurut K.H. Toto Tasmara etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya
serta caranya mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada
sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal
(high Performance) .
Dengan demikian adanya etos kerja pada diri seseorang pedagang akan lahir
semangat untuk menjalankan sebuah usaha dengan sungguh-sungguh, adanya
keyakinan bahwa dengan berusaha secara maksimal hasil yang akan didapat tentunya
maksimal pula.
Dengan etos kerja tersebut jaminan keberlangsungan usaha berdagang akan
terus berjalan mengikuti waktu.

2. Fungsi dan Tujuan Etos Kerja


Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan
kegiatan individu. Menurut A. Tabrani Rusyan, fungsi etos kerja adalah:
a. Pendorang timbulnya perbuatan.
b. Penggairah dalam aktivitas.

57
c. Penggerak, seperti mesin bagi mobil besar kecilnya motivasi akan menentukan
cepat lambatnya suatu perbuatan.
3. Pengertian sikap terbuka
Inti sikap terbuka adalah jujur, dan ini merupakan ajaran akhlak yang penting
di dalam Islam. Lawan dari jujur adalah tidak jujur. Bentuk-bentuk tidak jujur antara
lain adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Sebagai bangsa, kita amat prihatin,
di satu sisi, kita (bangsa Indonesia) merupakan pemeluk Islam terbesar di dunia dan
di sisi lain sebagai bangsa amat korup.
Dengan demikian terjadi fenomena antiklimak. Mestinya yang haq itu
menghancurkan yang bathil, justru dalam tataran praktis seolah-olah yang haq
bercampur dengan yang bathil. Jika berbuat salah kepada manusia segera meminta
maaf kepadanya tidak usah menunggu lebaran tiba. Pengakuan kesalahan baik
terhadap Allah maupun kepada selain-Nya ini merupakan sikap jujur dan terbuka.
Menurut Islam sikap jujur dan terbuka termasuk baik.
4. Pengertian Bersikap Adil
Adil dapat diartikan tidak berat sebelah, tidak memihak, berpegang kepada
kebenaran, sepatutnya dan tidak sewenang-wenang (Kamus Besar, 1990). Adil dapat
diartikan menempatkan berbagai kekuatan batiniah secara tertib dan seimbang.
Kekuatan yang dimaksud adalah al-hikmah, asy-syaja’ah dan al-‘iffa. Al-Hikmah
berarti kecerdasan. Orang cerdas dapat membedakan antara yang benar dan salah,
baik dan buruk, haq dan bathil secara tepat tetapi belum tentu ia selalu memilih yang
benar, yang baik, dan yang haq. Asy-syaja’ah berarti berani tanpa rasa takut. Al-‘iffa
berarti suci. Ketiga sifat utama ini jika tidak seimbang menjadi tidak baik.
Islam memandang sikap adil amat fundamental dalam struktur ajaran agama,
karena itu Allah memerintah kepada kita supaya berlaku adil dalam semua hal.

TUGAS
Jelaskan secara rinci sikap adil dalam memberikan pelayanan kepada pasien maupun dalam
kehidupan bermasyarakat!

58
BAB 9
PERAN AGAMA DALAM KEHIDUPAN POLITIK

A. AGAMA ISLAM DAN POLITIK


Ada sebagian ulama mengatakan politik tidak terlepas dari nilai- nilai agama,seperti
hal nya pada pemilu tahun 1955 sebagian partai peserta pemilu didominasi partai berbasis
agama seperti masyumi, NU, PSI, Partai katolik dan lain sebagainya itu menunjukan
bahwa partisipasi partai politik berbasis agama sangat kental pada sistem politik indonesia
dari zaman – ke zaman.
Menyelamatkan agama sejatinya adalah dengan menegakkan akidah dan syariah
Islam dalam semua aspek kehidupan mereka, baik di ranah pribadi maupun ranah sosial-
politik-kenegaraan.Semua ini tentu tidak bisa diwujudkan dalam sistem politk sekular saat
ini. Sebaliknya, keselamatan agama menuntut adanya institusi negara yang menerapkan
syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan.masalah kepemimpinan
sesungguhnya terkait dengan dua faktor: sosok pemimpin dan sistem kepemimpinan yang
digunakannya. Jika panduan untuk memilih pemimpin ini hanya terkait dengan sosok
pemimpinnya saja, tentu hal demikian telah mengabaikan sama sekali sistemnya(yakni
sistem sekular) yang justru gagal menyelamatkan agama dari sekadar sebatas penjaga
moral belaka. Dalam sistem sekular saat ini, peran agama sebagai solusi atas seluruh
problem kehidupan malah disingkirkan jauh-jauh. Jika hal ini tidak dilakukan, siapapun
pemimpin yang terpilih, yakinlah, mereka hanya akan semakin mengokohkan sistem
sekular ini. Akibatnya, harapan untuk menyelamatkan agama sekaligus menjauhkan
liberalisme akan menjadi tinggal harapan, tidak akan pernah mewujud dalam kenyataan.
Oleh karena itu, keterlibatan agama dalam percaturan politik itu merupakan salah
satu proses penting yang berjalan cepat dalam percaturan politik di kalangan masyarakat-
masyarakat transisional. Barangkali penting untuk di kemukakan di sini tentang hakikat
dua lembaga Islam yang disebutkan di atas. Syari’ah, yang mengalami perkembangan
selama berabad-abad, berdiri tegas sebagai inti pemerintahan Islam tradisional, tetapi
sekarang dengan cepat sedang digeser kedudukannya oleh hukum sekuler. Sesuatu yang
mencerminkan kebangkitan gagasan-gagasan dan nilai-nilai Islam adalah munculnya partai
politik, dan semua partai politik berdiri dalam kondisi yang tidak menentu dan tidak stabil.
Pendek kata, bentuk-bentuk tradisional yang krusial dan stabil itu punah atau sedang
menuju ke arah kepunahan; sedangkan unsur-unsur neo-tradisional berada dalam kondisi
yang benar-benar ringkih.
B. AGAMA KRISTEN DAN POLITIK
Upaya berteologia politik telah lama ada dalam khasanah keristenan di Indonesia.
Sebagai suatu proses yang tidak pernah berhenti, eksperemintasi berteologia politik itu
telah dicatatsejarah pada masa penjajahan. Bahkan dapat dikatakan unik, sebab upaya itu
tidakberangkat dari laboratorium intelektual, tetapi justru dari kalangan publicans,

59
sepertiPattimura yang melakukan gerakan politik dengan mengangkat senjata di Maluku
danManullang dan kawan-kawan di tanah Batak yang melakukan bentuk-bentuk
penyadarandan pengorganisasian yang mengusung tema-tema kemandirian dan kerja
keras.Pada masa-masa pembebasan diri dari penjajahan, orang-orang kristen juga
telahmelakukan bentuk-bentuk teologia yang operasional dengan mendirikan organisasi-
organisasi kemasyarakatan dan sebagain merubah diri menjadi partai politik. Kita
dapatmencatat perkumpulan sosail Mardi Pratojo yang kemudian menjadi Partai
Perserikatan Kaum Kristen (PKC) atau Christelijke Ambonche Volksbond (CAV), dll. Hal
yang sama jugaterjadi pada saat Indonesia merdeka. Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
hadir sebagaibagian dari upaya dan proses berteologia politik secara operasional.Hanya
saja, proses-proses tersebut mengalami pasang surut disebabkan faktor internal dansituasi
politik negara. Muatan atau tema-tema yang diusung dan dikomunikasikan kepadaorang-
orang kristen adalah dari dan demi kepentingan orang kristen. Sesuatu yangseringkali
dikatakan orang sebagai lebih berpolitik teknis ketimbang berpolitik etis. Disadari atau
tidak, telah terjadi pembiaran yang berkepanjangan dalam tataran konseptual teologia
politik kristen di Indonesia. Dasar berpijak dalam tabung independensi gererja, dalam
realitasnya seringkali diterjemahkan sebagai netralitas dan sterilisasi politik dalam semua
ruang gereja. Tidaklah mengherankan bila kekristenan mengalami kegamangan
demikegamangan menghadapi berbagai realitas politik di Indonesia.Sesungguhnya,
independensi tidak dapat dilepaskan dari keterlibatan dan tanggung jawab politik gereja.
Perumusan menyangkut keterlibatan dalam konteks independensi harus dirumuskan
batasan-batasannya secara teologis. Berangkat dari pemahaman dan kesadaran yang
demikian, gereja-gereja akan terdorong dan dimampukan melahirkan teologia politiknya
yang otentik.
C. AGAMA BUDHA DAN POLITIK
Dalam Buddhisme, umat Buddha perumah tangga dapat berpartisipasi dalam semua
aspek kehidupan politik, termasuk menguasai dan mempergunakan kekuasaan politik. Hal
seperti ini bukanlah merupakan persoalan yang kontroversi. Kontroversi baru muncul pada
saat para biarawan hendak berpartisipasi dalam politik. Kontroversi ini bukan karena tidak
adanya nasihat yang jelas tercantum dalam Kitab Suci tentang hal ini, melainkan karena
gagasan awal dan penafsiran terhadap makna politik serta partisipasi seseorang di
dalamnya. Misalnya, wawancara saya yang diterbitkan dalam satu majalah Buddhis dikutip
oleh Kwong Min Poh sebagai tidak ada kerugian bagi para biarawan untuk berpartisipasi
dalam politik dan dikutip oleh penulis majalah lain sebagai tidak ada keberatan bagi para
biarawan berpartisipasi dalam politik.
Dalam Buddhisme belakangan ini, ada beberapa biarawan yang terlibat dalam
politik, tetapi kebanyakan terbatas pada aspek pendidikan dan bagaimana mereka
membantu para pemimpin politik menyelesaikan berbagai perselisihan. Bagaimanapun
juga, para biarawan adalah pekerja full-time yang sepenuhnya terlibat dalam peningkatan

60
kualitas diri serta pengajaran Dhamma. Mereka hampir tidak ada waktu dan tenaga untuk
urusan – urusan keduniawian. Dalam konteks terminologi moderen, politik adalah suatu
profesi, demikian juga kebiarawanan. Sesungguhnya adalah hal yang sulit dipikirkan bila
seseorang secara bersamaan terlibat dalam dua profesi yang berbeda tujuannya.
Zaman sekarang sesekali kita melihat para biarawan bergabung dengan partai-partai
politik, ikut serta dalam pemilihan umum ataupun memegang jabatan-jabatan politik.
Namun hal ini bukan berarti bahwa perbuatan mereka diperkuat oleh Kitab Suci. Menurut
analisa saya, tingkah laku orang-orang ini disebabkan adanya alasan-alasan berikut:
Hal itu disebabkan oleh sejarah politik sosial seperti dalam kasus para Dalai Lama di
Tibet. Mereka yang tidak mempunyai pilihan lain karena lingkungan politik tempat mereka
berada. Misalnya, apabila mereka dipilih oleh pihak-pihak yang berwenang untuk menjabat
sebagai menteri,wakil rakyat, anggota badan legislatif, dll.Sejak dulu hingga sekarang tetap
saja ada sejumlah biksu politisi yang berpengaruh besar terhadap tatanan demokrasi di
suatu negara. Artinya peran biksu disini sangatlah penting bagi agama untuk menjalankan
suatu sistem pemerintahan.
D. AGAMA HINDU DAN POLITIK
Bila kita perhatikan tujuan hidup umat hindu dan tujuan negara Republik Indonesia,
mempunyai arah yang sama yaitu ingin mensejahterakan warganegaranya. Hanya saja
negara mempunyai tujuan mensejahterakan warganya secara kolektif, sedangkan pada
umat Hindu terliat tujuan tersebut merupakan tujuan peribadi. Karena bila dikaitkan
dengan hak dan kewajiban dalam masyarakat Hindu lebih banyak merupakan tanggung
jawab pribadi masing-masing. Ini berarti umtt Hindu dalam mecapai tujuan hidupnya
terutaka jagadhita, menjadi bagian yang membantu negara Republik Indonesia, mencapai
tujuan negara menhantarkan masyarakat Indoonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan
dengan membangun masyarakat yang berkeadilan sosial diantaranya, terutama diri merea
sendiri dan lingkunagnya dalam mewujudkan jagadhita tersebut.
Umat hindu juga melaksanakan kewajibannya sebgai warganegara dalam
mewujudkan tujuan negara. Salah satu marga yang dapat ditempuh dalam mewujudkan
caturpurusa arta itu adalah Jnana Marga, Bhakti Marga terutama bhakti terhadap negara
disamping berbakti terhadap Tuhan Yang Maha Esa.Lebih jauh kita perhatikan melalui
sejarah panjang kehidupan bermasyarakat dan bernegara, Hindu telah pernah membawa
pengaruh yang sangat kuat sejak kerajaan-kerajaan Hindu daerah Berjaya, sampai kerajaan
Hindu Nusantara, yaitu Kerajaan Majapahit, telah memberikan cirri untuk perjuangan dan
budaya kita termasuk budaya politik di Indonesia.Sejatinya pengaruh politik Hindu dalam
Politik Indonesia, sudah melebur bersama budaya Indonesia, yang terus berkembang sejak
perkembangan kerajaan Hindu pertama di Indonesia, masa perjuangan dampai masa
pembangunan, maupun masa reformasi yang ditandai dengan lebih suburnya kebebasan
Hidup beragama di Indonesia.

61
E. AGAMA KONGHUCU DAN POLITIK
Agama konghucu berasal dari china daratan dan yang dibawa oleh para pedagang
tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga masehi,orang tionghoa tiba di
kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain,Konghucu lebih menitik beratkan
pada kepercayaan dan praktik yang individual. Di zaman Orde Baru, pemerintahan
Soeharto melarang segala bentuk aktivitas berbau kebudayaaan dan tradisi tionghoa,di
indonesia. Ini menyebabkan banyak pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa menjadi
tidak berstatus sebagai pemeluk salah satu dari 5 agama yang diakui. Untuk menghindari
permasalahan politis (dituduh sebagai Atheis dan Komunis ), pemeluk kepercayaan tadi
kemudian diharuskan untuk memeluk salah satu agama yang diakui, mayoritas menjadi
pemeluk agama Kristen atau Buddha. Klenteng yang merupakan tempat ibadah
kepercayaan tradisional Tionghoa juga terpaksa merubah nama dan menaungkan diri
menjadi Vihara yang merupakan tempat ibadah agama Buddha.
Dizaman reformasi sendiri Seusai Orde Baru, pemeluk kepercayaan tradisional
Tionghoa mulai mencari kembali pengakuan atas identitas mereka. Untuk memenuhi syarat
sebagai agama yang diakui menurut hukum Indonesia, maka beberapa lokalisasi
dilancarkan menimbulkan perbedaan pengertian agama Khonghucu di Indonesia dengan
Konfusianisme di luar negeri.jadi peran politik yang dilakukan oleh kaum tionghoa pada
masa sulit dimana kaum tionghoa ditolak keberadaannya di zaman orde baru.
F. KONSEKUENSI KEAGAMAAN BAGI PARA POLITISI
Konsekuensi Keagamaan bagi Para Politisi Kalau semua dimensi di atas dapat
terpenuhi sadar tidak sadar individu atau masyarakat tersebut mendapatkan kecerdasan
spiritual/emosi yang lebih dewasa. Para politisi mempunayi konsekuensi dalam beragama
mereka yang ingin menciptakan kondisi yang demokratis dalam tatanan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), salah satu persyaratannya adalah dipupuknya semangat hidup
ke-Bhineka Tunggal Ika-an sesuai dengan ajaran agama. Dalam membangun semangat
persatuan inilah salah satu unsur yang sangat penting adalah pluralisme agama-agama,
maka yang diperlukan adalah kerjasama berbagai pihak terutama para pemeluk agama.
Konsekuensi keagamaan bagi politisi adalah semuanya yang ikut berpartisipasi kerukuanan
beragama yang dapat menciptakan kehidupan beragama dengan tenang, damai dan aman
yang disertai dengan kesediaan membangun dialog antara umat beragama. Menumbuhkan
sikap menghargai kemajemukan agama, adalah kenyataan setelah reformasi digulirkan.
Para Politisi mengibarkan kembali makna yang tekandung dalam Pancasila dan
UUD 1945 yang diakui oleh mereka sebagai asas keagamaan menghormati kebebasan
politik masyarakat dewasa ini, yang dilain pihak tidak merugikan keutuhan dan persatuan
bangsa dan negara. Tidaklah mudah bagi para politisi menjadikan kerukunan beragama
sebagai jalan hidup yang modern, oleh karena pilihan jalan hidup ini mengandung
konsekuensi yang tidak ringan, seperti kesedihan mendengar kebenaran yang sangat
mungkin terkandung dalam ajaran agama lain, seperti kesediaan belajar dari pengalaman

62
umat beragama sendiri dalam menyelesaikan berbagai masalah-masalah dan konflik yang
muncul dalam kehidupan keseharian.

63
BAB 10
PERAN AGAMA DALAM MEWUJUUDKAN
PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA

A. PENGERTIAN PERSATUAN DAN KESATUAN


Persatuan/kesatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh atau tidak terpecah-belah.
Persatuan/kesatuan mengandung arti “bersatunya macam-macam corak yang beraneka
ragam menjadi satu kebulatan yang utuh dan serasi.
Indonesia mengandung dua pengertian, yaitu pengertian Indonesia ditinjau dari segi
geografis dan dari segi bangsa. Dari segi geografis, Indonesia berarti bagian bumi yang
membentang dari 95° sampai 141° Bujur Timur dan 6° Lintang Utara sampai 11o Lintang
Selatan atau wilayah yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Indonesia dalam arti
luas adalah seluruh rakyat yang merasa senasib dan sepenanggungan yang bermukim di
dalam wilayah itu. Persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia berarti persatuan bangsa yang
mendiami wilayah Indonesia. Persatuan itu didorong untuk mencapai kehidupan yang
bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat.
B. MAKNA PENTINGNYA PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA
Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang kita rasakan saat ini, itu terjadi dalam
proses yang dinamis dan berlangsung lama, karena persatuan dan kesatuan bangsa
terbentuk dari proses yang tumbuh dari unsur-unsur sosial budaya masyarakat Indonesia
sendiri, yang ditempa dalam jangkauan waktu yang lama sekali.
Unsur-unsur sosial budaya itu antara lain seperti sifat kekeluargaan dan jiwa gotong-
royong. Kedua unsur itu merupakan sifat-sifat pokok bangsa Indonesia yang dituntun oleh
asas kemanusiaan dan kebudayaan. Karena masuknya kebudayaan dari luar, maka terjadi
proses akulturasi (percampuran kebudayaan). Kebudayaan dari luar itu adalah kebudayaan
Hindu, Islam, Kristen dan unsur-unsur kebudayaan lain yang beraneka ragam. Semua
unsur-unsur kebudayaan dari luar yang masuk diseleksi oleh bangsa Indonesia. Kemudian
sifat-sifat lain terlihat dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan
bersama yang senantiasa dilakukan dengan jalan musyawarah dan mufakat. Hal itulah yang
mendorong terwujudnya persatuan bangsa Indonesia. Jadi makna persatuan dan kesatuan
bangsa dapat mewujudkan sifat kekeluargaan, jiwa gotong-royong, musyawarah dan lain
sebagainya.
C. PERANAN AGAMA ISLAM DALAM MEWUJUDKAN PERSATUAN DAN
KESATUAN INDONESIA
Agama memberikan penerangan kepada manusia dalam hidup bersama termasuk
dalam bidang politik atau bernegara. Penerangan itu antara lain :
1. Perintah untuk bersatu
Islam melalui Al-Quran menganjurkan agar antar kelompok,antar golongan maupun
antar partai mau melakukan taaruf (perkenalan). Allah berfirman :

64
Artinya :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujurat:13)
Ayat ini sekaligus menjelaskan paham persamaan (egalitarianisme) untuk semua
manusia atau lintas batas: ras,agama,bahasa,dan adat istiadat. Allah menegaskan tinggi
rendahnya derajat seseorang hanya ditentukan oleh taqwa. Allah pun tidak
menentukan tinggi atau rendahnya ketaqwaan seseorang. Hanya Allah saja yang
mengetahui karena Dia-lah yang menentukan batas-batas itu.
Pemahaman tentang Surah Al-Hujurat ayat 13 ini menunjukkan bahwa manusia
diciptakan bersuku-suku. Ini berarti berbagai suku,berbagai golongan,berbagai
kelompok, termasuk di dalamnya kelompok politik atau yang lainnya supaya tetap
bersatu. Pengikat persatuan adalah taqwa. Karakter taqwa antara lain menjalankan
perintah Allah sejauh yang diketahuinya dan menjauhi larangannya. Jika umat tersebut
taqwa maka ia akan menjaga persatuan dan kesatuan pula dengan orang lain.
2. Larangan untuk saling curiga
Islam melarang kepada semua orang baik dalam kapasitasnya sebagai individu,
sebagai kelompok sosial, maupun kelompok yang lain termasuk kelompok politik
untuk saling curiga, saling melecehkan atau sejenisnya. Allah berfirman :

Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan)
karena sebagian dari purba sangka itu dosa. Dan janganlah mencari keburukan
seseorang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah diantara kamu
yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima Taubat dan Maha Penyayang.” (Q.S Al-Hujurat:12)

65
Dengan demikian terhadap orang lain haruslah saling mengembangkan husnuzhan.
Jika semua orang menanamkan husnuzhan di dalam dirinya maka akan mempererat
hubungan mereka. Kecurigaan dan pelecehan terhadap kelompok lainnya hanya akan
menghasilkan ketegangan antar individu maupun antar kelompok karena kelompok
yang dicurigai akan tersinggung sebagai dirinya individu atau atas nama kelompok.
Akan timbul perasaan saling mencurigai diantara mereka. Sebagai bangsa akan
menjadi lemah jika elemen-elemen di dalamnya saling bercerai dan bertikai. Itulah
mengapa Allah melarang umat yang saling bercerai berai.
Selain itu, peranan agama dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan dapat dilakukan
dengan cara :
a. Memantapkan fungsi, peran dan kedudukan agama sebagai landasan moral,
spiritual dan etika dalam penyelenggaraan negara serta mengupayakan agar segala
peraturan perundang-undangan tidak bertentangan dengan moral agama.
b. Meningkatkan kualitas pendidikan agama melalui penyempurnaan sistem
pendidikan agama sehingga lebih terpadu dan integral sehingga sistem pendidikan
nasional dengan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.
c. Meningkatkan dan memantapkan kerukunan hidup antar umat beragama sehingga
tercipta suasana yang harmonis dan saling menghormati dalam semangat
kemajemukan melalui dialog antar umat beragama dan pelaksanaan pendidikan
beragam secara deskriptif yang tidak dogmatis untuk tingkat Perguruan Tinggi.
d. Meningkatkan kemudahan umat beragama dalam menjalankan ibadahnya,
termasuk penyempurnaan kualitas pelaksanaan ibadah haji dan pengelolaan zakat
dengan memberikan kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk berpartisipasi
dalam penyelenggaraan.
e. Meningkatkan peran dan fungsi lembaga-lembaga keagamaan dalam ikut
mengatasi dampak perubahan yang terjadi dalam semua aspek kehidupan untuk
memperkokoh jati diri dan kepribadian bangsa serta memperkuat kerukunan hidup
bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.

Secara naluriah manusia tidak dapat hidup secara individual. Sifat sosial pada
hakikatnya adalah anugerah yang diberikan oleh Allah S.W.T agar manusia dapat
menjalani kehidupannya dengan baik. Dalam faktanya manusia memiliki banyak
perbedaan antara satu individu dengan individu lainnya. Di samping tentunya sejumlah
perasaan. Perbedaan tersebut kalau tidak dikelola dengan baik tentu akan menimbulkan
konflik dan perpecahan dalam kehidupan masyarakat. Dari kenyataan tersebut perlu dicari
sebuah cara untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan. Pendekatan terbaik untuk
melakukan hal tersebut adalah melalui agama. Secara normatif Agama Islam lebih khusus
Al-Quran banyak memberi tuntutan dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan

66
dalam kehidupan bermasyarakan dan berbangsa. Beberapa prinsip yang diajarkan Al-
Quran untuk tujuan tersebut antara lain :
a. Prinsip Persatuan dan Persaudaraan
b. Prinsip Persamaan
c. Prinsip Kebebasan
d. Prinsip Tolong Menolong
e. Prinsip Perdamaian
f. Prinsip Musyawarah

Agama dapat membantu persatuan bangsa jika :


a. Umat berbagai agama mempunyai komitmen bersama pada persatuan bangsa dengan
pemahaman yang sama (common) tentang konsep dan wawasan kebangsaan Indonesia
dengan segala implikasinya.
b. Jika umat berbagai agama mempunyai komitmen bersama pada cita-cita keadilan dan
kesejahteraan. Kita bersama-sama berjuang menegakkan keadilan dan menciptakan
kesejahteraan umum sebagai perwujudan cinta kasih dan pengabdian kepada sesama.
Pada gilirannya, hal itu merupakan penjabaran iman, cinta kasih, dan pengabdian
kepada Tuhan, sekalipun melalui agama yang berbeda-beda.
c. Jika umat berbagai agama dapat mengembangkan pemahaman bersama tentang
kedudukan agama dalam negara Pancasila. Ini meliputi pengertian tentang UUD 1945,
terutama ideologi Pancasila, sebagai sumber hukum, dan tentang kebebasan beragama
serta implementasinya secara konsisten.
d. Mengembangkan kebersamaan dalam pengertian-pengertian itu dengan segala
implikasinya yang luas merupakan masalah yang kompleks. Hal itu akan memerlukan
proses dialog terus-menerus, dengan kejujuran, keterbukaan, ketekunan, kesabaran,
dan kehendak baik semua golongan agama.

67
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Amin. 1993. Etika (Akhlak). Bulan Bintang. Jakarta

Amir Dain Indra Kusuma. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan. Usaha Nasional. Surabaya

A.Sobirin. 2009. Budaya organisasi. STIM YKPN Yogyakarta

Banawi Imam. 1987. Segi-segi pendidikan islam. Al-Ikhlas. Surabaya

Budiardjo M. 2010. Dasar-dasar ilmu politik. PT. Rieneka Cipta. Jakarta

Donald Eugene S. Agama dan Modernisasi Politik. CV Rajawali. Jakarta

Kuntowijoyo. 2001. Muslim tanpa masjid. Mizan. Bandung

M. Fajar. 2002. Mahasiswa dan budaya akademik. Rineka Cipta. Bandung

Natsir M. 1969. Islam dan kristen di Indonesia. Media Dakwah. Jakarta

Poespoprodjo. 1988. Filsafat Moral. Remaja Karya. Bandung

Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama Departeman Agama RI. 1985 . pedoman
dasar kerukunan hidup beragama. Departeman Agama RI. Jakarta

Rosyadi Khoiron. 2004. Pendidikan profetik. Pustaka pelajar. Yogyakarta

Safiie. 1997. Ilnu Kencana ,Ilmu Politik. PT. Rieneka Cipta. Jakarta

Shalahuddin Sanusi. 1987. Integrasi Ummat Islam. Pola Pembinaan Kesatuan Ummat Islam.
Iqamatuddin. Bandung

Shofan Mohammad. 2004. Pendidikan berparaddigma profetik (upaya konstruktif membongkar


dikotomi sistem pendidikan islam). UMG Press. Yogyakarta

Suyuti Pulungan J. 1994. Prinsip-prinsip pemerintahan dalam piagam madinah ditinjau dari
pandangan al-qur`an. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

68

Anda mungkin juga menyukai