Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

KIMIA BAHAN ALAM FARMASI

ISOLASI SENYAWA FENOLIK DARI KAYU ANGIN

(Usnea sp.)

OLEH :

NAMA : LAILA REZKI SEPTRIA NINGRUM

NO. BP : 1911012028

HARI/TANGGAL : RABU / 3 MARET 2021

SHIFT :3

LABORATORIUM KIMIA BAHAN ALAM FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2021
IV. Hasil dan Pembahasan
IV.1. Hasil
- Perhitungan Rf :
 Panjang lintasan sampel : 2,2 cm
 Panjang lintasan pembanding : 2,3 cm
 Panjang lintasan seluruhnya : 8 cm
panjang lintasan sampel
 Rf =
panjang lintasan seluruhnya
2,2 cm
 Rf Sampel = =0,275
8 cm
2,3 cm
 Rf pembanding = =0,2875
8 cm
Gambar Hasil

Gambar 1. Kristal Asam Usnat Gambar 2. Plat KLT di bawah sinar


UV

Gambar 3. Plat KLT + FeCl3 Gambar 4. Plat KLT + Ans


IV.2.Pembahasan
Pada praktikum kali ini membahas tentang isolasi asam usnat dari
kayu angin atau (Usnea sp.). Usnea merupakan salah satu genus terbesar dari
family parmeliaceae yang memiliki distribusi luas di dunia, dengn jumlah
spesies >600 spesies. Masyarakat Indonesia telah mengenal Usnea sebagai slah
satu bahan ramuan pengobatan tradisional sejak lama. (8)
Kayu angin termasuk ke dalam kelompok lichen. Lichen merupakan
tumbuhan yang bersimbiosis antara fungi dan alga. Lichen memili habitat
hidup di pepohonan, bebatuan, tanah, atau permukaan artifisial lainnya. Lichen
memiliki karakteristik morfologis yang unik yang berada diantara karakteristik
baik morfologis, anatomis dan reproduksi antara alga dan fungi. Lichen yang
umumnya ditemukan terbagi menjadi beberapa tipe yaitu berbentuk foliose,
fruticose dan crustose serta squamulose. (9)

Asam usnat merupakan metabolit sekunder yang didapat dari liken


terutama pada genus Cladonia, Usnea, Lecanora, Ramaliana, dan Evernia.
Asam usnat (2,6-diacetyl-7,9-dihydroxy-8,9b-dimethyl-1,3(2H9bH)-dibenzo
furandione) pertama kali diisolasi pada tahun 1844 dari genus Usnea dan
diketahui memiliki dua bentuk enansiomer (+) dan (-). (10)

Pada praktikum kali ini isolasi asam usnat dari kayu angin dilakukan
menggunakan metode soxhletasi. Pemilihan metode ini dikarenakan senyawa
asam usnat merupakan senyawa yang stabil terhadap pemanasan atau nama
lainnya termostabil. Prinsip Soxhletasi adalah penyaringan yang berulang-
ulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan relatif
sedikit. Pelarut organik dapat menarik senyawa organik dalam bahan alam
secara berulang-ulang. Ekstraksi cara Soxhlet menghasilkan rendemen yang
lebih besar jika dibandingkan dengan maserasi. Hal ini disebabkan karena
dengan adanya perlakuan panas yang dapat meningkatkan kemampuan pelarut
untuk mengekstraksi senyawa-senyawa yang tidak larut didalam kondisi suhu
kamar, serta terjadinya penarikan senyawa yang lebih maksimal oleh pelarut
yang selalu bersirkulasi dalam proses kontak dengan simplisia sehingga
memberikan peningkatan rendemen. (11)

Soxhlet merupakan metode penyarian yang menggunakan alat


Soxhlet. Pada proses ini, sampel yang akan diekstraksi dimasukkan dalam
sebuah kantung ekstraksi, lalu diletakkan di bagian alat Soxhlet dan digenangi
dengan pelarut yang cocok. Pemanasan yang dilakukan akan menyebabkan
pelarut menguap ke atas dan akan diembunkan oleh pendingin udara menjadi
tetesan yang akan terkumpul kembali, bila melewati batas lubang pipa samping
Soxhlet maka akan terjadi sirkulasi yang berulang-ulang dan menghasilkan
sirkulasi yang baik. (12)
Keuntungan Soxhletasi adalah membutuhkan pelarut yang sedikit,
karena penyarian terjadi berulang-ulang sehingga simplisia terus menerus
diperbaharui dan zat yang tersari didalam pelarut lebih banyak. Kerugian dari
prosedur Soxhletasi biasanya hanya dipergunakan untuk konstituenkonstituen
yang relatif aman terhadap pengaruh pemanasan dan hanya dipergunakan
untuk simplisia tumbuhan dan jumlah kecil oleh karena keterbatasan daya
tampung dari alat Soxhlet tersebut. (12)

Pada ekstraksi ini digunakna seperangkat alat soxhlet yang terdiri


dari beberapa alat gelas, antara lain : (12)

1. Labu alas bulat, berfungsi sebagai tempat pelarut dan tempat


penampung analit.
2. Labu soxhlet, berfungsi sebagai wadah klonsong/timbal yang
merupakan tempat bahan/simplisia yang diekstraksi. Bagian-
bagian dari labu soxhlet terdiri atas :
a. Sifon, berfungsi sebagai perhitungan siklus/sirkulasi
b. Vapor/pipa F, berfungsi sebagai jalannya senyawa aktif
yang terlarut oleh pelarut turun ke dalam labu alas bulat
3. Kondensor (pendingin balik), berfungsi sebagai pendingin dan
mempercepat proses kondensasi. Bagian-bagian dari kondensor
antara lain :
a. Water in, berfungsi sebagai tempat masuknya air ke
kondensor
b. Water out, berfungsi sebagai tempat keluarnya air dari
kondensor.
4. Heating mantle/hot plate, berfungsi sebagai pemanas pelarut
yang ada di dalam labu alas bulat.
5. Batu didih, berfungsi untuk meratakan panas pada
senyawa/sampel di dalam labu alas bulat dan menjaga supaya
tidak terjadi letupan pada sampel.
6. Statif dan klem, berfungsi untuk menjepit alat soxhlet.

Sampel simplisia kayu angin dihaluskan terlebih dahulu


menggunakan blender. Lalu, sampel dibungkus dengan menggunkan kertas
saring dan diikat menggunakan tali jagung atau yang disebut juga dengan
selonsong. Tujuan pembuatan selonsong adalah agar sampel tidak menyumbat
bagian sifon pada alat soxhlet.

Pasang alat soxhlet, isi pelarut pada labu alas minimal untuk 2,5 kali
siklus soxhlet agar pelarut dapat menghasilkan isolat yang maksimal.
Tambahkan batu didih ke dalam labu alas bulat untuk mratakan panas serta
mencgah terjadinya bumping. Lalu dilakukanlah proses ekstraksi.

Selama pengamatan perhatikan banyaknya siklus yang terjadi. Satu


siklus dihitung dimulai saat pelarut menguap menuju ke kondensor, lalu
mengalami kondensasi dan menjadi titik-titik embun yang membasahi sampel,
kemudian akan masuk ke dalam sifon, ketika sifon penuh akan turun ke labu
alas bulat. Jadi untuk mengamati 1 siklus sebenarnya hanya mengamati ifon
yang penuh dan isinya akan turun ke labu alas bulat.

Setelah didapatkan hasil dari soxhletasi, sampel dipekatkan


menggunakan rotary evaporator. Setelah proses pemekatan selelsai akan
ditandai dengan adanya endapan asam usnat. Lalu isolat akan dimasukkan ke
dalam vial dengan bantuan pelarut yang cocok. Setelah itu diuapkan
menggunakan waterbath.

Lanjut ke proses rekristalisasi atau pemurnian. Sampel di larutkan


dengan etil asetat terlebih dahulu lalu disonikasi untuk melarutkan kembali
sampel. Sonikasi dilakukan untuk memperkecil ukuran kristal dengan bantuan
gelombang ultrasonik.

Setelah sampel disonikasi, lalu dilakukan pemanasan dalam waterbath


untuk melarutkan kristal yang terbentuk tadi sampai bening. Tujuan pemanasan di
dalam waterbath adalah agar lebih mempercepat proses pelarutan. Lalu
ditambahkan n-heksan sedikit demi sedikit sampai terbentuk kabut. Jika sudah
berkabut tandanya larutan sudah jenuh. N-heksan akan mendesak pengkristalan
asam usnat. Lalu ditutup dengan menggunakan aluminium foil dan dilubangi
kecil-kecil. Ditutup menggunakan aluminium foil agar mendinginkan sistem untuk
menghasilkan kristal yang bagus. Jika menggunakan bahan lain seperti plastik
tidak bagus, karena etil asetat akan merusak plastik sehingga kemungkinan akan
terjadi masuknya zat-zat lain ke dalam sistem.

Setelah kristal didapatkan dilakukan identifikasi menggunakan


kromatografi lapis tipis (KLT). Pada proses ini menggunakan pembanding
senyawa asam usnat yang sudah pernah diisolasi lalu di rekristalisasi kembali
untuk pemurnian. Setelah dipancarkan dengan sinar UV 254 nm, didapatkan
kromatogram dimana lintasan sampel hampir sama dengan lintasan pembanding.
Namun, pada noda terdapat ekor atau yang biasa disebut dengan tailling. Salah
satu penyebab tailling adalah konsentrasi yang terlalu pekat. Cara untuk
memperbaikinya adalah menurunkan konsentrasi. Selain itu dapat ditambahkan
sedikit asam (jika senyawa bersifat asam) atau basa (jika senyawa bersifat basa)
yang bersifa organik. Hal tersebut bisa terjadi karena silika (adsorben) bersifat
polar, jika bertemu dengan zat polar maka akan ikut berikatan, jika diberikan asam
maka ikatan tersebut akan terlepas. Untuk pemastian dilakukan reaksi dengan
FeCl3. Plat dicelupkan ke dalam FeCl3 dan menghasilkan warna cokelat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Safitri N. Keanekaragaman Lichenes di Kebun Kopi Kebet Kecamatan


Bebesen sebagai Rereferensi Mata Kuliah Mikologi. Skripsi. UIN Ar-
Raniry Banda Aceh; 2017.
2. Agromedia R. Buku Pintar Tanaman Obat. Jakarta: PT. Agromedia
Pustaka; 2018.
3. Shukla P, Upreti DK, Tewari LM. Lichen genus Usnea (Parmeliaceae,
Ascomycota) in Uttarakhand India. Environmental & Applied
Mycology. 4 (2); 2014.
4. Susan, Beers J. The Ancient Indonesian Art of Herbal Healing.
Diterjemahkan oleh Iryani Syahrir. Jakarta: PT. Ufuk Publishing House;
2013.
5. Amalia R, Trimulyono G. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Lichen Usnea
subfloridana terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli FNCC
0091 dan Staphylococcus aureus FNCC 0047. Lentera Bio. 8(2); 2019.
6. Puspitasari AD, Prayogo LS. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi
dan Sokletasi Terhadap Kadar Fenolik Total Ekstrak Etanol Daun
Kersen (Muntingia calamura). Jurnal Ilmiah Cendekia Eksakta.
7. Pinalia A. Penentuan Metode Rekristalisasi yang Tepat untuk
Meningkatkan Kemurnian Kristal Amonium Perklorat (AP). Majalah
Sains dan Teknologi Dirgantara. 6(2); 2011.
8. Jannah M, Afifah N. STUDI KAYU ANGIN (Usnea spp.) SEBAGAI
BAHAN OBAT TRADISIONAL Studi Kasus: Pasar Tradisional Kota
Jakarta. TEKNOSAINS: MEDIA INFORMASI SAINS DAN
TEKNOLOGI, 14(1); 2020.
9. Roziaty E. Lichen: Karakteristik, Anatomis dan Reproduksi
Vegetatifnya. Jurnal Pena Sains, 3(1); 2016.
10. Atika RD.KARAKTERISASI DISPERSI PADAT HASIL SPRAY
DRYING ASAM USNAT-PVP K30 (Doctoral dissertation, Universitas
Andalas); 2018.
11. Anam C, Agustini TW. Pengaruh Pelarut Yang Berbeda Pada Ekstraksi
Spirulina Platensis Serbuk Sebagai Antioksidan Dengan Metode
Soxhletasi. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(4),
106-112; 2014.
12. Nasyanka AL, Naimah J, Aulia R. PENGANTAR FITOKIMIA: D3
FARMASI 2020. Penerbit Qiara Media; 2020.

Anda mungkin juga menyukai