Anda di halaman 1dari 4

PRASASTI SANKHARA

Prasasti Raja Sankhara adalah prasasti yang berasal dari abad ke-8 masehi yang ditemukan di Sragen,
Jawa Tengah. Prasasti ini kini hilang tidak diketahui di mana keberadaannya.

Prasasti ini pernah disimpan oleh museum pribadi, Museum Adam Malik, namun diduga ketika museum
ini ditutup dan bangkrut pada tahun 2005 atau 2006, koleksi-koleksi museum ini dijual begitu saja tanpa
sepengetahuan pemerintah dan Direktorat Permuseuman, termasuk prasasti ini. Foto prasasti ini
ditampilkan di buku Sejarah Nasional jilid 2. Prasasti Raja Sankhara memiliki ukuran sekira satu meter
dengan bentuk menyerupai pepunden.

Isi prasasti

Sementara di bawah ini adalah Transliterasi naskah dari Prasasti Raja Sankara.

twam widitwā swakam api dadataḥ saṭsuwarnaṃ vyayā rtham dharmyaṃ

yan māttha vakyan tad iha sa karavāniti kṛtvā pratijnaṃ prityā

pratyagrahit tad gatakapatmanās tātadattam pṛahsṭaḥ aitvā [|]

tuṣṭo pi śṛnvan vacanam iti gurus satyabhāvaṃ vijānan kālenai

vācirena glapitatanuvalas tivradāhajvarena duḥkḥaṃ so sto

dināni jvarakṛtam avaśas sodavān svarggato ait tāte yaś ca prana

ṣṭe punar api vimanā dhairyya ruddhāśrunetraḥ ||| so yan tyaktānya

bhaktir jagadasivaharāc chaṃkarāc chaṃkarākhyaḥ*dhātuḥ putryāḥ pra

sādan tuṭivad anutamaṃ svalpapunyo dhigamya sancintyātma

pratijnam anrtagurubhayas satyatān netum icchan prāsādaṃ svā

tmabuddes susadṛsam akarot sarddham ebhih pravandhaiḥ

śreyo mokṣan na param adhikan kathyate jnanavidohir mokṣā

s so pi vratibhir anaghair labhyate jnanahetoḥ tac ca jna

naṃ vratibhir amalaṃ labhyate yat praśādād dhātuh putri janaya

tutarāṃ vanditā -ah kavitvam |||

iha sudṛdayaśostu bhiksu

saṃghaḥ kulapatir agryasukhi cinotu dharmam jagad apaga


damāyi dasyu rakṣanṛpatir arātir ihāciraṃ sa jivyāt |||

Terjemahan sementara

/// ... ... ...

Setelah mengetahui....(?), ia memberi untuk dikeluarkan juga "emas yang enam" kepunyaannya
sendiri; setelah berjanji "saya harus mengerjakan kata-kata yang benar yang telah dikatakan kepada
saya itu" Ia menerima dengan senang hati apa yang telah diberikan oleh ayahnya, dengan hati yang
bersih dari pikiran-pikiran yang jahat.

/// Sang guru pergi dengan puas, mendengar perkataan itu, (karena) mengetahui sifatnya yang benar.

dalam waktu yang lama karena sakit panas, badannya lemah, lemas dan kehabisan tenaga, setelah
menderita karena sakit panas dengan sedih selama delapan hari, ia masuk surga.

Dan ia, setelah ayahnya meninggal, lagi-lagi tidak sadarkan diri, (sambil) dengan ketabahan hati
membendung air mata di matanya.

/// Ia, yang bernama Sankara, setelah meninggalkan kebaktian kepada (dewa) yang lain, dari Sankara
yang melenyapkan ketidaktentraman di dunia,

(dan) dari Putri Dhatr (?), menjadi puas, setelah menyadari jasanya sendiri yang sedikit, yang tidak
berarti sebagai buah cardamom yang kecil,

setelah merenungkan janjinya sendiri, karena takut akan gurunya yang tidak benar, bermaksud hendak
melaksanakannya,

Dengan kemauannya sendiri ia membuat prasada (candi) yang indah disertai dengan syair ini.

/// Tiada kebahagiaan yang lebih tinggi daripada moksa, demikian dikatakan oleh mereka yang tahu
akan jnana (kennis (pengetahuan))

moksa diperoleh oleh para vratin yang suci berdasarkan ilmunya, semoga Putri Dhatri, yang dipuja-puja,
dengan perkenan siapa ilmu yang suci itu diperoleh oleh para vratin, amat memperkembangkan
'kesusasteraan'.

