Anda di halaman 1dari 11

Nama Kelompok :

Moh Saifudin Hamid 20181220030

Shana Octaviani Hakim 20181220036

Zahrotin Nisa’ 20181220139

Cindy Antika Resty 20181220141

AKUNTANSI DAN PERKEMBANGANNYA

a. Akuntansi dan Double Entry

Sistem double entry atau dalam bahasa Indonesianya adalah pencatatan ganda
merupakan sebuah konsep transaksi dimana setiap transaksi di dalamnya akan
melibatkan minimal dua akun. Contohnya, bila pada sebuah perusahaan terjadi transkasi
pembelian persediaan atau stok secara tunai, maka dalam transaksi tersebut akan terjadi
dua pengaruh, yaitu bertambahnya debit persedian dan berkurangnya uang kas atau
kredit.

Terciptanya sistem double entry ini adalah guna menjaga keseimbangan atau persamaan
akuntansi. Rumus persamaan akuntansi tersebut adalah “Liabilitas
+ Owner’s Equity/Ekuitas Pemilik = Assets”

Jika diperhatikan persamaan tersebut dalam contoh kasus transaksi pembelian


persediaan di atas, maka biaya transaksi – liability – akan menimbulkan penurunan
ekuitas pemilik perusahaan melalui sistem pencairan uang tunai guna membayar
transaksi atas pembelian persediaan stok.

Setiap transaksi pada double entry juga akan dicatat dalam buku besar, akun buku besar
neraca, atau akun buku besar laporan laba rugi, yang mempunyai kolom dalam
pembukuan untuk melakukan entri debit dan kredit. Berikut ini adalah pengertian entri
debit dan entri kredit:

Entri debit adalah pencatatan sistem akuntasi ketika terjadi kondisi dimana adanya
pertambahan aset dan biaya, serta penurunan liabilitas dan ekuitas. Dalam akuntansi,
akun debit akan berada kolom kiri.
Entri kredit adalah sistem pencatatan akuntansi yang terjadi karena adanya tambahan
liabilitas atau ekuitas, atau adanya penurunan aset dan biaya. Kredit berbanding terbalik
dengan debit, posisi kolomnya berada di sisi kanan dalam pembukuan akuntansi.

b. Perkembangan Ilmu Ekonomi

Ilmu ekonomi merupakan ilmu yang terus berkembang sesuai dengan zamannya.
Dalam ilmu ekonomi, terdapat tokoh-tokoh yang memiliki pemikiran berbeda yang
turut serta berperan dalam perkembangan ilmu ekonomi itu sendiri. Dengan
perkembangannya, terdapat suatu masa dimana ilmu ekonomi berkonsep klasik dan
berkonsep modern. Konsep ilmu ekonomi modern sendiri hadir untuk mengkritisi
konsep ilmu ekonomi klasik yang kritisasinya tersebut dicetuskan oleh seorang tokoh
asal Skotlandia bernama Adam Smith yang menjadikan tahun 1776 sebagai permulaan
cerita dari sebuah konsep ilmu ekonomi modern (Skousen, 2009).

Tahun 1776 seringkali disebut sebagai tahun dimana konsep ilmu ekonomi
modern mulai berkembang. Karena, pada tahun itu lah untuk pertama kalinya dalam
sejarah kaum buruh mencari standar minimum untuk makan, tempat tinggal, dan
pakaian serta memperjuangkan hak-hak hidup mereka. Pada tahun 1776 pula revolusi
industri bergerak oleh karena perpaduan dua kebebasan yang dinilai vital, yakni
kebebasan politik dan kebebasan berusaha (Skousen, 2009). Menurut Smith, kebebasan
merupakan suatu kunci pembuka kemakmuran yang baru. Unsur dari kebebasan alami
dari ilmu ekonomi yang baru tersebut terdiri dari hak untuk membeli barang dari mana
saja, termasuk produk asing, tanpa pembatasan tarif atau kuota. Di dalamnya juga
terdapat hak orang untuk mencari pekerjaan di mana pun orang tersebut kehendaki.
Selain itu, hak untuk mendapatkan upah sesuai kemampuan pasar dan hak untuk
menabung, berinvestasi, serta mengumpulkan modal tanpa ada batasan dari pemerintah
pun merupakan cakupan dari kebebasan alamiah (Skousen, 2009).

Adam Smith juga mengidentifikasi tiga unsur dalam sistem model klasik dalam
ilmu ekonomi, yakni kapitalisme pasar bebas. Ketiga unsur tersebut adalah kebebasan,
kepentingan diri, dan persaingan. Dengan adanya unsur kebebasan, maka setiap
individu berhak untuk memproduksi dan memperdagangkan produk, dan tenaga kerja.
Sedangkan dengan unsur kepentingan diri, berarti bahwa bagi setiap individu memiliki
hak untuk melakukan usaha sendiri dan membantu kepentingan diri orang lain. Dan
dengan adanya persaingan, dapat dikatakan bahwa setiap individu memiliki hak untuk
bersaing dalam berproduksi serta dalam perdagangan barang dan/atau jasa. Adam Smith
berpendapat bahwa dengan adanya perpaduan dari ketiga unsur tersebut dapat tercipta
sebuah “harmoni alamiah” dimana ketiga unsur tersebut berasalkan dari kepentingan di
antara buruh, pemilik tanah, dan kapitalis (Skousen, 2009). Smith juga mengatakan
bahwa setiap individu secara bebas diperbolehkan untuk mengejar kepentingan diri
mereka sendiri dengan cara mereka sendiri pula, dan diperbolehkan pula untuk bersaing
dengan orang lain di bidang usaha dan pengumpulan modal, selama individu tersebut
tidak melanggar hukum kedilan (Skousen, 2009).

Konsep pemikiran Adam Smith terhadap ilmu ekonomi modern ini memiliki
beberapa perbedaan dengan ilmu ekonomi yang berkonsep neo-klasik, salah satunya
terdapat di dalam lingkup kompetisi. Adam Smith dengan konsepnya lebih
menekankan activity atau kelangsungan kegiatan dari kompetisi itu sendiri. Sedangkan
kompetisi yang sempurna menurut konsep ilmu ekonomi neo-klasik didasarkan pada
struktur, yang menekankan fitur layaknya angka, elastisitas silang, dan juga
pengetahuan yang sempurna. Konsep ilmu ekonomi neo-klasik berpendapat bahwa
kompetisi merupakan hal yang terjadi terus menerus. Namun Smith memiliki pemikiran
yang berbeda. Adam Smith berpendapat bahwasanya kompetisi hanya “diaktifkan”
apabila terdapat gangguan dalam keseimbangan pasar, seperti contohnya ketika terjadi
kelebihan persediaan barang sehingga produsen harus bersaing satu dan lainnya untuk
mendapatkan pelanggan (West, 1992). Atau dapat disimpulkan bahwa kompetisi
menurut pendapat Adam Smith berlangsung pada keadaan disequlibrium, yaitu suatu
keadaan yang tidak terjadi terus menerus.

Berdasar penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa secara umum,


kontribusi terbesar Adam Smith dalam ilmu ekonomi ada pada pemikirannya yang
membela perdagangan bebas dan pasar bebas. Menurut Smith, kebebasan merupakan
suatu kunci pembuka kemakmuran yang baru. Smith juga mengidentifikasi tiga unsur
dalam sistem model klasik dalam ilmu ekonomi, yaitu kebebasan, kepentingan diri, dan
persaingan. Konsep pemikiran Adam Smith terhadap ilmu ekonomi modern ini
memiliki beberapa perbedaan dengan ilmu ekonomi yang berkonsep neo-klasik, salah
satunya terdapat di dalam lingkup kompetisi. Kompetisi menurut pendapat Adam Smith
berlangsung pada keadaan disequlibrium, yaitu suatu keadaan yang tidak terjadi terus
menerus.

c. Sejarah Akuntansi di Indonesia

Di Indonesia, Akuntansi disinyalir telah dikenal sejak tahun 1642. Namun, bukti jelas
soal adanya penerapan akuntansi di tanah air baru ada dalam pembukuan Amphioen
Sociateit yang berdiri di Jakarta tahun 1747. Setelah itu, akuntansi di Indonesia
berkembang setelah UU Tanam Paksa dihapuskan pada tahun 1870 oleh pemerintah
kolonial Belanda. Pada masa itu, banyak pengusaha Belanda menanamkan modal di
Indonesia. Mereka menerapkan sistem pembukuan yang dianjurkan oleh Luca Pacioli
(double entry/pembukuan berpasangan). Kegiatan perekonomian yang padat berakibat
diperkenalkannya fungsi auditing di Indonesia pada tahun 1907. Internal auditor yang
pertama kali datang di Indonesia adalah J. W. Labrijin yang sudah berada di Indonesia
pada tahun 1896. Sementara orang pertama yang melakukan pekerjaan audit di tahun
1907 adalah Van Schagen, demikian mengutip ulasan karya John F. Sonoto dalam
Jurnal Akuntansi (Vol 1, No 1, 2013. Kehadiran Van Schagen diikuti oleh berdirinya
Jawatan Akuntan Negara yang dibentuk pemerintah kolonial Belanda di tahun 1915.
Sementara kantor akuntan di Indonesia didirikan pada 1918 oleh Frese dan Hogeweg.
Setelah itu, berdiri pula kantor akuntan H. Y. Vorens pada tahun 1920 dan Jawatan
Akuntan Pajak. Baru pada 1929, terdapat orang Indonesia pertama yang tercatat bekerja
di bidang akuntansi. Dia adalah J. D. Massie, yang bekerja sebagai pemegang buku
Jawatan Akuntan Pajak. Setelah kemerdekaan RI, pemerintah Republik Indonesia
memiliki kesempatan untuk mengirimkan anak-anak bangsa untuk belajar akuntansi ke
luar negeri. Hal ini mendukung perintisan pendidikan akuntansi di tanah air. Pendidikan
akuntansi di Indonesia mulai dirintis pada tahun 1952 oleh Universitas Indonesia (UI)
dengan membuka Program Studi Akuntansi. Baca juga: Strategi Pemberdayaan
Komunitas dan Contoh Berbasis Kearifan Lokal Pada tahun yang sama, pemerintah RI
juga menerbitkan UU Nomor 34 Tahun 1952 yang mengatur pemberian gelar akuntan.
Lima tahun kemudian, organisasi profesi akuntan di Indonesia bernama Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) didirikan pada 23 Desember 1957. Organisasi ini mendirikan seksi
akuntan publik pada tahun 1978 dan seksi akuntan pendidik di tahun 1986. Pemerintah
RI juga mengeluarkan UU Penanaman Modal Asing di tahun 1967 dan UU Penanaman
Modal Dalam Negeri tahun 1968 yang mendorong berdirinya perusahaan-perusahaan
baru. Iklim investasi yang mendorong industri tumbuh turut memacu perkembangan
akuntansi di RI. Sebagaimana dijelaskan di modul Ekonomi terbitan Kemdikbud, ada
dualisme praktik akuntansi di Indonesia yang sempat terjadi. Sebagian perusahaan
menerapkan sistem akuntansi Belanda, dan banyak lainnya mulai memakai sistem
akuntansi Amerika. Dualisme tersebut sempat berpengaruh di dunia pendidikan,
terutama di level menengah. Lantas, dalam sebuah lokakarya bertajuk "Pendidikan
Akuntansi di Indonesia" yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Akuntansi
Fakultas Ekonomi UI, lahir kesepakatan bahwa sistem pendidikan akuntansi untuk
pendidikan menengah dan tinggi di Indonesia menggunakan sistem Amerika.

Selanjutnya, pada tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi sistem


akuntansi model Amerika (Diga dan Yunus 1997). Pada pertengahan tahun 1980an,
sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi ekonomi
dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha untuk menciptakan ekonomi yang lebih
kompetitif dan lebih berorientasi pada pasar dengan dukungan praktik akuntansi yang
baik. Kebijakan kelompok tersebut memperoleh dukungan yang kuat dari investor asing
dan lembaga-lembaga internasional (Rosser 1999). Sebelum perbaikan pasar modal dan
pengenalan reformasi akuntansi tahun 1980an dan awal 1990an, dalam praktik banyak
ditemui perusahaan yang memiliki tiga jenis pembukuan-satu untuk menunjukkan
gambaran sebenarnya dari perusahaan dan untuk dasar pengambilan keputusan; satu
untuk menunjukkan hasil yang positif dengan maksud agar dapat digunakan untuk
mengajukan pinjaman/kredit dari bank domestik dan asing; dan satu lagi yang
menjukkan hasil negatif (rugi) untuk tujuan pajak (Kwik 1994).
Pada awal tahun 1990an, tekanan untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan
muncul seiring dengan terjadinya berbagai skandal pelaporan keuangan yang dapat
mempengaruhi kepercayaan dan perilaku investor.
Skandal pertama adalah kasus Bank Duta (bank swasta yang dimiliki oleh tiga yayasan
yang dikendalikan presiden Suharto). Bank Duta go public pada tahun 1990 tetapi gagal
mengungkapkan kerugian yang jumlah besar (ADB 2003). Bank Duta juga tidak
menginformasi semua informasi kepada Bapepam, auditornya atau underwriternya
tentang masalah tersebut. Celakanya, auditor Bank Duta mengeluarkan opini wajar
tanpa pengecualian. Kasus ini diikuti oleh kasus Plaza Indonesia Realty (pertengahan
1992) dan Barito Pacific Timber (1993). Rosser (1999) mengatakan bahwa bagi
pemerintah Indonesia, kualitas pelaporan keuangan harus diperbaiki jika memang
pemerintah menginginkan adanya transformasi pasar modal dari model “ casino ”
menjadi model yang dapat memobilisasi aliran investas jangka panjang.
Berbagai skandal tersebut telah mendorong pemerintah dan badan berwenang untuk
mengeluarkan kebijakan regulasi yang ketat berkaitan dengan pelaporan keuangan.
Pertama, pada September 1994, pemerintah melalui IAI mengadopsi seperangkat
standar akuntansi keuangan, yang dikenal dengan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK). Kedua, Pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia (World Bank)
melaksanakan Proyek Pengembangan Akuntansi yang ditujukan untuk mengembangkan
regulasi akuntansi dan melatih profesi akuntansi. Ketiga, pada tahun 1995, pemerintah
membuat berbagai aturan berkaitan dengan akuntansi dalam Undang Undang Perseroan
Terbatas. Keempat, pada tahun 1995 pemerintah memasukkan aspek
akuntansi/pelaporan keuangan kedalam Undang-Undang Pasar Modal (Rosser 1999).
Jatuhnya nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada
pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan. Sampai awal 1998,
kebangkrutan konglomarat, collapse nya system perbankan, meningkatnya inflasi dan
pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi
atas berbagaai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini, kesalahan
secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya
kualitas keterbukaan informasi (transparency).

Perkembangan Akuntansi Di Indonesia

Perkembangan akuntansi di Indonesia, pada mulanya menganut sistem


kontinental, sama seperti yang di pakai Belanda. Sistem kontinental ini, yang di sebut
juga Tata Buku atau Pembukuan, yang sebenarnya tidak sama dengan akuntansi, karena
Tata Buku (Bookkeeping) adalah elemen prosedural dari akuntansi sebagaimana
aritmatika adalah elemen prosedural dari matematika.

Selain itu, terletak perbedaan antara tata buku dengan Akuntansi, yakni :

Tata Buku (Bookkeeping): menyangkut kegiatan–kegiatan proses akuntansi


seperti pencatatan, peringkasan, penggolongan, dan aktivitas – aktivitas lain yang
bertujuan untuk menghasilkan informasi akuntansi yang berdasarkan pada data.
Akuntansi (Accounting): menyangkut kegiatan–kegiatan analisis dan
interprestasi berdasarkan informasi akuntansi.

Pertengahan abad ke–18, terjadi Revolusi Industri di Inggris yang mendorong


pula perkembangan akuntansi. Pada waktu itu, para manajer pabrik, misalnya ingin
mengetahui biaya produksinya. Dengan mengetahui berapa besar biaya produksi,
mereka dapat mengawasi efektivitas proses produksi dan menetapkan harga jual.
Sejalan dengan itu, berkembanglah akuntansi dalam bidang khusus, yaitu akuntansi
biaya yang memfokuskan diri pada pencatatan biaya produksidan penyediaan informasi
bagi manajemen. Revolusi Industri mengakibatkan perkembangan akuntansi semakin
pesat sehingga menyebar sampai ke Benua Amerika, khususnya di Amerika Serikat dan
melahirkan sistem Anglo Saxon.

Seiring perkembangan, selanjutnya tata buku mulai di tinggalkan orang. Di


Indonesia, orang atau perusahaan semakin banyak menerapkan sistem akuntansi Anglo
Saxon yang berasal dari Amerika, dan ini di sebabkan oleh :

Pada tahun 1957, Adanya konfrontasi Irian Barat antara Indonesia – Belanda
yang membuat seluruh pelajar Indonesia yang sekolah di Belanda di tarik kembali dan
dapat melanjutkan kembali studinya di berbagai Negara (termasuk Amerika), terkecuali
negara Belanda.

Hampir sebagian besar mereka yang berperan dalam kegiatan pengembangan


akuntansi menyelesaikan pendidikannya di Amerika, dan menerapkan system akuntansi
Anglo Saxon di Indonesia. Sehingga sistem ini lebih dominan di gunakan daripada
sistem Kontinental / Tata buku di Indonesia.

Dengan adanya sistem akuntansi Anglo Saxon, Penanaman Modal Asing (PMA)
di Indonesia membawa dampak positif terhadap perkembangan akuntansi.

Selain itu, terdapat beberapa perbedaan istilah antara tata buku dan akuntansi,
yaitu :

-Istilah ‘perkiraan’, menjadi ‘akun’;

-Istilah ‘neraca laju’, menjadi ‘kertas kerja’ ;

-dan lain – lain.


Di Indonesia, Komite Prinsip Akuntansi (KPA) merumuskan Standar Akuntansi
untuk di sahkan oleh Pengawas Pusat Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) dan berfungsi untuk menyesuaikan dan menyusun laporan
keuangan yang di keluarkan oleh pihak ekstern. Sejalan dengan perkembangan
ekonomi, hubungan dagang antarnegara pada masa – masa kerajaan di masa lalu seperti
Majapahit, Mataram, Sriwijaya, menjadi pintu masuk akuntansi dari negara lain ke
Indonesia.

Meskipun demikian, belum terdapat penelitian yang memadai mengenai sejarah


akuntansi di Indonesia. Masa perkembangan akuntansi di Indonesia secara garis besar
dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

Masa Penjajahan Belanda dan Jepang

Kedatangan bangsa Belanda di Indonesia akhir abad ke-16 awalnya untuk


berdagang, kemudian Belanda membentuk perserikatan maskapai Belanda yang dikenal
dengan Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Pada tahun 1602, terjadi
peleburan 14 maskapai yang beroperasi di Hindia Timur, yang selanjutnya di tahun
1619 membuka cabang di Batavia dan kota-kota lainnya di Indonesia. Perjalanan VOC
ini berakhir pada tahun 1799 dan setelah VOC dibubarkan, kekuasaan diambil alih oleh
Kerajaan Belanda. Sejak masa itulah mulai tumbuh perusahaan – perusahaan Belanda di
Indonesia. Catatan pembukuan saat itu menekankan pada mekanisme debit dan kredit
berdasarkan praktik dagang yang semata-mata untuk kepentingan perusahaan Belanda.
Pada masa ini, sektor us aha kecil dan menengah umumnya dikuasai oieh masyarakat
Cina, India, dan Arab yang praktik akuntansinya menggunakan atau dipengaruhi oieh
sistem dari negara mereka masing-masing. Pada masa penjajahan Jepang tahun 1942
sampai 1945, system akuntansi tidak banyak mengalami perubahan, yaitu tetap
menggunakan pola Belanda.

Masa Kemerdekaan

Sistem akuntansi yang beriaku di Indonesia mengikuti sejarah masa lampau dari
masa kolonial Belanda, maka sistem akuntansinya mengikuti akuntansi Belanda yang
dikenal dengan Sistem Tata Buku. Sistem Tata Buku ini merupakan subsistem
akuntansi atau hanya merupakan metode pencatatan. Setelah masa penjajahan Belanda
berakhir dan masuk ke dalam masa kemerdekaan, banyak perusahaan milik Belanda
yang dirasionalisasi yang diikuti pula dengan masuknya berbagai investor asing,
terutama Amerika Serikat. Para investor tersebut memperkenalkan system akuntansi
Amerika Serikat ke Indonesia.

Adanya perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir seluruh


negara di dunia dalam komunitas tunggal, yang dijembatani perkembangan teknologi
komunikasi dan informasi yang semakin murah, menuntut adanya transparansi di segala
bidang. Standar akuntansi keuangan yang berkualitas merupakan salah satu prasarana
penting untuk mewujudkan transparasi tersebut.

Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana


cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang sebenarnya.
Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik, sangat relevan
dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini.

Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi
akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya
dalam hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat
dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada
tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan
standar akuntansi keuangan di Indonesia.

Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia


pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi
prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip
Akuntansi Indonesia (PAI).” Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984.
Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian
mengkondifikasikannya alam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan
untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.
Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan
melakukan kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober
1994.” Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi
dengan standar akuntansi internasional dalam pengembangan standarnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari harmonisasi ke
adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan International
Financial Reporting Standards (IFRS). Program adopsi penuh dalam rangka mencapai
konvergensi dengan IFRS direncanakan dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke
depan. Dalam perkembangannya, standar akuntansi keuangan terus direvisi secara
berkesinambungan, baik berupa berupa penyempurnaan maupun penambahan standar
baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam kali, yaitu pada tanggal 1
Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, dan 1
September 2007. Buku ”Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007” ini di
dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK
Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2
KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK. Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi
keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan
sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi
adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang
dibentuk pada tahun 1973.

Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia PAI) yang
bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah
bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan
susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI
tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi
Keuangan (Komite SAK). Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September
1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi
Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan
PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan
Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah
(KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan
penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang
dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi
akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra
DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai