Anda di halaman 1dari 4

BISNIS ENERGI DI

INDONESIA DAN DUNIA


A N G G
O T A :
IVAN FEBRIAND MUHAMMAD 101319077
EDUARD MAURITS MONE 101318115
NUR UTAMA 101319082
YUSUF MARINGGA 101319108
MHD. ROZY POHAN 101319054

KEBUTUHAN ENERGI DI DUNIA DAN INDONESIA (SEJARAH OIL & GAS INDUSTRY DI INDONESIA)

Kebutuhan Energi di Dunia


Menurut proyeksi Badan Energi Dunia (International Energy Agency-IEA), hingga tahun 2030 permintaan energi
dunia meningkat sebesar 45% atau rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1,6% per tahun. Sebagaian besar
atau sekitar 80% kebutuhan energi dunia tersebut dipasok dari bahan bakar fosil. Menurut International Energy
Agency (IEA), yaitu sebuah badan di bawah naungan kelompok negara OECD (Organization for Economic
Cooperation and Development), dalam laporan tahunannya yang bertajuk World Energy Outlook 2008 (WEO 2008),
konsumsi tahunan energi primer dunia pada tahun 2008 berada di level 12.000 MTOE (juta ton of oil equivalent);
meliputi minyak, batu bara, gas, biomassa, nuklir, hidro, dan energi terbarukan lainnya. Bila diproyeksikan ke depan,
konsumsi tahunan energi dunia di tahun 2030 diprediksi berada di level 17.000 MTOE dengan didominasi oleh
energi fosil hingga 80% pada tahun 2030.
Kebutuhan Energi di Indonesia
Mengutip data Dewan Energi Nasional (DEN), kebutuhan energi Indonesia pada 2020 sebesar 290 juta ton setara
minyak (million ton oil equivalent/mtoe), meningkat dari posisi dua tahun lalu yang sebesar 185 mtoe atau satu
persen dari kebutuhan konsumsi dunia.Berdasarkan Analisa yang dilakukan OEI pada tahun 2019 memberikan
gambaran proyeksi permintaan dan penyediaan energi nasional dalam kurun waktu 2019-2050. Analisis
permintaan dan penyediaan energi dilakukan berdasarkan hasil perhitungan model LEAP (Long-range Energy
Alternatives Planning System) dan dalam perhitungan penyediaan listrik menggunakan pemodelan Balmorel.
Dalam hal ini mereka melakukan beberpa sekenario untuk mengetahui proyeksi permintaan dan penyediaan
energi periode 2019-2050. Permintaan energi final nasional tahun 2025 pada skenario BaU, skenario PB dan
skenario RK masing-masing sebesar 170,8 MTOE, 154,7 MTOE dan 150,1 MTOE. Permintaan energi final pada tahun
2050 dengan skenario yang sama masing-masing sebesar 548,8 MTOE, 481,1 MTOE dan 424,2 MTOE. Pada tahun
2025, permintaan energi untuk seluruh skenario masih didominasi oleh sektor transportasi yaitu sekitar 35% dan
pada tahun 2050 didominasi oleh sektor industri antara 37-42%. (Outlook Energi Indonesia 2019).

Sejarah Industri Migas di Indonesia


Sebelum lahirnya pertamina, industry perminyakan di Indonesia didominasi oleh
Belanda dan Inggris yang mempunyai perusahaan besar pada saat itu yaitu Royal
Dutch Shell. Awalmulanya Indonesia membentuk perusahaan minyak negara
dibawah pimpinan dr. Ibnu Sutowo yang diberi nama PERMINA (perusahaan
tambang minyak negara). Selanjutnya, pada tahun 1961 setelah sistem konsesi
perusahaan asing dihapuskan dan diganti dengan sistem kontrak karya dibentuklah
PN PERTAMIN (Perusahaan Tambang Minyak Negara). Kedua perusahaan ini yang
kemudian dimerger dan membentuk perusahaan minyak milik negara yang kita
kenal dengan nama PERTAMINA (Perusahaan Tambang Minyak dan Gas Bumi
Nasional). Sejak saat itu industri minyak menjadi salah satu tulang punggung
perekonomian nasional. Eksplorasi minyak oleh perusahaan negeri dan asing
dilakukan dengan skala besar di berbagai daerah mengingat Indonesia kaya akan
kekayaan alam. Bahkan pada masa Orde Baru, Indonesia dikenal sebagai produsen
dan eksportir utama minyak di dunia dan pernah mencapai angka produksi 1,65 juta
barrel per hari pada tahun 1977. Indonesia juga ikut tergabung dengan OPEC
(Organization of the Petroleum Exporting Countries).
Sejak jaman pemerintahan kolonial Belanda, di Indonesia sudah dilakukan eksplorasi dan produksi minyak bumi.
Pengusahaan minyak bumi di Indonesia memang tergolong yang tertua di dunia. Pengeboran minyak pertama di
Indonesia, yang dilakukan oleh J Reerink, 1871. Pada pertengahan abad ke-19, Corps of the Mining Engineers, suatu
institusi Belanda, telah melaporkan penemuan minyak pada dekade 1850-an, antara lain di Karawang (1850),
Semarang (1853), Kalimantan Barat (1957), Palembang (1858), Rembang dan Bojonegoro (1858), Surabaya dan
Lamongan (1858). Temuan minyak terus berlanjut pada dekade berikutnya, antara lain di daerah Demak (1862),
Muara Enim (1864), Purbalingga (1864) dan Madura (1866). Cornelis de Groot, yang saat itu menjabat sebagai Head
of the Department of Mines, pada tahun 1864 melakukan tinjauan hasil eksplorasi dan melaporkan adanya area
yang prospektif. Laporannya itulah yang dianggap sebagai milestone sejarah perminyakan Indonesia (Abdoel
Kadir, 2004).
Pada tahun 1890, Belanda secara resmi mendirikan perusahaan minyak di Indonesia yang diberi nama NV
Koninklijke Nederlandsche Petroleum Maatschappij, atau Royal Dutch Petroleum Company.

TAHAPAN EKSPLORASI (GEOLOGI)


Eksplorasi pada cebakan – cebakan mineral selalu dilakukan secara bertahap. Sistem bertahap ini
dilakukan untuk mengurangi suatu resiko eksplorasi. Selain itu sistem ini dihubungkan dengan metode
eksplorasi yang digunakan. Menurut Peters, 1978 dalam Koesomadinata, 2000 tahapan eksplorasi modern
adalah suatu strategi eksplorasi modern meliputi 2 tahapan eksplorasi dengan sub-tahapannya, dimana
pada setiap tahapan memberikan kesempatan untuk pengambilan keputusan serta penyempurnaan model
eksplorasi serta petunjuk geologi yang lebih relevan. Tahapan ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian
antara lain:
1. Tahapan Rancangan Eksplorasi (Exploration Design Stage)
Rancangan eksplorasi ini antara lain menyangkut tentang review literatur , geologi regional, citra landsat,
interpretasi foto udara. Selain itu juga mencakup tentang model eksplorasi sebagai hipotesa kerja penentuan
strategi dan pemilihan metoda eksplorasi.
2. Tahapan Eksplorasi Tinjau – Tingkat Strategis (Reconnaissance Exploration Stage – Strategic Phase)
Pada tahap ini dibagi menjadi 3 tahap antara lain :
2.1 Penilaian Regional (Regional Apprasisal)
Penilaian regional ini berdasarkan data dan studi pustaka yang ada.
2.2 Peninjauan Daerah (Area Reconnaissance)
Peninjauan daerah ini dilakukan dengan melakukan survei daerah. Survei ini dapat menggunakan survei udara
seperti surveidan analisa foto udara, survei dan analisa aeromagnetic. Sedangkan survei darat berupa lintasan –
lintasan dengan metoda geologi atau non geologi, pengambilan batuan perconto di sungai (stream sampling), dan
sebagainya. Tahapan ini menghasilkan daerah – daerah prospek dengan peta skala 1 : 100.000 – 200.000.
2.3 Pemilihan Sasaran (Target Selection)
Tahap ini merupakan akhir dari semua tahapan eksplorasi tinjau – tingkat strategis. Tahap ini menindaklanjuti
tahap peninjauan daerah dengan sitem metoda geologi berupa : prospeksi batuan di sungai seperti float mapping
and sampling, stream sediment sampling, dan rock sampling. Kadangkala bersamaan dengan pembuatan
paritan, pemboran dangkal dan metoda geofisika seperti survei magnetic, gravitasi, seismik dan reflaksi seseuai
dengan petunjuk geologi.
3 Tahapan Eksplorasi Rinci – Tingkat Taktis (Detail Exploration Stage – Tactical Phase)
Tahapan ini dibagi menjadi 3 tahapan yaitu :
3.1 Penyelidikan Permukaan Rinci (Detail Surface Investigation)
Tahap ini berupa penciutan daerah prospek dengan peta skala 1:5000 – 1:1000. Kegiatan pada tahap ini antara lain
berupa pemetaan geologi rinci , surve geokimia rinci, pembuatan paritan dan sumur uji dan survei geofisika rinci
dan pengambilan beberapa contoh batuan hasil pemboran.
3.2 Penyelidikan Bawah permukaan Rinci (Detail Subsurface Investigation)
Pada tahap ini berupa pembuatan terowongan eksplorasi, pengeboran core – logging yang lebih rapat,
pengukuran geophysical logging, penentuan cadangan pendahuluan dan pengambilan contoh secara sistimatis
3.3 Penemuan / Bukan Penemuan (Discovery / Nondiscovery)
Pada tahap ini faktor – faktor teknik penambangan, teknik ekstraksi metalurgi, kebutuhan energi dalam
penambangan serta penilaian ekonomis (feasibility studies) dilakukan agar dapat diketahui suatu prospek dapat
ditambang atau tidak.
4 Tahapan Evaluasi dan Pra Produksi ( Evaluation and Preproduction Stage)
Tahap ini merupakan tahap akhir sebelum dilakukan penambangan suatu daerah. Tahap ini berupa evaluasi
keseluruhan dari kegiatan produksi. Selain itu tahap ini juga merancang kegiatan penunjang selama
pertambangan seperti pembuatan jala, pembuatan kantor dan mess pekerja, pembuatan pelabuhan dan pabrik
metalurgi.
TAHAPAN EKSPLORASI (GEOFISIKA)
Tahapan-tahapan pekerjaan yang umum digunakan dalam metoda geofisika adalah :
1. Survei pendahuluan (penentuan lintasan)
2. Pemancangan (penandataan titik-titik ukur) dalam areal target
3. Pengukuran lapangan
4. Pembuatan peta-peta geofisika
5. Penarikan garis-garis isoanomali
6. Penggambaran profile
7. Interpretasi anomaly
TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS SAAT INI

Teknologi minyak dan gas pada saat ini mencakup adanya teknologi offshore dan onshore. Kedua teknologi
ini memiliki kemiripan dalam hal drilling tetapi memiliki perbedaan dalam metode dan cara dikarenakan
memiliki perbedaan tempat, offshore yaitu lepas pantai dan onshore artinya daratan.
1. Teknologi Migas Onshore
Produksi onshore dapat menghasilkan lebih dari beberapa puluh barel sehari. Minyak dan gas dihasilkan
dari beberapa juta sumur di seluruh dunia. Untuk reservoir terkecil, minyak bumi dikumpulkan di tangki
penampungan dan dikumpulkan di truk tangki atau kereta rel untuk diproses di pengilangan minyak.
Sumur onshore di daerah kaya minyak juga ada sumur berkapasitas tinggi dengan produksi ribuan barel per hari,
terhubung ke 1.000.000 pabrik barel pemisahan minyak per hari. Produk dikirim dari pabrik oleh pipa atau kapal
tanker. Produksi migas berasal dari banyak pemilik lisensi yang berbeda.
Baru-baru ini, minyak mentah (crude oil), pasir tar dan serpih minyak telah diekstrasi dengan teknologi terbaru
dan harga yang lebih murah. Dalam proses ekstrasi, minyak mentah perlu pemanasan dan pengencer untuk
diekstraksi, pasir tar diekstrasi menggunakan uap. Cadangan minya di reservoir nonkonvensional berisi lebih dari
dua kali lipat hidrokarbon yang ditemukan di reservoir konvensional.
2. Teknologi Migas Offshore
Saat ini, penggunaan teknologi offshore sangat diperlukan karena kondisi cadangan migas nasional yang
jumlahnya masih terbatas. Masih sangat jarang offshore menjadi pilihan di Indonesia karena harga yang
lebih tinggi dibandingkan dengan onshore.
Instalasi strukutur offshore tergantung pada ukuran dan kedalaman air. Beberapa macam struktur offshore yang
sering digunakan yaitu:
Shallow water complex. Struktur ini ditandai dengan beberapa platform independen dengan berbagai bagian
proses dan peralatan yang tersambung dengan jembatan-jembatan kecil.
Gravity Base. Struktur beton yang sangat besar ditempatkan di bagian bawah. Struktur ini menampung
semua bagian dari proses dan peralatan dalam jumlah besar. Struktur dibentuk menggunakan beton cor yang
dikerjakan di tepi pantai. Lalu, struktur diisi dengan udara yang cukup sehingga struktur mengambang dilaut
dan dibawa menuju tengah laut kemudian ditanam ke dasar laut.
Compliant towers. Sangat mirip dengan gravity base. Hanya saja bentuknya lebih kecil seperti menara sempit.
Menara ini fleksibel. Fleksibilitas ini memungkinkannya beroperasi di air yang jauh lebih dalam karena dapat
‘menyerap’ banyak tekanan digunakan di atasnya oleh angin dan laut. Menara ini digunakan pada kedalaman
air 500 sampai 1000 meter.
Floating production. Struktur ini adalah struktur yang mengambang di permukaan laut. Tiga contoh yang
sering dipakai adalah Floating Production,Storage and Offloading (FPSO), Tension Leg Platform (TLP) dan SPAR.
1. FPSO adalah platfrom offshore menggunakan kapal besar. Kapal tersebut dapat berputar bebas di sekitar
mengikuti arah angin,gelombang atau arus. Proses ditempatkan di deck kapal, sedangkan lambung kapal
digunakan untuk penyimpanan dan pengeluaran barang ke dermaga. Bisa juga digunakan dengan
transportasi pipa. FPSO beroperasi di permukaan laut pada kedalaman 200 -2000 meter.
2. TLP terdiri dari struktur yang ditahan oleh tendon vertikal terhubung ke dasar laut. Strukturnya dipegang secara
tetap dengan tendon tegang yang mendukung penggunaan TLP di perairan luas kisaran kedalaman hingga
2000m. Tendonnya dibangun dengan pipa baja berkekuatan tarik tinggi berongga yang membawa daya
apung cadangan ke struktur dan memastikan gerakan vertikal terbatas.
3. SPAR terdiri dari satu silinder tinggi besar yang menopang deck (tempat proses). Namun slinder tidak dapat
mencakup semua bagian dek, sebagai gantinya ditambahkan bahan pendukung dengan serangkaian kabel
dan balok. Silinder besar berfungsi untuk menstabilkan platform di dalam air dan menyerap kekuatan potensial
badai. SPAR digunakan pada kedalaman air dari 300 dan hingga 3000 meter. SPAR bukanlah akronim, tetapi
mengacu pada kemiripannya dengan kapal spar. SPAR dapat menopang sumur kering, tetapi lebih sering
digunakan pada sumur bawah laut.
Subsea production systems. Sumur yang terletak di dasar laut, bukan di permukaan laut. Seperti sistem
produksi terapung, minyak bumi diekstraksi di dasar laut, dan kemudian dapat dihubungkan ke platform
produksi yang sudah ada atau bahkan fasilitas darat. Sumurnya dibor dengan rig bergerak dan migas yang
diekstraksi diangkut oleh pipa bawah laut dan dikirim ke fasilitas pemrosesan. Sistem bawah laut biasanya
digunakan pada kedalaman 7.000 kaki atau lebih dan tidak memiliki kemampuan mengebor, hanya untuk
mengekstraksi dan mengangkut. Pengeboran dan proses dilakukan dari permukaan.
Pembangunan fasilitas offshore membutuhkan perhitungan-perhitungan teknis yang jauh lebih banyak
dibandingkan dengan onshore, seperti misalkan beban-beban akibat gelombang air laut, atau kecepatan yang
cukup tinggi. Salah satu metode yang paling umum untuk digunakan dalam analisis struktur offshore adalah
menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD).

OFFSHORE ONSHORE
FUTURE FORECAST INDONESIA SERTA TANTANGAN DAN SOLUSI
Pembuatan outlook selalu diperbaharui baik terkait informasi kebijakan terbaru maupun metodologinya.
Berdasarkan hasil analisa terdapat peningkatan akurasi proyeksi permintaan energi final tahun 2016, 2017 dan
2018 dari OEI 2016 ke OEI 2017. Dari hasil perbandingkan terlihat bahwa proyeksi permintaan energi final pada
OEI 2017 semakain kecil perbedaannya dibandingkan angka proyeksi permintaan energi final tahun 2016 (rata-
rata turun 0,1%). Hasil tersebut menunjukan peningkatan akurasi dikarenakan OEI 2016 dan OEI 2017
menggunakan data pertumbuhan rata-rata PDB 5,6%, dimana realisasi pertumbuhan PDB tahun 2016 dan
2017 masih berada pada kisaran 5% yaitu masing-masing sebesar 5,03% dan 5,07%.
OEI 2019 memberikan gambaran proyeksi permintaan dan penyediaan energi nasional dalam kurun waktu
2019-2050 berdasarkan asumsi sosial, ekonomi dan perkembangan teknologi kedepan dengan tahun 2018
sebagai tahun dasar. Berdasarkan hasil proyeksi, bauran energi primer skenario BaU pada tahun 2025 untuk
EBT 21%, gas 24%, batubara 34%, dan minyak 21% dan pada tahun 2050 pangsa EBT naik menjadi sebesar 29%,
gas 23%, batubara 32%, dan minyak 16%. Angka bauran energi tersebut lebih rendah dari yang diamanatkan
dalam KENRUEN.
Bauran energi primer skenario PB pada tahun 2025 untuk EBT 23%, minyak 21%, gas 24% dan batubara 32%.
Pada tahun 2050, capaian EBT akan meningkat menjadi 32%, sementara minyak turun menjadi 15%, gas 24%
dan batubara 29%. Apabila dibandingkan dengan target KEN, pada tahun 2025 target bauran EBT dapat
tercapai dan pada tahun 2050 pencapaian EBT lebih tinggi dari target KEN. 64 Outlook Energi Indonesia 2019
Bauran energi primer melalui skenario RK pada tahun 2025 pangsa EBT 36%, minyak 19%, gas 21% dan
batubara 24%. Pada tahun 2050 capaian EBT akan meningkat menjadi 58%, sementara minyak turun menjadi
8%, gas 12% dan batubara 22%. Apabila dibandingkan dengan target KEN, pada tahun 2025 dan 2050
pencapaian EBT sangat optimis dan jauh lebih tinggi dari target KEN.
Dari hasil proyeksi permintaan energi final, emisi CO2 yang dihasilkan pada ketiga skenario pada tahun 2030
akan mencapai 912 juta ton CO2 eq (BaU), 813 juta ton CO2 eq (PB), 667 juta ton CO2 eq (RK) yang lebih rendah
bila dibandingkan dengan target emisi pada NDC untuk sektor energi.
Dengan demikian, pencapaian EBT sebesar 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050 dapat dilakukan
minimal dengan menerapkan asumsi pada skenario PB antara lain melalui optimalisasi pemanfaatan EBT
untuk pembangkit listrik dan non listrik (penerapan mandatori BBN), penggunaan kendaraan listrik serta
melakukan efisiensi energi di semua sektor pengguna energi.
Dalam rangka mendukung tercapainya target bauran energi primer sesuai dengan yang diamanatkan
dalam Kebutuhan Energi Nasional (KEN), perlu dilakukan terobosan antara lain:
Mendorong peningkatan pemanfaatan mobil listrik yang diikuti dengan pembatasan umur kendaraan
maksimal 25 tahun (BaU), 15 tahun (PB) dan 10 tahun (RK);
Pemerintah perlu melakukan substitusi LPG mulai tahun 2025 dengan DME (20%), jargas (4,7 juta SR) dan
kompor listrik induksi (0,5% dari permintaan LPG di sektor rumah tangga) untuk mengurangi
ketergantungan impor minimal sebesar 5% pada tahun 2025 dan 45% pada tahun 2050 (skenario BaU);
Kebijakan substitusi LPG dengan menggunakan kompor listrik induksi khususnya di sektor rumah tangga
dan pemanfaatan listrik di sektor transportasi harus diikuti dengan pembangunan pembangkit listrik
berbasis EBT untuk mendukung skenario RK;
Percepatan pembangunan PLTS perlu didukung oleh industri baterai dalam negeri yang memenuhi TKDN
minimal sebesar 40%;
Pemanfaatan bioenergi, penggunaan biodiesel (B30) dan green diesel (D100) di sektor transportasi dan
pembangkit listrik akan menurunkan emisi gas rumah kaca dan turut meningkatkan pertumbuhan
ekonomi lokal;
Pemanfaatan bioetanol (E5 hingga E100) menjadi alternatif utama diversifikasi BBM pada kendaraan
bermotor, mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal;
Untuk mencapai komitmen Indonesia terhadap Paris Agreement, perlu mempertimbangkan skenario RK
diantaranya dengan penerapan efisiensi energi melalui penggunaan teknologi hemat energi dan
pemanfaatan EBT secara masif.

REFERENSI
Outlook Energy Indonesia 2021, Sekertariat Jendral Dewan Energi Nasional
Outlook energi indonesia 2021 : perspektif teknologi energi Indonesia : tenaga surya untuk penyediaan
energi charging station / editor, Edi Hilmawan ... [et al.]. -- Tangerang : Pusat Pengkajian Industri
Proses dan Energi, 2021.
https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/hingga-2030-permintaan-energi-dunia-
meningkat-45- diakses pada 10 Oktober 2021
http://appi-online.or.id/kebutuhan-energi-dunia/ diakses pada 10 Oktober 2021
https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/ekonomi/bisnis-hulu-migas-makin-
menjanjikan diakses pada 10 Oktober 2021
Koesoemadinata,R.P. 2000.Geologi Eksplorasi. Bandung : ITB
https://www.kompasiana.com/dasmutterland/551fae76813311932c9df422/teknik-geofisika-eksplorasi
diakses pada 9 Oktober 2021
https://www.aeroengineering.co.id/2021/05/onshore-dan-offshore/ diakses pada 11 Oktober 2021

Anda mungkin juga menyukai