Anda di halaman 1dari 22

Laporan Praktikum ke-9 Hari/Tanggal : Jumat, 13 November 2020

Teknologi Serat, Karet, Gum dan Resin Dosen : Dr.Farah Fahma, S.T.P., M.T.
(TIN423)  
  

LITERATURE REVIEW : MODIFIED NATURAL RESIN

Oleh:
Shinta Bella Simanjuntak (F34170025)
Ovaldo Risky Yudesfa (F34170003)
Sindy Pratiwi (F34170006)
Andika Wahyu Nugraha (F34170007)
Anis Yustika Zaqiyatunisa (F34170008)
Ilham Bintang Mahendra (F34170014)
Muhamad Ryan Pratama (F34170021)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Resin merupakan senyawa organik atau campuran berbagai senyawa


polimer alam yang disebut terpentin, berbentuk padat atau semi padat. Resin
mudah larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air (Boer & Ella,
2000). Resin alam merupakan resin yang tereksudasi secara alamiah dan
keluar secara alami maupun buatan. Resin yang tereksudasi secara alamiah
mengandung campuran antara gum dan minyak atsiri. Resin alam memiliki
bentuk berupa padatan, berwarna mengkilap dan bening kusam, rapuh,
meleleh bila kena panas dan mudah terbakar.

Kirk dan Othmer (1941) dalam Larasati (2007), mengklasifikasikan resin


alam sebagai berikut; Damar, yaitu golongan resin yang memilki bilangan
asam rendah dan dapat larut dalam minyak serta pelarut organik, contohnya
adalah damar mata kucing.Golongan resin yang termasuk dalam resin semi
fosil, jenis ini juga dapat larut dalam minyak serta pelarut organik, contoh
golongan resin ini adalah damar resak, damar biru, dan damar hitam. Kopal,
yaitu golongan resin yang memiliki bilangan asam lebih tinggi dibandingkan
damar, resin ini dihasilkan dari jenis pohon damar (Agathis sp) yang tergolong
dalam famili Araucariacea. Jenis-jenis resin yang lain seperti gondorukem,
shellac, dan balsam.

1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik yang dimiliki dan
aplikasi resin alam terutama pada resin gondorukeum, damar, kopal, jernang,
lak, dan cashew nut shell liquid.
BAB II
RESIN ALAM DAN KARAKTERISTIKNYA

2.1 Gondorukem
Getah pinus yang nantinya dimanfaatkan menjadi gondorukem adalah zat cair
pekat dari pohon pinus (Pinus sp) yang diperoleh dengan cara penyadapan. Getah
pinus merupakan komoditi yang berada pada posisi teratas dengan permintaan
tertinggi baik di pasar lokal maupun internasional mengingat banyak manfaat
yang dihasilkan. Dimana 80% produksinya dialokasikan untuk kebutuhan ekspor
ke Eropa, India, Korea Selatan, Jepang dan Amerika.
Gondorukem (Resina colophium) adalah hasil olahan destilasi uap getah
sadapan batang pinus (oleoresin) selain minyak terpentin. Bentuk dari
gondorukem sendiri berupa padatan transparan dengan warna kuning kecoklatan
(Murtini 2011). Gondorukem yang dihasilkan. Getah pohon pinus umumnya
mengandung 70–75% gondorukem dan 20-25% minyak terpentin. Penggunaan
gondorukem sendiri bisa dilihat dalam dua bentuk yaitu unmodified gondorukem
(gondorukem non-modifikasi) dan modified resin (gondorukem modifikasi).
Gondorukem yang diperoleh dari hasil residu proses destilasi uap terhadap getah
pinus ini disebut sebagai gondorukem non-modifikasi. Pada awalnya industri
banyak memanfaatkan gondorukem non-modifikasi sebagai bahan pengisi pabrik
kertas, tinta cetak, vernis insulator listrik, campuran perona mata (eyeshadow) dan
perekat. Yang paling popular adalah penggunaan gondorukem non-modifikasi
sebagai sizing agent (bahan pendarihan) untuk memperbaiki sifat kertas
(Mahammad et al. 2014). Secara kimiawi, gondorukem tersusun atas asam-asam
resin antara lain berbagai isomer anhidrida asam abietat C 19H29COOH, abietat
anhidrida C4OH58O3, dan hidrokarbon yang merupakan zat tak tersabun (Kirk and
Othmer 2007). Pengujian utama yang dapat dilakukan seperti analisis warna,
kadar kotoran, kadar abu, uji titik lunak, kadar komponen yang menguap.
Sedangkan pengujian khusus seperti uji bilangan asam, bilangan penyabunan, dan
bilangan iod.

Standarisasi komoditas gondorukem yang dihasilkan di Indonesia


diklasifikasikan menjadi beberapa mutu yang ditentukan oleh Badan Standardisasi
Nasional (BSN) yaitu klasifikasi standar mutu dan standar khusus. Klasifikasi
mutu dalam standar penggolongan gondorukem harus memenuhi syarat mutu dan
syarat khusus yang telah ditetapkan sesuai dengan Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1.  Persyaratan umum gondorukem sesuai SNI 01-5009.12-2001

No. Jenis uji Persyaratan


1. Bilangan asam 160-190
2. Bilangan penyabunan 170-220
3. Bilangan iod 5-25

Tabel 1.1. Klasifikasi Standar Penggolongan Mutu Gondorukem Sesuai SNI 01-
5009.12-2001

