Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN SEMISOLID

“FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN GEL EKSTRAK BENALU BELIMBING


WULUH”

Dosen Pengampu :

Rahmi Annisa, M. Farm., Apt

Weka Sidha Bhagawan, M. Farm., Apt

Oleh :
Fadhila Isma Huwaida (14670036)
Muhammad Ragib Mustafa (14670038)
Nirma Talida Zuhro (14670041)
Lathifatul Banun (14670044)
Eka Ferida Fitri (14670046)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan tekhnologi, perkembangan di dunia
farmasi pun tak ketinggalan. Semakin hari semakin banyak jenis dan ragam penyakit yang
muncul. Perkembangan pengobatan pun terus di kembangkan. Berbagai macam bentuk
sediaan obat, baik itu liquid, solid dan semisolid telah dikembangkan oleh ahli farmasi dan
industri.
Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, yang
bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai untuk di konsumsi oleh
masyarakat. Selain itu, sediaan semisolid digunakan untuk pemakaian luar seperti krim,
salep, gel, pasta dan suppositoria yang digunakan melalui rektum. Kelebihan dari sediaan
semisolid ini yaitu praktis, mudah dibawa, mudah dipakai, mudah pada pengabsorbsiannya.
Juga untuk memberikan perlindungan pengobatan terhadap kulit.
Berbagai macam bentuk sediaan semisolid memiliki kekurangan, salah satu
diantaranya yaitu mudah di tumbuhi mikroba. Untuk meminimalisir kekurangan tersebut,
para ahli farmasis harus bisa memformulasikan dan memproduksi sediaan secara tepat.
Dengan demikian, farmasis harus mengetahui langkah-langkah yang tepat untuk
meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. Dengan cara melakukan, menentukan
formulasi dengan benar dan memperhatikan konsentrasi serta karakteristik bahan yang
digunakan dan dikombinasikan dengan baik dan benar.
1.2 Tujuan
 Mengetahui langkah-langkah cara pembuatan sediaan gel yang baik dan tepat.
1.3 Manfaat
 Dapat memahami langkah-langkah dalam pembuatan sediaan gel.
 Untuk mengetahui kriteria gel yang baik.
 Untuk dapat mengaplikasikan di dunia kerja.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Gel
Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan
mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh
jaringan yang saling berkaitan pada fase terdispersi (Ansel, 1989). Zat-zat pembentuk gel
digunakan sebagai pengikat dalam granulasi, koloid pelindung dalam suspensi, pengental
untuk sediaan oral dan sebagai basis supositoria. Secara luas sediaan gel banyak digunakan
pada produk obat-obatan, kosmetik dan makanan juga pada proses industri. Pada kosmetik
yaitu sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan pewangi dan pasta gigi
(Herdiana, 2007).
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gelkadang-kadang disebut jeli, merupakan
sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau
molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.
Menurut Formularium Nasional, gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa
suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau makromolekul senyawa
organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan.
Menurut Ansel, gel didefinisikan sebagai suatu system setengah padat yang terdiri
dari suatu disperse yang tersusun baik dari partikel anorganik yang terkecil atau molekul
organic yang besar dan saling diresapi cairan.
2.2 Penggolongan Gel
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi menjadi dua yaitu:
1. Gel sistem dua fase
Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar , massa gel
kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya magma bentonit. Baik gel maupun
magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada
pengocokan.Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas.
2. Gel sistem fase tunggal
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama dalam suatu cairan
sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan
cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik misalnya karboner atau dari
gom alam misanya tragakan.

