Anda di halaman 1dari 15

KONSEP PEMIKIRAN DAN PERAN SITI WALIDAH (NYAI AHMAD

DAHLAN) DALAM MEMPERJUANGKAN PENDIDIKAN KAUM


PEREMPUAN DEMI KEMERDEKAAN NKRI

Abstrak

Awal abad ke-20 adalah masa kebangkitan nasional yang ditandai dengan
politik ethis, salah satu dampaknya yaitu munculnya kesadaran nasional dalam
bidang pendidikan. Begitupula dengan kaum perempuan salah satunya Siti
Walidah yang ikut serta dalam kesadaran nasional dan tidak tinggal diam
dengan keadaan kaum perempuan yang saat itu keberadaan sosialnya masih
disepelekan. Perumusan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini
yaitu: bagaimana latar belakang riwayat hidup Siti Walidah, konsep pemikiran
dan peran Siti Walidah dalam memperjuangkan pendidikan kaum perempuan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah
melalui tahapan heuristik, verivikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil
penelitian disajikan dalam bentuk deskriptif-naratif, menjelskan Siti Walidah
dalam perjuangannya berkerja sama dengan sang suami yaitu K.H Ahmad
Dahlan dalam memajukan dan mengembangkan martabat kaum perempuan
serta bergabung dengan organisasi Aisyiyah yang sudah menjadi wadah
aspirasi bagi kaum perempuan.

Kata kunci: Siti Walidah, Pendidikan, Aisyiyah.

Pendahuluan

Beberapa wanita Indonesia sejak awal abad ke-19 sudah tampil di


panggung sejarah secara perorangan demi membela tanah air dan bangsanya.
Saat itu umumnya masih banyak wanita Indonesia yang terikat dalam tradisi
lama sehingga mereka seakan-akan terkucilkan dari masyarakat ramai dan
dunia pendidikan khususnya, keadaan seperti ini berlangsung menjelang akhir
abad ke-19. Namun pada akhir abad ke-19 masyarakat Indonesia dari berbagai
kalangan mulai membutuhkan akan perbaikan-perbaikan secara menyeluru,
sebab perbaikan tidak cukup jika dilakukan pada kaum lelaki saja perlu
perbaikan pula pada kaum perempuan. Walaupun pada saat itu kedudukan
kondisi sosial kaum perempuan disepelekan.1

Etische poltiek atau politik ethis adalah politik balas budi yaitu suatu
kebijakan pemerintah Belanda untuk membalas pengorbanan rakyat Indonesia
selama dilaksanakannya cultursteles atau sistem tanam paksa.2 Politik ini
mengandung beberapa unsur salah satunya yaitu untuk menunjang politik
ekomoni baru. Pendidikan juga termasuk dalam unsur penting karena dalam
pendidikan akan mempengaruhi proses transformasi masyarakat tersebut.
Hasil dari pendidikan tersebut kemudian yang akan membuahkna timbulnya
pergerakan nasional pada awal abad ke-20.

Awal abad ke-20 ditandai dengan timbulnya pergerakan atau kebangkitan


nasional, salah satu dampaknya yaitu munculnya kesadaran nasional.
Kesadaran nasonla tersebut mengarah kepada bidang pendidikan dan telah
meluas kepada kaum perempuan sehingga lahirlah perintis-perintis kemajuan
dan kebangkitan di Indonesia salah satunya yaitu Siti Walidah atau Nyai
Ahmad Dahlan sebagai pejuang pendidikan bagi kaum perempuan.

Adanya kesadaran nasional membuat kaum perempuan merasa mendapat


kesempatan untuk turut ikut serta dalam perjuangan mencapai kemajuan dan
kemerdekaan bangsa, terkhusus dalam bidang pendidikan agar rakyat
Indonesia tidak mudah dibodohi sehingga bisa terlepas dari belenggu
penjajahan. Perjuangan atau pergerakan kaum perempuan pada saat itu
memiliki tujuan yang sama yaitu kerjasama untuk kemajuan kaum perempuan

1
G.A. Manilet Ohorella dkk, “Peran Wanita Indonesia dalam Masa Pergerakan
Nasional” (Direktorat Jenderal Kebudayaan, Inventarisasi & Dokumentasi Sejarah Nasional,
Jakarta, 1992),p.3.
2
Dikki Mizwar, “Dampak Kebijakan Politik Ethis Terhadap Perkembangan Pendidikan
Rakyat Palembang Tahun 1900-1942 (Sebagai Sumbangan Materi Sejarah di SMA Negeri 2
Palembang)” (Skripsi, Program Sastra Satu, Universitas Muhammadiyah Palembang,
2019),P.1-2.
khususnya dan masyarakat pada umumnya. Tujuan tersebut merupakan satu
langkah maju dalam proses pembaharuan kemasyarakatan yang sebelumnya
tidak terlalu memperhatikan peranan wanita.

Tumbuhnya gerakan modernisasi atau gerakan yang kembali kepada Al-


Quran dan sunnah sebagai sumber pokok ajaran Islam, menjadi pemikiran
pembaharu dalam Islam yang berkembang secara signifikan. Begitupula
dengan Siti Walidah merupakan tokoh perempuan muslimah yang telah
berkontribusi dalam memperjuangkan hak-hak kesetaraan perempuan dalam
bidang sosial, keagamaan, pendidikan bahkan dalam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia. Siti Walidah terlibat langsung dalam organisasi Aisyiyah sebagai
cara memajukan dan mengembangkan kaum perempuan.3

Siti Walidah juga memiliki konsep pendidikan perempuan yang sangat


menarik, karena beliau mampu menyesuaikan pemikiran sang suami yaitu K.H
Ahmad Dahlan dalam pendidikan Islam modrn. Berdasarkan latar belakang
tersebut penulis ingin mengupas lebih dalam mengenai ‘konsep pemikiran dan
peran Siti Walidah dalam memperjuangkan pendidikan kaum perempuan’
adapun rumusan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini
diantaranya: (1) bagaimana gambaran riwayat hidup Siti Walidah?, (2)
pemikiran dan konsep Siti Walidah dalam memperjuangkan pendidikan
perempuan?, (3) terbentuknya Aisyiyah sebagai relasi konsep pemikiran Siti
Walidah?, (4) Peran Siti Walidah dalam memperjuangkan pendidikan
perempuan?.

Metode Penelitian

Penulisan ini merupakan penelitian mengenai Sejarah, maka dari itu


metode peneliti yang digunakan dalam penulisan ialah sebagaimana metode
yang biasa digunakan dalam penelitian sejarah yaitu, Heuristik, Verivikasi,
Interpretasi, dan Historiografi. Bertujuan untuk membuat rekontruksi masa

3
Halimatussa’diyah Nst dkk, ‘Studi Analisis Pemikiran Siti Walidah (Nyai Ahmad
Dahlan) dalam Pendidikan Perempuan’, “Ihya Al-Arabiyah: Jurnal Pendidikan Bahasa Dan
Sastra Arab”,p.130-131.
lampau secara objektif dan sistematis dengan mengumpukan, mengevaluasi,
menjelaskan serta mensintesiskan bukti-bukti untuk menegakan akan fakta dan
menarik kesimpulan secara tepat.4

1. Heuristik, yaitu tahap atau langkah pertama dalam penyusunan suatu


penelitian, baik itu dari sumber primer ataupun sumber sukunder.
Penulis juga melakukan kunjungan kepustakaan, dengan mengunjungi
beberapa perpustakaan berbasis online, sperti Google Scholar, dan
Books Google .
2. Verivikasi, merupakan tahap pengumpulan data dan proses kritik
terhadap data sebelumnya yang telah dikumpulkan dengan memilah,
memilih sumber, dengan maksud agar mendapatkan suatu data yang
autentik (asli) dan kredibel (dapat dipercaya), dengan menggunakan
kritik internal dan kritik eksternal.5
3. Interpretasi, yaitu suatu kegiatan menguraikan atau mentafsirkan,
menterjemahkan sumber data yang sebelumnya sudah didapatkan dan
berhubungan dengan fakta-fakta yang ada atau memberikan
pandangan teoritis terhadap suatu peristiwa. Interpretasi sendiri dapat
dilakukan dengan dua proses yaitu, analisis dan sintesis.
4. Historiografi, adalah langkah terakhir dari metode penulisan sejarah
yaitu langkah menyajikan hasil penafsiran sebelumnya, atua tahap
penyusunan laporan sejarah ke dalam suatu bentuk tulisan atau
penulisan sejarah.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Biografi Siti Walidah (Nyai Ahamd Dahlan) 1872-1996 M

Siti Walidah nama kecilnya atau yang sekarang lebih dikenal dengan
Nyai Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta di kampung Kauman pada tahun
1872M. Siti Walidah adalah anak dari Kiayi Penghulu Haji Ibrahim bin Kiayi

4
Dedi Amrizal, Metode Penelitian Sosial Bagi Administrais Publik, (Medan: LPDPIA,
2019),p.64.
5
Tarjo, Metode Penelitian Sistem 3X Baca, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2019),p.25.
Muhammd Hasan Pengkol bin Kiayi Muhammad Ari Ngaraden Pengkol,
ayahnya biasa dipanggil dengan Kiayi Fadhil, dan ibunya dikenal dengan nama
Nyai Mas. Siti Walidah adalah anak keempat dari tujuh bersaudara yaitu: Kiai
Lurah Nur, Haji Ja’far, Nyai Wardanah Husin, Siti Walidah (Nyai Ahmad
Dahlan), Haji Dawud, K.H Ibrahim, dan K.H Zaini.

Ayah Walidah berprofesi sebagai penghulu keraton, setelah berhenti dari


pekerjaannya ia berprofesi sebagai saudagar batik. Masyarakat Kauman sejak
1900-1930 kebanyakan mempunyai kesetaraan dalam bidang ekonomi. Kiayi
Fadhil termasuk saudagar batik yang sukses sehingga kehidupan ekonomi
Walidah dapat dibilang mapan dan mencukupi kehidupan sehari-hari, dari
kesuksesannya tersebut ia banyak memperkerjakan orang, orang yang berkerja
di industri batik milik orang Kauman itu biasanya membawa kebudayaan yang
berbeda, sebab masyarakat Kauman yang asli atau notaben mempunyai
pemahaman religius yang tinggi. 6

Sejak kecil Siti Walidah sudah mempunyai kemampuan yang sangat


menarik dibandingkan teman-teman kecil lainnya, salah satunya yaitu
kemampuan berdakwahnya yang sudah terlebih dahulu diasah oleh ayahnya,
sehingga Walidah dipercaya ayahnya untuk membantu mengajar di langgar
ayahnya. Ia mengawali pendidikan informalnya langsung dari kedua orang
tuannya dan para ulama Kuman di langgar-langgar, ia dibesarkan di
lingkungan agamis tradisional, pada waktu itu perempuan tidak boleh
mengenyam pendidikan formal dan hanya diperbolehkan mempelajari agama
saja.

Masyarakat Kauman dahulu beranggapan bahwa kaum perempuan tidak


dibenarkan keluar rumah, sehingga Walidah kecil banyak mengabiskan
waktunya belajar langsung dengan kedua orang tuannya baik itu belajar
membaca dan menulis, juga belajar mengaji. Keluarga Kiayi Muhammad
Fadhil dalam kehidupannya selalu berpedoman kepada ajaran agama Islam,
Ghifari Yuristiadhi, ‘Evolusionisme Dalam Adaptasi Sosial Masyarakat Ngindungan
6

Di Kampung Kauman Yogyakarta 1900-An-1970-An’, “Jurnal Widya Citra”, Vol I, No 2


(September 2020),p.3.
melaksanakan seluruh syariat Islam dengan penuh ketaatan dalam beribadah.
Hal tersebut tidak jauh dari istilah ‘buah tidak jatuh dari pohonnya’, dengan
kebiasaan tersebut membuat pondasi kuat, beriman dan bertanggung jawab
bagi Siti Walidah di kemudian hari.

Siti Walidah walaupun tidak mengenyam pendidikan formal, namun


Walidah dewasa sudah panda memotivasi murid-muridnya untuk belajar,
pergaulan yang baik sudah diterapkan sejak remaja, dengan akhlak dan sifat
terpuji, tidak membedakan kasta, pangkat, golongan atau derajad, sebab dari
kecil sudah diajarkan norma-norma agama dan adanya lingkungan yang
mendukung. Begitupula ketika Walidah sudah menginjak dewasa, ia
dihadapkan pada perjodohan tanpa pilihan, ia dijodohkan dengan dahlan yang
merupakan putra kerabatnya. Hal ini sudah biasa dilakukan masyarakat
Kauman dan menjadi faktor terbentuknya pertalian darah diantara anggota-
anggota masyarakat. 7

Setelah menikah Siti Walidah lebih dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan.
Ia selalu mendampingi sang suami dalam mendirikan dan mengembangkan
Muhammadiyah 1912M, dan sejak saat itu ia banyak belajar dan mengenal
beberapa tokoh Nasional yang bukan lain adalah teman suaminya sendiri.
Tahun 1914M Nyai Ahmad Dahlan mendirikan kelompok pengajian untuk
gadis-gadis terdidik di sekitar Kauman yang diberi nama Sopo Tresno, yaitu
mengajarkan betapa pentingnnya pendidikan bagi masyarakat terlebih kaum
wanita. Sopo Tresno menjadi cikal bakal terbentuknya Aisyiyah.

Pemikiran dan Konsep Siti Walidah Dalam Memperjuangkan Pendidikan


Perempuan

Pendidikan adalah suatu proses di mana dalam proses tersebut seorang


mendapat pengetahuan, mengembangkan pengetahuan atau keterampilan, atau
suatu proses transformasi suatu anak didik untuk mencapai hal-hal tertentu

7
Halimatussa’diyah Nst, “Studi Analisis Kontribusi Pemikiran Siti Walidah (Nyai
Ahmad Dahlan) Terhadap Pendidikan Perempuan” (Tesis, Program Pascasarjana, Universitas
Islam Negeri Sumatera Utara, 2019), p.20-21.
sebagai akibat dari proses pendidikan yang diikutinya. Pendidikan adalah kunci
untuk menuju kehidupan yang lebih baik, juga memiliki ruang lingkup manfaat
yang luas dan setiap pengalaman yang memiliki efek formatif terhadap cara
berfikir dan tindakan dapat disebut pendidikan. Bahkan proses pendidikan telah
berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan
sosial budaya manusia. 8

Kaum perempuan pada masa Siti Walidah dalam bidang pendidikan


dipandang sebagai hal yang tabu, sebab saat itu kaum perempuan tidak
dibenarkan untuk mengenyam pendidikan yang tinggi dan diperbolehkan
untuk menyelesaikan pekerjaan rumah saja. Yang boleh bersekolah hanya
perempuan putra bangsawan dan kaum ningrat, budaya patriarki masi kental di
kalangna masyarakat Kauman pada saat itu dimana perempuan dianggap
sebagai wanita lemah dan hanya sebagai pelengkap kaum laki-laki. Tentu hal
tersebut bertentangan dengan pribadi Siti Walidah yang beranggapan bahwa
perempuan adalah penggerak kemajuan keluarga, bangsa, dan negara.

Pemikiran Siti Walidah dalam memperjuangkan pendidikan perempuan


dikenal dengan konsep ‘catur pusat’ yaitu suatu formula pendidikan yang
menyatukan empat komponen, dan hal tersebut merupakan satu kesatuan yang
apabila dilakukan secara terus-menerus atau kontinu akan membentuk
kepribadian yang utuh. Empat komponen tersebut yaitu:

1. Pendidikan di lingkungan keluarga.


2. Pendidikan di lingkungan sekolah.
3. Pendidikan di lingkungan masyarakat.
4. Pendidikan di lingkungan tempat ibadah.

Konsep pemikiran ‘catur pusat’ akhirnya dapat diwujudkan dengan


mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah pada tahun 1912 dengan
menggunakan model Belanda dalam sistem pembelajarannya, walaupun pada
mulanya sempat mendapat tantangan atau pro dan kontra dari kalangan

8
Dra Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), p.9.
masyarakat Kauman. Masyarakat yang pro terhadap konsep pemikiran ini
beranggapan bahwa model pendidikan yang seperti itulah yang akan diterima
oleh masyarakat, sebab dalam melakukan modernisasi model pendidikan Islam
dari sistem pondok pesantren yaitu dengan tetap mempertahankan ciri khas
pelajaran dan pendidikan Islamnya.

Adapun hal-hal dari model pendidikan Belanda atau Barat yang bersifat
positif tidak harus ditolak, tetapi dimodifikasi atau diakomodir dengan
sentuhan nilai-nilai Islami. Siti Walidah mencoba memperkenalkan
pemikirannnya bahwa perempuan mempunyai hak yang sama untuk menuntut
ilmu setinggi-tingginya. Ia juga menentang praktik kawin paksa atau budaya
patriaki, pada tahun 1914 Walidah membuat kelompok pengajian yang
anggotannya adalah ibu-ibu dan perempuan muda. Pengajian tersebut adalah
sopo tresno, wal asri, dan magrib school, materi yang diajarkan yaitu masalah
agama, membaca dan menulis.

Saat itu pendidikan hanya diprioritaskan bagi laki-laki ketimbang


perempuan, dan bagi masyarakat Kauman istilah sopo tresno (siapa cinta,
siapa sayang) sudah akarb didengar yaitu sebuah gerakan perempuan yang
didirikan oleh istri Dahlan atau Nyai Ahmad Dahlan, dan melalui gerakan sopo
tresno tersebut ia dapat memberikan kontribusi besar bagi perempuan terutama
di lingkungan Muhammadiyah dalam konteks gerakan perempuan. Menurut
Dahlan perempuan adalah partner laki-laki dan mereka sendiri sebagai laki-laki
yang harus mempertanggungjawabkan hidup mereka, (perempuan) baik anak
maupun Istri di hadapan Allah Kelak.9

Muhammadiyah sebagai organisasi pembaharu dalam Islam sangat


mendukung Siti Walidah dalam memperjuangkan martabat kaum perempuan,
yaitu dengan merespon isu-isu perempuan juga memperdayakannya melalui
pendidikan dan pelayanan sosial. Dalam pemikirannya ia mengingatkan agar
bangsa Indonesia terutama kaum Perempuan lebih maju dalam bidang

9
Arief Subhan dkk, Citra Perempuan dalam Islam: Pandangan Ormas Keagamaan,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004),p.6-7.
pendidikan agar terlepas dari penjajahan dan dapat melawannya, hal ini
membuktikan bahwa spirit Islam dapat mendorong dan mendukung kemajuan
wanita serta dapat menyadarkan kaum perempuan betapa pentingn arti
pendidikan bagi perempuan. 10

Siti Walidah juga mendirikan pondok asrama bagi perempuan


dirumahnnya pada tahun 1918 diperuntukan menyempurnakan pendidikan
perempuan, asrama ini berkembang cukup pesat dengan banyak menampung
murid dari masyarakat kampung Kauman sendiri, maupun luar kota,
pendidikan yang digunakan dalam asrama ini yaitu pendidikan keagamaan,
keputrian, dan keterampilan termasuk pidato. Ia telah menjadi pelapor kaum
perempuan untuk meninggalkan keyaninan dan kebiasaan lama yang
memandang perempuan sebelah mata, dengan melakukan pergerakan maju dan
berjuang agar tidak tertinggal dari kaum laki-laki.

Konsep pendidikan perempuan menurut pemikiran Siti Walidah sangat


relevan atau berkaitan dengan konsep kekinian, yaitu dimana pola pikir
manusia semakin berkembang dan cenderung terbuka dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang ada, dan dalam hal ini perempuan dapat
disebut sebagai mitra dalam pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara.
Kecerdasan pemikiran Nyai Ahmad Dahlan juga tidak terlepas pergaulannya
dengan tokoh-tokoh yang biasa bergaul dengan suaminya, seperti Jendral
Sudirman, Bung Tomo, Bung Karno, dan K.H Mas Mansyur.11

Terbentuknya Aisyiyah Realisasi Konsep Pemikiran Siti Walidah

Akhir abad ke-19M kampung Kauman Yogyakarta dikenal sebagai


pemukiman masyarakat muslim yang sangat kuat mempertahakna tradisi lama
dan mempertahankan tradisi turun temurun, selain itu masyarakat bersikap
tertutup dan enggan menerima perkembangan di luar kampung Kauman.
Kondisi ini tentu tidak selalar dengan konsep pemikiran Siti Walidah.

10
Dian Ardiyani, ‘Konsep Pendidikan Perempuan Siti Walidah’, “Jurnal Tajdida”, Vol
XV, No 1 (Juni 2017),p.15.
11
Diyah Nst dkk, ‘Studi Analisis Pemikiran Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan),p.134.
Pandangan K.H Dahlan mengenai perempuan, bahwa kaum perempuan
memiliki hak-hak sepadan dengan kaum pria, selain berperan dalam rumah
tangga juga berperan aktif dalam pembanguna masyarakat dan memajukan
agama.12

Suatu hal yang menarik ketika Siti Walidah mampu menyesuaikan


pemikirannya dengan sang suami dalam pendidikan Islam modern. Ia
menyadari bahwa dirinya memiliki kewajiban yang sama besar dalam
pendidikan untuk memantaskan kaumnya dari belenggu kenodohan. Sehingga
dengan pemikiran yang sejalan dapat mempermudah Siti Walidah dalam
memperjuangkan hak-hak perempuan terkhusus dalam pendidikan, dan ia
mulai mendidik kader-kader muda bangsa melalui media penyelenggara
internnaat atau pondok khusus bagi anak perempuan.13

Perkembangan pemikiran feminisme adalah bagian dari kajian keislaman


mutaakhir dalam persoalan perempuan Muhammadiyah dan berkaitan dengan
keadaan sosial. Kalangan feminisme berhasil merumuskan perangkat analisis
sosial yang dapat digunakan untuk mengkritisi berbagai ketimpangan sosial
berbasis jender. Jender sendiri merupakan kontrusksi sosial budaya mengenai
relasi dan peran laki-laki dan perempuan. Muhammadiyah sebagai gerakan
Islam amar ma’ruf nahi mungkar melandasi wacana analisis jender tersebut,
menggunakan prinsip-prinsip Islam dan landasan risalah islamiyah. Sehingga
dapat memfasilitasi kesadaran peran sosial muslimah yang selaras dengan
perkembangan zaman, namun dengan pandangan hidup yang Islami.

sopo tresno (siapa cinta, siapa sayang) merupakan salah satu kelompok
pengajian yang didirikan Siti Walidah dibawah bimbingan langsung K.H
Ahmad Dahlan. Untuk mewujudkan sikap perhatian terhadap kaum perempuan
diadakanlah suatu perkumpulan dengan dihadiri beberapa tokoh
Muhammadiyah seperti K.H Mokhtar, K.H Fachruddin, dan K.H Ahmad
Dahlan. Dicetuskanlah nama Aisyiyah yang semula hanya kelompok pengajian
12
Muarif dan Hajar Nur Setyowati, Covering Aisyiyah, (Yogyakarta: PT Ircisod,
2020),p.24-25.
13
Ardiyani, ‘Konsep Pendidikan Perempuan Siti Walidah’, “Jurnal Tajdida”,p.15.
perempuan bernama sopo tresno. Dinamakan Aisyiyah karena sesuai dengan
harapan perjuangan tersebut dan meniru perjuangan Aisyah sebagai istri Nabi
Muhammad Saw yang selalu membantu dalam berdakwah. 14

Aisyiyah diremsikan bertepatan dengan peringatan Isra’ Mi’raj yaitu pada


tanggal 19 Mei 1917M diketuai pertama kali oleh Siti Bariyah. Berikut
perkembangan Aisyiyah yang diketuai oleh Siti Walidah berdasarkan urutan
tahun:

- Tahun 1921 Ia terpilih menjadi ketua Aisyiyah dalam kongres ke-5


Aisyiyah di Yogyakarta, dan memfokuskan kegiatannya pada
pemberian dakwah di seluruh pulai Jawa, pendiran masjid perempuan,
memusatkan kegiatan organisasi kearah pendidikan keagamaan dan
kursus kesehatan mental.
- Tahun 1923 Aisyiyah dikembangkan menjadi bagian dalam
Muhmmadiyah.
- Tahun 1924 Ia kembali terpilih untuk yang keempat kalinya, dan
memfokuskan kegiatannya pada pendidikan formal dan non formal.
- Tahun 1925-1930 tidak ada program kerja baru, namun ia membuat
majalah yang membantu memajukan perempuan yaitu majalah ‘suara
Aisyiyah’.15

Perkembangan Aisyiyah tidak terlepas dari perjuangan Siti Walidah


dalam mengangkat harekat perempuan juga tidaklah mudah sebab ia
berhadapan dengan generasi tua yang masih memegang prinsip wanita adalah
kunco wingking (teman di belakang, di dalam rumah) dan hal ini menjadi
tantangan tersendiri bagi Siti Walidah, namun ia tetap teguh dan sabar dalam
mengembangkan Aisyiyah dan kaum perempuan. Aisyiyah adalah gerakan
yang menyelangarakan terlaksananya masyarakat Islam sebenar-benarnya
dalam lingkup perempuan. Aisyiyah menurut Haedar Nashir yaitu meliputi:

14
Diyah Nst dkk, ‘Studi Analisis Pemikiran Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan), p.135.
15
Ardiyani, ‘Konsep Pendidikan Perempuan Siti Walidah’, “Jurnal Tajdida”,p.17.
- Mengadakan dan mengajarkan dakwah Islam.
- Memajukan pendidikan pengajaran.
- Menghidupkan masyarakat dalam tolong menolong.
- Mengadakan siaran penerbitan.
- Memilihara dan memakmurkan tempat-tempat ibadah dan waqaf.
- Mengasuh dan mendidik anak-anak, kaum muda perempuan agar
menjadi perempuan Islami yang berarti.

Siti walidah walaupun semasa kecil, muda, hingga dewasa tidak


mendapatkan pendidikan formal, namun ia mampu bergerak dalam
meningkatkan pendidikan bagi kaum perempuan. ini menjadi suatu hal yang
menarik dalam diri Siti walidah, dan ia mampu mengembangkan pendidikan
kaum perempuan melalui kelompok pengajian kecil sopo tresno menjadi
pergerakan besar yaitu Aisyiyah. Hal ini seharusnya menjadi tauladan dan
contoh bagi perempuan masa sekarang agar tidak cepat patah semangat, dan
yang sudah mendapatkan pendidikan formal mesti mampu lebih maju dalam
meningkatkan pendidikan kaum perempuan. 16

Peran Siti Walidah Dalam Memperjuangkan Pendidikan Perempuan

Siti walidah sebagai tokoh yang bergerak dalam bidang Islam, atau
sebagai gerekan perempuan muslim Indonesia melalui Muhammadiyah dan
Aisyiyah telah membuktikan bahwa spirit Islam dapat mendorong dan
memajukan kaum perempuan dan membantah asumsi yang menyatakan bahwa
agama sebagai sebab keterbelakangan kaum perempuan. Siti Walidah bercita-
cita ingin membangun kebangsaan Indonesia dengan jiwa Islami dan
pendidikan kewanitaan sangan penting sebagai pondasi dalam mencapai
kebahagiaan hidup berumah tangga. Beliau juga selalu memberi dorongan dan
semangat kepada generasi muda agar terus berjuang dan tidak mudah pantang
mundur demi kepentingan martabat perempuan, tanah air serta bangsa

Tiya Wardah Saniyatul Husna, “Peran Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan) Dalam
16

Meningkatkan Pendidikan Kaum Perempuan” (Skripsi, Program Sastra Satu, Universitas Islam
Negeri Raden Intan Lampung, 2021),p.11.
Indonesia. Aisyiyah menjadi wadah sebagai pencerah perempuan di tengah
konteks sosial keagamaan.17

Kampung Kauman dikenal sebagai kampung paling religisu di saentero


Yogyakarta, begitupula dengan besis moral Siti Walidah atau Nyai Ahmad
Dahlan selalu tercermin dalam pertanyaan-pertanyaan beliau yang selalu
diulang-ulang yaitu:

- Menolak pribahasa Jawa yang berbunyi ‘wong wadon iku swarga


nuntut, nerakane katut wong lanang’ (perempuan itu masuk surganya
ikut suami, masuk neraka juga terikut suami).
- Melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.
- Sepi ing pamrih (berkerja tanpa pamrih).18

Peran Siti Walidah dalam memperjuangkan pendidikan perempuan


diantaranya yaitu: mewujudkan asrama putra-putri, membentuk rumah orang
miskin, dan memberantas huruf buta bagi orang-orang yang sudah lanjut usia.
Aisyiyah yang menjadi wadah realisasi konsep pemikiran Nyai Ahmad Dahlan
berkembang hingga ke berbagai daerah seperti: boyolali, pasuruan, ponorogo,
madiun, malang dan beberapa kota lain. Setiap kunjungannnya tersebut beliau
selalu memotivasi kaum perempuan setempat untuk aktif dan ikut
berpartisipasi dalam organisasi Aisyiyah.19

Penutup

Siti Walidah walaupun tidak mengenyam pendidikan formal, namun


Walidah dewasa sudah panda memotivasi murid-muridnya untuk belajar,
pergaulan yang baik sudah diterapkan sejak remaja, dengan akhlak dan sifat
terpuji, tidak membedakan kasta, pangkat, golongan atau derajad, sebab dari
kecil sudah diajarkan norma-norma agama dan adanya lingkungan yang

Ika Setiya Wati & Ragil Agustono, ‘Peran Siti Walidah dibidang Perempuan dan
17

Sosial dalam Perkembangan Aisyiyah Tahun 1917-1948’, “Jurnal Swarnadwipa”, Vol I. No 2


(2017),p.105-106.
18
Halimatussa’diyah Nst dkk, ‘Studi Analisis Pemikiran Siti Walidah’,p.133.
19
Setiya Wati & Agustono, ‘Peran Siti Walidah dibidang Perempuan dan Sosial dalam
Perkembangan Aisyiyah Tahun 1917-1948’,p.107.
mendukung. Pendidikan adalah suatu proses di mana dalam proses tersebut
seorang mendapat pengetahuan, mengembangkan pengetahuan atau
keterampilan, atau suatu proses transformasi suatu anak didik untuk mencapai
hal-hal tertentu sebagai akibat dari proses pendidikan yang diikutinya.

Kaum perempuan pada masa Siti Walidah dalam bidang pendidikan


dipandang sebagai hal yang tabu, sebab saat itu kaum perempuan tidak
dibenarkan untuk mengenyam pendidikan yang tinggi dan diperbolehkan
untuk menyelesaikan pekerjaan rumah saja. Pemikiran Siti Walidah dalam
memperjuangkan pendidikan perempuan dikenal dengan konsep ‘catur pusat’
yaitu suatu formula pendidikan yang menyatukan empat komponen. Siti
Walidah juga mendirikan pondok asrama bagi perempuan dirumahnnya pada
tahun 1918 diperuntukan menyempurnakan pendidikan perempuan, asrama ini
berkembang cukup pesat.

Aisyiyah diremsikan bertepatan dengan peringatan Isra’ Mi’raj yaitu pada


tanggal 19 Mei 1917M diketuai pertama kali oleh Siti Bariyah. Perkembangan
Aisyiyah tidak terlepas dari perjuangan Siti Walidah dalam mengangkat
harekat perempuan juga tidaklah mudah sebab ia berhadapan dengan generasi
tua yang masih memegang prinsip wanita adalah kunco wingking (teman di
belakang, di dalam rumah). Siti walidah sebagai tokoh yang bergerak dalam
bidang Islam, atau sebagai gerekan perempuan muslim Indonesia melalui
Muhammadiyah dan Aisyiyah telah membuktikan bahwa spirit Islam dapat
mendorong dan memajukan kaum perempuan dan membantah asumsi yang
menyatakan bahwa agama sebagai sebab keterbelakangan kaum perempuan.

DAFTAR PUSTAKA

A.Manilet Ohorella dkk, (1992), Peran Wanita Indonesia dalam Masa


Pergerakan Nasional, Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Amrizal Dedi, (2019), Metode Penelitian Sosial Bagi Administrais Publik,
Medan: LPDPIA.
Setyowati Hajar Nur & Muarif, (2020), Covering Aisyiyah, Yogyakarta: PT
Ircisod.
Subhan Arief dkk, (2004), Citra Perempuan dalam Islam: Pandangan Ormas
Keagamaan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Tarjo, (2019), Metode Penelitian Sistem 3X Baca, Yogyakarta: CV Budi
Utama.
Dra Zuhairini dkk, (2004), Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Saniyatul Wardah Tiya Husna, (2021), “Peran Siti Walidah (Nyai Ahmad
Dahlan) Dalam Meningkatkan Pendidikan Kaum Perempuan”. Skripsi
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Dikki Mizwar, (2019), “Dampak Kebijakan Politik Ethis Terhadap
Perkembangan Pendidikan Rakyat Palembang Tahun 1900-1942
(Sebagai Sumbangan Materi Sejarah di SMA Negeri 2 Palembang)”.
Skripsi, Universitas Muhammadiyah Palembang.
Halimatussa’diyah Nst, (2019) “Studi Analisis Kontribusi Pemikiran Siti
Walidah (Nyai Ahmad Dahlan) Terhadap Pendidikan Perempuan”.
Tesis, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.

Ardiyani Dian, (2017), ‘Konsep Pendidikan Perempuan Siti Walidah’, “Jurnal


Tajdida”, Vol XV, No 1, Juni.

Agustono Ragil & Setiya Ika Wati, (2017), ‘Peran Siti Walidah dibidang
Perempuan dan Sosial dalam Perkembangan Aisyiyah Tahun 1917-
1948’, “Jurnal Swarnadwipa”, Vol I. No 2.

Halimatussa’diyah Nst dkk, ‘Studi Analisis Pemikiran Siti Walidah (Nyai


Ahmad Dahlan) dalam Pendidikan Perempuan’, “Ihya Al-Arabiyah:
Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Arab”.

Yuristiadhi Ghifari, (2020) ‘Evolusionisme Dalam Adaptasi Sosial Masyarakat


Ngindungan Di Kampung Kauman Yogyakarta 1900-An-1970-An’,
“Jurnal Widya Citra”, Vol I, No 2.

Anda mungkin juga menyukai