Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KAJIAN MAKALAH

FORMULASI DAN TEKNOLOGI


SEDIAAN SEMISOLIDA DAN LIKUIDA
GEL

Disusun Oleh:

Kelompok 6

Norliana NIM. 11194761910430

Novita NIM. 11194761910431

Pebrianti NIM. 11194761910432

Putri Andriani Nasution NIM. 11194761910433

Putri Olivia Nayaken NIM. 11194761910434

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MULIA

BANJARMASIN

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3

A. Latar Belakang..............................................................................................3

B. Tujuan...........................................................................................................4

BAB II KAJIAN TEORITIS.................................................................................5

A. Teori..............................................................................................................5

B. Kajian Analisis..............................................................................................8

BAB III KESIMPULAN......................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Formulasi suatu produk farmasi dapat meliputi satu kombinasi atau
lebih bahan zat aktif/obat untuk menambah keefektifan produk tersebut.
Interaksi antar bahan obat perlu diperhatikan agar tidak terjadi efek yang
tidak diinginkan. Efek interaksi dapat dihilangkan atau dikurangi dengan
memodifikasi formulasi. Penambahan bahan lain atau bahan tambahan ke
dalam formulasi dapat dilakukan untuk menjaga kestabilan dan keefektifan
terapi.
Sediaan topikal adalah sediaan yang diberikan melalui kulit dan
membran mukosa untuk menimbukan efek lokal. Penghantaran obat
melalui kulit ini merupakan terapi yang efektif untuk pengobatan
gangguan dermatitis lokal. Sistem penghantaran ini memiliki efek samping
yang kecil dan pengaplikasian yang mudah sehingga penggunaan relatif
aman digunakan untuk segala usia (Patel et al., 2011). Penggunaan sediaan
topikal yaitu dengan mengoleskan pada daerah kulit, merendam bagian
tubuh dengan larutan, atau menyediakan air mandi yang dicampur obat.
Beberapa contoh sediaan topikal adalah lotion, krim, salep, gel, dan lain-
lain.
Gel adalah bentuk sediaan semi padat yang mengandung zat
pembentuk gel (gelling agent) untuk memberikan kekakuan pada larutan
atau dispersi koloid yang digunakan untuk pemakaian luar pada kulit
(Mayba and Gooderham, 2018). Sediaan gel banyak dipilih karena sangat
mudah diaplikasikan (mudah merata, meresap dan dibersihkan) serta lebih
menarik (transparan) dibanding dengan sediaan topikal lainnya. Selain itu,
sediaan gel tidak lengket, membarikan sensasi dingin, dan relatif stabil
sehingga memilki potensi lebih baik untuk formulasi sediaan topikal
(Panjaitan et al., 2012 dalam Sayuti, 2015).

3
4

Gel juga merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang


dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang
besar,terpenetrasi oleh suatu cairan. Bentuk gel mempunyai beberapa
keuntungan diantaranya tidak lengket, gel mempunyai aliran tiksotropik
danpseudoplastik yaitu gel berbentuk padatapabila disimpan dan akan
segera mencair biladikocok, konsentrasi bahan pembentuk gelyang
dibutuhkan hanya sedikit untuk membentuk massa gel yang baik,
viskositas gel tidak mengalami perubahan yang berartipada suhu
penyimpanan(Dirjen BadanPOM RI, 1995).

B. TUJUAN
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Gel
2. Mengetahui keuntungan dan kerugian Gel
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi Gel
4. Menganalisis kajian yang terkait dengan Gel
BAB II
KAJIAN TEORITIS

A. TEORI
Gel dapat didefinisikan sebagai sediaan semipadat yang terdiri dari
suspensi yang dibuat dari partikel organik kecil atau molekul organic
besar, berpenetrasi oleh suatu cairan. Gel adalah sistem semipadat yang
pergerakan medium pendispersinya terbatas oleh sebuah jalinan jaringan
tiga dimensi dari partikel – partikel atau makromolekul yang terlarut pada
fase pendispersi (Allen et. al., 2002). Karakteristik gel yang digunakan
harus sesuai dengan tujuan penggunaan gel. Gel topikal tidak boleh terlalu
liat, konsentrasi bahan pembentuk gel yang terlalu tinggi atau penggunaan
bahan pembentuk gel dengan berat molekul yang terlalu besar dapat
mengakibatkan sediaan sulit dioleskan dan didispersikan (Zats & Gregory,
1996).
Gel memiliki sistem sistem disperse yang banyak tersusun dari air
serta sangat rentan terhadap terjadinya instabilitas fisik, kimia maupun
mikroba. Pada umumnya instabilitas fisik yang terjadi pada gel yaitu
sineresis yang mana keluarnya medium dispersi dari sistem akibat adanya
kontraksi sistem polimer gel. Faktor perubahan pada suhu penyimpanan
yang ekstrim merupakan salah satu faktor utama yang terjadi pada
sineresis yang dialami pada saat cycling test. Adanya penurunan tekanan
osmotik pada sistem serta perubahan bentuk molekul dapat terjadi pada
proses pembekuan saat cycling test. Molekul yang mengkerut ini memaksa
keluarnya medium dari sistem matriks (Gad, 2008). Pada konsentrasi
gelling agent yang rendah biasanya dapat terjadi sineresis. Sineresis
menunjukkan adanya fenomena ketidakstabilan secara termodinamika
(Kaur dan Guleri, 2013).
Menurut Farmakope Indonesia V (2014) sediaan gel kadang –
kadang disebut jeli, adalah sistem semipadat yang terdiri dari suspensi