2.3 Keuntungan dan Kekurangan Gel


Keuntungan dan kerugian menurut Lachman, 1994 :
1. Keuntungan sediaan gel
Untuk hidrogel: efek pendinginan pada kulit saat digunakan, penampilan sediaan yang jernih
dan elegan, pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang,
elastis, mudah dicuci dengan air, pelepasan obatnya baik, kemampuan penyebarannya pada
kulit baik.
2. Kekurangan sediaan gel
Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan
penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai
perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat,
kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.
2.4. Kegunaan Gel
Kegunaan sediaan gel secara garis besar di bagi menjadi empat seperti:
1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam bentuk sediaan
yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan untuk bentuk sediaan obat
long–acting yang diinjeksikan secara intramuskular.
2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet, bahan pelindung
koloid pada suspensi, bahan pengental pada sediaan cairan oral, dan basis suppositoria.
3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik, termasuk pada
shampo, parfum, pasta gigi, kulit dan sediaan perawatan rambut.
4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril) atau dimasukkan
ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril).

2.5 Sifat dan Karakteristik Gel


Menurut Lachman, dkk. 1994 sediaan gel memiliki sifat sebagai berikut:
1. Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert, aman dan tidak
bereaksi dengan komponen lain.
2. Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik selama
penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan kekuatan atau daya yang
disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topical.
3. Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang diharapkan.
4. Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM besar dapat
menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan.
5. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga pembentukan gel terjadi
setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut
hanya pada air yang dingin yang akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan
suhu larutan tersebut akan membentuk gel.
6. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut
thermogelation.
Sediaan gel umumnya memiliki karakteristik tertentu, yakni (disperse system, vol 2 hal 497):
1. Swelling
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi larutan
sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara matriks gel dan
terjadi interaksi antara pelarut dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi
ikatan silang antar polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan
komponen gel berkurang.
2. Sineresis
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Cairan yang
terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu pembentukan gel terjadi
tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya
kontraksiberhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat
terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar
matriks berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis
dapat terjadi pada hidrogel maupun organogel.
3. Efek suhu
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan
temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu.
Polimer seperti MC, HPMC, terlarut hanya pada air yang dingin membentuk larutan yang
kental.Pada peningkatan suhu larutan tersebut membentuk gel.Fenomena pembentukan gel
atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.

4. Efek elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik dimana
ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada dan koloid
digaramkan(melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil
akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah
pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah
konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat
sebagai kalsium alginat yang tidak larut.
5. Elastisitas dan rigiditas
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa, selama
transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan peningkatan
konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi
dan mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari
komponen pembentuk gel.
6. Rheologi
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi
memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non–newton
yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.
2.5 Komponen Gel
Untuk kompenen gel di bagi menjadi dua gilling agents dan bahan tambahan. Disetiap sedian
gel harus memilik kedua komponen seperti yang ada di bawah ini:
1. Gelling Agent.
Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk jaringan yang
merupakan bagian penting dari sistem gel. Termasuk dalam kelompok ini adalah gom alam,
turunan selulosa, dan karbomer. Kebanyakan dari sistem tersebut berfungsi dalam media air,
selain itu ada yang membentuk gel dalam cairan non-polar. Beberapa partikel padat koloidal
dapat berperilaku sebagai pembentuk gel karena terjadinya flokulasi partikel. Konsentrasi
yang tinggi dari beberapa surfaktan non-ionik dapat digunakan untuk menghasilkan gel yang
jernih di dalam sistem yang mengandung sampai 15% minyak mineral.

1. Bahan tambahan
a. Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi semua gel mengandung
banyak air sehingga membutuhkan pengawet sebagai antimikroba. Dalam pemilihan pengawet
harus memperhatikan inkompatibilitasnya dengan gelling agent.
b. Penambahan bahan higroskopis
Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol, propilenglikol dan sorbitol
dengan konsentrasi 10-20 %.
2.6 Tinjauan Bahan
2.6.1 Tinjauan bahan aktif
1. Benalu (Loranthus)

Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Sub Classis : Rosidae
Ordo : Santalales
Familia : Loranthaceae
Genus : Loranthus
Species : Loranthus sp
Benalu merupakan tanaman parasit dan mempunyai akar yang berupa akar
penghisap atau akar penggerek. Akarnya ini berupa haustorium yang berbentuk bulat
yang merupakan penghubung antara benalu dengan inangnya, dan modifikasi akar
ini akan menembus kulit dari inangnya tapi tidak sampai ke bagian kayu yang
dalam, melalui akar ini benalu menagmbil sari makanan dari inangnya.Benalu yang
tumbuh
2.6.2 Tinjauan Bahan Tambahan
1. Nipagin (Handbook of Pharmaceutical Excipient Edisi 6 Hal 442, FI IV Hal 551)

Pemerian : Hablur kecil, tidak berwana, atau serbuk hablur putih, tidak
berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa
terbakar
Nama Lain : Metilparaben, Metagin, Metil paraept, aseptoform, metyl
cemosept

Struktur Kimia :

Nama Kimia : Methyl-4-hydrobenzoate


Rumus Molekul : C8H8O3
Berat Molekul : 152,15
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzena, dan dalam karbon
tetraklorida, mudah larut dalam etanol dan eter
Titik Lebur : 125◦C - 128◦C
Wadah dan Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan bentonit, magnesium trisilikat, talk,
tragacant, sodium alginate, minyak esensial, sorbitol, dan atropine.
PH : 4-8
Stabilitas : Pada ph 3-6 larutan nipagin cair dapat disterilkan dengan
autoklaf pada suhu 120◦C selama 20 menit. Stabil pada pH 3-6
pada suhu ruangan.
2. CMC Na. (Carboxymethylcellulose sodium) (Handbook Of Pharmaceutical Exipent
edisi VI halaman 120; Farmakope Indonesia Edisi IV halaman 175; Remington edisi
21 halaman 1073).

Pemerian : Serbuk atau granul, putih sampai krem, higroskopis.


Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloida, tidak
larut dalam etanol, eter, dan pelarut organik lain.
Stabilitas : Larutan stabil pada pH 2-10, pengendapan terjadi pada pH
dibawah 2. Viskositas larutan berkurang dengan cepat jika pH
diatas 10. Menunjukan viskositas dan stabilitas maksimum
pada pH 7-9. Bisa disterilisasi dalam kondisi kering pada suhu
160 selama 1 jam, tapi terjadi pengurangan viskositas.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
OTT : Inkompatibel dengan larutan asam kuat dan dengan larutan
garam besi dan beberapa logam seperti aluminium, merkuri
dan zink juga dengan gom xanthan; pengendapan terjadi
pada pH dibawah 2 dan pada saat pencampuran dengan
etanol 95%.; Membentuk kompleks dengan gelatin dan
pektin.
Kegunaan : Suspending agent, bahan penolong tablet, peningkat
viskositas.
Konsentrasi : 3-6%
3. Propilenglikol ( Farmakope Indonesia IV hal. 712, Excipient edisi 6 hal. 592 )

Rumus Molekul = CH3CH(OH)CH2OH


Berat Molekul = 76, 09
Pemerian = Cairan kental, jernih,tidak berwarna ,rasa khas, praktis
tidak berbau, menyerap air pada udara lembab.
Kelarutan = Dapat bercampur dengan air, dengan aseton dan dengan
kloroform, larut dalam eter dan beberapa minyak essensial
tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.
Bj = 1,038 g/cm3
OTT = Dengan zat pengoksidasi seperti Pottasium
Permanganat
Konsentrasi = 10-25%
Stabilitas = Higroskopis dan harus disimpan dalam wadah tertutup
rapat, lindungi dari cahaya, ditempat dingin dan kering. Pada
suhu yang tinggi akan teroksidasi menjadi propionaldehid
asam laktat, asam piruvat& asam asetat. Stabil jika dicampur
dengan etanol, gliserin, atau air.
Khasiat = Bersifat antimikroba, desinfektan, pelembab, plastisazer,
pelarut, stabilitas untuk vitamin.
Penyimpanan = Disimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya , sejuk dan kering.
4. Gliserin
Struktur =

Rumus molekul = C3H8O3


Sifat fisika = Boiling point 2908 ℃(with decomposition)
Flash point 1768℃ (open cup)
Melting point 17.88℃
[HOPE 2009, Edisi 6th hal 283]
Pemerian = cairan sperti sirup, jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
manis, diikuti asa hangat,higroskopik, jika disimpan beberapa lama pada suhu rendah dapat
memadat membentukmassa hablur tidak berwarna yang tidak melebur hingga mencapai suhu
lebih kurang 20℃
[FI III, 1979 hal 271]
Kelarutan = dapat bercampur dengan air, dan dengan etanol (95%)P,
praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam minyak lemak
[FI III, 1979 hal 271]
Stabilitas =

5. Aquadest

Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berasa


Nama Lain : Aqua, aqua purificata
Nama Kimia : Dihidrogen oksida
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 16,02
pH :7
Titik Didih : 100◦C
Wadah dan Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

FORMULASI GEL EKSTRAK BENALU BELIMBING WULUH

Nama Bahan Rentang kadar Kadar (%) Kadar (mg) Fungsi

Ekstrak benalu
- 0,06 % 0,0066 g Bahan Aktif
belimbing wuluh

Na – CMC 3,0% - 6,0% (HPE) 5 % 0,22 gr Gelling agent

Humektan dan
Propilenglikol 15 % 15% 1,65 gr
enhancer
10 % 1 gr
Gliserin 10% Humektan

Nipagin 0,12% - 0,18% 0,18% 0,0198 gr Pengawet

Aquades - Add 100% 7,732 gr Pembawa

PERHITUNGAN BAHAN DAN CARA PEMBUATAN


Tiap 1 kemaan mengngandung 10 gr yang terdiri dari
Ekstrak benalu belimbing wuluh 0,06 %
Na – CMC 5%
Gliserin 10 %
Propilenglikol 15%
Nipagin 0,18 %
Aquades add 100 %

A.Perhitungan Bahan
1. Ekstrak benalu belimbing wuluh 0,06% => 0,06/100 x 10 gr = 0,006 gr +10% = 0,0066 gr
2.Na- CMC 5 % => 5/100 x 10 gr = 0,5 gr + 10% = 0,55 gr
3.Propilenglikol 15% => 15/100 x 10 gr =1,5 gr + 10% = 1,65 gr
4. Gliserin 10 % => 10/100 x 10 gr = 1 gr + 10% = 1,1 gr
5. Nipagin 0,18 % => 0,18/100 x 10 gr = 0,018 gr + 10% = 0,0198 gr
6.Aquades 100 – ( 0,06%+5%+15%+10%+0,18%) = 69,76% => 69,76/100 x 10 gr = 7,6 gr

B. Cara pembuatan:

1. Disiapkan alat dan bahan, kemudian disetarakan timbangan.

2. Ditimbang Ekstrak benalu belimbing wuluh sebanyal 0,0066 g,kemudian dilarutkan dengan sebagian
tween .

3. Ditimbang sejumlah gelling agent dan bahan-bahan lainnya sebagai berikut :

a) Na CMC 0,55 g

b) Gliserin 1,1 g

c) Propilen glikol 1,65 g

d) Nipagin 0,0198

e) Aquadest ad 100
c. Gelling agent berupa Na CMC dikembangkan dengan cara ditaburkan dalam air panas dan
dibiarkan beberapa menit lalu diaduk perlahan-lahan sampai larut, atau diaduk kuat-kuat dengan
pengaduk cepat (mixer) (IMO : 140).

d. Zat aktif dilarutkan dalam tween dan bahan tambahan seperti gliserin 1,1 g, propilen glikol 1,65 g,
dan nipagin 0,0198 yang telah dilarutkan, didispersikan ke dalam basis gel yaitu Na CMC yang telah
dikembangkan sambil terus diaduk sampai homogen dengan pengadukan/stirrer dalam matkan
dengan kecepatan 500 rpm hingga homogen atau sebaliknya sambil diaduk terus-menerus hingga
homogen tapi jangan terlalu kuat karena akan menyerap udara sehingga menyebabkan timbulnya
gelembung udara dalam sediaan yang nantinya dapat mempengaruhi pH sediaan.
e. Gel ditimbang sebanyak 10 g mengunakan kertas perkamen, kemudian kertas perkamen yang
berisi gel digulung sampai menutupi semua sediaan gel.

f. Gulungan kertas perkamen yang berisi gel dimasukkan ke dalam pot

g. Selanjutnya diberi etiket biru dan dikemas dalam wadah kemasan sekunder disertai dengan brosur.

Evaluasi Gel
1. Organoleptis
Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, tekstur
sediaan, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden (dengan kriteria
tertentu) dengan menetapkan kriterianya pengujiannya (macam dan item),
menghitung prosentase masing-masing kriteria yang diperoleh, pengambilan
keputusan dengan analisa statistik.
2. Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g : 200 ml air
yang digunakan untuk mengencerkan, kemudian aduk hingga homogen, dan
didiamkan agar mengendam, dan airnya yang di ukur dengan pH meter, catat hasil
yang tertera pada alat pH meter.
3. Evaluasi Daya Sebar
Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala. Kemudian
bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebannya, dan di beri
rentang waktu 1-2 menit. Kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap
penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara
teratur).
4. Evaluasi Penentuan Ukuran Droplet
Untuk menentukan ukuran droplet suatu krim ataupun sediaan emulgel, dengan cara
menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada objek glass, kemudian diperiksa
adanya tetesan-tetesan fase dalam ukuran dan penyebarannya.
5. Uji Aseptabilitas Sediaan
Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner di buat
suatu kriteria, kemudian dioleskan, kelembutan, sensasi yang di timbulkan,
kemudahan pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat skoring untuk masing-
masing kriteria. Misal untuk kelembutan agak lembut, lembut, sangat lembut.

B. Evaluasi fisik
1. Penampilan (Diktat teknologi likuida dan semisolid hal.127)
Tujuannya untuk mengetahui sediaan yang dibuat sesuai dengan standar gel yang ada, dalam arti
sediaan gel tersebut stabil dan tidak menyimpang dari standar gel. Uji organoleptis dilakukan
dengan cara mengamati sediaan yang dilihat penampilan, warna dan bau.
2. Homogenitas ( Diktat teknologi likuida dan semisolid hal.127)

Tujuannya untuk mengetahui sediaan yang dibuat homogen atau tidak, karena sediaan gel yang
baik harus homogen dan bebas dari partikel-partikel yang masih menggumpal. Uji homogenitas
dilakukan dengan cara :
- Sediaan krim dioleskan pada objek glass
- Diamati ada partikel atau tidak ( Homogen atau tidak )
3. Viskositas/rheologi (lihat lampiran martin, Farfis hal 501)

Menguji viskositas dengan menggunakan viscometer Stromer dan viscometer Brookfield


4. Penetapan pH (Lihat Lampiran FI IV hal 1039)

Tujuan dilakukan uji ini adalah untuk menyesuaikan pH sediaan gel dengan ph kulit. Dilakukan
dengean cara mencelupkan pH meter pada sesidaan dan melihat hasilnya. Hasilnya harus ada di
rentang pH kulit yang bernilai 4-6.5
C. Evaluasi kimia
1. Identifikasi zat aktif (sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain)
2. Penetapan kadar zat aktif (sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain)

D. Evaluasi biologi
1. Uji penetapan potensi antibiotik (lihat lampiran FI IV hal 891)
2. Uji sterilitas (lihat Lampiran FI IV Hal 855 ) 5%

Anda mungkin juga menyukai