Dalam surat al-Baqarah 165 dikatakan bahwa orang yang beriman adalah orang yang amat
sangat cinta kepada Allah (asyaddu hubban lillah). Oleh karena itu beriman kepada Allah
berarti amat sangat rindu terhadap ajaran Allah, yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Hal itu
karena apa yang dikehendaki Allah, menjadi kehendak orang yang beriman, sehingga dapat
menimbulkan tekad untuk mengorbankan segalanya dan kalau perlu mempertaruhkan nyawa.
Dalam hadits diriwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan
dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan (Al-Iimaanu
‘aqdun bil qalbi waiqraarun billisaani wa’amalun bil arkaan). Dengan demikian, iman merupakan
kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan
sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.
Istilah iman dalam al-Qur’an selalu dirangkaikan dengan kata lain yang memberikan corak dan
warna tentang sesuatu yang diimani, seperti dalam surat an-Nisa’: 51 yang dikaitkan dengan
jibti (kebatinan/idealisme) dan thaghut (realita/naturalisme). Sedangkan dalam surat al-Ankabut:
52 dikaitkan dengan kata bathil, yaitu walladziina aamanuu bil baathili. Bhatil berarti tidak benar
menurut Allah. Dalam surat lain iman dirangkaikan dengan kata kaafir atau dengan kata Allah.
Sementara dalam al-Baqarah: 4, iman dirangkaikan dengan kata ajaran yang diturunkan Allah
(yu’minuuna bimaa unzila ilaika wamaa unzila min qablika).
Tanda-tanda Orang Beriman
1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas
dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Qur’an, maka bergejolak hatinya untuk
segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia akan berusaha memahami ayat yang tidak dia
pahami sebelumnya.
2. Senantiasa tawakkal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi dengan
doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul (Ali Imran:
120, al-Maidah: 12, al-Anfal: 2, at-Taubah: 52, Ibrahim: 11, Mujadalah: 10, dan at-Taghabun:
13).
3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya (al-Anfal: 3 dan al-
Mu’minun: 2, 7). Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk waktu shalat, dia segera shalat
untuk membina kualitas imannya.
4. Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal: 3 dan al-Mukminun: 4). Hal ini dilakukan
sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di jalan Allah merupakan upaya
pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan antara yang kaya dengan yang miskin.
6. Memelihara amanah dan menempati janji (al-Mukminun: 6). Seorang mu’min tidak akan
berkhianat dan dia akan selalu memegang amanah dan menepati janji.
7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal: 74). Berjihad di jalan Allah adalah
bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik dengan harta benda yang dimiliki
maupun dengan nyawa.
8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62). Sikap seperti itu
merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang yang berpandangan dengan ajaran
Allah dan Sunnah Rasul.
Allah juga mengejawantahkan dirinya dalam teks-teks kehidupan yang sangat luas dan
kompleks. Ada teks yang tertulis, tetapi juga ada teks yang tidak tertulis. Teks yang tertulis bisa
berbentuk naskah suci--dalam Islam biasa disederhanakan sebagai Alquran dan hadis--atau
teks tertulis lain yang bersifat umum atau di luar Islam. Kebenaran, kebaikan, hikmah, ide-ide
cemerlang, dan pencerahan bukan hanya kita temukan dalam Alquran dan hadis tetapi juga
pada kitab, buku-buku, dan literatur lainnya yang jumlahnya luar biasa banyaknya di sepanjang
zaman. Bahkan kebenaran, kebaikan, dan kebijaksanaan, sering kali muncul dari kehidupan
rakyat kebanyakan yang langsung bergumul dan bersentuhan dengan kehidupan yang nyata
dan riil, yaitu rakyat kebanyakan yang mau mendayagunakan akal budi dan hati nuraninya yang
jernih.