Poster Energy
Poster Energy
KEBUTUHAN ENERGI DI DUNIA DAN INDONESIA (SEJARAH OIL & GAS INDUSTRY DI INDONESIA)
Teknologi minyak dan gas pada saat ini mencakup adanya teknologi offshore dan onshore. Kedua teknologi
ini memiliki kemiripan dalam hal drilling tetapi memiliki perbedaan dalam metode dan cara dikarenakan
memiliki perbedaan tempat, offshore yaitu lepas pantai dan onshore artinya daratan.
1. Teknologi Migas Onshore
Produksi onshore dapat menghasilkan lebih dari beberapa puluh barel sehari. Minyak dan gas dihasilkan
dari beberapa juta sumur di seluruh dunia. Untuk reservoir terkecil, minyak bumi dikumpulkan di tangki
penampungan dan dikumpulkan di truk tangki atau kereta rel untuk diproses di pengilangan minyak.
Sumur onshore di daerah kaya minyak juga ada sumur berkapasitas tinggi dengan produksi ribuan barel per hari,
terhubung ke 1.000.000 pabrik barel pemisahan minyak per hari. Produk dikirim dari pabrik oleh pipa atau kapal
tanker. Produksi migas berasal dari banyak pemilik lisensi yang berbeda.
Baru-baru ini, minyak mentah (crude oil), pasir tar dan serpih minyak telah diekstrasi dengan teknologi terbaru
dan harga yang lebih murah. Dalam proses ekstrasi, minyak mentah perlu pemanasan dan pengencer untuk
diekstraksi, pasir tar diekstrasi menggunakan uap. Cadangan minya di reservoir nonkonvensional berisi lebih dari
dua kali lipat hidrokarbon yang ditemukan di reservoir konvensional.
2. Teknologi Migas Offshore
Saat ini, penggunaan teknologi offshore sangat diperlukan karena kondisi cadangan migas nasional yang
jumlahnya masih terbatas. Masih sangat jarang offshore menjadi pilihan di Indonesia karena harga yang
lebih tinggi dibandingkan dengan onshore.
Instalasi strukutur offshore tergantung pada ukuran dan kedalaman air. Beberapa macam struktur offshore yang
sering digunakan yaitu:
Shallow water complex. Struktur ini ditandai dengan beberapa platform independen dengan berbagai bagian
proses dan peralatan yang tersambung dengan jembatan-jembatan kecil.
Gravity Base. Struktur beton yang sangat besar ditempatkan di bagian bawah. Struktur ini menampung
semua bagian dari proses dan peralatan dalam jumlah besar. Struktur dibentuk menggunakan beton cor yang
dikerjakan di tepi pantai. Lalu, struktur diisi dengan udara yang cukup sehingga struktur mengambang dilaut
dan dibawa menuju tengah laut kemudian ditanam ke dasar laut.
Compliant towers. Sangat mirip dengan gravity base. Hanya saja bentuknya lebih kecil seperti menara sempit.
Menara ini fleksibel. Fleksibilitas ini memungkinkannya beroperasi di air yang jauh lebih dalam karena dapat
‘menyerap’ banyak tekanan digunakan di atasnya oleh angin dan laut. Menara ini digunakan pada kedalaman
air 500 sampai 1000 meter.
Floating production. Struktur ini adalah struktur yang mengambang di permukaan laut. Tiga contoh yang
sering dipakai adalah Floating Production,Storage and Offloading (FPSO), Tension Leg Platform (TLP) dan SPAR.
1. FPSO adalah platfrom offshore menggunakan kapal besar. Kapal tersebut dapat berputar bebas di sekitar
mengikuti arah angin,gelombang atau arus. Proses ditempatkan di deck kapal, sedangkan lambung kapal
digunakan untuk penyimpanan dan pengeluaran barang ke dermaga. Bisa juga digunakan dengan
transportasi pipa. FPSO beroperasi di permukaan laut pada kedalaman 200 -2000 meter.
2. TLP terdiri dari struktur yang ditahan oleh tendon vertikal terhubung ke dasar laut. Strukturnya dipegang secara
tetap dengan tendon tegang yang mendukung penggunaan TLP di perairan luas kisaran kedalaman hingga
2000m. Tendonnya dibangun dengan pipa baja berkekuatan tarik tinggi berongga yang membawa daya
apung cadangan ke struktur dan memastikan gerakan vertikal terbatas.
3. SPAR terdiri dari satu silinder tinggi besar yang menopang deck (tempat proses). Namun slinder tidak dapat
mencakup semua bagian dek, sebagai gantinya ditambahkan bahan pendukung dengan serangkaian kabel
dan balok. Silinder besar berfungsi untuk menstabilkan platform di dalam air dan menyerap kekuatan potensial
badai. SPAR digunakan pada kedalaman air dari 300 dan hingga 3000 meter. SPAR bukanlah akronim, tetapi
mengacu pada kemiripannya dengan kapal spar. SPAR dapat menopang sumur kering, tetapi lebih sering
digunakan pada sumur bawah laut.
Subsea production systems. Sumur yang terletak di dasar laut, bukan di permukaan laut. Seperti sistem
produksi terapung, minyak bumi diekstraksi di dasar laut, dan kemudian dapat dihubungkan ke platform
produksi yang sudah ada atau bahkan fasilitas darat. Sumurnya dibor dengan rig bergerak dan migas yang
diekstraksi diangkut oleh pipa bawah laut dan dikirim ke fasilitas pemrosesan. Sistem bawah laut biasanya
digunakan pada kedalaman 7.000 kaki atau lebih dan tidak memiliki kemampuan mengebor, hanya untuk
mengekstraksi dan mengangkut. Pengeboran dan proses dilakukan dari permukaan.
Pembangunan fasilitas offshore membutuhkan perhitungan-perhitungan teknis yang jauh lebih banyak
dibandingkan dengan onshore, seperti misalkan beban-beban akibat gelombang air laut, atau kecepatan yang
cukup tinggi. Salah satu metode yang paling umum untuk digunakan dalam analisis struktur offshore adalah
menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD).
OFFSHORE ONSHORE
FUTURE FORECAST INDONESIA SERTA TANTANGAN DAN SOLUSI
Pembuatan outlook selalu diperbaharui baik terkait informasi kebijakan terbaru maupun metodologinya.
Berdasarkan hasil analisa terdapat peningkatan akurasi proyeksi permintaan energi final tahun 2016, 2017 dan
2018 dari OEI 2016 ke OEI 2017. Dari hasil perbandingkan terlihat bahwa proyeksi permintaan energi final pada
OEI 2017 semakain kecil perbedaannya dibandingkan angka proyeksi permintaan energi final tahun 2016 (rata-
rata turun 0,1%). Hasil tersebut menunjukan peningkatan akurasi dikarenakan OEI 2016 dan OEI 2017
menggunakan data pertumbuhan rata-rata PDB 5,6%, dimana realisasi pertumbuhan PDB tahun 2016 dan
2017 masih berada pada kisaran 5% yaitu masing-masing sebesar 5,03% dan 5,07%.
OEI 2019 memberikan gambaran proyeksi permintaan dan penyediaan energi nasional dalam kurun waktu
2019-2050 berdasarkan asumsi sosial, ekonomi dan perkembangan teknologi kedepan dengan tahun 2018
sebagai tahun dasar. Berdasarkan hasil proyeksi, bauran energi primer skenario BaU pada tahun 2025 untuk
EBT 21%, gas 24%, batubara 34%, dan minyak 21% dan pada tahun 2050 pangsa EBT naik menjadi sebesar 29%,
gas 23%, batubara 32%, dan minyak 16%. Angka bauran energi tersebut lebih rendah dari yang diamanatkan
dalam KENRUEN.
Bauran energi primer skenario PB pada tahun 2025 untuk EBT 23%, minyak 21%, gas 24% dan batubara 32%.
Pada tahun 2050, capaian EBT akan meningkat menjadi 32%, sementara minyak turun menjadi 15%, gas 24%
dan batubara 29%. Apabila dibandingkan dengan target KEN, pada tahun 2025 target bauran EBT dapat
tercapai dan pada tahun 2050 pencapaian EBT lebih tinggi dari target KEN. 64 Outlook Energi Indonesia 2019
Bauran energi primer melalui skenario RK pada tahun 2025 pangsa EBT 36%, minyak 19%, gas 21% dan
batubara 24%. Pada tahun 2050 capaian EBT akan meningkat menjadi 58%, sementara minyak turun menjadi
8%, gas 12% dan batubara 22%. Apabila dibandingkan dengan target KEN, pada tahun 2025 dan 2050
pencapaian EBT sangat optimis dan jauh lebih tinggi dari target KEN.
Dari hasil proyeksi permintaan energi final, emisi CO2 yang dihasilkan pada ketiga skenario pada tahun 2030
akan mencapai 912 juta ton CO2 eq (BaU), 813 juta ton CO2 eq (PB), 667 juta ton CO2 eq (RK) yang lebih rendah
bila dibandingkan dengan target emisi pada NDC untuk sektor energi.
Dengan demikian, pencapaian EBT sebesar 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050 dapat dilakukan
minimal dengan menerapkan asumsi pada skenario PB antara lain melalui optimalisasi pemanfaatan EBT
untuk pembangkit listrik dan non listrik (penerapan mandatori BBN), penggunaan kendaraan listrik serta
melakukan efisiensi energi di semua sektor pengguna energi.
Dalam rangka mendukung tercapainya target bauran energi primer sesuai dengan yang diamanatkan
dalam Kebutuhan Energi Nasional (KEN), perlu dilakukan terobosan antara lain:
Mendorong peningkatan pemanfaatan mobil listrik yang diikuti dengan pembatasan umur kendaraan
maksimal 25 tahun (BaU), 15 tahun (PB) dan 10 tahun (RK);
Pemerintah perlu melakukan substitusi LPG mulai tahun 2025 dengan DME (20%), jargas (4,7 juta SR) dan
kompor listrik induksi (0,5% dari permintaan LPG di sektor rumah tangga) untuk mengurangi
ketergantungan impor minimal sebesar 5% pada tahun 2025 dan 45% pada tahun 2050 (skenario BaU);
Kebijakan substitusi LPG dengan menggunakan kompor listrik induksi khususnya di sektor rumah tangga
dan pemanfaatan listrik di sektor transportasi harus diikuti dengan pembangunan pembangkit listrik
berbasis EBT untuk mendukung skenario RK;
Percepatan pembangunan PLTS perlu didukung oleh industri baterai dalam negeri yang memenuhi TKDN
minimal sebesar 40%;
Pemanfaatan bioenergi, penggunaan biodiesel (B30) dan green diesel (D100) di sektor transportasi dan
pembangkit listrik akan menurunkan emisi gas rumah kaca dan turut meningkatkan pertumbuhan
ekonomi lokal;
Pemanfaatan bioetanol (E5 hingga E100) menjadi alternatif utama diversifikasi BBM pada kendaraan
bermotor, mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal;
Untuk mencapai komitmen Indonesia terhadap Paris Agreement, perlu mempertimbangkan skenario RK
diantaranya dengan penerapan efisiensi energi melalui penggunaan teknologi hemat energi dan
pemanfaatan EBT secara masif.
REFERENSI
Outlook Energy Indonesia 2021, Sekertariat Jendral Dewan Energi Nasional
Outlook energi indonesia 2021 : perspektif teknologi energi Indonesia : tenaga surya untuk penyediaan
energi charging station / editor, Edi Hilmawan ... [et al.]. -- Tangerang : Pusat Pengkajian Industri
Proses dan Energi, 2021.
https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/hingga-2030-permintaan-energi-dunia-
meningkat-45- diakses pada 10 Oktober 2021
http://appi-online.or.id/kebutuhan-energi-dunia/ diakses pada 10 Oktober 2021
https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/ekonomi/bisnis-hulu-migas-makin-
menjanjikan diakses pada 10 Oktober 2021
Koesoemadinata,R.P. 2000.Geologi Eksplorasi. Bandung : ITB
https://www.kompasiana.com/dasmutterland/551fae76813311932c9df422/teknik-geofisika-eksplorasi
diakses pada 9 Oktober 2021
https://www.aeroengineering.co.id/2021/05/onshore-dan-offshore/ diakses pada 11 Oktober 2021