PENDAHULUAN
Teori Rogers didasarkan pada suatu "daya hidup" yang disebut kecenderungan
aktualisasi. Kecenderungan aktualisasi tersebut diartikan sebagai motivasi yang menyatu
dalam setiap diri makhluk hidup dan bertujuan mengembangkan seluruh potensinya
semaksimal mungkin. Jadi, makhluk hidup bukan hanya bertujuan bertahan hidup saja, tetapi
ingin memperoleh apa yang terbaik bagi keberadaannya. Dari dorongan tunggal inilah,
muncul keinginan-keinginan atau dorongan-dorongan lain yang disebutkan oleh psikolog
lain, seperti kebutuhan untuk udara, air, dan makanan, kebutuhan akan rasa aman dan rasa
cinta, dan sebagainya. Selain itu Rogers juga dikenal di kalangan psikologi dengan teori
psikoterapinya.(Indonesia)Sarlito Sarwono. 2002. Berkenalan dengan aliran-aliran dan tokoh-
tokoh Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang. Hal. 178-180 Di dalam teorinya ini, Rogers selalu
menghindari pengarahan (direktif). Istilah klien digunakannya untuk menggantikan istilah
pasien untuk menunjukkan adanya hubungan yang sejajar antara orang yang melakukan
terapi dan yang diterapi, dan bahwa yang diterapi itu adalah orang sehat, orang yang punya
wawasan dan bukan orang yang sakit. Selanjutnya, klien harus diterima sebagaimana adanya,
sementara ia pun harus terbuka dengan kliennya. Melalui hubungan yang saling menerima,
dan melalui upaya bersama antara klien dengan orang yang melakukan terapi, diusahakan
menggali semua pengalaman dan perasaan klien untuk tercapainya keseimbangan antara
berbagai pengalaman dan perasaan yang sesungguhnya terjadi dengan konsep diri klien.
Menurut Rogers, kesenjangan antara konsep diri dan realitas inilah yang menyebabkan
gangguan kejiwaan dalam diri klien, sehingga untuk menyembuhkannya diperlukanlah upaya
penyeimbangan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
karena kesadaran tidak memperhatikan pengalaman itu atau diingkari karena tidak
onsisten dengan struktur self.
12. Umunya tingkahlaku konsisten dengan konsep self.
13. Tingkahlaku yang didorong oleh kebutuhan organis yang tidak dilambangkan,
bisa tidak konsisten dengan self.
14. Salahsuai psikologis (psychological maladjustment) akibat adanya tension, terjadi
apabila organisme menolak menyadari pengalaman sensorik yang tidak dapat
sisimbulkan dan disusun dalam kesatuan struktur self.
15. Penyesuaian psikologis (psychological adjustment) terjadi apabila organismen
dapat menampung/mengatur semua pengalaman sensorik sedemikian rupa dalam
hubungan yang harmonis dalam konsep diri.
16. Setiap pengalaman yang tidak sesuai dengan struktur self akan diamati sebagai
ancaman (threat).
17. Dalam kondisi tertentu, khususnya dalam kondisi bebas dari ancaman terhadap
struktur self (suasana terapi berpusat klien), pengalaman-pengalaman yang tidak
konsisten dengan self dapat diamati dan diuji (untuk dicari konsistensinya dengan
self), dan struktur self direvisi untuk dapat mengasimiliasi pengalaman-
pengalaman itu.
18. Apabila organisme mngamati dan menerima semua pengalaman sensoriknya
kedalam sistem yang integral dan konsisten, maka dia akan lenih mengerti dan
menerima orang lain sebagai individu yang berbeda.
19. Semakin banyak individu mengamati dan menerima pengalaman sensorik
kedalam struktur selfnya, kemungkinan terjadi introjeksi/revisi nilai-nilai semakin
besar.
3
1. Meliputi pengalaman internal (persepsi mengenai diri sendiri) dan
pengalaman eksternal (persepsi mengenai dunia luar).
2. Meliputi pengalama yang disimbulkan (di amati dan di susun dalam
kaitanya dengan diri sendiri).
3. Semua persepsi bersifat subyektif, benar bagi diri sendiri.
4. Medan fenomenal seseorang tidak dapat di ketahui oleh orang lain kecuali
melalui inferensi empatik, itupun pengetahuan yang di peroleh tidak bakal
sempurna.
C. Self
Konsep self merupakan konsep menyeluruh yang mana tergorganisir dan tersusun atas
persepsi ciri-ciri mengenai “I” (aku sebagai subjek atau objek) serta persepsi
hubungan “I” dengan lainnya dalam berbagai aspek kehidupan beserta nilai-nilai yang
berkaitan di dalam persepsi tersebut. Merupakan bagian medan fenomena yang terdiri
dari pola-pola pengamatan dan penilaian sadar dari pada “I” atau “me”. Konsep self
lebih menggambarkan mengenai konsep orang terhadap dirinya sendiri serta ciri-ciri
yang dianggap dalam bagian dirinya. Selain itu, konsep self juga menggambarkan
mengenai pandangan dirinya yang berkaitan dengan perannya yang ada di dalam
kehidupan serta kaitannya dengan interpersonal. Beberapa penjelasan mengenai self
yang disimpulkan Rogers:
1. Self terbentuk melalui diferensiasi medan fenomena.
2. Self juga terbentuk melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu (significant
person = orang tua) dan dari distorsi pengalaman.
3. Self bersifat integral dan konsisten.
4. Pengalaman yang tidak sesuai dengan struktur self dianggap sebagai
ancaman.
5. Self dapat berubah sebagai akibat kematangan biologik dan belajar.
4
makin luas, makin otonom, dan makin matang dalam bersosialisasi. Rogers menyatakan
bahwa pada dasarnya tingkah laku adalah usaha organisme yang berarah tujuan untuk
memuaskan kebutuhan-kebutuhannya sebagaimana dialami, dalam medan sebagaimana
medan itu dipersepsikan.
Untuk bergerak ke arah mendapatkan tujuannya manusia harus mampu untuk
membedakan antara perilaku yang progresif yaitu perilaku yang mengarahkan pada
aktualisasi diri dan perilaku yang regresif yaitu perilaku yang menghalangi pada
tercapainya aktualisasi diri. Manusia harus memilih dan mampu membedakan mana yang
regresif dan mana yang progresif. Dan memang dorongan utama manusia adalah untuk
progresif dan menuju aktualisasi diri.
5
ketidaknyamanan atau ketegangan yang sebabnya tidak diketahui. Ketika orang semakin
menyadari ketidaksesuaian antara pengalaman dengan persepsi dirinya, kecemasan
berubah menjadi ancaman terhadap konsep diri yang sesuai. Kecemasan dan ancaman
yang menjadi indikasi adanya ketidaksesuaian diri dengan pengalaman membuat orang
berada dalam perasaan tegang yang tidak menyenangkan namun pada tingkat tertentu
kecemasan dan ancaman itu dibutuhkan untuk mengembangkan diri memperoleh jiwa
yang sehat.
Bila seseorang, antara “self concept”nya dengan organisme mengalami keterpaduan,
maka hubungan itu disebut kongruen (cocok) tapi bila sebaliknya maka disebut
Inkongruen (tidak cocok) yang bisa menyebabkan orang mengalami sakit mental, seperti
merasa terancam, cemas, defensive dan berpikir kaku serta picik. Sedangkan ciri-ciri
orang yang mengalami sehat secara psikologis (kongruen), dalam Syamsu dan Juntika
(2010:145) disebutkan sebagai berikut :
1. Seseorang mampu mempersepsi dirinya, orang lain dan berbagai peristiwa yang
terjadi di lingkungannya secara objektif.
2. Terbuka terhadap semua pengalaman, karena tidak mengancam konsep dirinya.
3. Mampu menggunakan semua pengalaman.
4. Mampu mengembangkan diri ke arah aktualisasi diri (fully functioning person).
Orang yang telah mencapai fully functioning person ini memiliki karakteristik sebagai
berikut :
6
manusia. Kebutuhan untuk memuaskan dorongan lapar, untuk mengekspresikan
emosi mendalam yang mereka rasakan, dan untuk menerima diri seseorang adalah
contoh-contoh dari satu motif aktualisasi. Oleh karena itu, seriap manusia
beroperasi sebagai satu organisme yang utuh, aktualisasi meliputi keseluruhan
bagian manusia fisiologis dan intelektual, rasional dan emosional, kesadaran dan
ketidaksadaran. Rogers berpendapat bahwa kecenderungan untuk aktualisasi
sebagai suatu tenaga pendorong adalah jauh lebih kuat daripada rasa sakit dan
perjuangan, serta setiap dorongan yang ikut menghentikan usaha untuk
berkembang. Kecenderungan aktualisasi pada tingkat fisiologis benar-benar tidak
dapat dikekang. Kecenderungan itu mendorong individu ke depan dari salah satu
tingkat pematangan berikutnya yang memaksanya untuk menyesuaikan diri dan
tumbuh. Rogers percaya bahwa segi kecenderungan aktualisasi ini dapat
ditemukan dalam semua makhluk yang hidup.
7
konsep diri yang sedang timbul. Inkongruensi antara konsep diri dan pengalaman
organismik adalah sumber dari gangguan psikologis.
Penghargaan bersayar yang seseorang terima pada masa kanak-kanak dapat
mengakibatkan konsep diri yang muncul meliputi persepsi yang tidak jelasdan
tidak selaras dengan pengalaman organismiknya, serta inkongruensi antara diri
dan pengalaman dapat berakibat pada perilaku yang terlihat tidak konsisten dan
berbeda.
3. Sikap Defensif
Sikap defensif adalah perlindungan atas konsep diri dari kecemasan dan
ancaman, dengan penyangkalan atau distorsi dari pengalaman yang tidak
konsisten dengan konsep diri. Karena konsep diri terdiri dari banyak kalimat
pendeskripsian diri, konsep diri menjadi suatu fenomena yang memiliki banyak
sisi. Ketika pengalaman seseorang tidak konsisten dengan satu bagian dari konsep
diri, orang tersebut akan bertindak dengan cara defensif untuk mlindungi struktur
konsep diri yang sudah terbentuk.
Perlindungan yang paling utama yaitu distorsi dan penyangkalan. Dengan
distorsi seseorang melakukan kesalahfahaman dari sebuah pengalaman, agar
sesuai dengan salah satu aspek dari konsep diri individu tersebut. Adapun dengan
penyangkalan, seseorang menolak untuk menghayati pengalaman dalam
kesadaran, atau setidaknya ia akan menahan beberapa aspek dari pengalaman
tersebut agar tidak mencapai simbolisasi. Distorsi dan penyangkalan bertujuan
untuk mempertahankan persepsi seseorang atas pengalaman organismik untuk
tetap konsisten dengan konsep diri yang membuat seseorang dapat mengacuhkan
atau menutup pengalaman baru yang dapat menjadi penyebab kecemasan yang
tidak menyenangkan atau ancaman.
4. Disorganisasi
Disorganisasi dapat terjadi secara tiba-tiba atau dapat terjadi secara bertahap
selama rentang waktu yang panjang. Dalam kondisi disorganisasi, manusia
kadang berperilaku secara konsisten dengan pengalaman organismiknya dan
kadang sesuai dengan konsep diri yang hancur.
8
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Carl Rogers mendeskripsikan the self atau self-structure sebagai sebuah konstruk
yang menunjukan bagaimana setiap individu melihat dirinya sendiri. Self ini dibagi 2 yaitu :
Real Self dan Ideal Self. Real Self adalah keadaan diri individu saat ini, sementara Ideal Self
adalah keadaan diri individu yang ingin dilihat oleh individu itu sendiri atau apa yang ingin
dicapai oleh individu tersebut. Bila seseorang, antara “self concept”nya dengan organisme
mengalami keterpaduan, maka hubungan itu disebut kongruen (cocok) tapi bila sebaliknya
maka disebut Inkongruen (tidak cocok) yang bisa menyebabkan orang mengalami sakit
mental, seperti merasa terancam, cemas, defensive dan berpikir kaku serta picik.
9
DAFTAR PUSTAKA
https://dosenpsikologi.com/teori-kepribadian-carl-rogers
https://id.wikipedia.org/wiki/Carl_Rogers
https://justalittlescience.wordpress.com/2016/06/23/teori-kepribadian-menurut-carl-
roger/
https://www.kompasiana.com/kikikartika/54f729a3a33311b2708b45bc/teori-
kepribadian-carl-rogers
https://bkpemula.com/2011/12/12/teori-kepribadian-rogers/
https://sugithewae.wordpress.com/2012/05/11/struktur-kepribadian-humanistik-carl-
rogers/
10