Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SOSIOLOGI PESISIR,KEPULAUAN DAN MARITIM

“PELIBATAN PENGAMBA DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN MADURA”

OLEH

KELOMPOK 3

Dian Sartika Sari (281419047)

Novia Fharitsha Karu (281419039)

Ling Liana Tegila (281419026)

Selvin Apajulu (281420012)

Rivaldi Unti (281419018)

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

FAKULTAS ILMU SOSIAL

TAHUN 2021
BAB 1

LATAR BELAKANG

A. Pendahuluan
Indonesia merupakan Negara bahari dan Negara kepulauan terbesar didunia yang

memiliki garis pantai terpanjang kedua didunia setelah kanada 81.000 Km. Indonesia yang

sebagian besar wilayahnya berada di pesisir dan memiliki potensi kelautan yang cukup besar,

seharusnya mampu mensejahterakan kehidupan masyarakatnya terutama dalam hal pemanfaatan

dan pengelolaan potensi kelautan yang dimilikinya.

Namun pada kenyataannya, kehidupan masyarakat pesisir selalu dilanda kemiskinan,

bahkan kehidupan pesisir sering di identikan dengan kemiskinan. Kesulitan untuk melepakskan

diri dari belenggu kemiskinan karena mereka didera oleh beberapa keterbatasan dibidang

kualitas sumberdaya manusia, akses dan penguasaan teknolgi, pasar, dan modal. Kebijakan dan

implementasi program-program pembangunan untuk masyarakat pesisir hingga saat ini dapat

dikatakan masih belum optimal dalam memutuskan rantai kemiskinan dan meningkatkan

kesejahteraan mereka (Kusnadi, 2007).

Masyarakat pesisir dikatagorikan sebagai kelompok orang yang mendiami disuatu

wilayah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung pada pemanfaatan sumber

daya laut dan pesisir. Masyarakat pesisir sendiri bukan hanya nelayan, melainkan juga

pemberdayaan ikan, pengolah ikan, bahkan pedagang ikan. Sedangkan Kemiskinan masyarakat

pesisir dikategorikan sebagai kemiskinan struktural, kemiskinan super struktural, dan kemiskinan

cultural. Bebrapa pakar ekonomi mengatakan bahwa nelyan tetap mau untuk tinggal dalam

lingkaran kemiskinn karena kehendaknya untuk menjalani hidup. Mereka memperoleh kepuasan

tersendiri dari hasil menangkap ikan.


Kesulitan melepaskan diri dari belenggu kemiskinan karena mereka didera oleh beberapa

keterbatasan di bidang kualitas sumberdaya manusia, akses dan penguasaan teknologi, pasar, dan

modal. Kebijakan dan implementasi program-program pembangunan untuk masyarakat di

kawasan pesisir hingga saat ini masih belum optimal dalam memutus mata rantai belenggu

kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan mereka (Kusnadi, 2009).

Pada umumnya, masyarakat nelayan kita termaksud nelayan Madura di jawa timur,

menghadapi empat masalah penting yang mengembangkan masalah ekonominya yaitu (1) biaya

investasi yang besar untuk pembelian/pengadaan sarana an prasarana penangkapan, (2) biaya

berkala untuk perbaikan dan pemeliharaan sarana dan prasarana penangkapan, (3) biaya

operasional harian atau setiap kali melaut, dan (4)pemasaran hasil tangkap, yang sering fluktuatif

sehingga merugikan nelayan. Keempat masalah tersebut tidak dapat diselesaikan sendiri oleh

nelayan, karena berbagai keterbatasan sosial ekonomi. Oleh sebab itu, untuk membantu

mengatasi masalah-masalah tersebut nelayan berpaling kepada para pedagang perantara

(middleman) atau penyedia kredit inormal (moneylenders)

Antropolok maritime Acheson (1981:282) mencatat bahwa dalam banyak masyarakat di

berbagai belahan dunia mana pun, nelayan dan pedagang perantara terikat oleh hubungan kerja

sama yang kuat untuk kepentingan jangka pajang. Menurut Acheson kerja sama ini di

maksudkan oleh nelayan untuk membantu mengurangiketidakpastian dalam pemasaran ikan dan

memenuhi kebutuhan modal usaha. Demikian juga, dalam studinya tenyang masyarakat nelayang

di sumenanjung Malaya, antropolog Firth (1946: 185), mengatakan bahwa tugas utama pedagang

perantara ( disebut peraih dalam bahasa Melayu) adalah meyelenggarakan kegiatan besar secara

terus –menerus agar ikan tetap tesedia untuk konsumen dan menyelamakan harga ikan ketika

hasil tangkapan melimpah atau sedikit.


