Anda di halaman 1dari 23

PENGAUDITAN INTERNAL

“ Perencanaan, Pengorganisasian,

Pengontrolan Persepektif Auditor Internal”

Oleh Kelompok 10 Akuntansi A Gianyar :

I Wayan Riandana 17026220105523 (10)


Ida Ayu Made Widyantari 1702622010524 (11)
Komang Hrisikesa 1702622010526 (13)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PROGRAM STUDI


AKUNTANSI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
TAHUN AJARAN
2019/2020
1.1. Prinsip-prinsip Manajemen dan Sifat Dasar Manajemen
Prinsip dapat didefinisikan sebagai sebuah pernyataan fundamental atau kebenaran
yang menjadi pedoman kea rah pemikiran atau tindakan. Prinsip-prinsip muncul dari
pengalaman dan hasil-hasil pelaksanaan pekerjaan.
Dalam maanajemen, prinsip-prinsip ada sebagai penjaga dalam bertindak dan
mengambil keputusan penting yang berdasarkan pertimbangan untuk keberlangsungan
hidup suatu perusahaan atau organisasi. Melalui prinsip-prinsip manajemen, seorang
manajer dapat menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan fundamental dalam tindakan-
tindakannya. Apalagi yang mengancam fondasi perusahaan.
Prinsip-prinsip memang bersifat dasar, tetapi sekalipun seperti itu adanya bukan
bersifat mutlak namun prinsip ada dan bertahan lama. Penggunaan prinsip-prinsip
manajemen ditujukan untuk menyederhanakan pekerjaan manajemen. Dalam membangun,
membentuk prinsip dalam sebuah manajemen untuk organisasi George Terry dalam
terjemahan Winardi (2012) mengungkapkan harus memperhatikan sifat-sifat dari prinsip
itu sendiri, di antaranya :
➢ Praktis
Dalam arti harus selalu dapat digunakan terlepas daripada waktu atau saat
diterapkan
➢ Relevan
Harus selaras dengan ketentuan yang bersifat dasar dan luas dengan demikian
menciptakan persepektif yang mencakup banyak hal.
➢ Konsisten
Dalam arti bahwa dalam situasi yang serupa akan timbul hasil-hasil yang serupa
pula.

Masih dari terjemahan Winardi (2012), George R, Terry, mengemukakan tentang


sifat-sifat yang akan membantu untuk mengerti ilmu manajemen, yang nantinya bisa
digunakan dalam menyusun dan membentuk prinsip-prinsip manajemen yang tepat dan
sesuai dengan sasaran.

2
1) Manajemen mempunyai tujuan
2) Manajemen menyebabkan terjadinya hal-hal tertentu
3) Manajemen merupakan sebuah aktivitas, jadi bukanlah berarti berupa orang
atau kelompok orang-orang
4) Manajemen dilaksanakan melalui dan dengan usaha-usaha dari pihak lain
5) Manajemen biasanya berkaitan dengan usaha-usaha suatu kelompok
6) Manajemen bersifat abstrak
7) Manajemen dibantu oleh teknologi, bukanlah diganti oleh
8) Manajemen merupakan alat yang luar biasa untuk memengaruhi kehidupan
manusia.

1.2. Perencanaan Perspektif Auditor Internal

Standar pelaksanaan pekerjaan lapangan mengharuskan perencanaan yang sebaik-


baiknya dalam setiap penugasan audit dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan
semestinya. Oleh sebab itu tahap perencanaan audit merupakan tahap yang harus mendapat
perhatian yang serius dari auditor. Kesuksesan audit sangat ditentukan oleh perencanaan
audit secara matang. Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh untuk
merencanakan pelaksanaan audit. Perencanaan audit sangat dipengaruhi informasi yang
diperoleh dalam tahap pertimbangan penerimaan penugasan audit.

Auditor perlu mempertimbangkan informasi mengenai integritas manajemen,


kekeliruan dan ketidakberesan, dan pelanggaran hukum klien dalam merencanakan audit.
Luas dan kelengkapan perencanaan sangat bergantung pada:

1. Ukuran dan kompleksitas permasalahan disuatu entitas


2. Pengalaman auditor dengan entitas yang akan diaudit
3. Pengetahuan dan kemampuan auditor beserta seluruh staffnya

Langkah-langkah dalam melakukan perencanaan audit berdasarkan standar audit


seksi 311 (SA Seksi 311):
1. Masalah yang berkaitan dengan bisnis entitas dan industri yang menjadi tempat
usaha entitas tersebut .
2. Kebijakan dan prosedur akuntansi entitas tersebut.
3. Metode yang digunakan oleh entitas tersebut dalam mengolah informasi akuntansi
yang signifikan , termasuk penggunaan organisasi jasa dari luar untuk mengolah
informasi akuntansi pokok perusahaan.
4. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan.
5. Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit.
6. Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian (adjustment).
7. Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit,
seperti risiko kekeliruan atau kecurangan yang material atau adanya transaksi
antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
8. Sifat laporan auditor yang diharapkan akan diserahkan (sebagai contoh, laporan
auditor tentang laporan keuangan konsolidasian, laporan keuangan yang
diserahkan ke Bapepam, laporan khusus untuk menggambarkan kepatuhan klien
terhadap kontrak perjanjian).

Selain langkah-langkah perencanaan tersebut, ada beberapa hal yang dapat


dilakukan auditor pada tahap perencanaan yaitu:

1. Menyusun Program Audit

Program audit merupakan daftar prosedur audit yang akan dilaksanakan oleh
pekerja lapangan atau penghimpung bukti. Program audit meliputi sifat, luas dan
saat pekerjaan yang harus dilaksanakan. Program audit membantu auditor dalam
memberikan perintah kepada asisten mengenai pekerjaan yang harus
dilaksanakan. Program audit harus menggariskan secara rinci prosedur audit yang
diperlukan untuk mencapai tujuan audit. Dengan demikian audit berfungsi sebgai:

1. Petunjuk mengenai apa yang harus dilaksanakan dan instruksi bagaimana


harus diselesaikan
2. Alat untuk melakukan koordinasi, pengawasan, dan pengendalian audi.
3. Alat menilai kualitas yang dilaksanakan

2. Menyusun Jadwal Kerja

Jadwal kerja merupakan perencanaan mengenai kapan program audit


dilaksanakan pada entitas yang bersangkutan. Waktu pelaksanaan pekerjaan
lapangan biasanya diklarifikasikan dalam dua kategori, yaitu:

A. Kerja interim. Pada umumnya dillaksanakan antara 6 bulan sebelum


tanggal neraca sampai dengan tanggal neraca. Kerja interim berkaitan erat
dengan penilaian auditor terhadap struktur pengendalian intern klien atau
pengujian pengendalian
B. Kerja akhir tahun, yaitu pekerjaan audit yang dilaksanakan sejak tanggal
neraca sampai dengan dua atau tiga bulan sesudahnya. Kerja ini berkaitan
dengan verifikasi akun neraca atau pengujian substansif.

3. Menentukan Staf Untuk Melaksanakan Pemeriksaan

Penentuan staf ini merupakan akhir perencanaan audit. Dalam menentukan


personal pemeriksa, auditor harus menetapkan komposisi, misalnya sebagai
berikut:

1. Seorang partner yang bertanggung jawab secara keseluruhan atas


pemeriksaan
2. Satu atau lebih manajer yang bertanggung jawab pada koordinasi dan
supervise pelaksanaan program audit
3. Satu atau lebih auditor senior bertanggung jawab pada bagian program
audit, dan pengawasan kerja asisten
4. Akuntan yunior atau asisten yang bertanggung jawab untuk melaksanakan
prosedur audit.
1.3. Pengorganisasian Perspektif Auditor Internal
Peran auditor internal dalam organisasi sangat dibutuhkan dan penting, auditor
internal merupakan elemen monitoring dari struktur pengendalian intern dalam suatu
organisasi, yang dibuat untuk memantau efektivitas dari elemen-elemen struktur
pengendalian intern lainnya. Menurut Sawyer (2008) auditor internal memberikan
informasi yang diperlukan manajer dalam menjalankan tanggung jawab secara efektif.
Auditor internal bertindak sebagai penilai independen untuk menelaah operasional
organisasi dengan mengukur dan mengevaluasi kecukupan kontrol serta efisiensi dan
efektivitas kinerja organisasi. Auditor internal adalah yang bekerja dalam perusahaan yang
tugas pokoknya untuk menentukan kebijakan dan prosedur yang ditetapkannya, oleh
manajemen puncak telah dipenuhi, menemukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap
kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektifitas prosedur kegiatan organisasi
serta menentukan keandalan informasi, Mulyadi (2002). Dalam lingkup
Kementerian/Lembaga auditor internal bertugas memastikan bahwa rencana kerja jangka
panjang, menengah maupun tahunan yang telah disahkan oleh DPR telah berjalan di setiap
unit organisasi di dalamnya.
Pada dasarnya dari pengertian di atas, hasil pekerjaan auditor internal digunakan
sebagai tolak ukur pencapaian dari organisasi terhadap arah kebijakan yang telah
ditetapkan. Awalnya auditor internal lebih berperan sebagai pengawas atau mata dan
telinga manajemen karena manajemen membutuhkan kepastian terkait dengan pelaksanaan
kebijakan yang telah ditetapkan untuk menghindari tindakan yang menyimpang. Di sini
audit internal lebih berorientasi pada pelaksanaan tindakan pemeriksaan terhadap tingkat
kepatuhan para pihak pelaksana dengan ketentuan-ketentuan yang ada dan ini sering
dianggap sebagai tindakan yang konfrontatif. (Tampubolon, 2005: 1). Seiring dengan
berjalannya waktu, fokus utama audit internal mengalami pergeseran menjadi konsultan
untuk perusahaan atau kliennya, yaitu membantu satuan kerja operasional mengelola risiko
dengan mengidentifikasi masalah-masalah dan memberikan saran untuk tindakan
perbaikan yang dapat memberikan tambahan nilai sebagai amunisi memperkuat organisasi.
Bahkan untuk masa yang akan datang diprediksikan peran auditor internal akan menjadi
katalisator yang di mana akan ikut serta dalam penentuan tujuan dari suatu perusahaan atau
organisasi. Saat ini auditor sedang didorong menjadi katalisator, katalisator menurut kamus
besar bahasa indonesia yaitu seseorang atau sesuatu yang menyebabkan terjadinya
perubahan dan menimbulkan kejadian baru atau mempercepat suatu peristiwa. Katalisator
dalam internal auditing merupakan suatu fungsi auditor internal untuk membantu anggota
organisasi secara langsung dalam mempercepat suatu penyelesaian masalah dan
pencapaian tujuan sesuai dengan ruang lingkup kewenangannya.
Perubahan auditor internal dari pola watch dog menjadi katalisator bukan hal
sederhana, auditor sebagai orang yang ikut dalam proses pengambilan kebijakan, auditor
mampu menjadi solusi dari resiko-resiko yang terjadi dalam organisasi sehingga kebijakan
dapat dipastikan sesuai dengan arah yang telah ditentukan. Peran Auditor Internal menurut
Tampubolon (2005: 1-2) sebagai berikut:

Peran Auditor Internal


Uraian Paradigma Lama Paradigma Baru
Peran Pengawas Konsultan dan Katalisator
Detektif (mendeteksi Prefentif (mencegah
Pendekatan terjadinya suatu masalah) masalah)
Seperti layaknya seorang Sebagai mitra bagi
Sikap polisi perusahaan
Hanya policy yang
Ketaatan/ kepatuhan Semua policy/kebijakan relevan
Kelemahan/ Penyelesaian yang
Fokus penyimpangan konstruktif
Financial, compliance,
Financial/compliance operational audit, quality
Audit audit assurance
Jangka menengah dan
Dampak yang diberikan Jangka pendek jangka panjang
Sumber: Tampubolon (2005:1-3)

Dahulu auditor internal lebih banyak berperan sebagai mata dan telinga
manajemen, karena manajemen butuh kepastian bahwa semua kebijakan yang ditetapkan
akan dilaksanakan oleh pegawai. Orientasi auditor internal banyak dilakukan
pemeriksaan pada tingkat kepatuhan para pelaksana terhadap ketentuan– ketentuan yang
ada (compliance). (Tampubolon, 2005: 1-2). Sesuai dengan definisi baru, kegiatan audit
internal bertujuan untuk memberikan layanan pada organisasi. Karena kegiatan tersebut,
maka auditor internal memiliki fungsi sebagai pemeriksa sekaligus berfungsi sebagai
mitra manajemen.

Auditor Inspektorat Jenderal harus mendapatkan pemahaman yang menyeluruh


dalam memahami renstra 2015-2020 Kementerian Agama dengan baik. Auditor diberikan
pemahaman yang mendalam dari masing-masing Direktorat jenderal tentang target-target
pencapaian yang akan mereka raih. Dari target-target yang telah dijabarkan oleh mereka
auditor harus mampu memetakan tentang kendala yang akan terjadi di lapangan dan
penerapannya. Auditor sebagai orang yang dianggap mampu mengelola resiko-resiko
yang akan terjadi sehingga menjadi penting wawasan dan teori-teori tentang organisasi
dan aturan-aturan yang menjadi rujukan dalam menjalankan kegiatan-kegiatan oleh
masing-masing satker.

Auditor internal sebagai katalisator terlibat aktif dalam melakukan penilaian


risiko yang terdapat dalam proses bisnis organisasi. Oleh karena itu diperlukan sikap
proaktif dari pihak auditor internal dalam mengenali risiko-risiko yang dihadapi atau
mungkin dihadapi manajemen dalam pencapaian tujuan organisasi. Peran katalisator yang
dijalankan auditor internal tidak saja terbatas pada tindakan perbaikan dan memberikan
nasihat tetapi juga mencakup dalam system design and development, review terhadap
kompetensi sumberdaya manusia dalam suatu fungsi organisasi, keterlibatan dalam
penyusunan corporate planning, evaluasi kinerja, budgeting, strategy formulation dan
usulan perubahan strategi (Harry Andrian Simbolon, 2010: 1). Dengan berubahnya
paradigma auditor sebagai katalisator auditor mempunyai andil dalam perumusan
kebijakan manajemen. Auditor mampu berkerjasama dengan baik dengan auditi, sehingga
auditi dapat mengutarakan dengan baik keinginan keinginannya terhadap organisasi yang
sedang dijalankannya. Auditor harus mempu memberikan “pelayanan yang baik”
terhadap auditi. Yang dimaksud pelayanan yang baik adalah auditor mampu memberikan
solusi terhadap permasalahan yang ada.

Institut Of Internal Auditors (IIA) telah menetapkan standar praktik audit yang
mengikat para anggotanya. Ada lima standar umum yang berkaitan dengan masalah-
masalah berikut ini : (Boynton,2008):

1. Auditor internal harus independen dari aktivitas yang mereka audit.


2. Keahlian Profesional. Audit internal harus dilakukan dengan keahlian dan
kemahiran profesional.
3. Ruang Lingkup Pekerjaan. Ruang lingkup auditing internal harus mencakup
pemeriksaan dan evaluasi atas kecukupan serta efektivitas sistem pengendalian
internal organisasi dan kualitas kinerja dalam melaksanakan tanggung jawab yang
diberikan.
4. Pelaksanaan pekerjaan audit. Pekerjaan audit harus meliputi perencanaan audit,
pemeriksaan dan evaluasi informasi, pengkomunikasian hasil-hasil dan tindak
lanjut.
5. Pengelolaan pemeriksaan pemeriksaan intern. Direktur auditing internal harus
mengelola pemeriksaan pemeriksaan internal dengan baik.

Auditor internal adalah sebuah profesi yang dinamis yang mengantisipasi


perubahan dalam lingkungan organisasinya, sangat beradaptasi terhadap perubahan-
perubahan struktur, proses dan teknologi organisasinya. Aktivitas auditor internal
dilaukan dalam kondisi budaya yang beragam dalam organisasi yang bervariasi baik
dalam tujuan, ukuran, maupun struktur dan oleh orang di dalam atau luar organisasi.
Perbedaan ini bisa jadi mempengaruhi praktek auditor internal di setiap kondisi.
Keterlibatan auditor internal dalam setiap tahapan manajemen atau Keterlibatan auditor
internal dalam setiap tahapan manajemen atau system development life cycle sebagai
berikut:
1. Tahap perencanaan, menurut Hall (2007) dalam tahap ini akuntan ataupun auditor
internal sering diminta untuk memberikan keahlian mereka untuk mengevaluasi
kelayakan sebuah proyek, mereview masalah kelayakan ekonomi, kelayakan
perencanaan sistem pengendalian intern dan kelayakan operasi.
2. Tahap analisis sistem, auditor berperan dalam memberikan laporan audit pada
sistem yang akan diuji oleh tim studi. Akuntan dengan latar belakan pendidikan
formal dan informalnya menunjukan bahwa ia memiliki keahlian untuk melakukan
analisis sistem.

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi


Pemerintahan (SAP), yakni (1) Relevan, (2) Andal, (3) Dapat dibandingkan, dan (4)
Dapat dipahami. Auditor internal dapat bersinergi dengan auditor eksternal pemerintah
(BPK) dalam melihat tidak kewajaran laporan keuangan dan hasil capaian dari target
yang telah dicanangkan dengan perspektif yang berbeda. Auditor eksternal dapat
memanfaatkan informasi yang dihasilkan oleh auditor internal. Sinergi tersebut
diharapkan dapat tercipta dengan baik sehingga paradigma auditor sebagai katalisator
dapat dilaksanakan dengan baik. Sinergi antara auditor internal dan eksternal sangat baik
dilakukan auditor eksternal dapat memberikan informasi titik-titik resiko yang ada pada
organisasi dan auditor internal harus mampu memberikan solusi kepada organisasi
terhadap resiko-resiko yang ada. Sehingga BPK sebagai auditor eksternal negara yang
mempunyai tanggung jawab memberikan penilaian keuangan sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2004 dapat memberikan penilaian yang baik. Kerjasama antara
auditor internal dengan satker yang dilakukan penilaiannya harus dapat terjalin dengan
baik juga sehingga organisasi mampu mendapatkan penilaian opini yang yang baik dari
auditor eksternal (BPK) dan diharapkan penilaian yang baik itu dapat berbanding lurus
dengan capaian kinerja dari organisasi tersebut.

1.4. Proses Memimpin Perspektif Auditor Internal


Pimpinan audit internal harus mengelola bagian audit internal secara tepat
Pimpinan audit internal bertanggungjawab mengelola bagian audit internal secara
tepat, sehingga.
1. Pekerjaan pemeriksaan memenuhi tujuan umum dan tanggungjawab yang
disetujui oleh manajemen senior dan diterima oleh dewan.
2. Sumber daya bagian audit internal dipergunakan secara efisien dan efektif, dan
3. Pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan dilakukan sesuai dengan standar profesi.

Tujuan, Kewenangan, dan Tanggungjawab


a) Pimpinan audit internal harus memiliki pernyataan tentang tujuan, kewenangan,
dan tanggungjawab untuk bagian audit internal.

b) Pimpinan audit internal bertanggungjawab untuk memperoleh persetujuan dari


manajemen senior dan dewan terhadap dokumen tertulis yang formal untuk
bagian audit internal.

Perencanaan
Pimpinan audit internal harus menetapkan rencana bagi pelaksanaan
tanggungjawab bagian audit internal. Rencana ini harus sejalan dengan anggaran dasar
organisasi, bagian audit internal dan bagian dari berbagai sasaran organisasi.
1. Proses perencanaan ini meliputi penetapan:
• Sasaran,
• Jadwal pelaksanaan pemeriksaan,
• Rencana susunan kepegawaian dan anggaran keuangan, serta
• Laporan kegiatan.
2. Sasaran bagian audit internal harus memungkinkan untuk dicapai dan dalam
pelaksanannya harud dapat diukur. Sasaran tersebut harus disertai dengan
kriteria pengukuran hasil yang dicapai dan tanggal yang ditargetkan bagi
pencapaian sasaran.

3. Jadwal pekerjaan pemeriksaan harus mencantumkan tentang:


• Kegiatan apa yang akan diperiksa
• Kapan kegiatan tersebut akan diperiksa, dan
• Perkiraan tentang waktu yang diperlukan
Dengan mempertimbangkan lingkup pekerjaan pemeriksaan yang
direncanakan dan taraf atau tingkat pekerjaan pemeriksaan yang dilaksanakan
oleh pihak lain. Berbagai hal yang dipertimbangkan dalam menentukan prioritas
dari jadwal pekerjaan pemeriksaan harus mencakup.
• Tanggal dan hasil pemeriksaan terakhir atau sebelumnya
• Keadaan keuangan yang diketahui atau financial exposure
• Kerugian dan risiko yang potensial
• Permintaan manajemen
• Berbagai perubahan penting dalam operasi, program, sistem, dan
pengawasan.
• Kesempatan untuk mencapai berbagai keuntungan yang berhubungan
dengan pelaksanaan operasi.
• Perubahan dalam kapabilitas staf pemeriksa.
4. Jadwal pekerjaan haruslah cukup fleksibel agar kebutuhan bagian audit
internal yang tidak dapat diantisipasi dapat dikerjakan.
• Perkiraan risiko atau risk assessment adalah suatu proses sangat penting
untuk mengembangkan jadwal pekerjaan pemeriksaan yang penting.
Proses perkiraan risiko mencakup identifikasi kegiatan yang dapat
diperiksa, berbagai faktor risiko yang relevan, dan memperkirakan
berbagai hal yang sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor risiko
tersebut.
• Istilah “risiko” menunjukkan kemungkinan bahwa suatu kejadian atau
tindakan akan menimbulkan akibat merugikan bagi organisasi.
• Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh risiko antara lain adalah:
a) Kesalahan dalam pembuatan keputusan sebagai akibat penggunaan
informasi yang tidak benar, tidak sesuai berdasarkan pertimbangan
waktu, tidak lengkap, dan informasi lain yang tidak dapat
diandalkan;
b) Pembuatan catatan secara salah, perhitungan akuntansi yang tidak
tepat, kesalahan dalam pembuatan laporan keuangan, kerugian
finansial, dan kerugian lainnya.

c) Kegagalan dalam melindungi harta secara tepat;

d) Ketidakpuasaan pelanggan, publisitas negatif, dan menurunnya


reputasi organisasi;

e) Kegagalan dalam menjalankan berbagai kebijaksanaan, rencana dan


prosedur organisasi, atau ketidaksesuaian dengan berbagai hukum
dan peraturan yang relevan;

f) Mendapatkan berbagai sumber daya secara tidak ekonomis atau


penggunaannya secara tidak efisien atau tidak efektif.

g) Kegagalan dalam mencapai berbagai tujuan dan sasaran yang telah


ditetapkan bagi suatu operasi atau program.
• Tahap pertama dalam pelaksanaan proses perkiraan risiko (risk
assessment) adalah mengidentifikasi dan menyusun daftar kegiatan
yang dapat diperiksa (auditable activity)
• Kegiatan yang dapat diperiksa terdiri dari berbagai hal, unit, atau sistem
yang dapat didefinisikan dan dievaluasikan. Kegiatan yang dapat
diperiksa antara lain adalah:

a) Berbagai kebijaksanaan, prosedur, dan praktek;

b) Cost centers, profit centers dan investment centers;

c) Saldo akhir buku kas induk;

d) Sistem informasi baik manual maupun yang dikomputerisasi;


e) Berbagai kontrak dan program yang utama;

f) Berbagai unit organisasi seperti jaringan produksi atau jaringan


pelayanan;

g) Berbagai fungsi seperti pemrosesan data elektronik, pembelian,


pemasaran, produksi, keuangan, akuntansi, dan sumber daya
manusia.

h) Sistem transaksi bagi kegiatan seperti penjualan, penagihan,


pembelian, pembayaran, perhitungan biaya dan inventaris, produksi,
daftar gaji, dan aktiva modal (capital assets).

i) Pernyataan keuangan atau financial statements.

j) Berbagai hukum dan peraturan.

• Faktor-faktor risiko adalah kriteria yang dipergunakan untuk


mengidentifikasikan hal-hal yang erat kaitannya dengan kondisi dan
atau peristiwa yang mungkin terjadi dan menimbulkan akibat yang
merugikan organisasi, serta kemungkinan terjadinya kondisi atau
peristiwa tersebut.
• Jumlah dari faktor risiko yang dipergunakan dalam perkiraan risiko
atau risk assessment haruslah dibatasi, tetapi dapat meyakinkan
pimpinan audit internal bahwa perkiraan risiko tersebut telah dilakukan
secara menyeluruh.
• Faktor-faktor risiko yang dimaksud antara lain adalah:
a) Suasana yang berhubungan dengan etik dan tekanan yang dihadapi
manajemen dalam usaha mencapai tujuan-tujuan.

b) Kompetensi, kecukupan, dan integritas dari personil.


c) Ukuran aset, likuiditas atau volume transaksi.

d) Kondisi finansial dan ekonomi.

e) Kondisi yang kompetitif.

f) Kerumitan atau mudah berubah (volatility) kegiatan.

g) Dampak dari konsumen, rekanan, atau perubahan-perubahan


kebijaksanaan pemerintah.

h) Tingkat komputerisasi sistem informasi.

i) Penyebaran operasi secara geografis.

j) Kecukupan dan keefektivan sistem pengendalian internal.

k) Berbagai perubahan organisasi, operasi, teknologi atau ekonomi.

l) Management judgements dan accounting estimates.

m) Dukungan terhadap temuan pemeriksaan dan tindakan korektif yang


dilaksanakan, dan

n) Tanggal dan hasil pemeriksaan terdahulu.

• Pimpinan audit internal dapat memutuskan untuk menimbang berbagai


faktor risiko, untuk menentukan tingkat keterkaitan faktor-faktor risiko
tersebut dengan suatu risiko. Hasil pertimbangan terhadap faktor risiko
tersebut merupakan penilaian pimpinan terhadap dampak yang
mungkin ditimbulkan. Penilaian ini digunakan untuk menyeleksi
kegiatan yang akan diperiksa.
• Perkiraan risiko atau risk assessment merupakan proses sistematis
untuk memperkirakan dan menerapkan penilaian yang potensial
terhadap berbagai kondisi dan atau kejadian, yang dapat menimbulkan
akibat yang merugikan. Proses perkiraan risiko akan menghasilkan
suatu cara bagi pengaturan dan penerapan penilaian yang potensial
dalam penyusunan jadwal pekerjaan pemeriksaan. Pimpinan audit
internal pada umumnya harus memberi prioritas pemeriksaan lebih
tinggi terhadap kegiatan yang memiliki risiko tinggi.
• Pada proses perkiraan risiko, pimpinan audit internal harus
menggabungkan informasi dari berbagai sumber. Sumber-sumber
tersebut mencakup, namun tidak terbatas, pada diskusi dengan dewan
dan berbagai anggota manajemen, diskusi antara manajemen dan staf
bagian audit internal, diskusi dengan para auditor, pengaturan oleh
hukum dan berbagai peraturan yang dapat diterapkan, analisa terhadap
data finansial dan pelaksanaan operasi, review terhadap pemeriksaan
terdahulu, serta kecenderungan (trend) industri atau ekonomi.
• Berdasarkan hasil proses perkiraan risiko, pimpinan audit internal harus
menetapkan prioritas jadwal pekerjaan pemeriksaan. Pimpinan dapat
mengubah jadwal pekerjaan pemeriksaan yang telah direncanakan,
setelah mempertimbangkan hal-hal seperti koordinasi dengan pihak
eksternal auditor serta permintaan manajemen dan dewan.
• Harus pula dilakukan perkiraan secara periodik terhadap akibat
berbagai perubahan yang pokok dalam daftar kegiatan yang dapat
diperiksa (auditable activity) atau berbagai faktor risiko berkaitan yang
telah terjadi setelah jadwal pekerjaan pemeriksaan disusun. Perkiraan
tersebut akan membantu pimpinan audit internal dalam membuat
perubahan yang diperlukan terhadap prioritas pemeriksaan dan jadwal
pekerjaan pemeriksaan.
• Proses perkiraan risiko (risk assessment) harus dilakukan setiap
periode, misalnya setengah tahun. Walau demikian, karena perubahan
berbagai kondisi, prioritas pemeriksaan yang ditetapkan berdasarkan
proses perkiraan risiko perlu di review dan diperbaharui sepanjang
tahun.
5. Rencana susunan kepegawaian dan anggaran keuangan, termasuk jumlah
pemeriksa dan pengetahuan, kecakapan dan disiplin ilmu yang diperlukan
bagi pelaksanaan pemeriksaan, harus ditentukan berdasarkan jadwal
pekerjaan pemeriksaan, kegiatan administratif, persyaratan pendidikan dan
pelatihan, riset pemeriksaan, dan usaha-usaha pengembangan para
pemeriksa.

6. Laporan kegiatan harus diserahkan secara periodik kepada manajemen senior


dan dewan. Laporan ini harus melakukan perbandingan antara:
• Pelaksanaan sasaran dari bagian audit internal dan jadwal pekerjaan
pemeriksaan, serta.
• Pengeluaran-pengeluaran dengan anggaran finansial.
Laporan tersebut harus menjelaskan sebab terjadinya perbedaan yang pokok
dan menyatakan berbagai tindakan yang telah dilakukan atau dibutuhkan.

1.5. Mampu Memahami Pengontrolan Perspektif Auditor


Auditor internal mungkin tidak bisa sepenuhnya memahami sistem operasi dan
kalaupun mereka memahami, mereka mungkin tidak bisa menilainya secara objektif.
Tetapi auditor internal dididik untuk bisa mengevaluasi sistem kontrol secara objektif.

Definisi Kontrol Audit


• Definisi awal
Pentingnya kontrol audit bagi auditor ( atau pengecekan internal seperti disebut
pertama kali) diakui oleh L.R. Dicksee pada awal tahun 1905. Ia mengatakan bahwa
sistem pengecekan internal yang layak bisa menghilangkan kebutuhan akan audit yang
terperinci. Menurutnya kontrol dapat dibagi menjadi 3 elemen yang terdiri atas :
pembagian kerja, penggunaan catatan akuntansi, dan rotasi pegawai. Menurut George E.
Bennett tahun 1930 pengecekan internal adalah koordinasi dari sistem akun-akun dan
prosedur perkantoran yang berkaitan sehingga seseorang karyawan selain mengerjakan
tugasnya sendiri juga secara berkelanjutan mengecek pekerjaan karyawan yang lain untuk
hal-hal tertentu yang rawan kecurangan.

Definisi Kontrol

Menurut AICPA (Committee On Auditing Procedure) kontrol internal adalah rencana


organisasi dan semua metode yang terkoordinasi dan pengukuran – pengukuran yang
diterapkan di perusahaan untuk mengamankan aktiva, memeriksa akurasi dan keandalan
data akuntansi, meningkatkan efisiensi operasional, dan mendorong ketaatan terhadap
kebijakan manajerial yang telah ditetapkan.

Model-Model Internal Controls


Pada awalnya manajemen menggunakan serangkaian fungsi pengujian
pengendalian untuk menentukan kecukupan fungsi Internal Controls organisasi.
Kemudian mulailah berkembang cara pandang baru terkait Internal Controls khususnya
di Amerika Serikat, Kanada dan Inggris. Pada ketiga negara tersebut itulah
dikembangkan model Internal Controls yang terintegrasi.
1. Model COSO
Model COSO yang dikembangkan pada awal tahun 1990an ini menghubungkan
pengendalian dengan lingkungan pengendalian diantaranya meliputi budaya
organisasi, sikap orang yang ada didalam organisasi, dan pendekatan organisasi
untuk menilai risiko. Model ini melakukan pengendalian dengan cara
menempatkan pengendalian pada didalam praktek/pelaksanaan kegiatan
organisasi. Model COSO mendefinisikan Internal Controls sebagai sistem yang
dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai terhadap pencapaian
tujuan (1) efektivitas dan efisiensioperasi, (2) keandalan informasi keuangan dan
(3) ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Model COSO terdiri
atas lima komponen pengendalian intern sebagai berikut:
a. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
b. Penentuan Risiko (Risk Assessment)
c. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
d. Informasi dan Komunikasi (Communication and Information)
e. Pengawasan (Monitoring)

Manfaat Kontrol

Kontrol menjadi sasaran yang postif untuk membantu manajer mencapai tujuan
dan sasarannya. Fiosofi manajemen modern modern control sebagai bantuan, bukan
penyempit ruang gerak. Filosofi tersebut memandang control sebagai sebuah sarana
mengintergrasi pribadi-pribadi dan tujuan perusahaan untuk membantu karyawan
mencapai sasarannya. Kontrol dapat dipandang sebagai alat ukur seseorang menentukan
apakah standar yang telah dicapainya dan apakah seseorang telah menyelesaikan
pekerjaannya dengan demikian kontrol menjadi sarana mengendalikan diri sendiri.
Sarana control tersebut digunakan untuk mengukur kemapuan diri dan juga dapat
digunakan oleh individu meningkatkan kinerja mereka dan tidak hanya puas dengan
pekerjaan yang telah dilakukan. Kontrol dapat memusnahkan godaan untuk melakukan
kecurangan. Contohnya, kita ketahui terdapat tiga kondisi yang menyebabkan karyawan
melakukan penyelewengan dana: kebutuhan yang berlebihan (dalam kenyataan atau
dalam keinginan), adanya kesempatan dan anggapan penyelewengan adalah hal yang
biasa. Manajemen tidak dapat berbuat banyak atas apa yang dianggap kebutuhan yang
memadai oleh karyawan. Tetapi dengan control yang memadai, kesempatan atau godaan
untuk melakukan penyelewengan bisa dikurangi atau dihilangkan. Hal ini merupakan
keniscayaan, sebelum karyawan berpikir untuk merusak sistem kontrol. Namun jika
aktiva dibiarkan tanpa pengawasan, karyawan dapat saja beralasan bahwa kondisi
memang memungkinkan untuk melakukan penyelewengan terhadap aktiva.

Kontrol yang baik tidak hanya melindungi organisasi, tetapi juga karyawan.
Manajemen bertanggung jawab secara moral bahwa tidak ada celah melakukan
kecurangan. Kebanyakan karyawan akan menghargai operasi yang dikendalikan dengan
baik. Manfaat kontrol lainnya muncul dari teori agensi untuk manajemen. Manajer,
sebagai agen dari pemilik, bertanggung jawab kepada pemilik. Mereka harus dapat
membuktikan bahwa mereka telah menggunakan sumber daya yang telah di percayakan
kepada mereka dengan sebaik-baiknya.

Dengan melaksanakan kontrol melalui laporan dan verifikasi yang objektif oleh
auditor pemilik bisa yakin bahwa tanggung jawab yang dibebankan kepada manajer telah
dilaksanakan dengan baik. Lebih lanjut, dengan menerapkan sistem control yan tepat,
manajer sebagai agen dapat memberikan keyakinan yang memadai kepada pemilik
mengenai pengelolaan perusahaan yang telah dijalankan.

Elemen – elemen Sistem Kontrol


Sarana kontrol meliputi orang, peraturan, anggaran, jadwal, dan analisis
komponen – komponen lainnya. Bila digabungkan elemen – elemen ini membentuk
sistem kontrol, bisa memiliki subsistem – subsistem dan bisa juga menjadi bagian dari
sistem yang lebih besar. Semua sistem berfungsi secara harmonis untuk memenuhi satu
atau lebih tujuan bersama. Sistem bisa berbentuk tertutup atau terbuka. Sistem tertutup
( closed system ) tidak berinteraksi dengan lingkungan, sedangkan sistem terbuka ( open
system ) memiliki interaksi. Contoh ilustrasi tentang sistem tertutup adalah sistem yang
digunakan untuk mengatur suhu di rumah, sebagai berikut :
Tujuan dari pemilik rumah adalah mengendalikan lingkungan di dalam rumah– interaksi
dengan lingkungan tersebut–dengan cara mengatur panas atau dingin yang dibutuhkan.
Jika lingkungan bercuaca sangat panas atau dingin, penyejuk udara dapat dinaikkan atau
diturunkan agar temperatur mencapai tingkat yang nyaman. Kontrol ini dapat dilakukan
secara manual atau melalui beberapa kontrol, misalnya menggunakan termostat.

Tujuan yang ingin dicapai pada kasus tersebut adalah kenyamanan. Menetapkan tujuan
merupakan langkah pertama dalam proses kontrol. Termostat dapat digunakan untuk
memenuhi tujuan tersebut. Pengaturan yang tepat merupakan standar – elemen kedua dari
kontrol.

Begitu alat termometer pada termostat naik di atas atau turun di bawah standar, alat
tersebut akan mengobservasi perbedaan antara temperatur sebenarnya dan temperatur
yang dapat memenuhi tujuan pemilik rumah. Dalam hal ini merupakan standar khusus.
Ini elemen ketiga dari kontrol. Membandingkan yang sebenarnya dengan yang terjadi.

Jika perbandingan menunjukkan kondisi yang tidak memuaskan, standar ( dan juga
tujuan ) tidak tercapai, elemen pemanas atau pendingin pada alat termostat akan
dinyalakan. Inilah elemen keempat dari kontrol yaitu tindakan korektif.

Sistem usaha, tentu saja biasanya lebih kompleks, tetapi cara kerjanya tetap sama.
Sistem lingkaran tertutup yang lebih umum, seperti sistem pemesanan ulang persediaan,
disebut sistem umpan balik ( feedback system ). Seperti halnya yang berlaku pada
termostat. Keluaran ( dalam hal ini lingkungan ) dibandingkan dengan suatu standar
sehingga diperoleh respons yang tepat. Semua sistem operasi memiliki bagian – bagian
dasar yang terdiri atas masukan ( input ), pemrosesan ( processing ), dan keluaran
( output ).

Masukan Pemrosesan Keluaran

Untuk mengendalikan proses sehingga keluaran tetap memenuhi standar yang diinginkan,
ada dua elemen yang harus ditambahkan. Kontrol dan umpan balik.
Jadi, dalam sistem produksi :

- Masukan terdiri atas karyawan, mesin, dan bahan mentah.


- Pemrosesan mengubah bahan mentah menjadi produk
- Keluaran adalah produk jadi
- Sistem kontrol mencakup kontrol produksi, yang mengatur arus bahan baku jasa,
serta inspeksi keluaran.
- Kontrol membandingkan keluaran dengan standar, melalui inspeksi atau
pengamatan terkomputerisasi.
- Umpan balik mengomunikasikan varians ( penyimpangan ) ke elemen pemrosesan.
- Tindakan korektif membuat pemrosesan menjadi lebih baik untuk mencapai
standar yang diinginkan.

Sistem lingkaran tertutup ( closed – loop system ) sesuai dengan pandangan


manajemen klasik tentang kontrol : untuk meyakinkan bahwa sistem telah tercapai. Oleh
karena itu, kontrol terdiri atas keseluruhan usaha untuk mencapai hasil yang sesuai
dengan rencana, untuk meyakinkan bahwa tujuan telah tercapai.

Pentingnya Kontrol

Kontrol menjadi lebih penting bagi organisasi – organisasi besar. Manajer tidak
dapat mengawasi secara pribadi segala sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya. Jadi
mreka harus mendelegasikan kewenangannya ke bawahan yang berfungsi sebagai
wakilnya. Bawahan tersebut akan diberi tanggungjawab untuk tugasnya. Merancang
sistem kontrol untuk memastikan bahwa tugas diselesaikan dan tujuan dicapai merupakan
tanggungjawab manajemen. Manajer bertanggungjawab untuk menetapkan kontrol,
mempertahankannya, memodifikasi apa yang harus diubah, dan memerhatikan informasi
yang diberikan oleh sistem kontrol.
DAFTAR PUSTAKA

➢ Haris Nurdiansyah & Robbi Saepul Rahman.2019. Pengantar


Manajemen Yogyakarta. Diandra Kreatif
➢ Auditing Edisi kelima Jiilid 1, Prof.Dr. Abdul Halim, M.B.A., Akt.
➢ Standar Profesional Audit Internal (Manajemen bagian Audit Internal), Penulis:
Hiro Tugiman, Hal: 79-85.
➢ Dikutip dari http://ismed.blog.binusian.org/2016/02/19/peran-auditor-internal-
dalam- organisasi/ pada tanggal 29 Januari 2020
➢ Dikutip dari http://keuanganlsm.com/manajemen-bagian-audit-internal/ pada tanggal
29 Januari 2020

Anda mungkin juga menyukai