BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai uraian yang berkaitan dengan
penelitian yang peneliti lakukan terdiri dari uraian penelitian terdahulu yang
dasar pijakan, bahan masukan dan pertimbangan berkaitan dengan tema penelitian
sedang dan akan dijalankan. Selain itu, penelitian terdahulu membantu memperjelas
pengertian dan tipologi dari teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori
sampah. Terakhir, pada bab ini akan menjelaskan mengenai kerangka konseptual
dari penelitian ini yang berisi cara berfikir penelitian ini baik berupa penjelasan
Dalam sub bab ini, peneliti akan memaparkan penelitian terdahulu yang
terdapat dua puluh penelitian terdahulu yang berhasil peneliti himpun guna melihat
sejauh mana penelitian mengenai persampahan telah dilakukan oleh peneliti yang
ada.
22
Penelitian pertama berasal dari Okoli et al. (2020) yang meneliti tentang
Badan Pengelolaan Limbah Negara Rivers. Studi ini mengadopsi sumber sekunder
analisis konten digunakan sebagai metode analisis data. Studi ini mengeksplorasi
limbah padat. Temuan penelitian ini menemukan bahwa ada hubungan antara
desain kebijakan dan manajemen badan yang efisien, tetapi mencatat bahwa
kesadaran masyarakat dan pendidikan, tidak adanya TPA yang dapat menghambat
Penelitian kedua adalah penelitian dari Gwada, Ogendi, Makindi dan Trott
komposisi dan pengelolaan limbah plastik yang dibuang oleh rumah tangga di
plastik saat ini di Watamu tidak ramah lingkungan dan daur ulang masih dalam
23
berbagai opsi peningkatan pengelolaan limbah padat untuk rumah tangga di kota
perbaikan dalam pengelolaan sampah yang disajikan oleh tiga atribut layanan (yaitu
moneter (biaya bulanan rumah tangga untuk layanan yang diberikan). Hasil analisa
peringkat teratas dalam hal kepentingan relatif untuk rumah tangga. Akhirnya,
limbah alternatif daur ulang dan pengomposan sampah. Studi ini menyimpulkan
dapat berkontribusi pada pengelolaan limbah dari dua perspektif utama. Pertama,
timbulan sampah di lokasi yang sebelumnya tidak diteliti, Kotamadya Awka, untuk
menggunakan metode baru yang disebut regresi polinomial orde pertama intersep-
24
nol. Hasil dari metode yang diusulkan terbukti lebih akurat jika dibandingkan
dengan teknik rata-rata tradisional. Hasil yang ditetapkan untuk wilayah studi sama-
sama sesuai dengan hasil yang diketahui untuk lokasi Nigeria yang serupa, seperti
Kumar dan Furtado (2019) meneliti tentang Internet of Things (IoT) dan cloud
sampah yang tersedia dalam literatur dilakukan secara rinci dalam penelitian
skenario perkotaan secara efisien, dengan fokus pada interaksi antara pemegang
konsesi dan penghasil sampah (warga negara) dari perspektif waktu pengumpulan
Ketujuh, Arantes, Zou & Che (2019) yang meneliti tentang pemerintah
bidang tata kelola lingkungan perkotaan untuk mengatasi masalah lingkungan yang
Mei 2016 hingga Februari 2017 di Shanghai. Dengan menyebarkan 200 kuesioner
25
Kedelapan, penelitian yang berasal dari Baxter, Srisaeng dan Wild (2018)
tahun 2002 hingga 2015. Sepanjang sejarahnya bandara telah menerapkan praktik
terbaik dunia untuk mencapai tujuannya menjadi bandara yang ramah lingkungan.
limbah per penumpang dan pergerakan pesawat (untuk total limbah, limbah
insinerasi, dan limbah TPA). Selain itu, peningkatan yang signifikan secara statistik
dalam proporsi sampah yang didaur ulang, dan penurunan proporsi sampah yang
Penelitian yang kesembilan berasal dari Pham Phu, Hoang dan Fujiwara
dan praktik manajemen industri perhotelan di Hoi An, sebuah kota pariwisata di
pusat Vietnam. Sampah yang berasal dari 120 hotel diambil sampelnya, wawancara
tatap muka dan metode statistik dilakukan untuk menganalisis data. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rata-rata tingkat timbulan sampah hotel adalah 2,28 kg / tamu
26
limbah di lokasi TPA menyebabkan potensi bahaya bagi kesehatan manusia, karena
dapat melepaskan sejumlah besar gas, bau, dan polutan ke lingkungan. Oleh
sampah ilegal. Temuan penelitian ini adalah titik awal yang baik untuk studi lebih
lanjut yang akan menentukan apakah sistem manajemen persampahan yang baru
panjang.
dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan pada
studi pengelolaan sampah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan
status saat ini dari program pengelolaan sampah Universitas Politeknik Negeri
Laguna, Kampus Santa Cruz. Secara khusus, penelitian ini bermaksud untuk: 1.)
Menentukan pengetahuan, sikap dan praktik para administrator, staf pengajar, dan
staf, mahasiswa, dan pekerja pengelola sampah (petugas kebersihan dan pengumpul
sampah), 2.) Menentukan kepatuhan administrator, staf pengajar, dan staf, siswa,
dan pekerja limbah padat (petugas kebersihan dan pengumpul sampah), dan 3.)
masalah limbah padat dalam komunitas sekolah. Program ini dimulai tahun pertama
27
tampaknya sangat penting karena mereka akhirnya memainkan peran penting dalam
Kedua belas, penelitian dari Latianingsih, Susyanti dan Mariam (2018) yang
peduli dan kendala minimnya anggaran yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten
Sedangkan penelitian ketiga belas adalah penelitian dari Seng, Fujiwara dan
aspek yang diamati pada pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap pengelolaan
sampah di pinggiran kota Phnom Penh, dengan mewawancarai 800 rumah tangga,
Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa warga tampaknya tidak puas
28
pembuangan ilegal. Namun, hal tersebut masih mengarah pada praktik yang tidak
tepat dari pengguna layanan, sehingga disarankan agar layanan disediakan secara
Keempat belas, penelitian dari Amir & Anto (2018) yang tujuan
mendalam, studi dokumen dan observasi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa
aspek komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi telah dilaksanakan
Kabupaten Konawe yaitu dari aspek fasilitas masih kurang, kondisi area kerja
29
memasukkan hampir semua aliran sampah di suatu negara dan juga memungkinkan
lingkungan dari skenario pengelolaan sampah di Swedia di masa depan dapat sangat
pajak insinerasi, pajak sumber daya dan dimasukkannya sampah dalam sistem
sertifikasi green electricity. Efek dari instrumen kebijakan yang dipelajari dalam
isolasi pada banyak kasus yang terbatas, menunjukkan bahwa instrumen kebijakan
yang berbeda, dan dari kedua lokasi penelitian tersebut masih banyak ditemui
30
politik, wacana, keahlian dalam negeri, kelembagaan kepadatan dan kerja sama
universitas dan komponen pendidikan lainnya akan menjadi peluang cerah secara
internal, tetapi juga bisa menjadi bumerang jika tidak dikelola dengan baik.
Kesenjangan sosialnya yang tinggi di yogyakarta, sehingga harus ada upaya untuk
mengatasi masalah tersebut. Selain itu, potensi luar biasa industri kreatif harus
mendapatkan monitor yang lebih intensif agar menjadi senjata dalam menghadapi
persaingan global yang terus mengikis keberadaan masyarakat DIY jika tidak
Penelitian kedelapan belas dari Coelho, Lange dan Coelho (2016) yang
menawarkan penilaian kritis terhadap praktik saat ini, dan memberikan saran untuk
tentang topik ini pertama kali diberikan, dengan menganalisa 260 artikel yang
pengelolaan sampah. Dari artikel yang dianalisis, dicatat bahwa studi yang
sebagian besar ditujukan untuk masalah yang terkait dengan sampah perkotaan
31
jalan yang buruk, infrastruktur transportasi yang tidak memadai dan keinginan
pembuangan oleh operator partisipasi sektor swasta yang tidak dipilih berdasarkan
kompetensi dan kapasitas untuk melakukan. Studi ini melakukan dua pendekatan
Peraturan Daerah (perda) Kota Samarinda No. 2 tahun 2011 dengan jalan
asumsi yang mendasarinya, identifikasi masalah yang tertinggal dan atau belum
termuat pada perda tersebut melalui pendekatan What is the problem represented
32
Kedua puluh satu, Kukuła (2016) yang tujuan dari penelitiannya adalah
pada fenomena yang terjadi di tahun 2012 dan 2013. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kualitatif dengan penerapan analisis multivariat yang fokus
khusus pada metode zero unitarization. Sebagai hasil dari penerapan metode
Peneliti kedua puluh dua adalah Dubois et al. (2015) membahas bagaimana
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan
tinjauan literatur dilengkapi dengan studi kasus tentang residu dari aliran sampah
dan transparan.
Penelitian kedua puluh tiga adalah dari Said, Mardiyono dan Noor (2015)
pengelolaan sampah.
Penelitian kedua puluh empat berasal dari Nasrulhaq (2015) yang meneliti
33
di kota Makassar melalui program Makassar Green and Clean (MGC). Pihak-pihak
yang terlibat adalah Pemerintah Kota Makassar (pemerintah daerah), PT. Unilever
Emerson, Nabatchi dan Balogh (2011) sebagai pisau analisanya. Adapun temuan
dari penelitian ini adalah kemajuan nilai-nilai inti seperti membangun kepercayaan,
berbagi pemahaman dan legitimasi internal sudah baik. Sayangnya, beberapa nilai
tata kelola kolaboratif terhadap kondisi lingkungan baik untuk jangka pendek, tetapi
kurang baik untuk jangka panjang. Secara umum, tata kelola lingkungan kolaboratif
Kedua puluh lima, Jaeger dan Rogge (2013) yang dalam temuan
mengarah pada efisiensi biaya penyediaan layanan terkait limbah padat perkotaan
Malmquist untuk mengukur dan menganalisis perubahan efisiensi biaya dari waktu
kuantitatif sebagai pendekatan dalam melihat baiaya dan penetapan harga terkait
34
beberapa penelitian terdahulu maka akan dibuat tabel matriks penelitian terdahulu
35
Tabel II.1
Matriks Penelitian Terdahulu
1 Okoli et al. (2020) Waste Management Policy meneliti tentang implementasi kebijakan Implementasi kebijakan
Implementation in Nigeria: A Study of Rivers pengelolaan limbah di Nigeria, dengan studi pengelollan sampah
State tentang peran Badan Pengelolaan Limbah Negara
Rivers. Studi ini mengadopsi sumber sekunder
pengumpulan data dan environmentally
responsible behavior (ERB) dan environmental
citizenship model (ECM) sebagai kerangka kerja
teoritis
2 Gwada, Ogendi, Makindi & Trott (2019) mengukur komposisi dan pengelolaan limbah Mengukur timbulan sampah
Composition of Plastic Waste Discarded by plastik dari rumah tangga di bangsal Watamu plastik dan pengelolaannya
Households and its Management approaches dengan menggunakan metode Stratified random
sampling dalam pengumpulan data dari rumah
tangga yang berada di lingkungan Watamu
3 Gebreeyosus & Berhanu (2019) Households’ Membahas berbagai opsi dalam meningkatkan Fokus membahas tentang
Preferences for Improved Solid Waste pengelolaan sampah rumah tangga di kota Aksum, pelayanan pengelolaan
Management Options in Aksum City, North Ethiopia, dengan memperkirakan penggunaan sampah.
Ethiopia: An Application of Choice Modelling pemodelan pilihan
36
4 Sinthumule & Mkumbuzi (2019) Participation Mengungkapkan tentang pengelolaan sampah yang Mambahas pengelolaan
in Community-Based Solid Waste berbasis masyarakat di Kota Bulawayo belum sampah berbasis masyarakat
Management in Nkulumane Suburb, berhasil mengubah perilaku pembuangan yang dapat dikembangkan
Bulawayo, Zimbabwe sampahnya dan juga organisasi yang berbasis pada negara – negara
masyarakat kurang menerapkan pengelolaan berkembang.
sampah yang berwawasan lingkungan yaitu dengan
cara mendaur ulang dan pengomposan sampah
5 Ezeudu, Ozoegwu & Madu (2019) A Fokus penelitiannya memberikan kontribusi pada Membahas pengelolaan
Statistical Regression Method for pengelolaan sampah dalam dua perspektif yaitu, sampah dengan jalan
Characterization of Household Solid Waste: A timbulan sampah yang sebelumnya tidak diteliti, di mengukur dan
Case Study of Awka Municipality in Nigeria kotamadya Awka, untuk dijadikan sampel dan mengidentifikasi
dikarakterisasi dan penelitiannya menggunakan karakteristik sampahnya.
metode baru yang disebut regresi polinomial orde
pertama intersep-nol.
6 Pardini, Rodrigues, Kozlov, Kumar & Furtado Membahas tentang Internet of Things (IoT) dan Membahas alternatif
(2019) IoT-Based Solid Waste Management cloud computing sebagai alternative dalam pengelolaan sampah
Solutions: A Survey mengubah cara pengelolaan sampah dengan
menawarkan kemungkinan otomatisasi melalui
sistem cyberphysical,
7 Arantes, Zou & Che (2019) Coping with meneliti tentang pemerintah daerah yang Membahas collaborative
waste: A government-NGO collaborative bercollaborative dengan organisasi non- governance dalam bidang
governance approach pemerintah (LSM) dalam bidang tata kelola lingkungan yang memakai
37
8 Baxter, Srsaeng & Wild (2018) Sustainable Penelitian tersebut mengungkapkan tentang Membahas pengelolaan
AirportWaste Management: The Case of pengelolaan sampah di Bandara Internasional sampah yang
Kansai International Airport Kansai dari tahun 2002 hingga 2015 dengan hasil memaksimalkan penerapan
penelitian terdapat pengurangan sampah per sistem daur ulang sampah
penumpang dan pergerakan pesawat dan juga
adanya peningkatan secara signifikan pada sampah
yang didaur ulang serta sebaliknya terjadi
penurunan pada sampah yang dikirim ke TPA.
9 Pham Phu, Hoang & Fujiwara (2018) Mengungkapkan tentang penelitian terhadap Identifikasi jenis sampah dan
Analyzing solid waste management practices karakteristik dan praktik manajemen sampah sistem menejemen
for the hotel industry industri perhotelan di Hoi An Vietnam dengan pengelolaan sampah pada
sampel sampah yang berasal dari 120 hotel. industri perhotelan.
10 Berg et. al (2018) Assessment Strategies for Mengungkapkan temuan penelitian bahwa Mambahas pengelolaan
Municipal Selective Waste Collection – pembuangan sampah di TPA kurang berwawasan sampah di TPA dengan
Regional Waste Management lingkungan sehingga dapat menyebabkan bahaya kekurangannya.
bagi kesehatan manusia, karena sampah di TPA
melepaskan sejumlah besar gas, bau, dan polutan
ke lingkungan. Oleh karenanya telah terjadi
38
11 Rina & Arcigal (2018) Evaluation of Solid Dalam penelitiannya melibatkan sebuah Penilaian Mengukur penilaian
Waste Management Program in Laguna State Program Pengelolaan Sampah di Universitas mengenai program
Polytechnic University, Santa Cruz Main- Politeknik Negeri Laguna (LSPU), Kampus Santa pengelolaan sampah
Campus: Input to Policy Formulation. Cruz.
12 Latianingsih, Susyanti & Mariam (2018) Mengungkapkan temuan penelitian mengenai Membahas model kebijakan
Model Kebijakan Pengelolaan Sampah Daerah hambatan dalam pelaksanaan program pada model pengelolaan sampah
dalam Dalam Mewujudkan Masyarakat kebijakan pengelolaan sampah di Kabupaten Bogor
Sejahtera yaitu sosialisasi program yang belum merata,
masyarakat yang kurang peduli dan kendala
minimnya anggaran yang dimiliki oleh Pemerintah
Kabupaten Bogor dalam mengimplementasikan
program yang sudah dicanangkan.
13 Seng, Fujiwara & Spoann (2018) Households’ Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa warga Mengukur tingkat kepuasan
knowledge, attitudes, and practices toward tampaknya tidak puas dengan status pengelolaan masyarakat terhadap
solid waste management in suburbs of Phnom sampah dan layanan pengumpulan. Penelitian ini pelayanan pengelolaan
Penh, Cambodia mengembangkan model regresi logistik pada sampah
metode kuantitatif untuk menganalisis hubungan
antara 12 aspek yang diamati mengenai
pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap
pengelolaan sampah di pinggiran kota Phnom
39
14 Amir & Anto (2018) A Study Policy Penelitiannya tentang analisis kebijakan Kesamaan dalam
Implementation of Waste Management in implementasi pengelolaan sampah di Kabupaten penggunaan teori dari
Konawe Regency-Indonesia Konawe dengan menggunakan empat aspek dari Edward (1980)
Edward (1980)
15 Arushanyan, Björklund, Finnveden et. al Mengungkapkan penelitian skenario dan instrumen Membahas skenario dan
(2017) Environmental Assessment of Possible kebijakan pengelolaan sampah dengan model instrumen kebijakan
Future Waste Management Scenarios penilaian siklus hidup yang komprehensif, dengan pengelolaan sampah
cara memasukkan hampir semua aliran sampah dan
pencegahannya pada suatu negara.
16 Liesmana (2017) Best Practice Implementasi Temuan penelitiannya yaitu bahwa belum Membahas pengelolaan
Model Kebijakan Pengelolaan Sampah efektifnya pengelolaan sampah di Kota sampah dari segi
Perkotaan Payakumbuh maupun Kota Padang meskipun pembiayaan
keduanya memiliki sumber pedanaan yang
berbeda, dan dari kedua lokasi penelitian tersebut
masih banyak ditemui kendala dalam implementasi
dan target kelompok yang dijadikan sasaran
pengelolaan sampah, antara pihak pemerintah
maupun pihak swasta dalam mengelola sampah
40
17 Kencono & Supriyanto (2017) Collaborative menganalisis keterlibatan Indonesia dalam Membahas collaborative
governance for Sustainable Development In pembangunan berkelanjutan dengan konsep governance dengan
indonesia: The Case of Daerah Istimewa collaborative governance, dengan lokasi penelitian mengusulkan lima faktor
Yogyakarta Province
di Provinsi DI. Yogyakarta. Penelitian ini
berdasarkan analisis literatur, dokumen kebijakan,
partisipasi dalam konferensi serta wawancara
dengan pakar, mengusulkan lima faktor untuk
menjelaskan perkembangan collaborative
governance yang menjanjikan untuk pembangunan
berkelanjutan di Indonesia:
18 Coelho, Lange & Coelho (2016) Multi- penelitiannya ini mengungkapkan bahwa Membahas kebijakan
Criteria Decision Making to Support Waste penggunaan pengambilan keputusan dengan cara pengambilan keputusan
Management: A Critical Review of Current multi-kriteria dalam kebijakan pengelolaan sampah terkait pengelolaan sampah
Practices and Methods sebagian besar masalah sampah perkotaan yang dengan cara multi-kriteria
terkait lokasi, fasilitas atau strategi manajemen.
19 Opoko dan Oluwatayo (2016) Private sector yang menyoroti keefektifan model collaborative Membahas mengenai sebuah
participation in domestic waste management sektor publik-swasta melalui dua pendekatan pengelolaan sampah
in informal settlements in Lagos, Nigeria dalam metode penelitiannya yaitu kualitatif dan melalaui kerjasama antara
kuantitatif dengan menggunakan SPSS versi 17 pemerintah dan swasta
untuk analisanya. Temuannya yaitu adanya
41
20 Wahyudi (2016) Analisis Kebijakan Penelitiannya mencoba menganalisis Peraturan Menganalisis relevansi dari
Pengelolaan Sampah di Kota Samarinda: Daerah (perda) Kota Samarinda No. 2 tahun 2011 sebuah kebijakan
Problematisasi Kebijakan Dengan Pendekatan dengan jalan mendiskripsikan dan mengidentifikasi pengelolaan sampah
WPR muatan yang ada, identifikasi masalah dan asumsi
yang mendasarinya, identifikasi masalah yang
tertinggal dan atau belum termuat pada perda
tersebut melalui pendekatan What is the problem
represented to be? (WPR) dari Bacchi.
21 Kukula (2016) Waste Management in Poland Penelitiannya menemukan peringkat voivodeships Pengembangan pengelolaan
(2012–2013) - Spatial Analysis yang berhubungan dengan tingkat pengembangan sampah
pengelolaan sampah yang menunjukkan perbedaan
secara regional dalam pengembangan pengelolaan
sampah pada tahun 2012 dan 2013.
22 Dubois et al. (2015) Innovative market-based Membahas bagaimana sebuah instrumen kebijakan Membahas mengenai
policy instruments for waste management: A dapat digunakan untuk masalah pengelolaan masalah pengelolaan
case study on shredder residues in Belgium limbah di Belgia. sampah namun lebih pada
sebuah instrumen kebijakan
42
23 Said, Mardiyono & Noor (2015) Implementasi Meneliti pelaksanaan dari kebijakan pengelolaan Membahas pengelolaan
Kebijakan Pengelolaan Persampahan Kota sampah di Kota Baubau. sampah dengan pendekatan
Baubau implementasi kebijakannya
25 Jaeger & Rogge (2013) Waste pricing policies Penelitiannya mengungkapkan bahwa penetapan Membahas mengenai sebuah
and cost-efficiency in municipal waste harga berbasis berat tidak mengarah pada efisiensi pengelolaan sampah namun
services: the case of Flanders biaya penyediaan layanan terkait sampah perkotaan lebih pada aspek
(MSW) yang lebih rendah di flinders. pembiayaan.
43
penerapan sistem daur ulang yang maksimal, pengelolaan sampah di TPA, model
penelitian ini berbeda dengan penelitian lain karena penelitian ini hendak
membahas dari aspek collaborative governance yang belum pernah diteliti oleh
peneliti sebelumnya.
dikembangkan oleh Donahue dan Zeckhauser (2011) masih minim dilakukan oleh
dari Donahue dan Zeckhauser (2011) yang meliputi empat tahap dalam analisanya,
44
Pada sub bab ini akan diuraikan mengenai teori teori yang relevan dan dapat
dijadikan landasan dalam penelitian ini. Teori yang digunakan dapat memberikan
yang timbul pada penelitian ini. Hal tersebut menjadikan kerangka teori dapat
memberikan gambaran dan batasan teori yang dipakai sebagai pedoman penelitian.
II.3.1 Governance
dengan teori yang mendasarinya yaitu governance sebagai dasar dan pijakan lebih
mekanisme tata kelola antara pemerintah dan non pemerintah dalam mengatur
sumber daya yang ada, secara kata sifat governance berarti govern, yang dapat
pemerintah dan negara juga melibatkan peran berbagai aktor diluar pemerintah dan
negara, sehingga pihak-pihak yang terlibat sangat luas dan berbagai unsur. Menurut
Peters (2014) Logika dasar dari pendekatan governance adalah bahwa partisipasi
yang lebih besar akan meningkatkan kualitas pemerintahan. Logika ini sebagian
didasarkan pada asumsi demokratis dan sebagian pada asumsi tentang efisiensi
45
publik harus memiliki pengaruh yang lebih besar atas kebijakan yang diadopsi atas
namanya. Dalam demokrasi yang representatif ada beberapa pengaruh oleh warga
negara, tetapi pengaruh itu tidak langsung datang dan sporadis, terutama pada hari
pemilihan umum. Lebih jauh, para pendukung partisipasi yang lebih besar akan
berpendapat bahwa organisasi publik sendiri dapat dibuat lebih demokratis dan
bahwa rata-rata pekerja dapat memberikan pengaruh yang lebih besar dalam
keseluruhan.
Asumsinya adalah bahwa untuk menjadi efektif, terutama dalam menjadi efektif
secara demokratis, pemerintah harus didukung oleh masyarakat sipil yang aktif
Putnam, Leonardi dan Nanetti (1993) tetapi lihat juga Hooge dan Stolle (2003).
menyediakan sarana untuk perwakilan politik, tetapi yang lebih penting mungkin,
didorong untuk terlibat dalam sektor publik. Asumsi dari pendekatan ini terhadap
administrasi publik adalah bahwa administrasi tidak dapat berfungsi dengan baik
secara independen, baik dalam hal legitimasi atau efektivitas, karenanya dapat
46
gagasan perubahan dari persepsi realis tentang pemerintahan lama dan sistem
aktor dominan utama dalam arena kebijakan. Secara internal terdapat hierarki
otoritas yang jelas, dan pemerintahan dipandang sebagai proses hierarki top-down,
pemain di antara banyak pemain lain di arena kebijakan. Dengan demikian, arena
kebijakan menjadi semakin ramai dan diperebutkan, ada lebih banyak pelaku yang
terlibat, batas-batas antara ruang publik dan privat, dan perintah pemerintah atas
proses kebijakan dikatakan telah diubah menurut Kjaer (2004) dan Newman (2005).
dan sesuai dengan tujuan bersama. Yang berarti bahwa terdapat collaborative
Wanna (2008) mengartikan makna collaborative yang berasal dari bahasa Inggris
yaitu ‘colabour’ yang artinya bekerja bersama. Pada dekade abad ke-19 kata
47
pada masa itu menjadi semakin kompleks. Divisi-divisi dalam pembuatan struktur
organisasi mulai dibuat untuk pembagian tugas bagi tenaga kerja dalam organisasi
dibagikan pada semua pihak yang terlibat untuk mencapai tujuan yang kongruen.
