G4 06 Dian Enjelin Safitry Makalah ODD
G4 06 Dian Enjelin Safitry Makalah ODD
Oleh:
DIAN ENJELIN SAFITRY
G4/TRIP/30.0231
Penulis menyadari bahwa isi dari makalah ini masih banyak kekurangannya,
oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan adanya masukan berupa kritik saran dari
para pembaca agar tulisan ini dapat lebih ditingkatkan mutunya. Akhirnya, penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya
makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang
memerlukannya sesuai dengan yang diharapkan.
Penulis
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I (PENDAHULUAN).............................................................................................4
1.1. Latar Belakang....................................................................................................4
1.2. Identifikasi Masalah..............................................................................6
1.3. Batasan Masalah..................................................................................6
1.4. Rumusan Masalah................................................................................6
1.5. Tujuan Penelitian...................................................................................6
1.6. Manfaat Penelitian...............................................................................7
BAB II (ISI)......................................................................................................................8
2.1. Landasan Teoritis..................................................................................8
2.1.1.Tindak Pidana Korupsi....................................................................8
2.1.2. Unsur Tindak Pidana Korupsi.........................................................8
2.1.3. Subjek Tindak Pidana Korupsi.......................................................9
2.1.4. Bentuk-Bentuk Korupsi.................................................................10
2.2. Pembahasan.......................................................................................11
2.2.1. Penyebab Kasus Korupsi Masih Menjadi Permasalahan Besar
Di Indonesia...........................................................................................11
2.2.2. Solusi Dalam Menyelesaikan Permasalahan Korupsi Di
Indonesia................................................................................................14
2.2.3. Kebijakan Yang Dapat Di Buat Pemerintah Dalam Mengatasi Permasalahn
Korupsi DiIndonesia.......................................................18
BAB I
3
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, korupsi adalah tindakan
setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara. Korupsi juga diartikan sebagai tindakan setiap orang yang dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Juga
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara.
Pemerintah sangat menjunjung tinggi perlindungan hukum bagi setiap warga
negaranya, sehingga diperlukan pemantapan-pemantapan terhadap sarana dan prasarana
yang diperlukan guna menopang pembangunan di bidang hukum. Dalam upaya untuk
mencapai keberhasilan pembangunan bidang hukum perlu didukung adanya peningkatan
sarana dan prasarana serta peningkatan pendayagunaannya, pemantapan, kedudukan dan
peranana badan-badan penegak hukum merupakan pihak yang berhubungan langsung
dengan proses penegak hukumnya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa antara
pembangunan dan kejahatan atau pelanggaran hukum ada hubungan yang erat. Oleh
karena itu, perencanaan pembangunan harus meliputi juga perencanaan perlindungan
masyarakat terhadap pelanggaran hukum.
Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, sudah dalam posisi yang sangat
parah dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan praktek
korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari kuantitas atau jumlah kerugian
keuangan negara maupun dari segi kualitas yang semakin sistematis, canggih serta
lingkupnya sudah meluas dalam seluruh aspek masyarakat. Meningkatnya tindak pidana
korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan
perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada
umumnya. Maraknya kasus tindak pidana korupsi di Indonesia, tidak lagi mengenal
batas-batas siapa, mengapa, dan bagaimana. Tidak hanya pemangku jabatan dan
kepentingan saja yang melakukan korupsi, baik di sektor publik maupun privat, tetapi
tindak pidana korupsi sudah menjadi suatu fenomena.
Perkembangan korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi, sedangkan
pemberantasannya masih sangat lamban. Romli Atmasasmita menyatakan bahwa korupsi
4
di Indonesia sudah merupakan virus flu yang menyebar ke seluruh tubuh pemerintahan
sejak tahun 1960-an langkah-langkah pemberantasannya pun masih tersendat-sendat
sampai sekarang. Selanjutnya, dikatakan bahwa korupsi berkaitan pula dengan
kekuasaan karena dengan kekuasaan itu penguasa dapat menyalahgunakan kekuasaannya
untuk kepentingan pribadi & keluarga.
Korupsi di Indonesia terjadi secara sistemik, massif dan terstruktur sehingga
bukan saja merugikan kondisi keuangan Negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak
social dan ekonomi masyarakat secara luas. Sesuai pendapat Lord Acton (John Emerich
Edward Dalberg Acton) dalam suratnya kepada Bishop Mandell Creihgton menulis
sebuah ungkapan yang menghubungkan antara Korupsi dengan Kekuasaan yakni “Power
tends to corrupt, and absolut Power corrupts absolutely” bahwa kekuasaan cenderung
untuk korupsi dan kekuasaan yang absolut cenderung korupsi absolut. Ungkapan tersebut
adalah kondisi yang terjadi saat ini di Indonesia. Hakim sebagai penegak hukum
mempunyai tugas pokok di bidang yudisial, yaitu menerima, memeriksa, memutusakan
dan menyelesaiakan setiap perkara yang ditujukan kepadanya, tugas seperti itu dapat
dinyatakan bahwa Hakim merupakan pelaksanaan inti yang secara fungsional
melaksanakan kekuasaan kehakiman sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2008 tentang Kekuasaan Kehakiman.
5
Indonesia”
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 LANDASAN TEORITIS
2.1.1 TINDAK PIDANA KORUPSI
Kata korupsi berasal dari kata latin corruption atau corrupt. Kemudian muncul
dalam berbagai bahasa Eropa seperti Prancis yaitu corruption. Bahasa Belanda corruptie
dan muncul pula dalam pembenahaan bahasa Indonesia dengan istilah korupsi. Arti
secara harafiah korupsi adalah kebusukan, keburukan, kejahatan, ketidakjujuran, dapat di
suap, penyimpangan dari kesucian, kata-kata yang bernuansa menghina atau memfitnah,
penyuapan, dalam bahasa Indonesia kata korupsi adalah perbuatan buruk, seperti
penggelapan uang penerimaan, uang sogok dan sebagainya. Kemudian arti kata korupsi
telah diterima dalam pembendaharaan bahasa Indonesia dalam kamus besar Indonesia
yaitu kecurangan dalam melakukan kewajiban sebagai pejabat.
7
Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan korupsi menurut Pasal ini, harus
memenuhi unsur-unsur :
a. Setiap orang
b. memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi
c. Dengan cara melawan hukum
d. Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
a. Manusia
Dalam penjelasan Pasal 59 KUHP disebutkan “bahwa suatu tindak pidana
hanya dapat diwujudkan oleh manusia, fiksi tentang badan hukum tidak
berlaku di bidang hukum pidana“. Hal ini sejalan dengan asas nullum
delictum, yang kurang melindungi kepentingankepentingan kolektif.
b. Korporasi
Yang dimaksud dengan korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan
yang terorganisir dengan baik, merupakan badan hokum maupun bukan badan
hukum (Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Tindak Pidana Korupsi).
c. Pegawai negeri
Pegawai negeri adalah orang yang bekerja pada pemerintah dan atau orang
yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah dan
mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
d. Setiap orang
Yang dimaksud dengan setiap orang adalah orang perseorangan
(individuindividu) atau termasuk korporasi.
8
Menurut J. Soewartojo ada beberapa bentuk/jenis tindak pidana korupsi, yaitu
sebagai berikut:
a. Pungutan liar jenis tindak pidana, yaitu korupsi uang negara, menghindari
pajak dan bea cukai, pemersan dan penyuapan.
b. Pungutan liar jenis pidana yang sulit dibuktikan, yaitu komisi dalam kredit
bank, komisi tender proyek, imbalan jasa dalam pemberian izinizin, kenaikan
pangkat, punggutan terhadap uang perjalanan, pungli pada pos-pos pencegatan
dijalan,pelabuhan dan sebagainya.
c. Pungutan liar jenis pungutan tidak sah yang dilakukan oleh Pemda, yaitu
punggutan yang dilakukan tanpa ketetapan berdasarkan peraturan daerah,
tetapi hanya dengan surat-surat keputusan saja.
d. Penyuapan, yaitu seorang penguasa menawarkan uang atau jasa lain kepada
seseorang atau keluarganya untuk suatu jasa bagi pemberi uang.
e. Pemerasan, yaitu orang yang mememang kekuasaan menuntut pembayaran
uang atau jasa lain sebagai ganti atau timbal balik fasilitas yang diberikan.
f. Pencurian, yaitu orang yang berkuasa menyalahgunakan kekuasaannya dan
mencuri harta rakyat, langsung atau tidak langsung.
g. Nepotisme, yaitu orang yang berkuasa memberikan kekuasaan dan fasilitas
pada keluarga atau kerabatnya, yang seharusnya orang lain juga dapat atau
berhak bila dilakuka secara adil.
2.2 PEMBAHASAN
2.2.1 PENYEBAB KASUS KORUPSI MASIH MENJADI PERMASALAHAN BESAR
DI INDONESIA
Upaya pemberantasan korupsi sudah dilakukan sejak lama dengan
menggunakan berbagai cara, sanksi terhadap pelaku korupsi sudah diperberat, namun
hampir setiap hari kita masih membaca atau mendengar adanya berita mengenai korupsi.
Berita mengenai operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pelaku korupsi masih sering
terjadi. Yang cukup menggemparkan adalah tertangkap tangannya 41 dari 45 anggota
DPRD Kota Malang oleh KPK. Kemudian, tidak kalah menggemparkannya adalah berita
mengenai Eks Bupati di Riau Ditetapkan sebagai Tersangka Kasus Dugaan Korupsi,
yaitu sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi belanja barang dan jasa di
Sekretariat Pemkab Kuansing. Ada enam kegiatan yang total menghabiskan mencapai
9
Rp 13,3 miliar, yang bersumber dari APBD Kuansing tahun 2016.
Indikator korupsi di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terlihat dari
menurunnya skor indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia pada 2020 yang dikeluarkan
Transparency International (TI). Negeri ini hanya mengantongi 37 poin, lebih rendah tiga
poin dari 2019. TI menggunakan skala 0-100 dalam mengukur IPK. Skor nol
menunjukkan sebuah negara sangat korup. Sebaliknya, skor 100 menunjukkan sebuah
negara sangat bersih dari korupsi. Dengan skor saat ini, berarti permasalahan korupsi di
Indonesia masih mengkhawatirkan. Dari 180 negara dunia dalam penilaian TI, IPK
Indonesia bertengger di peringkat ke-102 pada 2020. Indonesia sudah 22 tahun
mengalami reformasi sejak tumbangnya rezim Soeharto pada 1998.
Terdapat tujuh poin perkembangan anti korupsi yang signifikan. Salah satunya
membentuk Komisi Kebenaran, Rekonsiliasi, dan Repatriasi yang mulai aktif pada
Januari 2019. Komisi tersebut menyelidiki aset-aset hasil korupsi Yahya Jammeh yang
tersimpang di luar negeri dan mengembalikannya ke negara. Jumlah korupsi Yahya
Jammeh, menurut laporat TI, hampir US$ 1 miliar yang setara dengan setahun PDB dan
dua kali lipat utang luar negeri Gambia. Di tingkat Asia Tenggara, peringkat IPK
Indonesia turun satu menjadi kelima pada 2020. Sementara, peringkat lama Indonesia
ditempati Timor-Leste yang mengantongi skor 40. Menurut laporan TI, IPK Timor Leste
meningkat 10 poin dibandingkan pada 2013 dan termasuk yang paling signifikan di Asia
Pasifik. Keberhasilan Timor-Leste, menurut TI, lantaran dalam tujuh tahun ke belakang
mampu menguatkan integritas lembaga-lembaga negaranya dan lembaga anti-
korupsinya.
10
Peneliti Transparansi Internasional Indonesia (TII) Wayan Suyatmiko dalam
keterangan resmi di situs TII pada 28 Januari 2021, menyebut penyebabnya adalah
penurunan skor pada lima dari sembilan indikator penyusun IPK. Pertama, Global
Insight (GI) Country Risk Ratings yang terkait tingkat risiko individu atau perusahaan
dalam menghadapi praktik suap atau korupsi lainnya. Indikator ini turun 12 poin menjadi
35 poin. Kedua, Political Risk Service Corruption (PRS) yang terkait suap dalam
pelayanan publik. Skornya merosot 8 poin menjadi 50 poin. Ketiga, IMD World
Competitiveness Yearbook yang terkatit dengan keberadaan praktik penyuapan. Skornya
juga turun 5 poin menjadi 43 poin. Keempat, Political and Economic Risk Consultancy
(PERC) Asia Risk Guide yang terkait persepsi masyarakat atas persoalan korupsi di
negara tempatnya bekerja. Skornya turun tiga poin menjadi 32 poin. Kelima, indikator
Varieties of Democracy (VDem) Project yang terkait korupsi politik juga turun dua poin
menjadi 26 poin. Hasil survey TII menguatkan hal ini, yakni satu dari tiga responden
mengaku pernah ditawari untuk menjual suaranya dalam pemilu.
- Aspek Ekonomi
Penyebab terjadinya korupsi berikutnya, dari aspek ekonomi. Hampir mirip
dengan perilaku konsumtif pada faktor internal. Bedanya, di sini lebih ditekankan pada
11
pendapatan seseorang. Bukan kepada sifat konsumtifnya. Pendapatan yang dinilai tidak
mencukupi, bisa menjadi penyebab terjadinya korupsi dilakukan seseorang.
- Aspek Politis
Selanjutnya pada aspek politis, penyebab terjadinya korupsi karena
kepentingan politik serta haus kekuasaan, ingin meraih dan mempertahankan jabatan.
Biasanya dalam aspek politis ini, bisa membentuk rantai-rantai korupsi yang tak terputus.
Dari seseorang kepada orang lainnya.
- Aspek Organisasi
Penyebab terjadinya korupsi dari aspek organisasi, bisa terjadi karena
beberapa hal. Termasuk di antaranya sebagai berikut:
Kurang adanya sikap keteladanan pemimpin.
Tidak adanya kultur budaya organisasi yang benar.
Kurang memadainya sistem akuntabilitas.
Kelemahan sistem pengendalian manajemen.
Pengawasan yang terbagi menjadi dua, yaitu pengawasan internal
12
wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling
bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara
jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.
d. Dengan jalan meningkatkan ancaman sebagai bentuk dorongan mengurangi
kasus korupsi.
e. Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan
korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar
beban korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar
sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk
mengurangi kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya
perubahan organisasi.
Di Indonesia sendiri ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah korupsi,diantaranya:
13
Korupsi tidak hanya menyangkut suap, tapi juga bicara mengenai masyarakat
ekonomi lemah, yang masih sering menjadi sumber daya yang perannya belum
maksimal di tengah suatu ngara. Itulah mengapa sangat penting untuk memahami
berbagai jenis korupsi untuk mengembangkan respons yang cerdas, dan sesuai dengan
kebutuhan negara tersebut.
3. Memaksimalkan kekuatan masyarakat
Kontribusi masyarakat di setiap aspek bagian negara yang masih relevan,
dapat membantu pemerintahan. Untuk itu dalam hal ini sangat perlu untuk melakukan
identifikasi prioritas, masalah, dan menemukan solusi. Setiap kontribusi yang
diberikan masyarakat akan sangat bermanfaat untuk kemajuan suatu negara, meskipun
hanya dapat dilakukan dalam skala kecil. Misalnya saja dengan melakukan inisiatif
pemantauan masyarakat dalam beberapa kasus berkontribusi pada deteksi korupsi,
mengurangi kebocoran dana, meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan publik.
4. Menggunakan Jalur Komunikasi Alternatif
Saat membacanya mungkin Anda merasa kebingungan, namun dalam hal ini
kita sedang berbicara tentang bagaimana menyatukan proses formal dan informal,
yang dimana berarti Anda dapat melakukan kerjasama dengan pemerintah dan
kelompok non-pemerintah atau organisasi, untuk mengubah perilaku dan memantau
kemajuan.
5. Memanfaatkan teknologi
Bersyukur saat ini sudah teknologi yang menunjang segala aktivitas
masyarakat, menjalin komunikasi serta untuk membangun pertukaran yang dinamis
hingga berkelanjutan antara pemangku kepentingan utama baik pemerintah, warga
negara, bisnis, kelompok masyarakat sipil, media, akademisi dll.
Bahkan dengan teknologi seperti internet siapapun dapat melakukan tindakan
pencegahan baik di tingkat global dan lokal, yang dapat disesuaikan dengan skala dan
ruang lingkup itu sendiri. Sehingga sangat disarankan untuk masyarakat dapat
memanfaatkan teknologi dan ikut terlibat dengancara yang bijaksana.
6. Memberikan kontribusi
Sebagai masyarakat berinvestasilah dalam institusi dan kebijakan yang di
ambil oleh pemerintah. Meskipun sifatnya sangat terbatas dan tentunya disertai
dengan berbagi aturan yang sudah ada sebelumnyaa.
7. Menutup celah Internasional
14
Salah satu yang menyebabkan korupsi susah untuk dilacak adalah saat pejabat
publik melakukan pencucian uang dan menyembunyikannya di negara lain. Sehingga
sangat perlu bagi pusat keuangan untuk memiliki sistem yang maju, dan mampu
menghentikan transaksi gelap yang terjadi.
8. Menetapkan Standar
Jika bicara soal korupsi maka tentunya tidak akan terlepas dari melakukan
analisa kekuatan pasar, perilaku, dan sosial. Karena semua aspek yang telah
disebutkan mengadopsi standar integritas yang baik, maka hasil yang diberikan juga
akan positif.
9. Menetapkan langkah yang tepat
Saat mengambil sebuah keputusan dan strategi tentunya harus ada evaluasi
yang nantinya dapat menjadi tolak ukur mengenai langkah langkah yang sudah
diambil, juga melakukan antisipasi saat situasi di lapangan berubah.
Dengan kerja sama dari semua pihak termasuk masyarakat, setidaknya kita
mampu menurunkan angka korupsi. GreatPeople, Ayo bersama-sama menjadikan
Indonesia negara bebas korupsi
15
Penghematan dan Disiplin Kerja didukung dengan adanya harapan atau keinginan
segenap komunitas akan adanya transparansi keuangan dan pengawasan yang baik dalam
penggunaannya, serta perlu adanya pedoman teknis atau panduan kerja yang baku,
sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya penyalahgunaan wewenang atau korupsi di
unit-unit kerja masing-masing agar ada keamanan dan kenyamanan dalam bekerja,
menunjukkan bahwa kebijakan penanggulangan korupsi yang diinginkan di UNY adalah
kebijakan penanggulangan korupsi Model Rasional. Demikian pula dukungan
diterapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai
Negeri Sipil yang berisi kewajiban dan larangan bagi Pegawai Negeri Sipil menguatkan
alasan harapan atau keinginan digunakannya Model Rasional dalam mengeluarkan
kebijakan penanggulangan korupsi di UNY.
16
memperbaiki indeks persepsi korupsi, memperbaiki ease of doing bussiness, dan
transparansi pemerintahan.
17
dan independensi lembaga penegak hukum yang sudah ada.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Korupsi masih terjadi karena kepentingan politik serta haus kekuasaan, ingin
meraih dan mempertahankan jabatan. Korupsi selalu bermula dan berkembang di sektor
publik dengan bukti-bukti yang nyata bahwa dengan kekuasaan itulah pejabat publik
dapat menekan atau memeras para pencari keadilan atau mereka yang memerlukan jasa
pelayanan dari pemerintah. Korupsi di Indonesia sudah tergolong kejahatan yang
merusak, tidak saja keuangan Negara dan potensi ekonomi Negara, tetapi juga telah
meluluhlantakkan pilar-pilar sosial budaya, moral, politik dan tatanan hokum dan
keamanan nasional.
Upaya pemberantasan kejahatan korupsi melalui penegakan hukum yang
berkeadilan saat ini tampak masih memerlukan perjuangan berat. Karena kejahatan
korupsi merupakain kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang berbeda dari
kejahatan pidana biasa, maka upaya yang harus dilakukan yaitu menggunakan sistem
yang terpadu & luar biasa pula.
Sebagai kejahatan luar biasa, pemberantasan korupsi memerlukan kemaun
politik luar biasa sehingga Presiden menjadi figur penting dalam menggerakan dan
mengordinasikan peran Polisi, Jaksa, Pengadilan, dan KPK menjadi kekuatan dahsyat,
sehingga praktek KKN, seperti penyogokan, penggelembungan harga, gratifikasi, dan
penyalah gunaan kewenangan lainnya dilakukan oknum aparat PNS atau pejabat negara,
baik di tingkat pusat maupun daerah dapat dipersempit ruang geraknya melalui cara-cara
penegakan luar biasa dan terpadu.
3.2 SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi melengkapi dan menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
19
Darwan Prinst. 2002. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bandung : Citra Aditya
Bakti.
Efendi Marwan. 2013. Korupsi & Strategi Nasional Pencegahan Serta
Pemberantasannya. Jakarta: Referensi (GP Press Group).
Hartanti,Evi. 2005. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta : Penerbit Sinar Grafika.
M. Abdul Kholik,AF.2004. Eksistensi KPK dalam Peradilan Korupsi di Indonesia.
Jurnal Hukum FH.UII . Vol.11:No.26
Ridwan, Zachrie Wijayanto.2009. Korupsi Mengorupsi Indonesia. Jakarta. Gramedia
Pustaka Utama.
Sumarna, Sulistyowati dan Sukresno. 2019. Optimalisasi Putusan Hakim Tindak
Pidana Korupsi Sebagai Upaya Pemberantasan Korupsi. Jurnal Suara Keadilan.
Vol.20:No.1
Wibawa, S. 1994. Kebijakan Publik Proses dan Analisis. Jakarta: Intermedia.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/87/M. PAN/8/2005
Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 amandemen ke-IV
Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
https://katadata.co.id/muhammadridhoi/analisisdata/602098add9cef/apa-penyebab-kondisi-
korupsi-di-indonesia-memburuk
20