Sistem double entry atau dalam bahasa Indonesianya adalah pencatatan ganda
merupakan sebuah konsep transaksi dimana setiap transaksi di dalamnya akan
melibatkan minimal dua akun. Contohnya, bila pada sebuah perusahaan terjadi transkasi
pembelian persediaan atau stok secara tunai, maka dalam transaksi tersebut akan terjadi
dua pengaruh, yaitu bertambahnya debit persedian dan berkurangnya uang kas atau
kredit.
Terciptanya sistem double entry ini adalah guna menjaga keseimbangan atau persamaan
akuntansi. Rumus persamaan akuntansi tersebut adalah “Liabilitas
+ Owner’s Equity/Ekuitas Pemilik = Assets”
Setiap transaksi pada double entry juga akan dicatat dalam buku besar, akun buku besar
neraca, atau akun buku besar laporan laba rugi, yang mempunyai kolom dalam
pembukuan untuk melakukan entri debit dan kredit. Berikut ini adalah pengertian entri
debit dan entri kredit:
Entri debit adalah pencatatan sistem akuntasi ketika terjadi kondisi dimana adanya
pertambahan aset dan biaya, serta penurunan liabilitas dan ekuitas. Dalam akuntansi,
akun debit akan berada kolom kiri.
Entri kredit adalah sistem pencatatan akuntansi yang terjadi karena adanya tambahan
liabilitas atau ekuitas, atau adanya penurunan aset dan biaya. Kredit berbanding terbalik
dengan debit, posisi kolomnya berada di sisi kanan dalam pembukuan akuntansi.
Ilmu ekonomi merupakan ilmu yang terus berkembang sesuai dengan zamannya.
Dalam ilmu ekonomi, terdapat tokoh-tokoh yang memiliki pemikiran berbeda yang
turut serta berperan dalam perkembangan ilmu ekonomi itu sendiri. Dengan
perkembangannya, terdapat suatu masa dimana ilmu ekonomi berkonsep klasik dan
berkonsep modern. Konsep ilmu ekonomi modern sendiri hadir untuk mengkritisi
konsep ilmu ekonomi klasik yang kritisasinya tersebut dicetuskan oleh seorang tokoh
asal Skotlandia bernama Adam Smith yang menjadikan tahun 1776 sebagai permulaan
cerita dari sebuah konsep ilmu ekonomi modern (Skousen, 2009).
Tahun 1776 seringkali disebut sebagai tahun dimana konsep ilmu ekonomi
modern mulai berkembang. Karena, pada tahun itu lah untuk pertama kalinya dalam
sejarah kaum buruh mencari standar minimum untuk makan, tempat tinggal, dan
pakaian serta memperjuangkan hak-hak hidup mereka. Pada tahun 1776 pula revolusi
industri bergerak oleh karena perpaduan dua kebebasan yang dinilai vital, yakni
kebebasan politik dan kebebasan berusaha (Skousen, 2009). Menurut Smith, kebebasan
merupakan suatu kunci pembuka kemakmuran yang baru. Unsur dari kebebasan alami
dari ilmu ekonomi yang baru tersebut terdiri dari hak untuk membeli barang dari mana
saja, termasuk produk asing, tanpa pembatasan tarif atau kuota. Di dalamnya juga
terdapat hak orang untuk mencari pekerjaan di mana pun orang tersebut kehendaki.
Selain itu, hak untuk mendapatkan upah sesuai kemampuan pasar dan hak untuk
menabung, berinvestasi, serta mengumpulkan modal tanpa ada batasan dari pemerintah
pun merupakan cakupan dari kebebasan alamiah (Skousen, 2009).
Adam Smith juga mengidentifikasi tiga unsur dalam sistem model klasik dalam
ilmu ekonomi, yakni kapitalisme pasar bebas. Ketiga unsur tersebut adalah kebebasan,
kepentingan diri, dan persaingan. Dengan adanya unsur kebebasan, maka setiap
individu berhak untuk memproduksi dan memperdagangkan produk, dan tenaga kerja.
Sedangkan dengan unsur kepentingan diri, berarti bahwa bagi setiap individu memiliki
hak untuk melakukan usaha sendiri dan membantu kepentingan diri orang lain. Dan
dengan adanya persaingan, dapat dikatakan bahwa setiap individu memiliki hak untuk
bersaing dalam berproduksi serta dalam perdagangan barang dan/atau jasa. Adam Smith
berpendapat bahwa dengan adanya perpaduan dari ketiga unsur tersebut dapat tercipta
sebuah “harmoni alamiah” dimana ketiga unsur tersebut berasalkan dari kepentingan di
antara buruh, pemilik tanah, dan kapitalis (Skousen, 2009). Smith juga mengatakan
bahwa setiap individu secara bebas diperbolehkan untuk mengejar kepentingan diri
mereka sendiri dengan cara mereka sendiri pula, dan diperbolehkan pula untuk bersaing
dengan orang lain di bidang usaha dan pengumpulan modal, selama individu tersebut
tidak melanggar hukum kedilan (Skousen, 2009).
Konsep pemikiran Adam Smith terhadap ilmu ekonomi modern ini memiliki
beberapa perbedaan dengan ilmu ekonomi yang berkonsep neo-klasik, salah satunya
terdapat di dalam lingkup kompetisi. Adam Smith dengan konsepnya lebih
menekankan activity atau kelangsungan kegiatan dari kompetisi itu sendiri. Sedangkan
kompetisi yang sempurna menurut konsep ilmu ekonomi neo-klasik didasarkan pada
struktur, yang menekankan fitur layaknya angka, elastisitas silang, dan juga
pengetahuan yang sempurna. Konsep ilmu ekonomi neo-klasik berpendapat bahwa
kompetisi merupakan hal yang terjadi terus menerus. Namun Smith memiliki pemikiran
yang berbeda. Adam Smith berpendapat bahwasanya kompetisi hanya “diaktifkan”
apabila terdapat gangguan dalam keseimbangan pasar, seperti contohnya ketika terjadi
kelebihan persediaan barang sehingga produsen harus bersaing satu dan lainnya untuk
mendapatkan pelanggan (West, 1992). Atau dapat disimpulkan bahwa kompetisi
menurut pendapat Adam Smith berlangsung pada keadaan disequlibrium, yaitu suatu
keadaan yang tidak terjadi terus menerus.
Di Indonesia, Akuntansi disinyalir telah dikenal sejak tahun 1642. Namun, bukti jelas
soal adanya penerapan akuntansi di tanah air baru ada dalam pembukuan Amphioen
Sociateit yang berdiri di Jakarta tahun 1747. Setelah itu, akuntansi di Indonesia
berkembang setelah UU Tanam Paksa dihapuskan pada tahun 1870 oleh pemerintah
kolonial Belanda. Pada masa itu, banyak pengusaha Belanda menanamkan modal di
Indonesia. Mereka menerapkan sistem pembukuan yang dianjurkan oleh Luca Pacioli
(double entry/pembukuan berpasangan). Kegiatan perekonomian yang padat berakibat
diperkenalkannya fungsi auditing di Indonesia pada tahun 1907. Internal auditor yang
pertama kali datang di Indonesia adalah J. W. Labrijin yang sudah berada di Indonesia
pada tahun 1896. Sementara orang pertama yang melakukan pekerjaan audit di tahun
1907 adalah Van Schagen, demikian mengutip ulasan karya John F. Sonoto dalam
Jurnal Akuntansi (Vol 1, No 1, 2013. Kehadiran Van Schagen diikuti oleh berdirinya
Jawatan Akuntan Negara yang dibentuk pemerintah kolonial Belanda di tahun 1915.
Sementara kantor akuntan di Indonesia didirikan pada 1918 oleh Frese dan Hogeweg.
Setelah itu, berdiri pula kantor akuntan H. Y. Vorens pada tahun 1920 dan Jawatan
Akuntan Pajak. Baru pada 1929, terdapat orang Indonesia pertama yang tercatat bekerja
di bidang akuntansi. Dia adalah J. D. Massie, yang bekerja sebagai pemegang buku
Jawatan Akuntan Pajak. Setelah kemerdekaan RI, pemerintah Republik Indonesia
memiliki kesempatan untuk mengirimkan anak-anak bangsa untuk belajar akuntansi ke
luar negeri. Hal ini mendukung perintisan pendidikan akuntansi di tanah air. Pendidikan
akuntansi di Indonesia mulai dirintis pada tahun 1952 oleh Universitas Indonesia (UI)
dengan membuka Program Studi Akuntansi. Baca juga: Strategi Pemberdayaan
Komunitas dan Contoh Berbasis Kearifan Lokal Pada tahun yang sama, pemerintah RI
juga menerbitkan UU Nomor 34 Tahun 1952 yang mengatur pemberian gelar akuntan.
Lima tahun kemudian, organisasi profesi akuntan di Indonesia bernama Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) didirikan pada 23 Desember 1957. Organisasi ini mendirikan seksi
akuntan publik pada tahun 1978 dan seksi akuntan pendidik di tahun 1986. Pemerintah
RI juga mengeluarkan UU Penanaman Modal Asing di tahun 1967 dan UU Penanaman
Modal Dalam Negeri tahun 1968 yang mendorong berdirinya perusahaan-perusahaan
baru. Iklim investasi yang mendorong industri tumbuh turut memacu perkembangan
akuntansi di RI. Sebagaimana dijelaskan di modul Ekonomi terbitan Kemdikbud, ada
dualisme praktik akuntansi di Indonesia yang sempat terjadi. Sebagian perusahaan
menerapkan sistem akuntansi Belanda, dan banyak lainnya mulai memakai sistem
akuntansi Amerika. Dualisme tersebut sempat berpengaruh di dunia pendidikan,
terutama di level menengah. Lantas, dalam sebuah lokakarya bertajuk "Pendidikan
Akuntansi di Indonesia" yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Akuntansi
Fakultas Ekonomi UI, lahir kesepakatan bahwa sistem pendidikan akuntansi untuk
pendidikan menengah dan tinggi di Indonesia menggunakan sistem Amerika.
Selain itu, terletak perbedaan antara tata buku dengan Akuntansi, yakni :
Pada tahun 1957, Adanya konfrontasi Irian Barat antara Indonesia – Belanda
yang membuat seluruh pelajar Indonesia yang sekolah di Belanda di tarik kembali dan
dapat melanjutkan kembali studinya di berbagai Negara (termasuk Amerika), terkecuali
negara Belanda.
Dengan adanya sistem akuntansi Anglo Saxon, Penanaman Modal Asing (PMA)
di Indonesia membawa dampak positif terhadap perkembangan akuntansi.
Selain itu, terdapat beberapa perbedaan istilah antara tata buku dan akuntansi,
yaitu :
Masa Kemerdekaan
Sistem akuntansi yang beriaku di Indonesia mengikuti sejarah masa lampau dari
masa kolonial Belanda, maka sistem akuntansinya mengikuti akuntansi Belanda yang
dikenal dengan Sistem Tata Buku. Sistem Tata Buku ini merupakan subsistem
akuntansi atau hanya merupakan metode pencatatan. Setelah masa penjajahan Belanda
berakhir dan masuk ke dalam masa kemerdekaan, banyak perusahaan milik Belanda
yang dirasionalisasi yang diikuti pula dengan masuknya berbagai investor asing,
terutama Amerika Serikat. Para investor tersebut memperkenalkan system akuntansi
Amerika Serikat ke Indonesia.
Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi
akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya
dalam hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat
dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada
tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan
standar akuntansi keuangan di Indonesia.
Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia PAI) yang
bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah
bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan
susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI
tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi
Keuangan (Komite SAK). Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September
1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi
Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan
PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan
Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah
(KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan
penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang
dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi
akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra
DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia.