Anda di halaman 1dari 90

PENGANTAR STRUKTUR ALJABAR:

TEORI GRUP

KRISTINA WIJAYANTI

FMIPA
UNNES
PENGANTAR STRUKTUR ALJABAR:
TEORI GRUP

Kristina Wijayanti

ISBN: 978-602-572-801-3

Penerbit:

FMIPA
UNNES

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Wijayanti, Kristina
Pengantar Struktur Aljabar : Teori Grup/ Kristina Wijayanti; - Semarang: FMIPA
Universitas Negeri Semarang, 2018.
Ii, 84 hlm; 24 cm.
ISBN:978-602-572-801-3
I. Judul II. Pengarang
512.5

Copyright © 2018 by Kristina Wijayanti.


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa ijin penulis.
Pengantar Struktur Aljabar: Teori Grup i

Prakata

Buku Pengantar Struktur Aljabar: Teori Grup ini dimaksud-


kan untuk membantu mahasiswa pada tahap awal mempelajari
struktur aljabar. Melalui buku ini dapat dikaji materi operasi biner,
grup, subgrup, grup siklik, grup permutasi, koset dan Teorema
Lagrange, subgrup normal, grup faktor, homomorfisma grup dan
sifat-sifatnya. Materi ini sangat ketat dan abstrak, sehingga
mahasiswa memerlukan pemahaman yang baik mengenai
argumentasi matematik. Tujuan utama penyusunan buku ini
adalah menyajikan materi teori grup sedemikian rupa sehingga
mahasiswa yang kemampuannya rata-rata dapat memahaminya
dengan mudah.

Pada setiap bab disajikan definisi, keterangan dan teorema


beserta buktinya dengan cukup lengkap sehingga dapat digunakan
untuk belajar secara individual. Bukti dari setiap pernyataan sangat
bergantung pada definisi dan teorema yang telah dibuktikan
sebelumnya. Selain itu juga disajikan contoh-contoh untuk setiap
konsep dalam jumlah yang cukup.

Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna.


Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca dalam bentuk apapun.

Akhir kata, kepada semua pihak yang telah membantu dan


mendorong penulisan buku ini penulis mengucapkan terima kasih.

Penulis

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Pengantar Struktur Aljabar: Teori Grup ii

Daftar Isi

Prakata ...................................................................... i

Daftar Isi ................................................................... ii

BAB 1 GRUP

1.1. Tujuan Instruksional ............................... 1

1.2. Operasi Biner ........................................ 1

1.3. Pengertian dan Sifat-Sifat Grup ................ 4

1.4. Subgrup .................................................. 10

Latihan Soal ................................................. 12

Daftar Pustaka ................... ........................... 14

BAB 2. GRUP SIKLIK

2.1. Tujuan Instruksional .............................. 15

2.2. Pengertian dan Klasifikasi Grup Siklik ..... 15

2.3. Sifat-Sifat Grup Siklik .............................. 20

Latihan Soal ................................................. 25

Daftar Pustaka ................... ............................ 26

FMIPA Universitas Negeri Semarang


iii Pengantar Struktur Aljabar:Teori Grup

BAB 3. PERMUTASI DAN KOSET

3.1. Tujuan Instruksional .................................. 27

3.2. Partisi dan Relasi Ekivalensi ....................... 27

3.3. Orbit, Sikel dan Grup Alternating ............... 31

3.4. Koset dan Teorema Lagrange ..................... 42

Latihan Soal ................................................. 47

Daftar Pustaka ............... ................................ 48

BAB 4. HOMOMORFISMA GRUP

4.1. Tujuan Instruksional .................................. 49

4.2. Pengertian dan Sifat-Sifat .......................... 49

4.3. Subgrup Normal ........................................ 56

4.4. Isomorfisma dan Teorema Cayley............... 58

4.5. Grup Faktor ............................................... 69

Latihan Soal .................................................. 77

Daftar Pustaka ................... .............................. 79

Daftar Simbol ..... ........................................................ 80

Indeks ........................................................................ 83

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Grup 1

BAB 1 GRUP

1.1. Tujuan Instruksional

Setelah mempelajari materi ini, diharapkan mahasiswa dapat:

 memahami operasi biner dan sifat-sifatnya,

 memahami struktur grup dan sifat-sifatnya,

 mampu menggunakan sifat-sifat grup dalam pembuktian,

 memahami struktur subgrup.

1.2. Operasi Biner

Definisi 1.1
Misalkan A dan B himpunan tak-kosong.
Pemetaan f : A → B didefinisikan sebagai aturan yang mengawan-
kan setiap elemen di A dengan tepat satu elemen di B.

Macam-macam Pemetaan

a. Pemetaan injektif
Pemetaan f : A → B dikatakan injektif jika ∀ x, y di A dengan
x ≠ y berlaku f(x) ≠ f(y).

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
2 Grup

Kontraposisinya, pemetaan f : A → B dikatakan injektif jika


∀ x, y di A dengan f(x ) = f(y) berlaku x = y.
b. Pemetaan surjektif
Pemetaan f : A → B dikatakan surjektif jika
∀ y ∈ B ∃ x ∈ A ∋ y = f(x).
c. Pemetaan bijektif (korespondensi satu-satu)
Pemetaan f : A → B dikatakan bijektif jika f injektif dan sur-
jektif.
Misalkan A himpunan tak-kosong. Pemetan bijektif dari A ke A
disebut permutasi pada A. Himpunan semua permutasi pada A
ditulis SA . Jika A mempunyai elemen sebanyak n maka SA
ditulis Sn .
Misalkan A = {1, 2, 3}
1↦1
Permutasi ρ0 : A → A didefinisikan oleh ρ0 : 2 ↦ 2.
3↦3
1 2 3
Dengan notasi standar ditulis ρ0 = .
1 2 3

1↦2
Permutasi ρ1 : A → A didefinisikan oleh ρ1 : 2 ↦ 3.
3↦1
1 2 3
Dengan notasi standar ditulis ρ1 = .
2 3 1
Permutasi pada A yang lain dalam notasi standar yaitu:
1 2 3 1 2 3
ρ2 = , μ1 = ,
3 1 2 1 3 1
1 2 3 1 2 3
μ2 = , μ3 = .
3 2 1 2 1 3
Jadi, S3 = {ρ0 , ρ1 , ρ2 , μ1 , μ2 , μ3 }.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Grup 3

Definisi 1.2
Misalkan S himpunan tak-kosong.
Operasi biner ∗ pada himpunan S adalah aturan yang mengawan-
kan setiap elemen di S x S dengan tepat satu elemen di S.

Contoh 1.1

a. Penjumlahan bilangan merupakan operasi biner pada himpunan


nℤ, ℤ, ℚ, ℝ, ℂ.
b. Perkalian bilangan merupakan operasi biner pada himpunan
ℤ, ℚ, ℝ, ℂ, ℚ+ , ℚ∗ , ℝ+ , ℝ∗ , ℂ∗.
c. Penjumlahan matriks merupakan operasi biner pada himpunan
Mpxq (ℝ).
d. Perkalian matriks merupakan operasi biner pada himpunan
∗ ∗∗
Mpxp (ℝ), Mpxp (ℝ), Mpxp (ℝ)
e. Penjumlahan bilangan bulat modulo n merupakan operasi biner
pada himpunan ℤn.
f. Misalkan A himpunan tak-kosong. Komposisi pemetaan meru-
pakan operasi biner pada himpunan SA.

Sifat-sifat Operasi Biner

Misalkan S himpunan tak-kosong.


a. Operasi biner ∗ pada S dikatakan bersifat komutatif jika
a ∗ b = b ∗ a, ∀ a, b ∈ S.
b. Operasi biner ∗ pada S dikatakan bersifat asosiatif jika
(a ∗ b) ∗ c = a ∗ (b ∗ c), ∀ a, b, c ∈ S.
c. Elemen e ∈ S dikatakan elemen identitas untuk ∗ pada S jika
e ∗ a = a ∗ e = a, ∀ a ∈ S.
d. Elemen a ∈ S dikatakan invers b ∈ S untuk ∗ pada S jika
a ∗ b = b ∗ a = e.

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
4 Grup

1.3. Pengertian dan Sifat-Sifat Grup

Definisi 1.3

Suatu grup < G, ∗> adalah himpunan tak-kosong G bersama-


sama dengan operasi biner ∗ pada G sehingga memenuhi
aksioma- aksioma berikut:

a. operasi biner ∗ bersifat asosiatif, yaitu ∀ a, b, c ∈ G berlaku


(a ∗ b) ∗ c = a ∗ (b ∗ c),

b. terdapat elemen identitas e ∈ G untuk ∗ pada G, yaitu


∃ e ∈ G ∋ e ∗ x = x ∗ e = x, ∀ x ∈ G,

c. setiap elemen di G mempunyai invers untuk ∗ pada G, yaitu


∀ a ∈ G ∃ a′ ∈ G ∋ a ∗ a′ = e = a′ ∗ a.

Contoh 1.2

a. < ℤ, +> merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

b. < nℤ, +> merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

c. < ℚ, +> , < ℝ, +> , < ℂ, +> merupakan grup terhadap


penjumlahan bilangan.

d. < ℚ∗ , . >, < ℝ∗ , . > , < ℂ∗ , . > , < ℚ+ , . > , < ℝ+, . > merupa-
kan grup terhadap perkalian bilangan.

e. < M2x2 ℝ , +> merupakan grup terhadap penjumlahan


matriks.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Grup 5

∗ ∗∗
f. < M2x2 ℝ , . > , < M2x2 ℝ , . > merupakan grup terhadap
perkalian matriks.

a 0
g. a ∈ ℝ, a ≠ 0 merupakan grup terhadap perkalian
0 0
matriks.

h. < SA , o > dan < S3 , o > merupakan grup terhadap komposisi.

i. ρ0 , ρ1 , ρ2 , ρ0 , μ1 , ρ0 , μ2 dan ρ0 , μ3 merupakan grup


terhadap komposisi.

j. < ℤn , +n >, merupakan grup terhadap penjumlahan modulo n.

k. 0, 2, 4, 6, 8, 10 merupakan grup terhadap penjumlahan


modulo 12.

l. {-1, 1}, {-1, 1, i, -i} merupakan grup terhadap perkalian


bilangan.

Teorema 1.1

Misalkan < G, ∗> suatu grup dan a, b, c di G.


a. Jika a ∗ b = a ∗ c maka b = c (hukum kanselasi kiri)
b. Jika b ∗ a = c ∗ a maka b = c (hukum kanselasi kanan )

Bukti.

a. Misalkan a ∗ b = a ∗ c. Karena < G, ∗> grup dan a ∈ G


maka terdapat a′ ∈ G sehingga a ∗ a′ = a′ ∗ a = e.
Akibatnya, a′ ∗ (a ∗ b) = a′ ∗ (a ∗ c)
⇔ (a′ ∗ a) ∗ b = (a′ ∗ a) ∗ c sifat asosiatif
⇔ e ∗ b=e ∗ c sifat invers elemen
⇔ b=c sifat elemen identitas.

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
6 Grup

b. Serupa dengan bukti a.

Teorema 1.2

Jika < G, ∗> grup dan a, b di G maka persamaan a ∗ x = b dan


y ∗ a = b mempunyai penyelesaian tunggal di G.

Bukti.

Karena < G, ∗> suatu grup dan a ∈ G maka terdapat a′ ∈ G


sehingga a ∗ a′ = a′ ∗ a = e. Karena a′ dan b di grup
< G, ∗> maka a’ ∗ b di G.
Perhatikan bahwa a ∗ a′ ∗ b = a ∗ a′ ∗ b sifat asosiatif
= e ∗ b sifat invers elemen
= b sifat elemen identitas.

Jadi, a ∗ b merupakan penyelesaian persamaan a ∗ x = b di G.

Misalkan p dan q merupakan penyelesaian persamaan a ∗ x = b


di G. Berarti a ∗ p = b dan a ∗ q = b. Akibatnya a ∗ p = a ∗ q.
Berdasarkan hukum kanselasi kiri diperoleh p = q.
Jadi, persamaan a ∗ x = b mempunyai penyelesaian tunggal di G.
Untuk persamaan y ∗ a = b mempunyai penyelesaian
tunggal di G dibuktikan dengan cara serupa.

Definisi 1.4

Suatu grup < G, ∗> disebut komutatif (abelian) jika operasi biner ∗
bersifat komutatif.

Suatu grup < G, ∗> disebut berhingga jika banyaknya elemen di


G berhingga.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Grup 7

Contoh 1.3

a. < ℤ, +> merupakan grup komutatif dan grup tak-berhingga.

b. < nℤ, +> merupakan grup komutatif dan grup tak-berhingga.

c. < ℚ, +>, < ℝ, +> , < ℂ, +> merupakan grup komutatif dan
grup tak-berhingga.

d. < ℚ∗ , . >, < ℝ∗ , . > , < ℂ∗ , . >, < ℚ+ , . >, < ℝ+, . > merupa-
kan grup komutatif dan grup tak-berhingga.

e. < Mpxq ℝ , +> merupakan grup komutatif dan grup tak-


berhingga.
∗ ∗∗
f. < M2x2 ℝ , . >, < M2x2 ℝ , . > merupakan grup tidak komuta-
tif dan grup tak-berhingga.

g. < S3 , o > merupakan grup tidak komutatif dan grup ber-


hingga.

h. < ℤn , +n > merupakan grup komutatif dan grup berhingga.

i. {-1,1}, {-1, 1, i, -i} merupakan grup komutatif dan grup berhing-


ga terhadap perkalian bilangan.

Teorema 1.3

a. Elemen identitas dalam grup < G, ∗> adalah tunggal.


b. Invers dari elemen dalam grup < G, ∗> adalah tunggal.

Bukti.

a. Misalkan e dan e′ elemen identitas di G. Berdasarkan definisi


elemen identitas berlaku
e ∗ x = x ∗ e = x untuk setiap x ∈ G ................................(1.1)
kristina.mat@mail.unnes.ac.id
8 Grup

dan e′ ∗ y = y ∗ e′ = y untuk setiap y ∈ G .....................(1.2)


Karena e′ ∈ G maka berdasarkan (1.1) diperoleh
e ∗ e′ = e′ ∗ e = e′ dan karena e ∈ G maka berdasarkan (1.2)
diperoleh e′ ∗ e = e ∗ e′ = e. Akibatnya e = e′ .
Jadi, elemen identitas dalam grup < G, ∗> adalah tunggal.

b. Ambil a ∈ G sebarang. Misalkan a′ dan a′′ invers dari a.


Berarti a ∗ a′ = a′ ∗ a = e dan a ∗ a′′ = a′′ ∗ a = e.
Akibatnya a ∗ a′ = a ∗ a′′ . Dengan hukum kanselasi kiri
diperoleh a′ = a′′ . Jadi, invers dari elemen dalam grup
< 𝐺, ∗> adalah tunggal.

Selanjutnya, pada grup < G, ∗> tidak lagi ditulis a ∗ b


tetapi ab dan invers a tidak lagi ditulis a′ tetapi a−1 .
−1
Dengan Teorema 1.3, diperoleh ab = b−1 a−1 .

Karena grup harus memuat elemen identitas, maka suatu grup


minimal merupakan himpunan yang terdiri atas satu elemen, yaitu
{e}. Satu-satunya kemungkinan operasi biner pada {e}
didefinisikan oleh e ∗ e = e.

Pada setiap grup, invers elemen identitas adalah dirinya


sendiri. Akan dilihat struktur grup pada himpunan yang terdiri
atas dua elemen. Karena salah satu elemen harus menjadi
elemen identitas maka himpunan tersebut adalah {e, a}. Dibuat
tabel operasi biner pada {e, a} sehingga menghasilkan struktur
grup pada {e,a}.

Karena e elemen identitas maka e ∗ x = x ∗ e = x untuk setiap x


di {e, a}. Karena e−1 = e maka berdasarkan Teorema 1.3,

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Grup 9

diperoleh a−1 = a . Jadi, tabel grup {e, a} adalah sebagai


berikut.

∗ e a
e e a
a a e

Syarat e ∗ x = x untuk setiap x di {e, a} mengakibatkan baris


searah e harus memuat elemen-elemen yang muncul pada baris
paling atas dalam urutan yang sama. Hal serupa syarat x ∗ e = x
untuk setiap x di {e, a} mengakibatkan kolom dibawah e harus
memuat elemen-elemen yang muncul pada kolom paling kiri
dalam urutan yang sama. Fakta bahwa setiap elemen a
mempunyai tepat satu invers kiri dan kanan, berarti bahwa elemen
e harus muncul pada baris yang searah a dan juga pada kolom di
bawah a tepat satu kali. Jadi, e harus muncul di setiap baris dan
kolom tepat satu kali.

Berdasarkan Teorema 1.2, tidak hanya persamaan a ∗ x = e


dan y ∗ a = e yang mempunyai penyelesaian tunggal di G
melainkan juga ∀ b ∈ G , persamaan a ∗ x = b dan y ∗ a = b
mempunyai penyelesaian tunggal di G. Dengan argumen serupa,
diperoleh setiap elemen b dari grup harus muncul tepat satu kali di
setiap baris dan kolom dari tabel.

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
10 Grup

1.4. Subgrup

Definisi 1.5

Jika G grup berhingga maka order G, ditulis G , didefinisikan


sebagai banyaknya elemen di G. Secara umum, untuk sebarang
himpunan S, S menyatakan banyaknya elemen di S.

Definisi 1.6

Misalkan G suatu grup dan S himpunan bagian tak-kosong dari


G. Jika untuk setiap a, b di S berlaku ab di S maka dikatakan S
tertutup terhadap operasi biner pada grup G. Operasi biner pada S
didefinisikan sebagai operasi yang diinduksi pada S dari G.

Contoh 1.4

a. ℚ tertutup terhadap penjumlahan pada ℝ.


b. ℝ∗ tidak tertutup terhadap operasi penjumlahan pada ℝ
karena 2 dan -2 di ℝ∗ tetapi 2 + (-2) = 0 ∉ ℝ∗.

Definisi 1.7

Misalkan G suatu grup, H himpunan bagian tak-kosong dari G


dan bersifat tertutup terhadap operasi biner pada G.
Jika H merupakan grup terhadap operasi biner pada G maka
dikatakan H subgrup G, ditulis H  G.

Jika G suatu grup maka {e} dan G merupakan subgrup G.


Himpunan {e} disebut subgrup trivial sedangkan G disebut subgrup
tak-sejati.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Grup 11

Subgrup H disebut subgrup sejati dari G, ditulis H < 𝐺, jika H


subgrup G dengan H ≠ G dan H ≠ {e}.

Contoh 1.5

a. < ℤ, +> subgrup < ℝ, +>.


b. < ℚ∗ , . > subgrup < ℝ∗ , . >.
c. < 𝑛ℤ, +> subgrup < ℤ, +>.
d. < M∗2x2∗
ℝ , . > subgrup < M∗2x2 ℝ , . >.
e. {1, -1, i, -i} subgrup < ℂ∗ , . >.
f. {1, -1} sub grup < ℝ∗ , . >.
g. 0, 2, 4, 6, 8, 10 dan 0, 6 subgrup < ℤ12 , +12 >.
h. < M2x2 ℤ , +> subgrup < M2x2 ℝ , +>.
i. ρ0 , ρ1 , ρ2 , ρ0 , μ1 , ρ0 , μ2 dan ρ0 , μ3 masing-masing
subgrup < S3 , o >.

Teorema 1.4

Misalkan G suatu grup dan H himpunan bagian tak-kosong dari


G.
H subgrup G  a. H bersifat tertutup terhadap operasi biner di G.
b. H memuat e.
c. Setiap elemen di H mempunyai invers.
Bukti.

() Misalkan H subgrup G . Berdasarkan definisi subgrup


diperoleh H bersifat tertutup dan merupakan grup terhadap operasi
biner pada G. Karena H merupakan grup maka H memuat
elemen identitas e dan setiap elemen di H mempunyai invers.
Jadi, sifat a, b dan c dipenuhi.

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
12 Grup

() Misalkan sifat a, b dan c dipenuhi. Karena H ⊆ G, operasi


biner pada H sama dengan operasi biner pada G dan operasi biner
pada G bersifat asosiatif maka operasi biner pada H juga bersifat
asosiatif. Akibatnya, H subgrup G.

Latihan Soal

1. Misalkan G grup berhingga dengan elemen identitas e dan


G bilangan bulat genap. Tunjukkan terdapat a ≠ e di G
sedemikian sehingga a ∗ a = e!
2. Jika ∗ merupakan operasi biner pada himpunan S, elemen
x ∈ S disebut idempoten untuk ∗ pada S jika x ∗ x = x .
Buktikan bahwa setiap grup mempunyai tepat satu elemen
idempoten!
3. Misalkan < G, ∗> grup yang memenuhi x ∗ x = e, ∀ x ∈ G.
Tunjukkan G grup komutatif!
4. Misalkan < G, ∗> grup , c ∈ G dan n bilangan bulat positif.
Didefinisikan c n = c ∗ c ∗ … ∗ c yaitu perkalian n faktor.
Buktikan dengan induksi pada n bahwa
( a ∗ b )n = an ∗ bn , ∀ a, b di G!
5. Misalkan < G, ∗> grup yang mempunyai elemen sebanyak
berhingga. Tunjukkan bahwa untuk sebarang a ∈ G, terdapat
n ∈ Z+ sedemikian sehingga an = e. Lihat soal nomor 4
untuk arti an !
6. Misalkan < G ∗> grup dan a, b di G.
Tunjukkan (a ∗ b)−1 = a−1 ∗ b−1 ⇔ a ∗ b = b ∗ a!

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Grup 13

7. Tunjukkan bahwa himpunan bagian tak-kosong H dari grup G


merupakan subgrup G jika dan hanya jika ab−1 ∈ H untuk
setiap a, b di H!
8. Tunjukkan irisan dua buah subgrup dari sebuah grup meru-
pakan subgrup!
9. Misalkan G grup dan a elemen tertentu di G. Tunjukkan bah-
wa Ha = x ∈ G xa = ax merupakan subgrup G!
10. Misalkan S sebarang himpunan bagian dari grup G.
(a) Tunjukkan bahwa
HS = x ∈ G xs = sx untuk semua s ∈ S merupakan
subgrup dari G!
(b) Merujuk pada bagian (a) di atas, subgrup HG disebut
senter G. Tunjukkan HG merupakan grup komutatif!
11. Diketahui r dan s di ℤ+ dan H ={nr + ms | n, m di ℤ}.
Tunjukkan H subgrup < ℤ, +>!
12. Buktikan bahwa jika G merupakan grup komutatif dengan
elemen identitas e, maka H himpunan semua elemen x ∈ G
yang memenuhi persamaan x 2 = e membentuk subgrup G!
13. Buktikan bahwa jika G merupakan grup komutatif dengan
elemen identitas e dan n ∈ ℤ+ , maka K himpunan semua
elemen x ∈ G yang memenuhi persamaan x n = e memben-
tuk subgrup G!
14. Jika H himpunan bagian tak-kosong berhingga dari grup G
yang bersifat tertutup terhadap operasi biner pada G, maka
tunjukkan H merupakan subgrup dari G!

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
14 Grup

Daftar Pustaka

Arifin,A. (2000). Aljabar. Bandung : Penerbit ITB.

Fraleigh,J.B. (1989). A First Course in Abstract Algebra, Reading


Massachusetts: Addison-Wesley.

Herstein, I.N. (1996). Abstract Algebra. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Grup Siklik 15

BAB 2 GRUP SIKLIK

2.1. Tujuan Instruksional

Setelah mempelajari materi ini, diharapkan mahasiswa dapat:

 memahami grup siklik,

 memahami keterbagian dan sifat-sifatnya,

 mampu menggunakan sifat-sifat grup siklik dalam


pembuktian.

2.2. Pengertian dan Klasifikasi Grup Siklik

Himpunan { 0 , 3 } bukan subgrup < 𝑍4 , +4 > karena


3 + 3 = 2 dan 2 ∉ {0, 3}.

Akan dicari sub grup ℤ4 yang memuat 3.

Misalkan H subgrup ℤ4 yang memuat 3 . Berarti H memuat


elemen 0 dan 3. Karena H merupakan subgrup maka H bersifat
tertutup terhadap operasi biner pada ℤ4 sehingga H memuat
3 + 3 = 2. Akibatnya, H juga memuat 3 + 2 = 1.

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
16 Grup Siklik

Jadi, subgrup ℤ4 yang memuat 3 adalah ℤ4 sendiri.

Misalkan G suatu grup dan K adalah subgrup G yang memuat


a ∈ G. Menurut Teorema 1.4, subgrup K harus memuat aa,
ditulis a2 . Akibatnya, juga harus memuat a2 a = a3 , a4 , a5 dan
seterusnya. Secara umum subgrup K harus memuat an , dengan
n bilangan bulat positif.

Sub grup K yang memuat a juga harus memuat a−1 , sehingga


juga harus memuat a−1 a−1 , ditulis a−2 , dan seterusnya. Secara
umum K harus memuat a−m untuk setiap m bilangan bulat
positif. Sub grup K harus memuat elemen identitas e = aa−1 ,
ditulis e = a0 . Jadi, sub grup G yang memuat a harus memuat
semua elemen an , untuk setiap n di ℤ, yaitu {an n  ℤ}.

Perhatikan bahwa pangkat-pangkat an tidak perlu berlainan.

Teorema 2.1

Jika G suatu grup dan a ∈ G maka H = {an n  ℤ} merupakan


subgrup terkecil dari G yang memuat a.

Bukti.

Karena e = a0 maka e ∈ H sehingga H ≠ ∅ . Karena


am an = am+n ∀ m, n di ℤ maka H memenuhi sifat tertutup
terhadap operasi biner pada G. Untuk setiap ar ∈ H terdapat
a−r ∈ H sehingga ar a−𝑟 = a−r a𝑟 = e. Berarti setiap elemen di H
mempunyai invers. Berdasarkan Teorema 1.4, diperoleh H sub
grup G.

Karena a = a1 maka a ∈ H. Jadi, H merupakan subgrup


G yang memuat a.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Grup Siklik 17

Misalkan K subgrup G yang memuat a. Ambil x ∈ H


sebarang. Berarti x = ap untuk suatu p ∈ ℤ. Karena K subgrup
dan a ∈ K maka dengan sifat tertutup diperoleh x = ap ∈ K.
Jadi, ∀ x ∈ H berlaku x ∈ K. Akibatnya H  K.
Jadi, H merupakan subgrup terkecil dari G yang memuat a.

Pandang grup < ℤ12 , +12 >.


Himpunan A = {0, 6} = 6n n  ℤ merupakan subgrup ℤ12
yang memuat 6 dan B = 0, 3, 6, 9 juga merupakan subgrup ℤ12
yang memuat 6. Jelas A  B, tetapi tidak semua elemen di B
dapat dinyatakan sebagai perpangkatan bulat dari 6.

Definisi 2.1

Grup H dalam Teorema 2.1 disebut subgrup siklik dari G, ditulis


< a > = an n ∈ ℤ . Elemen a disebut generator H.

Definisi 2.2

Jika G grup dan G = < a > untuk suatu a ∈ G maka G disebut


grup siklik dan elemen a disebut generator G.

Dengan kata lain, grup G disebut siklik jika ada elemen a ∈ G


yang merupakan generator G.

Contoh 2.1

a. < nℤ, +> sub grup siklik < ℤ, +>.


b. {0 , 1 , 2 }, {0 , 1 }, {0 , 2 }, {0 , 3 } masing-masing

subgrup siklik S3 .
c. < nℤ, , +> grup siklik dengan generator n atau –n.
d. < ℤ, +> grup siklik dengan generator 1 atau -1.
e. < ℤ4 , +4 > grup siklik dengan generator 1 atau 3.
kristina.mat@mail.unnes.ac.id
18 Grup Siklik

Akan ditunjukkan : < ℚ, +> bukan grup siklik.


Ambil x ∈ ℚ sebarang. Berarti x ∈ ℤ atau x ∉ ℤ.
Jika x ∈ ℤ maka < x > = xℤ ≠ ℚ . Berarti setiap bilangan bulat
bukan generator ℚ.
Jika x ∉ ℤ maka terdapat a, b di ℤ, dengan (a, b) = 1 sehingga
a 1
x = . Pilih c ∈ ℤ dengan (c, b) = 1. Berarti ∈ ℚ. Andaikan
b 𝑐

1 a a
c
= (b )n = n b untuk suatu n ∈ ℤ. Berarti b = n a c.

1 a
Kontradiksi dengan (b, c) = 1. Jadi haruslah c
≠ (b )n untuk

setiap n ∈ ℤ. Ini berarti x ∉ ℤ bukan generator ℚ.


Jadi, untuk setiap x ∈ ℚ bukan generator ℚ.
Akibatnya, < ℚ, +>, bukan grup siklik.
Misalkan G suatu grup dan a ∈ G . Jika subgrup siklik
< a > dari G ini berhingga, maka order elemen a didefinisikan
sebagai order dari subgrup siklik ini, yaitu < a > . Jika tidak,
maka a dikatakan berorder tak-berhingga.

Algoritma Pembagian Bilangan Bulat

Untuk setiap a ∈ ℤ+ dan b ∈ ℤ terdapat dengan tunggal p, q di ℤ


sehingga b = ap + q dengan 0 ≤ q < 𝑎.

Klasifikasi grup siklik

Misalkan G grup siklik dengan generator a.


Pandang dua kasus berikut.
Kasus 1. G mempunyai elemen berhingga banyaknya, yakni a
berorder berhingga.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Grup Siklik 19

Karena G mempunyai elemen sebanyak berhingga maka


terdapat bilangan bulat positif p sedemikian sehingga ap = e.
Akibatnya, terdapat m bilangan bulat positif terkecil sedemikian
sehingga am = e. Ambil an ∈ G sebarang. Dengan algoritma
pembagian bilangan bulat untuk n, m di ℤ dan m  0 terdapat
dengan tunggal q, r di ℤ sedemikian sehingga n = mq + r dengan
0  r  m. Jadi, an = amq +r = am q ar = eq ar = ar , 0  r  m.
Akibatnya, untuk setiap an ∈ G terdapat dengan tunggal r ∈ ℤ
0  r  m sehingga an = ar . Jadi, G = a, a2 , a3 , … am−1 , am = e
dengan m bilangan bulat positif terkecil sehingga am = e.

Kasus 2. G mempunyai elemen tak-berhingga banyaknya, yakni


order dari a tak-berhingga.

Klaim : untuk setiap h, k di ℤ dan h  k berlaku ah  ak .

Andaikan ah = ak untuk suatu h, k di ℤ dengan h  k.


Jadi, ah = ak ⟺ ah a−k = ak a−k sifat operasi biner pada G
h−k k −k
⟺ a =a a sifat perpangkatan
h−k
⟺ a =e sifat invers elemen
Karena h > k maka pilih p = h – k  0. Jadi, terdapat bilangan
bulat positif p sedemikian sehingga ap = e.
Akibatnya, terdapat m bilangan bulat positif terkecil sedemikian
sehingga am = e. Berdasarkan Kasus 1 di atas diperoleh
G = a, a2 , a3 , … am−1 , am = e . Kontradiksi dengan G tak-
berhingga.
Jadi haruslah untuk setiap h, k di ℤ dan h  k berlaku ah  ak .

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
20 Grup Siklik

2.3. Sifat-sifat Grup Siklik

Pada bagian ini disajikan sifat-sifat grup siklik. Faktor


persekutuan terbesar didefinisikan melalui generator grup siklik.

Teorema 2.2

Setiap grup siklik adalah komutatif.

Bukti.

Misalkan G grup siklik dengan generator a.


Ambil x, y di G sebarang. Karena G = an n ∈ ℤ maka
x = ap dan y = aq untuk suatu p, q di ℤ.
Berarti xy = ap aq = ap+q = aq+p = aq ap = yx.
Jadi, untuk setiap x, y di G berlaku xy = yx.
Akibatnya G grup komutatif.

Teorema di atas tidak berlaku sebaliknya. Sebagai contoh


adalah <ℚ, +> grup komutatif tetapi tidak siklik.

Teorema 2.3

Setiap subgrup dari grup siklik adalah siklik.

Bukti.

Misalkan G grup siklik dengan generator a, yaitu G = < a >, dan


H subgrup G.
Jika H = {e} maka H = <e> siklik.
Jika H ≠ e maka terdapat x ∈ H dengan x ≠ e.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Grup Siklik 21

Karena H  G dan G = <a> maka x = ap untuk suatu p ≠ 0 di


ℤ. Karena H sub grup G dan ap ∈ H maka a−p ∈ H. Berarti
H memuat suatu perpangkatan bulat positif dari a. Akibatnya,
terdapat m bilangan bulat positif terkecil sehingga am ∈ H ....(2.1)

Klaim : H = < am >

Karena am ∈ H dan H subgrup G maka


< am > = am s s ∈ ℤ ⊆ H...............................................(2.2)
Ambil x ∈ H sebarang. Karena H  G maka x = an untuk
suatu n ∈ ℤ. Dengan algoritma pembagian bilangan bulat untuk
n, m di ℤ dan m  0 terdapat dengan tunggal q, r di ℤ sehingga
n = mq + r dengan 0  r  m. Berarti an = amq +r = am q ar
dengan 0  r  m. Akibatnya, am −q an = ar .
Karena H subgrup G dan an , am di H maka am −q an = ar di H
dengan 0  r  m. Berdasarkan (2.1) haruslah r = 0. Karena
n = mq + r dan r = 0 maka n = mq sehingga x = an = am q .
Jadi, untuk setiap x ∈ H terdapat dengan tunggal q ∈ ℤ sehingga
x = am q di < am >.
Akibatnya, H ⊆ < am > = am s s ∈ ℤ .............................(2.3)
Dari (2.2) dan (2.3) diperoleh H = < am >, yaitu H siklik.
Teorema 2.3 menyatakan jika G siklik dan H subgrup G maka
H siklik. Tetapi, tidak berlaku jika G grup dan setiap subgrup
sejati dari G adalah siklik maka G siklik. Sebagai contoh adalah
grup S3 . Pada grup < S3 , o > diperoleh:
< ρ0 > = {ρ0 },
< ρ1 > =< ρ2 >= ρ0 , ρ1 , ρ2 ,
< μ1 > = ρ0 , μ1 ,
< μ2 > = ρ0 , μ2 ,
< μ3 > = ρ0 , μ3 .
Jadi, setiap elemen di S3 bukan generator untuk grup < S3 , o >.

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
22 Grup Siklik

Akibatnya, < S3 , o > bukan grup siklik tetapi setiap subgrup sejati
dari S3 adalah siklik.

Akibat dari Teorema 2.3

Subgrup-subgrup dari < ℤ, +> hanyalah nℤ dengan n ∈ ℤ.

Dari Akibat di atas, didefinisikan faktor persekutuan terbesar


dari dua bilangan bulat positif r dan s.
Karena H = {nr + ms  n, m di ℤ}merupakan subgrup < ℤ, +>
maka H siklik sehingga H = < d > untuk suatu d ∈ ℤ.

Definisi 2.3

Misalkan r dan s dua bilangan bulat positif.


Bilangan bulat positif d disebut faktor persekutuan terbesar (FPB) dari
r dan s jika d merupakan generator dari H = {nr + ms n, m di ℤ},
ditulis d = (r,s).

Karena d generator dari H = {nr + ms  n, m di ℤ} maka


d = n1 r + m1 s untuk suatu n1 , m1 di ℤ.

H = < d > jika dan hanya jika a. d membagi r dan s


b. jika p membagi r dan s maka
p membagi d.
Dua bilangan bulat positif disebut relatif prima jika faktor
persekutuan terbesarnya 1.

Lemma 2.4

Jika (r, s) = 1 dan r membagi sm maka r membagi m.

Bukti.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Grup Siklik 23

Karena (r, s) = 1 maka 1 = pr + qs untuk suatu p, q di ℤ. Dengan


mengalikan kedua ruas dengan m diperoleh m = prm+qsm.
Karena r membagi sm maka sm = kr untuk suatu k ∈ ℤ .
Akibatnya, m = pmr + qkr = (pm+qk)r. Jadi, r membagi m.

Jika diketahui satu generator dari grup siklik berhingga maka


dapat dicari semua generator lainnya. Untuk itu diperlukan
teorema berikut ini.

Teorema 2.5

Jika G grup siklik berorder n dengan generator a dan misalkan


b = as untuk suatu bilangan bulat positif s, maka subgrup siklik H
n
dengan generator b memuat elemen sebanyak d , dengan d = (n, s).

Bukti.

Dengan Teorema 2.1 diperoleh H = bk k ∈ ℤ merupakan


subgrup siklik dari G.
n
Akan ditunjukkan H = d dengan d = (n, s).

Karena G = < a > dan G = n maka n bilangan bulat positif


terkecil sehingga an = e .......................................................(2.4)
Karena G berhingga maka H = < b > berhingga.
Misalkan H = m.
Berarti m bilangan bulat positif terkecil sehingga bm = e........(2.5)
Karena b = as dan bm = e maka e = as m = asm = ams .....(2.6)
Dari (2.4) dan (2.6) diperoleh n membagi ms .........................(2.7)
Misalkan d = (n, s). Berdasarkan sifat FPB diperoleh
d = pn + qs untuk suatu p, q di ℤ .........................................(2.8)
dan juga d membagi n dan d membagi s .................................(2.9)

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
24 Grup Siklik

n s
Berdasarkan (2.8) dan (2.9) diperoleh 1 = p(d ) + q(d ).............(2.10)

n s
Karena K = {x + y  x, y di ℤ } subgrup dari grup siklik
d d

< ℤ, +> maka K subgrup siklik dari < ℤ, +>.


Berdasarkan (2.10) diperoleh 1 ∈ K sehingga K = ℤ = <1>.
n s
Jadi, dari Definisi 2.3 diperoleh 1 = ( , ) ............................(2.11)
d d

n ms s
Dari (2.7) dan (2.9) diperoleh membagi = m ..........(2.12)
d d d

n
Dari (2.11), (2.12) dan Lemma 2.4 diperoleh membagi m.
d

n n s
n
Dari (2.5) dan b d = as d = an d = e diperoleh m membagi d .

n n n
Karena d
membagi m dan m membagi d
maka m = d .

n
Jadi, H = d
dengan d = (n, s).

Contoh 2.2

Pandang G = < ℤ12 , +12 > = < 1 > dan 8 ∈ ℤ12 .


Berarti G = n = 12 dan 8 = 1s untuk s = 8.
Akibatnya, d = (n,s) = (12, 8) = 4.
Berdasarkan Teorema 2.5 diperoleh subgrup H = < 8 > memuat
n 12
elemen sebanyak = = 3.
d 4

Akibat dari Teorema 2.5

Jika G grup siklik berhingga berorder n dengan generator a dan


r ∈ ℤ dengan (n, r) = 1 maka ar generator G.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Grup Siklik 25

Bukti.

Misalkan H = < ar >.


n
Karena (n, r) = 1 maka H = 1
=n= G.

Karena H subgrup G dan H = G maka H = G sehingga


H = < ar > = G. Akibatnya, ar generator G.

Contoh 2.3

Bilangan bulat positif yang relatif prima dengan 12 adalah 5, 7, 11.


Berdasarkan Akibat dari Teorema 2.5, generator-generator ℤ12
adalah 1, 15 = 5, 17 = 7, 111 = 11.

Latihan Soal

Untuk soal nomor 1 sampai 5 beri contoh grup yang memenuhi


sifat yang diberikan atau jelaskan mengapa tidak ada contoh.

1. Grup berhingga yang tidak siklik.


2. Grup tak-berhingga yang tidak siklik.
3. Grup siklik yang hanya mempunyai satu generator.
4. Grup siklik tak-berhingga yang mempunyai empat generator.
5. Grup siklik berhingga yang mempunyai empat generator.
6. Misalkan G grup berorder pq dengan p dan q bilangan prima.
Tunjukkan bahwa setiap subgrup sejati dari G adalah siklik!
7. Buktikan bahwa grup siklik dengan hanya satu generator
paling banyak mempunyai 2 elemen!
8. Tunjukkan bahwa suatu grup yang tidak mempunyai subgrup
non-trivial sejati adalah siklik!
kristina.mat@mail.unnes.ac.id
26 Grup Siklik

9. Tentukan semua generator dari ℤ𝟏𝟖 , ℤ𝟐𝟎 dan ℤ𝟐𝟖 !


10. Misalkan G grup dan a ∈ G satu-satunya generator subgrup
siklik G yang berorder 2. Tunjukkan ax = xa, ∀ x ∈ G.
(Petunjuk: hitung xax −1 2 ).
11. Tunjukkan bahwa jika G grup siklik berorder n dan m bilangan
bulat positif yang membagi n maka persamaan x m = e
mempunyai tepat m penyelesaian di G!
12. Tunjukkan bahwa jika p bilangan prima maka grup < ℤp , +p >
tidak mempunyai subgrup sejati!
13. Misalkan G grup komutatif, H dan K subgrup siklik berhingga
dengan H = r dan K = s. Tunjukkan bahwa jika r dan s
relatif prima maka G memuat subgrup siklik berorder rs.

Daftar Pustaka

Arifin,A. (2000). Aljabar. Bandung : Penerbit ITB.

Fraleigh,J.B. (1989). A First Course in Abstract Algebra, Reading


Massachusetts: Addison-Wesley.

Herstein, I.N. (1996). Abstract Algebra. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Permutasi dan Koset 27

BAB 3 PERMUTASI DAN KOSET

3.1. Tujuan Instruksional

Setelah mempelajari materi ini, diharapkan mahasiswa dapat:

 memahami permutasi dan sifat-sifatnya,

 mampu menggunakan permutasi dan sifat-sifatnya dalam


pembuktian,

 memahami koset dan sifat-sifatnya,

 mampu menggunakan sifat-sifat koset dari suatu subgrup


dan Teorema Lagrange dalam pembuktian.

3.2. Partisi dan Relasi Ekivalensi

Berikut ini disajikan partisi dan relasi ekivalensi untuk meng-


ingat kembali pengertian dan sifat-sifatnya. Secara khusus pada
bagian ini mengkaji klas ekivalensi yang terbentuk dari relasi
ekivalensi tertentu yaitu orbit dan koset.

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
28 Permutasi dan Koset

Definisi 3.1

Misalkan A himpunan tak-kosong.


Partisi pada A didefinisikan sebagai dekomposisi himpunan A
menjadi himpunan bagian - himpunan bagian tak-kosong dari A
sedemikian sehingga setiap anggota A berada dalam tepat satu
himpunan bagian tersebut.
Dengan kata lain, partisi dari himpunan A adalah
dekomposisi A menjadi Ai dengan Ai ⊆ A dan Ai ≠ Ø sedemi-
kian sehingga i Ai = A dan Ai ∩ Aj = Ø untuk setiap i ≠ j.

Himpunan bagian ini disebut sel dari partisi A.

Contoh 3.1

a. A1 = {1, 4}, A2 = {3} , A3 = {2,5,6} merupakan partisi


pada A = {1, 2, 3, 4, 5, 6}.
b. 2ℤ, 2ℤ + 1 merupakan partisi pada ℤ

Definisi 3.2

Misalkan S suatu himpunan tak-kosong dan ~ suatu relasi antara


elemen-elemen di S.
a. Relasi ~ dikatakan bersifat refeksif jika ∀ a ∈ S berlaku a ~ a.
b. Relasi ~ dikatakan bersifat simetris jika
∀ a, b di S dengan a ~ b berlaku b ~ a.
c. Relasi ~ dikatakan bersifat transitif jika
∀ a, b, c di S dengan a ~ b dan b ~ c berlaku a ~ c.

Teorema 3.1

a. Jika S himpunan tak-kosong dan ~ suatu relasi antara


elemen-elemen di S yang memenuhi sifat-sifat refleksif, simetris,

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Permutasi dan Koset 29

dan transitif, maka relasi ~ menghasilkan partisi pada S,


dengan sel-sel dari S adalah ā = {x ∈ S| x ~ a} untuk semua
a ∈ S.
b. Sebaliknya, setiap partisi dari S menghasilkan relasi ~ yang
memenuhi sifat refleksif, simetrik, dan transitif dengan a ~ b
jika dan hanya jika a ∈ b.

Bukti.

a. Misalkan ~ relasi antara elemen-elemen di S yang bersifat


refleksif, simetrik, dan transitif.

Akan ditunjukkan ā = {x ∈ S| x ~ a} untuk semua a ∈ S


membentuk suatu partisi pada S.

Ambil a ∈ S sebarang. Karena relasi ~ bersifat refleksif


maka a ~ a sehingga a ∈ ā. Akibatnya,  a ∈ S berlaku
a ∈ ā. Misalkan a ∈ b. Akan ditunjukkan ā = b.
Ambil x ∈ b sebarang. Berarti x ~ b. Karena a ∈ b
maka a ~ b sehingga dengan sifat simetrik diperoleh b ~ a.
Dengan sifat transitif untuk x ~ b dan b ~ a diperoleh x ~ a.
Akibatnya, x ∈ ā. Berarti,  x ∈ b berlaku x ∈ ā.
Jadi, b ⊆ ā.
Ambil y ∈ a sebarang. Berarti y ~ a. Karena a ∈ b
maka a ~ b. Dengan sifat transitif untuk y ~ a dan a ~ b
diperoleh y ~ b. Akibatnya y ∈ b . Jadi,  y ∈ a
berlaku y ∈ b. Jadi, a ⊆ b.
Akibatnya, a = b.
Jadi, ∀ a ∈ S terdapat dalam satu dan hanya satu himpunan
bagian dari S yaitu a.

Akibatnya, a = x ∈ S x ~ a} untuk semua a ∈ S mem-


bentuk partisi pada S.
kristina.mat@mail.unnes.ac.id
30 Permutasi dan Koset

b. Misalkan a = x ∈ S x ~ a} untuk semua a ∈ S merupa-


kan partisi pada S dengan relasi ~ didefinisikan oleh a ~ b jika
dan hanya jika a ∈ b.

Akan ditunjukkan relasi ~ antara elemen-elemen dari S


memenuhi sifat-sifat refleksif, simetris, dan transitif.

Karena a = x ∈ S x ~ a} untuk semua a ∈ S merupakan


partisi pada S maka ∀ a ∈ S berada dalam tepat satu himpun-
an bagian dari S yaitu a. Jadi, ∀ a ∈ S berlaku a ~ a.
Ini berarti relasi ~ bersifat refleksif.
Misalkan a ~ b. Berarti a ∈ b. Karena a = {x ∈ S| x ~ a}
untuk semua a ∈ S merupakan partisi pada S maka b satu-
satunya himpunan bagian S yang memuat a, berarti b ∈ a.
Akibatnya, b ~ a. Jadi, jika a ~ b maka b ~ a .
Ini berarti relasi ~ bersifat simetris.
Misalkan a ~ b dan b ~ c. Berarti a ∈ b dan b ∈ c.
Karena b satu-satunya himpunan bagian S yang memuat a
maka b ∈ a. Karena a dan c adalah sel-sel dari partisi pada
S, b ∈ a dan b ∈ c maka a = c. Akibatnya a ∈ c.
Berarti a ~ c. Jadi, jika a ~ b dan b ~ c maka a ~ c. Ini
berarti relasi ~ bersifat transitif.

Relasi ~ pada himpunan S yang memenuhi sifat refleksif,


simetris, dan transitif pada Teorema 3.1 di atas disebut relasi
ekivalensi pada S.
Setiap sel dari partisi yang terbentuk dari relasi ekivalensi disebut
klas ekivalensi.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Permutasi dan Koset 31

3.3. Orbit, Sikel dan Grup Alternating

Misalkan A himpunan tak-kosong dan σ permutasi pada A.


Untuk setiap a, b di A didefinisikan a ~ b ⇔ b = σn (a) untuk
suatu n ∈ ℤ.
Akan ditunjukkan aturan ini mendefinisikan relasi ekivalensi.

a. Karena a = i(a) = σ0 (a) maka untuk setiap a ∈ A berlaku


a ~ a. Akibatnya, relasi ~ bersifat refleksif.
b. Ambil a, b di A dengan a ~ b. Berarti b = σn (a) untuk
suatu n ∈ ℤ. Karena σ suatu permutasi maka σn juga
merupakan permutasi sehingga σn −1 (b) = a atau
σ−n (b) = a.
Ini berarti b ~ a. Jadi, untuk setiap a, b di A dengan a ~ b
berlaku b ~ a. Akibatnya, relasi ~ bersifat simetrik.
c. Ambil a, b, c di A dengan a ~ b dan b ~ c.
Berarti b = σn (a) dan c = σm (b) untuk suatu n, m di ℤ.
Jadi, c = σm σn a = σm+n (a) dengan m + n ∈ ℤ.
Akibatnya, untuk setiap a, b, c di A dengan a ~ b dan b ~ c
berlaku a ~ c. Jadi, relasi ~ bersifat transitif.
Berdasarkan a, b dan c diperoleh relasi ~ yang didefinisikan di
atas merupakan relasi ekivalensi.

Definisi 3.3

Misalkan A himpunan tak-kosong dan σ permutasi pada A.


Untuk setiap a, b di A didefinisikan a ~ b ⇔ b = σn (a) untuk
suatu n ∈ ℤ.
Aturan ini mendefinisikan relasi ekivalensi.

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
32 Permutasi dan Koset

Klas ekivalensi yang terbentuk disebut orbit dari σ.


Orbit dari σ yang memuat a adalah
{x ∈ A │ x ~ a} = {x ∈ A│ x = σn(a) untuk suatu n ∈ ℤ}
= {σn(a)│n ∈ ℤ}.
Contoh 3.2

Permutasi σ, α, β, γ dan i berikut ini masing-masing di S9 .

1 2 3 4 5 6 7 8 9
a. σ =
6 1 3 7 4 2 9 8 5

Berdasarkan definisi σ diperoleh


σ0(1) = 1,
σ1(1) = 6,
σ2(1) = σ(σ(1)) = σ(6) = 2,
σ3(1) = σ(σ2(1)) = σ(2) = 1 sehingga orbit dari σ yang memuat 1
adalah {σn(1)│n ∈ ℤ}={1, 6, 2}.
Dengan cara serupa diperoleh orbit-orbit dari σ yang lain.
Orbit dari σ yang memuat 3 adalah {σn(3)│n ∈ ℤ}={3}.
Orbit dari σ yang memuat 4 adalah {σn(4)│n ∈ ℤ}={4, 7, 9, 5}
Orbit dari σ yang memuat 8 adalah {σn(8)│n ∈ ℤ}={8}.
Jadi, orbit-orbit dari σ adalah {1, 6, 2}, {3}, {4, 7, 9, 5}, {8}.

1 2 3 4 5 6 7 8 9
b. α = .
1 5 3 4 2 6 7 8 9
Orbit-orbit dari α adalah {1}, {2, 5}, {3}, {4}, {6}, {7}, {8},
{9}.

1 2 3 4 5 6 7 8 9
c. β = .
3 7 5 1 4 9 6 2 8

Orbit-orbit dari β adalah {1, 3, 5, 4}, {2, 7, 6, 9, 8}.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Permutasi dan Koset 33

1 2 3 4 5 6 7 8 9
d. γ = .
3 6 2 5 7 9 8 1 4
Orbit dari γ adalah {1, 3, 2, 6, 9, 4, 5, 7, 8}.

1 2 3 4 5 6 7 8 9
e. i = .
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Orbit-orbit dari i adalah {1}, {2}, {3}, {4}, {5}, {6}, {7}, {8},
{9}.

Definisi 3.4

Permutasi σ pada himpunan berhingga disebut sikel jika σ paling


banyak mempunyai sebuah orbit yang memuat elemen lebih dari
satu.

Panjang sikel didefinisikan sebagai banyaknya elemen pada orbit


yang memuat elemen terbanyak.

Contoh 3.3

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Permutasi η = merupakan sikel
6 2 7 4 5 3 1 8 9
karena orbit-orbit η adalah {1,6,3,7}, {2}, {4}, {5}, {8}, {9}
sehingga hanya mempunyai sebuah orbit yang mempunyai elemen
lebih dari satu .

Panjang sikel η adalah 4.

Notasi siklik untuk sikel η adalah η = (1, 6, 3, 7).

Perhatikan Contoh 3.2 di atas.

a. Permutasi σ bukan merupakan sikel.


b. Permutasi α merupakan sikel dengan panjang sikel 2.
c. Permutasi β bukan merupakan sikel.
kristina.mat@mail.unnes.ac.id
34 Permutasi dan Koset

d. Permutasi γ merupakan sikel dengan panjang sikel 9.


e. Permutasi i merupakan sikel dengan panjang sikel 1.

Pandang hasil kali sikel- sikel di S9 berikut ini.


1 2 3 4 5 6 7 8 9
a. (1, 2, 3) (1, 5, 3) =
5 3 2 4 1 6 7 8 9
Hasil kali sikel-sikel ini mempunyai orbit yang memuat lebih
dari satu elemen yaitu {1, 5} dan {2, 3}.
Jadi, hasil kali sikel (1, 2, 3) dan sikel (1, 5, 3) bukan sikel.
1 2 3 4 5 6 7 8 9
b. (1, 3, 5) (2, 3, 7) = .
3 5 7 4 1 6 2 8 9
Hasil kali sikel-sikel ini hanya mempunyai satu orbit yang
memuat lebih dari satu elemen yaitu {1, 3, 7, 2, 5}.
Jadi, hasil kali sikel (1, 3, 5) dan sikel (2, 3, 7) merupakan sikel.

Berdasarkan hasil kali sikel- sikel di atas disimpulkan bahwa


hasil kali dua buah sikel belum tentu sikel.

Definisi 3.5.

Dua buah sikel bukan identitas dikatakan saling asing jika orbit dari
sikel tersebut yang memuat elemen terbanyak saling asing.

Contoh 3.4

Sikel- sikel (1, 3, 4, 2) dan (3, 5, 9) tidak saling asing.


Sikel-sikel (1, 3, 4, 2) dan (6, 5, 9) saling asing.

Perkalian permutasi berikut ini menunjukkan bahwa perkalian


permutasi belum tentu bersifat komutatif.
Hasil kali sikel-sikel (1, 3, 4, 2) (3, 5, 9) ≠ (3, 5, 9) (1, 3, 4, 2).
Hasil kali sikel-sikel (1, 3, 4, 2) (6, 5, 9) = (6, 5, 9) (1, 3, 4, 2).

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Permutasi dan Koset 35

Sifat berikut ini menunjukkan bahwa perkalian sikel-sikel yang


saling asing bersifat komutatif.

Misalkan α, β sikel-sikel yang saling asing pada himpunan


berhingga A. Himpunan B1 dan B2 berturut-turut orbit dari α dan β
yang memuat elemen lebih dari satu. Berdasarkan definisi sikel
saling asing diperoleh B1 dan B2 saling asing.
Akan ditunjukkan αβ = βα.
Ambil x ∈ A sebarang.
Berarti x ∈ B1 atau x ∈ B2 atau x ∉ B1 ∪ B2.
α x , jika x ∈ B1
Jadi, (αβ)(x) = α(β(x)) = β x , jika x ∈ B2
x, jika x ∉ B1 B2

α x , jika x ∈ B1
(βα)(x) = β(α(x)) = β x , jika x ∈ B2
x, jika x ∉ B1 B2
Akibatnya, (αβ)(x) = (βα)(x) untuk setiap x ∈ A. Jadi, αβ = βα.
Jadi, perkalian sikel- sikel yang saling asing bersifat komutatif.

Teorema 3.2

Setiap permutasi σ pada himpunan berhingga A dapat dinyatakan


sebagai hasil kali sikel- sikel yang saling asing.

Bukti.

Misalkan σ permutasi pada himpunan berhingga A dan orbit-orbit


dari σ adalah B1 , B2 , B3 , … , Bn .

Untuk setiap i = 1, 2, …, n definisikan sikel μi dengan

σ x , jika x ∈ Bi
μi (x) =
x , jika x ∉ Bi
kristina.mat@mail.unnes.ac.id
36 Permutasi dan Koset

Akan ditunjukkan σ = μ1 μ2 … μn.


Ambil x ∈ A sebarang. Karena B1, B2 , B3, … , Bn orbit-orbit dari
σ maka terdapat dengan tunggal i = 1, 2, 3, … , n sehingga x ∈ Bi
dan σk (x) ∈ Bi untuk setiap k ∈ ℤ.
Berdasarkan definisi μi diperoleh
(μ1μ2 … μi-1 μiμi+1 … μn ) (x) = (μ1μ2 … μi-1 μi)(x)
= (μ1μ2 … μi-1)(μi(x))
= (μ1μ2 … μi-1)(σ(x))
= σ(x)
Jadi, (μ1μ2 … μi-1 μiμi+1 … μn ) (x) = σ(x) untuk setiap x ∈ A.
Akibatnya, σ = μ1 μ2 … μn.
Jika Bi = 1 maka μi sikel identitas.
Misalkan μi 1 , μi 2 , … , μi r merupakan sikel-sikel identitas. Hal ini
berakibat, σ = μ1 … μi 1 −1 , μi 1 +1 , … , μi r −1 , μi r +1 , μn .
Jadi, permutasi σ dapat dinyatakan sebagai hasil kali sikel- sikel
yang saling asing.

Definisi 3.6

Sikel yang panjangnya 2 disebut transposisi.

Jika τ suatu transposisi maka τ-1 = τ.

Setiap sikel dapat dinyatakan sebagai hasilkali transposisi-


transposisi karena

a1 a2 … an−1 an
( a1, an )( a1, an-1)( a1, an-2 ) … (a1, a2 ) = a a3 an a1
2

= (a1 , a2 , … , an−1 , an ).

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Permutasi dan Koset 37

Akibat dari Teorema 3.2 di atas, setiap permutasi pada himpunan


berhingga (minimal 2 elemen) dapat dinyatakan sebagai hasilkali
transposisi-transposisi.

Berikut ini contoh permutasi yang dinyatakan sebagai hasil


kali sikel-sikel yang saling asing dan atau sebagai hasil kali
transposisi-transposisi.

Contoh 3.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9
a. α= = (2, 5)
1 5 3 4 2 6 7 8 9

1 2 3 4 5 6 7 8 9
b. β= = (1, 3, 5, 4)(2, 7, 6, 9, 8)
3 7 5 1 4 9 6 2 8
= (1, 4) (1, 5) (1, 3)(2, 8)(2,9)(2,6)(2,7)

1 2 3 4 5 6 7 8 9
c. γ= = (1, 3, 2, 6, 9, 4, 5, 7, 8)
3 6 2 5 7 9 8 1 4
= (1, 8) (1, 7) (1, 5) (1, 4) (1, 9) (1, 6) (1, 2) (1, 3).

1 2 3 4 5 6 7 8 9
d. i= = (1, 2)(1, 2)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
= (5, 9)(5, 9) = ...

Dengan melakukan perhitungan αβ dan αγ serta menentukan


banyaknya orbit β, αβ, γ, dan αγ diperoleh bahwa banyaknya orbit
β dan αβ berselisih satu dan begitu juga γ dan αγ.
Lemma berikut menyatakan hasil ini.

Lemma 3.3

Jika σ ∈ Sn dan τ transposisi di Sn maka banyaknya orbit dari σ


dan τσ berselisih satu.
kristina.mat@mail.unnes.ac.id
38 Permutasi dan Koset

Bukti.

Misalkan τ = (i,j).

Berdasarkan Teorema 3.2, σ dapat dinyatakan sebagai hasilkali r


sikel yang saling asing yaitu σ = μ1 μ2 … μr.

Kasus 1. Elemen i dan j berada dalam orbit dari σ yang berlainan.

Misalkan μ1 = (a1, a2,…, ak-1, i, ak+1, … ap) dan


μ2 = (b1, b2, … , bq-1, j, bq+1, … bs).

τ μ1 μ2 = (i,j)(a1, a2,…, ak-1, i, ak+1, … ap)(b1, b2, … , bq-1, j, bq+1, … bs)


= (b1, b2, … , bq-1, i, ak+1, … ap, a1, a2,…, ak-1, j, bq+1, … bs).
Karena τσ = τ μ1 μ2 … μr maka banyaknya orbit dari σ sama
dengan banyaknya orbit dari τσ ditambah 1.

Kasus 2. Elemen i dan j berada dalam orbit dari σ yang sama.

Misalkan μ1 = (c1, c2,…, ct-1, i, ct+1, … cu-1, j, cu+1, … cm).

Jelas τ μ1 = (i, j)(c1, c2, …, ct-1, i, ct+1, … cu-1, j, cu+1, … cm).

= (c1, c2, …, ct-1, j, cu+1, … cm) (ct+1, … cu-1, i)

Karena τσ = τ μ1 μ2 … μr maka banyaknya orbit dari σ sama


dengan banyaknya orbit dari τσ dikurangi 1.
Berdasarkan Kasus 1 dan Kasus 2 diperoleh banyaknya orbit
dari σ dan τσ berselisih 1.

Definisi 3.7

Dua buah bilangan bulat dikatakan mempunyai paritas yang sama


jika keduanya genap atau keduanya ganjil.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Permutasi dan Koset 39

Pandang α, β, γ di Sn , (n = 9) pada Contoh 3.5 di atas.

a. Karena banyaknya orbit (r) dari α adalah 8 dan banyaknya


transposisi (p) pada α adalah 1 maka hubungan p dan n-r
adalah keduanya ganjil.
b. Karena banyaknya orbit (r) dari β adalah 2 dan banyaknya
transposisi (p) pada β adalah 7 maka hubungan p dan n-r
adalah keduanya ganjil.
c. Karena banyaknya orbit (r) dari γ adalah 1 dan banyaknya
transposisi (p) pada γ adalah 8 maka hubungan p dan n-r
adalah keduanya genap.

Jadi, permutasi α, β dan γ hanya dapat dinyatakan sebagai


hasilkali sejumlah ganjil atau sejumlah genap transposisi.
Teorema berikut menyatakan bahwa hasil ini berlaku untuk
sebarang permutasi pada himpunan berhingga.

Teorema 3.4

Setiap permutasi di Sn (n ≥ 2) hanya dapat dinyatakan sebagai


hasil kali sejumlah genap transposisi atau sejumlah ganjil
transposisi saja.

Bukti.

Misalkan σ ∈ Sn (n ≥ 2) dan σ dapat dinyatakan sebagai hasil


kali p transposisi yaitu σ = 𝜏p 𝜏p-1 … 𝜏2𝜏1.
Misalkan banyaknya orbit dari σ adalah r.
Dengan induksi pada p, akan ditunjukkan :
p dan n - r mempunyai paritas yang sama ….......................... (3.1)
Jika p = 1 maka σ suatu transposisi sehingga banyaknya orbit dari
σ adalah r = n - 1. Jadi, n - r = 1. Akibatnya p dan n - r mempu-
nyai paritas yang sama.
kristina.mat@mail.unnes.ac.id
40 Permutasi dan Koset

Jadi pernyataan (3.1) berlaku untuk p = 1.

Misalkan pernyataan (3.1) berlaku untuk p = k.


Misalkan banyaknya orbit dari permutasi 𝜏k 𝜏k-1 … 𝜏2𝜏1 adalah r.
Dari hipotesis induksi, k dan n-r mempunyai paritas yang sama.
Misalkan banyaknya orbit dari permutasi 𝜏k+1 𝜏k … 𝜏2𝜏1 adalah 𝑟 ′ .
Berdasarkan Lemma 3.3, untuk transposisi 𝜏 k+1 dan permutasi
𝜏 k 𝜏 k-1 … 𝜏 2 𝜏 1 diperoleh banyaknya orbit dari 𝜏 k 𝜏 k-1 … 𝜏 2 𝜏 1 dan
𝜏k+1 𝜏k 𝜏k-1 … 𝜏2𝜏1 berselisih 1 sehingga r dan 𝑟 ′ berselisih 1.
Jelas k dan k+1 berselisih 1. Akibatnya k+1 dan n – 𝑟 ′ mem-
punyai paritas yang sama.
Jadi pernyataan (3.1) berlaku untuk p = k+1.
Akibatnya, pernyataan (3.1) berlaku untuk setiap bilangan asli p.
Karena banyaknya orbit itu tunggal maka n - r ganjil atau genap.
Akibatnya, p ganjil atau genap. Jadi, σ hanya dapat dinyatakan
sebagai hasil kali sejumlah genap transposisi atau sejumlah ganjil
transposisi saja.

Definisi 3.8

Permutasi σ di Sn (n ≥ 2) disebut permutasi genap jika σ dapat


dinyatakan sebagai hasil kali sejumlah genap transposisi.

Permutasi σ di Sn (n ≥ 2) disebut permutasi ganjil jika σ dapat


dinyatakan sebagai hasil kali sejumlah ganjil transposisi.

Contoh 3.6

Pandang permutasi α, β dan γ pada Contoh 3.5. di atas.


a. α merupakan permutasi ganjil.
b. β merupakan permutasi ganjil.
c. γ merupakan permutasi genap.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Permutasi dan Koset 41

Sifat-sifat perkalian permutasi.

a. Perkalian permutasi genap dengan permutasi genap mengha-


silkan permutasi genap.
b. Perkalian permutasi genap dengan permutasi ganjil mengha-
silkan permutasi ganjil.
c. Perkalian permutasi ganjil dengan permutasi ganjil mengha-
silkan permutasi genap.

Berikut ini ditunjukkan hubungan banyaknya permutasi genap


dan banyaknya permutasi ganjil di Sn.

Misalkan An himpunan semua permutasi genap di Sn (n ≥ 2)


dan Bn himpunan semua permutasi ganjil di Sn (n ≥ 2).

Karena n ≥ 2 maka dapat diambil τ sebarang transposisi di Sn .

Untuk setiap permutasi genap σ berlaku τσ permutasi ganjil.


Oleh karena itu dapat didefinisikan pemetaan f : An → Bn dengan
f(σ) = τσ, ∀ σ ∈ An .

Akan ditunjukkan f pemetaan bijektif.

Ambil α, β di An dengan f(α) = f(β). Berarti τα = τβ.


Karena Sn grup maka dengan hukum kanselasi diperoleh α = β.
Jadi, ∀ α, β di An dengan f(α) = f(β) berlaku α = β.
Akibatnya, f injektif.
Ambil γ ∈ Bn sebarang. Pilih τγ ∈ An . Berdasarkan
definisi pemetaan f diperoleh f(τγ) = τ(τγ) = (ττ)γ =iγ = γ.
Jadi,∀ γ ∈ Bn ∃ τγ ∈ An ∋ f(τγ) = γ. Akibatnya f surjektif.
Karena f injektif dan surjektif maka f bijektif sehingga An = Bn
yakni banyaknya permutasi genap di Sn sama dengan banyaknya
permutasi ganjil di Sn .

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
42 Permutasi dan Koset

Karena permutasi identitas merupakan permutasi genap maka


Bn tidak memuat permutasi identitas sehingga Bn bukan subgrup
Sn .

Karena perkalian permutasi genap dengan permutasi genap


menghasilkan permutasi genap maka An bersifat tertutup
terhadap operasi biner di Sn . Akibatnya, karena Sn grup ber-
hingga dan An himpunan bagian tak-kosong dari Sn yang bersi-
fat tertutup maka An subgrup Sn .

Subgrup dari Sn yang terdiri atas semua permutasi genap


disebut grup Alternating dari n alfabet.

Contoh 3.7

Grup alternating A3 = ρ0 , ρ1 , ρ2 .

3 .4. Koset dan Teorema Lagrange

Misalkan G grup dan K subgrup G.


Untuk setiap a, b di G, didefinisikan a ~𝐿 b jika dan hanya jika
a−1 b ∈ K.

Akan ditunjukkan aturan ini mendefinisikan relasi ekivalensi.

a. Karena K subgrup G maka e ∈ K sehingga a−1 a = e ∈ K.


Akibatnya, a ~𝐿 a. Jadi, untuk setiap a ∈ G berlaku a ~𝐿 a
Hal ini menunjukkan bahwa relasi ~𝐿 bersifat refleksif.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Permutasi dan Koset 43

b. Ambil a, b di G dengan a ~𝐿 b. Berdasarkan definisi ~𝐿


diperoleh a−1 b ∈ K. Karena K subgrup G dan a−1 b ∈ K
−1
maka a−1 b −1
∈ K sehingga b a ∈ K.
Akibatnya, b ~𝐿 a.
Jadi, untuk setiap a, b di G dengan a ~𝐿 b berlaku b ~𝐿 a.
Hal ini menunjukkan bahwa relasi ~𝐿 bersifat simetris.

c. Ambil a, b, c di G dengan a ~𝐿 b dan b ~𝐿 c.


Berdasarkan definisi ~𝐿 diperoleh a−1 b ∈ K dan
b−1 c ∈ K.
Karena K subgrup G dan a−1 b ∈ K, b−1 c ∈ K maka

a−1 c = (a−1 b)(b−1 c) ∈ K sehingga a ~𝐿 c.


Jadi, untuk setiap a, b, c di G dengan a ~𝐿 b dan b ~𝐿 c
berlaku a ~𝐿 c.
Hal ini menunjukkan bahwa relasi ~𝐿 bersifat transitif.
Berdasarkan a, b dan c diperoleh relasi ~𝐿 merupakan
relasi ekivalensi.
Jika a dan x di G maka a ~𝐿 x  a−1 x ∈ K
 a−1 x = k untuk suatu k ∈ K
 x = ak untuk suatu k ∈ K
Klas ekivalensi yang memuat a ∈ G adalah
a = { x  G a ~𝐿 x} = ak k ∈ K .
Klas ekivalensi yang memuat a ∈ G disebut koset kiri K di G,
ditulis aK = ak k ∈ K .

Misalkan untuk setiap a, b di G, didefinisikan a ~𝑅 b jika dan


hanya jika ab−1 ∈ K.
Dengan cara serupa, dapat ditunjukkan aturan ini mendefinisikan
relasi ekivalensi pada G.

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
44 Permutasi dan Koset

Klas ekivalensi yang memuat a ∈ G adalah


a = x ∈ G a ~R x = ka k ∈ K .
Klas ekivalensi yang memuat a ∈ G disebut koset kanan K di G,
ditulis Ka = ka k ∈ K .
Jika G grup komutatif dan K subgrup G maka aK = Ka untuk
setiap a ∈ G.

Contoh 3.8

a. 5ℤ subgrup ℤ.

Koset kiri 5ℤ di ℤ yang berlainan adalah 0+5ℤ, 1+5ℤ,


2+5ℤ, 3 +5ℤ, 4+5ℤ.

Koset kanan 5ℤ di ℤ yang berlainan adalah 5ℤ, 5ℤ + 1,


5ℤ + 2, 5ℤ + 3, 5ℤ + 4.

b. K = { 0 , 1 , 2 } subgrup S3 .

Koset kanan K di S3 yang berlainan adalah { 0 , 1 , 2 } dan


{1, 2, 3}.

Koset kiri K di S3 yang berlainan adalah { 0 , 1 , 2 } dan


{1, 2, 3}.

c. L = {0 , 2} subgrup S3 .

Koset kanan L di S3 yang berlainan adalah {0 , 2}, {1 , 3}


dan {2, 1}.

Koset kiri L di S3 yang berlainan adalah {0 , 2}, {1 , 1}


dan {0 , 3}.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Permutasi dan Koset 45

Teorem a berikut ini menyatakan banyaknya elemen pada


setiap koset kiri dan kanan sama dengan banyaknya elemen pada
subgrupnya.

Teorema 3.5

Jika G grup, K subgrup G dan a ∈ G maka aK = K = Ka .

Bukti.

Didefinisikan pemetaan  : K  aK dengan (x) = ax, ∀ x ∈ K.

Ambil x, y di K dengan (x) = (y). Berdasarkan definisi 


diperoleh ax = ay. Karena G grup maka dengan hukum kanselasi
kiri diperoleh x = y. Jadi, ∀ x, y di K dengan (x) = (y) berlaku
x = y. Berarti  injektif.

Ambil z ∈ aK sebarang. Berarti z = ak untuk suatu k ∈ K.


Jadi, ∀ z ∈ aK terdapat k ∈ K sehingga (k) = ak = z.
Berarti  surjektif.
Karena  injektif dan surjektif maka  bijektif sehingga aK = K .
Dengan cara serupa diperoleh Ka = K .

Teorema 3.6 (Teorema Lagrange)

Jika G grup berhingga dan K subgrup G maka K membagi G .

Bukti.

Misalkan G = n dan K = m. Berdasarkan Teorema 3.5


dipero- leh ∀ a ∈ G berlaku aK = m. Misalkan banyaknya
koset kiri K di G yang berlainan adalah q. Karena semua koset
kiri K di G yang berlainan merupakan partisi pada G maka
n = mq.
Jadi, m membagi n, yakni K membagi G .
kristina.mat@mail.unnes.ac.id
46 Permutasi dan Koset

Akibat Teorema Lagrange

Setiap grup yang berorder prima adalah siklik.

Bukti.

Misalkan G grup berorder prima p dan a ∈ G dengan a  e.


Jelas <a> subgrup G dan memuat a dan e. Jadi < a >  2.
Berdasarkan Teorema Lagrange, < a > membagi bilangan
prima p. Akibatnya < a > = p.
Karena < a > subgrup G dan < a > = p = G maka
G = < a > sehingga G siklik.

Akibat Teorema Lagrange

Order elemen grup berhingga membagi order grupnya.

Bukti.

Misalkan G grup berhingga dan a ∈ G. Berdasarkan definisi,


order elemen a adalah < a > .

Karena < a > subgrup G maka berdasarkan Teorema Lagrange


diperoleh < a > membagi G . Jadi order elemen grup
berhingga membagi order grupnya.

Definisi 3.9

Misalkan G grup dan K subgrup G. Banyaknya koset kiri


(kanan) K di G yang berlainan disebut indeks K di G, ditulis (G:K).

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Permutasi dan Koset 47

Contoh 3.9

a. (S3:K) = 2, untuk K = { 0 , 1 , 2 } subgrup S3.


b. ℤ: 5ℤ = 5.

Latihan Soal

1. Misalkan K subgrup G. Didefinisikan relasi ~ pada G


dengan a~b jika dan hanya jika a = hbk untuk suatu
h ∈ H dan suatu k ∈ K

(a) Buktikan bahwa merupakan relasi ekivalensi pada G!

(b) Deskripsikan elemen-elemen di kelas ekivalensi yang


memuat a ∈ G!
2. Tunjukkan sikel (a1, a2, a3, … , an ) = (a2, a3 , … , an, a1)!
3. Misalkan G grup dan a ∈ G sebarang.
Definisikan pemetaan λa : G → G dengan λa x = ax,
∀ x ∈ G. Tunjukkan λa suatu permutasi dengan
menunjukkan λa injektif dan surjektif.
4. Merujuk pada nomor 3 di atas, tunjukkan G′ = λa | a ∈ G
subgrup SG .
5. Tunjukkan bahwa jika H subgrup dari Sn (n ≥ 2) maka semua
elemen di H merupakan permutasi genap atau tepat setengah-
nya merupakan permutasi genap.
6. Misalkan A himpunan tak-kosong, SA grup semua permutasi
pada A dan c ∈ A.
(a) Tunjukkan K = σ ∈ SA σ c = c subgrup SA .
(b) Misalkan d ≠ c di A. Apakah L = σ ∈ SA σ c = d
merupakan subgrup SA ? Mengapa atau mengapa tidak?
kristina.mat@mail.unnes.ac.id
48 Permutasi dan Koset

7. Misalkan G grup, H subgrup G dan g −1 hg ∈ H, ∀ g ∈ G,


h ∈ H. Tunjukkan gH = Hg, ∀ g ∈ G!
8. Misalkan G grup, H dan K subgrup G sedemikian sehingga
K ≤ H ≤ G. Buktikan bahwa jika (H:K) dan (G:H) berhingga
maka (G:K) = (G:H) (H:K)!
(Petunjuk: Misalkan {aiH | i = 1,...,r} merupakan koleksi
semua koset kiri H di G yang berlainan dan {bjK | j = 1,...,s}
merupakan koleksi semua koset kiri K di H yang berlainan.
Tunjukkan {(aibj) K | i = 1,…,r ; j = 1,…,s} merupakan ko-
leksi semua koset kiri K di G yang berlainan)
9. Tunjukkan bahwa jika G grup berhingga berorder n dengan
elemen identitas e maka an = e, untuk setiap a ∈ G!
10. Tunjukkan bahwa jika H subgrup berindeks 2 pada grup
berhingga G, maka gH = Hg, ∀ g ∈ G!
11. Misalkan G grup dan K subgrup dari G dan a, b di G.
Buktikan atau beri contoh kontra pernyataan-pernyataan
berikut ini.
(a) Jika aK = bK maka Ka = Kb.
(b) Jika Ka = Kb maka b ∈ Ka.
(c) Jika aK = bK maka Ka−1 = Kb−1 .
(d) Jika aK = bK maka a2 K = b2 K.

Daftar Pustaka

Arifin,A. (2000). Aljabar. Bandung : Penerbit ITB.

Fraleigh,J.B. (1989). A First Course in Abstract Algebra, Reading


Massachusetts: Addison-Wesley.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Homomorfisma Grup 49

BAB 4 HOMOMORFISMA GRUP

4.1. Tujuan Instruksional

Setelah mempelajari materi ini, diharapkan mahasiswa dapat:

 memahami homomorfisma dan sifat-sifatnya,

 memahami subgrup normal dan sifat-sifatnya,

 memahami isomorfisma dan sifat-sifatnya,

 memahami grup faktor dan sifat-sifatnya,

 mampu menggunakan sifat-sifat homomorfisma dalam


pembuktian.

4.2. Pengertian dan Sifat-sifat

Misalkan G dan G′ suatu grup. Pada pemetaan φ: G → G′


yang menghubungkan struktur grup G ke struktur grup G′ , struktur
grup ditentukan secara lengkap oleh operasi biner pada grup
tersebut.

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
50 Homomorfisma Grup

Definisi 4.1

Misalkan (G, o) dan < G′ , ∗> suatu grup.


Suatu pemetaan φ dari grup G ke grup G′ disebut homomorfisma
jika φ(a o b) = φ(a) ∗ φ(b) untuk setiap a, b di G................... (4.1)
Persamaan (4.1) menggambarkan suatu relasi antara operasi-
operasi biner pada G dan G′ , yang berarti antara struktur dua
grup.
Misalkan G dan G′ suatu grup. Pemetaan φ: G → G′ yang dide-
finisikan oleh φ g = e′ , ∀ g ∈ G dengan e′ elemen identitas di
G′ merupakan homomorfisma. Jadi, untuk sebarang grup G dan
G′ selalu ada paling sedikit satu homomorfisma dari G ke G′ .

Contoh 4.1

a. Didefinisikan pemetaan α: ℝ → ℝ+ oleh α x = 2x , ∀ x ∈ ℝ.


Pemetaan α merupakan homomorfisma.
b. Didefinisikan pemetaan φ: ℤ → 3ℤ oleh φ x = 3x, ∀ x ∈ ℤ.
Pemetaan φ merupakan homomorfisma.
c. Didefinisikan pemetaan β ∶ ℂ∗ → ℝ+ oleh β a + bi = a2 + b2
∀ a + bi ∈ ℂ*. Pemetaan β merupakan homomorfisma.
a b
d. Pandang G = a, b di ℝ, a ≠ 0 ∨ b ≠ 0 suatu grup
−b a
terhadap perkalian matriks.
a b
Didefinisikan pemetaan γ ∶ ℂ∗ → G oleh γ a + bi =
−b a
∀ a + bi ∈ ℂ*. Pemetaan γ merupakan homomorfisma.

e. Pemetaan θ ∶ ℂ∗ → M2x2 (ℝ) yang didefinisikan oleh
a b
θ (a+bi) = ∀ a+bi ∈ ℂ* merupakan homomorfisma.
−b a

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Homomorfisma Grup 51


f. Pemetaan δ ∶ Mnxn (ℝ) → ℝ∗ yang didefinisikan oleh
δ(A) = det(A), ∀ A ∈ Mnxn*( ℝ) merupakan homomorfisma.
g. Pemetaan σ ∶ ℤ → ℤn yang didefinisikan oleh σ(x) = x
∀ x ∈ ℤ merupakan homomorfisma.

Definisi 4.2

Didefinisikan pemetaan φ ∶ X → Y dan A ⊆ X , B ⊆ Y.


Peta A oleh φ, ditulis φ(A), didefinisikan sebagai
φ(A) = φ a a ∈ A
Himpunan φ(X) = φ x x ∈ X disebut daerah hasil dari φ.
Prapeta dari B di X oleh φ, ditulis φ−1 (B), didefinisikan sebagai
φ−1 (B) = x ∈ X φ x ∈ B

Berikut ini disajikan sifat-sifat homomorfisma.

Teorema 4.1

Misalkan G dan G′ suatu grup dan φ: G → G′ suatu homomor-


fisma.
a. Jika e elemen identitas di G maka φ(e) = e′ dengan e′ elemen
identitas di G′ .
−1
b. Jika a ∈ G maka φ(a−1 ) = φ a .

c. Jika H subgrup G maka φ H = φ x x ∈ H subgrup G′ .


d. Jika K subgrup G′ maka φ−1 K = x ∈ G φ x ∈ K sub-
grup G.

Bukti.

Misalkan φ: G → G′ suatu homomorfisma, a ∈ G, dan e, e′


berturut-turut elemen identitas di G dan G′ .

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
52 Homomorfisma Grup

a. Dengan sifat elemen identitas dan φ homomorfisma diperoleh


φ (a) e′ = φ(a) = φ(ae) = φ(a) φ(e).
Dengan hukum kanselasi kiri pada grup G′ diperoleh φ(e) = e′ .
b. Dengan sifat invers elemen dan φ homomorfisma diperoleh
φ(a−1 )φ (a) = φ(a−1 a) = φ (e) = φ(aa−1 ) = φ (a) φ(a−1)
−1
sehingga φ a = φ(a−1) .

c. Misalkan H subgrup G.
Akan ditunjukkan φ H = φ x x ∈ H subgrup G′ .
Karena H subgrup G maka e ∈ H sehingga e′ = φ(e) ∈ φ(H).
Berarti φ H ≠ ∅ dan e′ ∈ φ(H).....................................(4.2)
Berdasarkan definisi φ(H) diperoleh φ H ⊆ G′ ...............(4.3)
Ambil x, y di φ(H) sebarang.
Berarti x = φ(a) dan y = φ b untuk suatu a, b di H.
Karena H subgrup G dan a, b di H maka ab ∈ H, sehingga
xy = φ a φ b = φ(ab) di φ(H).
Jadi, untuk setiap x, y di φ(H) berlaku xy ∈ φ(H)..........(4.4)
Ambil 𝑧 ∈ φ(H) sebarang.
Berarti z = φ (c ) untuk suatu c ∈ H. Karena H subgrup G
dan c ∈ H maka c −1 ∈ H. Berdasarkan bagian b teorema ini,
−1
diperoleh z −1 = φ c = φ(c −1 ) di φ(H).

Akibatnya, ∀ z ∈ φ H ∃ z −1 ∈ φ H ∋ zz −1 = e′ = z −1 z..(4.5)
Jadi, berdasarkan (4.2), (4.3), (4.4), dan (4.5) diperoleh φ(H)
merupakan subgrup G′ .

d. Misalkan K subgrup G′ .
Akan ditunjukkan φ−1 K = x ∈ G φ x ∈ K subgrup G.
Karena K subgrup G′ maka e′ ∈ K. Dari bagian a teorema ini,
φ(e) = e′ di K sehingga e ∈ φ−1 (K).

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Homomorfisma Grup 53

Akibatnya, φ−1 K ≠ ∅ dan e ∈ φ−1 (K)..........................(4.6)


Berdasarkan definisi φ−1 (K) diperoleh φ−1 (K) ⊆ G..........(4.7)
Ambil a, b di φ−1 (K) sebarang. Berarti φ(a) dan φ(b) di K.
Karena K subgrup G′ dan φ homomorfisma maka
φ(ab) = φ(a) φ(b) di K sehingga ab ∈ φ−1 (K).
Jadi, untuk setiap a, b di φ−1 (K) berlaku ab ∈ φ−1 (K)......(4.8)
Ambil c ∈ φ−1 (K) sebarang. Berarti φ(c) ∈ K. Karena K
subgrup G′ dan φ homomorfisma maka berdasarkan bagian b
teorema ini diperoleh φ c −1 = (φ(c))−1 di K sehingga
c −1 ∈ φ−1 (K).
Jadi, ∀ c ∈ φ−1 (K) ∃ c −1 ∈ φ−1 (K) ∋ cc −1 = e = c −1 c.......(4.9)
Jadi, berdasarkan (4.6), (4.7), (4.8) dan (4.9) diperoleh φ−1 (K)
subgrup G.

Subgrup φ−1 e′ = x ∈ G | φ x = e′ disebut kernel φ,


ditulis Ker(φ).

Contoh 4.2

a. Pemetaan φ ∶ ℤ → 3ℤ yang didefinisikan oleh φ x = 3x,


∀ x ∈ ℤ merupakan homomorfisma.
Ker φ = x ∈ ℤ | φ x = 0 = x ∈ ℤ | 3x = 0 = {0}.

b. Pemetaan β ∶ ℂ∗ → ℝ+ yang didefinisikan oleh


β(a + bi) = a2 + b2 , ∀a + bi ∈ ℂ∗ merupakan homomor-
fisma.
Ker β = a + bi ∈ ℂ∗ | β a + bi = 1
= a + bi ∈ ℂ∗ | a2 + b2 = 1 .

c. Pemetaan δ ∶ MnXn ∗ (ℝ) → ℝ∗ yang didefinisikan oleh



δ A = det A , ∀ A ∈ Mnnx (ℝ) merupakan homomorfisma

Ker δ = A ∈ Mnnx (ℝ) | δ A = 1

= A ∈ Mnnx (ℝ) | det A = 1
kristina.mat@mail.unnes.ac.id
54 Homomorfisma Grup

Teorema 4.2

Jika φ ∶ G → G′ suatu homomorfisma grup dengan Ker(φ) = K


dan a ∈ G maka φ−1 φ a = x ∈ G | φ x = φ a merupa-
kan koset kiri aK dari K dan juga koset kanan Ka dari K.

Bukti.
Akan ditunjukkan φ−1 φ a = x ∈ G | φ x = φ a = aK.
Ambil y ∈ φ−1 φ a sebarang. Berarti φ y = φ a .
Jadi,
−1 −1
φ a φ y = φ a φ a operasi biner pada G′

⇔ φ a−1 φ y = e′ φ homomorfisma dan sifat invers elemen


−1
⇔ φ a y = e′ φ homomorfisma
−1 −1
Berarti a y ∈ K = Ker φ , sehingga a y = k untuk suatu k ∈ K.
Akibatnya, y = ak di aK. Jadi, ∀ y ∈ φ−1 φ a berlaku y ∈ aK
−1
Akibatnya, φ φ a ⊆ aK.............................................(4.10)
Ambil z ∈ aK sebarang.
Berarti z = ak untuk suatu k ∈ K. Karena φ homomorfisma dan
K = Ker(φ) maka φ z = φ ak = φ a φ k = φ a . e′ = φ a
sehingga z ∈ φ−1 φ a .
Jadi, ∀ 𝑧 ∈ aK berlaku z ∈ φ−1 φ a .
Akibatnya, aK ⊆ φ−1 φ a ............................................. (4.11)
Dari (4.10) dan (4.11) diperoleh φ−1 φ a = aK.

Dengan cara serupa diperoleh φ−1 φ a = Ka.

Berdasarkan Teorema 4.2 di atas diperoleh jika K = Ker(φ) maka


Ka = aK, ∀ a ∈ G.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Homomorfisma Grup 55

Akibat dari Teorema 4.2

Misalkan φ ∶ G → G′ suatu homomorfisma grup.


Homomofisma φ injektif ⇔ Ker φ = e .

Bukti.

⇐ Misalkan K = Ker φ = e . Berdasarkan Teorema 4.2,


∀ a ∈ G, x ∈ G | φ x = φ a = aK = a e = a .
Ini berarti ∀ a ∈ G berlaku hanya ada tepat satu elemen yang
dipetakan ke φ a .
Akibatnya, φ injektif.

⇒ Misalkan φ injektif.
Karena φ e = e′ dan φ injektif maka e satu-satunya elemen
yang dipetakan ke e′. Akibatnya, Ker φ = e .

Jika homomorfisma φ ∶ G → G′ bersifat injektif maka φ disebut


monomorfisma.
Jika homomorfisma φ ∶ G → G′ bersifat surjektif maka φ disebut
epimorfisma.
Jika homomorfisma φ ∶ G → G′ bersifat injektif dan surjektif maka
φ disebut isomorfisma.
Jika φ ∶ G → G′ isomorfisma maka dikatakan G dan G′ isomorfik
dan ditulis G ≅ G′.

Contoh 4.2

a. Homomorfisma φ ∶ ℝ → ℝ+ yang didefinisikan oleh


φ x = ex , ∀ x ∈ ℝ merupakan isomorfisma.
b. Homomorfisma φ ∶ ℤ → 3ℤ yang didefinisikan oleh
φ x = 3x, ∀ x ∈ ℤ merupakan isomorfisma.
c. Homomorfisma φ ∶ ℂ∗ → ℝ+ yang didefinisikan oleh
kristina.mat@mail.unnes.ac.id
56 Homomorfisma Grup

φ a + bi = a2 + b2 , ∀ a + bi ∈ ℂ∗ merupakan epimorfisma
tetapi bukan monomorfisma.
d. Homomorfisma φ ∶ MnXn ∗ (ℝ) → ℝ∗ yang didefinisikan oleh
φ A = det A , ∀ A ∈ Mn ∗ merupakan epimorfisma tetapi
bukan monomorfisma.
e. Homomorfisma η ∶ ℤ → ℤ yang didefinisikan oleh η x = 3x
untuk setiap x ∈ ℤ merupakan monomorfisma tetapi bukan
epimorfisma.

4.3. Sub Grup Normal

Definisi 4.3

Misalkan K subgrup dari grup G. Subgrup K disebut subgrup normal


ditulis K ⊵ G, jika gK = Kg, ∀g ∈ G.

Setiap subgrup dari grup komutatif merupakan subgrup normal.

Teorema 4.2 menunjukkan bahwa kernel dari homomorfisma


φ ∶ G → G′ merupakan subgrup normal G.

Contoh 4.3

a. Karena ℤ, + grup komutatif maka ∀ n ∈ ℤ, nℤ subgrup


normal ℤ.

b. Himpunan a + bi ∈ ℂ∗ a2 + b2 = 1 subgrup normal ℂ∗.

c. Himpunan Mnxn ∗∗ (ℝ) subgrup normal Mnxn ∗ (ℝ).


d. Himpunan An subgrup normal Sn , ∀ n ≥ 2.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Homomorfisma Grup 57

Berikut ini disajikan beberapa alternatif karakterisasi subgrup


normal.

Teorema 4.3

Misalkan K subgrup dari grup G. Pernyataan berikut ekivalen.


a. gkg−1 ∈ K, ∀ g ∈ G, k ∈ K.
b. gKg−1 = K, ∀ g ∈ G.
c. gK = Kg, ∀ g ∈ G.

Bukti.

a ⇒ b Misalkan gkg−1 ∈ K, ∀ g ∈ G, k ∈ K.
Ambil g ∈ G sebarang.
Akan ditunjukkan: gKg−1 = K.
Ambil x ∈ gKg−1 sebarang .
Berarti x = gkg−1 untuk suatu k ∈ K. Akibatnya, x ∈ K.
Jadi, ∀ x ∈ gKg−1 berlaku x ∈ K. Akibatnya, gKg−1 ⊆ K ...(4.12)
Ambil k ∈ K sebarang. Berdasarkan hipotesis, gkg−1 ∈ K.
Karena G grup maka untuk g ∈ G berlaku g−1 ∈ G sehingga
g−1 kg ∈ K. Jadi, g−1 kg = k1 untuk suatu k1 ∈ K.
Akibatnya, k = gk1 g−1 di gKg−1 .
Berarti, ∀ k ∈ K berlaku k ∈ gKg−1 .
Jadi, K ⊆ gKg−1 ..................................................................(4.13)
Dari (4.12) dan (4.13) diperoleh gKg−1 = K.
Jadi, gKg−1 = K, ∀ g ∈ G.

b ⇒ c Misalkan gKg−1 = K, ∀ g ∈ G. Ambil g ∈ G sebarang.


Karena G grup dan g ∈ G maka g −1 ∈ G sehingga gKg −1 = K
dan g −1 Kg = K.
Akan ditunjukkan gK = Kg.

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
58 Homomorfisma Grup

Ambil x ∈ gK sebarang. Berarti x = gk1 untuk suatu k1 ∈ K.


Karena K = g −1 Kg dan k1 ∈ K maka k1 = g −1 k 2 g, untuk suatu
k 2 ∈ K. Berarti x = gk1 = g g −1 k 2 g = gg −1 k 2 g = k 2 g ∈ Kg.
Jadi, ∀ x ∈ gK berlaku x ∈ Kg. Akibatnya, gK ⊆ Kg...........(4.14)
Ambil y ∈ Kg sebarang. Berarti y = k 3 g untuk suatu k 3 ∈ K.
Karena K = gKg −1 dan k 3 ∈ K maka k 3 = gk 4 g −1 untuk suatu
k 4 ∈ K. Berarti y = k 3 g = gk 4 g −1 g = gk 4 g −1 g = gk 4 ∈ gK.
Jadi, ∀ y ∈ Kg berlaku y ∈ gK. Akibatnya, Kg ⊆ gK.............(4.15)
Dari (4.14) dan (4.15) diperoleh gK = Kg. Jadi, gK = Kg, ∀g ∈ G.

c ⇒ a Misalkan gK = Kg, ∀g ∈ G.
Akan ditunjukkan gkg −1 ∈ K, ∀g ∈ G, k ∈ K.
Ambil g ∈ G dan k ∈ K sebarang. Berarti gK = Kg. Karena
gk ∈ gK dan gK = Kg maka gk = k 5 g untuk suatu k 5 ∈ K.
Akibatnya, gkg −1 = k 5 ∈ K. Jadi, gkg −1 ∈ K, ∀ g ∈ G, k ∈ K.

4.4. Isomorfisma dan Teorema Cayley

Teorema 4.4

Misalkan 𝒢 koleksi dari grup-grup. Untuk setiap G dan G′ di 𝒢


didefinisikan G ~ G′ jika terdapat isomorfisma φ ∶ G → G′. Maka
relasi ~ merupakan relasi ekivalensi.

Bukti.

Karena i ∶ G → G yang didefinisikan oleh i x = x, ∀ x ∈ G


merupakan isomorfisma maka G ~ G ..................................(4.16)

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Homomorfisma Grup 59

Misalkan G ~ G′ . Berdasarkan definisi relasi ~ maka terdapat


isomorfisma φ ∶ G → G′ . Karena pemetaan φ bijektif maka
terdapat pemetaan bijektif φ−1 ∶ G′ → G dengan φ−1 g′ = g ,
jika g ′ = φ g .
Akan ditunjukkan φ−1 homomorfisma.
Ambil a, b di G′ sebarang. Karena φ surjektif maka terdapat
g1 , g 2 di G sedemikian sehingga φ g1 = a dan φ g 2 = b.
Berarti φ−1 a = g1 dan φ−1 b = g 2 .
Jadi, φ g1 g 2 = φ g1 φ g 2 φ homomorfisma
= ab diketahui
−1 −1
= φ a φ b diketahui.
Akibatnya, ∀ a, b di G′ berlaku φ−1 ab = φ−1 a φ−1 b yaitu
φ−1 homomorfisma.
Berarti terdapat isomorfisma φ−1 : G → G′ sehingga G′ ~ G.
Jadi, jika G ~ G′ maka G′ ~ G...............................................(4.17)

Misalkan G ~ G′ dan G′ ~ G′′. Berdasarkan definisi relasi ~


maka terdapat isomorfisma φ ∶ G → G′ dan χ ∶ G′ → G′′.
Akan ditunjukkan χ ∘ φ ∶ G → G′′ suatu isomorfisma.
Karena χ dan φ bijektif maka χ ∘ φ bijektif.
Ambil g1 , g 2 ∈ G sebarang.
χ ∘ φ (g1 g 2 ) = χ(φ g1 g 2 ) definisi komposisi
= χ(φ g1 φ g 2 ) φ homomorfisma
= χ φ g1 χ(φ g 2 ) χ homomorfisma
= χ ∘ φ g1 (χ ∘ φ)(g 2 ) definisi komposisi.
Jadi, ∀ g1 , g 2 ∈ G berlaku χ ∘ φ g1 g 2 = χ ∘ φ g1 χ ∘ φ g 2
Akibatnya, χ ∘ φ merupakan isomorfisma.
Jadi, terdapat isomorfisma χ ∘ φ ∶ G → G′′ sehingga G ~ G′′.
Jadi, jika G ~ G′ dan G′ ~ G′′ maka G ~ G′′ ........................(4.18)
Dari (4.16), (4.17), dan (4.18) diperoleh relasi ~ merupakan relasi
ekivalensi.
kristina.mat@mail.unnes.ac.id
60 Homomorfisma Grup

Teorema 4.5

Sebarang grup siklik tak hingga G isomorfik dengan grup bilangan


bulat ℤ terhadap operasi penjumlahan.

Bukti.

Misalkan G grup siklik tak hingga dan G = a = an n ∈ ℤ .


Didefinisikan pemetaan φ ∶ G → ℤ dengan φ an = n, ∀ an ∈ G.
Ambil an , am di G dengan φ an = φ am .
Menurut definisi φ diperoleh n = m sehingga an = am .
Jadi, ∀ an , am di G dengan φ an = φ am berlaku an = am .
Berarti φ injektif.
Karena untuk setiap n di ℤ terdapat an di G sehingga φ an = n
maka φ surjektif.
Ambil an , am di G sebarang.
Berdasarkan definisi φ dan sifat perpangkatan diperoleh
φ an am = φ an+m = n + m = φ an + φ am .
Jadi, ∀ an , am di G berlaku φ an am = φ an + φ am .
Akibatnya, φ homomorfisma.
Jadi, φ isomorfisma sehingga G ≅ ℤ.
Hal ini menunjukkan bahwa sebarang grup siklik tak-hingga G
isomorfik dengan grup bilangan bulat ℤ terhadap operasi
penjumlahan.

Contoh 4.4

3ℤ ≅ ℤ.

Teorema berikut ini dapat digunakan untuk melihat beberapa


sifat dua grup yang isomorfik.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Homomorfisma Grup 61

Teorema 4.6.

Misalkan G dan G′ grup, a ∈ G dan φ ∶ G → G′ homomorfisma.

a. Jika φ epimorfisma dan G komutatif maka G′ komutatif.


b. Jika φ epimorfisma dan G siklik maka G′ siklik.
c. Jika φ monomorfisma, dan a = n maka φ a = n.

Bukti.

a. Ambil a, b ∈ G′ sebarang.
Karena φ surjektif maka terdapat a1 , b1 ∈ G sedemikian
hingga φ a1 = a dan φ b1 = b.
Karena φ homomorfisma dan G grup komutatif maka
ab = φ a1 φ b1 = φ a1 b1 = φ b1 a1 = φ b1 φ a1 = ba.
Jadi, ∀ a, b ∈ G′ berlaku ab = ba. Akibatnya, G′ komutatif.

b. Misalkan G siklik dan G = a untuk suatu a ∈ G dengan


φ a = b.
Akan ditunjukkan G′ siklik.
Ambil x ∈ G′ sebarang.
Karena φ surjektif maka x = φ g untuk suatu g ∈ G.
Karena G = a dan g ∈ G maka g = an untuk suatu n ∈ ℤ .
Karena φ homomorfisma maka
n
x = φ g = φ an = φ a = bn

Jadi, ∀ x ∈ G′ berlaku x = bn untuk suatu n ∈ ℤ.


Akibatnya, G′ = b . Jadi, G′ siklik.

c. Misalkan a ∈ G dan < a > = n.


n
Akan ditunjukkan < φ(a) > = n , yaitu φ(a) = e′ dan
φ(a) k ≠ e′ , ∀ 0 < k < n.

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
62 Homomorfisma Grup

Karena < a > = n maka an = e dan ∀ 0 < k < n berlaku


ak ≠ e.
Dengan sifat homomorfisma φ diperoleh
n
φ a = φ an = φ e = e′.

k
Andaikan φ a = e′ untuk suatu 0 < k < n.

k
Karena φ homomorfisma maka diperoleh φ a = e′ ⟺

φ ak = e′ ⟺ φ ak = φ e .
Karena φ injektif maka ak = e dengan 0 < k < n.
Kontradiksi dengan ∀ 0 < k < n berlaku ak ≠ e.
k
Jadi haruslah φ a ≠ e′, ∀ 0 < k < n.

Akibatnya, φ a = n.

Berdasarkan Teorema 4.6 ini diperoleh sifat bahwa


a. Jika G ≅ G′ dan G grup komutatif maka G′ grup komutatif.
b. Jika G ≅ G′ dan G grup siklik maka G′ grup siklik.
c. Jika G ≅ G′ dan G mempunyai elemen berorder n maka G′
mempunyai elemen berorder n.

Tetapi, tidak berlaku jika G dan G′ komutatif maka G ≅ G′.


Tidak berlaku jika G dan G′siklik maka G ≅ G′.

Contoh 4.5

a. Grup < ℤ6 , +6 > dan < S3 , o > tidak mungkin isomorfik,


karena ℤ6 komutatif sedangkan S3 tidak komutatif atau ℤ6
siklik sedangkan S3 tidak siklik.
FMIPA Universitas Negeri Semarang
Homomorfisma Grup 63

b. Grup ℤ, + dan ℝ, + tidak mungkin isomorfik, karena ℤ


siklik tetapi ℝ tidak siklik meskipun ℤ dan ℝ keduanya
komutatif.
c. Pada grup ℝ∗ , . berlaku 1 = 1, −1 = 2 dan juga untuk
setiap a ∈ ℝ∗ dengan a ≠ 1 dan a ≠ −1 berlaku a
tak-berhingga.
Pada grup ℂ∗ , . berlaku i = 4.
Jadi, ℂ∗ , . memuat elemen berorder 4 tetapi ℝ∗ , . tidak
memuat elemen berorder 4.
Akibatnya, ℝ∗ dan ℂ∗ tidak mungkin isomorfik.
d. Meskipun < 𝑍6 , +6 > dan ℤ, + keduanya merupakan grup
siklik serta keduanya merupakan grup komutatif, namun ℤ6
dan ℤ tidak mungkin isomorfik, karena setiap elemen tak nol di
ℤ berorder tak-berhingga, sedangkan setiap elemen tak nol di ℤ6
berorder berhingga.

Teorema 4.7 (Teorema Cayley)

Setiap grup isomorfik dengan suatu grup permutasi.

Bukti.

Misalkan G grup dan a ∈ G sebarang.


Definisikan pemetaan λa : G → G dengan λa x = ax, ∀ x ∈ G.
Akan ditunjukkan λa suatu permutasi dengan menunjukkan λa
injektif dan surjektif.
Ambil x, y di G dengan λa x = λa (y) . Berdasarkan definisi λa
diperoleh ax = ay. Dengan hukum kanselasi kiri diperoleh x = y.
Jadi, ∀ x, y di G dengan λa x = λa y berlaku x = y.
Akibatnya, λa injektif..........................................................(4.19)
Ambil z ∈ G sebarang. Pilih a−1 z ∈ G. Berdasarkan definisi λa
diperoleh λa z = a a−1 z = z.

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
64 Homomorfisma Grup

Jadi, ∀ z ∈ G ∃ a−1 z ∈ G ∋ λa z = a a−1 z = z.


Akibatnya, λa surjektif........................................................(4.20)
Jadi, berdasarkan (4.19) dan (4.20) diperoleh λa permutasi pada G.
Akan ditunjukkan G′ = λa | a ∈ G subgrup SG .
Karena e ∈ G maka λe ∈ G′.
Dari definisi G′ diperoleh G′ ⊆ SG .
Jadi, G′ ≠ ∅ dan G′ ⊆ SG ...................................................(4.21)
Ambil λa , λb di G′ sebarang. Berarti ∀ x ∈ G berlaku
λa λb x = λa λb x definisi komposisi pemetaan
= λa bx definisi λb
= a bx definisi λa
= ab x sifat asosiatif operasi biner pada grup G
= λab x definisi λab
Akibatnya, λa λb = λab di G′.......................................... ......(4.22)
Jadi, untuk setiap λa , λb di G′ berlaku λa λb ∈ G′................ .(4.23)

Ambil λa ∈ G′ sebarang.
λa λe = λae dari persamaan (4.22)
= λa sifat elemen identitas di G
= λea sifat elemen identitas di G
= λe λa dari persamaan (4.22).

Berarti ∀ λa ∈ G berlaku λa λe = λa = λe λa .
Jadi, λe merupakan elemen identitas pada G′.......................(4.24)
Ambil λa ∈ G′ sebarang. Berarti a ∈ G. Karena G grup maka
a−1 ∈ G sehingga λa −1 ∈ G′ . Menggunakan (4.22) diperoleh
λa λa −1 = λaa −1 = λe = λa −1 a = λa −1 λa
−1
Berarti λa = λa −1 .
Karena a ∈ G maka λa −1 = λa −1 ∈ G′
−1

Jadi, ∀ λa ∈ G′ ∃ λa −1 ∈ G′ ∋ λa λa −1 = λe = λa −1 λa ...........(4.25)
Dari (4.21), (4.23), (4.24) dan (4.25) diperoleh G′ subgrup SG .

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Homomorfisma Grup 65

Akan ditunjukkan: G ≅ G′.


Definisikan pemetaan φ ∶ G → G′ dengan φ a = λa , ∀ a ∈ G.
Ambil a, b di G sebarang. Dari persamaan (4.22) dan definisi φ
diperoleh φ a φ b = λa λb = λab = φ ab .
Jadi, ∀ a, b di G berlaku φ a φ b = φ ab .
Akibatnya, φ homomorfisma .............................................(4.26)
Ambil a, b di G sebarang dengan φ a = φ b .
Berdasarkan definisi φ diperoleh λa = λb sehingga ∀ x ∈ G
berlaku λa x = λb x .
Untuk x = e berlaku λa e = λb e sehingga ae = be yaitu a = b.
Jadi, ∀ a, b di G dengan φ a = φ b berlaku a = b.
Berarti φ injektif ................................................................(4.27)
Berdasarkan definisi G′dan φ diperoleh
∀ λa ∈ G′ ∃ a ∈ G ∋ φ a = λa
Akibatnya φ surjektif .......................................................(4.28)
Dari (4.26), (4.27) dan (4.28) diperoleh φ isomorfisma dari G ke
G′.
Berarti grup G isomorfik dengan suatu grup permutasi G′.

Teorema Cayley dapat juga dibuktikan dengan menunjukkan


G ≅ G" dengan G" = ρa a ∈ G dan ρa permutasi pada G yang
didefinisikan oleh ρa x = xa, ∀ x ∈ G.
Isomorfisma μ: G → G" didefinisikan oleh μ a = ρa −1 untuk
setiap a ∈ G.

Definisi 4.4

Grup G′ dalam bukti Teorema Cayley disebut representasi reguler kiri


dari G dan grup G" disebut representasi reguler kanan dari G.

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
66 Homomorfisma Grup

Contoh 4.6

1. Pandang grup ℤ5 , +5 dan tabel berikut ini.

Tabel Grup ℤ5 , +5

+5 0 1 2 3 4
0 0 1 2 3 4
1 1 2 3 4 0
2 2 3 4 0 1
3 3 4 0 1 2
4 4 0 1 2 3

Berdasarkan Tabel Grup ℤ5 , +5 di atas diperoleh permutasi


berikut ini.
λ0 = 0 = ρ0
λ1 = (0, 1, 2, 3, 4) = ρ1
λ2 = (0, 2, 4, 1, 3) = ρ2
λ 3 = 0, 3, 1, 4 , 2 = ρ 3
λ 4 = 0, 4, 3, 2 , 1 = ρ 4
Himpunan 𝜆0 , λ1 , λ2 , λ3 , λ4 merupakan representasi reguler
kiri dari grup ℤ5 , +5 .
Himpunan ρ0 , ρ1 , ρ2 , ρ3 , ρ4 merupakan representasi reguler
kanan dari grup ℤ5 , +5 .
Karena grup ℤ5 , +5 merupakan grup komutatif maka
𝜆0 , λ1 , λ2 , λ3 , λ4 = ρ0 , ρ1 , ρ2 , ρ3 , ρ4 sehingga representasi
reguler kiri dan representasi reguler kanan dari grup ℤ5 , +5
sama.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Homomorfisma Grup 67

2. Pandang segi empat beraturan (persegi) berikut ini.

m y l

4 3

O x
1 2

I menyatakan rotasi dengan pusat O dan sudut rotasi 0o .


R menyatakan rotasi dengan pusat O dan sudut rotasi 90o .
R2 menyatakan rotasi dengan pusat O dan sudut rotasi 180o .
R3 menyatakan rotasi dengan pusat O dan sudut rotasi 270o .
M𝑥 menyatakan pencerminan terhadap garis x.
M𝑙 menyatakan pencerminan terhadap garis l.
M𝑦 menyatakan pencerminan terhadap garis y.
M𝑚 menyatakan pencerminan terhadap garis m.
Himpunan D4 = I, R, R2 , R3 , M𝑥 , M𝑙 , M𝑦 , M𝑚 merupakan
grup terhadap operasi komposisi.
Tabel Grup < D4 , o >
o I R R2 R3 M𝑥 M𝑙 M𝑦 M𝑚
I I R R 2
R 3 M𝑥 M𝑙 M𝑦 M𝑚
R R R 2
R 3 I M𝑙 M𝑦 M𝑚 M𝑥
R 2
R 2
R 3 I R M𝑦 M𝑚 M𝑥 M𝑙
R 3
R 3 I R R 2 M𝑚 M𝑥 M𝑙 M𝑦
M𝑥 M𝑥 M𝑚 M𝑦 M𝑙 I R 3
R 2 R
M𝑙 M𝑙 M𝑥 M𝑚 M𝑦 R I R3 R2
M𝑦 M𝑦 M𝑙 M𝑥 M𝑚 R2 R I R3
M𝑚 M𝑚 M𝑦 M𝑙 M𝑥 R3 R2 R I

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
68 Homomorfisma Grup

Berdasarkan Tabel Grup D4 , o diperoleh permutasi berikut


ini.
λI = (I),
λR = (I, R, R2 , R3 )(M𝑥 , M𝑙 , M𝑦 , M𝑚 ),
λR 2 = I, R2 R, R3 M𝑥 , M𝑦 M𝑙 , M𝑚 ,
λR 3 = I, R3 , R2 , R (M𝑥 , M𝑚 , M𝑦 , M𝑙 ),
λM 𝑥 = I, M𝑥 R, M𝑚 R2 , M𝑦 (R3 , M𝑙 ),
λM 𝑙 = I, M𝑙 R, Mx R2 , M𝑚 (R3 , My ),

λM y = I, M𝑦 R, M𝑙 R2 , M𝑥 (R3 , M𝑚 ),

λM 𝑚 = I, M𝑚 R, My R2 , Ml (R3 , M𝑥 ),
dan
ρI = I ,
ρR = (I, R, R2 , R3 )(M𝑥 , M𝑚 , M𝑦 , M𝑙 ),
ρR 2 = I, R2 R, R3 M𝑥 , M𝑦 𝑀𝑙 , M𝑚 ,
ρR 3 = I, R3 , R2 , R (M𝑥 , M𝑙 , M𝑦 , M𝑚 ),
ρM 𝑥 = I, M𝑥 R, M𝑙 R2 , M𝑦 (R3 , M𝑚 ),
ρM 𝑙 = I, M𝑙 R, M𝑦 R2 , M𝑚 (R3 , M𝑥 ),

ρM 𝑦 = (I, M𝑦 ) R, M𝑚 R2 , M𝑥 (R3 , M𝑙 ),

ρM 𝑚 = I, M𝑚 R, M𝑥 R2 , M𝑙 (R3 , M𝑦 ).

Himpunan λI , λR , λR 2 , λR 3 , λM 𝑥 , λM 𝑙 , λM y , λM 𝑚 merupakan

representasi reguler kiri dari grup D4 , o .

Himpunan ρI , ρR , ρR 2 , ρR 3 , ρM 𝑥 , ρM 𝑙 , ρM 𝑦 , ρM 𝑚 merupakan

representasi reguler kanan dari grup D4 , o .


Representasi reguler kiri dan representasi reguler kanan dari
grup D4 , o tidak sama.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Homomorfisma Grup 69

4.5. Grup Faktor

Misalkan φ: G → G′ suatu homomorfisma grup dengan kernel K.


Teorema 4.2 menunjukkan bahwa ∀ a ∈ G berlaku aK = Ka.
Tulis G K = xK x ∈ G .
Akan ditunjukkan aK bK = ab K well defined.
Ambil a1 K, b1 K , a2 K, b2 K ∈ G K × G K dengan
a1 K, b1 K = a2 K, b2 K . Berarti a1 K = a2 K dan b1 K = b2 K .
Karena a1 ∈ a1 K dan a1 K = a2 K maka a1 ∈ a2 K sehingga
a1 = a2 k1 untuk suatu k1 ∈ K.
Karena b1 ∈ b1 K dan b1 K = b2 K maka b1 ∈ b2 K sehingga
b1 = b2 k 2 untuk suatu k 2 ∈ K.
Jadi,
φ a1 b1 = φ a2 k1 b2 k 2
= φ a2 φ k1 φ b2 φ k 2 φ homomorfisma
′ ′
= φ a2 e φ b2 e k1 , k 2 di K= Ker(φ)
= φ a2 φ b2 sifat elemen identitas
= φ(a2 b2 ) φ homomorfisma.
Akibatnya, x ∈ G φ x = φ a1 b1 = x ∈ G φ x = φ(a2 b2 ) .
Berdasarkan Teorema 4.2 diperoleh a1 b1 K = a2 b2 K.
Jadi, ∀ a1 K, b1 K , a2 K, b2 K di G K × G K dengan
a1 K, b1 K , = a2 K, b2 K berlaku a1 b1 K = a2 b2 K.

Akibatnya, aturan (aK)(bK) = (abK) pada G K di atas well defined.

Hal di atas menunjukkan bahwa aK bK = (ab)K untuk


setiap aK , bK di G K merupakan operasi biner pada G K.

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
70 Homomorfisma Grup

Teorema 4.8

Jika φ: G → G′ homomorfisma grup dengan Ker(φ ) = K maka


G K merupakan grup terhadap operasi biner yang didefinisikan
oleh aK bK = ab K, ∀ aK , bK di G K .
Selanjutnya, pemetaan μ: G K → φ(G) yang didefinisikan oleh
μ aK = φ(a), ∀ aK ∈ G/K merupakan isomorfisma.

Bukti.

Ambil aK, bK, cK di G K sebarang Berdasarkan definisi operasi


biner pada G/K dan sifat asosiatif operasi biner pada G diperoleh
aK bK cK = aK bc K = a bc K = ab c K
= ( ab K cK = ( aK bK )(cK).
Jadi, ∀ aK, bK, cK di G K berlaku
aK bK cK = ( aK bK )(cK).
Akibatnya, operasi biner pada G K di atas bersifat asosiatif...(4.29)
Terdapat eK ∈ G/K sehingga ∀ aK ∈ G/K berlaku
aK eK = ae K = aK = ea K = eK aK .
Jadi, G K mempunyai elemen identitas yaitu K = eK..........(4.30)
Ambil aK ∈ G K sebarang. Pilih a−1 K ∈ G K.
Menggunakan definisi operasi biner pada G/K diperoleh
(a−1 K) aK = (a−1 a)K = eK = aa−1 K = (aK)(a−1 K).
Jadi,
∀ aK ∈ G K ∃ a−1 K ∈ G K ∋ (a−1 K) aK = eK = (aK)(a−1 K).
Akibatnya, setiap elemen di G/K mempunyai invers............(4.31)
Berdasarkan (4,29), (4.30) dan (4.31) diperoleh G K merupakan
grup.
Akan ditunjukkan pemetaan μ: G K → φ(G) yang didefinisikan
oleh μ aK = φ a , ∀ aK ∈ G/K merupakan isomorfisma.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Homomorfisma Grup 71

Karena φ ak = φ a φ k = φ a e′ = φ a , ∀ k ∈ K maka
berdasarkan definisi μ diperoleh μ ak K = μ(aK), sehingga μ
well-defined, yakni tidak tergantung pada pemilihan wakil-wakil aK.
Ambil aK, bK di G K sebarang. Menurut definisi operasi biner
pada G/K, definisi μ, dan φ homomorfisma diperoleh
μ aK bK = μ ab K = φ ab = φ a φ b = μ(aK)μ(bK).
Jadi, ∀ aK, bK di G K berlaku μ aK bK = μ(aK)μ(bK).
Akibatnya, μ homomorfisma grup.......................................(4.32)
Ambil aK, bK di G K dengan μ aK = μ(bK).
Berdasarkan definisi μ diperoleh φ a = φ(b).
Akibatnya, dengan Teorema 4.2 diperoleh
aK = x ∈ G φ x = φ(a) = x ∈ G φ x = φ(b) = bK.
Jadi, ∀ aK, bK di G K dengan μ aK = μ(bK) berlaku aK = bK.
Ini berarti μ injektif.............................................................(4.33)
Menurut definisi φ G diperoleh ∀ y ∈ φ G ∃ x ∈ G ∋ y = φ x .
Menggunakan definisi μ diperoleh y = φ x = μ xK .
Jadi, ∀ y ∈ φ G ∃ xK ∈ G/K ∋ y = μ xK .
Akibatnya, μ surjektif..........................................................(4.34)
Berdasarkan (4.32), (4.33), dan (4.34) diperoleh μ isomorfisma.
Grup G K disebut grup faktor G modulo K.

Teorema 4.9

Misalkan K subgrup dari G.


aK bK = ab K well-defined ⟺ gK = Kg, ∀g ∈ G.

Bukti.

⟹ Misalkan aK bK = ab K well defined dan g ∈ G.

Akan ditunjukkan gK = Kg.

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
72 Homomorfisma Grup

Ambil x ∈ gK sebarang. Berdasarkan sifat koset diperoleh


xK = gK. Menggunakan definisi pada hipotesis diperoleh
xg K = xK g −1 K = gK g −1 K = gg −1 K = K.
−1

Akibatnya, xg −1 ∈ K sehingga xg −1 = k untuk suatu k ∈ K.


Jadi, x = kg untuk suatu k ∈ K.
Menurut definisi Kg diperoleh x ∈ Kg.
Jadi, ∀ x ∈ gK berlaku x ∈ Kg.
Akibatnya, gK ⊆ Kg.............................................................(4.35)
Ambil y ∈ Kg sebarang. Menurut definisi Kg diperoleh y = k1 g
untuk suatu k1 ∈ K. Karena K subgrup G dan k1 ∈ K maka
k1 −1 ∈ K. Akibatnya, y −1 = (k1 g)−1 = g −1 k1 −1 ∈ g −1 K.
Menggunakan sifat koset diperoleh y −1 K = g −1 K.
Menggunakan definisi pada hipotesis diperoleh
y −1 g K = y −1 K gK = g −1 K gK = g −1 g K = K sehingga
y −1 g ∈ K. Berarti y −1 g = k 2 untuk suatu k 2 ∈ K.
Akibatnya, y = gk 2 −1 di gK. Jadi, ∀ y ∈ Kg berlaku y ∈ gK.
Akibatnya, Kg ⊆ gK ...........................................................(4.36)
Dari (4.35) dan (4.36) diperoleh gK = Kg.

(⟸) Misalkan gK = Kg, ∀ g ∈ G.


Ambil ak1 ∈ aK dan bk 2 ∈ bK sebarang.
Akan ditunjukkan ak1 K bk 2 K = ab K.
Dari hipotesis diperoleh bK = Kb. Karena k1 b ∈ Kb maka
k1 b ∈ bK sehingga k1 b = bk 3 untuk suatu k 3 ∈ K.
Jadi, (ak1 ) (bk 2 ) = a k1 b k 2 = a bk 3 k 2 = ab k 3 k 2 .
Karena K subgrup G dan k 2 , k 3 di K maka k 3 k 2 ∈ K sehingga
(ak1 ) (bk 2 ) = ab k 3 k 2 ∈ ab K .
Akibatnya, ak1 bk 2 K = ab K.
Jadi, ∀ ak1 ∈ aK, bk 2 ∈ bK berlaku ak1 bk 2 K = ab K.
Ini berarti (aK)(bK)=(ab)K well defined.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Homomorfisma Grup 73

Akibat

Jika K subgrup normal G maka himpunan semua koset kiri K


membentuk grup G K terhadap operasi biner aK bK = ab K.

Teorema 4.10

Jika K subgrup normal G maka pemetaan γ: G → G K yang


didefinisikan oleh γ x = xK, ∀x ∈ G merupakan homomorfisma
dengan kernel K.

Bukti.

Ambil x, y di G sebarang. Berdasarkan definisi γ diperoleh


γ xy = xy K = xK yK = γ(x)γ(y).
Jadi, ∀ x, y di G berlaku γ xy = γ(x)γ(y).
Akibatnya, γ suatu homomorfisma.
Berdasarkan definisi kernel dan sifat koset diperoleh Ker (γ) =
x ∈ G γ x = K = x ∈ G xK = K = x ∈ G x ∈ K = K.
Pemetaan γ di atas disebut homomorfisma natural.

Teorema 4.11 (Teorema Fundamental Homomorfisma)

Jika φ: G → G′ suatu homomorfisma grup dengan kernel K maka


pemetaan μ: G K → φ(G) yang didefinisikan oleh μ gK = φ(g)
untuk setiap gK ∈ G/K merupakan isomorfisma.
Selanjutnya, jika γ: G → G K homomorfisma yang didefinisikan
oleh γ g = gK, ∀ g ∈ G maka berlaku φ = μγ.

Bukti.

Berdasarkan Teorema 4.8, diperoleh μ isomorfisma.

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
74 Homomorfisma Grup

Ambil g ∈ G sebarang. Berdasarkan definisi μ dan γ diperoleh


μγ g = μ γ g = μ gK = φ(g).
Jadi, μγ g = φ g , ∀ g ∈ G . Akibatnya, μγ = φ.

Teorema di atas dapat digambarkan dalam diagram komutatif


berikut.

G φ φ G ≤ G′

𝛾 𝜇

G/K

φ ∶ homomorfisma.
K ∶ Ker φ .
γ ∶ homomorfisma natural.
μ: isomorfisma dari G K ke φ G .
Dalam hal φ surjektif berlaku φ G = G′ sehingga
μ: G K → G′ merupakan isomorfisma, yakni G K ≅ G′.

Contoh 4.7

a. Karena ℂ∗ , . grup komutatif maka


N = a + bi ∈ ℂ∗ a2 + b2 = 1 subgrup normal ℂ∗.
Akan ditunjukkan ℂ∗ /N ≅ ℝ+.
Definisikan pemetaan φ: ℂ∗ → ℝ+ dengan
φ a + bi = a2 + b2 , ∀ a + bi ∈ ℂ∗

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Homomorfisma Grup 75

Ambil x = a + bi, y = p + qi di ℂ∗ sebarang.


Berdasarkan definisi φ, diperoleh
φ xy = φ a + bi p + qi
= φ ap − bq + aq + bp i
= ap − bq 2 + aq + bp 2
= a2 p2 + b2 q2 − 2apbq + a2 q2 + b2 p2 + 2aqbp
= a2 p2 + q2 + b2 p2 + q2
= a2 + b2 p2 + q2
= φ(a + bi)φ(p + qi)
= φ x φ(y).
Jadi, ∀ x, y di ℂ∗ berlaku φ(xy) = φ(x)φ(y) .
Akibatnya, φ homomorfisma.
Ker φ = a + bi ∈ ℂ∗ φ a + bi = 1
= a + bi ∈ ℂ∗ a2 + b2 = 1 = N
Berdasarkan definisi φ diperoleh ∀ x ∈ ℝ+ ∃ x + 0i ∈ ℂ∗
sehingga φ x + 0i = x. Jadi, φ surjektif.
Karena φ homomorfisma, Ker φ = N dan φ surjektif,
maka berdasarkan Teorema Fundamental Homomorfisma,
diperoleh ℂ∗ /N ≅ ℝ+.

b. Diketahui G grup siklik berorder n dan ℤ, + grup.


Akan ditunjukkan ℤ nℤ ≅ G.
Misalkan G = a dan e elemen identitas di G.
Definisikan φ: ℤ → G dengan φ x = ax , ∀ x ∈ ℤ.
Ambil x, y di ℤ sebarang.
Berdasarkan definisi φ dan sifat perpangkatan diperoleh
φ x + y = ax+y = ax ay = φ(x)φ(y).
Jadi, ∀ x, y di ℤ berlaku φ x + y = φ(x)φ(y).
Akibatnya, φ homomorfisma.
Karena G grup siklik dan G = n maka ank = e, ∀ k ∈ ℤ

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
76 Homomorfisma Grup

sehingga Ker φ = x ∈ ℤ φ x = e
= x ∈ ℤ ax = e
= nk k ∈ ℤ
= nℤ.
Berdasarkan definisi φ diperoleh ∀ ax ∈ G ∃ x ∈ ℤ sehingga
φ x = ax . Jadi, φ surjektif.
Karena φ homomorfisma, Ker φ = nℤ dan φ surjektif maka
berdasarkan Teorema Fundamental Homomorfisma diperoleh
ℤ nℤ ≅ G.

c. Pandang M2x2 ∗ ℝ , . grup semua matrix 2x2 dengan deter-


minan tak- nol,
M2x2 ∗∗ (ℝ), . grup semua matrix 2x2 dengan determinan satu
dan ℝ∗ , . grup semua bilangan real tak-nol.
Akan ditunjukkan M2x2 ∗ ℝ M2x2 ∗∗ (ℝ) ≅ ℝ∗ .
Definisikan φ: M2x2 ∗ ℝ → ℝ∗ dengan φ A = det(A) untuk
setiap A ∈ M2x2 ∗ ℝ .
Ambil A, B di M2x2 ∗ ℝ sebarang.
Berdasarkan definisi φ dan sifat determinan diperoleh
φ AB = det AB = det A det B = φ(A)φ(B)
Jadi, ∀ A, B di M2x2 ∗ ℝ berlaku φ AB = φ(A)φ(B).
Akibatnya, φ homomorfisma.
Ker φ = A ∈ M2x2 ∗ ℝ φ A = 1
= A ∈ M2x2 ∗ ℝ det A = 1
= M2x2 ∗∗ (ℝ).
Berdasarkan definisi φ diperoleh untuk setiap x ∈ ℝ∗ terda-
x 0
pat A = ∈ M2x2 ∗ ℝ sehingga φ A = det A = x .
0 1
Jadi, φ surjektif.

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Homomorfisma Grup 77

Karena φ homomorfisma, Ker(φ) = M2x2 ∗∗ (ℝ) dan φ sur-


jektif maka berdasarkan Teorema Fundamental Homomor-
fisma, diperoleh M2x2 ∗ ℝ M2x2 ∗∗ (ℝ) ≅ ℝ∗ .

Latihan Soal

1. Misalkan ϕ ∶ G → G’ homomorfisma grup. Tunjukkan


bahwa jika |G| berhingga maka |ϕ (G)| berhingga dan
membagi |G|!
2. Misalkan ϕ ∶ G → G’ homomorfisma grup. Tunjukkan
bahwa jika |G’| berhingga maka |ϕ (G)| berhingga dan
membagi |G’|!
3. Tunjukkan bahwa sebarang homomorfisma grup φ ∶ G → G′
dengan |G| bilangan prima maka φ homomorfisma trivial
atau φ injektif!
4. Tunjukkan bahwa jika G, G’, G’’merupakan grup dan jika
α: G → G’ dan β: G’ → G’’ merupakan homomorfisma maka
pemetaan komposisi βα: G → G’’ merupakan homomorfisma!
5. Tunjukkan irisan dua subgrup normal juga merupakan subgrup
normal!
6. Misalkan G grup, H dan N subgrup G.
Jika N subgrup normal G, buktikan H ∩ N subgrup normal H!
7. Misalkan G grup dan g ∈ G.
Tunjukkan pemetaan ig : G → G yang didefinisikan oleh
ig x = gxg−1 , ∀ x ∈ G merupakan isomorfisma!
8. Misalkan G grup siklik berorder n dan ℤn grup bilangan bulat
modulo n terhadap penjumlahan modulo n. Buktikan G
isomorfik dengan ℤn !

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
78 Homomorfisma Grup

9. Misalkan θ: G → G′ epimorfisma dan N subgrup normal G.


Buktikan θ(N) subgrup normal G′ !
10. Misalkan K subgrup normal dari grup G dan m = (G: K).
Tunjukkan bahwa am ∈ H, ∀ a ∈ G (Petunjuk: Gunakan
Teorema Lagrange pada grup G/K)!
11. Misalkan G grup dan a ∈ G.
(a) Tunjukkan pemetaan ρa : G → G yang didefinisikan oleh
ρa x = xa , ∀ x ∈ G merupakan permutasi pada G!
(b) Tunjukkan G′′ = ρa a ∈ G merupakan subgrup SG !
(c) Tunjukkan pemetaan μ: G → G′′ yang didefinisikan oleh
μ a = ρa −1 , ∀ a ∈ G merupakan isomorfisma!
12. Buktikan jika G grup komutatif dan N subgrup normal G maka
G/N grup komutatif !
13. Buktikan jika G grup siklik dan N subgrup normal G maka
G/N grup siklik!
14. Misalkan G grup dan N subgrup normal G.
Buktikan aba−1 b−1 ∈ N, ∀ a, b di G jika dan hanya jika G/N
grup komutatif
15. Pandang ℤ grup terhadap operasi penjumlahan, nℤ subgrup
normal dari ℤ dan ℤn grup terhadap penjumlahan modulo n.
Tunjukkan ℤ/ nℤ ≅ ℤn !
16. Pandang S3 grup terhadap operasi komposisi, A3 subgrup
normal dari S3 dan ℤ2 grup semua bilangan bulat modulo 2
terhadap penjumlahan modulo 2.
Tunjukkan S3 /A3 ≅ ℤ2 !

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Homomorfisma Grup 79

Daftar Pustaka

Arifin,A. (2000). Aljabar. Bandung : Penerbit ITB.

Fraleigh,J.B. (1989). A First Course in Abstract Algebra, Reading


Massachusetts: Addison-Wesley.

Herstein, I.N. (1996). Abstract Algebra. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

kristina.mat@mail.unnes.ac.id
80 Pengantar Struktur Aljabar: Teori Grup

Daftar Simbol

f:A → B pemetaan f dari himpunan A ke 1


himpunan B
∀ untuk setiap 1
≠ tidak sama dengan 1
∈ anggota 2
∃ terdapat 2
∋ sedemikian sehingga 2
∗ operasi biner 3
nℤ himpunan semua bilangan bulat 3
kelipatan n
ℤ himpunan semua bilangan bulat 3
ℚ himpunan semua bilangan rasional 3
ℝ himpunan semua bilangan real 3
ℂ himpunan semua bilangan kompleks 3
ℚ+ himpunan semua bilangan rasional 3
positif
ℚ∗ himpunan semua bilangan rasional 3
tak-nol
ℝ+ himpunan semua bilangan real positif 3
ℝ∗ himpunan semua bilangan real tak-nol 3
ℂ∗ himpunan semua bilangan kompleks 3
tak-nol
Mpxq (ℝ) himpunan semua matriks pxq dengan 3
komponen bilangan real

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Pengantar Struktur Aljabar: Teori Grup 81


Mpxp (ℝ) himpunan semua matriks pxp dengan 3
komponen bilangan real dan
determinannya tak-nol
∗∗
Mpxp (ℝ) himpunan semua matriks pxp dengan 3
komponen bilangan real dan
determinannya satu
ℤn himpunan semua bilangan bulat modulo 3
n
SA himpunan semua pemetaan bijektif dari 3
himpunan A ke A.
< G,∗> grup G terhadap operasi biner ∗ 4
o komposisi pemetaan 5
+n penjumlahan modulo n 5
a −1
invers elemen a 8
G banyaknya elemen di G (order G) 10
 Subgrup 10
< subgrup sejati 11
⊆ himpunan bagian 12
∉ bukan anggota 15
∅ himpunan kosong 16
<a> subgrup (grup) siklik dengan generator a 17
 kurang dari atau sama dengan 18
 kurang dari 18
 lebih dari 19
(r,s) faktor persekutuan terbesar dari r dan s 22
⋃ gabungan 28
∩ irisan 28
~ relasi 28
~𝐿 relasi kiri 42
~𝑅 relasi kanan 43
(G:K) indeks K di G 46
kristina.mat@mail.unnes.ac.id
82 Pengantar Struktur Aljabar: Teori Grup

φ(A) peta himpunan A oleh φ 51


φ −1
(B) prapeta himpunan B oleh φ 51
Ker(φ) kernel φ 53
≅ isomorfik 55
φ−1
∶ G′ → G invers pemetaan φ dari G′ ke G 59
G K Himpunan semua koset kiri/kanan K di 69
G

FMIPA Universitas Negeri Semarang


Pengantar Struktur Aljabar: Teori Grup 83

Indeks

A kernel-, 53
abelian, 6 hukum kanselasi
-kanan, 5
E
-kiri, 5
epimorfisma, 55
I
F
idempoten, 12
faktor persekutuan terbesar, 22
isomorfisma, 55
G
K
generator, 17
klas ekivalensi, 30
-grup siklik, 17
koset,
-subgrup siklik, 17
-kanan, 44
grup, 4
-kiri, 43
-alternating, 42
-berhingga, 6 M
-faktor, 71 monomorfisma, 55
-isomorfik, 55
O
-komutatif, abelian, 6
operasi biner, 3
order-, 10
-asosiatif, 3
representasi reguler kanan-,
elemen identitas-, 3
65
invers elemen-, 3
representasi reguler kiri-, 65
-komutatif, 3
-siklik, 17
-tertutup, 10
H orbit, 32
homomorfisma, 50 order
-elemen, 18

FMIPA Universitas Negeri Semarang


84 Pengantar Struktur Aljabar: Teori Grup

-grup, 10 relatif prima, 22

P S
paritas, 38 senter, 13
partisi, 28 sikel, 33
sel-, 28 panjang-, 33
pemetaan, 1 -saling asing, 34
-bijektif, 2 subgrup, 10
daerah hasil-, 51 indeks-, 46
-injektif, 1 -normal, 56
peta- 51 -sejati,11
prapeta-, 51 -siklik, 17
-surjektif, 2 -tak-sejati, 10
permutasi 2 -trivial, 10
-ganjil, 40
T
-genap, 40
teorema
R -Cayley, 63
relasi -Fundamental
-ekivalensi, 30 Homomorfisma Grup, 73
-refleksif, 28 - Lagrange, 45
-simetris, 28 transposisi, 36
-transitif, 28

FMIPA Universitas Negeri Semarang

Anda mungkin juga menyukai