Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KETERKAITAN KONSEP CHILD BEARING (CB) DAN CHILD REARING (CR)


DALAM PELAYANAN KIA DI INDONESIA
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk lulus pada Mata Kuliah Residensi dan Model Asuhan Kebidanan
Dosen pengampuh : Dr.Imelda Iskandar,S.ST., M.kes., M.Keb

Disusun oleh kelompok II:

1. Yohana Rita Bitbit


2. Dyan Puji Lestari
3. Leli Wahyuni
4. Francisca Alinan Tandianan
5. Greta Vien Tetelepta
6. Susi Susanti
7. Dinah Inrawati Agustin
8. Meidayana Refisiliyani
9. Fatmawaty Amir Tangke
10. Asri Basselo
11. Sri Aryati Arta

SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEBIDANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.Atas segala karunia
nikmatNya sehingga kami kelompok dapat menyusun makalah Ini dengan sebaik- baiknya.
Makalah Yang Berjudul “KETERKAITAN KONSEP CHILD BEARING (CB) DAN
CHILD REARING (CR) DALAM PELAYANAN KIA DI INDONESIA”.
Tujuan penulisan makalah ini untuk sebagai pencapaian KRS yang telah ditetapkan
oleh dosen mata kuliah “Residensi dan Model Asuhan Kebidanan” selain itu makalah ini
sebagai sarana pengetahuan bagi seluruh kalangan mahasiswa magister kebidanan.
Kelompok menyadari selesainya makalah ini bukan hanya atas kemampuan dan usaha
penulis tetapi juga berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini pula saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr.
Imelda Iskandar, S.ST., M.kes., M.Keb selaku Dosen Pengamph mata kuliah Residensi
dan Model Asuhan Kebidanan.
Dengan segala kerendahan hati, kelompok menyadari bahwa makalah ini masih
terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat di
harapkan demi kesempurnaan makalah ini sehingga dapat berguna bagi pembaca lain yang
memanfaatkannya.

Makassar, 23 Oktober 2021

Penyusun

Kelompok II
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Periode childbearing adalah waktu transisi fisik dan psikologis bagi ibu dan seluruh
keluarga. Orang tua dan saudara sekandung harus beradaptasi terhadap perubahan
struktur karena adanya anggota baru dalam keluarga, yaitu bayi. Dengan kehadiran bayi
maka sistem dalam keluarga akan berubah dan pola interaksi dalam keluarga harus
dikembangkan (Zevulun et al. 2019). Tahap ini dimulai dengan kelahiran anak pertama
dan berlanjut sampai usia 30 bulan. Transisi ke masa menjadi orang tua adalah salah satu
kunci dalam siklus kehidupan keluarga. Dengan kelahiran anak pertama, keluarga
menjadi kelompok trio, membuat sistem permanen pada keluarga untuk pertama kalainya
(Kurniati et al., 2019).
Child-rearing dalam pengertian umum merupakan proses yang dilakukan orang tua
dalam membesarkan anak (Cohen, Miguel, and Guerra 2020). Lebih lanjut, child-rearing
merupakan serangkaian proses menumbuhkembangkan anak serta interaksi antara
orangtua dengan anak, berbeda dari pengasuhan yang lebih menekankan pada
tanggungjawab dan kualitas dari perilaku orangtua . Hal ini menunjukkan adanya
perbedaan antara child-rearing dengan parenting yang dalam penggunaannya seringkali
tertukar. Dalam beberapa jurnal dan buku yang dijadikan referensi, child-rearing tidak
memiliki bangunan teori terstruktur namun lebih kepada sebuah istilah umum yang
digunakan untuk menyebutkan aktivitas dalam membesarkan anak, perbedaan dalam
mendefinisikan childrearing akan dibahas lebih lanjut pada bagian berikutnya (Blizzard
et al. 2018).
Untuk dapat mengatasi permasalahan childbearing dan child rearing perlu adanya
edukasi serta layanan yang diberikan pada keluarga melalui pelayanan KIA. Pelayanan
KIA merupakan upaya dibidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan
pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu meneteki, bayi dan anak balita serta anak
prasekolah(Nas 2008). Dengan tujuan yaitu tercapainya kemampuan hidup sehat melalui
peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju
Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat
kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan
landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya (Nas 2008).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk membahas mengenai
Keterkaitan Konsep Child Bearing (CB) Dan Child Rearing (CR) Dalam Pelayanan Kia
Di Indonesia”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa Pengertian Childbearing dan childrearing?
2. Apa Pengertian Pelayanan KIA?
3. Bagaimanakah Keterkaitan Chilbearing dan Childrearing dalam Pelayanan KIA ?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan mengenai pengertian Childbearing dan Childrearing
2. Menjelaskan mengenai pengertian pelayanan KIA
3. Menjelaskan Keterkaitan Chilbearing dan Childrearing dalam Pelayanan KIA
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan ini adalah adalah sebagai berikut :
1. Bagi Bidan
Menambah pengetahuan sikap bidan dalam melakukan pelayanan KIA yang
berhubungan dengan Childbearing dan ChildRearing .
2. Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan serta pengetahuan mengenai keterkaitan Childbearing dan
Childrearing dalam pelayanan KIA
3. Bagi Pembaca
Dapat digunakan sebagai referensi dan memberikan pengetahuan baru mengenai
Childbearing dan Childrearing dalam pelayanan KIA
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Pengertian Child Bearing (CB) dan Child Rearing (CR)

1. Child Bearing (CB)


Keluarga Childbearing adalah keluarga yang dimulai dari kelahiran anak
pertama hingga bayi berumur 30 bulan, kelahiran bayi pertama memberi
perubahan yang besar dalam keluarga, sehingga pasangan harus beradaptasi
dengan perannya untuk memenuhi kebutuhan bayi (Khoirinisa and Mardiyah
2019). Menurut sebagian besar orang menyatakan bahwa tahap ini merupakan
tahap penuh stressor karena merupakan tahap transisi menjadi orang tua. Sebuah
ketidakseimbangan bisa terjadi sehingga menimbulkan krisis keluarga yang dapat
berakhir dengan perasaan tidak memadai menjadi orang tua dan menyebabkan
gangguan dalam hubungan pernikahan (Ratih, 2019).
Periode childbearing adalah waktu transisi fisik dan psikologis bagi ibu dan
seluruh keluarga. Orang tua dan saudara sekandung harus beradaptasi terhadap
perubahan struktur karena adanya anggota baru dalam keluarga, yaitu
bayi.Dengan kehadiran bayi maka sistem dalam keluarga akan berubah dan
polainteraksi dalam keluarga harus dikembangkan (Zevulun et al. 2019). Tahap ini
dimulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai usia 30 bulan.
Transisi kemasa menjadi orang tua adalah salah satu kunci dalam siklus
kehidupan keluarga.Dengan kelahiran anak pertama, keluarga menjadi kelompok
trio, membuat sistempermanen pada keluarga untuk pertama kalainya (Kurniati et
al., 2019.).
Walaupun menjadi orang tua menunjukkan tujuan yang sangat penting
bagisebagian besar pasangan, namun sebagian besar menemukan bahwa
menjadiorang tua adalah masa transisi kehidupan yang penuh stress. Sebuah
periode ketidakseimbangan tidak dapat dihindari pada saat keluarga berpindah
dari satutahap ke tahap lainnya (Erlanti & Mulyana, 2019.). Seringkali,
ketidakseimbanganini memerlukan begitu banyak perubahan yang menurut
beberapa peneliti dapatmenyebabkan krisis keluarga, menyebabkan perasaan tidak
memadai menjadi orang tua dan menyebabkan gangguan dalam
pernikahan(Khoirinisa & Mardiyah, 2019).
Berdasarkan tinjauan penelitian mereka tentang orang tua baru, merangkum
stressor spesifik dalam peran menjadi orangtua yang diidentifikasi di dalam
literature. Stressor yang paling sering disebutkantampaknya adalah kehilangan
kebebasan personal akibat tanggung jawab menjadiorang tua; selain itu,
kurangnya waktu dan hubungan persahabatan dalampernikahan juga sering
teridentifikaasi.Penyesuaian terhadap pernikahan biasanya tidak sesulit seperti
penyesuaianterhadap keadaan menjadi orang tua. Walaupun merupakan
pengalaman yangpaling berarti dan paling memuaskan bagi sebagian besar orang
tua., hadirnya bayi membutuhkan perubahan yang tiba-tiba sampai menuntut
peran yang tidak henti-hentinya. Biasanya, hal ini pada awalnya karena perasaan
tidak memadai sulit dari orang tua yang baru; kurangnya bantuan dari keluarga
dan teman.
2. Child Rearing (CR)
Child-rearing dalam pengertian umum merupakan proses yang dilakukan
orang tua dalam membesarkan anak(Cohen, Miguel, and Guerra 2020). Lebih
lanjut, child-rearing merupakan serangkaian proses menumbuh kembangkan anak
serta interaksi antara orangtua dengan anak, berbeda dari pengasuhan yang lebih
menekankan pada tanggungjawab dan kualitas dari perilaku orangtua . Hal ini
menunjukkan adanya perbedaan antara child-rearing dengan parenting yang dalam
penggunaannya seringkali tertukar. Dalam beberapa jurnal dan buku yang
dijadikan referensi, child-rearing tidak memiliki bangunan teori terstruktur namun
lebih kepada sebuah istilah umum yang digunakan untuk menyebutkan aktivitas
dalam membesarkan anak, perbedaan dalam mendefinisikan childrearing akan
dibahas lebih lanjut pada bagian berikutnya(Blizzard et al. 2018).
Childrearing sebagai keseluruhan perilaku yang dilakukan dalam
membesarkan anak, termasuk keseluruhan perawatan anak dari pemenuhan
kebutuhan dasar hingga melindungi hak-hak anak Pada penelitian ini, batasan
pengertian child-rearing akan merujuk pada pengertian menurut Sears dkk.(1957)
yaitu child-rearing bukanlah sebuah terminologi yang dapat diukur secara tepat
dan signifikan, namun child-rearing secara umum mencakup seluruh interaksi
antara orangtua dan anaknya. Interaksi orangtua dan anaknya ini melingkupi
ekspresi perilaku orangtua, nilai-nilai yang dianut, serta kepercayaankepercayaan
mengenai perawatan anak dan training perilaku.

3. Aspek-Aspek dalam Child Rearing (CR)


Terdapat beragam aspek yang dapat menjadi indikator untuk mengetahui
child-rearing. Dalam konteks kebudayaan, setiap peneliti dapat mengembangkan
aspek-aspek tersendiriuntuk mengetahui child-rearing dengan kontekstualisasi
wilayah penelitian.
Dalam penelitian child-rearing pada komunitas Guatemalan Ladino
(Gonzalez, 1963) aspek yang diukur adalah aktivitas menyusui, penyapihan, serta
pengaturan pola makan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh LeVine dan
LeVine (dalam Whiting, 1963), child-rearing terbagi atas beberapa aspek yaitu :
1. Weaning (Penyapihan)
Penyapihan (weaning) merupakan salah satu proses perubahan
dramatis yang dialami anak ketika berusia dua sampai tiga tahun. Pada masa
ini secara bertahap anak tidak lagi disusui oleh ibunya. Penyapihan biasanya
berlangsung selama dua bulan dengan menggunakan berbagai metode seperti
membubuhkan makanan yang pahit pada ujung payudara ibu maupun
membiarkan anak tinggal dengan sanak saudara yang berbeda tempat tinggal.
Penyapihan ini biasanya dilakukan ketika ibu telah mengandung anak lagi
serta dikuti dengan pemberian makanan padat pada anak.
2. Toilet training dan Responsibility (Toilet Training dan tanggung jawab)
Tujuan toilet training yaitu mengajarkan anak dapat membuang air
besar di kamar mandi serta mampu mengontrol buang air kecil pada rata-rata
usia 25 bulan. Sedangkan untuk melatih tanggung jawab, pada usia antara 18
bulan hingga 3 tahun anak akan diberikan hukuman ketika berperilaku manja
yang penuh ketergantungan serta awal mula berkembangnya perilaku dalam
menyelesaikan tugas-tugas sederhana.

3. Status of the child (Status anak)


Pada masa ini, anak akan diajarkan bagaimana berperilaku yang
sepantasnya. meskipun banyak pola perilaku yang kurang tepat, toleransi
sering diberikan oleh orang dewasa pada anak. Hal ini terus menerus diajarkan
pada masa kanak-kanak.

4. Sleeping and eating (Tidur dan Makan)


Anak juga akan diajarkan mengenai pola tidur dan makan. Anak pada
umumnya memiliki waktu tidur lebih awal dari orang dewasa akan digendong
oleh ibunya hingga terlelap tidur. Pada anak-anak usia muda pun biasanya
akan tidur bersama orangtua. Sedangkan terkait dengan pola makan, anak akan
diajari untuk dapat makan dengan tidak disuap serta menyesuaikan dengan
pola waktu makan orang dewasa pada umumnya.

5. Cleanliness and Clothing (Kebersihan dan Berpakaian)


Pada tahap ini, anak akan diajari cara memelihara kebersihan terutama
kebersihan tubuh. Ibu akan mengajari anak untuk mandi dan mengenal
masing-masing bagian serta membersihkan anggota tubuhnya sendiri. Hal lain
adalah mencuci tangan sebelum makan. Selain itu anak akan diajari cara
berpakaian sendiri pada usia 2 hingga 5 tahun.

6. Relationship to mother and father (Hubungan dengan ibu dan ayah)


Dalam budaya Nyangso, ibu memiliki tanggung jawab untuk merawat
serta melatih anak segala sesuatu yang perlu diajarkan. Ini menyebabkan
kedekatan yang lebih erat antara ibu dan anak. Beberapa hal yang dapat
dilakukan yaitu memberikan tugas pada anak, mengingatkan anak akan
kewajibannya, menasehati maupun menghukum anak ketika anak melakukan
kesalahan. Sedangkan ayah, tidak memiliki peran signifikan dalam
pengasuhan karena memiliki tugas untuk mencari nafkah.

7. Techniques of socialization (Teknik Sosialisasi)


Pengontrolan perilaku anak biasanya dilakukan dengan menakut-nakuti
anak. Setiap kebudayaan biasanya memiliki kepercayaan akan dunia
supranatural tersendiri, sehingga objek untuk menakuti anak akan berbeda-
beda. Pada tahap ini pula diterapkan cara menghukum anak.
8. Relation to sibling and peers (Hubungan dengan saudara kandung dan teman
sebaya).
Cara anak berelasi dengan saudara maupun teman sebaya merupakan
hal penting. Melalui ini, anak dapat belajar serta mengembangkan kemampuan
bahasanya juga cara berperilaku. Di dalam relasi ini, terdapat pertukaran nilai
sehingga orang tua perlu mengawasi anak dengan baik.

9. Activities of Children group (Aktivitas dalam kelompok anak)


Aktivitas utama dalam kelompok anak-anak adalah bermain bersama.
Biasanya aktivitas bermain ini dilakukan secara berkelompok dengan
komposisi acak. Aspek sosioemosional pada anak dapat dikembangkan
melalui permainan.

10. The control of aggression (Pengontrolan Agresifitas)


Kontrol orang tua, baik penerapan maupun penghindaran merupakan
faktor penting dalam mengendalikan agresifitas dan pola perilaku seksual
anak. Para ibu biasanya berusaha untuk meminimalkan perilaku agresif anak
dan melindungi anak dari tindakan agresivitas orang lain.

11. The control of sexual behavior (Pengontrolan perilaku seksual)


Dalam mengawasi perilaku seksual anak, orangtua perlu bertindak
waspada. Hal ini penting untuk memberikan pengetahuan seksual kepada
anak. Misalnya mengenai masturbasi ataupun ketika bermain bersama teman
yang berbeda jenis kelamin.

12. Relationship to other adults (Hubungan dengan orang dewasa)


Relasi anak terhadap orang dewasa terpola melalui cara mereka
berelasi dengan kedua orangtuanya. Pada umumnya anak akan menghargai
semua orang yang berusia tidak jauh berbeda dengan orangtuanya serta
cenderung untuk taat. Misalnya saja cara anak berperilaku ketika bersama
kakek maupun nenek.

13. Training in obedience, responsibility and skill. (Pelatihan ketaatan, tanggung


jawab dan keahlian)
Anggapan bahwa anak yang baik adalah anak yang menuruti seluruh
keinginan orangtua tanpa mempertanyakannya kembali. Sedang
tanggungjawab diajarkan melalui pemberian kepercayaan orangtua pada anak
dalammengemban satu tugas ataupun benda tertentu. Anak pun akan
dibiasakan untuk mampu mengusai kemampuan tertentu.
Dalam New scales for the child-rearing practices Q-short yang disusun oleh
Roberts (2008), child-rearing terbagi atas 7 aspek yakni :
a. Conflict with child (Konflik dengan anak)
Aspek ini diukur melalui intensitas orang tua memarahi anak, santai
tidaknya hubungan orangtua anak, serta bentuk penyelesaian yang baik setelah
konflik antara orangtua dengan anak.

b. Open communication (Keterbukaan dalam komunikasi)


Aspek ini diungkap melalui penghargaan orangtua terhadap pendapat
anak juga mendukung anak dalam mengekspresikannya, keterbukaan dalam
membiarkan anak marah pada orangtua, memberikan dorongan anak untuk
dapat menceritakan permasalahan yang yang dihadapi serta membiarkan anak
untuk dapat mempertanyakan keputusan yang telah ditetapkan oleh orangtua.
c. Warmth (Kehangatan)
Aspek ini diketahui dengan melihat ekspresi afeksi orangtua dalam
melakukan kontak fisik pada anak (memeluk, mencium dan memegang),
interaksi orangtua dan anak dalam bermain maupun berseda gurau, serta
waktu intim keluarga secara bersama-sama.
d. Protective/Worries (Perlindungan)
Aspek ini diekspresikan melalui pengawasan ketat pola makan serta
makanan yang dikonsumsi anak, pengawasan orang tua pada perkembangan
anak, serta pengawasan terhadap kesehatan anak.
e. Anxiety Induction (Induksi Kecemasan)
Aspek ini dapat diketahui melalui ajaran yang diberikan orangtua pada
anak mengenai hukuman yang akan dialami ketika anak melakukan hal buruk,
harapan orangtua agar anaknya dapat mensyukuri segala sesuatu yang ia
miliki, keyakinan orangtua bahwa anak harus mengetahui pengorbanan yang
telah dilakukan orangtua, serta mengontrol anak dengan memperingatkan anak
bahwa akan terjadi hal-hal buruk pada diri mereka.
f. Independence/Autonomy (Kemandirian)
Aspek ini dapat diketahui melalui kebebasan orangtua bagi anaknya
untuk memutuskan sesuatu, membiarkan anak untuk melakukan banyak hal
ketika sedang bertumbuh juga dalam mempelajari hal baru, dorongan bagi
anak untuk mencari tahu, menjelajah dan mempertanyakan segala sesuatu
serta mendorong anak untuk dapat mandiri.
g. Discourges emotional expression (Ekspresi Emosi)
Aspek ini dapat diketahui melalui penerimaan dan pengertian ketika
anak merasa takut ataupun sedih, orangtua mengajari anak untuk dapat
mengontrol perasaannya dalam setiap waktu, juga keyakinan orangtua bahwa
sejak usia muda anak harus diajarkan untuk tidak sering menangis.
Selanjutnya, penelitian ini akan menggunakan 13 aspek child-rearing menurut
LeVine dan LeVine (dalam Whiting, 1963) sebagai acuan dalam obsevasi
serta 7 aspek untuk mengukur child-rearing menurut Roberts (2008) sebagai
acuan dalam wawancara.

B. Pengertian Pelayanan KIA


Pelayanan KIA adalah upaya dibidang kesehatan yang menyangkut
pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu meneteki, bayi dan anak
balita serta anak prasekolah (Nas 2008). Tujuan Program Kesehatan Ibu dan anak
(KIA) adalah tercapainya kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat
kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga
Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat kesehatan anak
untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi
peningkatan kualitas manusia seutuhnya(Nas 2008). Sedangkan tujuan khusus
program KIA adalah :
1. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan , sikap dan perilaku), dalam
mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi
tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan keluarga,paguyuban 10
keluarga, Posyandu dan sebagainya.
2. Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah
secara mandiri di dalam lingkungan keluarga, paguyuban 10 keluarga,
Posyandu, dan Karang Balita serta di sekolah Taman Kanak-Kanak atau
TK.
3. Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil,
ibu bersalin, ibu nifas, dan ibu meneteki.
4. Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas,
ibu meneteki, bayi dan anak balita.
5. Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat , keluarga dan
seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak
prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya.

Berikut ini akan diuraikan tentang fokus pelayanan yang diberikan terkait kesehatan
ibu dan anak sesuai dengan siklus kehidupannya.

1. Masalah kesehatan yang perlu diperhatikan pada wanita sebelum hamil terkait
dengan keadaan system reproduksi, status penyakit menular seksual, keadaan
status gizi, masalah penyakit fisik dan psikologis. Kondisi tersebut harus
ditindaklanjuti dengan pelayanan yang diberikan di fasilitas kesehatan untuk
memastikan status kesehatan wanita sebelum hamil dalam keadaan baik,
karena akan berpengaruh terhadap 1.000 hari pertama kehidupan bagi anak
yang dimulai sejak masa konsepsi sampai anak balita(Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia 2015).
Berdasarkan hal tersebut, seorang bidan sebagai petugas kesehatan sangatlah
penting untuk memperhatikan kesehatan anak dengan memberikan pelayanan
kesehatan yang baik sejak dalam kandungan sampai masa neonatal melalui
pemeriksaan kehamilan yang teratur pemenuhan kebutuhan gizi ibu hamil
termasuk pemberian tablet Fe dan asam folat. Pemberian imunisasi TT
diberikan jika ibu hamil belum memiliki status T 5 dan upaya deteksi dini
komplikasi kehamilan dan upaya deteksi dini komplikasi kehamilan dan
persalinan melalui penggunaan buku kesehatan ibu dan anak serta penanganan
kedaruratan yang terjadi selama masa kehamilan dan persalinan melalui
penggunaan buku kesehatan ibu dan anak serta penanganan kedaruratan yang
terjadi selama masa kehamilan dan persalinan(Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia 2015).
2. Pelayanan selama masa nifas dan neonatus berfokus pada upaya inisiasi
menyusu dini sebagai langkah awal pemberian ASI eksklusif dan penggunaan
kontrasepsi. Sedangkan pelayanan neonatus dilakukan melalui pemberian
injeksi vitamin K neo yang ditujukan untuk antisipasi kejadian perdarahan
akibat penyuntikan imunisasi Hepatitis B neo yang diberikan 2 jam setelah
bayi lahir(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2015).
3. Pelayanan Kesehatan Bayi, Balita dan Anak Prasekolah difokuskan pada
pemberian ASI eksklusif, pemberian imunisasi dasar, pemberian makanan
tambahan, pemberian vitamin A, pemantauan tumbuh kembang dan pemberian
imunisasi booster, serta manajemen terpadu jika bayi dan balita mengalami
sakit (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2015).
4. Pelayanan Anak Sekolah dan Remaja diberikan dengan tujuan untuk
melakukan upaya deteksi dini tumbuh kembang anak sekolah melalui
skrining/penjaringan anak sekolah dan remaja, konseling gizi HIV/ AIDS
NAPZA dan upaya kesehatan sekolah. Selain pelayanan tersebut, pada periode
ini harus diberikan juga pelayanan kesehatan reproduksi untuk membekali
para remaja supaya memiliki pengetahuan yang cukup tentang proses
reproduksi yang menjadi tanggung jawabnya (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia 2015)
C. Keterkaitan Chilbearing dan Childrearing dalam pelayanan KIA di Indonesia
Dalam hal ini keterkaitan Chilbearing dan Childrearing dalam pelayanan KIA
mempunyai kaitan yang sangat erat. Dimana masa Childbearing merupakan tahap
penuh stressor karena merupakan tahap transisi menjadi orang tua. Sebuah
ketidakseimbangan bisa terjadi sehingga menimbulkan krisis keluarga yang dapat
berakhir dengan perasaan tidak memadai menjadi orang tua dan menyebabkan
gangguan dalam hubungan pernikahan (Ratih, 2019). Selain itu childbearing, child-
rearing merupakan cakupan seluruh interaksi antara orangtua dan anaknya yang
menekankan pada tanggungjawab dan kualitas dari perilaku orangtua (Blizzard et al.
2018).
Untuk mengatasi hal tersebut perlu adanya edukasi guna menambah wawasan
dalam menjadi orang tua. Salah satu yang dapat dilakukan yaitu pada pelayanan KIA
yang menjaga dan meningkatkan status kesehatan wanita yang berpengaruh terhadap
proses reproduksi selama siklus kehidupannya (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia 2015). Kesehatan ibu harus dimulai pada saat seorang wanita
mempersiapkan kehamilan, selama masa hamil, melahirkan, masa nifas dan
menyusui, masa menggunakan kontrasepsi keluarga berencana sampai usia lanjut.
Sementara itu, kesehatan bayi harus diperhatikan sejak janin berada dalam
kandungan, selama proses kelahiran, saat baru lahir, bayi, balita, anak prasekolah,
masa sekolah hingga remaja (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2015)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Blizzard, Angela M, Nicole E Barroso, Francisco G Ramos, Paulo A Graziano, and M


Bagner. 2018. “Behavioral Parent Training in Infancy : What About the Parent –” 47: 1–
22. https://doi.org/10.1080/15374416.2017.1310045.Behavioral.
Cohen, Shana R, Jessica Miguel, and Alison Wishard Guerra. 2020. “Child-Rearing Routines
among Mexican-Heritage Children with Autism Spectrum Disorder.”
https://doi.org/10.1177/1362361319849244.
Erlanti, Mutiara Suci, and Nandang Mulyana. n.d. “PENERAPAN TEKNIK PARENTING
DI RUMAH PARENTING YAYASAN.”
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Buku Ajar Kesehatan Ibu Dan Anak.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Khoirinisa, Nurdina, and Siti Mardiyah. 2019. “FAMILY NURSING CARE IN THE
DEVELOPMENT STAGE OF CHILDBEARING AT PUSKESMAS GONDANGREJO
OF.”
Kurniati, Mei Fitria, Yusuf Efendi, Child Bearing Family, and Beginning Family. n.d. “Self
Care Agency Berdasarkan Dorothea Orem Pada Tahap Perkembangan Beginning
Family Dan Child Bearing Family,” 29–39.
Nas, Mochamad. 2008. “PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PELAYANAN
KESEHATAN IBU DAN BAYI UNTUK MENDUKUNG EVALUASI PROGRAM
KESEHATAN IBU DAN ANAK ( KIA ) DI PUSKESMAS KABUPATEN
LAMONGAN.”
Permisif, Pola Asuh. n.d. “4 Jenis Pola Asuh Pembentuk Karakter Anak , Pilih Yang Mana ?”
Zevulun, Daniëlle, Wendy J Post, A Elianne Zijlstra, and Margrite E Kalverboer. 2019. “The
Best Interests of the Child from Different Cultural Perspectives : Factors Influencing
Judgements of the Quality of Child-Rearing Environment and Construct Validity of the
Best Interests of the Child-Questionnaire ( BIC-Q ) in Kosovo and Albania,” 331–51.

Anda mungkin juga menyukai