/// Semoga samgha para Bhiksu tetap teguh berjasa, semoga kulapati dengan kebahagiaan tertinggi
mengumpulkan kebajikan (dharma),

semoga musuh, raja pelindung para Dasyu, yang merupakan bukan rintangan (?) di dunia ini, tidak
panjang hidupnya.///
Dalam prasasti itu disebutkan seorang tokoh bernama Raja Sankhara berpindah agama karena agama
Siwa yang dianut adalah agama yang ditakuti banyak orang. Raja Sankhara pindah agama ke Buddha
karena di situ disebutkan sebagai agama yang welas asih. Sebelumnya disebutkan ayah Raja Sankhara,
wafat karena sakit selama 8 hari. Karena itulah Sankhara karena takut akan ‘Sang Guru’ yang tidak
benar, kemudian meninggalkan agama Siwa, menjadi pemeluk agama Buddha Mahayana, dan
memindahkan pusat kerajaannya ke arah timur.

Penafsiran

Di dalam buku Sejarah Nasional Indonesia disebutkan bahwa raja Sankhara disamakan dengan Rakai
Panangkaran, sedangkan ayah Raja Sankhara yang dalam prasasti ini tidak disebutkan namanya,
disamakan dengan raja Sanjaya. Ditafsirkan bahwa raja Sanjaya menjalankan ritual yang sangat berat
atas saran sang guru, resi brahmana pemuja Siwa. Akibat ritual ini dalam 8 hari raja Sanjaya sakit keras
yang berakibat pada kematiannya. Putranya, Rakai Panangkaran yang khawatir akan ajaran guru Siwa
yang dianggapnya tidak benar ini, kemudian berpindah keyakinan menjadi penganut agama Buddha
Mahayana.

Oleh Poerbatjaraka Panangkaran disamakan dengan Panaraban dalam Lontar Naskah Carita
Parahyangan. Isi prasasti Raja Sankhara ini secara garis besar sesuai benar dengan kisah dalam Carita
Parahyangan di mana disebutkan bahwa Raja Sanjaya menyuruh anaknya Rakai Panaraban (Rakai
Temperan) untuk berpindah agama, karena agama Siwa yang dianutnya ditakuti oleh semua orang.
Menurut Poerbatjaraka, Sanjaya dan keturunannya itu ialah raja-raja dari wangsa Sailendra, asli
Nusantara, yang semula menganut agama Siwa, tetapi sejak Panangkaran berpindah agama menjadi
penganut agama Buddha Mahayana.

Isi prasasti Raja Sankhara juga sesuai dengan Prasasti Sojomerto yang kini disimpan di lokasi
penemuannya di Pekalongan, menyebutkan tentang Dapunta Sailendra yang dianggap sebagai cikal
bakalnya dinasti Sailendra. Baik prasasti Sojomerto ataupun prasasti Raja Sankhara, ditambah penafsiran
atas naskah Carita Parahyangan, mendukung teori bahwa Sailendra adalah wangsa tunggal yang
merupakan keluarga penguasa asli Nusantara yang menggunakan bahasa Melayu kuno sebagai bahasa
seharí-harinya seperti tertulis dalam prasasti-prasasti peninggalan wangsa ini. Temuan-temuan ini
sekaligus membantah teori populer mengenai persaingan dua wangsa beda agama; wangsa Sailendra
yang Buddha dan wangsa Sanjaya yang Hindu, yang diajukan Bosch dan de Casparis. Karena menurut
prasasti Sojomerto dan Raja Sankhara, Sanjaya dan keturunannya adalah anggota wangsa Sailendra, dan
wangsa ini sebelumnya adalah pemuja Siwa, sebelum akhirnya Panangkaran berpindah keyakinan
menjadi penganut Buddha Mahayana.
Referensi

"Prasasti Raja Sankara" wikiperia.org Diakses 9 Juni 2019.

Boechari. 2012. "Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti". Jakarta: Penerbit KPG (Kepustakaan
Populer Gramedia) tentang Transkripsi Sementara Prasasti Batu Koleksi Bapak Adam Malik.

"Dimana Kini Prasasti Sankhara?" hurahura Majalah Arkeologi Diakses 6 Juni 2019.

Anda mungkin juga menyukai