Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MOBILITAS SOSIAL

Disusun Oleh :
Willy Andrian

Kelas 8

SMP PGRI 2 Toboali


2021
Makalah Mobilitas Sosial

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Objek Ilmu sosial adalah masyarakat. Fenomena sosial yang disebut dengan istilah
mobilitas kini telah menjadi sasaran penelitian sosial yang semakin menarik.
            Keinginan untuk mencapai status dan penghasilan yang lebih tinggi dari apa yang pernah
dicapai oleh orang tua seseorang, merupakan impian setiap orang. Keinginan-keinginan itu
adalah normal, karena pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas.
Pada masyarakat modern sering kita jumpai fenomena-fenomena keinginan untuk
pencapaian status sosial  maupun penghasilan yang lebih tinggi. Hal tersebut merupakan
pendorong masyarakat untuk melakukan mobilitas sosial demi tercapainya kesejahterahan hidup.
Namun pada kenyataannya mobilitas sosial yang terjadi pada masyarakat tidak hanya bersifat
naik ke tingkat yang lebih tinggi, akan tetapi banyak mobilitas sosial turun tanpa direncanakan.
Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas dan menjabarkan tentang Mobilitas Sosial.

B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah mobilitas sosial dalam makalah ini sebagai berikut:
1.      Apakah pengertian mobilitas sosial?
2.      Apa sifat dasar mobilitas sosial?
3.      Apa saja bentuk-bentuk dari mobilitas sosial?
4.      Apa konsekuensi mobilitas sosial?
5.      Apa  faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas sosial?
6.      Apa saluran mobilitas sosial?
7.      Bagaimana dampak dari adanya mobilitas sosial?

C.     Batasan Masalah
Adapun batasan masalah mobilitas sosial dalam makalah ini meliputi:
1.      Pengertian mobilitas sosial
2.      Sifat dasar mobilitas sosial
3.      Bentuk-bentuk mobilitas sosial
4.      Konsekuensi mobillitas sosial
5.      Faktor -faktor yang mempengaruhi mobilitas sosial
6.      Saluran mobilitas sosial
7.      Dampak  mobilitas sosial

D.    Tujuan
Pemaparan makalah ini bertujuan:
1.      Mengetahui pengertian mobilitas sosial
2.      Mengetahui sifat dasar mobilitas sosial
3.      Mengetahui bentuk-bentuk dari mobilitas sosial
4.      Mengetahui konsekuensi mobilitas sosial
5.      Mengetahui faktor -faktor yang mempengaruhi mobilitas sosial
6.      Mengetahui saluran mobilitas sosial
7.       Mengetahui dampak dari adanya mobilitas sosial

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Mobilitas Sosial


. Mobilitas berasal dari bahasa latin mobilis yang berarti mudah dipindahkan atau banyak
bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Kata sosial yang ada pada istilah tersebut
mengandung makna gerak yang melibatkan seseorang atau sekelompok warga dalam kelompok
sosial. Mobilitas Sosial (Gerakan sosial) adalah perubahan, pergeseran, peningkatan, ataupun
penurunan status dan peran anggotanya
Ada beberapa pendapat para ahli tentang pengertian Mobilitas Sosial, di antaranya:
1.      Menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack, mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam
struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur
sosial mencakup sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan antara individu
dengan kelompoknya[1].
2.      William Kornblum (1918: 172), Mobilitas sosial adalah perpindahan individu-individu,
keluarga-keluarga, dan kelompok sosialnya dari satu lapisan ke lapisan sosial lainnya.
3.      Michael S. Bassis (1988: 276), Mobilitas sosial adalah perpindahan ke atas atau ke bawah
lingkungan sosial ekonomi yang mengubah status sosial seseorang dalam masyarakat.
4.      H. Edward Ransfrod (Sunarto, 2001: 108), Mobilitas sosial adalah perpindahan ke atas atau ke
bawah dalam lingkungan sosial secara hirarki.
5.      Paul B. Horton, mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas
sosial lainnya atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata yang lainnya.
Jadi, mobilitas sosial adalah perpindahan posisi seseorang atau sekelompok orang dari
lapisan yang satu ke lapisan yang lain. Misalnya, seorang gur yang tidak puas dengan
pendapatannya  beralih pekerjaan menjadi seorang pengusaha properti dan berhasil dengan
gemilang. 

B.     Sifat Dasar Mobilitas Sosial


Masyarakat yang berkelas sosial terbuka adalah masyarakat yang memiliki tingkat
mobilitas yang tinggi sedangkan masyarakat yang berkelas sosial tertutup adalah masyarakat
yang memiliki tingkat mobilitas yang rendah.
Pada masyarakat berkasta yang sifatnya tertutup, hampir tak ada gerak sosial karena
kedudukan seseorang telah ditentukan sejak dilahirkan. Pekerjaan, pendidikan dan seluruh pola
hidupnya. Karena struktur sosial masyarakatnya tidak memberikan peluang untuk mengadakan
perubahan.
Dalam sistem lapisan terbuka, kedudukan yang hendak dicapai tergantung pada usaha
dan kemampuan individu. Memang benar bahwa anak seorang camat mempunyai peluang yang
lebih baik dan lebih besar daripada anak seorang penjual tomat. Akan tetapi, kebudayaan dalam
masyarakat tidak menutup kemungkinan bagi anak penjual tomat untuk memperoleh kedudukan
yang lebih tinggi dari kedudukan yang semula dipunyainya.Seperti Chairul Tanjung, Dahlan
Iskan, dll. Namun kenyataan tidaklah seideal itu. Dalam masyarakat selalu ada hambatan dan
kesulitan-kesulitan, misalnya birokrasi (dalam arti yang kurang baik), biaya, kepentingan-
kepentingan yang tertanam dengan kuat, dan lain sebagainya[2]
Bila tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar belakang sosial para individu berbeda,
maka mereka tetap dapat merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial
yang lebih tinggi. Bila tingkat mobilitas sosial rendah, maka tentu saja kebanyakan orang akan
terkungkung dalam status para nenek moyang mereka.

C.     Bentuk-bentuk Mobilitas Sosial


Dilihat dari arah pergerakannya terdapat dua bentuk mobilitas sosial , yaitu mobilitas
sosial vertikal  dan mobilitas sosial horizontal.
Mobilitas sosial vertikal dapat dibedakan lagi menjadi social sinking dan social climbing.
Sedangkan mobilitas horizontal dibedakan menjadi mobilitas sosial antar wilayah (geografis)
dan mobilitas antar generasi.
1.      Mobilitas vertikal
 Mobilitas Vertikal : adalah perpindahan status sosial yang dialami seseorang atau sekelompok
orang pada lapisan sosial yang tidak sederajat (berbeda). Mobilitas vertikal mempunyai dua
bentuk yang utama :
a.        Mobilitas vertikal keatas (Social Climbing)
Sosial climbing adalah mobilitas yang terjadi karena adanya peningkatan status atau kedudukan
seseorang
Sosial climbing memiliki dua bentuk, yaitu :
  Naiknya orang-orang berstatus sosial rendah ke status sosial yang lebih tinggi, dimana status itu
telah tersedia. Contoh: A adalah dosen biasa di salah satu Perguruan Tinggi, karena memenuhi
persyaratan, ia diangkat menjadi dekan fakultas
  Terbentuknya suatu kelompok baru yang lebih tinggi dari pada lapisan sosial yang sudah ada.
Contoh: Pembentukan organisasi baru memungkinkan seseorang untuk menjadi ketua dari
organisasi baru tersebut, sehingga status sosialnya naik. Seperti seorang anggota partai yang
mendirikan partai baru dan dia menjadi ketua.
Adapun penyebab sosial climbing adalah sebagai berikut :
  Melakukan peningkatan prestasi kerja 
  Menggantikan kedudukan yang kosong akibat adanya proses peralihan generasi
b.       Mobilitas vertikal ke bawah (Social sinking)
 Sosial sinking merupakan proses penurunan status atau kedudukan seseorang. Proses
sosial sinking sering kali menimbulkan gejolak psikis bagi seseorang karena ada perubahan pada
hak dan kewajibannya.
Social sinking dibedakan menjadi dua bentuk :
  Turunnya kedudukan seseorang ke kedudukan lebih rendah. Contoh: seorang prajurit dipecat
karena melakukan tidakan pelanggaran berat ketika melaksanakan tugasnya. 
  Tidak dihargainya lagi suatu kedudukan sebagai lapisan sosial. Contoh Kepala daerah yang
disenangi masyarakat karena kedermawanannya akhirnya dipecat karena  terbukti melakukan
korupsi. 
Penyebab sosial sinking adalah sebagai berikut.:
  Berhalangan tetap atau sementara.
  Memasuki masa pensiun. 
  Berbuat kesalahan fatal yang menyebabkan diturunkan atau di pecat dari jabatannya. 
2. Mobilitas horizontal
               Mobilitas Horizontal adalah perpindahan status sosial seseorang atau sekelompok orang
dalam lapisan sosial yang sama. Dengan kata lain mobilitas horisontal merupakan peralihan
individu atau obyek-obyek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya
yang sederajat.
               Ciri utama mobilitas horizontal adalah tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan
seseorang dalam mobilitas sosialnya. Contoh: Seorang warga negara Amerika Serikat, mengganti
kewarganegaraannya dengan kewarganegaraan Indonesia, dalam hal ini mobilitas sosialnya
disebut dengan mobilitas sosial horizontal karena gerak sosial yang dilakukannya  tidak merubah
status sosialnya. 
Mobilitas sosial horizontal dibedakan dua bentuk :
a.       Mobilitas sosial antar wilayah/ geografis. Gerak sosial ini adalah perpindahan individu atau
kelompok dari satu daerah ke daerah lain seperti transmigrasi, urbanisasi, dan migrasi. 
b.      Mobilitas antargenerasi. Mobilitas antargenerasi secara umum berarti mobilitas dua generasi
atau lebih, misalnya generasi ayah-ibu, generasi anak, generasi cucu, dan seterusnya. Mobilitas
ini ditandai dengan perkembangan taraf hidup, baik naik atau turun dalam suatu generasi.
Penekanannya bukan pada perkembangan keturunan itu sendiri, melainkan pada perpindahan
status sosial suatu generasi ke generasi lainnya. Contoh:  Seorang petani yang hanya
menamatkan pendidikannya hingga sekolah dasar, tetapi ia berhasil mendidik anaknya menjadi
seorang direktur. Contoh ini menunjukkan telah terjadi mobilitas vertikal antargenerasi. 
             Mobilitas antargenerasi dibedakan menjadi dua, yaitu mobilitas intragenerasi dan
mobilitas intergenerasi.
a.       Mobilitas intragenerasi adalah  mobilitas yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang
dalam satu generasi yang sama. Contoh: Seseorang yang awalnya hanya sebagai tukang ojek
dengan motor sewaan,  namun, karena ketekunannya dalam bekerja dan mungkin juga
keberuntungan, ia kemudian memiliki motor sendiri bahkan sampai beberapa motor yang bisa
disewakan kepada orang lain akhirnya menjadi tukang ojek yang sukses. Contoh lain, Seorang
bapak yang memiliki dua orang anak, yang  pertama bekerja sebagai nelayan dan anak
kedua  awalnya juga sebagai nelayan. Namun anak kedua lebih beruntung daripada kakaknya,
karena ia dapat mengubah statusnya dari nelayan menjadi seorang pengusaha pengekspor ikan.
Sementara sang kakak tetap menjadi nelayan. Perbedaan status sosial juga dapat disebut sebagai
mobilitas intragenerasi. 
b.      Mobilitas Intergenerasi adalah perpindahan status atau kedudukan yang terjadi diantara beberapa
generasi. 
            Mobilitas intergenerasi dibedakan menjadi dua yaitu:
a.       Mobilitas intergenerasi naik. Contoh: Bapaknya seorang kepala sekolah, anaknya seorang
direktur  
b.      Mobilitas intergenerasi turun. Contoh : Kakeknya seorang bupati, bapaknya seorang camat dan
anaknya sebagai kepala desa.
D.    Konsekuensi Mobilitas Sosial
Terjadinya mobilitas sosial di dalam masyarakat menimbulkan berbagai konsekuensi,
baik positif maupun negatif.
Beberapa studi  mengemukakan bahwa mobilitas-menurun berkaitan dengan banyak hal
yang mencemaskan, seperti misalnya gangguan kesehatan, keretakan keluarga, perasaan terasing
(alienasi) dan keterpencilan sosial (social distance). Namun demikian, penyebab dan akibatnya
tidak dapat diidentifikasi. Hal-hal yang mencemaskan seperti itu dapat saja merupakan penyebab
ataupun akibat dari mobilitas menurun. Baik bagi individu maupun masyarakat, manfaat dan
kerugian mobilitas sosial, serta masyarakat bersistem terbuka, masih dapat diperdebatkan[3]
             Apabila individu atau kelompok individu yang mengalami mobilitas sosial mampu
menyesuaikan dirinya dengan situasi yang baru maka akan memperoleh hal-hal posiitif sebagai
konsekuensi mobilitas sosial, antara lain:
a.       mengalami kepuasan, kebahagiaan dan kebanggaan.
b.      Peluang mobilitas sosial juga berarti kesempatan bagi individu atau kelompok individu untuk
lebih maju.
c.       Kesempatan mobilitas sosial yang luas akan mendorong orang-orang untuk mau bekerja keras,
mengejar prestasi dan kemajuan sehingga dapat meraih kedudukan yang dicita-citakan.
           Apabila individu atau kelompok individu tidak mampu menyesuaikan dirinya dengan
situasi baru, maka akan terjadi konsekuensi-konsekuensi sebagai berikut:
1.      Konflik antar-kelas
            Konflik ini terjadi karena benturan kepentingan antar-kelas sosial. Misalnya konflik antara
majikan dengan buruh yang menghendaki kenaikan upah.
2.      Konflik antar-kelompok
            Konflik antar-kelompok (konflik horizontal) bisa melibatkan ras, etnisitas, agama atau
aliran/golongan. Konflik jenis ini dapat terjadi karena perebutan peluang mobilitas sosial,
misalnya kesempatan memperoleh sumber-sumber ekonomi, rekrutmen anggota, peluang
memperoleh kekuasasan politik atau pengakuan masyarakat.
3.      Konflik antar-individu
          Konflik antar-individu dapat terjadi misalnya karena masuknya individu ke dalam kelompok
tidak diterima oleh anggota kelompok yang lain. Misalnya lingkungan organisasi atau seseorang
tidak dapat menerima kehadiran seseorang yang dipromosikan menduduki suatu jabatan tertentu.
4.      Konflik antar-generasi
            Konflik ini terjadi dalam hubungannya mobilitas antar-generasi. Fenomena yang sering terjadi 
adalah ketika anak-anak berhasil meraih posisi yang tinggi, jauh lebih tinggi dari posisi sosial
orang tuanya, timbul ethnosentrisme generasi. Masing-masing generasi –orang tua maupun anak
— saling menilai berdasarkan ukuran-ukuran yang berkembang dalam generasinya sendiri.
Generasi anak memandang orang tuanya sebagai generasi yang tertinggal, kolot, kuno, lambat
mengikuti perubahan, dan sebagainya. Sementara itu generasi tua mengganggap bahwa cara
berfikir, berperasaan dan bertindak generasinya lebih baik dan lebih mulia dari pada yang
tumbuh dan berkembang pada generasi anak-anaknya.
5.      Konflik status dan konflik peran
            Seseorang yang mengalami mobilitas sosial, naik ke kedudukan yang lebih tinggi, atau turun ke
kedudukan yang lebih rendah, dituntut untuk mampu menyesuaikan dirinya dengan
kedudukannya yang baru.
            Kesulitan menyesuaikan diri dengan statusnya yang baru akan menimbulkan konflik status dan
konflik peran.
            Konflik status adalah pertentangan antar-status yang disandang oleh seseorang karena
kepentingan-kepentingan yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan banyaknya status yang
disandang oleh seseorang.
             Konflik peran merupakan keadaan ketika seseorang tidak dapat melaksanakan peran sesuai
dengan tuntutan status yang disandangnya. Hal ini dapat terjadi karena statusnya yang baru tidak
disukai atau tidak sesuai dengan kehendak hatinya. Post Power Syndrome merupakan bentuk
konflik peran yang dialami oleh orang-orang yang harus turun dari kedudukannya yang tinggi.
E.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Sosial
1.      Faktor Struktural
            Faktor struktural adalah jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang bisa dan harus diisi
serta kemudahan untuk memperolehnya. Contohnya ketidakseimbangan jumlah lapangan kerja
yang tersedia dibandingkan dengan jumlah pelamar kerja.
            Faktor struktural meliputi:
a.       Struktur Pekerjaan
            Sebuah masyarakat yang kegiatan ekonominya berbasis industri dengan teknologi canggih,
tentunya yang berstatus tinggi akan lebih banyak dibandingkan dengan yang berkedudukan
rendah. Sehingga untuk itu yang berkedudukan rendah akan terpacu untuk menaikkan kedudukan
sosial ekonominya.
b.      Perbedaan Fertilitas
            Setiap masyarakat memiliki tingkat fertilitas (kelahiran) yang berbeda-beda. Tingkat fertilitas
akan berhubungan erat dengan jumlah jenis pekerjaan yang mempunyai kedudukan tinggi  atau
rendah. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap proses mobilitas sosial yang akan berlangsung.
c.        Ekonomi Ganda
             Setiap negara yang menerapkan sistem ekonomi ganda (tradisional dan modern) sebagaimana
terjadi di negara-negara Eropa dan Amerika, tentunya akan berdampak pada jumlah pekerjaan,
baik yang berstatus tinggi maupun yang rendah. Bagi masyarakat yang berada dalam tekanan
sistem ekonomi ganda seperti ini, mobilitasnya terrgantung pada keberhasilan dalam melakukan
pekerjaan di bidang yang diminatinya karena dalam masyarakat seperti ini (modern) kenaikan
status sosial sangat dipengaruhi oleh faktor prestasi.
           2.      Faktor Individu
Faktor individu ini lebih menekankan pada kualitas dari orang perorang, baik dilihat dari tingkat
pendidikan, penampilan maupun keterampilan pribadinya.
                    a.       Perbedaan Kemampuan
                        Setiap inidvidu memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
                    b.      Orientasi Sikap Terhadap Mobilitas
                        Setiap individu memiliki cara yang beragam dalam mengupayakan   meningkatkan prospek
mobilias sosialnya.
                    c.       Faktor Kemujuran
                        Usaha adalah sebagai proses untuk meraih kesuksesan. Tetapi kemujuran tetap
berada pada posisi yang tidak bisa kita anggap sepele.
              3.      Faktor Status Sosial
                 Status sosial orang tua akan terwarisi kepada anak-anaknya.
             4.      Faktor Keadaan Ekonomi
                Masyarakat desa yang melakukan urbanisasi karena akibat himpitan ekonomi di desa.
Masyarakat ini kemudian bisa dikatakan sebagai masyarakat yang mengalami mobilitas.
             5.      Faktor Situasi Politik
                Kondisi politik suatu negara dapat menjadi penyebab terjadinya mobilitas sosial. Karena dengan
kondisi politik yang tidak menentu akan sangat berpengaruh terhadap struktur keamanan.
Sehingga, memunculkan sebuah keinginan masyarakat untuk pindah ke daerah yang lebih aman.
             6.      Faktor Kependudukan (demografi)
                Dengan pertambahan jumlah penduduk yang pesat dapat mengakibatkan sempitnya lahan
pemukiman dan mewabahnya kemiskinan, sehingga menuntut masyarakat untuk melakukan
transmigrasi[4]
              7.      Keinginan melihat daerah lain
                 Apabila keinginan melihat daerah lain itu dikuasai oleh jiwa (mentalitas) mengembara, biasanya
kuantitas mobilitas agak terbatas pada orang-orang atau suku bangsa tertentu. Suku
Minangkabau dan suku Batak misalnya, sering dikatakan memiliki jiwa petualang. Ada semacam
naluri yang hidup di dalam jiwa pemuda Minang dan Batak untuk merantau ke daerah lain, atau
melihat kehidupan di kota lain, sebelum mereka menjalankan pekerjaannya ditempat yang
tetap[5]
8.      Faktor Agama
Agama juga menurut penulis memegang peranan penting dalam mobilitas sosial khususnya
agama Islam. Dalam Surat Ar Ra’du:11 Allah SWT berfirman:
١١ :‫ الرعد‬-        ‫بأنفسهم‬ ‫إن هللا ال يغير ما بقوم حتى يغير ما‬-
Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu berusaha merubah
nasib mereka”.  QS. Ar Ra’du:11
Islam selalu mendorong ummatnya untuk melakukan gerakan perubahan sosial ke arah mobilitas
sosial vertikal ke atas (climmbing).
Dalam sebauah Hadits Rasulullah SAW memotivasi untuk terus bekerja menjadi yang terbaik:
‫ ومن كان يومه مثل أمسه فهو مغبون ومن كان يومه‬،‫من كان يومه خيرا من أمسه فهو رابح‬
‫شرا من أمسه فهو ملعون‬
Artinya:
“Barangsiapa yang harinya (hari ini) lebih baik dari sebelumnya, maka ia telah
beruntung, barangsiapa harinya seperti sebelumnya, maka ia telah merugi, dan barangsiapa
yang harinya lebih jelek dari sebelumnya, maka ia tergolong orang-orang yang terlaknat” (HR.
Al Baihaqi)
F.      Saluran Mobilitas Sosial
            Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa mobilitas sosial  mempunyai saluran-saluran yang
disebut social circulation sebagai berikut:
1.      Angkatan bersenjata (tentara); terutama dalam masyarakat yang dikuasai oleh sebuah rezim
militer atau dalam keadaan perang. Seseorang yang tergabung dalam angkatan bersenjata
biasanya ikut berjasa dalam membela nusa dan bangsa sehingga dengan jasa tersebut ia
mendapat sejumlah penghargaan dan naik pangkat.
2.      Lembaga keagamaan. Contohnya tokoh organisasi massa keagamaan yang karena reputasinya
kemudian menjadi tokoh atau pemimpin di tingkat nasional
3.      Lembaga pendidikan. Pendidikan  baik formal maupun nonformal merupakan saluran untuk
mobilitas vertikal yang sering digunakan, karena melalui pendidikan orang dapat mengubah
statusnya. Lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya merupakan saluran yang konkret dari
mobilitas vertikal ke atas, bahkan dianggap sebagai social elevator (perangkat) yang bergerak
dari kedudukan yang rendah ke kedudukan yang lebih tinggi. Pendidikan memberikan
kesempatan pada setiap orang untuk mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi. Contoh: Seorang
anak dari keluarga miskin mengenyam sekolah sampai jenjang yang tinggi. Setelah lulus ia
memiliki pengetahuan dagang dan menggunakan pengetahuannya itu untuk berusaha, sehingga
ia berhasil menjadi pedagang yang kaya, yang secara otomatis telah meningkatkan status
sosialnya 
4.      Organisasi Politik. Seorang anggota parpol yang profesional dan punya dedikasi yang tinggi
kemungkinan besar akan cepat mendapatkan status dalam partainya. Dan mungkin bisa menjadi
anggota dewan legislatif atau eksekutif 
5.      Perkawinan; melalui perkawinan seorang rakyat jelata dapat masuk menjadi anggota kelas
bangsawan. Status sosial seseorang yang bersuami/beristerikan orang ternama atau menempati
posisi tinggi dalam struktur sosial ikut pula memperoleh penghargaan-penghargaan yang tinggi
dari masyarakat.
6.      Lembaga Keagamaan. Lembaga ini merupakan salah satu saluran mobilitas vertikal, meskipun
setiap agama menganggap bahwa setiap orang mempunyai kedudukan yang sederajat 
7.      Organisasi Ekonomi. Organisasi ini, baik yang bergerak dalam bidang perusahan maupun jasa
umumnya memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi seseorang untuk mencapai mobilitas
vertikal. 
8.      Organisasi keolahragaan. Melalui organisasi keolahragaan, seseorang dapat meningkatkan status
nya ke strata yang lebih tinggi
G.    Dampak mobilitas sosial
1.      Dampak Positif
            Bisa memberikan motivasi bagi masyarakat untuk maju dan berprestasi  agar dapat memperoleh
status yang lebih tinggi.
      2.    Dampak Negatif
Setiap perubahan (mobilitas) pasti akan memiliki dampak negatif, dan hal itu bisa berupa
konflik. Dalam masyarakat banyak ragam konflik yang mungkin terjadi akibat dari terjadinya
mobilitas ini, seperti terjadinya konflik antar kelas, antar generasi, antar kelompok dan lain
sebagainya. Sehingga akan berakibat pada menurunnya solidaritas baik kelompok atau antar
kelompok[6]
BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
             Mobilitas sosial adalah perpindahan posisi seseorang atau kelompok orang dari strata
sosial  yang satu ke strata sosial  yang lain.
             Tipe-tipe mobilitas sosial yang prinsipil ada dua, yaitu:
1.      Horizontal, yaitu apa bila individu atau objek sosial lainnya berpindah dari satu kelompok sosial
ke kelompok sosial lainnya yang sederajat.
2.      Vertikal, yaitu apabila individu atau objek sosial lainnya berpindah dari suatu kedudukan sosial
ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya maka terdapat dua jenis
gerak vertikal, yaitu yang naik (social climbing) dan yang turun (social sinking)
 Masyarakat yang berkelas sosial terbuka adalah masyarakat yang memiliki tingkat
mobilitas yang tinggi sedangkan masyarakat yang berkelas sosial tertutup adalah masyarakat
yang memiliki tingkat mobilitas yang rendah.
             Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Sosial Faktor Struktural, Faktor individu,
faktor status sosial, faktor keadaan ekonomi, faktor situasi politik, faktor kependudukan, dan
faktor keinginan melihat daerah lain.
Dampak positif dapat memberikan motivasi, dampak positif berupa konflik.
             Faktor-faktor yang mendorong seseorang melakukan mobilitas sosial. Menurut berbagai
pengamatan antara lain: Status sosial, Ketidakpuasan seseorang atas status yang diwariskan oleh
orangtuanya, karena orang pada dasarnya tidak dapat memilih oleh siapa ia dilahirkan, dapat
menjadi dorongan untuk berupaya keras memperoleh status atau kedudukan yang lebih baik dari
status atau kedudukan orangtuanya.
              Keadaan ekonomi yang tidak menguntungkan, misalnya yang dialami oleh masyarakat
di daerah minus, mendorong mereka untuk berurbanisasi ke kota-kota besar dengan harapan
memperoleh kehidupan ekonomi yang lebih baik.                           Situasi politik yang tidak
menentu, biasanya juga berakibat pada jaminan keamanan yang juga tidak menentu, dapat
mendorong orang untuk meninggalkan tempat itu menuju ke tempat lain. Mobilitas sosial yang
didorong oleh motif keagamaan tampak pada peristiwa orang berhaji, dan lain sebagainya.
Dengan demikian mobilitas sosialm pasti akan terjadi pada seluruh masyarakat, namun seberapa
cepat perubahan tersebut itulah yang membedakan antara satu tempat dengan tempat yang
lainnya tergantung dari seberapa kuat faktor pendorong dan penghambatnya.
B.     SARAN
Sebagai manusia kita pasti akan menuntut untuk status dan peran sosial,  namun sebagai
manusia sosial seharusnya kita dapat mengerti dan menyadari mobilitas sosial atau gerakan
sosial ini tidak terjadi begitu saja dengan sendirinya. Karena mobilitas sosial terjadi tergantung
bagaimana diri kita sendiri menyingkapi status serta peran sosial diri dan menurut prestasi kita
masing-masing sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu sebaiknya jika memang
menginginkan mobilitas naik kita juga tidak boleh duduk diam dalam struktur sosial tetapi kita
harus terbuka dan positif terhadap perubahan  positif yang ada di masyarakat.
              Penulis sadar bahwa makalah kami ini jauh dari kesempurnaan sehingga kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan makalah ini
DAFTAR PUSTAKA
1.      Horton Paul dkk, Sosiologi, Jakarta:PT Erlangga, 1999
2.      http://sosialsosiologi.blogspot.com/2013/01/mobilitassosial.html#sthash.o8ZIHOXV.dpuf
3.      Khafi Syatra Abdul, Buku Pintar Sosiologi, Yogyakarta: PT. Garailmu, 2010
4.      Muin, Udianto. 2006. Sosiologi SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Erlangga.
5.      OC Hendropuspito, Sosiologi Sistematik, Yogyakarta: PT KANISIUS , 1989
6.      Saptono, Bambang. 2006. Sosiologi. Jakarta: Phibeta
7.      Soekanto soerjono, sosiologi suatu Pengantar , Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2006
8.      Subakti, A. Ramlan dkk. 2011. Sosiologin Teks Pengantar dan Terapan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
9.      Sutomo dkk. 2009. Sosiologi. Malang: Graha Indotama
10.  www.Wikipedia.com/mobilitas sosial mayarakat pedesaan dan perkotaan  
11.  Young, Kimball dan Raymond. W. Mack. Sociology and Social Life, New York: American
Company, 1959

[1] Kimball Young dan Raymond W. Mack: Sosiology and sosial Life. (New York: American
Book Company, 1959, hlm. 214. Littlefield, Adam & Co, Ames Iowa 1959), hlm. 293
[2] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta:2006)
hlm, 221
[3] Paul B. Horton dkk, Sosiologi (PT Erlangga, Jakarta:1999) hlm. 39-41

[4] Abdul Khafi Syatra, Buku Pintar Sosiologi, (PT. Garailmu, Yogyakarta: 2010) hlm, 183-187
[5] Drs. D. Hendropuspito OC, Sosiologi Sistematik (PT KANISIUS, Yogyakarta: 1989) hlm, 336
[6] Ibid, Abdul Khafi Syatra, Buku Pintar Sosiologi, hlm: 190

Anda mungkin juga menyukai