PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
7.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. METODE PEMBELAJARAN
1. Pengertian Metode
a. Secara Etimologi
Metode dalam Bahasa Arab, dikenal dengan istilah thariqah yang berarti
langkah-langkah strategis yang dipersiapkan untuk melakukan pekerjaan. Bila
dihubungkan dengan pendidikan, maka metode itu harus diwujudkan dalam proses
pendidikan, dalam rangka mengembangkan sikap mental dan kepribadian agar
peserta didik menerima pelajaran dengan mudah, efektif dan dapat dicerna dengan
baik.
Metode mengajar dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh guru
dalam membelajarkan peserta didik saat berlangsungnya proses pembelajaran.
b. Secara Terminologi
Para ahli mendefinisikan metode sebagai berikut:
1) Hasan Langgulung mendefinisikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang
harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan.
2) Abd. al-Rahman Ghunaimah mendefinisikan bahwa metode adalah cara-cara
yang praktis dalam mencapai tujuan pengajaran.
3) Ahmad Tafsir, mendefinisikan bahwa metode mengajar adalah cara yang paling
tepat dan cepat dalam mengajarkan mata pelajaran.1
1
Ahmad Tafsir, Metodogi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet. 3 1996), hlm. 9
2
Polipragmatis bilamana metode mengandung kegunaan yang serba ganda
(multipropose), misalnya suatu metode tertentu pada suatu kondisi tertentu pada
suatu situasi kondisi tertentu dapat digunakan untuk membangun atau memperbaiki
sesuatu. Kegunaannya dapat tergantung pada si pemakai atau pada corak, bentuk, dan
kemampuan menggunakan metode sebagai alat, sebaliknya, monopragmatis bilamana
metode mengandung satu macam kegunaan untuk satu macam tujuan.
3
dan Hadits. Sehingga dalam pelaksanaannya metode tersebut disesuaikan dengan
kebutuhan peserta didik dan dilandasi nilai-nilai al-Qur’an dan Hadits dan
melaksanakan selama tidak keluar dari koridor al-Qur’an dan Hadits.
b. Dasar Biologis
Perkembangan biologis manusia, mempunyai pengaruh dalam perkembangan
intelektualnya. Sehingga semakin lama perkembangan biologi seseorang, maka
dengan sendirinya makin meningkat pula daya intelektualnya. 2 Dalam memberikan
pendidikan dan pengajaran dalam pendidikan Islam, seorang pendidik ahrus
memperhatikan perkembangan biologis peserta didik.
Perkembangan jasmani (biologis) seorang juga mempunyai pengaruh yang
sangat kuat terhadap dirinya. Seorang yang menderita cacat jasmani akn mempunyai
kelemahan dan kelebihan yang mungkin tidak dimiliki oleh orang yang normal,
misalnya seseorang yang mempunyai kelainan pada matanya (rabun jauh), maka ia
cenderung untuk duduk di bangku barisan depan karena dia berada di depan, maka dia
tidak dapat bermain-main pada waktu guru memberikan pelajaran, sehingga dia
memperhatikan seluruh materi yang disampaikan guru. Karena hal itu berlangsung
terum menerus, maka ia akan lebih mampu dan berhasil dibanding dengan teman
lainnya, apalagi dia termotivasi dengan kelainan matanya tersebut.
Berdasarkan hal ini, maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan jasmani dan
kondisi jasmani, memegang peran yang sangat penting dalam proses pendidikan.
Sehingga dalam menggunakan metode pendidikan seorang pendidik harus
memperhatikan kondisi biologis peserta didik. Seorang peserta didik yang cacat akan
berpengaruh terhadap prestasi peserta didik, baik pengaruh positif maupun negatif.
Hal ini memberikan hikmah penciptaan Tuhan, maka dengan harapan besar pendidik
dapat memberikan pengertian secukupnya pada peserta didiknya untuk menerima
penciptaan Allah yang sedemikian rupa. Oleh karena itu kondisi biologis anak
menjadi acuan dalam memilih metode.
c. Dasar Psikologis
Metode pendidikan Islam baru dapat diterapkan secara efektif, bila didasarkan
pada perkembangan dan kondisi psikis peserta didik memberikan pengaruh yang
sangat besar terhadap internalisasi nilai dan transformasi ilmu. Dalam kondisi jiwa
2
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996) hlm. 97-98
4
yang labil ( neurosis), menyebabkan transformasi ilmu pengetahuan dan internalisasi
nilai akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
d. Dasar Sosiologis
Interaksi yang terjadi antara sesama peserta didik dan interaksi antara guru dan
peserta didik, merupakan interaksi timbal balik. Yang kedua belah pihak akan saling
memberikan dampak positif pada keduanya. Dalam kenyataan secara sosiologis
seseorang individu dapat memberikan pengaruh pada lingkungan sosial
masyarakatnya dan begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, guru dalam berinteraksi
dengan peserta didiknya hendaklah memberikan tauladan dalam proses sosialisasi
dengan pihak lainnya, seperti dikala berhungan dengan peserta didik, sesama guru,
karyawan, dan kepala Sekolah.
Interaksi pendidikan yang terjadi dalam masyarakat justru memberikan
pengaruh yang sangat besar etrhadap perkembangan peserta didik dikala ia berada di
3
Hasan Langgulung. Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna. 1985), hlm. 79.
5
lingkungan masyarakatnya. Kadang-kadang interaksi/pengaruh dan masyarakat
tersebut berpengaruh pula terhadap lingkungan kelas dan sekolahnya.4
Salah satu fungsi pendidikan adalah proses pewarisan nilai dan budaya
masyarakat dan satu generasi kepada generasi berikutnya atau oleh pihak yang lebih
tua kepada yang lebih muda. Dalam interaksi sosiologis terjadi pula proses
pembelajaran. Pada saat itu seseorang yang lebih tua (pendidik) dituntut untuk
menggunakan nilai-nilai yang sudah diterima oleh aturan etika dan kaidah umum
masyarakat tersebut. Dan diharapkan pula agar pendidik mampu mengembangkan dan
menginternalisasikan nilai-nilai tersebut kepada peserta didik dengan memperhatikan
perkembangan kebudayaan dan peradaban yang muncul. Sehingga proses
pembelajaran yang terjadi dapat menginterlisasikan nilai, dan nilai tersebut aplikatif
dalam kehidupan peserta didik selanjutnya.5
Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa, penggunaan sebuah metode
pendidikan Islam mempunyai dasar sosiologis, baik dalam interaksi yang terjadi
sesama peserta didik, guru dengan peserta didik, guru dengan masyarakat, dan peserta
didik dengan masyarakat bahkan diantara mereka semua dengan pemerintah. Dengan
dasar sosiologis seorang pendidik dalam menginternalisasikan nilai yang sudah ada
dalam masyarakat (sosial value) diharapkan dapat menggunakan metode pendidikan
Islam agar proses pembelajaran tidak menyimpang jauh dari tujuan pendidikan Islam
itu sendiri.
4
Muhammad Munir Mursyi. al-Tarbiyah al- Islamiyah, (Qahirah: Alam Al- Kutub, 1982) hlm. 135
5
Harun Nasution dan Bakhtiar Efendi, Hak Azazi Manusia Dalam Islam, ( Jakarta: pustaka Firdaus, 1987), hlm.
50.
6
b. Metode tersebut harus memanfaatkan hukum pembelajaran. Kegiatan metode dalam
pembelajaran berjalan dengan cara tertip dan efisien sesuai dengan hukum-hukum
dasar yang mengatur pengoperasiannya. Hukum-hukum dasar menyangkut kesiapan,
latihan dan akibat, harus dipertimbangkan dengan baik dalam segala jenis
pembelajaran. Pembelajaran yang baik memberi kesempatan terbentuknya motivasi,
latihan, peninjauan kembali, penelitian dan evaluasi.
c. Metode tersebut harus berawal dari apa yang sudah diketahui peserta didik.
Memanfaatkan pengalaman masa lampau peserta didik yang mengandung unsur-
unsur materi pembelajaran yang dipelajari akan melancarkan pembelajaran. Hal
tersebut dapat dicapai dengan sangat baik melalui kolerasi dan pembandingan.
Pembelajaran akan dipermudah apabila yang memulainya dan apa yang sudah
diketahui peserta didik.
d. Metode tersebut harus didasarkan atas teori dan praktek yang terpadu dengan baik
yang bertujuan menyatukan kegiatan pembelajaran. Ilmu tanpa amal (praktek)
seperti pohon tanpa buah.
e. Metode tersebut harus memperhatikan perbedaan individual dan menggunakan
prosedur-prosedur yang sesuai dengan ciri-ciri pribadi seperti kebutuhan, minat serta
kematangan mental dan fisik.
f. Metode harus merangsang kemampuan berfikir dan nalar para peserta didik.
Prosedurnya harus memberikan peluang bagi kegiatan berfikir dan kegiatan
pengorganisasian yang seksama. Prinsip kegiatan mandiri sangat penting dalam
mengajar peserta didik untuk bernalar.
g. Metode tersebut harus disesuaikan dengan kemajuan peserta didik dalam hal
keterampilan, kebiasaan, pengetahuan, gagasan, dan sikap peserta didik, karena
semua ini merupakan dasar dalam psikologi perkembangan.
h. Metode tersebut harus menyediakan bagi peserta didik pengalaman-pengalaman
belajar melalui kegiatan belajar yang banyak dan bervariasi tersebut diberikan untuk
memastikan pemahaman.
i. Metode tersebut harus menantang dan memotivasi peserta didik ke arah kegiatan-
kegiatan yang menyangkut proses deferesiasi dan intergrasi. Proses penyatuan
pengalaman sangat membantu dalam terbentuknya tingkah laku terpadu. Ini paling
baik dicapai melalui penggunaan metode pengajaran terpadu.
j. Metode tersebut harus memberi peluang bagi peserta didik untuk bertanya dan
menjawab pertanyaan. Dan memberi peluang pada guru untuk menemukan
7
kekurangan-kekurangan agar dapat dilakukan perbaikan dan pengayaan (remedial
dan anrichment).
k. Kelebihan suatu metode dapat menyempurnakan kekurangan/kelemahan metode
lain. Metode tanya jawab, metode demonstrasi, metode eksperiment, metode diskusi,
dan metode proyek, kesemuanya dapat digunakan untuk mendukung kelemahan
metode ceramah, kenyataan yang diterima secara umum bahwa metode yang baik
merupakan sintesa dari banyak metode atau prosedur. Hal ini didasarkan atas prinsip
bahwa pembelajaran terbaik terjadi apabila semakin banyak indera yang dapat
dirangsang.
l. Satu metode dapat dipergunakan untuk berbagai jenis materi atau mata pelajaran
satu materi atau mata pelajaran memerlukan banyak metode.
m. Metode pendidikan Islam harus digunakan dengan prinsip fleksibel dan dinamis.
Sebab dengan keelnturan dan kedinamisan metode tersebut, pemakain metode tidak
hanya monoton dan zaklik dengan satu macam metode saja. Seorang pendidik
mampu memilih salah satu dan berbagai alternatif yang ditawarkan oleh para pakar
yang dianggapnya cocok dan pas dengan materi, multi kondisi peserta didik, sarana
dan prasarana, situasi dan kondisi lingkungan, serta suasana pada waktu itu.6
4. Penggunaan Metode
Langgulung berpendapat bahwa penggunaan metode didasarkan atas tiga aspek pokok
yaitu:
1) Sifat-sifat dan kepentingan yang berkenaan dengan tujuan utama pendidikan islam
yaitu pembinaan manusia mukmin yang mengaku sebagai hamba allah.
2) Berkenaan dengan metode-metode yang betul-betul berlaku yang disebutkan dalam
Al-Quran atau disimpulkan dari padanya.
3) Membicarakan tentang pergerakan dan disiplin dalam istilah Al-Quran disebut
ganjaran dan hukuman.7
8
mereka diberi kebebasan, sedangkan pembentukan karakter dan pembinaan moral hampir
kurang menjadi perhatian guru.
Upaya guru untuk memilih metode yang tepat dalam mendidik peserta didiknya
adalah dengan menyesuaikan metode dengan kondisi psikis peserta didiknya. Ia harus
mengusahakan agar materi pelajaran yang diberikan kepada peserta didik mudah
diterima. Dalam hal ini tidaklah cukup dengan pendidik bersikap lemah lembut saja
tetapi ia harus pula memikirkan metode-metode yang akan digunakannya seperti uga
memilih waktu yang tepat, materi yang cocok, pendekatan yang baik, efektivitas,
penggunaan metode dan sebagainya. Untuk itu seorang guru dituntut agar mempelajari
berbagai metode yang digunakan dalam mengajarkan suatu mata pelajran, seperti
bercerita, mendemonstrasikan, mencobakan, memecahkan masalah, mendiskusikan yang
digunakan oleh ahli pendidikan Islam dan zaman dahulu sampai sekarang, dan
mempelajari prinsip-prinsip metodologi dalam ayat-ayat Al-Quran dan Sunnah
Rasulullah SAW.8
Nabi Muhammad sebagai pendidik pertama pada masa awal pertumbuhan Islam telah
menjadikan Al-Quran sebagai dasar pendidikan Islam disamping sunnahnya sendiri.
Kedudukan Al-Quran sebagai sumber pokok pendidikan Islam dapat dipahami dari
ayat Al-Quran itu sendiri.
Firman Allah :
8
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002) hlm. 280
9
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan dengan mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai pikiran” (QS. An-Nahl : 64).
Dibawah ini dikemukakan metode mengajar dalam pendidikan Islam yang prinsip
dasarnya dari Al-Quran dan Al-Hadits.
a. Metode Ceramah
Metode ceramah satu cara pegajar atau penyampaian informasi melalui
penuturan secara lisan oleh pendidik kepada peserta didik. Prinsip ini terdapat dalam
Al-Quran yang artinya : “Sesungguhnya Kami turunkan Al-Quran dalam bahasa
Arab, mudah-mudahkan kamu mengerti maksudnya. Kami riwayatkan (ceritakan)
kepadamu sebaik-baik cerita dengan perantara Al-Quran yang Kami wahyukan ini,
padahal sesungguhnya adalah engkau dahulu tidak mengetahui.” (QS. Yunus: 23)9
Ceramah merupakan salah satu metode tradisional dalam mengajarkan sesuatu
mata pelajaran. Guru menyampaikan apa yang diketahuinya sebagai informasi, dan
murid tidak memiliki banyak kesempatan untuk memberikan tanggapan, baik ketika
ceramah sedang berlangsung maupun setelah berakhirnya ceramah. Murid menjadi
peserta pasif dan guru tidak banyak menerima umpan balik. Inilah kelemahan
terbesar dari metode ceramah. Bila murid tidak termotivasi dengan baik dan materi
pelajaran rumit, maka peserta semakin pasif.
Bagaimana supaya metode ceramah memberikan hasil optimal, diantara
upayanya adalah:
9
Ibid., hlm. 280-281
10
1. Ceramah dapat dipakai dengan sukses untuk mencapai tujuan kognitif tingkat
rendah, dan kalau siswa berjumlah banyak metode ceramah memang efektif,
2. Ceramah dapat dipakai dengan sukses untuk mencapai tujuan kognitif tingkat
tinggi apabila disajikan penemuan dan organisasian pengetahuan baru,
3. Ceramah dapat dipakai dengan sukses untuk mencapai tujuan efektif (bila
digunakan dengan terampil dan sensitif), yaitu mampu merangsang antusiamenya
dan menumbuhkan imajinasi murid.10
b. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah penyampaian pelajaran dengan cara guru
mengajukan pertanyaan dan murid menjawab. Dengan kata lain, suatu metode di
dalam pendidikan di mana guru bertanya dan murid menjawab tentang materi yang
ingin diperolehnya.11 Pengertian lain dari metode tanya jawab adalah cara penyajian
pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada
murid atau dapat juga dari murid ke guru.12
Metode dialog ini memberikan pengaruh yang dalam terhadap proses
pembinaan pribadi disebabkan beberapa hal yaitu:
1. Dialog berlangsung secara dinamis, karena melibatkan kedua belah pihak dalam
dialog dan tidak membosankan. Saling memperhatikan dan memahami jalan
pikiran orang lain. Kebenaran dan kesalahan masing-masing dapat direspon saat
itu juga,
2. Pendengar tertarik untuk mengikuti terus pembicaraan itu karena ingi tahu
kesimpulannya,
3. Dapat membangkitkan perasaan dan menimbulkan kesan dalam jiwa yang
membantu mengarahkan seseorang menemukan sendiri kesimpulannya,
4. Bila metode dialog (hiwar) dilakukan dengan baik, bisa memenuhi pembentukan
akhlak Islam, sebab sikap pergaulan dan menghargai akan terbentuk dengan
sendirinya.13
Metode ini adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan
beberapa pertanyaan kepada murid tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau
bacaan yang telah mereka baca. Metode ini terdapat dalam hadits yang artinya “
10
Syafaruddin, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2014) hlm. 130-131
11
Zuhairini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983) cet. Ke-8, hlm 86.
12
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Jaini, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, tt.), cet. Ke-1, hlm.
107.
13
Syafaruddin, dkk. Op. Cit. Hlm. 125-126
11
Pada suatu hari datanglah seorang laki-laki2 lalu ia bertanya Ya Muhammad telah
datang kepada kami utusan engkau, ia mengatakan bahwa Allah mengutus engkau
menjadi Rasul”
Nabi : Ya itu benar.
Laki-laki : Siapa yang menjadikan langit?
Nabi : Allah
Laki-laki : Siapa yang menjadikan bumi ?
Nabi : Allah
Laki-laki : Siapa yang menjadikan gunung dengan segala sisinya? Demi yang
menjdikan langit dan bumi menegakkan gunung-gunung adalah Allah mengutus
engkau menjadi rasul.
Nabi : Ya,
Laki-laki : Utusan engkau mengatakan bahwa kewajiban kami mengerjakan
sembahnyang lima waktu sehari-semalam
Nabi : Ya
Dan seterusnya (HR. Muslim)
Kemudian laki-laki itu pergi seraya berkata: “Demi yang mengutus engkau akan
kukerjakan yang demikian itu, tidak kutambah dan tidak kukurangi”. Berkata Nabi
SAW: “kalau benar laki-laki itu niscaya ia akan masuk surga”.
c. Metode Diskusi
Metode ini adalah suatu cara penyampaian bahan pembelajaran dimana
pendidik memberikan kesempatan pada peserta didik dan menganalisis secara ilmiah
guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai
alternatif pemecahan atas suatu masalah.
Abd. al-Rahman al-Nahlawi menyebut dengan metode Hiwar (diskusi/dialog).
Prinsip dasar metode ini terdapat dalam al-Qur’an.
Artinya
12
Dan mereka yang mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan sholat sedang
urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antar mereka dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka.(QS.42 : 38)
13
maka ajarilah aku, nabi berkata apabila engkau berdiri hendak mengerjakan shalat,
hendaklah takbir kemudian bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Quran, lalu
rukuklah hingga tenang dalam rukuk itu, kemudian bangkitlah hingga tegak lurus
kembali kemudian sujudlah hingga tenang sujud itu, kemudian bangkitlah hingga
tenang dalam duduk kemudian sujudlah kembali (HR. Bukhari)
g. Metode Kerja Kelompok
Metode ini adalah suatu metode mengajar dimana guru membagi muridnya
dalam kelompok belajar tertentu dan satu kelompok diberi tugas-tugas tertentu dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran. Allah berfirman yang artinya : “Dan tidaklah
patut orang mukmin keluar semua, tapi alngkah baiknya keluar sebagian dari tiap-
tiap kelompok untuk mempelajari ilmu agama dan memberi kabar takut kepada
umatnya waktu mereka kembali kepada mereka, mudah-mudahan mereka berhenti
takut.”14
h. Metode Kisah
Dalam keseluruhan proses pendidikan agama Islam, kedudukan kisah sangat
penting sebagai metode yang juga berpengaruh. Hal itu disebabkan beberapa faktor,
yaitu:
1. Kisah selalu memikat hati dan mengundang pembaca atau pendengar untuk
mengikuti peristiwanya dan merenungkan maknanya, sehingga timbul kesan di
dalam jiwa,
2. Kisah dapat menyentuh hati manusia, sebab kisah biasanya menyentuh kehidupan
yang menyeluruh yang ditampilkan tokoh sentral dalam kisah itu,
3. Kisah mendidik perasaan keimanan dengan cara membangkitkan perasaan takut
(khauf), ridha, dan cinta, melibatkan emosional keagamaan pendengar ke dalam
kisah tersebut.15
Metode ini adalah satu cara mengajar dimana guru memberikan metode
pembelajaran melalui kisah atau cerita prinsip ini terdapat dalam Al-Quran dalam
surah Yunus ayat 4 yang artinya :”Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling
baik dengan mewahyukan Al-Quran ini kepadamu dan sesungguhnya kamu (sebelum
Kami mewahyukan Al-Quran) adalah orang yang tidak mengetahui.”
i. Metode Amtsal (Perumpamaan)
14
Ramayulis, op. Cit. hlm. 282-285
15
Syafaruddin, dkk. Op. Cit. Hlm. 126
14
Metode ini adalah suatu cara mengajar dimana guru menyampaikan materi
pembelajaran dengan membuat contoh atau perumpamaan.
Metode ini terdapat dalam firman Allah surah Al-Baqarah ayat 17 yang
artinya :”Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api mereka,
setelah api itu menerangi mereka sekelilingnya, Allah menghilangkan cahaya yang
menyinari mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan (tidak dapat melihat)16
Perumpamaan yang banyak dalam al-Qur’an dapat dan sering digunakan
ustadz, penceramah dalam pengajian-pengajian dan majelis taklim.
Pengungkapannya hampir sama dengan metode kisah yaitu dengan berceramah atau
membaca teks. Kebaikan metode ini dilihat dari beberapa segi, yaitu:
1. Memperkuat peserta pengajian (jamaah) memahami konsep yang abstrak,
2. Dapat merangsang kesan terhadap makna yang dipakai dalam pengajaran,
3. Biasanya perumpamaan yang digunakan bersifat logis agar mudah untuk
dipahami,
4. Perumpamaan qur’ani dan Nabawi memberikan motivasi kepada pendengar
/jamaah majelis taklim untuk berbuat amal baik dan menjauhi kejahatan. Ini hal
yang penting dalam pendidikan Islam. 17
j. Metode Targhib dan Tarhib
Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai
bujukan. Targhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Metode tarhib
bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah. Demikian pula metode tarhib namun
penekanannya untuk meninggalkan kejahatan sedangkan targhib agar seseorang
melakukan kebaikan.
Metode ini adalah cara mengajar dimana guru memberikan materi pelajaran
dengan menggunakan ganjaran terhadap kebaikan dan hukuman terhadap keburukan
agar peserta didik melalukan kebaikan dan menjauhi keburukan. Metode ini terdapat
dalam Al-Quran surah Al-Bayyinah ayat 7-8 yang artinya : “Sesungguhnya orang-
orang kafir yakni ahli kitab baik orang-orang musyrik akan masuk ke neraka
jahannam mereka kekal di dalamnya dan mereka adalah seburuk-buruk makhluk.
Sesungguhnya orang beriman dan mengerjakan amal sholeh mereka itu adalah
16
Ramayulis, op. Cit. hlm. 285-286
17
Syafaruddin, dkk. loc. Cit.
15
sebaik-baik makhluk. Balasan mereka disisi Tuhan mereka adalah Surga Adn’ yang
mengalir dibawahnya sungai dan mereka kekal didalamnya selama-lamanya.
k. Metode Pembiasaan
Dalam pembentukan sikap, metode pembiasaan biasanya sebenarnya cukup
efektif. Orang yang terbiasa bersih akan memilih hidup bersih, tidak saja bersih fisik,
tetapi bisa berdampak terhadap bersih pikiran dan hatinya. Perlu diingat bahwa,
pembiasaan berintikan pengulangan, maka metode pembiasaan juga berguna untuk
menguatkan hafalan. Rasulullah berulang-ulang berdoa dengan doa yang sama.
Akibatnya, berulang-ulang itu juga turut menjadi hafal.
l. Metode Ibrah dan Mau’izhah
Metode ibrah yang sering digunakan dalam pendidikan Islam ialah
pembentukan suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari
sesuatu yang disajikan, yang dihadapi dengan menggunakan nalar yang
menyebabkan hatinya mengikuti dan mengakuinya. Sedangkan metode mau’izhah
ialah nasihat yang lembut yang diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala
atau ancaman.
Pemanfaatan metode ibrah (pelajaran) dari sesuatu kisah hanya dapat
dipahami oleh orang-orang yang disebut Ulul Albab yaitu orang yang berfikir dan
berzikir. Sedangkan mau’izhah merupakan nasihat dengan cara menyentuh kalbu.18
Disamping metode mengajar model idealis yang digali dari al-Qur’an dan
Hadits metode mengajar dalam pendidikan Islam bisa pula dengan model pragmatis
dengan mengambil metode yang datang dari teori pendidikan non-Islam dengan cara:
1) Adopsi, yaitu mengambil metode pendidikan non-Islam secara utuh selama tidak
bertentangan dengan al-Qur’an dan Hadits.
2) Asimilasi, yaitu mengambil metode pendidikan non-Islam dengan menyesuaikan
disana sini.
3) Legitimasi, yaitu mengambil metode pendidikan non-Islam, kemudian dicarikan
nash untuk justifikasinya.
18
Ibid., hlm. 127
16
Berbeda dengan metode, teknik lebih bersifat spesifik. Hadari Nawawi,
menawarkan beberapa teknik pendidikan Islam.
19
Ramayulis, op. Cit. hlm.287
17
Banyak dalam al-Qur’an berupa nasihat dan cerita mengenai para Rasul atau
Nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad SAW yang bertujuan menimbulkan kesadaran
bagi yang mendengarkan atau yang membacanya, agar meningkatkan iman dan berbuat
amal kebaikan dalam menjalani hidup dan kehidupan masing-masing. Demikian al-
Qur’an berfungsi sebagai penerang bagi seluruh manusia, petunjuk serta pelajaran bagi
orang-orang yang bertakwa.
Dalam surah Luqman ayat 13 s.d. 19, misalnya, merupakan contoh menarik
dalam menasehati anaknya. Demikian juga dengan surah al-Maidah ayat 27 s.d. 30,
cerita yang mengandung petunjuk dan pelajaran.
Sekali lagi, demikian banyak cerita yang mengandung nasihat, pelajaran, dan
petunjuk yang sungguh sangat efektif untuk menciptakan suasana interaksi pendidikan.
Cerita-cerita dan nasihat itu dan sangat besar pengaruhnya pada perkembangan psikologi
peserta didik, bila disampaikan secara baik.
4. Mendidik Melalui Disiplin
Kehidupan ini penuh dengan berbagai pelaksanaan kebiasaan dan pengulangan
kegiatan secara rutin dari hari ke hari yang berlangsung tertib. Di dalam kebiasaan dan
kegiatan yang dilakukan secara rutin itu, terdapat nilai-nilai atau norma-norma yang
menjadi tolak ukur tentang benar tidaknya sesuatu yang dilakukan oleh seseorang.
Norma-norma itu terhimpun menjadi aturan yang harus dipatuhi, karena setiap
penyimpangan atau pelanggaran, akan menimbulkan keresahan, keburukan dan
kehidupan pun berlangsung tidak efektif atau bahkan tidak tidak efesien. Dengan
demikian berarti manusia dituntut untuk mampu mematuhi berbagai ketentuan atau harus
hidup secara berdisiplin, sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakatnya.
Peserta didik sejak dini harus dikenalkan dengan nilai-nilai yang mengatur
kehidupan manusia, yang berguna bagi dirinya masing-masing agar berlangsung tertib,
efisien, dan efektif. Dengan kata lain setiap peserta didik harus dibantu hidup secara
disiplin , dalam arti mau dan mampu mematuhi atau mentaati ketentuan yang berlaku di
lingkungan keluarga masyarakat, bangsa, dan negaranya.20
5. Mendidik Melalui Partisipasi
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri tanpa manusia
lain. Ia saling membutuhkan satu dengan yang lain, sehingga perlu bekerja sama, agar
percaya mempercayai dan saling hormat menghormati. Kehidupan seperti ini
20
Ibid., hlm. 288
18
mengharuskan manusia saling memperlakukan sebagai subjek dan bukan yang satu
menempatkan dan memperlakukan yang lain sekedar sebagai obyek.
Dalam interaksi pendidikan, di satu sisi anak tidak boleh diperlakukan sebagai
manusia kecil yang tidak patut berpartisipasi dengan semua kegiatan orang dewasa. Di
sisi lain anak tidak boleh pula diperlakukan sebagai orang dewasa yang berbadan kecil,
sehingga harus memikul tanggung jawab dan ikut herpartisipasi terhadap semua aktivitas
orang dewasa. Banyak aktivitas orang dewasa yang dapat diikut sertakan kepada peserta
didik, yang pada gilirannya dapat mengantarkannya pada tingkat kedewasaan.
Sebaliknya banyak pula aktivitas orang dewasa yang tidak pantas diikuti oleh anak, akan
berakibat pada perkembangan psikisnya.
Sehubungan denga itu Allah SWT berfirman dalam surah an-Nahl ayat 125
sebagai berikut: Interasi pendidikan, kata ud’u (mengajar) dapat diartikan, memberikan
kesempatan berpartisipasi antara lain melalui proses bertukar pikiran, antara pendidik
dan peserta didik. Untuk itu ia diberikan kesempatan, sesuai dengan taraf umur dan
perkembangan, untuk ikut serta memikirkan masalah, baik yang datang dan anak
maupun dan lingkungan keluarga dan bahkan masyarakat sekitarnya. Persesuaian dengan
ungkapan di atas sebagai pendidik, untuk mengikut sertakan peserta didik sebagai
dimaksud dengan firman Allah di atas, yaitu : “ajaklah dengan penuh kebijaksanaan, agar
memperoleh pengajaran”.
6. Mendidik Melalui Pemeliharaan
Setiap anak yang lahir dalam keadaan lemah dan tak berdaya, dalam keadaan
belum dewasa, sedangkan kedewasaan merupakan syarat mutlak bagi kehidupan
manusia, baik secara individual maupun sebagai anggota masyarakat. Salah satu bentuk
pemeliharaan adalah bahwa sang ibu agar menyusukan bayinya.
Pemeliharaan itu akan semakin rumit maka kala anak semakin tumbuh dan
berkembang. Khususnya yang berkenaan dengan masalah aqidah, akhlak, dan syariah.
Dalam masalah ini, anak-anak memerlukan perlindungan agar terhindar dari pengaruh
buruk dan kawan-kawan atau masyarakat sekitarnya. Di saat ini pula anak-anak
membutuhkan kasih sayang dan kerelaan melindungi dan memelihara dalam interaksi
edukatif ril sangat penting. Karena anak-anak sengat sensitif terhadap sentuhan ini.21
21
Ibid., hlm. 290
19
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Metode dalam Bahasa Arab, dikenal dengan istilah thariqah yang berarti langkah-
langkah strategis yang dipersiapkan untuk melakukan pekerjaan. Bila dihubungkan dengan
pendidikan, maka metode itu harus diwujudkan dalam proses pendidikan, dalam rangka
mengembangkan sikap mental dan kepribadian agar peserta didik menerima pelajaran dengan
mudah, efektif dan dapat dicerna dengan baik.
Secara terminologi metode adalah seperangkat cara, dan jalan yang digunakan oleh
pendidik dalam proses pembelajaran agar peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran
atau menguasai kompetensi tertentu yang dirumuskan dalam silabi mata pelajaran
1. Dasar Agamis
2. Dasar Biologis
3. Dasar Psikologis
4. Dasar Sosiologis
1. Metode Ceramah
2. Metode Tanya Jawab
3. Metode Diskusi
4. Metode Pemberian Tugas
5. Metode Demontrasi atau Keteladanan
6. Metode Eksperimen
7. Metode Kerja Kelompok
8. Metode Kisah
9. Metode Amtsal (Perumpamaan)
10. Metode Targhib dan Tarhib
11. Metode Pembiasaan
12. Metode Ibrah dan Mau’izhah
20
Saran
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa mampu untuk menerapkan materi ini kepada
anak didiknya, sehingga ia mampu memahami bagaimana metode Pendidikan Islam yang
baik dan benar menurut ajaran agama Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan
Hadits.Demikianlah makalah yang kami buat,semoga bermanfaat bagi semua orang yang
membacanya. Sebelumnya kami menyadari bahwa makalah kami masih banyak kekurangan
disana sini agar kepada pembaca untuk memaklumi dan memaafkan kesalahan kami. Dan
kami ucapkan terima kasih.
21