5
yang dibuat dari partikel anorganik kecil atau molekul organik besar, yang
terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel

6
7

kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya Gel
Aluminium Hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari
fase terdispersi relative besar, massa gel kadang – kadang dinyatakan
sebagai magma (misalnya Magma Bentonit). Baik gel maupun magma
dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan dapat
menjadi cair pada saat pengocokan. Terdapat beberapa uji yang perlu
dilakukan untuk mengevaluasi kualitas dari sediaan gel yang telah
diformulasi. United States Pharmacopeia (USP) merekomendasikan
beberapa uji yaitu minimum pengisian, pH, viskositas, antimicrobial, dan
kandungan alkohol pada sediaan tertentu. Adapun uji lainnya yaitu uji
homogenitas, uji karakter reologi, uji daya lekat serta uji stabilitas (Gad,
2008) maupun uji extrudability, uji iritasi dan uji homogenitas (Kaur dan
Guleri, 2013).
Keuntungan dan kekurangan sediaan gel menurut Voight 1994
antara lain:
a. Keuntungan
1. Kemampuan penyebaran pada kulit baik
2. Memberikan efek dingin, penguapan dari kulit lambat
3. Tidak adanya penghambatan fungsi rambut secara fisioligis
4. Kemudahan pencucian dengan air yang baik
b. Kekurangan sediaan gel menggunakan zat aktif yang larut di dalam air
sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan
agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel
tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat,
kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga
lebih mahal.
8

Evaluasi fisik yang dilakukan pada sediaan gel yaitu sebagai berikut
(Cahyaningsih, 2018):

1. Uji organoleptik
Uji organoleptik meliputi bau, warna, dan konsistensi dilakukan
secara visual
2. Uji homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan cara mengoleskan gel pada
gelas objek kemudian ditempel dengan gelas objek lainnya. Dilihat
secara visual ada atau tidaknya butiran kasar
3. Uji pH
Uji pH dilakukan dengan cara menyalakan pH meter kemudian
elektroda pH meter dicelupkan ke dalam formula gel. Diamkan
beberapa saat hingga pada layar pH meter menunjukkan angka yang
stabil
4. Uji viskositas
Uji viskositas dilakukan dengan cara rotor dipasang pada alat uji,
diatur hingga rotor tercelup dalam gel. Alat diaktifkan, skala yang
ditunjukkan dibaca hingga menunjukan angka yang stabil
5. Uji daya sebar
Uji daya sebar dilakukan dengan cara di atas kaca diletakkan 0,5 g
gel dan diletakkan kaca lainnya diatas massa gel tersebut. Dihitung
diameter gel dengan mengukur panjang diameter dari beberapa sisi,
kemudian ditambahkan beban tambahan 50g, 100g, 150g, 200g, dan
300g didiamkan selama 1 menit setiap penambahan beban kemudian
diukur diameter gel seperti sebelumnya
6. Uji daya lekat
Uji daya lekat dilakukan dengan cara 0,5 g gel diletakkan di bagian
tengah gelas objek dan ditutup dengan gelas objek lain. Diberi beban 1
kg di atasnya selama 5 menit, gelas objek tersebut dipasang pada alat
uji yang diberi beban 80 gram. Dihitung waktu yang diperlukan 2 gelas
objek hingga terlepas
9

7. Uji antibakteri
Uji aktivitas atibakteri gel dilakukan dengan menggunakan metode
difusi sumuran. Media yang telah ditanami dengan suspensi bakteri
dibagi menjadi enam sumuran. Masing-masing sumuran berisi gel
sebanyak 50 mg. Enam sumuran tersebut berturut-turut berisi Formula
1, Formula 2, Formula 3, Formula 4, Formula 5, dan kontrol positif,
kemudian diinkubasi selama 18- 24 jam pada suhu 37 oC. Setelah itu
diamati diameter zona hambat yang dihasilkan di sekitar sumuran.

B. KAJIAN ANALISIS
Gel dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu bagian pertama
adalah klasifikasi gel inorganik dan organik, dan bagian kedua adalah
klasfikasi gel hidrogel dan organel. Gel inorganik memiliki 2 fase sistem,
sedangkan gel organik memiliki 1 fase sistem. Gel hidrogel mengandung
bahan terdispersi seperti koloid (terlarut dalam air), meliputi hidrogel
organik, natural dan gun sintetik dan hidrogel organik (Allen et al., 2002)
Menurut Lieberman et al., 1998 gel dapat diklasifikasikan
berdasarkan sifat khas gel, yaitu :
a) Swelling yaitu kemampuan gel yang dapat mengembang. Alasannya
dikarenakan pada komponen pembentuk gel mampu mengarbsorbsi
larutan sehingga meningkatkan volume. Pelarut dapat berinteraski
dengan gel akibat adanya penetrasi ke dalam gel. Adanya ikatan silang
antara polimer di dalam matriks menyebabkan pengembangan gel
kurang sempurna. Pengadukan yang terlalu cepat serta kuat pada
proses pengembangan akan merusak sistem rantai atau polimernya
sehingga gel yang dihasilkan banyak mengandung gelembung udara,
tetapi jika dilakukan pengadukan yang terlalu rendah atau kurang tepat
dapat membentuk flokulasi pada sediaan gel.
b) Sinersis merupakan suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi
didalam massa gel. Cairang yang terjerat di dalam akan keluar dan
berada diatas permukaan gel. Adanya tekanan elastic saat
pembentukan gel dapat diakibatkan oleh kontraksi yang berhubungan
10

dengan fase relaksasi, pada saat terjadinya tekanan elastic maka


terbentuklah massa gel yang tegar. Akibat adanya perubahan pada
ketegaran gel menyebabkan jarak antar matriks berubah, sehingga
memungkinkan cairan bergerak ke atas permukaan. Beberapa faktor
yang dapat menyebabkan sineresis pada saat pementukan antara lain
pH (keasaman dan kebasaan yang tinggi), mekanik (pengadukan dan
tekanan), suhu (suhu tinggi menyebabkan denaturasi serta keluarnya
cairan), garam (kandungan garam yang tinggi dapat mempercepat
sineresis)
c) Pada pembentukan gel mengakibatkan terbentuknya struktur gel yang
bermacam – macam. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan
ataupun deformasi dan memiliki aliran viskoelastik.
BAB III
KESIMPULAN
Gel adalah sistem semipadat yang pergerakan medium
pendispersinya terbatas oleh sebuah jalinan jaringan tiga dimensi dari
partikel – partikel atau makromolekul yang terlarut pada fase
pendispersi . Karakteristik gel yang digunakan harus sesuai dengan tujuan
penggunaan gel. Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang
terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase . Dalam sistem dua
fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relative besar, massa gel
kadang – kadang dinyatakan sebagai magma . Kekurangan Sediaan gel
harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan
penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih
pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah
dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi
dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi., Edisi 4., 1998., Jakarta.,
Universitas Indonesia.

Astuti, D. D. (2012). Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Etanolik Buah Mahkota


Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) Dengan Basis HPMC
(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Astriana, B., & Satria, F. (2019). OPTIMASI PROPILEN GLIKOL DENGAN


VARIASI KONSENTRASI 5%, 10%, 15% SEBAGAI THICKENING
AGENT TERHADAP DAYA LEKAT SEDIAAN GEL NATRIUM
DIKLOFENAK (Doctoral dissertation, Akademi Farmasi Putera Indonesia
Malang).

Cahyaningsih, N. (2018) ‘Formulasi Dan Evaluasi Sediaan Gel Minyak Atsiri


Daun Jeruk Purut ( Citrus hystrix DC .) dengan Basis HPMC Sebagai
AntiBakteri Terhadap Staphylococcus aureus’, Skripsi, pp. 1–15.

Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, 551, 713.
Jakarta.
Nabella, Z. (2019). FORMULASI SEDIAAN GEL TABIR SURYA EKSTRAK
ETANOL KULIT JERUK NIPIS (Citrus aurantifollia S.) DAN
PENENTUAN NILAI SPF DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI
UV (Doctoral dissertation, Universitas Wahid Hasyim Semarang).

Patel, et. al. (2011). ‘Pharmacologically screened aphrodisiac plant-A review of


current scientific literature’, Asian Pacific Journal of Tropical
Biomedicine, 28th June

Panjaitan EN, A. Saragih, dan D. Purba. (2012), Formulasi gel dari ekstrak
rimpang jahe merah (Zingiber officinale Roscoe). Journal of
Pharmaceutics and Pharmacology

12
Sayuti, K.; Rina Yenrina: Antioksidan Alami dan Sintetik; Andalas Univesity
Press: Padang, 2015.

Suyudi, S. D. (2014). Formulasi Gel Semprot Menggunakan Kombinasi Karbopol


940 dan Hidroksipropil Metilselulosa (HPMC) sebagai Pembentuk Gel.

13

Anda mungkin juga menyukai