Namun menurut Gricar (1981), collaborative mengacu pada interaksi antara dua
mana mereka saling bergantung terkait dengan masalah tertentu atau serangkaian
macam aktor, baik individu maupun organisasi yang bahu membahu mengerjakan
pengertian collaborative governance yang dipahami secara luas sebagai cara untuk
pemangku kepentingan diluar inststitusi negara terlibat satu sama lain dalam proses
hanya berbatas pada stakeholder yang terdiri dari pemerintah dan non pemerintah
tetapi juga terbentuk atas adanya “multipartner governance” yang meliputi sektor
privat, masyarakat dan komunitas sipil yang terbangun atas sinergi peran
48
stakeholder dan penyusunan rencana yang bersifat hybrid seperti halnya kerjasama
Davies dan White (2012) Collaborative governance mengandung makna yang sama
menghasilkan tujuan dan strategi dan berbagi tanggung jawab serta sumber daya.
swasta bekerja bersama – sama dalam pengelolaan sampah sesuai tanggung jawab
dan peran masing-masing dalam mencapai tujuan bersama sesuai setrategi dan
Dalam sistem governance, para aktor yang ada didalamnya bergantung pada
keharusan untuk bercollaborative, yaitu tindakan para pejabat dan pimpinan lintas
organisasi yang bekerja sama dan bersifat transaksional dalam hubungan jaringan
diluar kerja sama, bekerja bersama dalam beberapa cara, menciptakan atau
uang, otoritas hukum, atau sumber daya lainnya. Dengan demikian, menurut
49
yang dibimbing dan diarahkan dalam pengambilan keputusan kolektif. Interaksi itu
seperangkat alat pemerintahan yang keras dan lunak serta hubungan jaringan yang
(2003) mengungkapkan bahwa aktor biasanya memiliki beragam sumber daya yang
tersedia untuk mereka, dan pada saat yang sama mereka sering terkungkung dalam
ruang lingkup interaksi mereka, tepatnya karena mereka mewakili organisasi. Aktor
biasanya dapat diidentifikasi dengan kapasitas mereka yang beragam dan peran
50
antara aktor negara, pasar dan masyarakat sipil merupakan faktor penting, sebagai
Stoker (2009) yaitu pentingnya negara sebagai aktor utama dalam governance,
tetapi karena tidak mampu, sehingga memunculkan aktor baru dari sektor
masyarakat dan swasta. Adapun peran dari ketiga pelaku governance menurut
1. Peran Pemerintah
yang kondusif, melindungi yang rentan, meningkatkan efisiensi dan daya tanggap
miskin dan yang lemah dan kuat, mendorong keanekaragaman budaya dan integrasi
2. Peran Swasta
sektor swasta, kerangka kerja ekonomi insentif dan penghargaan untuk kinerja
3. Peran Masyarakat
51
timbal balik sosial dan kepercayaan sosial, memfasilitasi transaksi politik dan
Dari penjelasan yang telah diungkapakan oleh para ahli tersebut, dapat
pemerintah, masyarakat dan swasta. Dimana aktor dan peranannya yang dimaksud
dalam penelitian ini terdiri dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sampang
sebagai unsur instansi pemerintah yang mempunyai tugas, pokok dan fungsi
pengelola sampah di Kabupaten Sampang dan unsur dari masyarakat diwakili oleh
ketua RW, Ketua RT dan lembaga swadaya masyarakat yang concern terhadap
pengelolaan sampah sedangkan dari unsur swasta diwakili oleh pengusaha yang
membantu dalam bidang pengelolaan sampah baik secara langsung ataupun tidak
langsung.
menyelesaikan momok kebijakan yang acap kali sering terjadi antara lain
implementasi dan lain sebagainya Ansel & Gash (2007). Secara umum
52
2. Konflik antar kelompok kepentingan yang bersifat laten dan sulit diredam.
Argumen lain dari Ansell and Gash (2007) yang menyatakan pentingnya
menghambat keputusan.
Dalam model collaborative governance dari Ansel dan Gash melihat konsep
ini sebagai siklus dengan membaginya dalam beberapa tahap proses yang antara
lain adalah: (1) Starting Condition, (2) Collaboratif Process, (3) Institutional
Design, (4) Facilitative Leadership, dan Outcomes. Adapun gambar dari proses
collaborative governance dari Ansel & Gash tersebut dapat dilihat pada gambar
53
Gambar II.1
Proses Collaborative governance Ansel & Gash
Sumber: Ansel & Gash, 2007
berikut:
54
1. Starting Condition
lembaga dan pemangku kepentingan. Pada tahap ini ada tidaknya konflik,
proses tata kelola kolaboratif akan cenderung dimanipulasi oleh aktor yang
organisasi untuk diwakili dalam proses tata kelola kolaboratif. Oleh karena
dengan adanya stategi tersebut, semua pihak dapat berpartisipasi aktif dan
yang bersangkutan.
collaborative saling bergantung satu sama lain. Dengan adanya rasa saling
55
brgantung tersebut, satu sama lain merasa dirinya tidak sendiri dalam
pencapaian tujuan.
sama masa lalu yang sukses dapat menciptakan modal sosial dan tingkat
2. Collaborative Process
2003; Imperial, 2005). Proses collaborative adalah sebuah siklus yang diharapkan
dapat mencapai consensus atau collectively decision making. Berikut ini merupakan
56
tatap muka antara para pemangku kepentingan. Ini adalah jantung dari
(2002).
pemahaman bersama tentang apa yang secara kolektif dapat mereka capai
Bersama Tett Crowther dan O’Hara (2003). Atau dengan kata lain
57
3. Facilitative Leadership
pemangku kepentingan dan mengajak mereka untuk saling terlibat dalam semangat
kolaboratif (Chrislip dan Larson, 1994; Ozawa, 1993; Pine, Warsh dan Maluccio,
membangun kepercayaan antar pihak yang terlibat menjadi dasar pembuatan aturan
collaborative, menyatukan visi untuk meraih tujuan bersama, dan dapat merangkul
4. Institusional Design
Desain kelembagaan merujuk pada protokol dasar serta aturan dasar untuk
desain yang mendasar. Seperti yang ditulis oleh Chrislip dan Larson (1994). Desain
berjalan sesuai dengan tujuan bersama. Pertama, hal yang paling mendasar yang
menjadi pertanyaan ialah siapa sajakah aktor yang terlibat dalam proses
collaborative.
dipenuhi yaitu aspek system context, aspek drivers dan aspek dinamika
58
collaborative. Ketiga aspek tersebut digambarkan oleh Emerson et al. dalam sebuah
aspek ruang kotak seperti pada gambar II.4 yang dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar II.2
Proses Collaborative governance Emerson, Nabtchi & Balogh
Sumber: Emerson, Nabtchi & Balogh, 2011
Dari gambar tersebut diatas, oleh emerson et al. dijelaskan lebih rinci mengenai
ketiga aspek tarsebut, aspek system context sebagai aspek yang pertama
governance dari waktu ke waktu. Pada aspek ini terdapat tujuh elemen yakni:
sumber daya yang dimiliki (resource condition), kebijakan dan kerangka hukum
(policy and legal framework), konflik antar kepentingan dan tingkat kepercayaan
(level of conflict a trust), sosioekonomi, kesehatan, budaya, dan ragam atau potret
keadaan, kegagalan yang ditemui di awal (prior failure to address issue), dinamika
politik (political dynamic), serta jaringan yang terkait (network). Kedua, yakni
aspek driver merupakan suatu tindakan memutuskan atas suatu kebijakan yang
59
berasal dari hasil interaksi kolektif antar aktor, yang dapat diterima dan dilaksakan
atau ditolak, dalam aspek ini terdapat empat aspek yang diantaranya adalah:
satu aktor yang tidak mencapai kata sepakat diantara aktor-aktor lain yang
sudah bersepakat.
oleh aktor
pada aspek ini memliki tiga aspek yaitu kapasitas untuk bergabung dan bekerja
sama, motivasi yang dimilki serta adanya perjanjian yang harus ditaati.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, peneliti dapat menarik suatu poin
suatu usaha dan respon pemerintah dalam kegiatan penanganan masalah publik,
pemerintah perlu melakukan kerja sama atau kemitraan dalam arti yang lebih luas
60
collaborative governance:
pergantian abad baru. Gagasan mode pengambilan keputusan publik yang bertumpu
pada collaborative di antara banyak aktor dan beragam, telah memasuki debat
ilmiah dan kebijakan tentang sifat negara di abad baru (Koontz dan Thomas, 2006;
dan Newman et al, 2004). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik,
secara bertahap dan tidak terhindarkan menurut Newman et al. (2004), yang sering
61
membuka jalan menuju tatanan pasca Westphalia, dimana negara tidak menjadi
2012; Emerson dan Nabatchi, 2015; dan Bryson et al, 2017; serta Nabatchi, Sancino
Informasi merupakan faktor yang penting untuk pencapaian misi publik dalam
ini pemerintah dapat dengan mudah memperoleh informasi yang diperlukan dengan
kecepatan yang wajar, dengan biaya terjangkau, dan alasan yang masuk akal.
62
saat ini. Sehingga melakukan collaborative adalah sebuah motif yang sangat umum,
dengan demikian, peningkatan sumber daya dari pemerintah dapat terisi melalui
sebagai tujuan untuk memuaskan publik dari nilai suatu usaha maupun
Dari keempat teori yang telah disajikan sebelumnya yaitu teori yang
dikembangkan oleh Anshel dan Gash (2007), Emerson, Nabtchi dan Balogh (2011),
Seigler (2011) dan Donahue dan Zeckhauser (2011), maka penelitian ini memilih
menggunakan teori yang dikembang oleh Donahue dan Zeckhauser (2011). Teori
63
sedikit mengenai definisi dari kebijakan publik, dimana terdapat banyak literatur
definisi yang sangat luas, dimana kebijakan adalah "apa pun yang dipilih
pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan" Dye (1987), "Hubungan unit
mereka berikan untuk apa yang terjadi (atau tidak terjadi)" Wilson (2006).
Definisi tersebut akurat dalam artian mencakup hampir semua hal yang
dapat dianggap sebagai kebijakan publik, tetapi masih begitu umum sehingga tidak
banyak menyampaikan gagasan tentang apa yang membuat studi kebijakan berbeda
dari ilmu politik, ekonomi kesejahteraan, atau administrasi publik. Definisi yang
tindakan yang disengaja atau tidak disengaja yang dilakukan oleh aktor atau
serangkaian aktor dalam menangani masalah atau masalah yang menjadi perhatian.
kebijakan publik. Kebijakan tidak acak tetapi bertujuan dan berorientasi pada tujuan
yang dibuat oleh otoritas publik dan kebijakan publik terdiri dari pola tindakan yang
diambil dari waktu ke waktu, sehingga kebijakan publik adalah produk dari
64
tentang beberapa masalah yang dirasakan, kebijakan publik bisa positif (tindakan
lebih buruk menurut Bovens dan Hart (1996). Khususnya dalam penilaian yang
diungkapkan dalam perbedaan analitis antara hasil dan output, antara konten dan
proses yang tidak selalu dibuat. Reaksi standar terhadap hasil kebijakan yang dirasa
seperti yang telah ada, adalah tahap pembuatan kebijakan antara penetapan
65
demikian proses implementasi kebijakan memiliki berbagai aspek dan faktor yang
mempengaruhinya.
Menurut Van Meter dan Van Horn (1975), implementasi kebijakan publik
adalah sebuah tindakan dari organisasi publik dalam mencapai tujuan sesuai yang
telah ditetapkan sebelumnya. Kemudian Van Meter dan Van Horn (1975)
yang berbeda dari literatur kebijakan publik yang memperumit tugas untuk
yaitu:
3. Conversions process
66
publik;
4. Policy
pemerintah;
5. Performance
6. Feed back
kembali ke proses konversi sebagai tuntutan dan sumber daya dari titik
waktu selanjutnya.
Dalam banyak hal kerangka kerja tersebut sedikit berbeda dari adaptasi lain
dari model sistem politik yang pertama kali diperkenalkan oleh Easton (1965) Fitur
Model yang diperkenalkan Van Metter dan Van Horn (1975) adalah
kinerja. Model ini tidak hanya menentukan hubungan antara aspek independen dan
aspek dependen utama, tetapi juga membuat eksplisit hubungan antara aspek
diuji secara empiris, dengan asumsi bahwa indikator yang memuaskan dapat
dibangun dan data yang sesuai dikumpulkan. Dengan mendekati masalah dengan
67
cara ini, ada janji yang lebih besar untuk menjelaskan proses di mana keputusan
dan dependen dalam cara yang relatif tidak terpikirkan Van Meter dan Asher
(1973). Menurut Van Meter dan Van Horn ada enam aspek yang mempengaruhi
kinerja kebijakan publik tersebut seperti yang dapat dilihat pada Error! Reference
Gambar II.3
Sebuah Model Proses Implementasi Kebijakan
Sember: Van Metter dan Van Horn (1975)
keberhasilannya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan
sosiokultur yang ada pada level pelaksana kebijakan dan ketika ukuran
68
berhasil.
2. Resources
Kemampuan yang besar dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia dapat
salah satu contoh sumber daya yang penting sebagai penentu keberhasilahan
Semakin baik dan lancarnya tingkat koordinasi dan komunikasi diantara semua
agen pelaksana yang terlibat, agen pelaksana ini meliputi organisasi formal dan
informal.
69
proses implementasi. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang
Lingkungan sosial ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi
biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakaan. Karena itu upaya
permainan yang mungkin dimainkan. Karenanya disarankan kepada top terdiri dari
yang benar untuk mencapai hasil yang diinginkan. Resep lain dari Bardach adalah
bahwa “implementasi”' yang sukses dari perspektif top down harus melibatkan
“tindak lanjut” yang sangat lengkap. Dalam pengertian ini dia kritis terhadap
rasionalisme “yang terluka” yang disuarakan oleh Pressman dan Wildavsky yang
70
lengkapnya gambar dari proses implementasi dapat dilihat dibawah ini sebagai
berikut:
Gambar II.4
Proses Implementasi Menurut Edward III Tahun 1980
Kempat aspek tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain dalam mencapai
tujuan dan sasaran pada suatu kebijakan. Antar aspek saling bersinergi dan saling
71
berikut:
a. Komunikasi (communication)
c. Disposisi (disposition)
72
& Anto (2018) dengan judul penelitian A Study Policy Implementation Of Waste
penelitian kualitatif, seperti yang telah diuraikan sebelumnya pada anak sub bab
penelitian terdahulu. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan empat aspek
penting yang dikemukakan oleh Edward (1980) sebagai pisau analisanya dengan
metode kualitatif. Selain itu, teori tersebut merupakan teori implementasi yang
terdapat keterlibatan masyarakat dan swasta, begitupun juga pada tiga aspek
tahun 2008 telah dijelaskan mengenai definisi sampah yaitu semua sisa atau hasil
dari kegiatan manusia sehai-hari dan atau yang diakibatkan dari proses alam dalam
bentuk padat, sedangkan menurut Kumar (2016) sampah adalah bahan apa pun
yang tidak dapat digunakan setelah dimanfaatkan oleh individu. Sampah dihasilkan
oleh manusia, hewan, atau tanaman, atau dari proses alami maupun buatan. Sabata
et al. (2005) berpendapat bahwa Sampah adalah segala sesuatu yang dihasilkan
73
sebagai konsekuensi yang tidak diinginkan dari aktivitas manusia, secara umum,
Setiap sampah yang dalam keadaan fisik padat atau setengah padat disebut
limbah padat. Sumber limbah padat termasuk rumah tangga, tempat umum,
lembaga komersial, rumah sakit, industri, limbah setengah padat dari pabrik air
limbah, industri elektronik, dan sebagainya. Komposisi sampah yang terdiri dari
barang-barang sehari-hari yang berguna untuk keperluan umum yang telah dibuang
menurut Kumar (2016) adalah seperti sampah organik, plastik, kertas, kain, limbah
menurut data dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sampang Tahun 2019
terdiri dari sampah makanan, daun/ranting, plastik/botol plastik, kain dan lain-lain,
yang sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang harus diahadapi di
Kabupaten Sampang.
bidang tata kelola lingkungan, karena masalah lingkungan sangat kompleks dan
multiaspek, yang dampaknya meluas diberbagai tingkatan, mulai dari wilayah lokal
sampai ke global, dan mempengaruhi berbagai bidang sistem masyarakat serta fisik
dan lingkungan alam. Untuk alasan ini, solusi atas masalah-masalah seperti polusi
74
udara, tanah, dan air, perubahan iklim, bencana alam, pembuangan limbah, dan
sebagainya tidak dapat secara efektif ditangani oleh satu tingkat dan jenis otoritas.
pengetahuan dan keterampilan para ahli, pengalaman profesional dan hidup, dan
wawasan dari aktor yang luas, termasuk pembuat kebijakan diberbagai tingkat
solusi bersama. Dalam hal ini, pentingnya partisipasi para aktor yang diberkahi dari
pengetahuan yang memadai untuk lebih mendekati masalah ini telah digarisbawahi
Sampah adalah segala material padat dalam pola aliran material yang ditolak
sarana yang bijaksana untuk mencapai tujuan. Menurut Pfeffer (1992) pengelolaan
sampah adalah penghapusan material yang ditolak dari pola aliran material, karena
tidak lagi berguna bagi populasi dan tidak memiliki nilai intrinsik bagi masyarakat,
oleh karena itu harus dibuang, dan jika tidak dibuang dengan benar, akan menjadi
75
yang nomaden, mereka pindah dari sampah mereka. Sekarang tidak mungkin lagi
hal tersebut dilakukan, jadi sampah tersebut harus dihilangkan dari kontak dengan
populasi.
menghilangkan sampah pada sumbernya. Ketika kita melihat langkah strategi yang
tersedia, hirarki umum berdasarkan kewajiban jangka panjang atau risiko yang
terkait dengan pengelolaan sampah dan biaya yang terkait dengan masing-masing
sebagai berikut:
76
1. Pencegahan, strategi ini mencegah limbah agar tidak terbentuk sejak awal.
2. Daur ulang, yang terdiri dari pemulihan sumber daya dan konversi limbah
daya), dan konversi jenis sampah tertentu menjadi energi yang bermanfaat
seperti panas, listrik, dan air panas adalah strategi yang memulihkan dan
penggunaan kembali atau daur ulang, maka kita perlu mengejar strategi
tertinggi.
terpadu.
77
jumlah sampah dengan sistem 3R yaitu Reduce, Reuse dan Recycle, sistem
3R ini merupakan tahapan atau proses utama yang yang harus dilaksanakan
agar tercapai target yang telah ditentukan dalam sistem zero waste.
sistem zero waste, dimana sampah / residu yang masuk kedalam TPA harus
Istilah "zero waste" sendiri pertama kali digunakan oleh Dr. Paul Palmer pada
tahun 1973 untuk memulihkan sumber daya dari bahan kimia Palmer (2004). Dalam
sistem zero waste, aliran material melingkar, yang berarti bahan yang sama
digunakan berulang kali hingga tingkat konsumsi optimal. Tidak ada bahan yang
terbuang atau kurang digunakan dalam sistem sirkuler (Murphy dan Pincetl, 2013;
Mason et al., 2003; Colona dan Fawcett, 2006). Oleh karena itu, pada akhir masa
kembali dalam sistem. Jika penggunaan ulang atau perbaikan tidak memungkinkan,
mereka dapat didaur ulang atau dipulihkan dari aliran limbah dan digunakan
sebagai input, menggantikan permintaan untuk ekstraksi sumber daya alam (Curran
dan Williams, 2012; Matete dan Trois, 2008). Zero waste merupakan pergeseran
78
Konsep zero waste adalah cara yang efektif untuk menyelesaikan masalah
limbah padat. Zero waste adalah usaha untuk mendorong desain ulang siklus hidup
sumber daya sehingga semua produk digunakan kembali. Saat ini, banyak upaya
memberikan banyak saran bagus bagi kita untuk mewujudkan zero waste di masa
depan.
dalam penelitian ini adalah kegiatan pengurangan dan penanganan sampah yang
Selanjutnya, dari pengertian pengelolaan sampah dengan sistem zero waste akan
dilihat bagaimana implementasi kebijakan tersebut, yang akan dihabas dalam sub
bab selanjutnya.
masalah secara bersama-sama, berangkat dari uraian yang ada, maka terdapat
79
dalam melihat keterkaitan tersebut peneliti membuat sebuah tabel yang dapat dilihat
sebagai berikut.
80
Tabel II.2
Collaborative governance dalam Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah dengan Sistem Zero Waste di Kabupaten
Sampang
81
- Collaboration for Legitimacy, pada tahap ini, sumber daya kewenangan dibutuhkan untuk
melegalkan suatu program.
3 - Collaboration for Productivity, peningkatan produktivitas dapat ditempuh dengan jalan collaborative Aspek Disposisi
antara pemerintah, masyarakat dan swasta, sesuai dengan target yang telah ditentukan. Dalam hal ini
pemerintah mendisposisikannya dengan memanfaatkan keuntungan sektor swasta melalui kontrak
sederhana.
- Collaboration for Information, informasi sangat dibutuhkan sebelum dikeluarkannya disposisi,
seperti informasi mengenai teknologi pengolahan sampah yang cocok untuk diterapkan dan lain
sebagainya.
- Collaboration for Resources, pendisposisian digunakan untuk menetukan pelaksana program, baik
pada tataran pemerintah, masyarakat dan swasta.
- Collaboration for Legitimacy, pada tingkat ini, disposisi sangat diperlukan guna melegitimasi sebuah
program, dengan jalan menjadikan program prioritas, menempatkan pelaksana yang sesuai, hingga
disposisi penyedian dana insentif bagi pelaksana program.
4 - Collaboration for Productivity, kesesuaian struktur birokrasi yang memiliki karakteristik, norma- Aspek Struktur
norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dapat meningkatkan produktifitas dalam Birokasi
pelaksanaan program.
- Collaboration for Information, informasi dibutuhkan berkenaan dengan struktur organisasi yang akan
dipilih untuk digunakan dalam melembagakan suatu program.
- Collaboration for Resources, sumber daya dibutuhkan guna menempatkan pelaksana program yang
sesuai dalam suatu struktur badan pelaksana program dan proses hirarki arus informasi diantara
pelaksana program
- Collaboration for Legitimacy, dalam proses collaborative yang terstruktur tentunya memiliki
standard operation procedure (SOP) dalam kesepakatan bersama yang telah melembaga, sehingga
menghasilkan nilai publik yang dapat menumbuhkan legitimasi.
Sumber: diolah oleh peneliti, 2020
82
suatu kerangka teori tertentu yang dapat diterapkan, sehingga konsep membawa
suatu arti yang mewakili dari sejumlah teori yang mempunyai ciri yang sama dan
membentuk suatu kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang
1. Collaborative governance
pemerintah dan non pemerintah dalam mengatur sumber daya yang ada.
pemerintah, masyarakat dan swasta bekerja bersama – sama, sesuai tanggung jawab
yang telah ditetapkan sebelumnya oleh lembaga pemerintah, yang diarahkan untuk
mencapai tujuan
tidak bermanfaat dan tidak berguna bagi manusia. Sehingga harus dihapus dari pola
83
aliran material dengan jalan dibuang. Karena hal tersebut dapat menimbulkan
masalah bagi lingkungan dan masyarakat jika tidak dibuang dengan benar.
mempermudah pembaca dalam melihat skema kerangka konseptual yang ada pada
penelitian ini, maka akan ditampilkan gambar dari kerangka konseptual tersebut
dibawah ini:
84
Pengelolaan sampah dengan sistem zero waste adalah kegiatan pengurangan dan penanganan sampah yang dilaksanakan dengan tahap
pemilahan, pengumpulan, pengolahan dan pemrosesan akhir secara kemprehensif dan berkelanjutan, dengan tujuan meniadakan atau
memperkecil sampah/residu yang masuk ke tahap pemrosesan akhir.
Collaborative Governance
Collaboration for Productivity
Collaboration for Information
Collaboration for Resources
Collaboration for Legitimacy
Gambar II.5
Kerangka Konseptual
Sumber: diolah oleh peneliti, 2020
85