Menurut (Black & Hawks, 2014), perawatan paliatif adalah pendekatan yang
meningkatkan kualitas pasien dan keluarga mereka dalam menghadapi permasalahan
yang berkaitan dengan penyakit yang mengancam kehidupan, melalui tindakan
mencegah dan meringankan penderitaan dengan cara mengidentifikasi dan mengkaji
secara sempurna serta menangani nyeri maupun masalah fisik, psikososial, dan spiritual.
Black, J dan Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil
yang Diharapkan. Dialih bahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba Emban Patria.
Adapun tujuan paliative care menurut Febri (2019) dalam berbagai aspek:
a. Aspek fisik: keluhan fisik berkurang.
b. Aspek psikologis: keamanan psikologis, kebahagiaan meningkat dan pasien
dapat menerima penyakitnya.
1
c. Aspek sosial: hubungan interpersonal tetap terjaga dan masalah sosial lain dapat
diatasi.
d. Aspek spiritual: tercapainya arti kehidupan yang bernilai bagi pasien dan
keluarga dalam menjalankan kehidupan rohani yang positif serta dapat
menjalankan ibadah sampai akhir hayatnya.
Febri, B. (2019). Perawatan Kanker Paliatif di Rumah. Padang: Andalas University Press.
2
6. Ruang Lingkup Paliatif Care
Menurut Sudarsa & Wawan (2020), ruang lingkup paliatif care adalah:
a. Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi:
1) Penatalaksanaan nyeri.
2) Penatalaksanaan keluhan fisik lain.
3) Asuhan keperawatan
4) Dukungan psikologis
5) Dukungan sosial
6) Dukungan kultural dan spiritual
7) Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement).
b. Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan
kunjungan/rawat rumah.
Sudarsa, I Wayan. (2020). Perawatan Komprehensif Paliatif. Surabaya: Airlangga University
Press.
Menurut kemenkes (2011), Ada 8 lingkup kegiatan perawatan paliatif yaitu:
a. Penatalaksanaan nyeri
b. Penatalaksanaan keluhan fisik lain
c. Asuhan keperawatan
d. Dukungan psikologis
e. Dukungan sosial
f. Dukungan kultural dan spiritual
g. Dukungan persiapan dan selama masa duka cita.
h. Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan
kunjungan/rawat rumah.
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Panduan Asuhan Keperawatan Paliatif di Rumah.
Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.
3
a. Terbatasnya pertolongan yang dapat diberikan
b. Panggilan kunjungan yang tidak diperlukan
c. Keluarga pasien yang tidak kompak
d. Pasien/keluarga tidak jujur, tidak terbuka, tidak terampil, malu dan minder
terhadap penyakit/keluhan pasien
e. Kolaborasi dengan tim paliatif terhambat
f. Sikap penolakan, amarah, konflik batin, depresi, sampai dengan
penerimaan/ pasrah akan takdir yang dialami penderita.
4
f. Justice (Keadilan)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan,
memperlakukan semua pasien tanpa diskriminasi (tidak membe-dakan ras,
suku, agama, gender dan status ekonomi), nilai ini direfleksikan dalam
praktek profesional ketika tim perawatan paliatif bekerja untuk terapi yang
benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
g. Confidentiality (Kerahasiaan)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang
pasien harus dijaga privasinya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan
kesehatan pasien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan pasien. Tak
ada satu orang pun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijin
kan oleh pasien dengan bukti persetujuannya.
h. Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung
jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang
lain. Akuntabilitas merupakan standar yang pasti yang mana tindakan
seorang relawan dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa
terkecuali.
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pedoman Nasional Program Paliatif Kanker. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
6
yang optimal bagi pasien dan keluarga, relawan dapat memberikan
pelayanan langsung kepada pasien dan keluarga, membantu tugas-tugas
administratif, atau bahkan bekerja sebagai konselor. Selain itu, dapat
berperan membantu meningkatkan kesadaran, memberikan pendidikan
kesehatan, menghasilkan dana, membantu rehabilitasi, atau bahkan
memberikan beberapa jenis perawatan medis.
f. Apoteker
Apoteker memastikan bahwa pasien dan keluarga memiliki akses
penting ke obat-obatan untuk pelayanan paliatif, mendukung tim
kesehatan dengan memberikan informasi mengenai dosis obat, interaksi
obat, formulasi yang tepat, rute administrasi, dan alternatif pendekatan.
Azwar. (2020). Pelaksanaan Paliatif Care. Gowa: Pustaka Taman Ilmu.
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Pedoman Teknis Pelayanan Paliatif Kanker. Jakarta.
7
mungkin pada kasus paliatif sesuai 14 kebutuhan Handerson adalah sebagai berikut
(Kemenkes RI, 2006):
a. Gangguan oksigenasi dan sirkulasi
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan cairan
c. Gangguan kebutuhan nutrisi
d. Gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari
e. Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK/BAB
f. Gangguan citra diri/konsep diri
g. Gangguan istirahat
h. Gangguan mobilisasi
i. Gangguan psikologis putus asa dan merasa tidak berguna
j. Gangguan rasa aman, nyaman
k. Gangguan reproduksi
l. Gangguan integritas kulit
m. Gangguan neurosensory
n. Gangguan komunikasi
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien penyakit terminal antara lain
(Lubis, 2019):
a. Anxietas/ cemas berhubungan d harus dengan antisipasi kehilangan,
konflik yang tidak terselesaikan, rasa takut.
b. Isolasi diri berhubungan dengan perasaan tidak berharga, perasaan
meninggalkan aktivitasnya, menarik diri.
c. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri fisiologi atau
emosional,
d. Depresi berhubungan dengan keadan fisik yang bertambah peran dan
kunjungan keluarga yang tidak teratur.
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan status
mental, denial, kehilangan kepercayaan (trust), depresi, riwayat
keterampilan komunikasi verbal.
f. Menarik diri/ isolasi diri berhubungan dengan ketidakmampuan
mengekpresikan perasaannya.
g. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan rasa bersalah, rasa
takut, gangguan mood, gangguan mengambil keputusan.
8
h. Tidak efektifnya koping keluarga berhubungan dengan rasa takut.
i. Ketidakmampuan mengekpresikan perasaannya berhubungan dengan
denial, aspek fisik perawatan klien.
j. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perubahan peran,
kehilangan anggota keluarga, stress financial.
k. Takut (kematian atau ketidak tahuan) berhubungan dengan hilang control,
tidak memprediksi masa depan.
l. Antisipasi berduka berhubungan dengan antisipasi kehilangan, rasa takut,
perubahan self image.
m. Disfungsi berduka berhubungan dengan kehilangan rasa bersalah, marah,
konflik yang tidak terselesaikan.
n. Putus harapan berhubungan dengan melihat harapan hidup, perubahan
fisik dan mental, hilang control, merasa hidup sendiri,
o. Gangguan peran b.d. perubahan fungsi.
p. Potensial self care defisit berhubungan dengan ilangnya fungsi mental,
meningkatnya ketergantungan pada orang lain tentang perawatan.
q. Gangguan self konsep berhubungan dengan kehilangan fungsi fisik/
mental, meningkatnya ketergantungan pada orang lain tentang perawatan.