D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
Rina
Kiki Janira
Dosen Pengampu : Sarpendi, M.Pd
Mata Kuliah : Filsafat Islam
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat,
Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam memahami Ilmu Alamiah Dasar
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman dan
pengetahuan yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada
para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN...............................................................................................................I
DAFTAR ISI..............................................................................................................................II
A. Kesimpulan..........................................................................................9
B. Daftar pustaka......................................................................................10
BAB I
PEMBAHASAN
A. Biografi singkat Nasiruddin Ath-Thusi
Tusi nama lengkapnya adalah Khawaj Nasir al Din abu Ja’far Muhammad ibn
Muhammad ibn Hasan. Nasiruddin Ath-Thusi dikenal sebagai “ilmuwan serba bisa”.
Selama hidupnya, ilmuwan muslim dari Persia itu mendedikasikan diri untuk
mengembangkan berbagai ilmu seperti, astronomi, biologi, kimia, matematika,
filsafat, kedokteran, hingga ilmu agama Islam.
Ia lahir pada 18 Februari 1201 M/597 H di kota Thus yang terletak di dekat
Meshed, sebelah Timur laut Iran. Nama ayahnya Muhammad bin Hasan, yang
mendidik Thusi sejak pendidikan dasar. Nashiruddin Al-Thusi menguasai dua bahasa
dengan baik, bahasa arab dan bahasa persia. Dia juga menulis dengan dua bahasa
tersebut. Nashiruddin Al-Thusi dapat dikatakan sebagai orang yang bisa mewakili
dua budaya-budaya arab dan budaya persia dengan tingkat penguasaan yang sama.
Kondisi Masyarakat, Pendidikan, Guru-guru dan Murid-murid
Nasiruddin lahir pada awal abad ke-13 M ketika dunia Islam tengah
mengalami masa sulit. Nasiruddin pun tak dapat mengelak dari konflik yang melanda
negerinya. Sejak kecil, Nasiruddin di gembleng ilmu agama oleh ayahnya yang
berprofesi sebagai seorang ahli hukum di Sekolah Imam Kedua Belas. Nasiruddin
mempelajari fiqih, ushul, hikmah dan kalam, terutama isyarat-nya Ibnu Sina, dari
Mahdar fariduddin Damad, dan matematika dari Muhammad Hasib di Nishapur. Dia
kemudain pergi ke Baghdad. Disana dia mempelajari ilmu pengobatan dan filsafat
dari Qutbuddin, matematika dari Kamaluddin bin Yunus dan Fiqih serta Ushul dari
Salim bin Badran.
Pada tahun 1220 M, invasi militer Mongol telah mencapai Thus dan kota
kelahiran Nasiruddin pun dihancurkan. Ketika situasi keamanan tak menentu,
penguasa Ismailiyah Nasiruddin ‘Abdurrahim mengajak sang ilmuwan itu untuk
bergabung. Nasiruddin pun bergabung menjadi salah seorang pejabat di Istana
Ismailiyah. Nasiruddin mengisi waktunya untuk menulis beragam karya penting
tentang logika, filsafat, matematika, serta astronomi. Karya pertamanya yaitu kitab
Akhlaq-i Nasiri yang ditulisnya pada 1232 M.
Pasukan mongol yang dipimpin Hulagu-Khan cucu Chinggis Khan pada tahun
1251 M akhirnya menguasai Istana Alamut dan meluluhlantakkannya. Nyawa
Nasiruddin selamat, karena Hulagu ternyata sangat menaruh minat terhadap ilmu
pengetahuan. Dia pun diangkat Hulagu sebagai penasihatdi bidang ilmu pengetahuan.
Meskipun telah menjadi penasihat pasukan Mongol, Nasiruddin tak mampu
menghentikan ulah dan kebiadaban Hulagu Khan yangmembumihanguskan kota
metropolis intelektual dunia, Baghdad pada tahun 1258 M.
Nasiruddin juga nerhasil menulis kitab terkemuka lainnya yang berjudul At-
Tadhkira fi’ilm Al-hay’a. Ditempat itu Nasiruddin tidak Cuma mengembangkan
bidang astronomi saja, dia pun turut mengembangkan matematika serta filsafat.
Nasiruddin meninggal dunia tahun 672 H/1274 M di Baghdad di bawah pemerintah
Abaqa(pengganti Hulagu) yang masih mendapat dukungan sampai akhir hayat.
B. Karya-Karya
A. Nasiruddin Ath-Thusi
1. Karyanya di bidang logika di antaranya :
a. Asas Al-Iqtibas.
b. At-Tajrid fi Al-Mantiq.
d. Mujarrad
3. Di bidang etika :
a. Akhlak-I Nashiri
b. Ausaf Al-Asyraf
4. Di bidang Teologi/dogma :
b. Qawa’id Al-‘aqa’id
c. Risalah-I I’tiqadat
5. Di bidang astronomi
Al-Thusi membuat gedung astronomi terbesar dalam peradaban Islam dan diberi
nama “ LaboratoriumMaraghah.”
c. Tahzir Al-Majisti
a. Al-Jabar wa Al-Muqabala
b. Al-Ushul Al-Maudua
c. Tahrir AL-Ushul[4]
BAB III
Nasiruddin Ath-Thusi
a. Tuhan
b. Agama
c. Filsafat Jiwa
Thusi berasumsi bahwa jiwa merupakan suatu realitas yang bisa terbukti sendiri dan
karena itu tidak memerlukan lagi bukti lain. Jiwa merupakan substansi sederhana dan
immaterial yang dapat merasa sendiri. Ia mengatur tubuh melalui otot-otot dan alat
perasa, tetapi ia sendiri tidak dapat dirasa. Thusi menambahkan dua argumentasinya
sendiri. Penilaian atas logika, fisika, matematika, teologi dan sebagainya, semua ada
didalam satu jiwa tanpa tercampur baur.
Ath-Thusi menambahkan jiwa imajinatif yang menmpati posisi tegah antara jiwa
hewani dan manusiawi. Jiwa manusiawi ditandai dengan adanya akal yang menerima
pengetahuan dari akal pertama. Akal itu ada dua jenis, teoritis dan praktis.
d. Metafisika
Menurut Thusi metafisika terdiri dari dua bagian, ilmu ketuhanan, dan filsafat
pertama. Pengetahuan tentang Tuhan, akal dan jiwa merupakan ilmu ketuhanan dan
pengetahuan mengenai alam semesta dan hal-hal yang berhubungan dengan alam
semesta merupakan filsafat pertama. Pengetahuan tentang kelompok-kelompok
ketunggalan dan kemajemukan, kepastian dan kemungkinan esensi dan eksistensi,
kekekalan dan ketidak kekalan juga membentuk bagian dari filsafat pertama.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Nasiruddin Ath-Thusi
Tusi nama lengkapnya adalah Khawaj Nasir al Din abu Ja’far Muhammad ibn
Muhammad ibn Hasan.[7] Nasiruddin Ath-Thusi dikenal sebagai “ilmuwan serba
bisa”.
Nasiruddin lahir pada awal abad ke-13 M ketika dunia Islam tengah mengalami masa
sulit. Nasiruddin pun tak dapat mengelak dari konflik yang melanda negerinya.
Ketika situasi keamanan tak menentu, penguasa Ismailiyah Nasiruddin ‘Abdurrahim
mengajak sang ilmuwan itu untuk bergabung. Nasiruddin pun bergabung menjadi
salah seorang pejabat di Istana Ismailiyah.
Nasiruddin juga nerhasil menulis kitab terkemuka lainnya yang berjudul At-Tadhkira
fi’ilm Al-hay’a. Karya karyanya di bidang logika,metafistik,teologi.
Ide pokoknya Thusi berpandangan bahwa refleksi Tuhan sepadan dengan penciptaan
dan merupakan hasil dari kesadaran diri-Nya. Akan tetapi dalam Fhusul dia
meninggalkan sikap itu sepenuhnya. Dia menganggap Tuhan sebagai pencipta yang
bebas dan menumbangkan teori mengenai penciptaan karena desakan. Jika Tuhan
mencipta karena Dia butuh mencipta. Thusi mengemukakan berarti tindakan-Nya
tentu berasal dari esensi-Nya.
Thusi berasumsi bahwa jiwa merupakan suatu realitas yang bisa terbukti sendiri dan
karena itu tidak memerlukan lagi bukti lain. Jiwa merupakan substansi sederhana dan
immaterial yang dapat merasa sendiri. Ia mengatur tubuh melalui otot-otot dan alat
perasa, tetapi ia sendiri tidak dapat dirasa. Thusi menambahkan dua argumentasinya
sendiri. Penilaian atas logika, fisika, matematika, teologi dan sebagainya, semua ada
didalam satu jiwa tanpa tercampur baur.
Menurut Thusi metafisika terdiri dari dua bagian, ilmu ketuhanan, dan filsafat
pertama. Pengetahuan tentang Tuhan, akal dan jiwa merupakan ilmu ketuhanan dan
pengetahuan mengenai alam semesta dan hal-hal yang berhubungan dengan alam
semesta merupakan filsafat pertama.
Daftar Pustaka
El-Saha, M. Ishom dan Saiful Hadi. 2004. Profil Ilmuwan Muslim Perintis Ilmu
Pengetahuan Modern. Jakarta: CV. Fauzan Inti Kreasi
Gaudah, Muhammad Gharib. 2007. 147 Ilmuwan Terkemuka dala Sejarah Islam.
Jakarta: Al-Kautsar
Murtiningsih, Wahyu. 2012. Para Filsuf dari Plato Sampai Ibnu Bajjah. Yogyakarta:
IRCiSoD
[1] Drs. H.A. Mustofa.1997. Filsafat Islam, cet-1. Pustaka Setia, Bandung. Hal 311
[2] M. Ishom El-Saha dan Saiful Hadi, Profil Ilmuwan Muslim Perintis Ilmu
Pengetahuan Modern, (Jakarta: CV. Vauzan Inti Kreasi, 2004), hlm. 264-265
[3] Dedi Supriyadi.2009, Pengantar Filsafat Islam, CV Pustaka Setia. Bandung. Hal
246
[4] Muhammad Gharib Gaudah, 147 Ilmuwan Terkemuka dalam Sejarah Islam,
(Jakarta: Al-Kautsar, 2007), hlm. 385-387
[6] Wahyu Murtiningsih, Para Filsuf dari Plato sampai Ibnu Bajjah, (Yogyakarta:
IRCiSoD, 2012), hlm. 315-316
[7] Drs. H.A. Mustofa.1997. Filsafat Islam, cet-1. Pustaka Setia, Bandung. Hal 311
Unknown
Posting Komentar