Dengan demikian, peranan pedagang perantara dalam aktivitas usaha perikanan sangat

penting, sehingga kedudukan sosialnya dalam masyarakat nelayan tidak bisa diabaikan. Dalam

masyarakat nelayan Madura, pedagan perantara tersebut disebut pangamba (pengambe’q),

sedangkan sistem yang mengatur kerja sama ekonomi antara pengamba dengan nelayan disebut

sistem amba’an. Setiap daerah di Indonesia memiliki istilah yang berbeda-beda untuk menyebut

pedagang perantara dan sistem kerja sama yang dilakukannya.

B. Rumusan Masah

Adapun rumusan masalah yang diambil dari pembahasan diatas adalah sebagai berikut:

1. Bagaima Nilai Strategis Pangamba nelayan Madura?

2. Apakah Fakto-Faktor kontekstual pangamba nelayan Madura?

3. Bagaimana pelibatan dan pemberdayaan pangamba nelayan Madura?


BAB II
PEMBAHASAN
A. Nilai Strategis Pangamba Nelayan Madura

Nelayan Madura merupakan salah satu kelompok etnik di indonesia yang memiliki

ketanguhan dalam tradisi maritim. Komunitas-komunitas nelayan Madura dalam jumlah

besar atau terbatas menyebar di berbagai wilayah jawa timur,yakni di desa-desa pesisir

pulau Madura dan Madura kepulauan,gresik da bawean, Surabaya, sidiarjo,

pasuruan,bropolinggo,situbundo,bajuwangi, jember, lumajang, dan malang.dalam masa-

masa tertuntu, kelompok-kelompok nelayan Madura melakukan peangkapan keperairan

blitar hingga pacikan, pesisir seltan jawa timur .

Jelajah daerah tangkapan (fishing grounds) nelayan-nelayan Madura di pesisir utara pulau

Madura bisa mencapai perairan Sulawesi selatan dan Kalimantan selatan. Nelayan-

nelayan dari dari muncar dapat mencari ikan keperairan selatan pulau Bali. Nelayan-

nelayan Madura kepulauan dari pulau Raas dan pulau tonduk menangkap tripang hingga

kelaut timor, laut arafura dan perairan laut Papua utara. Mobilitas pelaut nelayan-nelayan

Madura juga menjelajah kawasan perairan lainnya di indonesia. Namun demikian,

sebagian besar nelayan Madura menangkap ikan di wilayah perairan Jawa Timur,

khususnya diperairan selat Madura, laut jawa, laut flores, selat bali, dan perairan selatan

jawa timur bagian timur.

Dalam aktivitas ekonomielayan Madura, terdapat dua pihak yanh berperan besar, yaitu:

pertama adalah nelayan. Nelayan terdiri atas nelayan pemilik perahu

(orangel/juragan/juragan darat) dan nelayan buruh atau awak perahu (pandhiga).

Huhungan kerja sama kedua bela pihak di ikat oleh perasaa saling percaya dan pemberian

“pinjaman ikatan”yang besarnya bervariasi bergantung pada tingkat potensi ekonomi


desa nelayan, jenis perahu, loyalitas, dan kejujuran pandhiga terhadap pemilik

perahu.Hubungan kerja kedua pihak tidak semata-mata hubungan ekonomi tetapi lebih

menyerupai hubungan patron-klien.Pola demikian masih dianut oleh sebagian besar

nelayan Madura. Walaupun demikian, pergeseran dalam pola-pola hubungan patron-klien

ini sedang terjadi di beberapa desa di nelayan Madurasetelah krisis ekonomi, kenaikan

harga bahan bakar minyak (BBM) dan terjadinya kelangkaan SDM dalam rektrumen

pandhiga.

Kedua adalah pangamba pihak kedua ini menyediakan pinjaman modal atau dana kontan

kepada nelayan . pinjaman kepada pemilikperahu di gunakan untuk tambahan biaya

pembelian perahu,alat tangkap, dan fasilitas penunjang lainya, pemeliharaan dan

perbaikan sarana/prasarana penangkapan dan biaya rektrumen pandhiga . Tingkat

besaran pinjaman bergantung pada kondisi dan jenis perahu dan alat tangkapnya, jumlah

perahu yang dimiliki, keejujuran, tingkatpotensi ekonomi perikanan desa nelayan,

kedekatan hubungan sosial, kemajuan perahu dalam memperoleh hasil tangkapan, dan

kemampuan ekonomi rumah tangga pemilik perahu. Pinjaman yang diberikan pangamba

kepada pandhiga biasannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari

dan kebutuhan mendadak lainnya, seperti sait, biaya pendidikan anak-anak, dan hajatan.

Besar kecilnya nilai pinjaman bergantung pada kejujuran, keaktifan melaut, tanggung

jawab,keterdessakan kebutuhan, dan kedekatan hubungan sosial.

Pinjaman tersebut bersifat mengikat nelayan dan jika nelayan memutuskan kerja sama

ekonomi dengan seorang bangamba karena suatu hal, maka nelayan harus melunasi

pinjamannya terlebih dahulu. Kompensasi ekonomi yag diperoleh pangamba dari

pemberian pinjaman kepada nelayan tersebut adalah berupa potongan harga ikan per Kg
atau per perkerajang dari nilai jual hasil tangkapan nelayan yang dipasarkan oleh

pangamba. Besarnya rata-rata berkisar antara 10%-20% dari total hasil penjualan yang

diperoleh, walaupun dalam praktiknya sangat lentur. Misalnya, jika dari hasil penjualan

diperoleh dana sebesar Rp1.000.000,00, maka kompensasi yang diperoleh pangamba

antara Rp 100.000,00 s.d. Rp 200.000,00.

Selain pinjaman ikatan berjangka panjang pangamba juga memberikan pinjaman yang

bersifat mendesak kepada neyalan, yang harus dikembalikan dalam jangka pendek sesuai

dengan kesepakatan. Pinjaman ini digunakan untuk berobat, biaya anak-anak hajatan, dan

keperluan lainnya. Pinjaman tersebut tidak dikenakan bunga.. Pinjaman jangka pendek

merupakan bentuk kepedulian sosial pangamba yang juga ditujukan untuk menpererat

hubungan sosial ekonomi dengan nelayan. Ini menunjukan hubungan-hubungan ekonomi

yang berdimensi sosial menjadi penguat bagi berakarya system ambaan pada masyarakat

nelayan Madura

B. Fakto-Faktor kontekstual pangamba Nelayan Madura

Kekokohan sistem ambaan pada masyarakat nelayan Madura dalam bersaing dengan

lembagapendanaan lainnya dapat dilihat pada kasus di desa nelayan, patondu, pamekasan

utara, pulau Madura, Studi antropolog Belanda, Jodaan dan Niehof (1982: 82-97)di dsa

nelayn tersebut menunjukkan bahwa introduksi kelembagaan ekonomi yang baru dari

pemerintah, yaitu KUD Mina /TPI untuk menunjang modernisasi perikanan teryata

mengalami kegagalan fungsi secara total karena kalah bersaing dengan system ambaan.

Filosofi yang dibawa oleh pemerintah dengan memunculkan lembaga KUD Mina /TPI

adalah untuk memerangi atau menegasikan kedudukan dan peranan pangamba dan system

ambaan karena dianggap sebagai “rentenir” lintah darat, atau pengijon (seperti di kalangan
petani) yang merugikan nelayan. Bahkan kegagalan pembangunan masyarakat

nelayan,seperti masih adanya kemisknan, jarinan utang –piutang yang kompleks dan

masalah sosial lainnya sering dianggap oleh para birokrat pemerintah daerah sebagai akibat

dari ulah pangamba.

Di samping ketentuan-ketentuan teknis peminjaman dalam system ambaan yang dianggap

memudahkan dan menguntungkan nelayan, faktor-faktor lain yang menyebabkan panganba

memiliki kedudukan yang kokoh dan berperan besar dalam aktifitas ekonomiperikanan

tangkap masyarakat nelayan Madura adalah sebagi berikut: Pertama, system pembagian

kerja secara seksual yang berlaku pada masyarakat nelayan Madura. System ini

memempatkan ranah kerja kaum laki-laki (nelayan) berada di laut, sedangkan kaum

perempuan perkiprah dalam kegiatan ekonomi di darat. Di desa-desa nelayan Madura,

sebagian besar kam perempuan mengambil peranan penting dan domiman dalam kegiatan

ekonomi perikanan di darat, seperti pada industry pemindangan, pengeringan ikan,

pengasapan ikan, pedagangan ikan segar, pembuatan terasi dan petis, krupuk ikan, membuka

took dan warung, dan sebagai pangamba pekerjaan-pekerjaan ini membutuhkan ketekunan

dan keseriusan, sedangkan para nelayan tidak memiliki cukup kesempatan mendalami

kegiatan perdagangan di darat, karena waktunya habis untuk melakukan penangkapan.

Karena itu pangamba mengambil ahli peran dalam kegiatan ekonomi perikanan di darat.

