Anda di halaman 1dari 17

BAB II

RUANG LINGKUP IMAN

A. Pengertian Iman

Kata Iman berasal dari bahasa arab yaitu “‫ “ امن‬yang artinya aman, damai, tentram. Dalam
pengertian lain adalah keyakinan atau kepercayaan.1 Kata iman tersusun dari tiga huruf (hamzah-
mim-nun), Kemudian disebutkan dalam kitab Mu’jam Mufahros jumlah keseluruhan ayat di
dalam Al-Qur’an tempat dimana kata-kata berakar pada huruf a-m-n ada 387.2 Sedangkan kata
iman itu sendiri mempunyai arti membenarkan atau mempercayai. (at-tasdiq) yang merupakam
lawan dari kata Al-Kufr dan At-Taqdzib.3 sedangkan secara terminologi atau dalam istilah syar’i
para ulama tafsir mempunyai pendapat yang beragam tentang pengertian iman, antara lain:

Muhammad Nawawi Al-Jawi berkata, Iman adalah mereka yang percaya dengan segenap
hati mereka. Tidak sepeti orang-orang yang berkata namun tidak sesuai dengan hati mereka.4

Menurut al-Baidhawi berkata bahwa Iman secara bahasa merupakan ungkapan tentang
membenarkan sesuatu. Kata iman diambil dari kata al-amn, seperti bahwasannya orang yang
membenarkan sesuatu, maka dia (akan) mengamankan hal yang diyakini kebenarannya itu dari
pendustaan dan ketidak cocokan/perbedaan.5

Menurut M. Quraish Shihab iman yang benar akan melahirkan aktifitas yang benar
sekaligus kekuatan menghadapi tantangan, bukannya kelemahan yang melahirkan angan-angan
dan mengantar kepada keinginan terjadinya sesuatu yang tidak sejalan dengan ketentuan hukum-
hukum Allah yang berlaku di alam raya, atau yang bertentangan dengan akal sehat dan hakikat
ilmiah6

1
Zaini, Syahminan, Kuliah Aqidah Islam, (Surabaya:Al-Ikhlas,1983), hlm.51
2
Muhammad Shidqi ‘Athori, al-Mu’jam al-Mufahros li Ahfadz Al-Qur’an al-Karim, (Beirut: Dar Fikr,
2010). Hlm 14-20
3
Muhammad Ibnu Mukrim Ibn Manzur Al-Afriki Al-Misri. Lisan al-Arabi (Beirut: dar sodir), hlm. 21
4
Muhammad Nawawi Al-Jawi, Tafsir Uunir, Marah Labid, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011), hlm.
8
5
Al-Baydawi, Abdullah bin ‘Umar, Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil, Jld. I, ditahqiq oleh Aburrahman
al-Mir’asyly, (Beirut: Dar Ihya’ at-Turats Al-‘Arabi 1418H), hlm. 38
6
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Memfungsikan Wahyu dalam Kehidupan, jilid II
(Tangerang: Lentera Hati, 2010), hlm. 18

16
17

Menurut Ibnu katsir iman adalah membenarkan ucapan dengan perbuatan, kemudian
melakukan sholat dan menunaikan zakat dan apa yang dibawa oleh Rosulullah saw, juga apa
yang dibawa oleh rosul sebelumnya, serta keyakinan akan adanya kehidupan akherat. 7

Dapat ditarik kesimpulan pengertian iman adalah keyakinan dengan segala pembenaran
kepada ketentuan Allah swt dan Rosul-Nya yang diterapkan dalam amal kepada sebagian dari
nama-nama dan sifat-sifat Allah swt.

B. Esensi/Hakikat Iman
Esensi iman Kepada Allah SWT adalah tauhid yaitu mengesakan-Nya, baik dalam zat,
Asma, Was-Shiffat maupun af’al (perbuatan)-Nya. Dalam memaknai kehidupan, seseorang yang
beriman atau yakin bahwa Allah SWT sebagai Tuhan,8 maka perbuatan yang dilakukannya akan
sesuai dengan wahyu Allah yaitu sesuai dengan aturan kitab Al-Quran.9 Seseorang yang percaya
dengan ke-esaan Allah SWT akan berusaha terus memaknai hidupnya atas perintah yang
disampaikan oleh Allah. Dari beberapa pemaparan makna iman diatas dapat disimpulkan bahwa”
seorang yang beriman kepada allah pasti memiliki ketenangan jiwa, selalu merasa tentram baik
lahir dan batinnya. Dalam kehidupannya selalu berbuat baik dan berkata jujur.

