Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PEMIKIRAN FILSAFAT AT-THUSI

D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
Rina
Kiki Janira
Dosen Pengampu : Sarpendi, M.Pd
Mata Kuliah : Filsafat Islam

INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) AN-NUR


KECAMATAN JATI AGUNG LAMPUNG SELATAN
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN(FTK)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2020/2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat,
Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam  bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam memahami Ilmu Alamiah Dasar

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


wawasan bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman dan
pengetahuan yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada
para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Lampung Selatan, Desember 2020

Penulis

DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN...............................................................................................................I

DAFTAR ISI..............................................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................3

A. Latar Belakang ...................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................4

A. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam..................................................4

B. Kedudukan Filsafat Pendidikan Islam.................................................6

C. Syarat-syarat Filsafat Pendidikan Islam...............................................7

BAB III PENUTUP .....................................................................................8

A. Kesimpulan..........................................................................................9

B. Daftar pustaka......................................................................................10

BAB I
PEMBAHASAN
A. Biografi singkat Nasiruddin Ath-Thusi

Tusi nama lengkapnya adalah Khawaj Nasir al Din abu Ja’far Muhammad ibn
Muhammad ibn Hasan. Nasiruddin Ath-Thusi dikenal sebagai “ilmuwan serba bisa”.
Selama hidupnya, ilmuwan muslim dari Persia itu mendedikasikan diri untuk
mengembangkan berbagai ilmu seperti, astronomi, biologi, kimia, matematika,
filsafat, kedokteran, hingga ilmu agama Islam.

Ia lahir pada 18 Februari 1201 M/597 H di kota Thus yang terletak di dekat
Meshed, sebelah Timur laut Iran. Nama ayahnya Muhammad bin Hasan, yang
mendidik Thusi sejak pendidikan dasar. Nashiruddin Al-Thusi menguasai dua bahasa
dengan baik, bahasa arab dan bahasa persia. Dia juga menulis dengan dua bahasa
tersebut. Nashiruddin Al-Thusi dapat dikatakan sebagai orang yang bisa mewakili
dua budaya-budaya arab dan budaya persia dengan tingkat penguasaan yang sama.
Kondisi Masyarakat, Pendidikan, Guru-guru dan Murid-murid

Nasiruddin lahir pada awal abad ke-13 M ketika dunia Islam tengah
mengalami masa sulit. Nasiruddin pun tak dapat mengelak dari konflik yang melanda
negerinya. Sejak kecil, Nasiruddin di gembleng ilmu agama oleh ayahnya yang
berprofesi sebagai seorang ahli hukum di Sekolah Imam Kedua Belas. Nasiruddin
mempelajari fiqih, ushul, hikmah dan kalam, terutama isyarat-nya Ibnu Sina, dari
Mahdar fariduddin Damad, dan matematika dari Muhammad Hasib di Nishapur. Dia
kemudain pergi ke Baghdad. Disana dia mempelajari ilmu pengobatan dan filsafat
dari Qutbuddin, matematika dari Kamaluddin bin Yunus dan Fiqih serta Ushul dari
Salim bin Badran.

Pada tahun 1220 M, invasi militer Mongol telah mencapai Thus dan kota
kelahiran Nasiruddin pun dihancurkan. Ketika situasi keamanan tak menentu,
penguasa Ismailiyah Nasiruddin ‘Abdurrahim mengajak sang ilmuwan itu untuk
bergabung. Nasiruddin pun bergabung menjadi salah seorang pejabat di Istana
Ismailiyah. Nasiruddin mengisi waktunya untuk menulis beragam karya penting
tentang logika, filsafat, matematika, serta astronomi. Karya pertamanya yaitu kitab
Akhlaq-i Nasiri yang ditulisnya pada 1232 M.

Pasukan mongol yang dipimpin Hulagu-Khan cucu Chinggis Khan pada tahun
1251 M akhirnya menguasai Istana Alamut dan meluluhlantakkannya. Nyawa
Nasiruddin selamat, karena Hulagu ternyata sangat menaruh minat terhadap ilmu
pengetahuan. Dia pun diangkat Hulagu sebagai penasihatdi bidang ilmu pengetahuan.
Meskipun telah menjadi penasihat pasukan Mongol, Nasiruddin tak mampu
menghentikan ulah dan kebiadaban Hulagu Khan yangmembumihanguskan kota
metropolis intelektual dunia, Baghdad pada tahun 1258 M.

Halugu sangat senang sekali, ketika Nasiruddin mengungkapkan rencananya


untuk mebangun observatorium di Margha, Azarbaijan pada tahun 657 H/1259 M
yang dilengkapi dengan alat-alat yang baik. Di sini dia menyusun tabel-tabel
astronominya, yang disebut Zij Al-Ikhani yang ditulis dalam bahasa Persia dan
diterjemahkan kedalam Bahasa Arab yang menjadi terkenal diseluruh Asia bahkan
sampai ke China. Pada akhir abad ke-7 H/ke-13 M, observatium juga penting dalam
tiga hal lainnya. Observatium Margha ini mulai beroprasi pada tahun 1262 M.
Pembangunan tersebut melibatkan sarjana dari Persia dan China.

Nasiruddin juga nerhasil menulis kitab terkemuka lainnya yang berjudul At-
Tadhkira fi’ilm Al-hay’a. Ditempat itu Nasiruddin tidak Cuma mengembangkan
bidang astronomi saja, dia pun turut mengembangkan matematika serta filsafat.
Nasiruddin meninggal dunia tahun 672 H/1274 M di Baghdad di bawah pemerintah
Abaqa(pengganti Hulagu) yang masih mendapat dukungan sampai akhir hayat.

B. Karya-Karya

A. Nasiruddin Ath-Thusi
1. Karyanya di bidang logika di antaranya :

a. Asas Al-Iqtibas.

b. At-Tajrid fi Al-Mantiq.

c. Syarh-i Mantiq Al-Isyarat.

2. Di bidang metafistik meliputi :

a. Risalah dar Ithbat I Wajib.

b. Itsat-I Jauhar Al-Mufariq

c. Risalah dar Wujud –I Jauhar-I

d. Mujarrad

e. Risalah dar Itsbat-I ‘aql-I Fa’al

3. Di bidang etika :

a. Akhlak-I Nashiri

b. Ausaf Al-Asyraf

4. Di bidang Teologi/dogma :

a. Tajrid Al’ Aqa’id

b. Qawa’id Al-‘aqa’id

c. Risalah-I I’tiqadat

5. Di bidang astronomi

Al-Thusi meluncurkan kritik-kritik penting terhadap teori Ptolemaeus tentang ilmu


astronomi dalam bukunya “Al-Majsithi” yang menyebabkan berubahnya pandangan
para ahli astonomi dan berusaha memperbaiki pendapat Ptolemaeus tentang alam dan
diberi nama teori “Izdiwaj Ath-Thusi” yang dipergunakan oleh ahli astronomi
setelahnya seperti ahli astronomi Belanda, Copernicus, dalam memperbaiki pendapat
tentang peredaran sebagian planet.
Al-Thusi adalah orang yang pertama kali membuat teropong dalam bentuk yang
benar , dan teropong ini dikenal dengan nama “Asha Ath-Thusi.” Dalam hal itu,
Nashiruddin Al-Thusi menulis tesis penting yang selanjutnya diteruskan oleh salah
seorang muridnya.

Al-Thusi membuat gedung astronomi terbesar dalam peradaban Islam dan diberi
nama “ LaboratoriumMaraghah.”

Karya dalam bidang Astronomi diantaranya :

a. Al-Mutawassitah Bain Al-Handasa wal Hai’a

b. Kitab At-Tazkira fi al’Ilmal-hai’a

c. Tahzir Al-Majisti

6. Di bidang Aritmatika, geometri, dan trigonometri:

a. Al-Jabar wa Al-Muqabala

b. Al-Ushul Al-Maudua

c. Tahrir AL-Ushul[4]

BAB III

IDE POKOK (PEMIKIRAN FILSAFAT)

Nasiruddin Ath-Thusi

a. Tuhan

Thusi dalam karyanya Tashawwurat melakukan suatu upaya perujukan secara


setengah hati antara Aristoteles dan Ibnu Miskawaih. Dia memulai dengan mengecam
doktrin creatio ex nihilo. Thusi mengemukakan bahwa dunia ini kekal karena
kekuasaan Tuhan yang menyempurnakannya, meskipun dalam hak dan kekuatannya
sendiri, ia tercipta (muhadats).

Thusi berpandangan bahwa refleksi Tuhan sepadan dengan penciptaan dan


merupakan hasil dari kesadaran diri-Nya. Akan tetapi dalam Fhusul dia meninggalkan
sikap itu sepenuhnya. Dia menganggap Tuhan sebagai pencipta yang bebas dan
menumbangkan teori mengenai penciptaan karena desakan. Jika Tuhan mencipta
karena Dia butuh mencipta. Thusi mengemukakan berarti tindakan-Nya tentu berasal
dari esensi-Nya. Dengan begitu jika satu bagian dari dunia ini menjadi tak maujud
esensi Tuhan itu tentu juga menjadi tiada karena penyebab keberadaannya itu
ditentukan oleh ketiadaan bagian lain dari penyebabnya. Karena semua yang ada itu
bergantung kepada perlunya Tuhan, ketiadaan mereka akhirnya menjadikan ketiadaan
Tuhan sendiri.[5]

b. Agama

Dalam pemikiran agama, Nashiruddin Al-Thusi mengadopsi ajaran-ajaran


Neoplatonik Ibnu Sina dan Suhrawardi, dimana keduanya menyebutkan bahwa demi
alasan-alasan taktis, “orang bijak” (hukuma) bukan sebagai filsuf. Nashiruddin Al-
Thusi sendiri berpendapat bahwa eksistensi Tuhan tidak bisa dibuktikan, namun
sebagaimana doktrin Syiah, manusia membutuhkan pengajaran yang otoritatif,
sekaligus filsafat.

Dalam pemikiran politik, Nashiruddin Al-Thusi cenderung menyintesiskan ide-ide


Aristoteles dan tradisi Iran. Ia menggabungkan filsafat dengan genre nasihat kepada
raja, sehingga ia tetap memelihara hubungan antara Syiah dan filsafat. Buku etiknya
disajikan sebagai sebuah karya filsafat praktis. Karya tersebut membahas persoalan
individu, keluarga, serta komunitas kota, provinsi, desa, atau kerajaan.

Nashiruddin Al-Thusi bermaksud menyatukan filsafat dan fiqih berdasarkan


pemikiran bahwa perbuatan baik mungkin saja didasarkan atas fitrah atau adat. Fitrah
memberikan manusia prinsip-prinsip baku yang dikenal sebagai pengetahuan batin
dan kebijaksanaan. Sedangkan adat merujuk kepada kebiasaan komunitas, atau
diajarkan oleh seorang nabi atau imim, yaitu hukum Tuhan, dan ini merupakan pokok
bahasan fiqih.[6]

c. Filsafat Jiwa

Thusi berasumsi bahwa jiwa merupakan suatu realitas yang bisa terbukti sendiri dan
karena itu tidak memerlukan lagi bukti lain. Jiwa merupakan substansi sederhana dan
immaterial yang dapat merasa sendiri. Ia mengatur tubuh melalui otot-otot dan alat
perasa, tetapi ia sendiri tidak dapat dirasa. Thusi menambahkan dua argumentasinya
sendiri. Penilaian atas logika, fisika, matematika, teologi dan sebagainya, semua ada
didalam satu jiwa tanpa tercampur baur.
Ath-Thusi menambahkan jiwa imajinatif yang menmpati posisi tegah antara jiwa
hewani dan manusiawi. Jiwa manusiawi ditandai dengan adanya akal yang menerima
pengetahuan dari akal pertama. Akal itu ada dua jenis, teoritis dan praktis.

d. Metafisika

Menurut Thusi metafisika terdiri dari dua bagian, ilmu ketuhanan, dan filsafat
pertama. Pengetahuan tentang Tuhan, akal dan jiwa merupakan ilmu ketuhanan dan
pengetahuan mengenai alam semesta dan hal-hal yang berhubungan dengan alam
semesta merupakan filsafat pertama. Pengetahuan tentang kelompok-kelompok
ketunggalan dan kemajemukan, kepastian dan kemungkinan esensi dan eksistensi,
kekekalan dan ketidak kekalan juga membentuk bagian dari filsafat pertama.

BAB IV

KESIMPULAN

1. Nasiruddin Ath-Thusi

Tusi nama lengkapnya adalah Khawaj Nasir al Din abu Ja’far Muhammad ibn
Muhammad ibn Hasan.[7] Nasiruddin Ath-Thusi dikenal sebagai “ilmuwan serba
bisa”.

Nasiruddin lahir pada awal abad ke-13 M ketika dunia Islam tengah mengalami masa
sulit. Nasiruddin pun tak dapat mengelak dari konflik yang melanda negerinya.
Ketika situasi keamanan tak menentu, penguasa Ismailiyah Nasiruddin ‘Abdurrahim
mengajak sang ilmuwan itu untuk bergabung. Nasiruddin pun bergabung menjadi
salah seorang pejabat di Istana Ismailiyah.

Nasiruddin juga nerhasil menulis kitab terkemuka lainnya yang berjudul At-Tadhkira
fi’ilm Al-hay’a. Karya karyanya di bidang logika,metafistik,teologi.

Ide pokoknya Thusi berpandangan bahwa refleksi Tuhan sepadan dengan penciptaan
dan merupakan hasil dari kesadaran diri-Nya. Akan tetapi dalam Fhusul dia
meninggalkan sikap itu sepenuhnya. Dia menganggap Tuhan sebagai pencipta yang
bebas dan menumbangkan teori mengenai penciptaan karena desakan. Jika Tuhan
mencipta karena Dia butuh mencipta. Thusi mengemukakan berarti tindakan-Nya
tentu berasal dari esensi-Nya.

Thusi berasumsi bahwa jiwa merupakan suatu realitas yang bisa terbukti sendiri dan
karena itu tidak memerlukan lagi bukti lain. Jiwa merupakan substansi sederhana dan
immaterial yang dapat merasa sendiri. Ia mengatur tubuh melalui otot-otot dan alat
perasa, tetapi ia sendiri tidak dapat dirasa. Thusi menambahkan dua argumentasinya
sendiri. Penilaian atas logika, fisika, matematika, teologi dan sebagainya, semua ada
didalam satu jiwa tanpa tercampur baur.

Menurut Thusi metafisika terdiri dari dua bagian, ilmu ketuhanan, dan filsafat
pertama. Pengetahuan tentang Tuhan, akal dan jiwa merupakan ilmu ketuhanan dan
pengetahuan mengenai alam semesta dan hal-hal yang berhubungan dengan alam
semesta merupakan filsafat pertama.

Daftar Pustaka

Dedi Supriyadi.2009, Pengantar Filsafat Islam. Bandung : CV Pustaka Setia.

Drs. H.A. Mustofa.1997. Filsafat Islam, cet-1. Bandung : CV Pustaka Setia,

El-Saha, M. Ishom dan Saiful Hadi. 2004. Profil Ilmuwan Muslim Perintis Ilmu
Pengetahuan Modern. Jakarta: CV. Fauzan Inti Kreasi

Gaudah, Muhammad Gharib. 2007. 147 Ilmuwan Terkemuka dala Sejarah Islam.
Jakarta: Al-Kautsar

Murtiningsih, Wahyu. 2012. Para Filsuf dari Plato Sampai Ibnu Bajjah. Yogyakarta:
IRCiSoD

sumber lain : google

[1] Drs. H.A. Mustofa.1997. Filsafat Islam, cet-1. Pustaka Setia, Bandung. Hal 311
[2] M. Ishom El-Saha dan Saiful Hadi, Profil Ilmuwan Muslim Perintis Ilmu
Pengetahuan Modern, (Jakarta: CV. Vauzan Inti Kreasi, 2004), hlm. 264-265

[3] Dedi Supriyadi.2009, Pengantar Filsafat Islam, CV Pustaka Setia. Bandung. Hal
246

[4] Muhammad Gharib Gaudah, 147 Ilmuwan Terkemuka dalam Sejarah Islam,
(Jakarta: Al-Kautsar, 2007), hlm. 385-387

[5] Ibid,. Hal 257

[6] Wahyu Murtiningsih, Para Filsuf dari Plato sampai Ibnu Bajjah, (Yogyakarta:
IRCiSoD, 2012), hlm. 315-316

[7] Drs. H.A. Mustofa.1997. Filsafat Islam, cet-1. Pustaka Setia, Bandung. Hal 311

Unknown

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda mungkin juga menyukai