Abstrak
Awal abad ke-20 adalah masa kebangkitan nasional yang ditandai dengan
politik ethis, salah satu dampaknya yaitu munculnya kesadaran nasional dalam
bidang pendidikan. Begitupula dengan kaum perempuan salah satunya Siti
Walidah yang ikut serta dalam kesadaran nasional dan tidak tinggal diam
dengan keadaan kaum perempuan yang saat itu keberadaan sosialnya masih
disepelekan. Perumusan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini
yaitu: bagaimana latar belakang riwayat hidup Siti Walidah, konsep pemikiran
dan peran Siti Walidah dalam memperjuangkan pendidikan kaum perempuan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah
melalui tahapan heuristik, verivikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil
penelitian disajikan dalam bentuk deskriptif-naratif, menjelskan Siti Walidah
dalam perjuangannya berkerja sama dengan sang suami yaitu K.H Ahmad
Dahlan dalam memajukan dan mengembangkan martabat kaum perempuan
serta bergabung dengan organisasi Aisyiyah yang sudah menjadi wadah
aspirasi bagi kaum perempuan.
Pendahuluan
Etische poltiek atau politik ethis adalah politik balas budi yaitu suatu
kebijakan pemerintah Belanda untuk membalas pengorbanan rakyat Indonesia
selama dilaksanakannya cultursteles atau sistem tanam paksa.2 Politik ini
mengandung beberapa unsur salah satunya yaitu untuk menunjang politik
ekomoni baru. Pendidikan juga termasuk dalam unsur penting karena dalam
pendidikan akan mempengaruhi proses transformasi masyarakat tersebut.
Hasil dari pendidikan tersebut kemudian yang akan membuahkna timbulnya
pergerakan nasional pada awal abad ke-20.
1
G.A. Manilet Ohorella dkk, “Peran Wanita Indonesia dalam Masa Pergerakan
Nasional” (Direktorat Jenderal Kebudayaan, Inventarisasi & Dokumentasi Sejarah Nasional,
Jakarta, 1992),p.3.
2
Dikki Mizwar, “Dampak Kebijakan Politik Ethis Terhadap Perkembangan Pendidikan
Rakyat Palembang Tahun 1900-1942 (Sebagai Sumbangan Materi Sejarah di SMA Negeri 2
Palembang)” (Skripsi, Program Sastra Satu, Universitas Muhammadiyah Palembang,
2019),P.1-2.
khususnya dan masyarakat pada umumnya. Tujuan tersebut merupakan satu
langkah maju dalam proses pembaharuan kemasyarakatan yang sebelumnya
tidak terlalu memperhatikan peranan wanita.
Metode Penelitian
3
Halimatussa’diyah Nst dkk, ‘Studi Analisis Pemikiran Siti Walidah (Nyai Ahmad
Dahlan) dalam Pendidikan Perempuan’, “Ihya Al-Arabiyah: Jurnal Pendidikan Bahasa Dan
Sastra Arab”,p.130-131.
lampau secara objektif dan sistematis dengan mengumpukan, mengevaluasi,
menjelaskan serta mensintesiskan bukti-bukti untuk menegakan akan fakta dan
menarik kesimpulan secara tepat.4
Siti Walidah nama kecilnya atau yang sekarang lebih dikenal dengan
Nyai Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta di kampung Kauman pada tahun
1872M. Siti Walidah adalah anak dari Kiayi Penghulu Haji Ibrahim bin Kiayi
4
Dedi Amrizal, Metode Penelitian Sosial Bagi Administrais Publik, (Medan: LPDPIA,
2019),p.64.
5
Tarjo, Metode Penelitian Sistem 3X Baca, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2019),p.25.
Muhammd Hasan Pengkol bin Kiayi Muhammad Ari Ngaraden Pengkol,
ayahnya biasa dipanggil dengan Kiayi Fadhil, dan ibunya dikenal dengan nama
Nyai Mas. Siti Walidah adalah anak keempat dari tujuh bersaudara yaitu: Kiai
Lurah Nur, Haji Ja’far, Nyai Wardanah Husin, Siti Walidah (Nyai Ahmad
Dahlan), Haji Dawud, K.H Ibrahim, dan K.H Zaini.
Setelah menikah Siti Walidah lebih dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan.
Ia selalu mendampingi sang suami dalam mendirikan dan mengembangkan
Muhammadiyah 1912M, dan sejak saat itu ia banyak belajar dan mengenal
beberapa tokoh Nasional yang bukan lain adalah teman suaminya sendiri.
Tahun 1914M Nyai Ahmad Dahlan mendirikan kelompok pengajian untuk
gadis-gadis terdidik di sekitar Kauman yang diberi nama Sopo Tresno, yaitu
mengajarkan betapa pentingnnya pendidikan bagi masyarakat terlebih kaum
wanita. Sopo Tresno menjadi cikal bakal terbentuknya Aisyiyah.
7
Halimatussa’diyah Nst, “Studi Analisis Kontribusi Pemikiran Siti Walidah (Nyai
Ahmad Dahlan) Terhadap Pendidikan Perempuan” (Tesis, Program Pascasarjana, Universitas
Islam Negeri Sumatera Utara, 2019), p.20-21.
sebagai akibat dari proses pendidikan yang diikutinya. Pendidikan adalah kunci
untuk menuju kehidupan yang lebih baik, juga memiliki ruang lingkup manfaat
yang luas dan setiap pengalaman yang memiliki efek formatif terhadap cara
berfikir dan tindakan dapat disebut pendidikan. Bahkan proses pendidikan telah
berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan
sosial budaya manusia. 8
8
Dra Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), p.9.
masyarakat Kauman. Masyarakat yang pro terhadap konsep pemikiran ini
beranggapan bahwa model pendidikan yang seperti itulah yang akan diterima
oleh masyarakat, sebab dalam melakukan modernisasi model pendidikan Islam
dari sistem pondok pesantren yaitu dengan tetap mempertahankan ciri khas
pelajaran dan pendidikan Islamnya.
Adapun hal-hal dari model pendidikan Belanda atau Barat yang bersifat
positif tidak harus ditolak, tetapi dimodifikasi atau diakomodir dengan
sentuhan nilai-nilai Islami. Siti Walidah mencoba memperkenalkan
pemikirannnya bahwa perempuan mempunyai hak yang sama untuk menuntut
ilmu setinggi-tingginya. Ia juga menentang praktik kawin paksa atau budaya
patriaki, pada tahun 1914 Walidah membuat kelompok pengajian yang
anggotannya adalah ibu-ibu dan perempuan muda. Pengajian tersebut adalah
sopo tresno, wal asri, dan magrib school, materi yang diajarkan yaitu masalah
agama, membaca dan menulis.
9
Arief Subhan dkk, Citra Perempuan dalam Islam: Pandangan Ormas Keagamaan,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004),p.6-7.
pendidikan agar terlepas dari penjajahan dan dapat melawannya, hal ini
membuktikan bahwa spirit Islam dapat mendorong dan mendukung kemajuan
wanita serta dapat menyadarkan kaum perempuan betapa pentingn arti
pendidikan bagi perempuan. 10
10
Dian Ardiyani, ‘Konsep Pendidikan Perempuan Siti Walidah’, “Jurnal Tajdida”, Vol
XV, No 1 (Juni 2017),p.15.
11
Diyah Nst dkk, ‘Studi Analisis Pemikiran Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan),p.134.
Pandangan K.H Dahlan mengenai perempuan, bahwa kaum perempuan
memiliki hak-hak sepadan dengan kaum pria, selain berperan dalam rumah
tangga juga berperan aktif dalam pembanguna masyarakat dan memajukan
agama.12
sopo tresno (siapa cinta, siapa sayang) merupakan salah satu kelompok
pengajian yang didirikan Siti Walidah dibawah bimbingan langsung K.H
Ahmad Dahlan. Untuk mewujudkan sikap perhatian terhadap kaum perempuan
diadakanlah suatu perkumpulan dengan dihadiri beberapa tokoh
Muhammadiyah seperti K.H Mokhtar, K.H Fachruddin, dan K.H Ahmad
Dahlan. Dicetuskanlah nama Aisyiyah yang semula hanya kelompok pengajian
12
Muarif dan Hajar Nur Setyowati, Covering Aisyiyah, (Yogyakarta: PT Ircisod,
2020),p.24-25.
13
Ardiyani, ‘Konsep Pendidikan Perempuan Siti Walidah’, “Jurnal Tajdida”,p.15.
perempuan bernama sopo tresno. Dinamakan Aisyiyah karena sesuai dengan
harapan perjuangan tersebut dan meniru perjuangan Aisyah sebagai istri Nabi
Muhammad Saw yang selalu membantu dalam berdakwah. 14
14
Diyah Nst dkk, ‘Studi Analisis Pemikiran Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan), p.135.
15
Ardiyani, ‘Konsep Pendidikan Perempuan Siti Walidah’, “Jurnal Tajdida”,p.17.
- Mengadakan dan mengajarkan dakwah Islam.
- Memajukan pendidikan pengajaran.
- Menghidupkan masyarakat dalam tolong menolong.
- Mengadakan siaran penerbitan.
- Memilihara dan memakmurkan tempat-tempat ibadah dan waqaf.
- Mengasuh dan mendidik anak-anak, kaum muda perempuan agar
menjadi perempuan Islami yang berarti.
Siti walidah sebagai tokoh yang bergerak dalam bidang Islam, atau
sebagai gerekan perempuan muslim Indonesia melalui Muhammadiyah dan
Aisyiyah telah membuktikan bahwa spirit Islam dapat mendorong dan
memajukan kaum perempuan dan membantah asumsi yang menyatakan bahwa
agama sebagai sebab keterbelakangan kaum perempuan. Siti Walidah bercita-
cita ingin membangun kebangsaan Indonesia dengan jiwa Islami dan
pendidikan kewanitaan sangan penting sebagai pondasi dalam mencapai
kebahagiaan hidup berumah tangga. Beliau juga selalu memberi dorongan dan
semangat kepada generasi muda agar terus berjuang dan tidak mudah pantang
mundur demi kepentingan martabat perempuan, tanah air serta bangsa
Tiya Wardah Saniyatul Husna, “Peran Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan) Dalam
16
Meningkatkan Pendidikan Kaum Perempuan” (Skripsi, Program Sastra Satu, Universitas Islam
Negeri Raden Intan Lampung, 2021),p.11.
Indonesia. Aisyiyah menjadi wadah sebagai pencerah perempuan di tengah
konteks sosial keagamaan.17
Penutup
Ika Setiya Wati & Ragil Agustono, ‘Peran Siti Walidah dibidang Perempuan dan
17
DAFTAR PUSTAKA
Agustono Ragil & Setiya Ika Wati, (2017), ‘Peran Siti Walidah dibidang
Perempuan dan Sosial dalam Perkembangan Aisyiyah Tahun 1917-
1948’, “Jurnal Swarnadwipa”, Vol I. No 2.