Klasifikasi Tanda mutu


No.
mutu Dokumen Kemasan

1. Utama (U) X X

2. Pertama (P) WW WW

3. Kedua (D) WG WG

4. Ketiga (T) N N

Tabel 2 . Persyaratan Khusus Mutu Gondorukem Sesuai SNI 01-5009.12-2001

Persyaratan mutu
No Jenis uji Satuan
U P D T

1. Warna metode Lovibond X WW WG N


Comparator

2. Titik lunak °C ≥ 78 ≥ 78 ≥ 76 ≥ 74

Kadar kotoran ≤ ≤ ≤
3. % ≤ 0,10
0,02 0,05 0,07

Kadar abu ≤ ≤ ≤
4. % ≤ 0,08
0,01 0,04 0,05

5. Komponen menguap % ≤2 ≤2 ≤ 2,5 ≤3

2.2 Damar
Resin atau dammar adalah suatu campuran yang kompleks dari ekskret tumbu-
tumbuhan dan insekta, biasanya berbentuk padat dan amorf dan merupakan hasil
terakhir dari metabolisme dan dibentuk dari ruang-ruang skizogen dan
skizolisigen. Secara fisis, resin (damar) ini biasanya keras, transparan plastis dan
pada pemanasan menjadi lembek. Secara kimiawi, resin adalah campuran yang
kompleks dari asam-asam resinat, alkoholresinat, resinotannol, ester-ester dan
resene-resene. Bebas dari zat lemas dan mengandung sedikit oksigen karena
mengandung zat karbon dalam kadar tinggi, maka kalau dibakar menghasilkan
angus. Ada juga yang menganggap bahwa resin terdiri dari zat-zat terpenoid, yang
dengan jalan adisi dengan air menjadi dammar dan fitosterin.sifatny tidak larut
dalam air, sebagian larut dalam alcohol, larut dalam eter, aseton, petroleum eter,
kloroform, dan lain-lain. Apabila resin-resin dipisahkan dan dimurnikan, biasanya
dibentuk dalam zat padat yang getas dan amorf, yang kalau dipanaskan akan
menjadi lembek dan akan habis terbakar. Resin ini juga tidak larut dalam air,
tetapi larut dalam alcohol dan pelarut organic lain yang membentuk larutan yang
apabila di uapkan meninggalkan sisa yang berupa lapisan tipis seperti vernis.
Banyak penyelidik percaya bahwa resin adalah hasil oksidasi dari terpen-terpen.
Karakterisik damar secara fisik dan kimianya, damar dapat digunakan sebagai
salah satu bahan untuk produk industri seperti cat, lilin, vernis, plastik, korek api,
bahan isolatif, bahan percetakan dan industri bahan peledak. Damar merupakan
padatan rapuh dengan warna umumnya yang pucet kekuning-kuningan hingga
hitam, memiliki sifat mudah terbakar dan bukan bahan yang mudah menguap bila
tidak tedekomposisi. Secara kimiawi umumnya penyusunan damar dikelompokan
kedalan golongan ester resin, asam resin dan resen. Asam resin merupakan
senyawa kompleks memiliki bobot molekul yang inggi dan mengandung salah
satu atau lebih gugus hidroksil. Sedangkan resen adalah senyawa yang
mengandung oksigen, tidak bereaksi dengan basa dan bukan merupakan alkohol,
este, asam keton maupunn aldehid.

2.3 Kopal
Kopal merupakan bahan dasar bagi cairan pelapis kertas supaya tinta tidak
menyebar. Bahan ini juga dipakai sebagai campuran lak dan vernis. Agathis
dammara menghasilkan kopal yang dikenal sebagai “Manila copal”. A. australis
menghasilkan “Kauri copal”. Getah kopal digunakan untuk berbagai industri
seperti cat, vernis, lak merah, tinta, bahan sizing, bahan pelapis untuk tekstil,
bahan kosmetik, dan bahan perekat.
Kandungan kopal adalah asam-asam resinol, resin, dan minyak atsiri.
Penggunaannya adalah sebagai bahan perekat pada penambal gigi dan plester.
Minyak kopal diperoleh dari penyulingan dan digunakan sebagai campuran
parfum. Kopal sering dianggap sebagai atau dijadikan pengganti batu damar, dan
dijadikan mata cincin. Pemasaran kopal disalurkan ke industri pengolah kopal
untuk dijadikan bahan baku.
Kopal adalah eksudat dari kulit pohon Agathis berupa cairan kental berwarna
putih atau jernih yang semakin lama semakin keras setelah terkontaminasi oleh
udara (Whitemore 1977). Kopal merupakan senyawa kimia dengan komposisi
yang kompleks, tidak larut dalam air, larut dalam beberapa pelarut organik, rapuh,
meleleh bila dipanaskan dan mudah terbakar dengan mengeluarkan asap (Ando &
Wiyono 1988).
Kopal (getah damar) adalah komoditas berupa resin yang dihasilkan dengan
cara penyadapan pohon Agathis. Eksudat dari kulit pohon Agathis ini berupa
cairan kental berwarna putih atau jernih yang semakin lama semakin keras setelah
terkontaminasi oleh udara (Whitemore 1977). Kopal merupakan senyawa kimia
dengan komposisi yang kompleks, tidak larut dalam air, larut dalam beberapa
pelarut organik, rapuh, meleleh bila dipanaskan dan mudah terbakar dengan
mengeluarkan asap (Ando & Wiyono 1988).
Kopal merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia,sebagai Negara
penghasil kopal terbesar hingga 80 % dari total produksi di dunia (Perhutani
2001). Dalam dunia perdagangan dikenal beberapa kopal dengan jenis kopal
kauri,kopal manila dan kopal kongo. Pohon Agathis dammara menghasilkan
kopal yang dikenal sebagai “Manila copal” sedangkan Agathis australis
menghasilkan “Kauri copal”. Komponen yang terkandung dalam kopal adalah
asam-asam resinol, resin, dan minyak atsiri yang terdiri dari pinen dan alkohol.
Kandungan pinen dan alcohol tiap jenis kopal berbeda-beda tergantung pohon
penghasilnya.Kauri copal yang dihasilkan A. australis mengandung pinen
64%,kaurin 13% ,kadinen 7% ,borneol 3,2 %,bornil asetat,linonen,dipenten
1%,kampher 0,7%,cineol,citronellol,serta phenol dan resinat 3% (Ando &
Wiyono 1988).
Komoditas kopal biasa digunakan untuk bahan campuran cat, kosmetik,
sedangkan kayunya dapat dimanfaatkan sebagai kayu pertukangan, kayu lapis,
korek api, meubel dan sebagainya.Bahan ini juga dapat dipakai sebagai bahan
dasar bagi cairan pelapis kertas supaya tinta tidak menyebar dan sebagai
campuran pernis. Getah kopal digunakan untuk berbagai industri seperti cat,
vernis, lak merah, tinta, bahan sizing, bahan pelapis untuk tekstil, bahan kosmetik,
dan bahan perekat. Penggunaannya adalah sebagai bahan perekat pada penambal
gigi dan plester. Minyak kopal diperoleh dari penyulingan dan digunakan sebagai
campuran parfum. Kopal sering dijadikan pengganti batu damar, dan dijadikan
mata cincin. Pemasaran kopal disalurkan ke industri pengolah kopal untuk
dijadikan bahan baku.
Menurut Kusuma et.al (2016) Pengujian Kopal sesuai standar SNI 7634 (2011)
terdiri atas persyaratan umum dan persyaratan khusus.
Persyaratan umum meliputi :
a. Uji visual
- kopal harus bersih,
- kadar non kopal maks 5%,
- mempunyai bau khas kopal

b. Uji laboratoris
No Uraian Mutu Uji
1 Bilangan Asam 125-150
2 Bilangan Penyabunan 140-170
3 Ttitik Leleh 90-130°C

Sedangkan Persyaratan Khusus meliputi :

2.4 Jernang
Resin jernang (dragon blood) merupakan getah termahal di dunia. Resin
tersebut diperoleh dari buah jernang yang tumbuh hanya di pulau Sumatra dan
kalimatan. Resin jernang sangat diminati oleh Negara Cina, Hongkong, dan
Singapura, karena mengandung senyawa dracohordin yang berpotensi sebagai
bahan obat secara biologis dan aktivitas farmakologis seperti antimikroba,
antivirus, antitumor, dan aktivitas sitotoksik.
Resin jernang merupakan resin hasil sekresi buah rotan jernang. Resin
tersebut menempel dan menutupi bagian luar buah rotan, dimana untuk
mendapatkannya diperlukan proses ekstraksi buah. Jernang secara tradisional
dimanfaatkan sebagai bahan obat. Karakteristik resin jernang dari Komponen
kimia utama pada resin jernang adalah resin ester dan dracoresino tannol (57-
82%). Selain itu, resin berwarna merah dan juga mengandung senyawa-senyawa
seperti dracoresene (14%), dracoalban (hingga 2,5%), resin tak larut (0,3%),
residu (18,4%), asam benzoat, asam benzoilasetat, dracohodin dan beberapa
pigmen terutama nordracorhodin dan nordracorubin. Jernang termasuk kedalam
kelompok resin keras yaitu padatan yang mengkilat, bening, atau kusam, rapuh,
meleleh bila dipanaskan dan mudah terbakar dengan mengeluarkan asap dan bau
yang khas. Menambahkan bahwa jernang berwarna merah, berbentuk , berat jenis
berkisar antara 1,18-1,20, bilangan asam rendah, bilangan ester sekitar 140, titik
cair sekitar 120 oC, larut dalam alhohol, eter, minyak lemak dan minyak atsiri,
sebagian larut dalam kloroform, etil asetat, petroleum spiritus dan karbon
disulfide serta tidak larut dalam air (Saifuddin et al 2018).

Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan
pemanasan. Setiap bahan bila diletakkan dalam udara terbuka kadar airnya akan
mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara disekitarnya. Kadar air ini
disebut dengan kadar air seimbang. Setiap kelembaban relatif tertentu dapat
menghasilkan kadar air seimbang tertentu pula. Dengan demikian dapat dibuat
hubungan antara kadar air seimbang dengan kelembaban relative. Prinsipnya
menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian
menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan.
Penetapan kadar abu Abu adalah sisa pembakaran sempurna bahan organik
(residu yang tidak menguap bila suatu bahan dibakar dengan cara tertentu). Secara
kimia abu dapat didefinisikan sebagai oksida logam dan bahanbahan lain yang
tidak dapat dibakar., abu merupakan indicator tingkat derajat kebersihan dimana
semakin besar tingak abunya maka tingkat pengotornya juga tinggi. Secara alami
didalam resin jernang terdapat logam. Logam-logam ini merupakan komponen
hara tumbuhan yang merupakan komponen molekul penting dalam reaksi
biokimiawi tumbuhan. Logam-logam tersebut merupakan abu fisiologis. Pada saat
penyiapan, buah jerenang dapat terkotaminasi oleh tanah, pasir, dan sebagainya.
Titik leleh adalah suhu yang teramati ketika zat padat (jernang) mulai meleleh
sampai semua partikel berubah menjadi cair, dimana temperatur zat padat
(jernang) berubah ujud menjadi zat cair pada tekanan suatu atmosfer. Untuk
penentuan titik leleh diperlukan sampel jernang seberat 1 gram dan dimasukknan
kedalam suatu tabung kaca kapiler. Tabung yang berisi sampel jernang dipasang
pada alat penentu titik leleh. Setelah alat dijalankan, suhu pada saat sampel
mengalami perubahan bentuk dari fase padat lunak ke fase cair dicatat sebagai
titik leleh jernang.

2.5 Lak
Resin lak atau dikenal dengan Lak berasal dari sekresi insekta Laccifer lacca
Kerr atau dikenal dengan kutu lak. Kutu lak termasuk jenis serangga famili
Keridae ordo Hemiptera yang hidup secara parasitik pada tanaman kosambi dan
tanaman lain yang sesuai. Beberpa tamanan inang kutu lak yaitu kosambi
(schleicera oleosa Merr.), Plosa (Butea sp.), Jamuju (Coscuta australis), widoro
(Zizyphos jujuba), Acacia villosa, dan A. arabica. Kutu lak menghasilkan resin
alami yang mengelilingi tubuh kutu lak yang kemudian mengeras dan berfungsi
sebagai pelindung dari ancaman musuh. Resin tersebut akan menempel pada
cabang tanaman tempat hidupnya yang kemudian dipisahkan dengan cara
pengerokan. Selanjutnya lak diayak dan dicuci sehingga diperoleh lak biji yang
bersih (Lukman dan Silitonga 1988)
Lak digunakan sebagai bahan baku di industri seperti industri elektronika,
percetakan, tekstil, pakaian, kosmetik dan makanan (Metcalf dan Flint 1983).
Awalnya lak hanya digunakan sebgai bahan pelitur, bahan segel pengaman, surat
berharga, pita kaset dan bahan isolasi. Namun seiring berkembangnya zaman, lak
digunakan sebgai bahan kosmetik, zat aditif makanan, bahan semi konduktor, dan
bahan kulit kapsul obat (Taskirawati et al 2007).
Lak kasar pada umumnya memiliki komposisi berupa resin (68%), zat warna
(10%), lilin (6%), dan zat lain (4%). Resin, liin dan beberapa zat warna
merupakan bagian yang terikat satu sama lain. Pada shellac terdapat berbagai jenis
asam hidroksi alifatik dan esernya dengan panjang rantai karbo antara 13-15.
Beberapa asam dimaksud diantaranya adalah shelloic acid, jalaric acid, dan
laksholic acid) (Nakanzhi 1974). Standar mutu lak butiran merujuk pada
Keputusan Badan Standarisasi NasionalNo. 1705A/BSN-1/HK.4/6/2000 dengan
nomor SNI 01-5009-2-2000. Dalam keputsan tersebutan terdapat persyaratan
umum lak butiran, dimana mutu lak dibedakan menjadi 2 yaitu mutu D dan mutu
P (kulitas ekspor).
No Karakteristik Mutu P Mutu D
1. Kekeringan Kering tidak ada Kering boleh ada
gumpalan gumpalan
2. Kebersihan Bebas dari Boleh ada debu
ranting, bebesa lak dan bahan
debuk lak dan lainya
bahan lainnya
3. Warna Kuning Coklat kehitaman
kecoklatan
4. Besar butiran Diameter 0,2-0,5 Tidak dibatasi
cm

Proses singkat pembuatan shellac yaitu lak butiran di cuci, kemudian


dikeringkan, lalu dipanaskan dan dileburkan, lalu dilakukan lagi proses
pengeringan shellac (lak lembaran).
2.6 CNSL (Cashew Nut Shell Liquid)
Jambu mete alias (Anacardium occidentale L) adalah tanaman perkebunan
yang memiliki nilai jual cukup tinggi. Akan tetapi, jambu mete saat ini belum
mencapai nilai jual maksimumnya dikarenakan pemanfaatan jambu mete yang
masih terbatas pada biji mete yang digunakan dalam industri makanan. Biji mete
biasanya dimanfaatkan sebagai pengisi kue, dimakan langsung, atau bisa menjadi
bahan tambahan dan pengaya rasa makanan. Kandungan organik pada buah jambu
mete untuk 100 gram bahannya adalah 82.5 gram air, 0.7 g protein, lemak 0.6 g,
karbohidrat 15.9 g, mineral 0.3 g, 197 mg vitamin C, serta kadar vitamin yang
terkandung di dalamnya cukup kecil (Jumari 2009). Pada tahun 2010 Indonesia
berhasil memproduksi sekitar 145.082 ton jambu mete dimana 42% dari jumlah
tersebut langsung diekspor dalam bentuk gelondong, 10 % diekspor setelah
dikacip menjadi kacang, dan sisanya dikonsumsi oleh masyarakat lokal
(Ditjenbun 2009). Dari data diatas, presentase kulit mete yang dapat dihasilkan
adalah 45% dan rendemen CNSL pada kulit adalah sekitar 30-35% maka CNSL
yang bisa dihasilkan per tahunnya adalah sekitar 11-14 ribu ton. Jika mete tidak
diekspor langsung dalam bentuk gelondong dan ditambah nilainya tentunya
Indonesia akan lebih untung lagi. Dengan mengekspor dalam bentuk gelondong
maka potensi produksi CNSL tersebut hilang dimanfaatkan negara lain, sehingga
pada posisi seperti ini Indonesia merugi, karena hilangnya nilai tambah dari

produk CNSL.

Gambar. Struktur Kimia CNSL


CNSL memiliki senyawa penyusun yaitu senyawa asam anakardat, kardol,
dan kardanol yang merupakan fenol alami . Kardanol memiliki struktur kimia
yang sangat mirip dengan fenol sintetik yang diproduksi oleh industri sehingga
membuat CNSL berpeluang menjadi subtitusi fenol sintetik yang berasal dari
turunan minyak bumi. Kebutuhan senyawa fenol di Indonesia sangatlah tinggi
namun produksi fenol dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan sehingga
dipilihlah jalur impor. Badan Pusat Statistik (2004) melaporkan Indonesia
mengimpor fenol dalam bentuk fenol dan resin fenol sebanyak 53.640 ton/tahun.
Sehingga apabila potensi CNSL yang terkandung dalam kulit biji jambu mete di
daya gunakan dengan baik, maka akan terjadi penghematan devisa karena
terjadinya pengurangan impor fenol dengan adanya substitusi fenol alami dari
CNSL. CNSL bersifat viscous, lekat-lekat kental, berwarna coklat kehitaman,
pahit, pedas, sangat reaktif dalam reaksi oksidasi maupun polimerisasi. CNSL
merupakan minyak yang tersusun dari senyawa fenolat kompleks dengan rantai
karbon panjang bercabang dan tidak jenuh (Ketaren, 1986).

Tabel sifat fisika dan kimia CNSL


Komponen utama CNSL yang merupakan fenol alami memiliki
keunggulan bila dibandingkan fenol sintetik yang dihasilkan dari turunan minyak
bumi. CNSL merupakan hasil produk tumbuhan yang bersifat terbarukan, dimana
bahan kesediaannya dapat diperbarui setiap masa panen, hal ini tidak bisa
dilakukan oleh fenol sintetis yang ketersediaannya bergantung pada minyak bumi
yang semakin lama stoknya semakin menipis dan kemungkinan semakin lama
akan terjadi kenaikan harga akibat menipisnya suplai minyak bumi. Selain itu,
biodegradabilitas produk CNSL ini sangatlah tinggi sehingga sangat ramah
lingkungan, berbeda dengan fenol sintetis yang sulit terdegradasi oleh alam.
Surfaktan hasil CNSL dalam 28 hari dapat terdegradasi sebanyak 64-75%
sedangkan surfaktan hasil sintetis hanya terdegradasi selama 13% dalam periode
yang sama (Tyman dan Bruce 2004).
Selanjutnya senyawa fenol CNSL mempunyai keunggulan dalam susunan
struktur molekulnya yang tidak dipunyai oleh fenol sintetis minyak bumi. Kubo et
al. (2003) dan Carioca et al. (2005) menyatakan bahwa asam anakardat, kardanol
dan kardol merupakan senyawa fenolik yang mempunyai ikatan rangkap pada
rantai sampingnya. Rantai karbon samping senyawa kardanol mempunyai
komposisi monoena (rangkap satu) 31,97%, diena (rangkap dua) 16,12% dan
triena (rangkap tiga) 47,97%, serta ikatan jenuh 3,94%, dimana ikatan tidak jenuh
triene lebih mudah mengalami reaksi polimerisasi daripada ikatan tidak jenuh
monoene dan diene. Steven (2001) menyatakan bahwa dengan adanya rantai
samping yang panjang dengan campuran ikatan tidak jenuh tersebut menyebabkan
kardanol memiliki fleksibilitas proses yang tinggi, yang mengakibatkan senyawa
kardanol dapat dengan mudah melakukan polimerisasi. Resin fenolik diperoleh
melalui dua tahapan reaksi, yaitu reaksi metilosasi dan reaksi polimerisasi
kondensasi, dimana resin fenolik yang terbentuk tergantung pada jenis katalis
asam atau basa dan nisbah formaldehida terhadap fenol . Katalis basa
dipergunakan pada nisbah mol formaldehida dengan fenol lebih dari 1 : 1 yaitu
formaldehida berlebih, pada keadaan tersebut resin fenolik yang terbentuk disebut
resin resol, sedangkan katalis asam dipergunakan pada nisbah mol formaldehida
dengan fenol kurang dari 1 : 1 yaitu fenol berlebih, dan resin fenolik yang
terbentuk disebut resin novolak. Selama reaksi metilosasi secara bersamaan terjadi
pula reaksi polimerisasi kondensasi antara metilol fenol dengan kardanol ataupun
dengan metilol fenol lainnya, dimana ikatan polimer tidak hanya pada cincin
aromatik saja, tetapi juga terjadi pada rantai samping yang tidak jenuh, sehingga
mempunyai ikatan yang lebih kuat daripada polimer resin fenolik berbasis fenol
minyak bumi (Manhanwar dan Kale, 1996).
BAB III
RESIN ALAM TERMODIFIKASI DAN KARAKTERISTIKNYA

3.1 Gondorukem

Gambar 1. Jenis asam lemak gondorukem yaitu asam abietat dan asam
levopimarat.
Jenis-jenis asam resin pada gondorukem minyak sama dengan jenis-jenis
asam resin pada gondorukem getah dan gondorukem kayu. Jenis asam lemak
gondorukem salah satunya yaitu asam abietat. Asam abietat memiliki sifat
terisomer di dalam panas dan mudah teroksidasi oleh oksigen dari udara. Pada
pengaplikasiannya, rosin digunakan sebagai bahan pendarih kertas alami dengan
kondisi pH asam karena mudah, relatif murah dan prosesnya juga sederhana.
Proses pendarihan kertas tergantung pada kapasitas bahan rosin yang digunakan.
Dengan penggunaan bahan rosin ini juga terdapat kelemahan yaitu turunnya
permanensi lembaran (kemampuan kertas untuk tetap stabil secara kimia dan fisik
untuk jangka waktu lama), limbah yang dihasilkan mengandung banyak polutan,
dan membuat mesin cepat aus/rusak. Oleh sebab itu, diperlukan adanya suatu
penelitian tentang gondorukem modifikasi khususnya rosin sebagai bahan
pendarih. Salah satu metodenya dapat menggunakan bahan pengendap (fixing
agent) seperti PAC atau aluminium sulfat dan dengan cara memodifikasi bentuk
alami dari rosin itu sendiri menjadi rosin terfortifikasi atau rosin emulsi
bermuatan. Karakterisik rosin yang dihasilkan pada gondorukem nantinya akan
lebih stabil, meningkatkan derajat keasaman (pH) untuk proses saponifikasi,
mengurangi zat-zat pengotor pada gondorukem yang dapat berpengaruh pada
kertas. Dengan adanya kadar kotoran yang banyak dapat menyebabkan timbulnya
noda - noda hitam pada kertas yang dihasilkan (Indriati dan Hidayat 1993).
Gondorukem dapat juga diaplikasikan pada pembuata vernis. Kualitas
gondorukem yang rendah memberikan hasil yang rapuh, timbul reaksi garam-
garam logam berat pada vernis sehinggan gondorukem perlu untuk dimofikasi.
Salah satu cara modifikasi terhadap gondorukem adalah dengan proses esterifikasi
dengan suhu optimal 280oC. Proses esterifikasi pada kondisi suhu yang sesuai
dapat ditandai dengan adanya penurunan bilangan asam dan dapat dibantu dengan
penambahan minyak biji karet pada pengaplikasiannya. Karakteristik yang
nantinya dihasilkan yaitu daya rekat yang baik pada vernis ditunjukkan dengan
semakin sedikit hasil goresan yang terkelupas (menunjukkan ketahanan vernis),
meningkatkan fleksibilitas lapisan (tergantung dari tingkat fleksibilitas pada
lapisan vernis), warna vernis yang dihasilkan menjadi lebih terang (Sri et al.
2017).

3.2 Damar
Getah damar dapat dimodifikasi menjadi menjadi daspal. Daspal (damar
aspal) yaitu salah satu jenis bioaspal yang merupakan campuran dengan bahan
utamanya merupakan damar sebagai bahan pengikat dan serbuk bata yang dilebur
menjadi satu dengan menggunakan minyak goreng kualitas rendah sebagai bahan
peleburnya. Salah satu kekurangan utama dari daspal ini adalah rendahnya nilai
daktilitas. Untuk meningkatkan nilai daktilitas tersebut, maka digunakan bahan
tambah fly ash . Fly Ash berfungsi sebagai pemisah antara zat pengotor dengan
daspal, meningkatkan nilai daktilitas dan menambah kemampuan kohesi atau
ikatan antar partikel dari material daspal. Pemanfaatan fly ash yaitu dapat
dikatakan zeloit sebagai absorben dimana zeloit yang terdehidrasi akann
mempunyai struktur pori terbuka dengan internal surface area besar, sehingga
kemampuan mengabsorb molekul selain air semakin tinggi. Ukuran cincin dari
jendela yang menuju rongga menentukan ukuran molekul yang dapat terabsord.
Sifat ini yang menjadikan zeloit mempunyai kempampuan penyaringan yang
sangat spesifik yang dapat digunakan untuk pemurnian dan pemisahan. Hal ini
berkaitan dengan pemurnian dan pemisahan zat kotor yang terkandung dalam
daspal modifikasi ini, fly ash berfungsi mengabsord campuran getah damar dan
minyak sehingga butiran – butiran zat yang tidak larut dalam proses memasak
daspal akan tertinggal atau tidak menyatu menjadi daspal modifikasi (Zai et al.
2017)
3.3 Lak
Lak yang digunakan oleh industri di Indonesia diolah dengan proses panas
(heat process). Namun kualitas lak yang dihasilakn dari proses tersebut tergolong
rendah. Maka diperlukan suaut modifikasi agar kualitas yang dihasilkan lebih
tinggi. Salah satu caranya yaitu dengan proses pelarutan (solvent process). Proses
pelarutan bisa menghasilkan shelak yang lebih bersih dan beberapa sifat lainnya
yang lebih baik dibandingkan proses panas (Lukman AH dan Silitonga 1988).
Cara pelaksanaan pengolahan lak secara pelarutan yaitu sebagai berikut :
- Lak cabang dikupas dari kayunya, digiling menjadilak kerokan
- Diayak, dipisahkan menjadi butir-butiran
- Lak butiran dicuci dengan larutan soda abu (Na2CO3), dibersihkan, dan
kemudian direndam dalam air garam (NaCl)
- Lak butiran/lak biji bersih ditebar diatas lantai untuk mengurangi kadar air
dengan diangin-anginkan
Lak biji yang diperoleh dari pabrik kemudian diolah dengan proses pelarutan
menggunakan pelarut etil alkohol (ethanol). Produk yang dihasilkan (shelak)
dianalisa sifat fisiko-kimianya yang meliputi kadar air, kadar abu, bagian yang
larut dalam air, bagian yang larut dalam alkohol dingin, bilangan asam dan
bilangan iod.

3.4 CNSL (Cashew Nut Shell Liquid)


Epoksilasi rantai linier
Campuran asam format dicampur dengan kardanol dan H2SO4
dimasukkan kedalam bejana kaca dan diaduk lalu didinginkan pada 0 derajat
celcius. Pengadukan dilanjutkan dan suhu tetap pada 0 derajat celcius dan
ditambahkan H2O2. Proses ini memakan waktu sekitar 5-10 jam dan setelah
selesai maka dilanjutkan dengan penaikkan suhu hingga 35 derajat celcius. Proses
ini akan mengubah gugus epoksi menjadi ester hidroksil-formoksi. Hasil tadi
dihidrolisis kembali dengan natrium asetat pada suhu 80 derajat celcius selama 4
jam dan dinetralkan, dicuci air bersih sampai pH netral. Proses akhir adalah
pengeringan dengan natrium sulfat anhdirat.
Brominasi rantai linier.
Larutan kardanol diaduk dan dilarutkan dalam karbon tetraklorida lalu
ditambahkan tetes demi tetes larutan 1,0 M brom dalam karbon tetraklorida.
Campuran tersebut secara dimasukkan ke dalam penangas es pada 0ºC selama 60
menit. Campuran reaksi dicuci dengan natrium karbonat encer jenuh (5x20 ml)
dan kemudian dengan air (2x20 ml). Produk dikeringkan dengan natrium sulfat
anhidrat
Hidrobrominasi rantai linier
Campuran kardanol dan 18 g SiO2 dilarutkan dalam diklorometana
diambil bersama dalam bejana kaca dan campuran di bawah pengadukan magnet
didinginkan sampai 0ºC. PBr 3 dilarutkan dalam diklorometana (10 ml)
ditambahkan tetes demi tetes dari corong pengatur tekanan selama 10 menit.
Setelah selesai campuran diaduk selama 90 menit. Campuran reaksi dilewatkan di
atas kertas saring untuk mendapatkan larutan. Larutan filtrat dicuci dengan larutan
natrium bikarbonat 10% (masing-masing 20 ml, sampai tidak ada lagi gas yang
keluar), kemudian dengan air garam (5x20 ml). Lapisan organik dipisahkan dan
kemudian dikeringkan dengan natrium sulfat anhidrat.
Dari modifikasi ini, produk mengalami perubahan pada indeks yodium dan titik
tuangnya.

Perbandingan indeks iodin setelah modifikasi dengan berbagai metode

Perbandingan titik tuang CNSL setelah modifikasi dengan berbagai metode


BAB IV
APLIKASI

4.1 Gondorukem
Gondorukem dapat juga diaplikasikan pada pembuata vernis. Kualitas
gondorukem yang rendah memberikan hasil yang rapuh, timbul reaksi garam-
garam logam berat pada vernis sehinggan gondorukem perlu untuk dimofikasi.
Salah satu cara modifikasi terhadap gondorukem adalah dengan proses esterifikasi
dengan suhu optimal 280oC. Proses esterifikasi pada kondisi suhu yang sesuai
dapat ditandai dengan adanya penurunan bilangan asam dan dapat dibantu dengan
penambahan minyak biji karet pada pengaplikasiannya. Karakteristik yang
nantinya dihasilkan yaitu daya rekat yang baik pada vernis ditunjukkan dengan
semakin sedikit hasil goresan yang terkelupas (menunjukkan ketahanan vernis),
meningkatkan fleksibilitas lapisan (tergantung dari tingkat fleksibilitas pada
lapisan vernis), warna vernis yang dihasilkan menjadi lebih terang (Sri et al.
2017).
4.2 Damar
Aplikasi damar yaitu dapat digunakan untuk industri cat, mengolah damar
menjadi cat merupakan salah satu hal yang mungkin tujuannya yaitu untuk
memanfaatkan damar menjadi bahan baku pembuatan cat. Biasanya cat terbuat
dari bahan-bahan seperti resin pigmen dan xpander atau pengisi pelarut dan bahan
tambahan lainnya resep merupakan komponen utama dalam cat yang berfungsi
melekatkan bahan bahan cat lainnya dan juga melekatkan keseluruhan bahan cat
pada permukaan suatu bahan serta membentuk suatu lapisan (Gunirto 2016)
4.3 Kopal
Aplikasi kopal berdasarkan komposisi dan sifat fisika-kimianya dapat
digunakan untuk berbagai keperluan industri, seperti cat, vernis, lak merah, tinta,
bahan sizing, bahan pelapis tekstil dan kosmetik (Waluyo et.al 2004). Menurut
Marshall dan Chandrasekharan (2009), penggunaan utama Kopal adalah untuk
industri pembuatan kertas, vernis kayu, lak dan cat, kosmetik , perekat pada
penambal gigi, dan perekat plester. Selain itu, Kopal di India banyak digunakan
sebagai dupa dan pengobatan tradisional.Sedangkan upaya pemanfaatan kopal di
dalam negeri yaitu dilakukan diversifikasi produk kopal dengan melaksanaan
percobaan pembuatan pernis (Edriana et.al 2004). Kopal berbentuk seperti berlian
yang indah dan dapat dijadikan sebagai pajangan dan penghias ruang tamu.
4.4 Jernang
Di samping itu, jernang dimanfaatkan sebagai bahan pewarna untuk
mengecat barang-barang pernis, dahulu dan sekarang. Jernang yang berasal dari
beberapa jenis rotan (Daemonorops) adalah resin hasil sekresi buah rotan jernang
dan resin menempel pada bagian luar kulit buah. Salah satu teknologi nano yang
berkembang saat ini adalah penggunaan serat nano (nanofibers) untuk berbagai
produk. Serat nano mempunyai sifat unik dan berpotensi untuk diaplikasikan di
bidang biologi, kimia, elektronik, teknik, biomedis, dan pelindung berbagai
produk Salah satu aplikasi serat nano dalam bidang medis adalah meningkatkan
efisiensi pemakaian obat. Salah satu aplikasi serat nano dalam bidang biomedis
adalah menyembuhkan luka dengan memasukkan bahan antibiotik pada matriks
serat nano Teknik pemanfaatan matriks serat nano sebagai media ekstrak jernang
untuk penyembuh luka telah diujicobakan dengan hasil yang cukup memuaskan.
(Soscia et al 2010)

4.5 Kopal
Hasil pemurnian lak (shellac) banyak digunakan untuk pelapis (coating)
berbagai jenis bahan pangan seperti permen dan buah-buahan yang dinyatakan
oleh FDA. Shellac  juga digunakan untukproduksi farmasi, terutama  bahan dasar
kapsul. Selain itu Shellac bayak dimanfaatkan untuk industri non pangan, yaitu
sebagai bahan campuran pernis, pelitur, dempul, perekat, bahan peledak, smir
sepatu, isolasi alat-alat listrik, piringan hitam, film, tinta cetak, pengeras topi dll
(Miller dan Kosztaab 1979).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lak lokal dapat bersaing secara global.
Kendala yang ditemukan hanya dalam ada beberapa bahan yang tidak larut dan
kadar air tinggi. Tuntutan pasar internasional untuk bahan tidak larut sekitar 2,5-
5% dan kadar air maksimum 4%. Indonesia khususnya NTT belum bisa
memenuhi permintaan pasar tersebut. Tingginya kandungan bahan tida larut dan
kadar air merupakan indiskator bahwa penangananpascapanen lak beum
dilakukan secara baik.

4.6 CNSL (Cashew Nut Shell Liquid)


CNSL dapat dimanfaatkan dalam industri sebagai berikut :
Industri Farmasi
Asam anakardat dan kardanol mempunyai potensi sebagai agen
antikanker. asam anakardat dapat menghambat aktivitas enzim GPT (Glutamat
Piruvat Transaminase), suatu enzim yang dilepaskan hati saat terjadi kerusakan sel
hati. Oleh karena itu, asam anakardat mempunyai prospek yang bagus sebagai
obat kerusakan hati/hepatitis. Kemudian dikemukakan juga bahwa asam anakardat
dapat berkhasiat sebagai obat cacing, dimana larutan asam anakardat dalam
larutan fisiologis dengan konsentrasi 0,5-5% terbukti dapat membunuh cacing
gelang Ascaris lumbricoides. asam anakardat mempunyai aktivitas antibakteri
terhadap bakteri gram positif Staphylococcus aureus, dimana cara kerja
antibakterinya berlaku sebagai surfaktan dengan merusak dinding sel, sedangkan
mekanisme biokimianya berdasarkan kemampuannya menghambat enzim
sulfihidril
Industri Insektisida
Asam anakardat dapat berfungsi sebagai insektisida, dapat Pemanfaatan
Cashew Nut Shell Liquid sebagai Sumber Fenol Alami pada Industri Buletin
RISTRI Vol 2 (2) 2011 191 menghambat kerja enzim prostaglandin sintetase,
yaitu enzim yang diperlukan untuk pembentukan prostaglandin yang berperan
dalam sistim fisiologis dan reproduksi serangga
Industri pelapis
Vernis berbasis CNSL memiliki sifat yang unggul antara lain : (1) cepat
mengering dengan waktu kering tiga jam, (2) kilap film dan ketahanan terhadap
cuaca cukup tinggi, (3) bersifat lentur sehingga lapisan film tidak mudah retak, (4)
kekerasan film cukup tinggi sehingga tidak mudah tergores, dan (5) tahan
terhadap air serta bahan kimia khususnya asam. Oleh karena itu, vernis berbasis
CNSL memenuhi standar mutu vernis tipe A (untuk pemakaian interior dan
eksterior) SNI 06-1009-1989
Industri Kanvas Rem dan Plat Kopling Kendaraan.
Reaksi polimerisasi senyawa fenolik berbasis CNSL dengan formaldehida
menggunakan katalis asam organik heksametilena tetraamina, akan menghasilkan
resin fenolik yang padat dan keras serta bersifat termoset, sehingga resin tersebut
tidak mudah larut dalam pelarut non polar yang dapat menyebabkan korosi
maupun kerusakan, oleh karena itu sejak tahun 1976 India telah mengembangkan
resin tersebut sebagai bahan baku bubuk friksi untuk komponen pelunak gesekan
kanvas rem maupun plat kopling kendaraan.
Industri Pengecoran logam
Pemanfaatan resin CNSL sebagai perekat cetakan pasir pada pengecoran
logam memberikan daya rekat yang lebih baik serta cetakan yang lebih kuat,
adapun CNSL sebagai minyak inti pengecoran memberikan permukaan barang
cetakan lebih tahan kelembaban dan korosi.

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2000. Lak Butiran (seed lak). SNI 01-5009.2-
2000. Jakarta(ID): BSN.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2010. Getah jernang. SNI 1671:2010. Badan
Standardisasi Nasional. Jakarta(ID) : SNI

Ando, Y. dan B. Wiyono. 1988. Sifat-sifat kopal manila dari Pekalongan Timur
dan Banyumas Barat. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 5(6): 353 – 356. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.

Boer E, Ella AB (et al.). 2000. Plants producing exudates. In: Hanum IF, van der
Maesen LJG (eds). Plant Resources of South-East Asia (PROSEA).18:65.

Carioca JOB , Vasconcelos GFC , Abreu RFA and Monteiro CTF . 2005. Process
of purification of cashew nut shell liquid for isolation of cardanol. In: 2nd
Mercosur Congress on Chemical Engineering, Rio de Janeiro.

Ditjenbun. 2010. Statistik Perkebunan Indonesia Tahun 2005 - 2010. Direktorat


Jendral Perkebunan, Kementerian Pertanian. Jakarta.

Edriana E,Dalian E,K Totok.2004. Percobaan Pembuatan Pernis dari Kopal Asal
Probolinggo. Jurnal Penelitian Hasil Hutan .22(1):35-41.

Guritno WM. 2016. Damar Alam untuk Industri Cat. Jurnal Riset Teknologi
Industri. 2(4) : 9-18.

Indriati, L., Hidayat, T., 1993. Pendarihan Dengan Rosin Emulsi. Berita Selulosa
Vol. XXIX No.3. Bandung: Balai Besar Selulosa.

Jumari, Arif, 2009. Pembuatan etanol dari jambu mete dengan metode fermentasi.
Ekuilibrium 7(2): 48-54

Kataren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI press.


Jakarta.
Kirk, R. E, Othmer, D. F. 2007. Encyclopedia of Chemical Technology 4th.
Volume Ke-21. The Interscience Encyclopedia, Inc. New York.Lukman
AH, Silitonga T. 1988. Percobaan pembuatan lak kuning dengan proses
pelarutan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 5(3): 148-150

Kubo I, Ochi M, Vieira PC, Komatsu S. 1993, Antitumor agents from the cashew
(Anacardium occidentale) apple juice. Journal Agric. Food Chem. 41(1) :
1012 – 1015.

Kusuma I,Arung E,Sukaton E,Rosamah E,Kuspradini H.2016. Pengenalan Jenis


Getag Gum-Lateks-Resin. Samarinda (ID) :Mulawarman University Press.

Lukman AH, Silitonga T. 1988. Percobaan pembuatan lak kuning dengan proses
pelarutan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 5(3): 148-150

Mahammad K, Ike R, Taufan H. 2014. Pengolahan Gondorukem Menjadi Bahan


Pendarihan sebagai Aditif pada Pembuatan Kertas. Jurnal Selulosa.
4(1):17-24.

Manhanwar PA, Kale DD. 1996. Effect of cashew nut shell liquid (CNSL) on
properties of phenolic resins. Journal of Apllied Polymer Science 61 : 2107
– 2111.

Marshall E, Chandrasekharan C. 2009. Non-farm income from non-wood forest


products. FAO of The United Nations, Rome.

Metcalf CL, Flint WP. 1983. Destructive and Useful Insects, thir habits and
control. New Delhi (IND): McGraw Hill.

Miller DR, Kostzaab. 1979. Recent advances in the study of scale insects. Ann
Rev Entomology. 24:1-27.

Murtini A. 2011. Esterifikasi Gondorukem Maleat dengan Gliserol. [Skripsi].


Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Nakanzhi 1974. Chemical Process Industry. Illonois: Irwin Pub Taskirawati I,


Suratmo FG, Darusman D, Haneda NF. 2007. Peluang investasi usaha
budidaya kutu lak (Laccifer lacca Kerr): studi kasus di kph probolinggo
perum perhutani unit II Jawa Timur. Jurnal Perennial. 4(1):23-27.

Perhutani .2001. Getah damar,pasang surut budidaya getah damar (kopal)


Probolinggo.Duta Rimba 25 :253.

Saifuddin, S., Nahar, N., & Mawardi, I. (2018). Ekstraksi resin dari buah jernang
(dragon blood) metode under kritis pelarut untuk peningkatan kualitas
mutu resin jernang sesuai SNI 1671: 2010. Jurnal Teknologi Kimia
Unimal, 6(1), 1-9.
Soscia DA, NA Raof, Y Xie, NC Cady, AP Gadre. (2010). Antibiotic-Loaded
PLGA Nanofibers for Wound Healing Applications. Advance
Biomaterials. 12(4), 83−88.

Sri S, Sari P, Herman Y. 2017. Pembuatan Vernis Berbahan Gondorukem Yang


Dimodifikasi Gliserol dan Paduan Linseed Oil dengan Minyak Biji Karet
Menggunakan Metode Esterifikasi Tanpa Katalis. Jurnal Inovasi Teknik
Kimia. 2(1):54-59.

Steven MP. 2001. Kimia Polimer (terjemahan : Polymer Chemistry, An


Introduction). Penerbit Pradnya Paramitha: Jakarta.

Tyman, JHP , Bruce IE . 2003. Synthesis and characterization of polyethoxylate


surfactantas derived from phenolic lipids. Journal of Surfactants and
Detergents 6(4) : 291 – 297.

Waluyo T, Sumadiwangsa E.S, Hastuti P, Kusmiyati E. 2004a. Sifat-sifat kopal


manila dari probolinggo, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hasil
Hutan.22(2): 87-94

Whitmore, T.C. 1977. A first look at Agathis. Tropical   Forestry Papers No. 11.
University of Oxford  Commonwealth Forestry Institute.

Zai AKS, Djumari D, Setyawan A. 2017. Studi karakteristik daspal modifikasi


dengan bahan getah damar, fly ash, minyak goreng dan lateks dibandingkan
dengan aspal penetrasi. Matriks Teknik Sipil. 5(3) : 1-8.

Anda mungkin juga menyukai