Kedua, karakteristik kegiatan penangkapan yang bersifat musiman, resiko keselamatan dan

ekonomi selama di laut, dan ketidskpastian (nilai produktifitas tangkapan) sehingga hal ini

membawa implikasi pada perolehan pendapatan yang tidak stabil dan brkelanjutan. Ketiga,

biaya investasi, pemeliharaan, dan penggantian alat tangkap yang rusak cukup mahal,

sedangkan pada sisi lain, tingkat pendapatan nelayan sangat bergantung pada kondisi-
kondisi alam yang tidak pasti. Karena itu, sokongan modal usaha dari pangamba sangat di

butuhkan. Keempat, ikan meripakan suatu komoditas yang mudah rusak ( a highly

perishable commodity). Kondisi produk yang demikian sangat potensial menurunkan harga

jual, sehingga diperlukan penangan yang cepat untuk bisa segera dipasarkan. Kerentanan

dalam pemesanan ikan sangat di rasakan di desa-desa nelayan yang jauh dari pusat-pusat

kegiatan ekonomi wilayah. Aga akses kepemesanan berlangsung lancar dan efektif

diperlukan infrastrktur dan jejaring ekonomi yang baik. Kelima, selama ini belum ada

pemihakan secara total dari lembaga-lembaga keuangan formal, khususnya lembaga

perbankan untuk mendukung kegiatan ekonio perikana tangkap di kalangan masyarakat

nelayan Madura, para birokrat perbankan serig berasumsi bahwa pemberian kredit ke

nelayan sangat beresiko secara ekonomis, sehingga dikhawatirkan bisa merugikan lembaga

perbankan. Pangamba dan system ambaan merupakan institusi sosial yang lebih awal lahir

dan hadir dalam masyrakat nelayan. Bahkan pada masa-masa awal modernisasi perikanan,

pangamba menganbil peranan yang sangat penting untuk mendukungnya. Karena itu, jika

ada lenbaga-lembaga pendanaan yang hadir kemudian, tetapi tidak menawarkan system

pengaksesan dan peminjaman yang lebih mudah dan menguntungkan nelayan daripada

system ambaan niscaya hal ini tidak akan memperoleh tempat dalam hati masyarakat

nelayan.

Kelima faktor kontekstual diatas secara factual telah memberikan kontribusi untuk

memperkuat kedudukan dan peranan sosial ekonomi pangamba dalam masyarakatnelayan

Madura. Fakta sosial ini menujukkan bahwa pangamba dan system ambaan merupakan

bagian integral dari system sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat nelayan Madura.

C. Pelibatan dan Pemberdayaan Pangamba Nelayan Madura


Dengan mengacu pada deskripsi di atas terdapat beberapa hal yangbisa dikemukakkan

tentang eksitensi pangamba, pertama pangamba menjadi tumpuan pemenuhan sebagian

kebutuhan modal usaha dan kebutuhan hidup sehari-hari para nelayan, denhan prosedur

yang mudah dipahami. Kedua pangamba berperan penting dalam pemasaran hasil

tangkapan nelayan. Ketiga pangamba dan system ambaan merupakan bagian integral dari

system sosia, budaya, dan ekonomi masyarakat nelayan Madura. Dan keempat atas dasar

ketiga hal di atas, pangamba dan system ambaan merupakan modal sosial dan

menjadikekuatan internal nelayan yang berpotensi didayagunakan untuk mencapai tujuan

pembangunan masyarakat.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi kesimpulan yang dapat diambil yaitu, dalam masyarakat nelayan Madura pangamba

atau pedagang perantara memiliki kedudukn yang pentng sebagai pelaku ekonomi di

kawasan pesisir. Kedudukan yang pentig tersebut ditandai dengan peranan dominan

panggamba dalam mendukung pemenuhan kebutuhan modalusaha dan memesarkan hasil

tangapan nelayan pangamba juga memberikan pinjaman-pinjaman mendadak untuk

memenuhi kbutuhan hidup nelayan. Kerja ama antara pangamba dan nelayan tidak semata-

mata berdimensi ekonomi, tetapi juga dikerangkai oleh spek-aspeksosial-budaya.

B. Saran

Saran yang penulis dapat sampaikan yaitu seharusnya lembaga keuangan formal seperti

perbankan harus mendukung kegiatan ekonomi perikanan tangkap di kalangan masyarakat

nelayan Madura.
DAFTAR PUSTAKA

Kusandi, Sumarjono, Sulistowati,Yunita, Subchan,Puji, 2007. Strategi Hidup Masyarakat

Nelayan. Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara

……., 2003 Akar Kemiskinan Nelayan. Yogyakarta: LKiS pelangi Aksara.139hlm.

Kusnadi. 2009 Keberdayaan Nelayan Dan Dinamika Ekonomi Pesisir,Yokyakarta

47,48,49,51,52,53,54,55,56,57,59hlm.

Anda mungkin juga menyukai