Dosen Pengampu :
Oleh :
Fadhila Isma Huwaida (14670036)
Muhammad Ragib Mustafa (14670038)
Nirma Talida Zuhro (14670041)
Lathifatul Banun (14670044)
Eka Ferida Fitri (14670046)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Gel
Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan
mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh
jaringan yang saling berkaitan pada fase terdispersi (Ansel, 1989). Zat-zat pembentuk gel
digunakan sebagai pengikat dalam granulasi, koloid pelindung dalam suspensi, pengental
untuk sediaan oral dan sebagai basis supositoria. Secara luas sediaan gel banyak digunakan
pada produk obat-obatan, kosmetik dan makanan juga pada proses industri. Pada kosmetik
yaitu sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan pewangi dan pasta gigi
(Herdiana, 2007).
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gelkadang-kadang disebut jeli, merupakan
sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau
molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.
Menurut Formularium Nasional, gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa
suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau makromolekul senyawa
organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan.
Menurut Ansel, gel didefinisikan sebagai suatu system setengah padat yang terdiri
dari suatu disperse yang tersusun baik dari partikel anorganik yang terkecil atau molekul
organic yang besar dan saling diresapi cairan.
2.2 Penggolongan Gel
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi menjadi dua yaitu:
1. Gel sistem dua fase
Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar , massa gel
kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya magma bentonit. Baik gel maupun
magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada
pengocokan.Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas.
2. Gel sistem fase tunggal
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama dalam suatu cairan
sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan
cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik misalnya karboner atau dari
gom alam misanya tragakan.
4. Efek elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik dimana
ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada dan koloid
digaramkan(melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil
akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah
pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah
konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat
sebagai kalsium alginat yang tidak larut.
5. Elastisitas dan rigiditas
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa, selama
transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan peningkatan
konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi
dan mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari
komponen pembentuk gel.
6. Rheologi
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi
memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non–newton
yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.
2.5 Komponen Gel
Untuk kompenen gel di bagi menjadi dua gilling agents dan bahan tambahan. Disetiap sedian
gel harus memilik kedua komponen seperti yang ada di bawah ini:
1. Gelling Agent.
Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk jaringan yang
merupakan bagian penting dari sistem gel. Termasuk dalam kelompok ini adalah gom alam,
turunan selulosa, dan karbomer. Kebanyakan dari sistem tersebut berfungsi dalam media air,
selain itu ada yang membentuk gel dalam cairan non-polar. Beberapa partikel padat koloidal
dapat berperilaku sebagai pembentuk gel karena terjadinya flokulasi partikel. Konsentrasi
yang tinggi dari beberapa surfaktan non-ionik dapat digunakan untuk menghasilkan gel yang
jernih di dalam sistem yang mengandung sampai 15% minyak mineral.
1. Bahan tambahan
a. Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi semua gel mengandung
banyak air sehingga membutuhkan pengawet sebagai antimikroba. Dalam pemilihan pengawet
harus memperhatikan inkompatibilitasnya dengan gelling agent.
b. Penambahan bahan higroskopis
Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol, propilenglikol dan sorbitol
dengan konsentrasi 10-20 %.
2.6 Tinjauan Bahan
2.6.1 Tinjauan bahan aktif
1. Benalu (Loranthus)
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Sub Classis : Rosidae
Ordo : Santalales
Familia : Loranthaceae
Genus : Loranthus
Species : Loranthus sp
Benalu merupakan tanaman parasit dan mempunyai akar yang berupa akar
penghisap atau akar penggerek. Akarnya ini berupa haustorium yang berbentuk bulat
yang merupakan penghubung antara benalu dengan inangnya, dan modifikasi akar
ini akan menembus kulit dari inangnya tapi tidak sampai ke bagian kayu yang
dalam, melalui akar ini benalu menagmbil sari makanan dari inangnya.Benalu yang
tumbuh
2.6.2 Tinjauan Bahan Tambahan
1. Nipagin (Handbook of Pharmaceutical Excipient Edisi 6 Hal 442, FI IV Hal 551)
Pemerian : Hablur kecil, tidak berwana, atau serbuk hablur putih, tidak
berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa
terbakar
Nama Lain : Metilparaben, Metagin, Metil paraept, aseptoform, metyl
cemosept
Struktur Kimia :
5. Aquadest
Ekstrak benalu
- 0,06 % 0,0066 g Bahan Aktif
belimbing wuluh
Humektan dan
Propilenglikol 15 % 15% 1,65 gr
enhancer
10 % 1 gr
Gliserin 10% Humektan
A.Perhitungan Bahan
1. Ekstrak benalu belimbing wuluh 0,06% => 0,06/100 x 10 gr = 0,006 gr +10% = 0,0066 gr
2.Na- CMC 5 % => 5/100 x 10 gr = 0,5 gr + 10% = 0,55 gr
3.Propilenglikol 15% => 15/100 x 10 gr =1,5 gr + 10% = 1,65 gr
4. Gliserin 10 % => 10/100 x 10 gr = 1 gr + 10% = 1,1 gr
5. Nipagin 0,18 % => 0,18/100 x 10 gr = 0,018 gr + 10% = 0,0198 gr
6.Aquades 100 – ( 0,06%+5%+15%+10%+0,18%) = 69,76% => 69,76/100 x 10 gr = 7,6 gr
B. Cara pembuatan:
2. Ditimbang Ekstrak benalu belimbing wuluh sebanyal 0,0066 g,kemudian dilarutkan dengan sebagian
tween .
a) Na CMC 0,55 g
b) Gliserin 1,1 g
d) Nipagin 0,0198
e) Aquadest ad 100
c. Gelling agent berupa Na CMC dikembangkan dengan cara ditaburkan dalam air panas dan
dibiarkan beberapa menit lalu diaduk perlahan-lahan sampai larut, atau diaduk kuat-kuat dengan
pengaduk cepat (mixer) (IMO : 140).
d. Zat aktif dilarutkan dalam tween dan bahan tambahan seperti gliserin 1,1 g, propilen glikol 1,65 g,
dan nipagin 0,0198 yang telah dilarutkan, didispersikan ke dalam basis gel yaitu Na CMC yang telah
dikembangkan sambil terus diaduk sampai homogen dengan pengadukan/stirrer dalam matkan
dengan kecepatan 500 rpm hingga homogen atau sebaliknya sambil diaduk terus-menerus hingga
homogen tapi jangan terlalu kuat karena akan menyerap udara sehingga menyebabkan timbulnya
gelembung udara dalam sediaan yang nantinya dapat mempengaruhi pH sediaan.
e. Gel ditimbang sebanyak 10 g mengunakan kertas perkamen, kemudian kertas perkamen yang
berisi gel digulung sampai menutupi semua sediaan gel.
g. Selanjutnya diberi etiket biru dan dikemas dalam wadah kemasan sekunder disertai dengan brosur.
Evaluasi Gel
1. Organoleptis
Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, tekstur
sediaan, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden (dengan kriteria
tertentu) dengan menetapkan kriterianya pengujiannya (macam dan item),
menghitung prosentase masing-masing kriteria yang diperoleh, pengambilan
keputusan dengan analisa statistik.
2. Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g : 200 ml air
yang digunakan untuk mengencerkan, kemudian aduk hingga homogen, dan
didiamkan agar mengendam, dan airnya yang di ukur dengan pH meter, catat hasil
yang tertera pada alat pH meter.
3. Evaluasi Daya Sebar
Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala. Kemudian
bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebannya, dan di beri
rentang waktu 1-2 menit. Kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap
penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara
teratur).
4. Evaluasi Penentuan Ukuran Droplet
Untuk menentukan ukuran droplet suatu krim ataupun sediaan emulgel, dengan cara
menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada objek glass, kemudian diperiksa
adanya tetesan-tetesan fase dalam ukuran dan penyebarannya.
5. Uji Aseptabilitas Sediaan
Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner di buat
suatu kriteria, kemudian dioleskan, kelembutan, sensasi yang di timbulkan,
kemudahan pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat skoring untuk masing-
masing kriteria. Misal untuk kelembutan agak lembut, lembut, sangat lembut.
B. Evaluasi fisik
1. Penampilan (Diktat teknologi likuida dan semisolid hal.127)
Tujuannya untuk mengetahui sediaan yang dibuat sesuai dengan standar gel yang ada, dalam arti
sediaan gel tersebut stabil dan tidak menyimpang dari standar gel. Uji organoleptis dilakukan
dengan cara mengamati sediaan yang dilihat penampilan, warna dan bau.
2. Homogenitas ( Diktat teknologi likuida dan semisolid hal.127)
Tujuannya untuk mengetahui sediaan yang dibuat homogen atau tidak, karena sediaan gel yang
baik harus homogen dan bebas dari partikel-partikel yang masih menggumpal. Uji homogenitas
dilakukan dengan cara :
- Sediaan krim dioleskan pada objek glass
- Diamati ada partikel atau tidak ( Homogen atau tidak )
3. Viskositas/rheologi (lihat lampiran martin, Farfis hal 501)
Tujuan dilakukan uji ini adalah untuk menyesuaikan pH sediaan gel dengan ph kulit. Dilakukan
dengean cara mencelupkan pH meter pada sesidaan dan melihat hasilnya. Hasilnya harus ada di
rentang pH kulit yang bernilai 4-6.5
C. Evaluasi kimia
1. Identifikasi zat aktif (sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain)
2. Penetapan kadar zat aktif (sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain)
D. Evaluasi biologi
1. Uji penetapan potensi antibiotik (lihat lampiran FI IV hal 891)
2. Uji sterilitas (lihat Lampiran FI IV Hal 855 ) 5%