Sejumlah mekanisme homeostasis tidak hanya bekerja untuk mempertahankan
konsentrasi elektrolit dan osmotik dari cairan tubuh, tapi juga volume untuk cairan tubuh total. Keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit normal merupakan akibat dari keseimbangan dinamis antara makanan dan minuman, masuk dengan keseimbangan yang melibatkan sejumlah sistem organ. Sistem organ yang banyak berperan adalah ginjal, sistem kardiovaskuler, kelenjar hipofisis, kelenjar paratiroid, kelenjar adrenal, dan paru. Ginjal merupakan pengendali utama atas kadar elektrolit dan cairan. Ginjal diatur oleh sejumlah hormone dalam menjalankan fungsinya.
a. Natrium dan Air
Keseimbangan sir tubuh dan garam (NaCl) memiliki kaitan yang sangat erat memengaruhi, baik osmolitas maupun volume cairan ekstrasel, tetapi pengaturan keseimbangan natrium dan air melibatkan mekanisme yang berbeda dan tumpang tindih. Hormon antidiuretic (ADH) berfungsi untuk mempertahankan isoosmotik dari plasma. Sebaliknya keseimbangan natrium terutama diatur oleh aldosteron dengan tujuan mempertahankan volume cairan ekstrasel dan perfusi jaringan. Mekanisme pengetur keseimbangan volume bergantung pada perubahan volume sirkulasi efektif, yaitu bagian dari volume CES pada ruangan vaskuler. Pada orang yang sehat, volume CES umum berubah-ubah sesuai dengan sirkulasi efektif dan berbanding secara proposional dengan natrium total tubuh. Sebab natrium adalah zat terlarut utama yang menahan air dalam CES. Aldosteron merupakan hormon yang disekresi oleh glomelurus pada korteks adrenal. Produksi aldosterone dirangsang oleh reflex yang diatur oleh baroreseptor (ujung saraf) yang ada pada arterior aferen ginjal. Penurunan sirkulasi dirasa efektif dideteksi oleh beroreseptor yang mengakibatkan sel glomenilus memproduksi protein dan renin.
b. Keseimbangan Air dan Pengaturan Osmotik
Pengaturan osmotic diperantari oleh hipotalamus, hipofisis, dan tubulus ginjal. ADH merupakan hormon peptide yang disintesis di hipotalamus dan disimpan di hipofisis. Hipotalamus memiliki osmo-reseptor yang peka terhadap osmolalitas darah dan pusat rasa haus. Rasa haus tersebut merangsang pemasukan air dan merangsang ADH untuk permeabilitas duktus koligenten ginjal untuk meningkatkan reabsorpsi air. Akibatnya, terjadi peningkatan volume air tubuh yang akan memulihkan osmolitas plasma kembali normal dan terbentuknya air keih yang hiperosmotik (pekat) dengan volume yang sedikit. Penurunan osmolitas plasma mengakibatkan terjadinya penekanan rasa haus dan menghambat pelepasan ADH, sehingga osmolitas plasma dalam keadaan normal variasinya tidak melebihi 1-2%.
c. Pengatruran Kalium Cairan Ekstraseluler
Aldosteron merupakan mekanisme pengendali utama bagi sekresi kalium pada nefron ginjal. Peningkatan sekresi aldosteron menyebabkan sekresi nantrium dan air serta penyimpanan kalium. Peningkatan natrium serum menyebabkan penurunan aldosteron. Ekskresi kalium dipengaruhi oleh keadaan asam- basa dan kecepatan aliran ditubulus distal. Pada keadaan alkalosis, ekresi kalium akan meningkat dan pada keadaan asidosis akan menurun. Pada tubulus distal, ion hidrogen dan ion kalium bersaing untuk diekskresi sebagai pertukaran dengan resorpsi natrium untuk mempertahankan muatan listrik tubuh, jika terjadi alkalosis metabolik yang disertai dengan kekurangan ion hidrogen, tubulus akan menukar natrium dan kalium demi mempertahankan ion hidrogen. Asidosis metabolik akan meningkat ekskresi hidrogen dan menurunkan sekresi kalium.