Disusun oleh:
Dibimbing oleh:
Dr Bayu Febram Prasetyo, S.Si, Apt, M.Si.
Di susun oleh:
Detya Qori Nurfitri, SKH B0901201044
LEMBAR PENGESAHAN
oleh:
Detya Qori Nurfitri, SKH B0901201044
Disetujui oleh
Dr Bayu Febram Prasetyo, SSi, Apt, MSi Dr Bayu Febram Prasetyo, SSi, Apt, MSi
NIP. 19770224 200501 1 003 NIP. 19770224 200501 1 003
Diketahui oleh
Tanggal Pengesahan:
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan yang menunjang
pelayanan kesehatan yang bermutu di rumah sakit. Hal tersebut diperjelas dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit
adalah bagian yang termasuk ke dalam sistem pelayanan kesehatan rumah sakit
dengan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu,
termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat
(Rusli 2016).
Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupakan bagian yang bertanggung jawab
terhadap pengelolaan perbekalan farmasi pada rumah sakit, sedangkan Komite
Farmasi dan Terapi adalah bagian yang bertanggung jawab dalam penetapan
formularium rumah sakit. Tenaga profesional atau apoteker sangat diperlukan agar
pengelolaan perbekalan farmasi dan penyusunan formularium di rumah sakit dapat
sesuai dengan aturan yang berlaku. Pelayanan kefarmasian memiliki peran penting
sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan dalam mewujudkan pelayanan
kesehatan yang bermutu. Pelayanan Kefarmasian meliputi kegiatan mengidentifikasi,
mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. Menurut PERMENKES No. 72
Tahun 2016, Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang menjamin
seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas,
manfaat, dan keamanannya. Apoteker sebagai bagian dari tenaga kesehatan juga
bertanggung jawab dalam mewujudkan pelayanan kefarmasian yang berkualitas.
Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan
Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi
kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien
2
Tujuan
Manfaat
BAB II
TINJAUAN UMUM
Pelayanan Kefarmasian
3. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit harus menjamin ketersediaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu,
bermanfaat, dan terjangkau. Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit, harus dilakukan Pengendalian Mutu Pelayananan Kefarmasian yang meliputi
monitoring dan evaluasi (monev).
Praktik Kefarmasian merupakan kegiatan yang dilakukan oleh tenaga farmasi
dalam menjalankan pelayanan farmasi yang meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua)
kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan
farmasi klinik berkaitan secara langsung dengan penderita. Pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab pelayanan kefarmasian di rumah sakit harus memiliki standar yang
berfungsi sebagai tolak ukur yang digunakan untuk pedoman bagi tenaga kefarmasian
dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kegiatan tersebut
harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan (Rusli 2016).
Definisi
Rumah sakit hewan merupakan tempat usaha jasa pelayanan medik veteriner
yang dikelola oleh suatu manajemen tertentu dan terdapat dokter hewan sebagai
penanggung jawab serta terdapat fasilitas untuk pengamatan hewan yang mendapat
gangguan kesehatan tertentu, pelayanan gawat darurat, laboratorium diagnostik, rawat
inap, unit penanganan intensif, ruang isolasi, dan dapat menerima jasa layanan medik
5
veteriner yang bersifat rujukan. Rumah Sakit Hewan Institut Pertanian Bogor (RSH
IPB) merupakan rumah sakit hewan yang dioperasikan oleh IPB dan telah berdiri
selama 19 tahun.
Sejarah
Rumah sakit hewan pendidikan FKH IPB terletak di Kabupaten Bogor tepatnya
di jalan Agatis Kampus IPB Dramaga Bogor dengan nomor telepon 0251- 8425503
dan fax 0251-8629467/8421134. Awalnya rumah sakit hewan IPB dikelola oleh Tim
Managemen Fakultas Kedokteran Hewan IPB sesuai dengan SK Rektor IPB
No.052/K.13.12.1/KP/2000. Perubahan pelaporan pertanggung jawaban langsung di
bawah rektor IPB dilakukan pada bulan Juli 2003, sedangkan pada bulan Mei 2015,
RSH IPB bertransformasi kembali menjadi Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Pusat pelayanan kesehatan RSHP FKH
IPB terdiri dari 2 lokasi, yaitu di kampus IPB Dramaga dan Klinik Hewan Taman
Kencana.
