Anda di halaman 1dari 6

Nama

: Pius Wahyo Adityo Raharjo


NPM
: 140510040
Tingkat/Semester : I (Satu) / 1 (Satu)
Mata Kuliah : Sejarah Filsafat Yunani,

: Skolastik, dan Abad Pertengahan


Dosen
: Dr. Laurentius Tinambunan

Filsafat Etika Thomas Aquinas


Tentang Baik dan Buruk

1. Kata Pengantar
Baik dan buruk merupakan konsep abstrak yang sering kali tidak begitu jelas pe-
ngertiannya. Dasar dari konsep baik dan buruk menjadi hal penting dalam menentukan
sesuatu tindakan adalah baik atau buruk. Secara filosofis kita akan senantiasa bertanya: “Apa
dasarnya perbuatan ini adalah baik dan apa dasarnya perbuatan itu adalah buruk?”
Mengetahui dasar dari konsep baik dan buruk pun belum cukup memuaskan. Pada tahap
selanjutnya muncul pertanyaan baru: “Mengapa harus berbuat yang adalah baik dan tidak
berbuat yang adalah buruk?” Tentu ada alasan yang hakiki bagi seseorang untuk bertindak.
Berdasarkan dua pertanyaan filosofis tersebut, Thomas Aquinas seorang filsuf religius
menuangkan pemikirannya untuk mendekati jawaban pertanyaan-pertanyaan itu. Dalam
karyanya Summa Teologiae1, terutama pada bagian Etika, Ia mencoba menjawab pertanyaan-
pertanyaan dasar tentang baik dan buruk. Dalam pemikiran filosofisnya yang juga
dipengaruhi Aristoteles2, Thomas menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan mengaitkan
antara manusia, tujuan akhir manusia, dan kodrat manusia.

2. Riwayat Hidup Thomas Aquinas


Thomas aquinas lahir pada tahun 1225 di Roccasecca wilayah Napoli, Italia. Ia adalah
seorang keturunan bangsawan. Ketika masih berumur lima tahun, orangtua Thomas
mengirimnya belajar di biara Monte Cassino3. Pada tahun 1239, Ia belajar di Universitas
Naples. Tahun 1243 Ia memutuskan untuk masuk ordo Dominikan, namun hal itu ditentang

1
Summa Teologiae terdiri dari tiga bagian: tentang Allah, Etika, dan Kristus.
2
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm. 82.
3
http://www.iep.utm.edu/aquinas/ (21 Agustus 2014)
oleh keluarganya.4 Baru pada tahun 1245 Thomas benar-benar bergabung dengan Ordo
Dominikan, dan kemudian Ia ke Paris untuk belajar di bawah bimbingan Albertus Agung.
Tahun 1248 Thomas menemani Albertus ke Koeln sampai tahun 1252. Pada periode
itulah Ia menulis komentar-komentarnya terhadap Sententiae karya Petrus Lambardus (Ini
menjadi titik awal karya filosofis dan teologisnya). Setelah menyelesaikan studinya, pada
1252 sampai 1259 Ia mulai mengajar di Paris.
Tahun 1259 sampai 1269 Thomas kembali ke Italia untuk menjadi Teolog di tribunal
kepausan. Tahun 1269 Ia pergi ke Perancis lagi utuk menjadi profesor teologi di Universitas
Paris hingga tahun 1272. Pada periode ini Thomas menulis karya terbesarnya Summa
Teologiae. Namun, pada akhir 1273 Ia berhenti menulis dan meninggalkan Summa Teologiae-
nya tak selesai5.
Pada Januari 1274, Thomas berangkat menuju konsili Lyon atas undangan Paus
Gregorius X. Dalam perjalanannya ke Lyon, Ia jatuh sakit di rumah sepupunya Fransiska
Aquinas dan tidak dapat melanjutkan perjalanan ke Lyon. Beberapa waktu di rumah
sepupunya, kemudian Ia meminta menghabiskan hari-harinya di biara, maka Ia dibawa ke
biara Fossanova di mana akhirnya Ia wafat pada 7 Maret 1274.

3. Pandangan Filosofis Thomas Aquinas


Dalam karya-karyanya, Thomas menuliskan pemikirannya tentang penciptaan, tentang
esensi dan eksistensi serta lima jalan pembuktian eksistensi Allah yang terkenal, tentang
manusia, tentang etika, dan masih banyak lagi. Pemikiran Thomas tentang baik dan buruk
dapat ditemukan dalam karya-karyanya tentang manusia dan juga etika.

3.1. Kesatuan Manusia


Menurut pandangan Thomas Aquinas, manusia merupakan satu substansi saja (yang
terdiri dari jiwa dan badan)6. Thomas menolak ajaran dualisme Plato. Dengan menggunakan
pemikiran filosofis Aristoteles tentang materi dan bentuk atau aktus dan potensi atau
perealisasian dan bakat, Ia menjelaskan kesatuan badan dan jiwa. Jiwa menjadi bentuk atau
aktus atau perealisasian dari badan. Atau secara sederhana, jiwa menjadi daya gerak bagi
badan untuk menjadi realitas7.

4
Battista Modin, A History of Medieval Philosophy (Bangalore: Theological Publications, 1991), hlm.133.
5
Battista Modin, A History..., hlm. 325.
6
K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1976), hlm. 35.
7
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm. 110.

2
Jiwa melakukan aktivitas yang melebihi sifat badani, yaitu berpikir dan berkehendak 8.
Kedua aktivitas itu bersifat rohani, maka jiwa pun harus bersifat rohani (sesuai prinsip
tindakan mengikuti cara beradanya) dan sifat inilah yang menjadi khas manusia 9. Selain itu,
karena jiwa bersifat rohani maka ia pun akan hidup terus. Pendapatnya ini berlawanan dengan
pendapat Aristoteles, namun sejalan dengan pemikiran Plato.
Kemudian, mengakui kesatuan utuh manusia maka segala tindakan harus diakui sebagai
perbuatan “aku” yang utuh sebagai jiwa dan badan yang satu 10. Kesatuan ini juga
mengandaikan bahwa badan manusia hanya terdiri dari satu jiwa saja. Pemikirannya ini
menentang pemikiran neo-platonisme tentang satu jiwa untuk semua. Dan, karena jiwa
menjadi bentuk atau cara berada maka tindakan manusia harus seturut caranya berada dan
bertanggung jawab apakah tindakannya sesuai atau tidak sesuai dengan caranya berada11.

3.2. Tujuan Akhir Hidup Manusia


Manusia sebagai satu kesatuan jiwa dan badan mengambil bagian dalam adanya realitas
tertinggi yaitu Allah12. Kemudian dalam etikanya, Thomas mengatakan bahwa tujuan akhir
manusia ialah memandang realitas tertinggi yang berarti adalah Allah 13. Hidup seseorang
harus diarahkan kepada tujuan akhirnya.14 Tujuan akhir manusia (memandang Allah) pula
yang menjadi kriteria baik dan buruk. Suatu tindakan baik bila mendekati-Nya dan buruk bila
menjauhi-Nya15.
Sampai di situ akan muncul pertanyaan: Bagaimana mengetahui bahwa suatu tindakan
mendekati atau menjauhi Allah? Menurut Thomas, tugas ini menjadi pekerjaan hukum kodrat
yang diturunkan dari caranya manusia berada 16. Cara manusia berada ialah sebagai makhluk
rohani.17

8
K. Bertens, Ringkasan Sejarah..., hlm. 35.
9
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh..., hlm. 88.
10
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah..., hlm. 110.
11
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh..., hlm. 86.
12
K. Bertens, Ringkasan Sejarah..., hlm. 34.
13
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh..., hlm. 88.
14
Rina Rehayati, Filsafat Religius Thomas Aquinas (internet).
15
Battista Modin, A History..., hlm. 350.
16
Battista Modin, A History..., hlm. 350.
17
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh..., hlm. 87.

3
3.3. Etika Thomas dalam Hukum Kodrat
Untuk mengarahkan diri kepada tujuan akhirnya, manusia harus melakukan yang baik
dan menghindari yang jahat. Hal ini merupakan perintah moral yang paling dasar 18. Yang baik
dan yang jahat diketahui dari hukum kodrat yang manusia pahami melalui akal budinya.
Hukum kodrat yang Thomas tuliskan bersumber dari Stoa yang sudah disempurnakan
olehnya. Hukum kodrat mengacu kepada kodrat. Kodrat ialah realitas atau struktur realitas
atau hakikat realitas yang ada. Semua makhluk memiliki kodratnya dan dituntut untuk
mengembangkan kodratnya dengan hidup sesuai kodratnya.
Hidup sesuai kodrat masih juga kurang jelas. Hidup sesuai kodrat berarti
menyempurnakan diri sesuai kekhasan yang ada19. Apa kekhasan manusia? Thomas
mengambil gagasan dari Aristoteles tentang manusia yang memiliki kecenderungan vegetatif,
sensitif, dan rohani. Dari pemikiran itu, Thomas menyimpulkan bahwa kecenderungan
rohanilah yang membuat manusia khas dari makhluk lain. Jadi, manusia hidup sesuai kodrat
jika mereka menyempurnakan diri sebagai makhluk rohani.
Penyempurnaan diri sebagai makhluk rohani menjadi tolak ukur konkret tentang baik
dan buruk bagi manusia untuk mencapai tujuan akhir hidupnya. Tindakan itu mendekati
tujuan akhir bila tak menghalangi diri menjadi makhluk rohani yang lebih sempurna.
Sebaliknya, tindakan itu menjauhi tujuan akhir bila menghalangi proses penyempurnaan
rohani manusia20.
Menaati hukum kodrat ialah sebuah kewajiban dan bukan hanya sekedar kebijaksanaan
bagi manusia. Menaati hukum kodrat berarti menaati Allah sendiri karena hukum kodrat
bersumber dari Hukum Abadi sendiri yakni Allah. Kodrat manusia adalah sesuatu yang
dikehendaki Allah memang demikan adanya. Dan kita wajib mengembangkan kodrat
kemanusiaan kita untuk mencapai tujuan akhir kita.

4. Tanggapan
Penjelasan filosofis Thomas tentang baik dan buruk serta alasan manusia harus berbuat
baik cukup bernuansa teologis. Meski demikian pemikirannya tetaplah masuk akal dan tak
bisa dikatakan sepenuhnya bersifat dogmatis. Walaupun memang harus diakui bahwa untuk
menerima pemikiran filosofisnya, kita harus mengamini bahwa Allahlah realitas tertinggi itu.

18
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh..., hlm. 87.
19
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh..., hlm. 87.
20
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh..., hlm. 88.

4
Cara Thomas mengintegralkan antara baik dan buruk dengan tujuan akhir hidup manusia
sangat tepat dan masuk akal. Segala sesuatu bernilai tergantung tujuan. Misalnya,
menghidupkan lampu minyak baik bila ditujukan untuk menerangi. Namun hal itu menjadi
buruk bila ditujukan untuk membakar rumah tetangga. Ada hubungan khas antara baik-buruk
dengan tujuan, dan Thomas telah mengutarakan tujuan yang tertinggi.
Thomas menyimpulkan bahwa tujuan akhir manusia ialah memandang Allah. Di sini
muncul tentang kriteria tindakan mana yang menjauhi atau mendekati memandang Allah.
Kemudian Ia menjelaskan tentang hidup sesuai kodrat.
Hidup sesuai kodrat berarti mengembangkan kekhasan yang dimiliki oleh yang “ada” dan
bagi manusia hal itu ialah rohaninya. Manusia dituntut untuk menyempurnakan diri menjadi
makhluk rohani. Di sini kita akan sampai kepada ketidakjelasan yang akan sulit dijawab oleh
akal budi. Kriteria pribadi rohani yang sempurna belum tercapai oleh akal, dan hal ini hanya
terjawab oleh Wahyu Allah lewat Kitab Suci. Pada titik ini akhirnya terasa bahwa ulasan
Thomas tentang baik dan buruk terungkap justru lewat pengetahuan wahyu dan bukan akal.
Memang akan selalu muncul pertanyaan baru mengenai baik-buruk dan tujuan akhir
hidup manusia. Namun, penjelasan Thomas menggunakan pemikirannya tentang manusia,
tujuan akhir manusa dan hukum kodrat adalah ilmiah untuk menjelaskan hal yang abstrak.
Hukum kodrat Thomas memiliki rasionalitas yang tinggi di mana akhirnya diketemukan
bahwa manusia berbuat baik demi tujuan akhirnya dan demi dirinya sendiri, penyempurnaan
diri sebagai makhluk rohani.

5
DAFTAR PUSTAKA

Bertens, Kees. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 1976.


Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat I. Yogyakarta: Kanisius, 1998.
Magniz-Suseno, Franz. 13 Tokoh Etika. Yogyakarta: Kanisius, 1997.
Modin, Battista. A History of Medieval Philosophy. Bangalore: Theological Publications,
1991.
Sutrisno, F.X. Mudji et.al. Para Filsuf Penentu Gerak Zaman. Yogyakarta: Kanisius, 2000.

Sumber lain:
Rina Rehayati. Filsafat Religius Thomas Aquinas. http://fush.uin-
suska.ac.id/attachments/073_Rina%20Filsafat%20Religius%20Thomas%20Aquinas
%20_Jurnal%2008_.pdf. 21 Agustus 2014.

http://www.iep.utm.edu/aquinas/ (21-08-2014)

Anda mungkin juga menyukai