C. Bertambah dan berkurangnya iman

Kondisi iman masing-masing muslim berbeda-beda dan tidak konsisten. selalu berubah-
ubah terkadang naik dan terkadang turun. Dalam pembahasan ini diterangkan beberapa ayat Al-
Qur'an yang menjelaskan tentang bertambahnya iman.

1. Ayat al-Qur’an menerangkan bertambahnya Iman

7
Imam Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir, terj, Bahrun Abu Bakar (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2000), hlm. 202
8
Tohihiko Izutsu, Konsep Kepercayaan Dalam Theology Islam, (Yogyakarta: Fiara Wacana, tt) hlm. 01
9
Syeikh Abdurohman As-Sa’idi, Hakikiat, Pokok-Pokok, dan Buah Iman, (Jakarta: Darul HAQ, 2015). hlm
50
18

              

  

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman10 ialah mereka yang bila disebut nama Allah11
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman
mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.

Tafsir al-Anfal ayat 2

Dalam ayat diatas Allah menggambarkan bahwa hati orang-orang yang beriman merasa
takut dan bergetar ketika disebut nama Allah. takut disini berarti perasaan cemas terhadap
siksaan Allah. hal itu dikarenakan kuatnya iman yang ada di dalam hati mereka dan besarnya
perhatian terhadap tuhan, hingga merekapun merasa seakan-akan berada di hadapannya.12

2. Ayat al-qur'an yang menerangkan tentang menurunnya iman

Iman orang mukmin dapat bertambah namun juga dapat berkurang. hal-hal yang dapat
mengurangi iman tentunya merupakan hal buruk yang sering dilakukan oleh orang-orang yang
buruk perangainya. Seperti melakukan kemaksiatan-kemaksiatan. Semakin buruk perangai
seseorang maka semakin berkurang iman orang tersebut, apalagi sampai orang muslim
melakukan kekafiran lalu masuk lagi kedalam Islam lalu keluar lagi dan begitu seterusnya maka
orang tersebut tidak akan diberikan petunjuk oleh Allah. hal ini sesuai dengan firman Allah swt
surat an-Nisa ayat 137

                 

  

10
Maksudnya adalah orang yang sempurna imannya.
11
Dimaksud dengan disebut nama Allah Ialah menyebut sifat-sifat yang mengagungkan dan
memuliakannya.
12
Ahmad Khatib, Tafsir al-Qurtubi, terj, Harun dkk (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009). hlm 924
19

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula),
kamudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya,13 Maka sekali-kali Allah tidak
akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada
jalan yang lurus.
Tafsir an-nisa ayat 137

Allah swt menggambarkan tentang golongan ini, yang beriman kemudian kafir. kemudian
beriman, kemudian kafir lagi. Kemudian semakin bertambah kekafirannya. Maka Allah swt tidak
akan mengampuni dosa-dosa mereka, dan tidak akan menunjukan jalan kepada mereka,
demikian ini karena mereka benar-benar jauh dari keikhlasan terhadap Allah dan jauh dari
keimanan yang benar, karena kebimbangan kadang menjadikan mereka beriman, dan kadang
mengeluarkan mereka dari keimanan. Pada akhirnya mereka kembali kepada keadaan semula,
yaitu kekafiran yang terus menerus dan pembangkangan yang berkesinambungan. Ini sangat
menunjukan bahwa mereka mempermainkan agama. tidak mempunyai niat yang benar, dan tidak
pula mempunyai tujuan yang benar.

Maksud ayat ini adalah kekafiran mereka semakin bertambah dan terus-menerus
melakukan kekafiran, sebagaimana yang tampak dari perilaku mereka. jika tidak, maka orang
kafir yang beriman dan memurnikan keimanannya serta melepaskan diri dari kekafiran. akan
ditunjukan oleh Allah ke jalan yang mendatangkan ampunan, karena islam menutupi yang
sebelumnya.14 Maka kemudian barometer iman seorang mukmin dapat dilihat dari ketaatannya
kepada Allah dan menjauhi segala larangan-larangan Allah. Wujud dari keta'atannya kepada
Allah bisa dilihat dari caranya melaksanakan perintah Allah seperti sholat, zakat, puasa, dan lain-
lain.

D. Ciri-ciri orang yang beriman


Sebagai orang yg beriman tentunya mempunyai ciri sebagai pembeda terhadap orang yang
tidak beriman, menurut Ahsin Sakho Muhammad ciri orang beriman telah di dijelaskan dalam al-
Quran surat al-Ashr: 1-3

13
Maksudnya adalah di samping kekafirannya, ia merendahkan Islam pula.
14
Al-Syaukani, Fath-hul Qadiir al-Jaami’ Bayna Fannay ar-Riwaayah Wa ad-Diraayah Min ‘Ilm at-
Tafsiir. Juz I, (Beirut: Darul Ma’rifah, 2007), hlm. 793
20

             

  

Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya
mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Seseorang yang dikategorikan masuk kedalam Ciri orang yang berislam dan beriman
dapat diketahui dengan mengerjakan amal sholeh dan menta’ati kebenaran dan menetapi
kesabaran. Kemudian melakukan semua perintah Allah menjauhi dan segala laranganNya yang
telah disyari’atkan kepada Nabi Muhammad s.a.w.

1. Profil orang yang beriman

Profil atau karakteristik orang yang beriman menurut Akhsin Sakho Muhammad dapat
diketahui dalam surat al-Anfal 2-5:

             

           

           

Artinya: Bila disebut nama Allah bergertar hatinya. Bila dibacakan ayat Allah bertambah
imannya. Menyerahkan segala persoalannya hanya pada Allah (bertawakal). Orang-
orang yang mengerjakan sholat. Orang-orang yang membelanjakan hartanya di jalan
Allah.15

15
Ahsin Sakho Muhammad, Oase Al-Qur’an, (Jakarta: QAF Media Kreativa, 2017). hlm. 72
21

Dalam profil orang yang beriman disebutkan bila dibacakan ayat Allah bertambahlah
Imannya.16 Maksudnya itu termasuk ke dalam ciri orang yang beriman kepada ayat-ayat Allah
(Al-Qur’an) yang diterangkan dalam surat as-Sajdah ayat 15-17:

             

           

               



Artinya: Jika diingatkan akan ayat-ayat Allah, hati mereka langsung terenyuh, tak tahan
membayangkan kekuasaan Allah di langit dan di bumi. Mereka seketika tersungkur
bersujud kepadaNya, lalu dalam bersujud itu mereka tidak henti-hentinya mengucapkan
kalimat tasbih dan tahmid (memahasucikan Allah dengan memujiNya). Mereka tidak
pernah menyombongkan diri dari keistimewaan yang ada pada diri mereka. Mereka
bangkit dari tidurnya dari keheningan malam untuk berdoa kepada Allah dengan
diliputi rasa cemas jika Allah tidak berkenan, tapi juga sangat berharap akan
karunianya. Menginfakkan sebagian hartanya yang merupakan anugrah Allah kepada
mereka yang berhak.17

2. Sifat Manusia Beriman.

Adapun sifat-sifat seorang mu’min dilihat dari hubungan dengan sesama manusia
(hablum minan nas) dapat diketahui dalam al-Qur’an terdapat dalam Surat Al-An’am ayat 151-
153:18

16
Syeikh Abdurohman As-Sa’idi, Hakikiat, Pokok-Pokok, dan Buah Iman, (Jakarta: Darul HAQ, 2015).
hlm. 74
17
Ibid, hlm. 81
18
Ahsin Sakho Muhammad, Oase Al-qur’an, (Jakarta: QAF Media Kreativa, 2017). hlm. 34
22

                 

              

                

               

                   

             

           

Artinya: Tidak musyrik Birrul walidain (patuh terhadap orang tua). Tidak membunuh anak-
anaknya karena kemiskinan dirinya. Tidak melakukan zina dan perilaku keji lainnya,
baik terang-terangan atau sembunyi-sembunyi. Tidak membunuh orang yang tak
bersalah. Tidak memakan harta anak yatim kecuali jika mendesak dan sesuai
kepantasan. Jujur dalam menimbang dan menakar suatu barang. Berlaku adil walau
terhadap keluarga sendiri. Menepati perjanjiannya dengan Allah. Yaitu akan selalu
beribadah kepada-Nya sampai mati. Selalu berada pada rel agama islam yang lurus dan
tidak mengikuti jalan-jalan kehidupan yang batil, Allah berpesan agar manusia berpikir,
merenung, dan mengambil pelajaran.19
Jika manusia menerapkan semua sifat mu’min ini, maka akan memiliki hasil yaitu akhlak
yang baik yang bertujuan agar mereka senantiasa bertaqwa dan selalu berbahagia dalam
kehidupannya.20 Maka orang mukmin yang berbahagia di dunia dan akherat adalah mereka yang
menghiasi dirinya dengan 6 sifat (hablum min allah), diterangkan dalam surat Al-Mu’minun ayat
1-7:

19
Ibid.,
20
Syeikh Abdurohman As-Sa’idi, Hakikiat, Pokok-Pokok, dan Buah Iman, (Jakarta: Darul HAQ, 2015).
Hlm. 82
23

              

               

             

Artinya: Khusyu ketika sholat. Hatinya fokus hanya kepada Allah. Anggota badannya tenang.
Menghindarkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat.
Membersihkan jiwa dari kekotoran seperti syirik, riya, hasad dll, juga yang menunaikan
zakat. Menjaga kemaluannya dari perbuatan zina dengan cara menghindarkan diri dari
mukaddimah dari perzinahan. Menjaga amanah dan janji baik terkait dengan Allah atau
manusia, yaitu semua kewajiban syar’i dan hal-hal yang harus di tunaikan. Selalu
memelihara shalat yaitu melakukannya tepat waktu, memperhatikan rukun dan sunnah-
sunnhanya.21
Maka dapat dikategorikan 10 sifat seorang beriman kepada sesamanya (hablum mina an-nas)
yaitu:

1. Tidak musyrik
2. Birrul walidain (patuh terhadap orang tua).
3. Tidak membunuh anak-anaknya karena kemiskinan dirinya.
4. Tidak melakukan zina dan perilaku keji lainnya, baik terang-terangan atau sembunyi-
sembunyi.
5. Tidak membunuh orang yang tak bersalah.
6. Tidak memakan harta anak yatim kecuali jika mendesak dan sesuai kepantasan.
7. Jujur dalam menimbang dan menakar suatu barang.
8. Berlaku adil walau terhadap keluarga sendiri.
9. Menepati perjanjiannya dengan Allah. Yaitu akan selalu beribadah kepada-Nya sampai
mati.
10. Selalu berada pada rel agama islam yang lurus dan tidak mengikuti jalan-jalan kehidupan
yangn batil, Allah berpesan agar manusia berpikir, merenung, dan mengambil pelajaran.

Sifat seorang yang beriman kepada tuhannya (hablum min allah) dapat diketahui dengan 6
sifat ini yaitu:

21
, Sakho Muhammad, Oase Al-qur’an, (Jakarta: QAF Media Kreativa, 2017). hlm. 70
24

1. Khusyu ketika sholat. Hatinya fokus hanya kepada Allah. Anggota badannya tenang.
2. Menghindarkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat.
3. Membersihkan jiwa dari kekotoran seperti syirik, riya, dan hasad juga yang menunaikan
zakat.
4. Menjaga kemaluannya dari perbuatan zina dengan cara menghindarkan diri dari
mukaddimah dari perzinahan.
5. Menjaga amanah dan janji baik terkait dengan Allah atau manusia, yaitu semua
kewajiban syar’i dan hal-hal yang harus di tunaikan.
6. Selalu memelihara shalat yaitu melakukannya tepat waktu, memperhatikan rukun dan
sunnah-sunnhanya.

Maka mereka itulah yang berhak atas surga tertinggi yaitu surga firdaus. Mereka kekal
selama-lamanya. Ternyata kunci untuk menggapai surga firdaus adalah hati yang penuh
keimanan yang berimbas kepada perilaku mulia, baik berupa ibadah ritual atau sosial dan
integritas dan kehormatan pribadi secara istiqomah sampai akhir hayat.22

E. Cabang – cabang Iman

Ibarat sebuah akar pohon yang kuat, iman mempunyai cabang-cabangnya. Seperti
dijelaskan dalam hadits nabi. Rosulullah saw bersabda: iman memiliki lebih dari enam puluh dan
tujuh puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan “la ilaha illAllah” (tauhid) dan
yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu
cabang iman.” (HR. Bukhari muslim).23

1. 6 Rukun Iman
2. Beriman kepada ba’ats (hidup yang kedua sesudah mati)
3. Hasyr (berkumpul semua makhluk sesudah bangun dari kubur)
4. Tempat orang mukmin di surga dan tempat orang kafir di neraka
5. Mahabbah (cinta) kepada Allah
6. Khauf (takut) kepada Allah
7. Roja (mempunyai harapan akan belas kasihan dari Allah)

22
Ibid, hlm 70
23
Syeikh Abdurohman As-Sa’idi, Hakikiat, Pokok-Pokok, dan Buah Iman, (Jakarta: Darul HAQ, 2015).
hlm. 104
25

8. Tawakkal (menyerah kepada Allah)


9. Mahabbah (cinta) kepada junjungan nabi besar Muhammad saw24
10. Ta’dzim (memuliakan) kepada junjungan nabi besar Muhammad saw
11. Yakin pada kebenaran islam lebih baik masuk kedalam api dari pada menjadi kafir
12. Menuntut ilmu pengetahuan25
13. Mengajarkan ilmunya
14. Ta’dzim (memuliakan al-qur’an)
15. Bersuci
16. Melaksanakan rukun islam26
a. Mendirikan shalat lima waktu
b. Membayar zakat
c. Puasa bulan ramadhan
d. Iktikaf (berhenti di dalam masjid sementara waktu)
e. Haji (ziarah ke baitullah)
17. Jihad fi sabilillah (membela agama Allah)
18. Murobathoh (waspada menjaga musuh)
19. Menepati janji27
20. Mengingat-ingat betapa banyaknya kemurahan dan kenikmatan Tuhanyang melimpah-
limpah, dan bersyukur
21. Menjaga mulut dari yang tak ada faedah
22. Menjaga farji (kemaluan) angan sampai mendatangi larangan agama
23. Menyampaikanamanat (titipan)
24. Menjaga jangan sampai melukai atau membunuh orang lain
25. Menjaga tangannya dari pada mengambil yang bukan haknya28
26. Taubat dari segala dosa
27. Berbuat baik terhadap budak belian29

24
Maksudnya yaitu Mengikuti sunnahnya dengan baik dan tidak ingkar.
25
Syeikh Abdurohman As-Sa’idi, Hakikiat, Pokok-Pokok, dan Buah Iman, (Jakarta: Darul HAQ, 2015).
hlm 97
26
M. Quraish shihab, Sunnah Syiah, Bergandengan Tangan, Mungkinkah? (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
hlm. 85
27
Mukhtar Adam Dkk, MA’RIFATULLAH, Membangun Kecerdasan Spiritual,Iintelektual, Emosional,
Sosial, dan Akhlakul Karimah cet. V (Bandung: Makrifat Publisher, 2010).
28
Ibid, hlm. 295
26

28. Menepati hak-hak budak belian


29. Menepati hak-hak istri
30. Kewajiban seorang muslim terhadap saudara muslim lainnya.
a. Bersaudara kepada semua orang Islam, memberi salam jika bertemu dan berslaman
b. Menjawab salam
c. Menengok orang sakit
d. Menyalatkan mayat orang Islam
e. Mendoakan orang bersin,bilamana ia memuji (tahmid) tuhan30
f. Menjauhkan diri dari berkawan atau bersahabat dengan orang kafir atau orang-orang
yang senang berbuat kerusakan dan supaya bersikap keras kepada mereka
g. Memuliakan tetangga
h. Memuliakan tamu
i. Menutup rahasia orang lain
j. Sabar dalam cobaan dan mengekang keinginan
31. Zuhud (tidak menggantungkan diri kepada keduniawian) qoshrul-amal (menjauhi panjang
angan-angan)
32. Bermurah hati
33. Belas kasih kepada anak-anak dan memuliakan orang tua
34. Merukunkan orang yang berselisih
35. Cinta kasih kepada saudaranya, cinta kasih kepada dirinya sendiri, termasuk cinta kasih bila
menyingkirkan barang berbahaya yang ada di jalan Dan kebaikan-kebaikan lainnya.31

F. Hal-hal yang dapat membatalkan Iman


Hal-hal yang menyebabkan gugurnya iman ada dua, yaitu ragu dan benci terhadap apa
yang dibawa Rasulullah. Dengan demikian ada hubungan antara dosa yang menyebabkan kufur
dengan hal-hal yang menggugurkan iman. Sehingga bisa dimungkinkan hal-hal yang
menggugurkan iman tidak hanya dua, tetapi semua dosa besar yang menjadikan kufur termasuk
bagian dari hal-hal yang menggugurkan iman. Beberapa hal yang dapat membatalkan iman yaitu

29
Dalam konteks sekarang ini, perbudakan manusia sudah di hapuaskan maka diganti oleh ulama adalah
seorang pekerja yang mencari uang.
30
Ibid, hlm 296
31
Mukhtar Adam Dkk, MA’RIFATULLAH, Membangun Kecerdasan Spiritual,Iintelektual, Emosional,
Sosial, dan Akhlakul Karimah cet. V (Bandung: Makrifat Publisher, 2010). hlm. 295-298.
27

sesuatu yang dapat menghilangkan keyakianan kepada Allah swt atau yang dapat mengantarkan
seseorang kepada kemurtadan, dirinci menjadi tiga bagian.32

G. Pandangan tentang Makna Iman Menurut Aliran Kalam

Dalam merumuskan iman terjadi banyak perbedaan pendapat di antara masing-masing


aliran-aliran kalam. Ada yang menyatakan bahwa iman itu pembenaran dengan hati dan
diucapkan dengan lisan secara bersamaan. Dan ada yang memasukkan amal perbuatan ke dalam
konsep iman, dan juga yang menjadi perdebatan apakah iman itu bisa bertambah dan berkurang,
ataukah orang yang melakukan dosa besar itu masih mukmin ataukah ia sudah keluar dari
muslim. Pada bab ini akan dijelaskan secara singkat konsep iman dari dua aliran kalam. Pada
perkembangannya kedua aliran ini mengalami beberapa pergeseran. Seperti sunni mengalami
pergesaran madzhab kemudian Syi’ah mengalami perpecahan dan melahirkan berbagai varian
Syi’ah yang di antaranya adalah aliran Syi’ah Zaidiyah dan al-Asy’ariyah (Ahli Sunnah wal
Jama’ah).

Perbeda’an Ahlusunnah dan Syi’ah dalam bidang furu’ (rincian ajaran agama) terlebih
dahulu perlu digaris bawahi bahwa kedua kelompok (sunnah dan syi’ah ) menjadikan al-quran
dan hadits sebagai rujukan utama dalam menetapkan hukum. Hanya saja kalau pengertian
sunnah dalam pandangan sunni terbatas dalam ucapan, perbuatan dan pembenaran nabi atas apa
yang diucapkan/dilakukan sahabat-sahabat beliau, maka dalam pandangan syi’ah sunnah
mencakup juga ucapan dan tradisi para imam yang 12 itu. Kedua kelompok ini mengakui ijma
(consensus/kesepakatan ulama). Sebagai salah satu sumber hukum walaupun terdapat perbeda’an
dalam rinciannya dan pengertiannya. Kaum syi’ah memahami ijma’ dalam arti consensus para
pakar agama tentang pandangan imam mengenai satu masalah, sedangkan ijma menurut ulama
sunni consensus para pakar agama tentang masalah apapun. Sedangkan qiyas (analogi). Tidak
dijadikan sebagai sumber hukum oleh syi’ah, namun mereka menetapkan akal dalam kedudukan
yang cukup tinggi sehungga apapun yang dibenarkan akal sehat makahal tersebut dapat
dibenarkan agama.33

32
Syeikh abdurohman as-sa’idi, Hakikiat, Pokok-Pokok, dan Buah Iman, (Jakarta: Darul HAQ, 2015). hlm
76
33
M. Quraish shihab, Sunnah Syiah, Bergandengan Tangan, Mungkinkah? (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
hlm. 85
28

a. Konsep Iman Menurut Aliran ahlussunnah Wal Jama’ah (Sunni).

Bagi kaum Asy' ariah, dengan keyakinan mereka bahwa akal manusia tidak bisa sampai
kepada kewajiban mengetahui Tuhan, iman tidak bisa merupakan ma'rifah atau 'amal. Manusia
dapat mengetahui kewajiban itu melalui wahyu. Wahyulah yang mengatakan dan menerangkan
kepada manusia, bahwa ia berkewajiban mengetahui Tuhan, dan manusia harus menerima
kebenaran berita ini. Oleh karena itu, iman bagi kaum Asy' ari,ialah al-tasdiq bi Allah, yaitu
menerima sebagai benar kabar tentang adanya Tuhan. Al-Baghdadi menyebut batasan yang lebih
panjang. Iman ialah tasdiq tentang adanya Tuhan, rasul-rasul yang berita yang mereka bawa;
tasdiq tidak sempurna jika tidak disertai oleh pengetahuan. Bagaimanapun iman hanyalah tasdiq
dan pengetahuan tidak timbul kecuali setelah datangnya kabar yang dibawa wahyu bersangkutan.

Kaum Muturdiyah golongan Bukra mempunyai paham yang sama dalam hal ini dengan
kaum Asy' ari. Sejalan dengan pendapat mereka bahwa akal tidak sampai pada kewajiban
mengetahui adanya Tuhan, iman tidak bisa mengambil bentuk ma' rifat atau 'amal, tetapi
haruslah merupakan tasdiq. Batasan yang diberikan Al-Bazdawi tentang iman adalah menerima
dalam hati dengan lidah bahwa tidak ada Tuhan selain Allah bahwa tidak ada yang serupa
dengan dia.34

Bagi golongan Samarkand, iman mestilah lebih dari tasdiq, karena bagi mereka akal dapat
sampai kepada kewajiban mengetahui Tuhan. Al-Maturidi menulis sendiri bahwa Islam adalah
mengetahui Tuhan tidak bertanya bagaimana bentuknya, iman adalah mengetahui Tuhan dalam
ketuhanannya, ma' rifah adalah mengetahui Tuhan dengan segala sifatnya dan tauhid adalah
mengenal Tuhan dan keesaannya. Ada juga diberikan definisi lain, yaitu pengakuan dengan lidah
dan penerimaan dalam hati. Tetapi definisi ini kelihatannya bukanlah definisi Al-Maturidi,
karena dalam Syarh al-Fikh al-Akbar, ditegaskan bahwa definisi Al-Maturidi yang sebenarnya
ialah definisi yang pertama. Aliran paham ini merumuskan rukun iman itu ada enam. Karena
bagi akidah Sunni, seorang muslim diwajibkan mempercayai enam rukun iman, yaitu sebagai
berikut:

34
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah dan Analisa, (Jakarta: UI-Press 2013). Cet.V, hlm.
147
29

1. Iman kepada Allah


2. Iman kepada para Malikat.
3. Iman kepada Kitab-Kitab.
4. Iman kepada para Rasul.
5. Iman kepada hari Kiamat.
6. Iman kepada Qada’ dan Qadar.35

Dalil untuk keenam-enam rukun ini adalah bersumberkan Al-Qur’an dan Hadits:

                

              

Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian
pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara
seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar
dan Kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah
tempat kembali." (al-baqarah ayat 285)

b. Konsep Iman Menurut Aliran Syi’ah Zaidiyah

Syi’ah lima imam disebut juga dengan syiah Zaidiyah. Dinamakan syiah Zaidiyah lantaran
mereka merupakan pengikut Zaid bin Ali bin Husain bin Abi Tholib. Kemudian disebut Syiah
Lima, lantaran menetapkan Lima Iman bagi mereka. Kelima Iman tersebut yaitu:

1. Ali bin Abi Thalib (600-661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin.

2. Hasan bin Ali (625-669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba.

3. Husain bin Ali (626-680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid.

35
Kamaluddin, Murjani, Nurdin.Adakah kawanku Syi’ah, (Malaysia, PTS islamika, 2014). hlm. 62
30

4. Ali bin Husain (658-713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin.

5. Zaid bin Ali (658-740), juga dikenal dengan Zaid bin Ali asy-Syahid.

Zaid bin Ali lahir tahun 80 Hijriyah dan meninggal tahun 122 Hijriyah, dikenal dengan
kelembutannya, kuat hafalan, cerdas, berani, amanah, serta ikhlas dalam menegakan kebenaran.
Sejak kecil ia belajar kepada ayahnya, Ali Zainal Abidin, kemudian kepada saudaranya
Muhammad al-Baqir. Ia juga belajar masalah-masalah agama, baik ushul dan furu' hingga
matang,serta pernah belajar tentang masalah ushul kepada Washil bin Atha lantaran pernah
berguru kepadanya dan banyak diskusi tentang persoalan persoalan teologi, sehingga pemikiran
Zaid dan para pengikutnya cenderung kepada pendapat dan pemikiran Mu'tazilah.36 Dalam sekte
Syi’ah terdapat pokok agama dan masalah dalam penerapan agama. Syi’ah memiliki lima pokok
agama (rukun iman) yaitu:

1. At-Tauhid (iman kepada Allah).


2. Al-Adl (iman kepada keadilan Allah).
3. An-Nubuwah (iman kepada kenabian).
4. Al-Ma’ad (iman kepada hari kiamat).
5. Al-Imamah (ima m yang memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian)37

Adapun pembagian antara rukun iman Syi’ah begitu berbeda dengan rukun iman Sunni.
Namun, Pada hakikatnya mereka percaya kepada para malaikat, kitab-kitab serta qadha dan
qadar. Namun tidak dinyatakan secara tertulis dalam rukun iman mereka seperti rukun iman
Sunni yang jelas dapat dilihat dalil yang diajukan oleh Syi’ah dalam perbincangan keimanan
tentang malaikat, kitab, serta qadha dan qodar adalah dalil-dalil Al-Qur’an yang terdapat dalam
surah Al-Baqarah ayat 285. Yang membedakan aliran Syi’ah dengan yang lain adalah keyakinan
tentang kenabian sebagai berikut:

a. Jumlah nabi dan rosul ada 124.000.


b. Nabi dan rosul terakhir adalah Muhammad SAW.

36
Nunu Burhanudin, Ilmu Kalam Dari Tauhid Menuju Keadilan, (Jakarta, Prenadamedia Grup, 2016). Cet
I, hlm. 61
37
Ibid, hlm. 64
31

c. Nabi Muhammad SAW suci dari segala aib dan tiada cacat apapun. Dialah nabi yang
paling utama dari seluruh nabi yang ada.
d. Ahlul baitnya, yaitu Ali bin Abi Tholib, Fatimah, Hasan, Husain dan sebilan imam dari
keturunan Husain adalah manusia-manusia suci.
e. Al-Qur’an ialah mukjzat kekal nabi Muhammad SAW.38

Demikian terlihat perbedaan antara Ahlusunnah Syiah Imamiyah menyangkut kepercayaan


tentang rasul Iman kecuali rukun imamah dalam pandangan Syiah adalah perbedaan sistematik,
walaupun tentu terdapat juga perbedaan dalam beberapa perincian masalah-masalah yang sama
itu. Namun, perbedaan tersebut tidak mengakibatkan cideranya Keimanan atau keluarnya si
penganut dari koridor Islam. Para imam golongan syi’ah imamiyah seluruhnya berjumlah dua
belas orang, oleh sebab itu mereka juga dinamai al-istna asy’ariyah (syi’ah dua belas). Sebelas
orang diantaranya telah wafat, sedangkan imam ke dua belas, yakni Muhammad ibnu hasan al-
askari, telah lahir 260 Hijriyah, kemudian menghilang dan akan kembali muncul pada suatu
ketika. Imam kedua belas inilah yang mereka percayai sebagai imam mahdi.

c. Pengertian Imamah/imam menurut Aliran Syi’ah

Adapun sifat dan kedudukan seorang imam bagi syi’ah dikemukakan oleh ayatollah
ruhullah Khomeini sebagai berikut: “sesungguhnya imam memiliki kedudukan yang tinggi dan
terpuji serta kekhalifahan terhadap alam yang tunduk kepada kekuasa’annya. Semua butir-butir
alam raya, sesungguhnya merupakan bagian dari pemahaman aksioma mazhab kami adalah
bahwa imam-imam kami memiliki kedudukan yang tidak dicapai oleh malaikat yang didekatkan
allah (allah ke sisiNya). Tidak juga oleh nabi yang diutus sesuai dengan riwayat-riwayat dan
hadits-hadits yang ada pada kami.39

Menurut syekh Muhammad husein seorang ulama besar dan mujtahid syi’ah menjelaskan
bahwa Yang dimaksud syi’ah imamiyah tentang imamah adalah suatu jabatan ilahi. Allah yang
memilih berdasarkan pengetahuan-Nya yang azali menyangkut hamba-hambaNya, sebagaimana
dia memilih nabi. Dia memerintahkan kepada nabi untuk menunjukannya kepada umat dan

38
Ibid, hlm. 55
39
M. Quraish shihab, Sunnah Syiah, Bergandengan Tangan, Mungkinkah? (Jakarta: Lentera Hati, 2014),
hlm. 85
32

memerintahkan mereka mengikutinya. Golongan syi’ah imamiyah ini percaya bahwa allah swt
memerintahkan nabi Muhammad untuk menunjuk dengan tegas ali dan menjadikannya tonggak
pemandu bagi manusia sesudah beliau.40

Ulama syi’ah imamiyah yang lain yakni syekh Muhammad ridha al-mudzaffar
mengemukakan bahwa kami percaya bahwa imamah, seperti kenabian, tidak dapat wujud
kecuali dengan nash(pernyataan tegas) dari allah swt. Melalui lisan rasulNya atau lisan imam
yang diangkat dengan nash apabila dia akan menyampaikan dengan nash imam yang bertugas
sesudahnya. hukum ketika itu sama dengan kenabian tanpa adanya perbedaan. karena itu
masyarakat tidak memiliki wewenang menyangkut siapa yang ditetapkan allah sebagai petunjuk
dan pembimbing bagi seluruh umat manusia, sebagaimana mereka (manusia) tidak mempunyai
hak untuk menetapkan, mencalonkan, atau memilihnya.41

40
Ibid, hlm. 85
41
Ibid, hlm. 85

Anda mungkin juga menyukai