Struktur organiasi
Sejak dilakukan transformasi RSHP FKH IPB dijalankan oleh 19 orang staf, 7
orang pegawai, dan 7 dokter hewan. Prof Deni Noviana, PhD, DAICVIM merupakan
kepala RSHP FKH IPB saat ini dan dibantu oleh beberapa kepala bagian. Struktur
lengkap organisasi RSHP FKH IPB ditamp ilkan pada Gambar 1.
Pengarah RSHP FKH IPB
Dekan
Prof Srihadi Agungpriyono, PhD, PAVEt (K)
pelayanan umum dan spesialis, pelayanan langsung pada pasien serta pelayanan klinis
yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar dan Amalia 2004).
Instalasi Farmasi rumah sakit berfungsi sebagai tempat pengelolaan pembekalan
farmasi serta memberikan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat
kesehatan. Pelayanan farmasi di rumah sakit minimal terdiri dari kepala instalasi
farmasi rumah sakit, administrasi farmasi, pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan
farmasi klinik, dan manajemen mutu (Kemenkes 2004).
ke dalam penyakit ringan serta tidak membutuhkan pelayanan medis yang intensif
akan menjadi pasien rawat jalan. Apabila hewan membutuhkan pelayanan medis yang
intensif, maka akan dilakukan rawat inap pada pasien. Distribusi obat rawat inap di
Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP) FKH IPB diawali dengan dilakukan
pemeriksaan, kemudian pengobatan oleh dokter hewan.
1. Rawat Inap
Pasien rawat inap merupakan pasien yang tinggal di rumah sakit
paling sedikit menginap satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksana
pelayanan kesehatan tempat pasien melakukan chek up atau rujukan dari
rumah sakit lain.
a. Distribusi Rawat Inap
Pelayanan resep untuk pasien rawat inap sama seperti pasien rawat
jalan. Setelah pemeriksaan, dokter akan memberikan resep pengobatan
untuk pasien selama rawat inap. Resep didistribusikan ke layanan
farmasi, yaitu apotek di RSHP, lalu dilakukan pemeriksaan untuk
melihat kelengkapan resep dan ketersediaan, serta harga obat di layanan
farmasi. Setelah itu, dilakukan peracikan obat sesuai dengan resep.
Distribusi obat untuk pasien rawat inap didistribusikan setiap waktu
pemberian obat ke penanggungjawab pasien rawat inap yang ada di
RSHP, sehingga tidak didistribusikan secara menyeluruh. Petugas
farmasi setiap jam pemberian obat akan memberikan obat setiap pasien
ke masing-masing penanggunjawab pasien tersebut. Penanggungjawab
pasien yang akan memberikan obat yang sudah dibuat oleh petugas
farmasi kepada pasien.
b. Penyimpanan
Penyimpanan obat untuk pasien rawat inap dilakukan di apotek
RSHP. Semua obat untuk pasien rawat jalan berada dalam tanggung
jawab apoteker. Ketika jam pemberian obat, maka petugas farmasi akan
mengantar ke poli rawat inap dan memberikan kepada
penanggungjawab pasien. Obat disimpan di dalam plastik beretiket dan
11
2. Rawat jalan
Rawat jalan adalah pelayanan medis pada pasien dengan tujuan
observasi diagnosa, pengobatan, rehabilitasi medik, dan pelayanan
kesehatan lainnya, tanpa mengharuskan pasien untuk dirawat inap. Pasien
yang melakukan perawatan kesehatan di rumah tanpa pengawasan dokter
atau perawat, sepenuhnya tanggung jawab ada pada penanggung jawab
pasien
a. Pelayanan Non Resep
Pelayanaan obat non Resep merupakan pelayanaan pada pasien
yang ingin melakukan pengobataan sendiri atau swamedikasi. Obat-
obat yang dapat digunakan tanpa resep yaitu obat yang wajib dari
apotek, obat bebas terbatas, dan obat bebas. Rumah sakit Hewan
memberikan pelayanan non resep jika stok obat yang di butuhkan tidak
tersedia di apotek, maka pemilik hewan akan membeli obat-obat yang di
butuhkan di apotek lain dengan resep yang sudah di tuliskan oleh dokter
hewan. Selain itu pelayanan non resep dilakukan jika dokter hewan
memutuskan untuk memberikan terapi tanpa melibatkan obat.
b. Pelayanan Resep
Pelayanan resep bagi pasien rawat jalan didapat dengan adanya
resep dari dokter hewan setelah dilakukan pemeriksaan. Dokter hewan
akan memberikan resep jika dibutuhkan pengobatan untuk pasien. Resep
kemudian diberikan ke layanan farmasi untuk diracik. Sebelum proses
peracikan, petugas farmasi akan skrining resep dan mempersiapkan
obat-obatan yang dibutuhkan dan melihat daftar harga obat tersebut.
Obat-obatan yang sudah diracik, diberikan ke bagian administrasi untuk
dilakukan pendataan dan setelah itu obat diberikan ke pemilik hewan.
12
BAB III
PEMBAHASAN
Pada hewan pendamping penyakit kulit bisa jadi karena parasitisme, bakteri,
jamur dermatofita, alergi, penyakit imunologi, terkait nutrisi dermatosis, gangguan
hormonal, dan beberapa jenis kanker kulit (Malinovschi et al. 2009). Dermatofitosis
adalah infeksi jamur paling umum pada anjing dan kucing, sangat menular tetapi
tidak mengancam jiwa, dapat diobati dan disembuhkan, mudah tertular melalui
kontak langsung dan penting zoonosis (Moriello 2014). Jamur ini diklasifikasikan
menurut habitatnya di antropofilik, geofilik, dan zoofilik (Mattei et al. 2014). Utama
Agen etiologi adalah Microsporum canis, Microsporum gypseum dan Trichophyton
menthagrophytes (Lewis et al. 1991).
Kejadian dermatofitosis oleh M. canis pada kucing dilaporkan lebih tinggi
dibanding pada anjing (Soedarmanto et al. 2020). Menurut Outerbridge (2006) gejala
klinis hewan penderita dermatophytosis meliputi alopesia, eritema,papula, pustula,
bersisik dan berkerak. Peradangan pada pinggir lesi yang ditemukandi daerah wajah
dan badan merupakan lesi tipe klasik yang sering ditemukan. Patogenesis
dermatofitosis tergantung pada faktor lingkungan, antara lain iklim yang panas,
higiene perseorangan, sumber penularan, penggunaan obatobatan steroid, antibiotik
dan sitostatika, imunogenitas dan kemampuan invasi organisme, lokasi infeksi serta
respon imun dari pasien.
Metode diagnosis dermatofitosis dapat dilakukan baik secara konvensional
maupun molekuler. Lampu Wood’s adalah perangkat yang sering digunakan untuk
mengetahui adanya invasi dermatofit pada permukaan kulit dan rambut. Metode lain
dengan pemeriksaan langsung kerokan rambut dan kulit di bawah mikroskop atau
kultur sampel kerokan kulit dan rambut. Kedua metode tersebut dapat saling
melengkapi untuk meneguhkan diagnosis (Bond, 2010).
14
Fluconazole
Nama paten : Diflucan®, Fluconazole®
Bentuk sediaan : Oral: 50 mg, 150 mg, 200 mg capsules; 40 mg/ml suspension.
Injectable: 2 mg/ml solution
Dosis : Dermatofitosis, kriptokokosis hidung: 5 mg / kg p.o. q24h. Untuk
dermatofitosis diberikan selama 3 periode 7 hari, dengan 7 hari
tanpa perawatan di antaranya.
Anjing, Kucing: Kandidiasis urin: 5–10 mg / kg q24h.
Mekanisme : Penghambatan sintesis ergosterol dalam sel jamur membran,
sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding sel dan
memungkinkan kebocoran konten seluler melawan Malassezia,
Cryptococcus, Candida dan Coccidioides.
Indikasi : Efektif melawan Blastomyces, Candida, Cryptococcus, Infeksi
Coccidioides, Histoplasma dan Microsporum dan sangat efektif
melawan infeksi Aspergillus dan Penicillium. Itu mencapai
konsentrasi terapeutik di SSP dan saluran pernapasan. Ini
diekskresikan oleh ginjal, menghasilkan konsentrasi tinggi dalam
urin. Kurangi dosis pada hewan dengan gangguan ginjal dan
penyakit hati. Obat ini harus digunakan sampai tanda klinis teratasi
dan organisme tidak lagi hadir; ini bisa memakan waktu hingga 2
bulan beberapa kasus. (Ramsey 2017)
Kontraindikasi : Jangan digunakan pada hewan bunting / menyusui
Interaksi obat : Flukonazol (karena penghambatan sitokrom Enzim hati yang
bergantung pada P450) dapat meningkatkan teofilin plasma
konsentrasi. Pada manusia, flukonazol telah menyebabkan toksisitas
terfenadine ketika kedua obat diberikan bersamaan. Flukonazol
meningkatkan kadar darah ciclosporin Interaksi obat :
15
Contoh sediaan :
Miconazole
Nama paten : Adaxio®, Easotic®, Malaseb®, Surolan®, Daktarin®
Bentuk sediaan : Topikal: sampo 2% (Adaxio); 2% krim / bedak (Daktarin); 15,1
mg/ml dengan hidrokortison dan gentamisin (Easotik);2% sampo
(Malaseb); 23 mg / ml suspensi dengan prednisolon dan polymyxin
(Surolan).
Dosis : Anjing:
Otitis jamur: 2-12 tetes di telinga yang terkena setiap 12-24 jam
(Surolan). 1 ml per telinga q24j selama 5 hari (Easotic).
Dermatofitosis: oleskan selapis tipis krim secara topikal area dua
kali sehari. Lanjutkan selama 2 minggu setelah penyembuhan
klinis dan kultur jamur negatif.
Malasseziadermatitis: keramas dua kali seminggu sampai timbul
gejala klinis tanda-tanda mereda dan mingguan setelahnya atau
jika perlu untuk menjaga kondisi terkendali (Malaseb, Adaxio).
Kucing:
Otitis jamur: dosis untuk anjing.
Dermatofitosis: topikal; dosis untuk anjing.
Microsporum canis: keramas dua kali seminggu saat pemberian
itrakonazol selama 6–10 minggu atau sampai sikat rambut negatif
16
Interaksi obat :-
Contoh sediaan :
Itraconazole
Nama paten : Itrafungol®, Sporanox®
Bentuk sediaan : Oral: 100 mg kapsul, 10 mg/ml oral solution.
Dosis : Penggunaan umum: 5 mg / kg p.o. q24h. 4–20 minggu pengobatan
mungkin diperlukan, tergantung pada hasil kultur. Nadi dosis (7 hari
aktif, 7 hari libur) telah dijelaskan untuk dermatofitosis pada kucing.
Mekanisme : Agen antijamur triazol yang menghambat sitokrom sistem yang
terlibat dalam sintesis ergosterol dalam sel jamur membran,
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding sel dan
memungkinkan kebocoran konten seluler.
17
Efek samping : Muntah, diare, anoreksia, air liur, depresi dan apatis, sakit perut,
toksikosis hati, ulseratif dermatitis, edema tungkai, dan kadang-
kadang obat kulit yang serius letusan telah dilaporkan. Masuk akal
untuk menganggap terkait dosis penekanan fungsi adrenal (mirip
dengan yang dijelaskan untuk ketokonazol).
Contoh Sediaan :
Glyseofluvin
Nama paten : Fulvicin®
Bentuk sediaan : -Tablet 125, 250, 500 mg
- Suspensi oral 25 mg/kg
- Sirup oral 125 mg/ml
Dosis : 50 mg/kg s24j PO (dosis maksimum 110-132 mg/kg/hari dibagi
menjadi bebarapa dosis) ( Wientarsih et. al 2017)
Mekanisme : Griseofulvin bekerja pada jamur yang rentan dengan mengganggu
struktur spindel mitosis sel, menghentikan metafase pembelahan
sel. Griseofulvin memiliki aktivitas melawan spesies Trichophyt on,
Microsporum dan Epidermophyton. Hanya pertumbuhan rambut
dan kuku baru yang tahan terhadap infeksi. Ini tidak memiliki
aktivitas antibakteri dan tidak secara klinis berguna melawan jamur
patogennya, termasuk ragi Malassezia.
Indikasi : Digunakan pada anjing dan kucing untuk mengobati infeksi jamur
dermatofitik pada kulit, rambut dan cakar, dan untuk obati kurap
(yang disebabkan oleh T. equinum dan M. gypseum) pada kuda. Ini
juga telah digunakan pada hewan laboratorium dan ruminansia
untuk indikasi yang sama. Tablet oral Anjing dan kucing yang
disetujui FDA tidak lagi dipasarkan di AS, tetapi tersedia dalam
bentuk sediaan untuk manusia.
19
Contoh Sediaan :
Thiabendazole
Nama paten : Adaxio®, Easotic®, Malaseb®, Surolan®, Daktarin®
Bentuk sediaan : Topikal: sampo 2% (Adaxio); 2% krim / bedak (Daktarin); 15,1
mg/ml dengan hidrokortison dan gentamisin (Easotik);2% sampo
(Malaseb); 23 mg / ml suspensi dengan prednisolon dan polymyxin
(Surolan).
Dosis : Anjing:
Otitis jamur: 2-12 tetes di telinga yang terkena setiap 12-24 jam
(Surolan). 1 ml per telinga q24j selama 5 hari (Easotic).
Dermatofitosis: oleskan selapis tipis krim secara topikal area dua
kali sehari. Lanjutkan selama 2 minggu setelah penyembuhan
klinis dan kultur jamur negatif.
20
Contoh Sediaan :
Seekor kucing persia jantan berumur 2 tahun dengan berat badan 2 kg dicurigai
dermatofitosis dibawa ke Klinik Hewan Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas
21
Gadjah Mada. Dalam hal ini, kami menggunakan kombinasi lisan dan antijamur
topikal. Kucing itu dirawat karena dermatofitosis dengan Itraconazole secara oral,
sekali Setiap hari selama 20 hari dan ketoconazole topikal dua kali sehari selama 35
hari, masing-masing.
Dosis
Gejala Klinis Obat Frekuensi Perhitungan
Pemberian
Bercak rambut rontok di kulit
kepala, bersisik, garuk, 50 mg/kg x 3 kg =
1 x sehari
pengerasan kulit kepala dan 150 mg
Itraconazole 50 mg/kg selama 20
terdapat alopecia pada bagian 150 mg x 1 x 14
hari
kepala. kepala dan telinga. hari = 2100 mg
Pemeriksaan lampu Wood
mencari fluoresensi pada
batang rambut dan rambut
yang terinfeksi menunjukkan
fluorescent hijau di kepala dan 2 x sehari
-
telinga. Pemeriksaan dengan ketoconazole Secukupnya selama 35
10% kalium hidroksida (KOH) hari
negatif untuk hifa,
mikrokonidias dan
makrokonidias
22
Penulisan Resep
KLINIK HEWAN
Drh. Detya Qori Nurfitri
Alamat: Jl. Dramaga, No. 21, Bogor, Tlp. 0821 xxxxxx
Jam Praktik: Senin-Jum’at (15.00-18.00 WIB)
SIP.021/SIP/BG/2019
Bogor, 4 September 2020
R/ Itraconazole tab 150 mg
m.f.pulv.da in caps. d.t.d No. XX
s.1.d.d. 1 cap p.c.
--------------------------------------------------------------------- ᶘ
BAB IV
PENUTUP
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA