Tahu
Tarif Garis Lurus Nilai Penyusutan Nilai Sisa Buku
n ke-
1 5% x Rp 500.000.000,00 Rp 25.000.000,00 Rp 475.000.000,00
2 5% x Rp 500.000.000,00 Rp 25.000.000,00 Rp 450.0000.000,00
3 5% x Rp 500.000.000,00 Rp 25.000.000,00 Rp 425.000.000,00
4 5% x Rp 500.000.000,00 Rp 25.000.000,00 Rp 400.000.000,00
5 5% x Rp 500.000.000,00 Rp 25.000.000,00 Rp 375.000.0000,00
6 5% x Rp 500.000.000,00 Rp 25.000.000,00 Rp 350.000.0000,00
7 5% x Rp 500.000.000,00 Rp 25.000.000,00 Rp 325.000.0000,00
8 5% x Rp 500.000.000,00 Rp 25.000.000,00 Rp 300.000.0000,00
9 5% x Rp 500.000.000,00 Rp 25.000.000,00 Rp 275.000.0000,00
10 5% x Rp 500.000.000,00 Rp 25.000.000,00 Rp 250.000.0000,00
11 5% x Rp 500.000.000,00 Rp 25.000.000,00 Rp 225.000.0000,00
12 5% x Rp 500.000.000,00 Rp 25.000.000,00 Rp 200.000.0000,00
13 5% x Rp 500.000.000,00 Rp 25.000.000,00 Rp 175.000.0000,00
14 5% x Rp 500.000.000,00 Rp 25.000.000,00 Rp 150.000.0000,00
15 5% x Rp 500.000.000,00 Rp 25.000.000,00 Rp 125.000.0000,00
16 5% x Rp 500.000.000,00 Rp 25.000.000,00 Rp 100.000.0000,00
17 5% x Rp 500.000.000,00 Rp 25.000.000,00 Rp 75.000.0000,00
18 5% x Rp 500.000.000,00 Rp 25.000.000,00 Rp 50.000.0000,00
19 5% x Rp 500.000.000,00 Rp 25.000.000,00 Rp 25.000.0000,00
20 5% x Rp 500.000.000,00 Rp 25.000.000,00 0
Metode penyusutan garis lurus (Straight Line Method) adalah metode perhitungan
penyusutan aset tetap yang akan menghasilkan jumlah beban penyusutan yang sama
selama masa kegunaan aset tersebut untuk setiap periode pembukuan yang terjadi
pada suatu perusahaan.
Dian mengelola sebuah perusahaan textil “Wadimor” dan sudah dikukuhkan sebagai
PKP sejak tanggal 10 Juni 2000. Ia menggunakan merek dagang “Antum” milik
perusahaan textil di Arab Saudi. Hasil produksinya kebanyakan diekspor ke negara-
negara timur tengah, dan sebagiannya lagi dijual didalam daerah pabean.
Dalam bulan Juni 2017 dapat dicatat beberapa kegiatan sebagai berikut :
1) Transfer royalti Rp 50.000.000 kepada perusahaan textil pemilik merek dagang di
Arab Saudi.
2) Salah satu unit gedung tempat kegiatan usaha yang dibangun sendiri dijual
dengan harga Rp 7.000.000.000, gedung tersebut dibangun di tahun 2001 seluas
360 m2 dengan biaya Rp 2.000.000.000 termasuk PPN atas pembelian material
Rp 500.000.000 yang pada waktu itu tidak memenuhi syarat untuk dikenakan
PPN membangun sendiri sesuai pasal 16c UU No. 42 tahun 2009 tentang
perubahan ketiga UU PPN 1984 dan PMK Nomor 163 Tahun 2012 tentang
Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan
Membangun Sendiri.
3) Mobil boks mini yang dibeli ditahun 2010 dijual dengan harga jual Rp
150.000.000, penyerahan dilakukan pada tanggal 20 juni 2017 kepada Anem
pedagang sayur keliling yang belum memiliki NPWP, sedangkan pembayaran
akan diterima pada tanggal 9 juli 2017
4) Diminta: berapa PPN yang terutang dan wajib disetor atas setiap transaksi diatas
dalam bulan Juni 2017 !
Jawab:
1) Mengacu pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-147/PJ/2010, tarif PPN
atas royalty BKP tidak berwujud (dalam hal ini Pemanfaatan Hak Merk Dagang) dari luar
daerah pabean adalah 10% dikali jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan
kepada pihak yang menyerahkan BKP tidak berwujud, jika dalam jumlah yang dibayarkan
atau seharusnya dibayarkan tidak termasuk PPN.
2) PPN terhadap aktiva (dalam hal ini Gedung) yang semula tidak untuk diperjualbelikan,
diatur pada Pasal 16D UU PPN No. 42 tahun 2009, yang mengatur bahwa penyerahan
BKP berupa mesin, perabotan, peralatan atau BKP lainnya yang semula tidak untuk
diperjualbelikan oleh PKP dikenakan PPN 10%:
DPP PPN = Rp 7.000.000.000,00
Tarif = 10%
PPN = 10% x Rp 7.000.000.000,00 = Rp 700.000.000,00
Diketahui Kredit Pajak = Rp 500.000.000,00 (dari PPN atas pembelian material pada
pembangunan Gedung tahun 2001), sehingga:
PPN setor = Rp 700.000.000,00 - Rp 500.000.000,00
= Rp 200.000.000,00
Sebab, Properti yang dibangun pada tanggal 1 Januari 1995 hingga sebelum 1 Juli 2002
dikenakan pajak, tetapi hanya yang memiliki luas total lebih dari 400 m².
Pada kasus di soal, Gedung dibangun pada tahun 2001 dengan luas 360 m2, sehingga
belum memenuhi syarat untuk dikenakan PPN KMS.
Namun karena PPN atas pembelian material telah dilunasi, PPN atas pembelian material
tersebut menjadi kredit pengurang PPN saat Gedung dijual. Pengenaan PPN untuk
penjualan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan bertujuan untuk
“mengembalikan PPN” yang sudah dikreditkan. Berikut saya jabarkan beberapa pasal
yang berkaitan dengan hal tersebut:
Pasal 16 ayat 1:
Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan
penyerahan yang terutang PPN atau PPnBM, atas perolehan dan/atau impor barang
modal dapat dikreditkan.
Pasal 16 ayat 2:
Barang modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah harta berwujud yang
memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, termasuk pengeluaran berkaitan dengan perolehan barang modal yang
dikapitalisasi ke dalam harga perolehan barang modal tersebut.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa saat melakukan penjualan, PPN atas aset tetap
akan dikenakan jika pada saat pembelian aset tetap dulu terdapat pajak masukan yang
dapat dikreditkan. Kemudian PPN atas aset tetap tidak akan dikenakan jika aset tetap
yang dijual berupa mobil sedan atau station wagon, atau aktiva dimana pajak masukannya
tidak dapat dikreditkan.
Pada soal di atas, Pengusaha sudah dikukuhkan menjadi PKP sejak tahun 2000.
Aktivanya adalah berupa Gedung yang memiliki hubungan langsung dengan
kegiatan usaha, dan pada saat pembangunannya telah dilunasi PPN atas pembelian
material, sehingga atas penjualan Gedung terutang PPN, dan PPN yang dilunasi
saat pembelian material sebelumnya termasuk dalam PPN yang dapat dikreditkan.
Jika WP mengkreditkan PPN atas perolehan tanah dan/atau bangunan, maka ybs wajib
menerbitkan faktur. Jika WP tidak mengkreditkan pajak masukan atas perolehan tanah
dan/atau bangunan, maka ybs tidak boleh menerbitkan faktur penjualan asset. Tarif PPN-
nya tetap 10% sedangkan DPP (dasar pengenaan pajak) adalah sebesar harga pasar dari
aktiva yang diserahkan.
3) PPN atas Penjualan Aset Kendaraan (Mobil Boks)yang semula tidak untuk
diperjualbelikan:
DPP PPN = Rp 150.000.000
Tarif = 10%
PPN = 10% x 150.000.000
= Rp 15.000.000
PPN terutang adalah saat penyerahan tanggal BKP 20 Juni 2017. Pemungutan PPN menganut
prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau
belum sepenuhnya diterima.
4) PPN terutang dan wajib disetor oleh Perusahaan Textil “Wadimor” atas transaksi di bulan
Juni 2017 adalah sebesar = Rp 5.000.000 + Rp 200.000.000 + Rp 15.000.000
= Rp 220.000.000
Kesimpulannya, PPN terutang dan wajib disetor oleh Perusahaan Textil “Wadimor”
atas transaksi di bulan Juni 2017 adalah sebesar Rp 220.000.000,00.
Sumber: