Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN TUGAS INDIVIDU

INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT HEWAN


PENDIDIKAN FKH IPB DAN PENGOBATAN KASUS
RINGWORM PADA KUCING

Disusun oleh:

Detya Qori Nurfitri, SKH B0901201044


Kelompok A PPDH Semester Ganjil Periode 2020/2021

Dibimbing oleh:
Dr Bayu Febram Prasetyo, S.Si, Apt, M.Si.

BAGIAN RESEPTIR DAN APLIKASI OBAT


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
ii

LAPORAN KEGIATAN RESEPTIR DAN APLIKASI OBAT


PELAYANAN KEFARMASIAN RUMAH SAKIT DAN
PENGOBATAN KASUS RINGWORM PADA KUCING

Di susun oleh:
Detya Qori Nurfitri, SKH B0901201044

Laporan Kegiatan Reseptir dan Aplikasi Obat


sebagai salah satu syarat menyelesaikan
Mata Kuliah Reseptir dan Aplikasi Obat

BAGIAN RESEPTIR DAN APLIKASI OBAT


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
iii

LEMBAR PENGESAHAN

PROGRAM PENDIDIKAN KEDOKTERAN HEWAN


LAPORAN AKHIR ILMU RESEPTIR DAN APLIKASI OBAT

oleh:
Detya Qori Nurfitri, SKH B0901201044

Disetujui oleh

Koordinator Mata Kuliah Ilmu Reseptir Dosen Pembimbing


Divisi Farmasi Veteriner Divisi Farmasi Veteriner

Dr Bayu Febram Prasetyo, SSi, Apt, MSi Dr Bayu Febram Prasetyo, SSi, Apt, MSi
NIP. 19770224 200501 1 003 NIP. 19770224 200501 1 003

Diketahui oleh

Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan


Fakultas Kedokteran Hewan IPB

Prof Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet


NIP. 19630810 198803 1 004

Tanggal Pengesahan:
1

BAB 1
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan yang menunjang
pelayanan kesehatan yang bermutu di rumah sakit. Hal tersebut diperjelas dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit
adalah bagian yang termasuk ke dalam sistem pelayanan kesehatan rumah sakit
dengan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu,
termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat
(Rusli 2016).
Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupakan bagian yang bertanggung jawab
terhadap pengelolaan perbekalan farmasi pada rumah sakit, sedangkan Komite
Farmasi dan Terapi adalah bagian yang bertanggung jawab dalam penetapan
formularium rumah sakit. Tenaga profesional atau apoteker sangat diperlukan agar
pengelolaan perbekalan farmasi dan penyusunan formularium di rumah sakit dapat
sesuai dengan aturan yang berlaku. Pelayanan kefarmasian memiliki peran penting
sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan dalam mewujudkan pelayanan
kesehatan yang bermutu. Pelayanan Kefarmasian meliputi kegiatan mengidentifikasi,
mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. Menurut PERMENKES No. 72
Tahun 2016, Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang menjamin
seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas,
manfaat, dan keamanannya. Apoteker sebagai bagian dari tenaga kesehatan juga
bertanggung jawab dalam mewujudkan pelayanan kefarmasian yang berkualitas.
Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan
Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi
kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien
2

(patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care)


(Kawahe et al. 2015). Tidak hanya pada bidang kedokteran umum maupun
kedokteran gigi, perkembangan tersebut juga terjadi di bidang kedokteran hewan
yang ditandai dengan adanya usaha peningkatan mutu pelayanan kefarmasian pada
tempat-tempat pelaksanaan jasa medik veteriner. Peningkatan mutu tersebut salah
satunya adalah dengan pembentukan formularium untuk menentukkan obat mana saja
yang disepakati untuk digunakan oleh staf medis misalnya pada kasus pengobatan
terhadap anjing yang sedang bunting. Oleh karena itu, sangat penting bagi
mahasiswa Program Pendidikan Profesi Dokter Hewan untuk memahami dan
mengaplikasikan Ilmu Reseptir dan Aplikasi Obat sehingga peningkatan mutu
pelayanan kefarmasian di bidang kedokteran hewan dapat tercapai.

Tujuan

Penulisan makalah ini bertujuan mengetahui dan mempelajari sistem pelayanan


kefarmasian di tempat pelayanan jasa medik veteriner serta mengetahui dan
mempelajari jenis sediaan obat atau obat-obatan untuk kasus ringworm pada kucing.

Manfaat

Penulisan makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan


dalam bidang jasa pelayanan medik veteriner terutama terhadap sistem pelayanan
kefarmasian di tempat pelayanan jasa medik veteriner serta pemilihan obat yang tepat
kasus ringworm pada kucing
3

BAB II
TINJAUAN UMUM

Pelayanan Jasa Medik Veteriner

Menurut Permentan No.02/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Pedoman


Pelayanan Jasa Medik Veteriner menjelaskan bahwa pelayanan jasa medik veteriner
adalah kegiatan pelayanan jasa yang berkaitan dengan kompetensi dokter hewan yang
diberikan kepada masyarakat dalam rangka penyelenggaraan praktik kedokteran
hewan. sementara itu, dokter hewan adalah orang yang memiliki profesi di bidang
kedokteran hewan, sertifikat kompetensi, dan kewenangan medik veteriner dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan hewan. Pelayanan kesehatan hewan adalah
serangkaian kegiatan yang meliputi pelayanan jasa laboratorium veteriner, jasa
pemeriksaan dan pengujian veteriner, jasa medik veteriner, dan/atau jasa di pusat
kesehatan hewan/ pos kesehatan hewan.

Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang sekaligus revenue center


bagi rumah sakit, karena lebih dari 90% pelayanan kesehatan menggunakan
perbekalan farmasi dan 50% dari seluruh pemasukan rumah sakit berasal dari
perbekalan farmasi (Tjahjani 2004). Standar Pelayanan Kefarmasian merupakan
tolok ukur yang digunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian (PMK No.58 2014/Keputusan Menteri
Kesehatan sebelumnya adalah No.1197 Tahun 2004). Praktek pelayanan kefarmasian
merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan meliputi tindakan mengidentifikasi,
mencegah, dan menyelesaikan masalah obat, serta masalah yang berhubungan dengan
kesehatan. Standar Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit bertujuan untuk:
1. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
2. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
4

3. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit harus menjamin ketersediaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu,
bermanfaat, dan terjangkau. Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit, harus dilakukan Pengendalian Mutu Pelayananan Kefarmasian yang meliputi
monitoring dan evaluasi (monev).
Praktik Kefarmasian merupakan kegiatan yang dilakukan oleh tenaga farmasi
dalam menjalankan pelayanan farmasi yang meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua)
kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan
farmasi klinik berkaitan secara langsung dengan penderita. Pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab pelayanan kefarmasian di rumah sakit harus memiliki standar yang
berfungsi sebagai tolak ukur yang digunakan untuk pedoman bagi tenaga kefarmasian
dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kegiatan tersebut
harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan (Rusli 2016).

Rumah Sakit Hewan Pendidikan FKH IPB

Definisi
Rumah sakit hewan merupakan tempat usaha jasa pelayanan medik veteriner
yang dikelola oleh suatu manajemen tertentu dan terdapat dokter hewan sebagai
penanggung jawab serta terdapat fasilitas untuk pengamatan hewan yang mendapat
gangguan kesehatan tertentu, pelayanan gawat darurat, laboratorium diagnostik, rawat
inap, unit penanganan intensif, ruang isolasi, dan dapat menerima jasa layanan medik
5

veteriner yang bersifat rujukan. Rumah Sakit Hewan Institut Pertanian Bogor (RSH
IPB) merupakan rumah sakit hewan yang dioperasikan oleh IPB dan telah berdiri
selama 19 tahun.

Sejarah
Rumah sakit hewan pendidikan FKH IPB terletak di Kabupaten Bogor tepatnya
di jalan Agatis Kampus IPB Dramaga Bogor dengan nomor telepon 0251- 8425503
dan fax 0251-8629467/8421134. Awalnya rumah sakit hewan IPB dikelola oleh Tim
Managemen Fakultas Kedokteran Hewan IPB sesuai dengan SK Rektor IPB
No.052/K.13.12.1/KP/2000. Perubahan pelaporan pertanggung jawaban langsung di
bawah rektor IPB dilakukan pada bulan Juli 2003, sedangkan pada bulan Mei 2015,
RSH IPB bertransformasi kembali menjadi Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Pusat pelayanan kesehatan RSHP FKH
IPB terdiri dari 2 lokasi, yaitu di kampus IPB Dramaga dan Klinik Hewan Taman
Kencana.

Visi dan Misi


Rumah sakit hewan pendidikan fakultas kedokteran hewan IPB sebagai rumah
sakit hewan pendidikan rujukan spesialis dan terpilih yang terdepan, professional,
mandiri, bermartabat, dan mengabdi kepada kepentingan dan kemakmuran bangsa
Indonesia. Misi RSHP FKH IPB berupa misi pada aspek pendidikan, penelitian, dan
pengabdian. Aspek pendidikan RSHP FKH IPB menjadi sarana untuk melatih
kemampuan praktik mahasiswa tingkat D3, SKH, PPDH, dan menunjang program
spesialis serta pengembangan pendidikan profesional berkelanjutan. Aspek
penelitian RSHP FKH IPB memiliki sarana dan prasarana untuk melakukan
penelitian dasar dan terapan termasuk penyiapan hewan laboratorium serta fasilitas
yang terstandar dengan memperhatikan kaidah-kaidah etik penggunaan hewan. Aspek
pengabdian RSHP FKH IPB melakukan pelayanan kesehatan hewan kepada
masyarakat berupa pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, dan pencegahan termasuk
penyakit-penyakit zoonosis.
6

Struktur organiasi
Sejak dilakukan transformasi RSHP FKH IPB dijalankan oleh 19 orang staf, 7
orang pegawai, dan 7 dokter hewan. Prof Deni Noviana, PhD, DAICVIM merupakan
kepala RSHP FKH IPB saat ini dan dibantu oleh beberapa kepala bagian. Struktur
lengkap organisasi RSHP FKH IPB ditamp ilkan pada Gambar 1.
Pengarah RSHP FKH IPB
Dekan
Prof Srihadi Agungpriyono, PhD, PAVEt (K)

Penanggung jawab RSHP FKH IPB


Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan
Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet

Kepala RSHP FKH IPB


Prof Drh Deni Noviana, PhD, DAICVIM

Kabid Medik dan Pendidikan Profesi


Kabid Keuangan dan Administrasi Dokter Hewan Kabid Pengembangan dan Informasi
Dr Drh Andriyanto, MSi Prof Drh Deni Noviana, PhD, DAICVIM Drh Arni Diana Fitri
Drh Fakhrul Ulum, MSi

Koordinator Poliklinik dan Rawat Inap Koordinator Laboratorium Diagnostik


Drh Erly Rezky Aditya Drh Tri Isyani Tungga Dewi

Koordinator Bedah dan Radiologi Koordinator Patologi


Drh Budhy Jasa Widyananta, MSi Drh Vetnizah JUantito, PhD

Koordinator Reproduksi dan Kebidanan Koordinator Laboratorium KESMAVET


Dr Drh Yudi, MSi Drh Ardilasus Wicaksono, MSi

Koordinator Reseptir dan Aplikasi Obat


Dr Bayu Febram Prasetyo, SSi, Apt, MSi

Koordinator Penelitian dan


Koordinator Hewan Laboratorium Koordinator Pengayoman Satwa
Pengembangan (Litbang)
Drh Andi Aulia Mustika, MSi Drh Danny Umbu I K
Drh Gunanti, MS

Gambar 1 Struktur organisasi RSHP FKH IPB

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Hewan Pendidikan FKH IPB

Definisi dan Struktur Organisasi


Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupakan bagian di suatu rumah sakit yang
berguna sebagai tempat penyelenggaraan kegiataan kefarmasiaan yang ditujukan
untuk keperluaan rumah sakit. Kegiatan kefarmasian meliputi perencanaan,
pengadaan, penyimpanan perbekalan farmasi, pengeluaran obat berdasarkan resep
bagi pasien rawat inap dan rawat jalan, pengendalian mutu, pengendalian distribusi
7

pelayanan umum dan spesialis, pelayanan langsung pada pasien serta pelayanan klinis
yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar dan Amalia 2004).
Instalasi Farmasi rumah sakit berfungsi sebagai tempat pengelolaan pembekalan
farmasi serta memberikan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat
kesehatan. Pelayanan farmasi di rumah sakit minimal terdiri dari kepala instalasi
farmasi rumah sakit, administrasi farmasi, pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan
farmasi klinik, dan manajemen mutu (Kemenkes 2004).

Pengelolaan Pembekalan Farmasi


Menurut Kepmenkes No.1197/Menkes/SK/X/2004, pengelolaan pembekalan
farmasi terdiri dari perencanaan, pengadaan, pembelian, penyimpanan, dan distribusi.
1. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis,
jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan
anggaran untuk menghindari kekosongan persediaan obat. Pedoman
perencanaan instalasi farmasi meliputi daftar obat esensial nasional
(DOEN), formularium rumah sakit hewan, standar terapi rumah sakit
hewan, ketentuan yang berlaku pada rumah sakit hewan, data catatan
medik, anggaran yang tersedia, penetapan skala prioritas, siklus penyakit,
sisa persediaan, data pemakaian periode sebelumnya, serta rencana
pengembangan. Tahapan perencanaan kebutuhan pembekalan farmasi yaitu
pemilihan, komplikasi, dan perhitungan kebutuhan (Depkes 2006).
2. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merelisasikan kebutuhan
yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi atau
pembuatan sediaan farmasi, sumbangan (drooping atau hibah).
Pembelian dengan penawaran yang kompetitif (tender) merupakan suatu
metode yang penting untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara
mutu dan harga. Jika ada dua atau lebih pemasok, apoteker harus
mendasarkan pada kriteria yaitu mutu produk, reputasi produsen, harga,
8

syarat kelegalan produk, ketepatan waktu pengiriman, mutu pelayanan


pemasok, tingkat kepercayaan, kebijakan tentang barang yang
dikembalikan, dan pengemasan. Tujuan pengadaaan adalah mendapatkan
perbekalan farmasi dengan harga yang terjangkau, mutu yang baik,
pengiriman barang terjamin, dan tepat waktu. Hal penting yang harus
diperhatikan dalam pengadaan, yaitu pengadaan dilakukan secara teliti
untuk menghindari harga yang lebih tinggi, penyusunan dan persyaratan
kontrak kerja, dan order dilakukan sesuai barang, waktu, dan tempat.
3. Pembelian
Pembelian merupakan proses pengadaan untuk mendapatkan
pembekalan farmasi. Ada empat metode pada proses pembelian yaitu
tender terbuka, tender terbatas, pengembalian dengan tawar-menawar,
dan pembelian langsung. Tender terbuka, berlaku untuk semua rekanan
yang terdaftar dan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Tender
terbatas atau sering disebut lelang tertutup hanya dilakukan pada rekanan
tertentu yang sudah terdaftar dengan riwayat yang baik. Pembelian
dengan tawar-menawar, dilakukan bila item tidak penting, tidak banyak,
dan biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu.
Pembelian langsung biasanya untuk pembelian dalam jumlah kecil, perlu
segera tersedia dengan harga tertentu sehingga relatif lebih mahal.
4. Penyimpanan
Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan dan memelihara perbekalan
farmasi yang diterima pada tempat yang aman dan terhindar dari gangguan
yang dapat menyebabkan kerusakan. Penyimpanan bertujuan untuk
memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak
bertanggung jawab, menjaga ketersediaan, dan memudahkan pencarian
serta pengawasan. Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas
terapi, menurut bentuk sediaan, dan abjad dengan menerapkan prinsip first
in first out (FIFO) dan first expired first out (FEFO), serta sistem informasi
yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
9

Penyimpana perbekalan farmasi biasanya diletakan di gudang


penyimpanan. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang
bangunan gudang adalah kemudahan bergerak, memiliki sirkulasi udara
yang baik, tempat penyimpanan obat, kondisi penyimpanan khusus untuk
sediaan obat psikotropika dan vaksin, serta dilengkapi dengan alat pencegah
kebakaran. Pengaturan penyimpanan obat digudang dapat dikelompokkan
menjadi 7 berdasarkan kelompok farmakologi terapeutik , indikasi klinik ,
kelompok alphabetis, tingkat penggunaan , bentuk sediaan , random bin,
maupun kode barang. Selain itu penyimpanan harus dalam temperatur
yang sesuai dan sediaan obat disimpan dalam keadaan yang mudah
terambil sehingga tetap terlindung dari kerusakan (Siregar dan Amalia
2003).
5. Distribusi
Distribusi merupakan kegiatan penyebarluasan perbekalan farmasi di
rumah sakit untuk pelayanan proses terapi pengobatan pasien rawat inap
maupun rawat jalan. Tujuan pendistribusian adalah tersedianya perbekalan
farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, jenis, dan jumlah sediaan
obat. Jenis sistem distribusi meliputi resep perorangan, persediaan lengkap
di ruangan instalasi rumah sakit, dan sistem distribusi dosis di setiap unit
satelit instalasi farmasi yang ada di rumah sakit.

Pengelolaan Pelayanan Resep


Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan sarana bagi masyarakat
dalam memperoleh sediaan obat. Hal ini merupakan salah satu unsur pelayanan di
rumah sakit yang saat ini tengah berkembang. Pelayanan sebelumnya berorientasi
pada produk kemudian berubah menjadi memberikan pelayanan termasuk pelayanan
farmasi klinik yang terjangkau kepada pasien dalam memperoleh dan menggunakan
obat dengan tepat (Depkes RI 2014).
Pasien yang melakukan pemeriksaan di RSHP FKH IPB dikategorikan
berdasarkan keparahan serta kebutuhan tindakan medis. Hewan yang dikategorikan
10

ke dalam penyakit ringan serta tidak membutuhkan pelayanan medis yang intensif
akan menjadi pasien rawat jalan. Apabila hewan membutuhkan pelayanan medis yang
intensif, maka akan dilakukan rawat inap pada pasien. Distribusi obat rawat inap di
Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP) FKH IPB diawali dengan dilakukan
pemeriksaan, kemudian pengobatan oleh dokter hewan.
1. Rawat Inap
Pasien rawat inap merupakan pasien yang tinggal di rumah sakit
paling sedikit menginap satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksana
pelayanan kesehatan tempat pasien melakukan chek up atau rujukan dari
rumah sakit lain.
a. Distribusi Rawat Inap
Pelayanan resep untuk pasien rawat inap sama seperti pasien rawat
jalan. Setelah pemeriksaan, dokter akan memberikan resep pengobatan
untuk pasien selama rawat inap. Resep didistribusikan ke layanan
farmasi, yaitu apotek di RSHP, lalu dilakukan pemeriksaan untuk
melihat kelengkapan resep dan ketersediaan, serta harga obat di layanan
farmasi. Setelah itu, dilakukan peracikan obat sesuai dengan resep.
Distribusi obat untuk pasien rawat inap didistribusikan setiap waktu
pemberian obat ke penanggungjawab pasien rawat inap yang ada di
RSHP, sehingga tidak didistribusikan secara menyeluruh. Petugas
farmasi setiap jam pemberian obat akan memberikan obat setiap pasien
ke masing-masing penanggunjawab pasien tersebut. Penanggungjawab
pasien yang akan memberikan obat yang sudah dibuat oleh petugas
farmasi kepada pasien.
b. Penyimpanan
Penyimpanan obat untuk pasien rawat inap dilakukan di apotek
RSHP. Semua obat untuk pasien rawat jalan berada dalam tanggung
jawab apoteker. Ketika jam pemberian obat, maka petugas farmasi akan
mengantar ke poli rawat inap dan memberikan kepada
penanggungjawab pasien. Obat disimpan di dalam plastik beretiket dan
11

diletakkan secara rapi sesuai jam pemberian obat.

2. Rawat jalan
Rawat jalan adalah pelayanan medis pada pasien dengan tujuan
observasi diagnosa, pengobatan, rehabilitasi medik, dan pelayanan
kesehatan lainnya, tanpa mengharuskan pasien untuk dirawat inap. Pasien
yang melakukan perawatan kesehatan di rumah tanpa pengawasan dokter
atau perawat, sepenuhnya tanggung jawab ada pada penanggung jawab
pasien
a. Pelayanan Non Resep
Pelayanaan obat non Resep merupakan pelayanaan pada pasien
yang ingin melakukan pengobataan sendiri atau swamedikasi. Obat-
obat yang dapat digunakan tanpa resep yaitu obat yang wajib dari
apotek, obat bebas terbatas, dan obat bebas. Rumah sakit Hewan
memberikan pelayanan non resep jika stok obat yang di butuhkan tidak
tersedia di apotek, maka pemilik hewan akan membeli obat-obat yang di
butuhkan di apotek lain dengan resep yang sudah di tuliskan oleh dokter
hewan. Selain itu pelayanan non resep dilakukan jika dokter hewan
memutuskan untuk memberikan terapi tanpa melibatkan obat.

b. Pelayanan Resep
Pelayanan resep bagi pasien rawat jalan didapat dengan adanya
resep dari dokter hewan setelah dilakukan pemeriksaan. Dokter hewan
akan memberikan resep jika dibutuhkan pengobatan untuk pasien. Resep
kemudian diberikan ke layanan farmasi untuk diracik. Sebelum proses
peracikan, petugas farmasi akan skrining resep dan mempersiapkan
obat-obatan yang dibutuhkan dan melihat daftar harga obat tersebut.
Obat-obatan yang sudah diracik, diberikan ke bagian administrasi untuk
dilakukan pendataan dan setelah itu obat diberikan ke pemilik hewan.
12

Pengelolaan Sistem Informasi


Pengelolaan sistem informasi di Instalasi farmasi RSHP IPB diawali dengan
masuknya resep ke layanan farmasi. Resep yang masuk ke layanan farmasi dicekan
oleh petugas farmasi. Apabila ada yang belum jelas, maka petugas farmasi akan
menghubungi dokter hewan yang memberikan resep tersebut. Resep yang sudah
lengkap dan jelas akan langsung dikerjakan yaitu dengan meracik obat-obat yang
dibutuhkan. Obat yang telah diracik diberi etiket atau label, setelah itu diberikan ke
pemilik hewan setelah admisnistrasi selesai.
13

BAB III
PEMBAHASAN

Pengobatan Kasus Ringworm Pada Kucing

Pada hewan pendamping penyakit kulit bisa jadi karena parasitisme, bakteri,
jamur dermatofita, alergi, penyakit imunologi, terkait nutrisi dermatosis, gangguan
hormonal, dan beberapa jenis kanker kulit (Malinovschi et al. 2009). Dermatofitosis
adalah infeksi jamur paling umum pada anjing dan kucing, sangat menular tetapi
tidak mengancam jiwa, dapat diobati dan disembuhkan, mudah tertular melalui
kontak langsung dan penting zoonosis (Moriello 2014). Jamur ini diklasifikasikan
menurut habitatnya di antropofilik, geofilik, dan zoofilik (Mattei et al. 2014). Utama
Agen etiologi adalah Microsporum canis, Microsporum gypseum dan Trichophyton
menthagrophytes (Lewis et al. 1991).
Kejadian dermatofitosis oleh M. canis pada kucing dilaporkan lebih tinggi
dibanding pada anjing (Soedarmanto et al. 2020). Menurut Outerbridge (2006) gejala
klinis hewan penderita dermatophytosis meliputi alopesia, eritema,papula, pustula,
bersisik dan berkerak. Peradangan pada pinggir lesi yang ditemukandi daerah wajah
dan badan merupakan lesi tipe klasik yang sering ditemukan. Patogenesis
dermatofitosis tergantung pada faktor lingkungan, antara lain iklim yang panas,
higiene perseorangan, sumber penularan, penggunaan obatobatan steroid, antibiotik
dan sitostatika, imunogenitas dan kemampuan invasi organisme, lokasi infeksi serta
respon imun dari pasien.
Metode diagnosis dermatofitosis dapat dilakukan baik secara konvensional
maupun molekuler. Lampu Wood’s adalah perangkat yang sering digunakan untuk
mengetahui adanya invasi dermatofit pada permukaan kulit dan rambut. Metode lain
dengan pemeriksaan langsung kerokan rambut dan kulit di bawah mikroskop atau
kultur sampel kerokan kulit dan rambut. Kedua metode tersebut dapat saling
melengkapi untuk meneguhkan diagnosis (Bond, 2010).
14

Obat-Obat yang Digunakan untuk Kasus Penyakit Ringworm pada Kucing

Fluconazole
Nama paten : Diflucan®, Fluconazole®
Bentuk sediaan : Oral: 50 mg, 150 mg, 200 mg capsules; 40 mg/ml suspension.
Injectable: 2 mg/ml solution
Dosis : Dermatofitosis, kriptokokosis hidung: 5 mg / kg p.o. q24h. Untuk
dermatofitosis diberikan selama 3 periode 7 hari, dengan 7 hari
tanpa perawatan di antaranya.
Anjing, Kucing: Kandidiasis urin: 5–10 mg / kg q24h.
Mekanisme : Penghambatan sintesis ergosterol dalam sel jamur membran,
sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding sel dan
memungkinkan kebocoran konten seluler melawan Malassezia,
Cryptococcus, Candida dan Coccidioides.
Indikasi : Efektif melawan Blastomyces, Candida, Cryptococcus, Infeksi
Coccidioides, Histoplasma dan Microsporum dan sangat efektif
melawan infeksi Aspergillus dan Penicillium. Itu mencapai
konsentrasi terapeutik di SSP dan saluran pernapasan. Ini
diekskresikan oleh ginjal, menghasilkan konsentrasi tinggi dalam
urin. Kurangi dosis pada hewan dengan gangguan ginjal dan
penyakit hati. Obat ini harus digunakan sampai tanda klinis teratasi
dan organisme tidak lagi hadir; ini bisa memakan waktu hingga 2
bulan beberapa kasus. (Ramsey 2017)
Kontraindikasi : Jangan digunakan pada hewan bunting / menyusui
Interaksi obat : Flukonazol (karena penghambatan sitokrom Enzim hati yang
bergantung pada P450) dapat meningkatkan teofilin plasma
konsentrasi. Pada manusia, flukonazol telah menyebabkan toksisitas
terfenadine ketika kedua obat diberikan bersamaan. Flukonazol
meningkatkan kadar darah ciclosporin Interaksi obat :
15

Contoh sediaan :

Miconazole
Nama paten : Adaxio®, Easotic®, Malaseb®, Surolan®, Daktarin®
Bentuk sediaan : Topikal: sampo 2% (Adaxio); 2% krim / bedak (Daktarin); 15,1
mg/ml dengan hidrokortison dan gentamisin (Easotik);2% sampo
(Malaseb); 23 mg / ml suspensi dengan prednisolon dan polymyxin
(Surolan).
Dosis : Anjing:

 Otitis jamur: 2-12 tetes di telinga yang terkena setiap 12-24 jam
(Surolan). 1 ml per telinga q24j selama 5 hari (Easotic).
 Dermatofitosis: oleskan selapis tipis krim secara topikal area dua
kali sehari. Lanjutkan selama 2 minggu setelah penyembuhan
klinis dan kultur jamur negatif.
 Malasseziadermatitis: keramas dua kali seminggu sampai timbul
gejala klinis tanda-tanda mereda dan mingguan setelahnya atau
jika perlu untuk menjaga kondisi terkendali (Malaseb, Adaxio).
Kucing:
 Otitis jamur: dosis untuk anjing.
 Dermatofitosis: topikal; dosis untuk anjing.
 Microsporum canis: keramas dua kali seminggu saat pemberian
 itrakonazol selama 6–10 minggu atau sampai sikat rambut negatif
16

Mekanisme : Menghambat sintesis ergosterol yang bergantung pada sitokrom


P450 dalam sel jamur menyebabkan peningkatan permeabilitas
dinding sel dan memungkinkan kebocoran konten seluler.
Miconazole memiliki aktivitas melawan Malassezia, Cryptococcus,
Candida dan Coccidioides.
Indikasi : Infeksi jamur pada kulit dan telinga, termasuk dermatofitosis.
Shampo miconazole berguna untuk pengobatan dermatofitosis di
kucing tetapi pemberian itrakonazol bersamaan diperlukan (Ramsey
2017)
Kontraindikasi : -

Interaksi obat :-

Contoh sediaan :

Itraconazole
Nama paten : Itrafungol®, Sporanox®
Bentuk sediaan : Oral: 100 mg kapsul, 10 mg/ml oral solution.
Dosis : Penggunaan umum: 5 mg / kg p.o. q24h. 4–20 minggu pengobatan
mungkin diperlukan, tergantung pada hasil kultur. Nadi dosis (7 hari
aktif, 7 hari libur) telah dijelaskan untuk dermatofitosis pada kucing.
Mekanisme : Agen antijamur triazol yang menghambat sitokrom sistem yang
terlibat dalam sintesis ergosterol dalam sel jamur membran,
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding sel dan
memungkinkan kebocoran konten seluler.
17

Indikasi :Pengobatan aspergillosis, kandidiasis, blastomikosis,


coccidioidomycosis, cryptococcosis, sporotrichosis, histoplasmosis,
dermatofitosis dan Malassezia. Itraconazole adalah disahkan dalam
bentuk larutan oral untuk pengobatan Microsporum
canisdermatophytosis pada kucing dan telah digunakan berhasil
mengobati kurap pada kucing persia tanpa perlu guntingan. Itu
didistribusikan secara luas di dalam tubuh, meskipun rendah
konsentrasi ditemukan di jaringan dengan kandungan protein rendah,
mis. CSF, cairan okular dan saliva. Itraconazole memperluas
aktivitas metilprednisolon. Pada manusia, antijamur imidazol dan
triazol menghambat metabolisme antihistamin, hipoglikemia oral dan
anti-epilepsi. Penggunaan itrakonazol secara bersamaan cenderung
meningkattingkat ciclosporin dalam darah
Kontraindikasi : Kehamilan. Hindari penggunaan jika ada penyakit hati.

Efek samping : Muntah, diare, anoreksia, air liur, depresi dan apatis, sakit perut,
toksikosis hati, ulseratif dermatitis, edema tungkai, dan kadang-
kadang obat kulit yang serius letusan telah dilaporkan. Masuk akal
untuk menganggap terkait dosis penekanan fungsi adrenal (mirip
dengan yang dijelaskan untuk ketokonazol).

Interaksi obat : Pada manusia, imidazol antijamur dan triazol menghambat


metabolisme antihistamin (terutama terfenadine), oral hipoglikemia,
anti-epilepsi, cisapride, ciclosporin dan glukokortikoid). Meskipun
tidak dipelajari dengan baik pada spesies hewan, itraconazole
dikenal untuk meningkatkan ketersediaan hayati ciclosporin di
kucing. Antasida, omeprazol, antagonis H2 dan adsorben mungkin
mengurangi penyerapan itrakonazol. Konsentrasi plasma digoksin,
benzodiazepin, glukokortikoid, dan vinkristin ditingkatkan dengan
itrakonazol. (Ramsey 2017)
18

Contoh Sediaan :

Glyseofluvin
Nama paten : Fulvicin®
Bentuk sediaan : -Tablet 125, 250, 500 mg
- Suspensi oral 25 mg/kg
- Sirup oral 125 mg/ml
Dosis : 50 mg/kg s24j PO (dosis maksimum 110-132 mg/kg/hari dibagi
menjadi bebarapa dosis) ( Wientarsih et. al 2017)
Mekanisme : Griseofulvin bekerja pada jamur yang rentan dengan mengganggu
struktur spindel mitosis sel, menghentikan metafase pembelahan
sel. Griseofulvin memiliki aktivitas melawan spesies Trichophyt on,
Microsporum dan Epidermophyton. Hanya pertumbuhan rambut
dan kuku baru yang tahan terhadap infeksi. Ini tidak memiliki
aktivitas antibakteri dan tidak secara klinis berguna melawan jamur
patogennya, termasuk ragi Malassezia.

Indikasi : Digunakan pada anjing dan kucing untuk mengobati infeksi jamur
dermatofitik pada kulit, rambut dan cakar, dan untuk obati kurap
(yang disebabkan oleh T. equinum dan M. gypseum) pada kuda. Ini
juga telah digunakan pada hewan laboratorium dan ruminansia
untuk indikasi yang sama. Tablet oral Anjing dan kucing yang
disetujui FDA tidak lagi dipasarkan di AS, tetapi tersedia dalam
bentuk sediaan untuk manusia.
19

Kontraindikasi : Kontraindikasi serius pada pasien yang hipersensitif terhadap atau


dengan kegagalan hepatoseluler. Ini tidak boleh digunakan pada
hewan hamil, tidak boleh digunakan pada kuda. Anak kucing
mungkin terlalu sensitif terhadap efek samping yang terkait dengan
griseofulvin, mereka harus dimonitor dengan hati-hati jika
pengobatan dilakukan. Kucing harus diuji FIV sebelum
menggunakan griseoful vin karena kemungkinan efek neutropenik
atau panleukopenik obat tersebut ( Plumb 2011)

Contoh Sediaan :

Thiabendazole
Nama paten : Adaxio®, Easotic®, Malaseb®, Surolan®, Daktarin®
Bentuk sediaan : Topikal: sampo 2% (Adaxio); 2% krim / bedak (Daktarin); 15,1
mg/ml dengan hidrokortison dan gentamisin (Easotik);2% sampo
(Malaseb); 23 mg / ml suspensi dengan prednisolon dan polymyxin
(Surolan).
Dosis : Anjing:

 Otitis jamur: 2-12 tetes di telinga yang terkena setiap 12-24 jam
(Surolan). 1 ml per telinga q24j selama 5 hari (Easotic).
 Dermatofitosis: oleskan selapis tipis krim secara topikal area dua
kali sehari. Lanjutkan selama 2 minggu setelah penyembuhan
klinis dan kultur jamur negatif.
20

 Malasseziadermatitis: keramas dua kali seminggu sampai timbul


gejala klinis tanda-tanda mereda dan mingguan setelahnya atau
jika perlu untuk menjaga kondisi terkendali (Malaseb, Adaxio).
Kucing:
 Otitis jamur: dosis untuk anjing.
 Dermatofitosis: topikal; dosis untuk anjing.
 Microsporum canis: keramas dua kali seminggu saat pemberian
 itrakonazol selama 6–10 minggu atau sampai sikat rambut negatif
Mekanisme : Menghambat sintesis ergosterol yang bergantung pada sitokrom
P450 dalam sel jamur menyebabkan peningkatan permeabilitas
dinding sel dan memungkinkan kebocoran konten seluler.
Miconazole memiliki aktivitas melawan Malassezia, Cryptococcus,
Candida dan Coccidioides.
Indikasi : Infeksi jamur pada kulit dan telinga, termasuk dermatofitosis.
Shampo miconazole berguna untuk pengobatan dermatofitosis di
kucing tetapi pemberian itrakonazol bersamaan diperlukan.
(Ramsey 2017)
Kontraindikasi : -

Contoh Sediaan :

Tata Laksana Terapi

Seekor kucing persia jantan berumur 2 tahun dengan berat badan 2 kg dicurigai
dermatofitosis dibawa ke Klinik Hewan Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas
21

Gadjah Mada. Dalam hal ini, kami menggunakan kombinasi lisan dan antijamur
topikal. Kucing itu dirawat karena dermatofitosis dengan Itraconazole secara oral,
sekali Setiap hari selama 20 hari dan ketoconazole topikal dua kali sehari selama 35
hari, masing-masing.

Dosis
Gejala Klinis Obat Frekuensi Perhitungan
Pemberian
 Bercak rambut rontok di kulit
kepala, bersisik, garuk, 50 mg/kg x 3 kg =
1 x sehari
pengerasan kulit kepala dan 150 mg
Itraconazole 50 mg/kg selama 20
terdapat alopecia pada bagian 150 mg x 1 x 14
hari
kepala. kepala dan telinga. hari = 2100 mg
 Pemeriksaan lampu Wood
mencari fluoresensi pada
batang rambut dan rambut
yang terinfeksi menunjukkan
fluorescent hijau di kepala dan 2 x sehari
-
telinga. Pemeriksaan dengan ketoconazole Secukupnya selama 35
10% kalium hidroksida (KOH) hari
negatif untuk hifa,
mikrokonidias dan
makrokonidias
22

Penulisan Resep

KLINIK HEWAN
Drh. Detya Qori Nurfitri
Alamat: Jl. Dramaga, No. 21, Bogor, Tlp. 0821 xxxxxx
Jam Praktik: Senin-Jum’at (15.00-18.00 WIB)
SIP.021/SIP/BG/2019
Bogor, 4 September 2020
R/ Itraconazole tab 150 mg
m.f.pulv.da in caps. d.t.d No. XX
s.1.d.d. 1 cap p.c.
--------------------------------------------------------------------- ᶘ

R/ Ketoconazole ointment No. 1 tub


s.u.e
--------------------------------------------------------------------- ᶘ
Jenis : Kucing Berat : 2 kg
Breed : Persia
Nama : Ruby
Nama pemilik : Debi
Alamat : Balebak

BAB IV
PENUTUP

Simpulan

Pengobatan penyakit ringworm dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu


secara topikal ,oral dan injeksi. ringworm jenis tertentu dapat sembuh dengan
sendirinya tetapi kebanyakkan perlu diobati dengan bahan kimia. Pemilihan obat
disesuaikan berdasarkan jenis hewan dan
23

Saran

Segera melakukan pengobatan terhadap hewan yang menunjukkan lesi klinis


ringworm untuk mencegah penularan dan penyebaran ke hewan dan lingkungan.
Orang-orang yang melakukan kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi
ringworm disarankan segera membersihkan diri setelah melakukan kontak karena
penyakit ringworm bersifat zoonosis.
24

DAFTAR PUSTAKA

Bond R. 2010. Superficial veterinary mycoses Clinics in Dermatology. 28(2): 226-


306.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. 2006. Kebijakan Obat Nasional.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Rumah Sakit.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Rumah Sakit.
Indarjulaito S, Yanuartono, Widyarini S, Raharjo S, Purnamaningsih H, Nurirrozi A,
Haribowo N, Jainudin H.A. 2017. Infeksi Microsporum canis pada Kucing
Penderita Dermatitis. 18(2) :207-210.
[KEMENTAN] Kementerian Pertanian RI. 2010. Peraturan Menteri Pertanian RI
Nomor 01 02/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Pedoman Pelayanan Jasa
Medik Veteriner.
Kawahe M, Mandagi CK, Kawatu PA. 2015. Hubungan antara mutu pelayanan
kefarmasian dengan kepuasan pasien rawat jalan di Puskesmas Teling Atas
Kota Manado. Pharmacon. 4(4):261-269.
Lewis DT, Foil CS, Hosgood G. 1991. Epidemiology and clinical features of
dermatophytosis in dogs and cats at Louisiana State University: 1981–1990.
Veterinary Dermatology. 2: 53–58.
Malinovschi G, Kocsubé S, Galgóczy L, Somogyvári F, Vágvölgyi C. 2009. Rapid
PCR based identification of two medically important dermatophyte fungi,
Microsporum canis and Trichophyton tonsurans. Acta Biol Szeged. 53(1): 51–
54.
25

Moriello KA. 2004. Treatment of dermatophytosis in dogs and cats: review of


published studies. Vet Dermatol. 15: 99-107.
Outerbridge CA. 2006. Mycologic Disorders of the Skin. Clin Tech Small Anim
Pract. 21: 128-134
Plumb D.C. 2011. Veterinary Drug Handbook 7th Edition. Stockholm (US-WI).
PharmaVet Inc
Ramsey I. 2017. Small Animal Formulary 9th Editiom- Part A: Canine Feline.
Gloucester (UK) : British Small Animal Veterinary Association
RSHP IPB.2019. Profil rumah sakit hewan institut pertanian bogor [Internet].
[diakses 2019 Nov 20]. Tersedia pada: http://rshpfkh. ipb.ac.id/ profil/.
Rusli. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi: Farmasi Rumah Sakit dan Klinik.
Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Siregar CJ, Amalia L. 2003. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta
(ID): Kedokteran EGC.
Siregar CJ, Amalia L. 2004. Farmasi Rumah Sakit: Teori & Penerapan. Jakarta (ID):
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Soedarmanto I, Yanuartono, Raharjo S, Nururrozi A, Guna J.C.A. 2020. Combination
of Systemic and Topical Treatment for Feline Dermatophytosis: A Case Report.
Acta Veterinaria Indonesiana. 8(1) : 18-23.
Tjahjani R. 2004. Analisis Komparasi Daftar Obat yang Berkaitan dengan Pelayanan
Farmasi Rumah Sakit dalam Upaya Penentuan Daftar ObatStandar (Studi Kasus
Manajemen Logistik Farmasi di Rumah Sakit Gatoel Mojokerto). Jurnal
Administrasi Kebijakan Kesehatan. 2(3): 70-77.
Wientarsih I, Prasetyo B.F, Madyastuti R, Sutardi L.N, Akbari R.A. 2017. Obat-
Obatan untuk Hewan Kecil Edisi Revisi. Bogor (ID): PT Penerbit IPB Press.
26
27

Anda mungkin juga menyukai