Anda di halaman 1dari 23

1

PAPER

PERILAKU ORGANISASI

MODUL 4 MOTIVASI : DAN PENERAPANNYA

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 2

1. DEVI DESTRI (041566582)


2. HESTI WULANDARI (041566575)
3. JIMMY (041569137)
4. OKTA (041566267)
5. SITI NABILA (041566228)
6. TEGUH JULIANTO (041565494)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS TERBUKA

PANGKALPINANG

2021
2

DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................3
LATAR BELAKANG...........................................................................................................................3
BAB II...................................................................................................................................................4
ISI..........................................................................................................................................................4
Kegiatan Belajar 1..............................................................................................................................4
Teori Motivasi....................................................................................................................................4
Kegiatan Belajar 2............................................................................................................................14
Motivasi kerja:.................................................................................................................................14
BAB III................................................................................................................................................23
KESIMPULAN...................................................................................................................................23
3

BAB I

LATAR BELAKANG

Manusia sering dijuluki sebagai “the wanting creature" - sebuah julukan yang
mengisyaratkan bahwa manusia secara kodrati memiliki berbagai macam keinginan dan
kebutuhan yang tidak akan pernah habis. Kalaulah sebuah kebutuhan pada hari ini bisa
terpenuhi, besok mungkin akan muncul kebutuhan yang sama, demikian seterusnya.
Demikian juga, kalaulah satu kebutuhan telah terpenuhi, bukan tidak mungkin pada saat
bersamaan muncul kebutuhan lain.

Tindakan demi tindakan yang dilakukan manusia umumnya tidak lepas dari upaya
untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan. Paling tidak ada 15 alasan mengapa seseorang
bekerja. Wujud tindakannya sama, yakni bekerja, tetapi alasannya atau tujuannya bermacam-
macam. Seseorang bekerja bukan semata-mata karena bekerja sebuah kehidupan, bukan pula
sekedar ingin mencari nafkah untuk menghidupi keluarga. Boleh jadi seseorang bekerja untuk
memenuhi panggilan jiwanya atau untuk menjaga status sosialnya sebagai seorang pekerja.
Contoh-contoh di atas secara tidak langsung menegaskan bahwa setiap tindakan dilakukan
sescorang pasti ada faktor penggeraknya. Dalam hal ini keinginan dan kebutuhan seseorang
bias disebut sebagai salah satu faktor penggerak yang menyebabkan seseorang melakukan
sebuah tindakan.
4

BAB II

ISI

Kegiatan Belajar 1

Teori Motivasi
A. PENGERTIAN MOTIVASI

Kata motivasi secara harfiah berasal dari bahasa latin movere atau motivere yang
berarti to move. Dalam bahasa Indonesia kata to move bisa diartikan sebagai bertindak,
bergerak atau membuat seseorang bergerak. Sedangkan menurut kamus Encarta
Encyclopedia, kata motivasi diartikan sebagai rasa ketertarikan atau antusiasme yang
membuat seseorang tergerak dan selanjutnya mau melakukan sebuah tindakan. Jadi, motivasi
pada dasarnya adalah sebuah tindakan. Berdasarkan pengertian harfiah tersebut, selanjutnya
yang dimaksud dengan motivasi dalam konteks perilaku organisasi adalah sebuah proses
psikologis yang menyebabkan tergeraknya, arahkannya dan terpeliharanya secara terus-
menerus tindakan-tindakan sukarela yang berorientasi pada satu tujuan tertentu. Sementara
itu, Luthan mengatakan bahwa Motivasi adalah sebuah proses yang dimulai dari tidak
terpenuhinya (deficiency) kebutuhan fisiologis atau psikologis yang memicu perilaku atau
dorongan untuk menggapai tujuan atau memperoleh insentif.

Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang esensi dari konsep
motivasi, kedua definisi di atas akan dielaborasi lebih lanjut. Pertama, motivasi pada
dasarnya merupakan studi tentang tindakan di mana tindakan tersebut melibatkan proses
psikologis. Kedua, dilihat dari proses terbentuknya, motivasi biasanya berangkat dari
terjadinya ketidakseimbangan fisiologis maupun psikologis yang membutuhkan tindakan
untuk menyeimbangkannya. Oleh karena itu, jika dilihat dari komponen-komponen
pembentuk motivasi, motivasi melibatkan tiga komponen utama, yaitu kebutuhan, dorongan,
dan insentif/tujuan.

1. Kebutuhan. Kebutuhan adalah kekurangan yang dirasakan seseorang pada suatu waktu
tertentu. Kebutuhan akan selalu muncul manakala seseorang mengalami ketidakseimbangan
fisiologis atau psikologis.
5

2. Dorongan. Dorongan, sering juga disebut motif, adalah energi yang dikeluarkan dan
diarahkan untuk mengembalikan keseimbangan fisiologis dan psikologis. Atau dengan kata
lain, dorongan adalah tindakan untuk memenuhi kebutuhan.

3. Insentif. Insentif atau tujuan merupakan akhir dari sebuah siklus motivasi. Yang
dimaksudkan dengan tujuan adalah segala sesuatu yang bisa memenuhi kebutuhan dan
mengurangi dorongan.

Ketiga, utamanya jika kita merujuk pada definisi pertama, bisa dikatakan bahwa inti
dari proses Motivasi adalah dorongan, motif atau tindakan yang wujudnya adalah perilaku.
Meskipun demikian, tidak semua perilaku berorientasi tujuan. Hal ini bisa diartikan pula
bahwa tidak semua perilaku terkait dengan motivasi. Hanya perilaku-perilaku yang
memenuhi karakteristik tertentu yang dianggap berorientasi tujuan. Karakteristik tersebut
adalah intensitas tindakan, arah atau pilihan perilaku, dan persistensi atau keajegan perilaku.

1. Intensitas tindakan. Karakteristik pertama menunjukkan sejauh mana seseorang mau


mengerahkan energi atau upaya untuk memperoleh hasil (memenuhi tujuan).

2. Arah perilaku. Ketika terjadi ketidakseimbangan fisiologis maupun psikologis dan


seseorang telah mengerahkan energinya, karakteristik penting lain adalah apakah energi yang
besar tersebut merupakan pilihan yang tepat dan diarahkan tahu difokuskan pada perilaku
tertentu sejalan dengan tujuan yang diinginkan.

3. Persistensi perilaku. Yang dimaksud dengan persistensi perilaku di sini adalah upaya
yang terus-menerus dilakukan dalam kurun waktu lama untuk mencapai tujuan.

Berdasarkan penjelasan tentang esensi motivasi seperti disebutkan di atas, ada


beberapa simpulan yang perlu mendapat perhatian. Pertama, meskipun motivasi bisa saja
terjadi dalam kehidupan kelompok, tetapi secara tradisional motivasi adalah fenomena
individual. Kedua, motivasi sering disebut sebagai intensi, yakni kemampuan seseorang
untuk melakukan tindakan dan berperilaku sesuai dengan tindakan tersebut. Ketiga, motivasi
merupakan fenomena bersegi banyak-multifaceted. Dikatakan demikian karena motivasi atau
tindakan seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh kebutuhan individu, tetapi juga banyak
faktor lain yang mempengaruhinya.

B. TEORI MOTIVASI

Secara umum, teori motivasi dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar,
yaitu teori kebutuhan, teori proses, dan teori pembelajaran. Pengelompokan ini tentunya
bukan satu-satunya cara mengelompokkan teori motivasi karena beberapa buku teks
mengelompokkannya dengan cara berbeda.

C. TEORI KEBUTUHAN

Teori kebutuhan (need theory) sering disebut juga content theory. Teori ini berangkat
dari satu asumsi bahwa setiap orang pasti mempunyai kebutuhan dan secara natural manusia
akan berusaha dan melakukan berbagai macam tindakan jika ada sebagian atau keseluruhan
6

kebutuhan tersebut belum terpenuhi. Seperti tampak pada gambar 4.2 , setiap muncul
perasaan kurang, pasti akan muncul pula kebutuhan. Perasaan kurang akan direspon dengan
mencari jalan untuk memenuhi kebutuhan sehingga timbul perilaku berorientasi tujuan.
Berdasarkan perilaku tersebut pada akhirnya kebutuhan akan terpenuhi. Proses ini akan
berulang mengikuti siklus yang sama untuk memenuhi kebutuhan lain.

Berdasarkan uraian di atas, bisa dikatakan bahwa teori kebutuhan mencoba menelaah
motivasi dari sisi kondisi internal seseorang, yakni memusatkan perhatiannya pada faktor-
faktor dalam diri individu yang menggerakkan mengarahkan, mendukung, dan/atau
menghentikan perilaku. Jadi teori ini mencoba menentukan kebutuhan khusus yang
memotivasi orang. Itulah sebabnya, teori kebutuhan sering disebut sebagai teori motivasi
yang bersifat statis karena hanya mendasarkan diri pada satu itu apa beberapa faktor yang
terjadi saat itu dan hanya berorientasi pada masa ini atau bahkan masa lalu. Teori kebutuhan
pertama kali dikembangkan oleh Henry A. Murray pada tahun 1930-an. Murray berpendapat
bahwa kebutuhan bukan faktor keturunan melainkan sesuatu yang bisa dipelajari (learned
needs). Artinya, timbulnya kebutuhan lebih disebabkan faktor lingkungan luar dengan
demikian kebutuhan seseorang akan semakin menjadi kenyataan Jika lingkungan
mendukungnya. Berdasarkan hasil observasi dan uji klinis ( bukan berdasarkan penelitian
sendiri), pada awalnya Murray mendata 15 kebutuhan. Selanjutnya, ke-15 kebutuhan tersebut
dibagi menjadi dua kelompok yaitu kebutuhan primer (primary needs) dan kebutuhan
sekunder (secondary needs). Termasuk kedalam kebutuhan primer misalnya makanan,
minuman, seks, buang air besar, buang air kecil, menyusu bagi anak-anak yang semuanya
berkaitan dengan fungsi fisiologis. Sedangkan kebutuhan sekunder, meliputi otonomi,
prestasi, afiliasi, dominasi, kekuasaan, rasa hormat, agresi, dan rendah diri. Dalam
perkembangannya, Murray, dengan perjalanan karirnya menambahkan jenis-jenis kebutuhan
lain.

D. HIERARKI KEBUTUHAN MENURUT MASLOW

Salah satu teori kebutuhan yang sampai saat ini masih populer adalah teori kebutuhan
yang dikembangkan oleh Abraham Maslow. Maslow mengembangkan teori kebutuhan
berdasarkan asumsi bahwa kebutuhan manusia bersifat hierarkis mulai dari kebutuhan paling
dasar yakni kebutuhan yang harus dipenuhi agar manusia bisa hidup sampai pada kebutuhan
paling tinggi yakni kebutuhan untuk bisa mengembangkan diri.

Maslow membagi kebutuhan menjadi 5 jenis yang tersusun secara hierarkis, yaitu:

1. Kebutuhan fisiologis. Dalam hierarki kebutuhan yang dibuat Maslow kebutuhan fisiologis
merupakan kebutuhan manusia yang paling dasar dan termasuk kebutuhan kebutuhan yang
harus dipenuhi seseorang agar bisa bertahan hidup termasuk di dalamnya adalah makan,
minum, oksigen, tidur, dan kebutuhan seks, serta kebutuhan fisik lainnya.

2. Kebutuhan rasa aman. Jika kebutuhan fisiologis secara relatif bisa terpenuhi maka akan
muncul kebutuhan tahap kedua yaitu kebutuhan rasa aman. Termasuk dalam jenis kebutuhan
7

ini adalah keamanan, perlindungan bebas dari rasa takut atau cemas, dan memperoleh
kepastian hukum.

3. Kebutuhan sosial. Dalam teks asli, Maslow tidak menggunakan istilah kebutuhan sosial
melainkan needs for belongingness and love- kebutuhan untuk bisa diterima oleh lingkungan
dan mencintai istilah ini kemudian disederhanakan menjadi kebutuhan sosial karena
esensinya sama.

4. Tuhan akan penghargaan (estem). Jenis kebutuhan ini bisa dibedakan menjadi dua yakni
kebutuhan penghargaan yang terfokus pada diri sendiri ( disebut penghargaan internal atau
harga diri -self-esteem) dan penghargaan yang terfokus pada orang lain (penghargaan
eksternal). Termasuk kedalam harga diri internal adalah kekuatan, kemandirian, kebebasan,
prestasi, menguasai, dan percaya diri. Sedangkan harga diri external termasuk reputasi,
Gengsi, status dominasi, pengakuan, martabak, apresiasi, perhatian dan terkenal.

5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self-actualization). Terakhir, kebutuhan paling tinggi


dalam hierarki kebutuhan adalah kebutuhan akan aktualisasi diri yakni kebutuhan untuk
memanfaatkan dan menunjukkan potensi diri. Termasuk di dalamnya adalah kebutuhan untuk
bisa merealisasi keinginan secara mandiri dan mengembangkan diri secara berkelanjutan.

Kebutuhan manusia bisa dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Kebutuhan order tinggi. Yang dimaksud dengan kebutuhan order tinggi adalah
kebutuhan kebutuhan yang bisa dipenuhi dari sumber internal, yakni kebutuhan-kebutuhan
yang bisa dipenuhi oleh orang yang bersangkutan seperti kebutuhan sosial, kebutuhan
penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri.

2. Kebutuhan order rendah. Yang dimaksud kebutuhan order rendah adalah kebutuhan
kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi secara mandiri oleh orang bersangkutan melainkan harus
melibatkan pihak eksternal, seperti kebutuhan akan rasa aman dan kebutuhan fisik/faali.

E. ERG THEORY

Alderfer berpendapat bahwa kebutuhan-kebutuhan tersebut bisa datang dalam waktu


bersamaan tanpa harus menunggu terpuaskannya satu kebutuhan tertentu. Disamping
itu, Alderfer juga berkesimpulan bahwa lima hierarki kebutuhan yang
dikemukakanMaslow dapat dikemas menjadi hanya tiga tingkatan, yaitu
existence, relatedness, dan growth needs. Oleh karena itu, teori ini disebut “ERG
Theory”. Ketiga komponen tersebut adalah sebagai berikut:

1.Existence needs. Yang dimaksud dengan existence needs adalah kebutuhan


seseorang untuk bisa bertahan hidup – kebutuhan untuk bisa eksis. Oleh karena itu,
kebutuhan jenis ini meliputi semua faktor fisiologis dan material lainnya yang dibutuhkan
manusia untuk bisa bertahan hidup.
8

2.Relatedness needs. Yang dimaksud dengan relatedness needs adalah kebutuhan


seseorang untuk bisa berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain sehingga
dirinya bisa diterima dan menjadi bagian dari masyarakat.

3.Growth needs. Yang dimaksud dengan growth needs adalah kebutuhan


seseorang untuk bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi diri yang
dimilikinya. Jadi, growth needs sama dengan aktualisasi diri seperti dikemukakan
Maslow.

F.TEORI KEBUTUHAN MENURUT MCCLELLAND

McClelland menyebut teorinya sebagai “learned needs theory”. Dikatakan


demikian karena McClelland, seperti halnya Murray, beranggapan bahwa kebutuhan
bukan merupakan faktor bawaan yang melekat pada diri seseorang melainkan sesuatu
yang bisa dipelajari dari lingkungan. Untuk mengembangkan teorinya, McClelland
banyak belajar dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam membesarkan anak-anak
mereka. Kebiasaan orang tua membimbing anak-anaknya sangat berpengaruh
terhadap cara masing-masing individu (anak yang dibimbing) dalam mempersepsi
situasi lingkungan yang pada akhirnya memotivasi mereka untuk menentukan pilihan dan
menggapai suatu tujuan. McClelland selanjutnya mengatakan bahwa seseorang yang
memiliki kebutuhan tertentu perilakunya berbeda dengan mereka yang tidak
memiliki kebutuhan. Dari sini McClelland kemudian mencoba menelaah daftar
kebutuhan yang dikemukakan oleh Murray dan menyimpulkan bahwa manusia
memiliki tiga macam kebutuhan, yakni kebutuhan berprestasi (need for
achievement– disingkat nAch), kebutuhan berafiliasi (need for affiliation– nAff), dan
kebutuhan untuk berkuasa (need for power – nPow). Ketiganya akan diuraikan secara
singkat sebagai berikut.

Kebutuhan berprestasi – nAch. Yang dimaksud dengan kebutuhan berprestasi,


sering disebut motif berprestasi adalah perilaku yang mengarah pada kesediaan
seseorang untuk berkompetisi dengan standar yang cukup tinggi. Untuk mengukur
apakah seseorang mempunyai kebutuhan berprestasi, McClelland mengembangkan
metode pengukuran yang disebut Thematic Apperception Test – TAT.

Berdasarkan hasil riset tersebut, karakteristik individu yang memiliki kebutuhan


yang tinggi untuk berprestasi adalah sebagai berikut.

1. Seseorang yang memiliki kebutuhan yang tinggi untuk berprestasi cenderung


memiliki tanggung jawab personal yang tinggi dalam hal mengerjakan tugas atau
menyelesaikan masalah. Akibatnya, orang seperti ini cenderung bekerja mandiri daripada
dengan orang lain. Kalau terpaksa ia harus bekerja dengan orang lain maka ia akan
memilih orang yang memiliki kompetensi daripada pertimbangan pertemanan.

2. Seseorang yang memiliki kebutuhan yang tinggi untuk berprestasi cenderung


memilih tujuan yang tidak terlalu sulit untuk mencapainya. Sementara orang yang
9

memiliki kebutuhan berprestasi rendah cenderung memilih tujuan yang sulit dicapai
atau sebaliknya tujuan yang paling mudah dicapai.

3. Seseorang yang memiliki kebutuhan yang tinggi untuk berprestasi cenderung


meminta umpan balik terhadap apa-apa yang telah dilakukannya. Orang
semacam ini ingin tahu apakah kinerja baik atau jelek meskipun ia sesungguhnya
memiliki rasa was-was ketika menerima umpan balik tersebut.

Kebutuhan berafiliasi – nAff. Kebutuhan berafiliasi diartikan sebagai keinginan


yang sangat kuat untuk menjalin dan menjaga hubungan persahabatan dan
menjaga kehangatan dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Dalam banyak hal,
kebutuhan berafiliasi sama dengan kebutuhan sosialnya Maslow. Seseorang yang
memiliki kebutuhan yang tinggi untuk berafiliasi memiliki karakteristik sebagai
berikut.

1.Memiliki keinginan yang sangat kuat untuk memperoleh persetujuan dan kepastian dari
orang lain.

2.Mereka cenderung patuh terhadap kemauan dan norma-norma orang lain jika mereka
sedikit ditekan oleh orang yang dianggap sebagai sahabatnya

3.Mereka dengan sungguh-sungguh menjaga perasaan orang lain.

Kebutuhan untuk berkuasa – nPow. Kebutuhan untuk berkuasa diartikan


sebagai kebutuhan untuk mengendalikan orang lain, mempengaruhi perilaku orang lain,
dan bertanggung jawab terhadap mereka. Topik ini banyak memperoleh perhatian dalam
bidang studi psikologi. Mereka yang sepaham dengan pentingnya kekuasaan
beranggapan bahwa tujuan manusia hidup adalah agar ia bisa berkuasa. Mereka
berargumentasi bahwa perkembangan manusia merupakan sebuah proses yang diukur
dari kemampuannya untuk menjalankan fungsi kontrol yang tentunya
membutuhkan kekuasaan. Pandangan ini sangat relevan dengan masyarakat Barat yang
cenderung ingin menguasai alam bukan pasrah pada alam. McClelland sendiri dan
koleganya banyak mengupas arti penting kekuasaan. Jurnal Harvard Business
Review misalnya, banyak memuat tulisan McClelland tentang kekuasaan.
Karakteristik orang yang memiliki nPow tinggi adalah sebagai berikut.

1.Keinginan yang sangat kuat untuk mempengaruhi dan mengarahkan oranglain.

2.Keinginan yang sangat kuat untuk menjalankan fungsi kontrol.

3.Memberi perhatian yang tinggi terhadap kelanggengan hubungan pimpinan-


pengikut.
10

G. TEORI DUA FAKTOR

Teori yang dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Teori ini sering disebut "Motivator-
Hygiene Theory". Esensi dari teori ini adalah faktor yang menyebabkan sesorang merasa
puas dan faktor yang menyebabkan seseorang tidak merasa puas ternyata berbeda. Simpulan
ini didasarkan pada wawancara yang dilakukan oleh Herzberg terhadap 203 responden-
akuntan dan insiyur. Ketika mereka ditanya faktor apa saja yang menyebabkan mereka
merasa tidak nyaman, tidak senang, dan tidak puas. Jawabannya meliputi faktor-faktor yang
melingkupi pekerjaan, bukan pekerjaannya sendiri, seperti masalah administrasi dan
kebijakan organisasi, gaji, para supervisor, hubungan antar teman kerja, dan kondisi tempat
kerja. Faktor-faktor ini disebut sebagai dissatisfiers- penyebab ketidakpuasan karena
menciptakan potensi ketidakpuasan karyawan, tetapi tidak menjadikan karyawan merasa
puas.
Yang menarik dari hasil penelitian Herzberg namun sampai saat ini masih
menimbulkan kontroversi adalah kesimpulan yang menyatakan bahwa faktor yang
menyebabkan ketidakpuasan dan kepuasaan adalah dua faktor berbeda, bukan dua faktor
yang saling berlawanan-keduanya seperti disebutkan di atas adalah hyegine factor dan
motivator faktor.
Bisa dilihat pada hal 4.18 gambar 4.4
Artinya kalau kondisi lingkungan kerja diperbaiki tetap saja tidak akan menyebakan
seseorang karyawan merasa puas.para manajer perlu memberikan perhatian pada "motivator
faktor" karna dengan memperbaiki sifat kerja atau memberi pengakuan terhadap hasil kerja
karyawan.

H. TEORI PROSES

Berbeda dengan teori kebutuhan ynng menekankan arti pnting kebutuhan sebagai landasan
berpijak bagi seseorang untuk bertindak dan berprilaku, teori proses yang biasa disebut juga
teori kognitif merupakan teori yang menyoroti proses terjadinya motivasi. Teori proses juga
beranggapan bahwa manusia merupakan sosok yang berfikiran rasional dalam memilih
berbagai alternatif tindakan. Secara rasional manusia cenderung memilih tindakan yang
memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan kerugian, Itulah sebabnya teori proses
mengambil keputusan terhadap pilihan-pilihan tindakan dan prilaku rasional emmerlukan
informasi yang berada di luar dirinya.

I. TEORI PENGHARAPAN (EXPENTANCY THEORY)

Teori ini pertama kali digagas oleh Kurt Lewin dan Edward Tolman pada tahun 1930-
an dan 1940-an. Namun, baru pada tahun 1960-an teori pengharapan diformulasikan secara
sistematis dan komprehensif. Dalam pandangan Vroom motivasi merupakan proses yang
kompleks yang melibatkan faktor internal maupun eksternal. Menurut teori ini, faktor-faktor
yang mempengaruhi usaha seseorang adalah (1) persepsi tentang hubungan antara usaha
dengan tingkat keberhasilan usaha atau kinerja (ekspektasi), (2) persepsi tentang hubungan
11

antara kinerja dengan keseluruhan hasil (outcomes) yang akan diperoleh (instrument
perantara) dan (3) nilai manfaat dari hasil (valensi).

Ekspektasi. Menurut Vroom yang dimaksud dengan ekspektasi atau harapan adalah
keyakinan seseorang bahwa kinerja merupakan akibat dari kegiatan usaha yang dilakukan
seseorang. Jika seseorang melakukan usaha dengan derajat tertentu maka diharapkan akan
dihasilkan kinerja dengan derajat tertentu pula. Atau dengan kata lain usaha harapan
terhadapsuatu kinerja.

Instrumen Perantara. Yang dimaksud dengan instrumen perantara adalah keyakinan


seseorang bahwa keseluruhan hasil dari sebuah aktivitas sangat tergantung pada keberhasilan
dalam melakukan sebuah aktivitas (kinerja). Artinya, kinerja akan menjadi instrumen
menciptakan keseluruhan hasil.

Valensi. Seperti yang dimaksudkan Vroom, valensi adalah nilai manfaat yang
diperoleh dari keseluruhan hasil. Nilai manfaat ini tentunya sangat tergantung pada preferensi
seseorang. Artinya, keseluruhan hasil yang akan diperoleh boleh jadi dipandang sebagai
bermanfaat bagi dirinya (valensi positif) atau sebaliknya sangat tidak bermanfaat bagi dirinya
(valensi negatif).

J. TEORI EKSPEKTASI MENURUT PORTER DAN LAWLER III

Teori pengharapan yang dikemukakan Vroom seperti tersebut di atas kemudian


diperbarui oleh dua orang peneliti perilaku organisasi, yaitu Lyman Porter dan Edward
Lawlwer III. Kedua peneliti ini mengembangkan teori pengharapannya Vroom untuk (1)
mengidentifikasi sumber-sumber valensi dan ekspektasi dan (2) menjelaskan keterkaitan
antara usaha dengan kinerja dan kepuasan kerja. Secara umum, hubungan antara motivasi
dengan kinerja dan kepuasan kerja digambarkan pada Gambar 4.6 berikut ini.

Keterangan gambar:

1. Nilai imbalan/balas jasa (reward)

2. Persepsi tentang probabilitas usaha → imbalan/reward

3. Usaha

4. Kapabilitas dan kepribadian seseorang


12

5. Persepsi tentang peran seseorang (role perception)

6. Kinerja

7. A. Intrinsic reward

B. Extrinsic reward

8. Persepsi tentang kewajaran/keadilan imbalan

9. Kepuasan

K. EQUITY THEORY

Hubungan antara karyawan dengan peruahaan seringkali dianggap sebagai hubungan


yang bersifat transaksional. Karyawan dan perusahaan seolah-olah merupakan dua belah
pihak yang sedang melakukan trannsaksi atau pertukaran. Karyawan merupakan pihak yang
menjual sumber daya kepada pihak perusahaan. Sumber daya yang dijual karyawan
diantaranya adalah pendidikan, tenaga kerja, pengalaman, katakan lah beberapa gaji.

Teori motivasi yang menjelaskan hal ini disehebut equity theory. Teori yang pertama
kali digagas oleh J.Stacy Adams ini pada dasarnya berasumsi bahwa dalam pertukaran sosial.
Karyawan akan mempertanyakan apakah hubungan kedua belah pihak merupakan hubungan
yang setara atau sebaliknya karyawan diperlakukan seara tidak adil. Karyawan mengukur
tingkat kesetaraan tersebut dengan mengukur apakah input yang dikeluarkan sebanding
dengan hasil atau outcome yang diterima.

Berdasarkan equity theory seperti tersebut, karyawan akan memilih beberapa macam
tindakan jika merasa dirinya diperlakukan tidak adil. Tindakan tersebut diantaranya:

1. Mengubah input misalnya tidak melakukan usaha sungguh-sungguh


2. Mengubah output, misal karyawan yang dibayar berdasarkan hasil unit yang
dihasilkan akan meningkatkan usaha agar pendapatannya naik.
3. Mengubah persepsi diri.
4. Mengubah persepsi diri orang lain.
5. Memilih pembanding orang lain.
6. Pindah kerja.
Equity theory sekali lagi menegaskan bahwa serang karyawan tidak hanya memberi
perhatian terhadap milai absoulut gaji yang diterima dibandingkan dengan usaha yang
dilakukannya, tetapi juga hubungan antara gaji yangditerima dengan gaji yang diterima pihak
lain.

L. GAOL SETTING THEORY

Sebagai makhluk hidup, manusia pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai. Sebagai
kinerjanya orang menginginkan harmoni kehidupan. Sebagiannya lagi menginginkan hidup
yang sejahtera dan sebagiannya lagi memiliki tujuan hidup yang lain. Situasi yang kurang
lebih sama juga terjadi dalam kehidupan sebuah organisasi. Seorang karyawan yang berkerja
13

serabutan tanpa tugas, beban kerja, dan target yang jelas, jangankan kinerjanya baik, ia sering
mengalami frustasi karena tidak ada pedoman dalam melakukan pekerjaan

Teori motivasi yang berkaitan dengan penetapan tujuan dan dampaknya terhadap
kinerja disebut sebagai goal setting theory. Teori ini digagas oleh Edwin Locke pada tahun
1968. Meski sering disebut orang pertama yang menggagaskan goal setting theory, Locke
sendiri mengacu pada mazhab scientific management yang dikembangkan oleh Frederick
Taylor.

Secara konseptual, yang dimaksud dengan goal adalah standart kinerja yang harus dicapai
seseorang karyawan. Dalam skala yang lebih sempit, goal bisa berupa sasaran atau target
yang membutuhkan tindakan untuk mencapainya. Beberapa kritik terhadapn goal setting
adalah:

1. Goal setting theory bisa diterapkan dengan baik hanya untuk pekerjaan-pekerjaan
yang relatif sederhana.
2. Goal setting sering mendorong karyawan bertindak manipulatif dan berbohong atau
melakukan pemalsuan.
3. Goal setting mendrong karyawan dan manajer berpikiran sempit hanya berfokus pada
tujuan yang terukur serta tujuan yang lain yang lebih penting
4. Goal setting terkadang-kadang sulit mempertahankan kela nggenganya khususnya
jika tidak dikombinasi dengan bentuk-bentuk penegakan lainnya.
5. Goal setting bentuk lain dari upaya para manajer untuk mengendalikan dan memonitr
perilaku karyawan.
14

Kegiatan Belajar 2

Motivasi kerja:
Evaluasi dan Penghargaan Kinerja

A. HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI, PERILAKU, DAN KINERJA

Tujuan akhir dari mempelajari Motivasi adalah agar masing-masing individu mau
menyerahkan energi dan bisa bekerja lebih baik serta tingkat produktivitasnya meningkat.
Jika semua upaya ini berhasil dilakukan maka ujung-ujungnya kinerja individual meningkat
dan demikian juga kinerja organisasi. Berikut ini dijelaskan perbedaan ketiga istilah tersebut
dan keterkaitan diantara ketiganya.

Pertama, motivasi berbeda dengan perilaku. Motivasi merupakan proses psikologis


yang menghasilkan perilaku tertentu. Dalam konteks motivasi, yang dimaksudkan dengan
perilaku tertentu tidak lain adalah perilaku yang berorientasi tujuan, yakni perilaku yang
tujuannya menutup perasaan kurang yang menghinggapi seseorang. Sedangkan perilaku itu
sendiri merupakan suatu cerminan dari tindakan seseorang. Kedua, meski motivasi
mempengaruhi perilaku, bukan berarti motivasi hanya satu-satunya faktor yang
mempengaruhi perilaku. Perilaku seseorang dipengaruhi berbagai macam faktor. Termasuk
diantaranya adalah latar belakang individu yang berperilaku, motivasi, dan lingkungan-
termasuk lingkungan kerja. Ketiga, perilaku berbeda dengan kinerja. Kinerja merupakan
akumulasi dari perilaku yang terjadi dalam waktu lama dan dalam konteks berbeda serta
melibatkan orang-orang berbeda. Kinerja merupakan ukuran standar yang biasanya
ditetapkan pihak lain bukan oleh diri orang bersangkutan.Keempat, motivasi merupakan
faktor penting dan sangat dibutuhkan organisasi. Bagi sebuah organisasi mencapai tujuan
yang diukur dengan kinerja organisasi adalah sebuah kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, dengan demikian para karyawan sebagai pelaku organisasi harus mempunyai
motivasi dan berperilaku yang berorientasi tujuan.

B. Multidimensi Kinerja

Hasil dari sebuah motivasi pada umumnya bisa dinilai berdasarkan perilaku nyata
yang ditunjukkan oleh seseorang, besaran usaha yang dilakukan, dan pilihan-pilihan tindakan
untuk mencapai tujuan. Jika motivasinya berubah maka perilaku dan tujuan atau kinerja nya
15

juga berubah. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kinerja sesungguhnya
berdimensi banyak (multidimensional).

Menurut Katz dan Kahn tiga perilaku esensial untuk mencapai efektivitas organisasi
meliputi tiga jenis perilaku, yaitu

(1) karyawan harus dibujuk untuk bergabung dan tetap bersama organisasi,

(2) karyawan harus bisa diandalkan untuk menjalankan tugas yang telah dibebankan
kepadanya,

(3) karyawan harus memiliki perilaku kerja spontan dan inovatif, di luar deskripsi kerja
formalyang telah ditetapkan, sebagai bagian untuk memberi kontribusi terhadap efektivitas
organisasi.

Beberapa perilaku spontan dan inovatif yang sangat penting bagi efektivitas
organisasi, diantaranya adalah:

1. Perilaku kooperatif. Seorang karyawan mau membantu karyawan lain dalam rangka
mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan.

2. Bertindak protektif. Karyawan akan menjaga organisasi dari bencana dan bertindak all out
jika organisasi mendapat ancaman.

3. Ide konstruktif. Karyawan ikut memberikan ide yang konstruktif dan kreatif untuk
meningkatkan efektivitas organisasi.

4. Self-training. Karyawan akan melatih diri (terus belajar mandiri) dalam rangka membantu
organisasi dalam program pelatihan yang sangat dibutuhkan.

5. Bersikap positif. Karyawan akan menunjukkan sikap positif baik terhadap organisasi,
pelanggan, dan masyarakat pada umumnya sehingga memudahkan organisasi membangun
citra positif.

C. POLA MOTIVASI

Di samping harus menyadari bahwa kinerja bersifat multidimensional, para manajer


juga harus memahami bahwa perilaku bersumber pada motivasi di mana setiap orang
memiliki motivasi berbeda. Akibat dari perbedaan motivasi maka perilaku masing-masing
karyawan juga berbeda titik sederhananya, setiap motivasi akan menghasilkan perilaku dan
tujuan tertentu. Oleh karena itu, untuk mencapai kinerja menyeluruh, Para manajer perlu
memberi perhatian terhadap 6 macam pola motivasi yang di anggap esensial, yaitu:

1. Penegakan peraturan. Pada umumnya masyarakat kita sadar dan telah menjadi budaya
kita bahwa setiap orang yang yang terlibat dalam kehidupan sosial termasuk kehidupan
organisasi harus patuh kepada aturan yang berlaku.

2. Sistem Penghargaan. Penghargaan yang diberikan kepada setiap karyawan Karena


anggota keanggotaan nya di dalam organisasi disebut sistem penghargaan. Semua karyawan
16

dengan klasifikasinya di dalam perusahaan akan memperoleh penghargaan yang sama tanpa
mempedulikan kinerja mereka.

3. Sistem penghargaan berbasis individu. Penghargaan yang diberikan kepada seorang


karyawan bukan karena dia sebagai anggota organisasi, tetapi karena kinerja nya disebut
individual reward penghargaan berbasis kinerja individu.

4. Keputusan intrinsik. Kpuasan seseorang karyawan tidak selamanya diukur dari reward
yang diterimanya seperti dibicarakan pada point 2 dan 3 di atas tetapi kadang-kadang juga
datang dari pekerjaannya itu sendiri. Seorang karyawan yang merasa cocok dengan pekerjaan
misalnya karena diberi kebebasan untuk berinovasi boleh jadi akan merasa puas. Kepuasan
seperti ini disebut kepuasan intrinsik.

5. Internalisasi nilai. Beberapa karyawan termotivasi untuk melakukan berbagai macam


kegiatan bukan karena berharap memperoleh imbalan tetapi karena mereka setuju dengan
tujuan yang ingin dicapai perusahaan. Jadi, mereka bekerja karena komitmen dan loyalitas
nya untuk membantu perusahaan mencapai tujuan.

6. Hubungan antarkelompok. Kepuasan juga bisa terjadi karena hubungan baik Antar
karyawan titik hubungan baik menjadi sumber gratifikasi karyawan untuk tetap berada di
dalam kelompok tersebut. Misalnya karyawan merasa perlu berada di dalam kelompoknya
karena kelompok tersebut memberinya suasana nyaman, persahabatan sejati, karyawan lain
bisa memberi dukungan bagi dirinya atau memberinya suasana emosional.

D. EVALUASI KINERJA

Wujud dari teori motivasi seperti dijelaskan di depan tercermin dalam bentuk program
penilaian kinerja. Proses penilaiannya itu sendiri dapat dilakukan melalui dua sisi berbeda,
yaitu positive reinforcement dan negative reinforcement. Yang dimaksud dengan positive
reinforcement adalah membuat perilaku seseorang lebih sering muncul dengan menunjukkan
sesuatu bernada positif atau menyenangkan. Sedangkan negative reinforcement adalah
membuat perilaku seseorang yang lebih sering muncul dengan cara menjauhkan sesuatu
bernada negatif atau tidak menyenangkan.

E. PERANAN PENILAIAN KINERJA

Penilaian kinerja merupakan bagian penting dari hubungan kerja antara karyawan
(buruh) dengan pemberi kerja (majikan). Dalam hubungan ini bisa dikatakan bahwa pemberi
kerja setuju untuk memberi pekerjaan kepada karyawan dan memberinya kompensasi untuk
pekerjaan yang dilakukan karyawan. Sebaliknya, karyawan setuju untuk bekerja sebagai
imbalan atas kompensasi dan imbalan-imbalan lain yang ia terima. Kesepakatan kedua belah
pihak dalam hubungan kerja seperti ini disebut sebagai kontrak psikologis (psychological
contract). Konsekuensi logisnya adalah masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban
dan kedua-duanya harus memenuhi hak dan kewajiban tersebut jika masih menghendaki
hubungan kerja terus berlangsung.
17

Secara umum, penilaian kinerja mempunyai 5 fungsi utama. Pertama ,penilaian


kinerja berfungsi sebagai dasar untuk memberi imbalan dan memberi pengakuan terhadap
kinerja karyawan. Kedua, penilaian kinerja bisa dijadikan pedoman untuk merekrut, mem-
PHK atau mempromosikan karyawan. Ketiga, penilaian kinerja bisa memberi informasi si
bagi karyawan untuk mengetahui perkembangan dirinya. Keempat, penilaian kinerja bisa
digunakan untuk mengetahui kebutuhan pelatihan yang diperlukan seseorang karyawan.
Kelima, penilaian kinerja jika digunakan untuk mengintegrasikan fungsi perancangan
manajemen SDM dan koordinasi fungsi SDM lainnya.

F.KRITIK TERHADAP PENILAIAN KINERJA

Terlepas dari pentingnya penilaian kinerja, proses penilaian kinerja sering mendapat
kritik tajam karena dianggap sebagai praktik yang tidak banyak manfaatnya. Itulah
sebabnya tidak sedikit para manajer enggan melaksanakan program penilaian kinerja. Disisi
lain, kebanyakan karyawan, khususnya karyawan yang kinerjanya rendah atau tidak
menyukai kerja, menganggap penilaian kinerja baik formal maupun informal merupakan
tindakan yang mengancam masa depan hidupnya. Sementara itu, penilaian kinerja juga
menjadikan kedudukan seorang supervisor merasa terjepit meski salah satutugas
seorang supervisor adalah menilai kinerja bawahan. Supervisor yang tidak memiliki skill
atau tidak bisa memberi umpan balik kepada bawahan akan dinilai atasan mereka sebagai
supervisor yang jelek.

Kritik lain terhadap penilaian kinerja adalah tidak semua kegiatan bisa dinilai
secara objektif. Sebagai contoh, aktivitas yang tidak menghasilkan produk secara fisik
(misalnya aktivitas layanan), biasanya sulit diukur kinerjanya secara objektif. Kritik
terhadap penilaian kinerja terutama disebabkan beberapa faktor sebagai berikut:

1.Halo effect. Yang dimaksud dengan halo effect adalah karakteristik seseorang baik
positif maupun negatif mempengaruhi keseluruhan sikap orang tersebut.

2.Leniency-strictly effect. Sebagian evaluator memberikan penilaian yang terlalu longgar


(leniency) sehingga menguntungkan pihak yang dinilai dan sebagian evaluator memberi
penilaian yang terlalu ketat (strict) sehingga merugikan pihak yang dinilai.

3.Central tendency effect. Kebiasan lain adalah evaluator hanya memberi nilai rata-rata
kepada setiap orang tanpa mempedulikan kinerja sesungguhnya dari setiap karyawan.

4.Interrater reliability. Dua orang penilai, meski melihat perilaku yang sama dari
seorang karyawan, namun kedua memberi penilaian yang berbeda.

5.Contrast effect. Evaluasi terhadap kinerja seorang karyawan dipengaruhi oleh hasil kinerja
orang yang telah dinilai sebelumnya.

6.Zero-sum problem. Beberapa sistem penilaian kinerja seringkali menghendaki


agar terjadi keseimbangan dalam penilaian kinerja karyawan, misalnya dengan
memberikan sebagian nilai karyawan yang nilainya tinggi kepda karyawan yang nilainya
rendah.
18

7.Numbers fetish. Penilaian kinerja karyawan seringkali terjebak pada angka seolah-olah
angka tersebut memiliki tingkat akurasi yang tinggi tanpa mempertimbangkan konteks.

8. Recency effect. Penilaian kinerja seringkali hanya mempertimbangkan apa yang terjadi
sekarang tanpa melihat kaitannya dengan penilaian kinerja masa lalu.

G.METODE PENILAIAN KINERJA

Meski kritik terhadap penilaian kinerja datang dari berbagai kalangan, manajer,
dan/atau supervisor sesungguhnya selalu melakukan penilaian kinerja. Memang,
proses penilaian kinerja terkadang sangat tidak mudah dilakukan dan tidak selalu
dilakukan secara formal. Penilaian kinerja secara informal seringkali tidak bisa
dihindarkan.

Program penilaian yang baik tentunya tidak semata-mata mengandalkan teknik


penilaian yang digunakan, tetapi tergantung juga pada kemampuan seseorang untuk
menilai. Meskipun demikian, beberapa teknik penilaian kinerja diyakini memiliki
tingkat efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan beberapa yang lain. Keberhasilan
dalam penilaian kinerja sangat tergantung pada dua hal, yaitu tujuan penilaian dan sifat
pekerjaan yang dinilai. Diantara teknik penilaian yang telah dikembangkan dan banyak
digunakan beberapaperusahaan adalah sebagai berikut:

Penilaian berdasarkan ranking (procedure ranking). Tujuan penilaian berdasarkan


ranking adalah untuk menentukan urutan karyawan yang memiliki kinerja dengan ranking
paling tinggi sampai yang paling rendah.

Penilaian berdasarkan klasifikasi (classification ranking). Metode ini sekedar


mengelompokkan karyawan kedalam salah satu kategori tertentu, misalnya luar biasa,
sangat baik, baik, cukup, sedang dan kurang.

Penilaian kinerja menggunakan skala (graphic rating scales). Metode ini paling
banyak digunakan untuk menilai kinerja karyawan, khususnya karyawan bukan manajer.
Kinerja yang paling banyak diukur dengan skala, misalnya hasil kuantitas pekerjaan, hasil
kualitas pekerjaan, tingkat kerja sama karyawan, pengetahuan tentang pekerjaan,
kemandirian dalam bekerja, inisiatif, kreativitas, atau keseluruhan kinerja.

Behaviorally anchored rating scales (BARS). Metode ini hampir sama dengan metode
penilaian kinerja dengan menggunkan skala. Bedanya, pada BARS angka-angka yang
menjadi ukuran penilaian dideskripsikan secara jelas maksud angka tersebut. Misalnya,
angka 1 sikap karyawan amat buruk –karyawan sering melawan dan berprilaku
bermusuhan terhadap atasan.

H. MANAGEMENT BY OBJECTIVE

Jika diterjemahkan, MBO bisa berati manajemen berbasis sasaran/tujuan. Pada prinsipnya
MBO menekankan pentingnya setiap individu, baik menjer atau karyawan biasa, baik manjer
19

tingkah atas atau bawah, bertanggung jawab terhadap hasil kerja dari pada semata-mata
melakukan aktivitas pekerjaan.
Meski pada awalnya MBO dimaksudkan untuk menilai kinerja manajer, dalam
perkembangannya MBO juga menjadi cara berfikir dalam manjemen yang merefleksikan cara
mengelola organisasi yang proaktif dan positif bukan sebaliknya, reaktif.
Oleh karena itu, secara filosofis, fokus perhatian MBO adalah 1) memprediksi dan
menetapkan masa depan organisasi dengan cara mengembangkan tujuan jangka panjang
organisasi dan membuat perencanaan-perencanaan strategik, 2) mencapai hasil kerja
ketimbang sedekar melakukan kegiatan kerja, 3) meningkatkan kompetensi individu dan
efektivitas organisasi, dan 4) meningkatkan partisipasi karyawan dalam segala aspek
kehidupan organisasi. Selain itu, harus dipahami pula bahwa MBO adalah sebuah proses
yang melibatkan fungsi-fungsi manajemen yang terintegrasi mulai dari 1) menetapkan tujuan
organisasi yang jelas dan tepat 2) mengkoordinasikan tujuan masing-masing individu dengan
tujuan organisasi yang jelas dan tepat, 2) mengkoordinasikan tujuan masing-masing individu
dengan tujuan organisasi secara keseluruhan, 3) pengukuran dan penilaian kinerja secara
sistematik, dan 4) melakukan tindakan korektif yang dianggap perlu untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya.

I. PENEGAKAN ATURAN DAN DISIPLIN

Penegakan aturan dan pemberia hukuman merupakan bagian integral dari program
penilaian kinerja. Kedua instrumen ini banyak dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari
organisasi sebagai media untuk memotivasi karyawan, namun secara teorotik kedua
instruman ini sering luput dari perhatian para peoritisi perilaku organisasi. Terlepas dari
minimnya kajian teorotik tentang penegakkan aturan dan pemberian ancaman hukuman,
kedua instrumen ini secara umum bisa digunakan untuk menjaga agar karyawan terhindar
dari perilaiu yang tidak dikehendaki yang bisa menghambat pencapaian tujuan organisasi.

J. TAAT ATURAN

Setiap organisasi pasti memiliki atauran, tidak peduli apakah aturan tersebut ditetapkan
secara formal atau informal. Menyadari pentingnya penegakan aturan dalam kwhidupan
organisasi dalam batas-batas tertentu karyawan harus dipaksa untuk mematuhi peraturan
organisasi meskipun kepayuhan itu sendiri sesungguhnya merupakan fungsi dari kebiasaan
dan sikap seseorang terhadap simbol-simbol pemegang otoritas. Secara tidak lngsung
menegaskan bahwa penegakkan aturan pada akhirnya bisa menjelaskan perilaiu seseorang
meski intensitas pengaruhnya masih sangat terbatas. Patuh terhadap aturan hukum tidak
banyak manfaatnya untuk memotivasi karyawan jika sifat pekerjaannya merlukan kreativitas
dan inovasi, dan karyawan dituntut untuk menggunakan expert judgment (keputusan
berdasarkan keatifan intelektualitasnya).
20

K. HUKUMAN

Memberi hukuman dalam batas-batas tertentu sesungguhnya bukan cara yang tepat
untuk memotivasi karyawan. Ada yang berpendapat hukuman menyalahi aturan moral.
Namun, pemberian hukuman seringkali tidak bisa dihindarkan. Hukuman biasanya dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu hukuman yang bersifat alami (natural cosequences), bersifat logis
(logical consequences) dan yang disengaja dibuat (contrived consequences). Hukuman yang
bersifat alami akan terjadi misalnya jika seorang karyawan mengalami kecelakaan kerja yang
disebabkan karena dirinya tidak mematuhi ketentuan kerja seperti tidak memakai helm ketika
berada di pabrik. Demikian juga Anda akan diasingkan karena bau badan yang menyengat.
Hukuman karena alasan logis terjadi dalam hubungannya dengan pelanggaran aturan.
Misalnya, konsumen harus menunggu berjam-jam untuk mendapat layanan hanya karena
petugas yang seharusnya melayani membuat kekeliruan jam untuk bertemu. Sedangkan
hukuman yang disengaja disebabkan kesalahan bertindak di mana hukumannya tidak terkait
dengan kesalahan tersebut. Sebagai contoh, seseorang didenda sebesar Rp 100.000,- karena
menempati area parkir yang disediakan untuk kendaran direktur perusahaan. Salah parkir dan
denda Rp 100.000 sesungguhnya bersifat arbitrer.

L. DISIPLIN YANG PROGRESIF

Disiplin adalah penggunaan berbagai bentuk hukuman atau sangsi ketika seorang
karyawan menyalahi aturan. Tujuan umum dari penegakan disipiin adalah untuk
mengembalikan dan membantu karyawan bisa diterima kembali di lingkungan kerja.

Prosedur penegakan disiplin biasanya mengikuti sebuah proses yang disebut


“progressive discipline - disiplin secar progresif”. Prosedur progressive discipline adalah
sebagai berikut:

1.Verbal warning - pemberian peringatan awal secara verbal, biasanya dilakukan oleh atasan
langsung, yang memperingatkan karyawan bahwa tindakan yang dilakukannya tidak bisa
diterima.

2. Verbal reprimand — pemberitahuan dan diskusi dengan karyawan yang dianggap


melakukan tindakan tidak benar, biasanya dilakukan oleh atasan langsung, tentang tidak
baiknya tindakan tersebut dan perlunya upaya perbaikan. Dalam hal ini verbal reprimand
bukan sekedar memberi komentar tentang tindakan seseorang, tetapi lebih dari itu, yaitu
menunjukkan tidak ada yang salah dengan segala akibatnya dan meminta karyawan untuk
memperbaiki tindakan tersebut agar tidak terulang.

3. Written reprimand - jika melakukan upaya perbaikan secara lisan maka bisa dilakukan
prosedur selanjutnya tuduhan secara tertulis dengan menjelaskan runtutan peristiwa yang
21

dilakukan karyawan (yang dianggap salah) dan permintaan untuk mengubah tindakan
tersebut beserta konsekuensi yang akan dihadapi karyawan jika tidak mau mematuhinya.
Langkah ini bisa dikatakan merupakan langkah formal dibandingkan dengan dua langkah
sebelumnya. Tujuan ditempuhnya langkah ini agar nantinya perusahaan memiliki dokumen
untuk membela diri mengapa tindakan disiplin diberikan kepada karyawan.

4. Susspension — jika seseorang tidak bisa memperbaiki diri dari tindakan yang salah ada
kemungkinan dirinya akan diberhentikan sementara dan pekerjaan agar dirinya bisa berpikir
apakah mau mengubah perilakunya dan masih bisa bekerja atau sebaliknya.

5.Discharge. Pemutusan hubungan kerja dilakukan jika memang karyawan yang


bersangkutan tidak bisa memperbaiki diri.

M. SISTEM PENGHARGAAN

Sistem penghargaan adalah penghargaan yang diberikan kepada seserang karena


keanggotaan atau keterlibatan orang tersebut didalam organisasi. Tujuan dari sistem
penghargaan adalah untuk menarik dan mendrong karyawan tetap bersama dengan rganisasi.
Biasanya makin lama seorang karyawan bekerja di perusahaan makin besar pula penghargaan
yang diperolehnya. Namun, jika sistem penghargaan ini diberikan kepada setiap karyawan
karena lamanya tinggal dan bekerja diperusahaan, penghargaan ini pada akhirnya tidak
memotivasi karyawan berkerja lebih baik karena yang dilakukan karyawan hanya tinggal
selama mungkin dengan perusahaan meski kinerjanya minimal.

Benefit. Benefit atau sering disebut “fringe benefit” adalah pemberian fasilitas dan
tambahan gaji kepada karyawan karena karyawan terlibat dalam kehidupan perusahaan.
Benefit tidak selamanya berupa uang, tetapi tidak berupa berbagai fasilitas yang diterima
karyawan yang secara tidak langsung bisa dikonversi dalam bentuk uang.

Stok option. Adalah kesempatan yang diberikan kepada karyawan untuk memberi
saham milik perusahaan dengan harga dari harga pasar. Cara ini memungkinkan karyawan
yang memiliki uang untuk investasi bisa membeli saham terus meningkat naik.

Employee ownership. Pada dasarnya melibatkan karyawan untuk memiliki saham


perusahaan tempat kerja karyawan. Bedanya, jika stcok option adalah memberikan
kesempatan pasar, employee ownership memberi kesempatan karyawan memiliki saham
perusahaan dengan cara perusahaan mendirikan lembaga atau ayasan atau koperasi. Beberapa
alasan diterapkannya, employee ownership sebagai bentuk penghargaan kepada karyawan
adalah sebagai berikut.

1. Melibatkan karyawan secara demokratis dalam manajemen perusahaan.


2. Sebagai upaya berbagai kesejahteraan dengan karyawan.
3. Sebagai paya untuk membeli kembali saham perusahaan dari saham pasar.
4. Memberikan insentif keuangan bagi karyawan.
5. Untuk membiayai karyawan jika suatu ketika perusahaan terancam akan diambil alih
perusahaan lain.
22

N. INSENTIF

Insentif adalah pemberian penghargaan berbaasis kinerja. Insentif berbeda dengan


sistem penghargaan yang telah dibahas sebelumnya. Jika dasar dari sistem penghargaan
adalah keterlibatan karyawan dengan perusahaan tanpa melihat apakah karyawan tersebut
kinerjanya baik atau tidak, insentif hanya akan diberikan kepada karyawan sesuai dengan
kinerja karyawan tersebut.

Insentif berupa uang. Asumsi yang melandasi bentuk insentif ini adalah uang akan
memotivasi karyawan, oleh karena itu, karyawan yang kinerjanya baik akan memperoleh
insentif berupa uang sesuai dengan kinerja tersebut. Persoalan adalah sangat jarang ditemui
dalam praktik bahwa perusahaan memberi insentif yang didasarkan kinerja individu
karyawan.

Insentif yang berupa nonmoneter. Tidak jarang penghargaan yang diberikan kepada
karyawan yang kinerjanya baik bukan berupa uang, tetapi penghargaan yang bersifat
nonmoneter. Sebagai contoh, jika anda pergi kerestoran cepat saji dan mendapati sebuah foto
yang dipajang disebuah ruangan tempat para konsumen menikmati sajian makanan tidak lain
adalah bentuk penghargaan yang fotonya dipajang.
23

BAB III

KESIMPULAN

Fokus perhatian Kegiatan Belajar 1 adalah perilaku individu yang terkait langsung
dengan perilaku manusia didalam organisasi, yaitu motivasi. Hal – hal penting tentang teori
motivasi disajikan secara ringkas sebagai berikut.

1. Motivasi adalah sebuah proses yang dimulai dari tidak terpenuhinya (deficiency)
kebutuhan fisiologis atau psikologis yang memicu perilaku atau dorongan untuk
menggapai tujuan atau memperoleh insentif.
2. Hasil dari proses motivasi adalah perilaku.
3. Secara umum, teori motivasi dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu teori
kebutuhan, teori proses, dan teori pembelajaran dan penguatan.
4. Hal penting terkait dengan teori motivasi adalah tidak ada satu teori motivasi pun
yang lebih superior dibandingkan teori lainnya. Masing – masing mempunyai
kelebihan dan kelemahan tersendiri.

Kegiatan belajar 2 menjelaskan berbagai hal tentang motivasi kerja, khususnya yang
berkaitan dengan hasil akhir dari motivasi, yaitu kinerja.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Sobirin. 2019. Perilaku Organisasi. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai