Anda di halaman 1dari 61

1.

Cara Membuat SIUP untuk PT (Perseroan Terbatas)

 Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Direktur Utama/Penanggung Jawab Perusahaan


atau pemegang sahamnya.
 Fotokopi Kartu Keluarga (KK) jika penanggung jawabnya seorang perempuan.
 Fotokopi NPWP
 Surat Keterangan Domisili atau SITU
 Fotokopi Akta Pendirian PT yang disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM.
 Fotokopi Surat Keputusan Pengesahan Badan Hukum dari Menteri Hukum dan HAM.
 Surat Izin Gangguan (Ho)
 Izin Prinsip
 Neraca Perusahaan
 Pas Foto Direktur Utama/Penanggung Jawab/Pemilik perusahaan dengan ukuran 4×6 (2
lembar)
 Materai 6000
 Izin teknis dari instansi terkait jika diminta.

2. Cara Membuat SIUP untuk Koperasi

 Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Dewan Pengurus dan Dewan Pengawas
Koperasi.
 Fotokopi NPWP.
 Fotokopi Akta Pendirian Koperasi yang telah disahkan instansi berwenang.
 Daftar susunan Dewan Pengurus dan Dewan Pengawas.
 Fotokopi SITU dari Pemerintah Daerah (Pemda)
 Neraca Koperasi
 Materai senilai Rp6000
 Pas foto Direktur Utama/Penanggung Jawab/Pemilik Perusahaan dengan ukuran 4×6
(2lembar).
 Izin lain yang terkait seperti izin Amdal dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
daerah jika ternyata usaha Anda akan menghasilkan limbah.

3. Pengurusan SIUP Untuk Perseroan Terbuka (Tbk)

 Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Direktur Utama/Penanggung Jawab/Pemilik


Perusahaan.
 Fotokopi SIUP Sebelum menjadi Perseroan Terbuka
 Fotokopi Akta Notaris Pendirian dan Perubahan Perusahaan dan Surat Persetujuan
Status Perseroan Tertutup Menjadi Perseroan Terbuka dari Departemen Hukum dan
HAM.
 Surat Keterangan dari Badan Pengawas Pasar Modal bahwa perusahaan yang
bersangkutan telah melakukan penawaran umum secara luas dan terbuka.
 Fotokopi Surat Tanda Penerimaan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (STP
LKTP) tahun buku terakhir.
 Foto Direktur Utama/Penanggung Jawab/Pemilik Perusahaan dengan ukuran 4×6 cm (2
lembar).

Jika ternyata tempat kegiatan usaha bukan milik sendiri maka harus dilengkapi dengan
surat izin pemilik sebagai bukti ketidakberatan penggunaan tanah atau bangunan yang
dimaksud. Surat izin ini ditandatangani di atas materai cukup sebagai bukti perjanjian
sewa menyewa antara pemilik tempat dan pelaku usaha.

4. Cara Membuat SIUP Perorangan

Berbeda dengan di atas yang membuat SIUP untuk badan usaha kali diajarkan
bagaimana cara membuat SIUP Perorangan yaitu

 Fotokopi KTP pemilik/ penanggung jawab perusahaan.


 Fotokopi NPWP perusahaan.
 Fotokopi surat izin tempat usaha (SITU) dari pemerintah daerah setempat bagi kegiatan
usaha perdagangan yang dipersyaratkan SITU berdasarkan ketentuan Undang-undang
gangguan (HO).
 Neraca Perusahaan.

Prosedur Pengurusan SIUP/Langkah-langkah Membuat SIUP

Prosedur ini tentunya bisa diurus jika dokumen-dokumen yang diperlukan sudah
lengkap. Berikut prosedurnya

1. Mengambil formulir pendaftaran/surat permohonan di Kantor Dinas


Perdagangan

Anda bisa mengambil formulir pendaftaran langsung ke kantor Dinas Perdagangan atau
Kantor Pelayanan Perizinan Setempat. Namun jika Anda sibuk maka bisa menyuruh
orang lain yang sudah Anda beri kuasa.

2. Formulir Pendaftaran atau Surat Permohonan di Kantor Dinas Perdagangan

Formulir pendaftaran atau surat permohonan sudah disediakan oleh kantor Dinas
Perdagangan. Dan Anda diperintahkan untuk mengisinya secara lengkap dan benar.
Setelah itu ditandatangani di tas materai 6000 oleh pemilik/Direktur Utama/Penanggung
Jawab Perusahaan. Formulir yang sudah diisi lengkap kemudian akan difotokopi
sebanyak dua rangkap dan digabung dengan berkas persyaratan administrasi yang sudah
diuraikan di atas.

Namun apabila Anda berikan kuasa kepada orang lain untuk mengurus pembuatan SIUP
maka Anda wajib melampirkan surat kuasa bermaterai dan cukup ditanda tangani oleh
pemilik/ Direktur Utama/ Penanggung Jawab perusahaan.

3. Membayar Tarif Pembuatan SIUP

Umumnya biaya untuk pembuatan SIUP berbeda-beda  pada setiap daerah tergantung
dari peraturan yang diatur oleh Peraturan Daerah di masing-masing wilayah.

4. Pengambilan SIUP
Setelah SIUP dibuat biasanya akan jadi sekitar dua minggu. Biasanya jika SIUP Anda
sudah jadi maka Anda akan dihubungi oleh petugas dan Anda bisa datang ke kantor
tempat Anda mengurus SIUP untuk mengambilnya.

Selain itu untuk pengajuan SIUP baru, perubahan, dan/atau penggantian SIUP yang hilang atau
rusak tidak dikenakan biaya retribusi seperti yang telah diatur dalam Permendag No 36 Tahun
2006.

IMB
UU no. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

BAB IV. PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG.


Bagian Pertama: Umum.

Pasal 7, ayat (1): "Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif
dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung."
Pasal 7, ayat (2): "Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan
gedung, dan izin mendirikan bangunan."

Bagian Kedua: Persyaratan Administratif Bangunan Gedung.

Pasal 8, ayat (1): "Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif
yang meliputi:
a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
b. status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. izin mendirikan bangunan gedung; sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku."
Pasal 8, ayat (4): "Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung, kepemilikan,
dan pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah."

UU no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang[3]

BAB IV. TUGAS DAN WEWENANG.


Bagian Kesatu: Tugas.

Pasal 7, ayat (1): "Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar


kemakmuran rakyat."
Pasal 7, ayat (2): "Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
negara memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada Pemerintah
dan pemerintah daerah."
Pasal 7, ayat (3): "Penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan."
BAB VI. PELAKSANAAN PENATAAN RUANG.
Bagian Ketiga: Pengendalian Pemanfaatan Ruang.

Pasal 35: "Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan


zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi."
Pasal 37, ayat (1): "Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
Pasal 37, ayat (2): "Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan
masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
Pasal 37, ayat (3): "Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan
tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum."
Pasal 37, ayat (4): "Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar
tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya."
Pasal 37, ayat (5): "Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat dimintakan penggantian yang layak kepada
instansi pemberi izin."
Pasal 37, ayat (6): "Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya
perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak."
Pasal 37, ayat (7): "Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin
pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang."
Pasal 37, ayat (8): "Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata
cara penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur
dengan peraturan pemerintah."

BAB VIII. HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT .

Pasal 60: "Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:


e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin
apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
menimbulkan kerugian."
Pasal 61: "Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang;"
Pasal 63: "Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dapat berupa:
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;"
PP RI no. 36 tahun 2005[4]

BAB I. KETENTUAN UMUM.

Pasal 1: "Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


6. Izin mendirikan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah,
memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan
persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
7. Permohonan izin mendirikan bangunan gedung adalah permohonan yang dilakukan
pemilik bangunan gedung kepada pemerintah daerah untuk mendapatkan izin
mendirikan bangunan gedung."

BAB II. FUNGSI BANGUNAN GEDUNG.


Bagian Kedua: Penetapan Fungsi Bangunan Gedung.

Pasal 6, ayat (1): "Fungsi dan klasifikasi bangunan gedung harus sesuai dengan
peruntukan lokasi yang diatur dalam RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau
RTBL."
Pasal 6, ayat (2): "Fungsi dan klasifikasi bangunan gedung diusulkan oleh pemilik
bangunan gedung dalam pengajuan permohonan izin mendirikan bangunan gedung."
Pasal 6, ayat (3): "Pemerintah daerah menetapkan fungsi dan klasifikasi bangunan
gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kecuali bangunan gedung fungsi khusus
oleh Pemerintah, dalam izin mendirikan bangunan gedung berdasarkan RTRW
kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL."

Bagian Ketiga: Perubahan Fungsi Bangunan Gedung.

Pasal 7, ayat (1): "Fungsi dan klasifikasi bangunan gedung dapat diubah melalui
permohonan baru izin mendirikan bangunan gedung."
Pasal 7, ayat (4): "Perubahan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung ditetapkan oleh
pemerintah daerah dalam izin mendirikan bangunan gedung, kecuali bangunan gedung
fungsi khusus ditetapkan oleh Pemerintah."

BAB III. PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG.


Bagian Pertama: Umum.

Pasal 8, ayat (2): "Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi:


a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
b. status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. izin mendirikan bangunan gedung."

Bagian Kedua: Persyaratan Administratif Bangunan Gedung.


Paragraf 3: Status Kepemilikan Bangunan Gedung.
Pasal 13, ayat (1): "Kegiatan pendataan untuk bangunan gedung-baru dilakukan
bersamaan dengan proses izin mendirikan bangunan gedung untuk keperluan tertib
pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung."

Paragraf 4: Izin Mendirikan Bangunan Gedung.

Pasal 14, ayat (1): "Setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib
memiliki izin mendirikan bangunan gedung."
Pasal 14, ayat (2): "Izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberikan oleh pemerintah daerah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh
Pemerintah, melalui proses permohonan izin mendirikan bangunan gedung."
Pasal 14, ayat (3): "Pemerintah daerah wajib memberikan surat keterangan rencana
kabupaten/kota untuk lokasi yang bersangkutan kepada setiap orang yang akan
mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan gedung."
Pasal 14, ayat (4): "Surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) merupakan ketentuan yang berlaku untuk lokasi yang bersangkutan dan
berisi:
a. fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada lokasi bersangkutan;
b. ketinggian maksimum bangunan gedung yang diizinkan;
c. jumlah lantai/lapis bangunan gedung di bawah permukaan tanah dan KTB yang
diizinkan;
d. garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung yang diizinkan;
e. KDB maksimum yang diizinkan;
f. KLB maksimum yang diizinkan;
g. KDH minimum yang diwajibkan;
h. KTB maksimum yang diizinkan; dan
i. jaringan utilitas kota."
Pasal 14, ayat (5): "Dalam surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dapat juga dicantumkan ketentuan-ketentuan khusus yang
berlaku untuk lokasi yang bersangkutan."
Pasal 14, ayat (6): "Keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dan ayat (5), digunakan sebagai dasar penyusunan rencana teknis bangunan
gedung."
Pasal 15, ayat (1): "Setiap orang dalam mengajukan permohonan izin mendirikan
bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) wajib melengkapi
dengan:
a. tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda bukti perjanjian pemanfaatan
tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
b. data pemilik bangunan gedung;
c. rencana teknis bangunan gedung; dan
d. hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan gedung yang
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan."
Pasal 15, ayat (2): "Untuk proses pemberian perizinan bagi bangunan gedung yang
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d, harus mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan
dengan mempertimbangkan pendapat publik."
Pasal 15, ayat (3)::Permohonan izin mendirikan bangunan gedung yang telah memenuhi
persyaratan administratif dan persyaratan teknis disetujui dan disahkan oleh bupati/wali
kota, kecuali untuk Daerah Khusus Ibu kota Jakarta oleh Gubernur, untuk bangunan
gedung fungsi khusus oleh Pemerintah dalam bentuk izin mendirikan bangunan
gedung."
Pasal 15, ayat (4): "Izin mendirikan bangunan gedung merupakan prasyarat untuk
mendapatkan pelayanan utilitas umum kabupaten/kota."

Bagian Ketiga: Persyaratan Tata Bangunan.


Paragraf 6: Pembangunan Bangunan Gedung di atas dan/atau di bawah tanah, air
dan/atau prasarana/sarana umum.

Pasal 29: "Bangunan gedung yang dibangun di atas dan/atau di bawah tanah, air, atau
prasarana dan sarana umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) pengajuan
permohonan izin mendirikan bangunan gedungnya dilakukan setelah mendapatkan
persetujuan dari pihak yang berwenang."
Pasal 30, ayat (4): "Izin mendirikan bangunan gedung untuk pembangunan bangunan
gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) selain
memperhatikan ketentuan dalam Pasal 14 dan Pasal 15, wajib mendapat pertimbangan
teknis tim ahli bangunan gedung dan dengan mempertimbangkan pendapat publik."

BAB IV. PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG.


Bagian Pertama: Pembangunan.
Paragraf 2. Perencanaan Teknis.

Pasal 63, ayat (5): "Dokumen rencana teknis bangunan gedung berupa rencana-rencana
teknis arsitektur, struktur dan konstruksi, mekanikal dan elektrikal, pertamanan, tata
ruang-dalam, dalam bentuk gambar rencana, gambar detail pelaksanaan, rencana kerja
dan syarat-syarat administratif, syarat umum dan syarat teknis, rencana anggaran biaya
pembangunan, dan/atau laporan perencanaan."
Pasal 64, ayat (1): "Dokumen rencana teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63
ayat (5) diperiksa, dinilai, disetujui, dan disahkan untuk memperoleh izin mendirikan
bangunan gedung."
Pasal 64, ayat (3): "Penilaian dokumen rencana teknis dilaksanakan dengan melakukan
evaluasi terhadap pemenuhan persyaratan teknis dengan mempertimbangkan aspek
lokasi, fungsi, dan klasifikasi bangunan gedung."
Pasal 64, ayat (7): "Persetujuan dokumen rencana teknis diberikan terhadap rencana
yang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan penilaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dalam bentuk persetujuan tertulis oleh pejabat yang berwenang."
Pasal 65, ayat (1): "Dokumen rencana teknis yang telah disetujui sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 ayat (7) dikenakan biaya izin mendirikan bangunan gedung
yang nilainya ditetapkan berdasarkan klasifikasi bangunan gedung."
Pasal 65, ayat (2): "Dokumen rencana teknis yang biaya izin mendirikan bangunan
gedungnya telah dibayar, diterbitkan izin mendirikan bangunan gedung oleh bupati/wali
kota, kecuali untuk Daerah Khusus Ibu kota Jakarta dilakukan oleh Gubernur, dan untuk
bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan
pemerintah daerah."

Paragraf 4. Pelaksanaan Konstruksi.

Pasal 68, ayat (1): "Pelaksanaan konstruksi bangunan gedung dimulai setelah pemilik
bangunan gedung memperoleh izin mendirikan bangunan gedung."

Bagian Kedua: Pemanfaatan.


Paragraf 1: Umum.
Pasal 72, ayat (1): "Pemanfaatan bangunan gedung merupakan kegiatan memanfaatkan
bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam izin mendirikan
bangunan gedung termasuk kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara
berkala."

Paragraf 5: Perpanjangan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung.

Pasal 81, ayat (1): "Perpanjangan sertifikat laik fungsi bangunan gedung pada masa
pemanfaatan diterbitkan oleh pemerintah daerah dalam jangka waktu 20 (dua puluh)
tahun untuk rumah tinggal tunggal dan rumah tinggal deret, dan dalam jangka waktu 5
(lima) tahun untuk bangunan gedung lainnya, berdasarkan hasil pemeriksaan kelaikan
fungsi bangunan gedung terhadap pemenuhan persyaratan teknis dan fungsi bangunan
gedung sesuai dengan izin mendirikan bangunan gedung."

Bagian Keempat: Pembongkaran.


Paragraf 2: Penetapan Pembongkaran.

Pasal 91, ayat (2): "Bangunan gedung yang dapat dibongkar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. bangunan gedung yang tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki lagi;
b. bangunan gedung yang pemanfaatannya menimbulkan bahaya bagi pengguna,
masyarakat, dan lingkungannya; dan/atau
c. bangunan gedung yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan gedung."
Pasal 91, ayat (6): "Untuk bangunan gedung yang tidak memiliki izin mendirikan
bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, pemerintah daerah
menetapkan bangunan gedung tersebut untuk dibongkar dengan surat penetapan
pembongkaran."

BAB VI. PEMBINAAN.


Bagian Ketiga: Pembinaan oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 112, ayat (1): "Pemerintah daerah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
penerapan peraturan daerah di bidang bangunan gedung melalui mekanisme penerbitan
izin mendirikan bangunan gedung dan sertifikasi kelaikan fungsi bangunan gedung,
serta surat persetujuan dan penetapan pembongkaran bangunan gedung."

BAB VII: SANKSI ADMINISTRATIF.


Bagian Pertama: Umum/

Pasal 113, ayat (1): "Pemilik dan/atau pengguna yang melanggar ketentuan Peraturan
Pemerintah ini dikenakan sanksi administratif, berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan pembangunan;
c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan;
d. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung;
e. pembekuan izin mendirikan bangunan gedung;
f. pencabutan izin mendirikan bangunan gedung;
g. pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;
h. pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; atau
i. perintah pembongkaran bangunan gedung."

Bagian Kedua: Pada Tahap Pembangunan.


Pasal 114, ayat (2): "Pemilik bangunan gedung yang tidak mematuhi peringatan tertulis
sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam tenggang waktu masing-masing 7 (tujuh)
hari kalender dan tetap tidak melakukan perbaikan atas pelanggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi berupa pembatasan kegiatan pembangunan."
Pasal 114, ayat (3): "Pemilik bangunan gedung yang telah dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selama 14 (empat belas) hari kalender dan tetap
tidak melakukan perbaikan atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dikenakan sanksi berupa penghentian sementara pembangunan dan pembekuan izin
mendirikan bangunan gedung."
Pasal 114, ayat (4): "Pemilik bangunan gedung yang telah dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selama 14 (empat belas) hari kelender dan tetap
tidak melakukan perbaikan atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dikenakan sanksi berupa penghentian tetap pembangunan, pencabutan izin mendirikan
bangunan gedung, dan perintah pembongkaran bangunan gedung."
Pasal 115, ayat (1): "Pemilik bangunan gedung yang melaksanakan pembangunan
bangunan gedungnya melanggar ketentuan Pasal 14 ayat (1) dikenakan sanksi
penghentian sementara sampai dengan diperolehnya izin mendirikan bangunan
gedung."
Pasal 115, ayat (2): "Pemilik bangunan gedung yang tidak memiliki izin mendirikan
bangunan gedung dikenakan sanksi perintah pembongkaran."

BAB VIII. KETENTUAN PERALIHAN.

Pasal 118: "Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini:


a. izin mendirikan bangunan gedung yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah
dinyatakan tetap berlaku; dan
b. bangunan gedung yang belum memperoleh izin mendirikan bangunan gedung dari
pemerintah daerah, dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sudah harus
memiliki izin mendirikan bangunan gedung."

Bangunan yang telah ber-IMB memiliki kelebihan dibandingan dengan bangunan yang
tidak ber-IMB, yakni:[1]

1. Bangunan memiliki nilai jual yang tinggi


2. Jaminan Kredit Bank
3. Peningkatan Status Tanah
4. Informasi Peruntukan dan Rencana Jalan
Dalam mengelola sediaan farmasi maupun perbekalan farmasi yang ada di apotek kita harus
melakukan perencanaan terlebih dahulu. Ada 4 metode perencanaan dalam pengadaan
(pembelian) barang di apotek yaitu:

a. Epidemiologi → perencanaan didasarkan pada penyebaran penyakit, wabah, atau penyakit


yang paling banyak diderita di daaerah itu. Bisa juga kita mencari informasi di puskesmas
tentang 10 besar penyakit yang paling sering diderita warga sekitar.
b. Konsumsi → direncanakan berdasar pengeluaran barang periode sebelumnya, jadi kita harus
memantau obat apa yang paling banyak keluar di periode sebelumnya dalam menentukan obat
apa yang akan kita beli di periode sekarang ini. Sehingga kita perlu melakukan pngelompokan
barang menjadi 2 yaitu fast moving dan slow moving.
c. Kombinasi epidemiologi dan konsumsi → direncanakan berdasarkan apa saja yang banyak
keluar dan epidemologi saat itu. Misal lagi musim hujan banyak yang terserang flu, jadi kita
menyediakan obat flu dalam jumlah besar.
d. JIT (Just In Time) → Jika sedang butuh, baru memesan atau membeli. Metode ini dipilih
terutama untuk obat yang jarang laku, hargnya mahal, dan keluarnya sedikit.

Pemesanan:

→ Obat dipesan dari PBF dengan disertai SP (surat pesanan) yang ditandatangani oleh apoteker
sehingga ada tanggung jawab penuh terhadap obat yang akan dibeli

Penerimaan:

→ Pengiriman barang disertai faktur (memuat nama PBF, tanggal, jenis dan jumlah barang),
kemudian dicocokkan/pengecekan (ED, keadaan fisik obat, sesuai dengan permintaan jenis dan
jumlah obat). Jika sesuai maka faktur ditandatangani Apoteker /AA (nama terang, SK, cap
apotek), dan faktur asli akan diperoleh jika sudah melunasi pembayaran obat. Obat yang
diperoleh dicatat di buku penerimaan/ED, menyangkut nama PBF yang mengirim barang,
harga barang, dan no.batch. No.batch penting karena sewaktu-waktu BPOM bisa menarik obat
tertentu dengan no.batch tertentu.

Penyimpanan:

→ Penyimpanan obat dalam wadah asli (misal box, yang terdapat no.batch, keterangan ED).
Jika dipindahkan dari wadah aslinya perlu dicatat kembali nama obat, kapan ED nya, dan
no.batch.

Penataan perbekalan farmasi

1. Harus ditata secara sistematis agar tidak kesulitan dalam mencari.


2. Bahan baku → dipisahkan serbuk, cairan, dan ynag setengah padat, kemudian disusun
berdasarkan alfabetis.
3.  Obat jadi lebih baik disusun berdasarkan bentuk sediaan lalu masing-masing
disusun berdasarkan alfabetis.
4.  Almari khusus → terutama untuk golongan narkotika dan psikotropika harus
dipisah penyimpanannya dan dalam almari khusus.
5.  Obat dengan persyaratan suhu dingin → simpan di almari es.
6.  Obat generik → bisa juga dikelompokkan jadi 1 rak tersendiri.
7.  Antibiotika → boleh dikelompokkan tersendiri.
8.  Alat kesehatan → boleh dikelompokkan tersendiri.

Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Di Apotek

Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan yang dilakukan di Apotek sesuai dengan ketentuan
perundangan yang berlaku, meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan pelayanan.
Pengelolaan ini bertujuan untuk menjaga dan menjamin ketersediaan barang di apotek sehingga
tidak terjadi kekosongan barang. Selain itu juga bertujuan untuk memperoleh barang yang
dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan kualitas harga yang dapat
dipertanggungjawabkan dalam waktu tertentu secara efektif dan efisien, menurut tata cara dan
ketentuan yang berlaku.

Di Apotek perencanaan pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obatan dan alat kesehatan
dilakukan dengan melakukan pengumpulan data obat-obatan yang akan dipesan. Data tersebut
ditulis dalam buku defecta yaitu jika barang habis atau persediaan menipis berdasarkan jumlah
barang yang tersedia pada bulan-bulan sebelumnya. Selain dengan menggunakan data di buku
defecta, perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan berdasarkan
analisis pareto (Sistem ABC) yang berisi daftar barang yang terjual yang memberikan
kontribusi terhadap omzet, disusun berurutan berdasarkan nilai jual dari yang tertinggi sampai
yang terendah, dan disertai jumlah dan kuantitas barang yang terjual. Keuntungan dengan
menggunakan analisis pareto adalah perputaran lebih cepat sehingga modal dan keuntungan
tidak terlalu lama berwujud barang, namun dapat segera berwujud uang, mengurangi resiko
penumpukan barang, mencegah terjadinya kekosongan barang yang bersifat fast moving dan
meminimalisasikan penolakan resep. Pengelompokan berdasarkan pareto di Apotek antara lain:
 Pareto A: 20-25% total item mengasilkan 80% omzet
 Pareto B: 25-40% total item menghasilkan 15% omzet
 Pareto C: 50-60% total item menghasilkan 5% omzet
Pemesanan rutin dilakukan terhadap produk yang tergolong dalam pareto A dan B. Untuk
produk yang termasuk ke dalam pareto C dilakukan pemesanan bila produk tersebut akan habis.

2. Pengadaan

Pengadaan perbekalan farmasi di Apotek dilakukan oleh bagian unit pembelian yang meliputi
pengadaan obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras tertentu, narkotika dan psikotropika, dan
alat kesehatan. Pengadaan perbekalan farmasi dapat berasal dari beberapa sumber, yaitu:

1) Pengadaan Rutin

Merupakan cara pengadaan perbekalan farmasi yang paling utama. Pembelian rutin yaitu
pembelian barang kepada para distributor perbekalan farmasi untuk obat-obat yang kosong
berdasarkan data dari buku defekta. Pemesanan dilakukan dengan cara membuat Surat Pesanan
(SP) dan dikirimkan ke masing-masing distributor/PBF yang sesuai dengan jenis barang yang
dipesan. PBF akan mengirim barang-barang yang dipesan ke apotek beserta fakturnya sebagai
bukti pembelian barang.

2) Pengadaan Mendesak (Cito)

Pengadaan mendesak dilakukan, apabila barang yang diminta tidak ada dalam persediaan serta
untuk menghindari penolakan obat/resep. Pembelian barang dapat dilakukan ke apotek lain
yang terdekat sesuai dengan jumlah sediaan farmasi yang dibutuhkan tidak dilebihkan untuk
stok di apotek.

3) Konsinyasi

Konsinyasi merupakan suatu bentuk kerja sama antara Apotek dengan suatu perusahaan atau
distributor yang menitipkan produknya untuk dijual di apotek, misalnya alat kesehatan, obat-
obat baru, suplemen kesehatan, atau sediaan farmasi, dan perbekalan kesehatan yang baru
beredar di pasaran. Setiap dua bulan sekali perusahaan yang menitipkan produknya akan
memeriksa produk yang dititipkan di apotek, hal ini bertujuan untuk mengetahui berapa jumlah
produk yang terjual pada setiap dua bulannya. Pembayaran yang dilakukan oleh apotek sesuai
jumlah barang yang laku. Apabila barang konsinyasi tidak laku, maka dapat
diretur/dikembalikan ke distributor/perusahaan yang menitipkan.

Apotek melakukan kegiatan pembelian hanya ke distributor atau PBF resmi. Pemilihan
pemasok didasarkan pada beberapa kriteria, antara lain legalitas PBF, kecepatan dalam
mengirim barang pesanan, jangka waktu pembayaran, harga yang kompetitif dan untuk obat-
obat golongan narkotika hanya dapat dipesan ke PBF yang ditunjuk oleh pemerintah yaitu PBF
Kimia Farma.
A. BAHAYA FISIK

1. Eksplosif

Terdapat 6 (enam) klasifikasi bahan eksplosif :

Kategori 1 :

Bahan, campuran, dan barang yang mempunyai bahaya ledakan massal (ledakan massal ini merupakan
salah satu efek yang sebenarnya mempengaruhi hampir seluruh muatan dan terjadi secara spontan)

Kategori 2 :

Bahan, campuran, dan barang yang mempunyai bahaya ledakan terproyeksi tetapi tidak menimbulkan
ledakan massal

Kategori 3 :

Bahan, campuran, dan barang yang mempunyai bahaya kebakaran, dan bahaya letusan minor atau
menimbulkan bahaya ledakan terproyeksi minor tetapi bukan bahaya ledakan massal :

1. Pembakaran dengan menimbulkan pancaran panas


2. Yang menyala satu setelah yang lain, menyebabkan letusan minor atau efek ledakan terproyeksi
atau keduanya

Kategori 4 :

Bahan, campuran dan barang yang menimbulkan bahaya yang tidak signifikan: yaitu bahan, campuran
dan benda yang hanya menyebabkan bahaya pembakaran atau bahaya inisiasi yang rendah. Efek
terbatas hanya pada kemasan dan diperkirakan tidak ada penyorotan fragmen yang ukurannya cukup
besar maupun jarak yang cukup jauh. Sumber api dari luar tidak dapat menyebabkan ledakan spontan
yang nyata pada seluruh isi kemasan.

Kategori 5 :

Bahan atau campuran yang sangat tidak sensitif, yang mempunyai bahaya ledakan massal, yaitu bahan
dan campuran yang memiliki bahaya ledakan massal namun besifat sangat tidak sensitif, sehingga kecil
kemungkinan tejadinya inisiasi atau peralihan dari pembakaran menjadi ledakan dibawah kondisi normal.

Kategori 6 :

Benda yang sangat tidak sensitif yang tidak mempunyai bahaya ledakan massal, yaitu benda yang hanya
mengandung bahan atau campuran yang mudah meledak yang bersifat sangat tidak sensitif, dan
menunjukkan kemungkinan dapat diabaikannya kejadian inisiasi atau perambatan nyala yang tidak
disengaja.

Ledakan
Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3 Kategori 4 Kategori 5 Kategori 6
tidak stabil

Atau

Bahaya Bahaya Bahaya Bahaya Awas Bahaya __


Bahan mudah Dapat
Bahan mudah
Bahan Bahan mudah meledak; bahaya Bahaya meledak
meledak; bahaya Tanpa
takstabil meledak; kebakaran, bahaya kebakaran hingga tak
ledakan hingga pernyataan
mudah bahaya serpihan/ atau bahaya bersisa
bahan tak bahaya
meledak lontaran hebat semburan, atau lontaran apabila kontak
bersisa
bahaya lontaran dengan api

1. Gas Mudah Menyala (Flammable Gas)

Gas mudah menyala dikelompokkan sebagai berikut :

Kategori Kriteria
Gas, yang pada temperatur 20oC dan tekanan normal 101,3 kPa:

1. dapat menyala jika bercampur dengan 13% atau lebih volume udara
1
1. mempunyai rentang nyala dengan udara, tidak kurang dari 12%

point berdasarkan batas bawah nyala


Gas, selain yang masuk dalam kategori 1, dimana pada temperatur 20 oC dan tekanan normal 101,3
2
kPa mempunyai rentang nyala jika bercampur dengan udara
Kategori 1 Kategori 2

Tanpa simbol

Bahaya Awas
Gas teramat mudah
Gas mudah menyala
menyala

1. Aerosol Mudah Menyala


Aerosol dikelompokkan dalam kategori mudah menyala apabila mengandung salah satu
komponen yang dikategorikan mudah menyala menurut kriteria GHS yaitu cairan mudah
menyala, gas mudah menyala atau padatan mudah menyala

Kategori 1 Kategori 2

Bahaya Awas
Aerosol teramat mudah
Aerosol mudah menyala
menyala

4. Gas Pengoksidasi (Oxidizing Gas)

Kategori Kriteria

Setiap gas yang secara umum dengan tersedianya oksigen dapat menyebabkan / memperbesar kebakaran dari
1
bahan lain, melebihi dari udara
Kategori 1

Bahaya
Dapat menyebabkan atau memperbesar kebakaran ; oksidator

5.    Gas Bertekanan (Under Pressure Gas)

Berdasarkan kondisi fisik ketika dikemas, gas bertekanan dikelompokkan berdasar, yaitu:

Kategori Kriteria

Gas yang ketika di kemas di bawah tekanan berupa gas pada – 50 OC, termasuk semua gas
Gas bertekanan
dengan suhu kritis  -50OC.
Gas yang ketika dikemas dibawah tekanan sebagian berupa cairan pada suhu ≥ 50 OC. Dibedakan
Gas tercair antara High presssure liquefied gas (gas dengan suhu kritis antara – 50OC dan + 65OC) dan Low
pressure liquefied gas (gas dengan suhu kritis diatas +65OC)
Gas tercair yang
Gas yang ketika dikemas sebagian berbentuk cair karena suhunya rendah
didinginkan
Gas terlarut Gas yang ketika dikemas di bawah tekanan merupakan gas terlarut dalam fase cairan terlarut.
Gas bertekanan Gas tercair Gas tercair yang didinginkan Gas terlarut

Awas Awas Awas Awas


Berisi gas bertekanan; Berisi gas bertekanan; Berisi gas yang didinginkan; dapat Berisi gas bertekanan;
dapat meledak jika dapat meledak jika menyebabkan luka bakar atau cedera dapat meledak jika
terpanaskan terpanaskan kriogenik terpanaskan

6.Cairan Mudah Menyala (Flammable Liquid)

Cairan ini dikelompokkan menjadi :

Kategori Kriteria
Titik nyala < 23OC & titik didih 
1 35OC

2 Titik nyala < 23OC & titik didih >


35OC
3
Titik nyala > 23OC &  60OC
4
Titik nyala > 60OC &  93OC
Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3 Kategori 4

Tanpa simbol

Bahaya Bahaya Awas Awas


Cairan dan uap teramat mudah Cairan dan uap sangat mudah Cairan dan uap mudah Cairan dapat
menyala menyala menyala terbakar

1. Padatan Mudah Menyala (Flammabkle Solid)

Padatan mudah menyala dikelompokkan sebagai berikut :

Kategori Kriteria
Uji kecepatan bakar :

Bahan selain logam yang berupa serbuk :


1

 Pada area yang basah tidak dapat berhenti terbakar dan waktu bakar < 45 detik atau
kecepatan bakar > 2,2 mm/detik

Serbuk logam : waktu bakar  5 menit


Uji kecepatan bakar :

Bahan selain logam yang berupa serbuk :

2
 Pada area yang basah dapat menghentikan nyala selama tidak kurang dari 4 menit dan
waktu bakar < 45 detik atau kecepatan bakar > 2,2 mm/detik

Serbuk logam : waktu bakar > 5menit dan  10 menit


Kategori 1 Kategori 2

Bahaya Awas
Padatan mudah
Padatan mudah menyala
menyala

1. Bahan dan Campuran Swareaktif

Bahan ini dikelompokkan sebagai berikut :

Kategori Kriteria
Tipe A Setiap bahan kimia atau campuran yang dapat meledak dengan cepat
Setiap bahan kimia atau campuran yang memiliki sifat daya ledak, secara umum tidak mudah meledak
Tipe B
secara cepat tetapi dapat mengalami ledakan termal
Bahan yang memiliki sifat daya ledak dengan cepat dan tidak mudah meledak secara cepat dan tidak
Tipe C
dapat mengalami ledakan termal
Bahan yang memiliki sifat sangat reaktif di dalam laboratorium:

1. Meledak secara parsial, dan tidak menunjukan pengaruh/efek kuat, bila dipanaskan dalam
batas-batas tertentu;
Tipe D 2. Tidak dapat meledak samasekali, terurai secara lambat dan tidak menunjukan pengaruh/efek
kuat, bila dipanaskan dalam batas-batas tertentu;
3. Tidak dapat meledak atau terurai sama sekali dan menunjukan pengaruh/efek sedang, bila
dipanaskan dalam batas-batas tertentu.

Bahan yang sangat reaktif di dalam laboratorium, tidak meledak dan tidak terurai sama sekali dan
Tipe E
menunjukkan efek yang rendah atau tanpa efek bila dipanaskan dibawah kondisi tertentu
Bahan yang sangat reaktif di dalam laboratorium, tidak meledak dan tidak terurai sama sekali dan
Tipe F menunjukkan efek yang sangat rendah atau tanpa efek bila dipanaskan dibawah kondisi tertentu, dimana
daya ledaknya rendah atau tidak ada sama sekali
Bahan yang sangat reaktif di dalam laboratorium, tidak meledak dan tidak terurai sama sekali serta tidak
Tipe G menunjukkan efek bila dipanaskan dibawah kondisi tertentu, dan tidak memiliki daya ledak sama sekali
(kemungkinan memiliki kestabilan termal), untuk larutan campuran yg memiliki kurang dari 150 OC
Tipe A Tipe B Tipe C dan D Tipe E dan F Tipe G

Untuk kategori ini


tidak ada label

Bahaya Bahaya Bahaya Awas


Pemanasan dapat Pemanasan dapat Pemanasan dapat Pemanasan dapat Tanpa
menyebabkan menyebabkan kebakaran menyebabkan menyebabkan pernyataan
ledakan atau ledakan kebakaran kebakaran bahaya

9. Cairan Piroporik (Phyroporic Liquid)

Kategor
Kriteria
i
Cairan yang menyala dalam 5 menit setelah ditambahkan ke dalam pembawa yang

1 inert dan terpapar udara, atau terbakar atau chars penyaring pada kontak dengan

udara selama 5 menit


Kategori 1

Bahaya
Jika kontak dengan udara, spontan terbakar

10. Padatan Piroporik (Phyroporic Solid)

Kategori Kriteria
1 Padatan menyala dalam 5 menit setelah terjadi kontak dengan udara

Kategori 1

Bahaya

Jika kontak dengan udara spontan terbakar

11.    Bahan dan Campuran Swapanas

Bahan ini dikelompokkan menjadi :

Kategori Kriteria

1 Hasil positif jika dilakukan tes menggunakan sampel 25mm pada suhu 140 0C

1. Hasil positif jika dilakukan tes menggunakan sampel 100mm pada suhu 140 0C dan hasil
negatif jika dilakukan tes menggunakan sampel 25mm pada suhu 140 0C dan substansi
atau campuran dikemas dalam wadah dengan volume lebih dari 3m 3 atau
2. Hasil positif jika dilakukan tes menggunakan sampel 100mm pada suhu 140 0C dan hasil
negatif jika dilakukan tes menggunakan sampel 25mm pada suhu 140 0C dan substansi
2
atau campuran dikemas dalam wadah dengan volume lebih dari 450 liter atau
3. Hasil positif jika dilakukan tes menggunakan sampel 100mm pada suhu 140 0C dan hasil
negatif jika dilakukan tes menggunakan sampel 25mm pada suhu 140 0C dan hasil positif
jika dilakukan tes menggunakan sampel 100mm pada suhu 100 0C

Kategori 1 Kategori 2

Bahaya Awas
Swapanas (pemanasan
Dalam jumlah besar bersifat swapanas (pemanasan sendiri); dapat terbakar
sendiri); dapat terbakar
Bahan dan Campuran Jika Kontak Dengan Air Melepaskan Gas Mudah Menyala

Bahan ini dikelompokkan sebagai berikut :

Kategori Kriteria

Setiap bahan atau campuran yang bereaksi cepat dengan air pada temperatur kamar, dan
secara umum menunjukkan suatu tendensi untuk memproduksi gas yang dapat menyala secara
1 spontan, atau yang segera bereaksi dengan air pada temperatur kamar sehingga kecepatan
evolusi gas yang mudah menyala sama atau lebih besar dari 10 L/kg bahan dalam waktu lebih
dari 1 menit
Setiap bahan atau campuran yang segera bereaksi dengan air pada temperatur kamar sebagai
2 kecepatan maksimum evolusi gas yang mudah menyala sama atau lebih besar dengan 20l/kg
bahan per jam, dan tidak memenuhi kriteria pada kategori
Setiap bahan atau campuran yang lambat bereaksi dengan air pada temperatur kamar sebagai
3 kecepatan maksimum evolusi gas yang mudah menyala sama atau lebih besar dari 1 L/kg
bahan per kg, dan tidak memenuhi kriteria pada kategori 1dan 2.

Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3

Bahaya Bahaya Awas


Jika kontak dengan air,
melepaskan gas mudah Jika kontak dengan air, melepaskan gas Jika kontak dengan air, melepaskan gas
menyala yang dapat mudah menyala mudah menyala
terbakar secara spontan

1. Cairan Pengoksidasi

Cairan ini dikelompokkan menjadi :

Kategori Kriteria
Setiap bahan yang dalam campuran dengan perbandingan 1:1 berdasarkan berat, yang diuji
terhadap bahan dan selulosa, spontan menyala; atau menunjukkan kenaikan tekanan rata-rata
1
terhadap waktu untuk campuran 1:1 berdasarkan berat, terhadap bahan dan selulosa dimana lebih
rendah.dari campuran 1:1, dalam berat, terhadap asam perklorat 50% dan selulosa.
Setiap bahan yang dalam campuran dengan perbandingan 1:1 berdasarkan berat, yang diuji
terhadap bahan dan selulosa, menunjukkan kenaikan tekanan rata-rata terhadap waktu, kurang dari
2 atau sama dengan kenaikan tekanan rata-rata terhadap waktu, kurang dari atau sama dengan untuk
campuran 1:1 berdasarkan berat, dari 40% larutan natrium klorat dan selulosa; namun tidak
memnuhi kriteria 1
3 Setiap bahan yang dalam campuran dengan perbandingan 1:1 berdasarkan berat, yang diuji
terhadap bahan dan selulosa, menunjukkan kenaikan tekanan rata-rata terhadap waktu, kurang dari
atau sama dengan kenaikan tekanan rata-rata terhadap waktu, kurang dari atau sama dengan untuk
campuran 1:1 berdasarkan berat, dari 65% larutan asam nitrat dan selulosa; namun tidak memenuhi
kriteria 1 dan 2
Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3

Bahaya Bahaya Awas


Dapat menyebabkan
kebakaran atau
Dapat memperbesar kebakaran; oksidator Dapat memperbesar kebakaran; oksidator
ledakan; oksidator
kuat

1. Padatan pengoksidasi

Bahan ini dikelompokkan menjadi :

Kategori Kriteria
Suatu bahan yang dalam perbandingan 4:1 atau 2:1 antara sampel dan selulosa (dalam massa),
1 menimbulkan waktu pembakaran kurang dari waktu pembakaran pada perbandingan 3:2 dari
kalium bromat dengan selulosa
Suatu bahan yang dalam perbandingan 4:1 atau 2:1 antara sampel dan selulosa (dalam massa),
menimbulkan waktu pembakaran yang sama dengan waktu pembakaran pada perbandingan 3:2
2 dari kalium bromat dengan selulosa,

dan pada kategori 1 tidak memenuhi


Suatu bahan yang dalam perbandingan 4:1 atau 2:1 antara sampel dan selulosa (dalam massa),
3 menimbulkan waktu pembakaran kurang dari waktu pembakaran pada perbandingan 3:7 dari
kalium bromat dengan selulosa, dan dan pada kategori 1 dan 2 tidak memenuhi
Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3

Bahaya Bahaya Awas


Dapat menyebabkan
kebakaran atau ledakan; Dapat memperbesar kebakaran; oksidator Dapat memperbesar kebakaran; oksidator
oksidator kuat

1. Peroksida organik

Setiap peroksida organik termasuk dalam kelompok ini, kecuali bahan yang mengandung :

1. Tidak lebih dari 1,0% oksigen yang tersedia dari peroksida organik , jika tidak lebih dari 1,0%
hidrogen peroksida
2. Tidak lebih dari 0,5% oksigen yang tersedia dari peroksida organik , jika tidak lebih dari 1,0% ,
tetapi tidak lebih dari 7,0% hidrogen peroksida

Bahan ini dikelompokkan sebagai berikut :

Kategori Kriteria
Tipe A Setiap peroksida organik yang dapat meledak atau terurai dengan cepat
Setiap peroksida organik yang mempunyai sifat mudah meledak, meskipun meledak dan terurai tidak
Tipe B
cepat, tetapi menimbulkan ledakan termal
Tipe C Setiap campuran peroksida organik yang mempunyai sifat mudah meledak, tidak dapat meledak atau
terurai secara cepat atau menimbulkan ledakan termal
Setiap peroksida organik yang dalam uji laboratorium :

 meledak sebagian, tidak terurai dengan cepat dan menunjukkan efek yang tidak keras, ketika
dipanaskan di bawah kondisi tertentu;
Tipe D  tidak dapat meledak seluruhnya, terurai secara lambat atau menunjukan bahaya yang tidak
keras, ketika dipanaskan dibawah kondisi tertentu;
 tidak dapat meledak atau terurai seluruhnya, dan menunjukkan efek yang sedang, ketika
dipanaskan di bawah kondisi tertentu

Setiap peroksida organik yang pada uji laboratorium, tidak meledak maupun terurai seluruhnya dan
Tipe E
memberikan efek rendah atau tanpa efek
Setiap peroksida organik yang pada uji laboratorium, tidak meledak dan tidak terurai dalam wadah
Tipe F tertentu secara keseluruhan, dan hanya menimbulkan pengaruh yang tidak baik yang rendah atau
tanpa pengaruh, ketika dipanaskan di bawah kondisi tertentu, seperti tanpa tenaga ledakan
Setiap campuran peroksida organik dalam uji laboratorium, tidak meledak dan terurai secara
keseluruhan, dan tidak menimbulkan pengaruh, ketika dipanaskan di bawah kondisi tertentu, juga tidak
memiliki daya ledak, seperti tanpa tenaga ledakan, dipastikan bahwa stabil, dikatagorikan dalam
Tipe G kategori

G. Jika campuran tidak stabil secara termal atau titik didihnya kurang dari 150 oC
Tipe A Tipe B Tipe C dan D Tipe F Tipe G
Tidak ada

elemen

label
untuk

kategori
ini
Bahaya Bahaya Bahaya Awas –
Pemanasan dapat Pemanasan dapat
Pemanasan dapat Pemanasan dapat
menyebabkan menyebabkan kebakaran atau
menyebabkan kebakaran menyebabkan kebakaran
ledakan ledakan

1. 16. Korosif pada logam

Kategor
Kriteria
i
Kecepatan korosi pada permukaan baja atau aluminium meningkat 6,25 mm per tahun pada tes yang dilakukan
1
pada suhu 550C
Kategori 1

Awas

Kemungkinan korosif pada logam

SUMBER : https://okleqs.wordpress.com/2010/04/29/klasifikasi-dan-penandaan-bahan-kimia-
menurut-ghs-3/
Simbol Bahan Kimia
Simbol bahaya kimia adalah suatu piktogram berlatar belakang orange dengan garis batas dan gambar
berwarna hitam. Gambar yang terdapat dalam piktogram umumnya menggambarkan sifat bahaya dari
bahan yang dilabeli. Sifat bahaya tersebut misalnya risiko ledakan dan kebakaran, risiko kesehatan dan
keracunan, atau kombinasi keduanya.

Berikut ini  7 simbol bahan kimia berbahaya lengkap dengan gambar dan keterangannya.

1. Explosive (Mudah Meledak)

Bahan kimia yang diberi simbol seperti gambar disamping adalah bahan yang mudah meledak
(explosive). Ledakan pada bahan tersebut bisa terjadi karena beberapa penyebab, misalnya karena
benturan, pemanasan, pukulan, gesekan, reaksi dengan bahan kimia lain, atau karena adanya sumber
percikan api. Ledakan pada bahan kimia dengan simbol ini kadang kali bahkan dapat terjadi meski
dalam kondisi tanpa oksigen. Beberapa contoh bahan kimia dengan sifat explosive misalnya TNT,
ammonium nitrat, dan nitroselulosa. Bekerja dengan bahan kimia yang mudah meledak membutuhkan
pengalaman praktis sekaligus pengetahuan. Menghindari hal-hal yang dapat memicu ledakan sangat
penting dilakukan untuk mencegah risiko fatal bagi keselamatan diri.

2. Oxidizing (Mudah Teroksidasi)


Bahan kimia yang diberi simbol seperti gambar di samping adalah bahan kimia yang bersifat
mudah menguap dan mudah terbakar melalui oksidasi (oxidizing). Penyebab terjadinya
kebakaran umumnya terjadi akibat reaksi bahan tersebut dengan udara yang panas, percikan
api, atau karena raksi dengan bahan-bahan yang bersifat reduktor. Bekerja dengan bahan kimia
oxidizing membutuhkan pengetahuan dan pengalaman praktis. Jika tidak, risiko kebakaran
akan sangat mungkin terjadi. Adapun beberapa contoh bahan kimia dengan sifat ini misalnya
hidrogen peroksida dan kalium perklorat. Bila suatu saat Anda bekerja dengan kedua bahan
tersebut, hindarilah panas, reduktor, serta bahan-bahan mudah terbakar lainnya. Frase-R untuk
bahan pengoksidasi : R7, R8 dan R9.

3. Flammable (Mudah Terbakar)

Simbol bahan kimia di samping menunjukan bahwa bahan tersebut besifat mudah terbakar
(flammable). Bahan mudah terbakar dibagi menjadi 2 jenis yaitu Extremely Flammable (amat
sangat mudah terbakar) dan Highly Flammable (sangat mudah terbakar. Bahan dengan label
Extremely Flammable memiliki titik nyala pada suhu 0 derajat Celcius dan titik didih pada
suhu 35 derajat Celcius. Bahan ini umumnya berupa gas pada suhu normal dan disimpan dalam
tabung kedap udara bertekanan tinggi. Frase-R untuk bahan amat sangat mudah terbakar adalah
R12. Bahan dengan label Highly Flammable memiliki titik nyala pada suhu 21 derajat Celcius
dan titik didih pada suhu yang tak terbatas. Pengaruh kelembaban pada terbakar atau tidaknya
bahan ini sangat besar. Oleh karena itu, mereka biasanya disimpan pada kondisi kelembaban
tinggi. Frase-R untuk bahan sangat mudah terbakar yaitu R11. Adapun beberapa contoh bahan
bersifat flammable dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Zat terbakar langsung. Contohnya : aluminium alkil fosfor. Keamanan : hindari kontak
bahan dengan udara.
2. Gas amat mudah terbakar. Contohnya : butane dan propane. Keamanan : hindari kontak
bahan dengan udara dan sumber api.
3. Cairan mudah terbakar. Contohnya: aseton dan benzene. Keamanan : jauhkan dari
sumber api atau loncatan bunga api.
4. Zat sensitive terhadap air, yakni zat yang membentuk gas mudah terbakar bila kena air
atau api.

4. Toxic (Beracun)

Simbol bahan kimia disamping mengunjukan bahwa bahan tersebut adalah bahan beracun.
Keracunan yang bisa diakibatkan bahan kimia tersebut bisa bersifat akut dan kronis, bahkan
bisa hingga menyebabkan kematian pada konsentrasi tinggi. Keracunan karena bahan dengan
simbol di atas bukan hanya terjadi jika bahan masuk melalui mulut. Ia juga bisa meracuni lewat
proses pernafasan (inhalasi) atau melalui kontak dengan kulit. Beberapa contoh bahan kimia
bersifat racun misalnya arsen triklorida dan merkuri klorida. Bekerja dengan bahan-bahan
tersebut harus memperhatikan keselamatan diri. Hindari kontak langsung dengan kulit,
menelan, serta gunakan selubung masker untuk mencegah uapnya masuk melalui pernafasan.

5. Harmful Irritant (Bahaya Iritasi)


Simbol bahan kimia disamping sebetulnya terbagi menjadi 2 kode, yaitu kode Xn dan kode Xi.
Kode Xn menunjukan adanya risiko kesehatan jika bahan masuk melalui pernafasan (inhalasi),
melalui mulut (ingestion), dan melalui kontak kulit, contoh bahan dengan kode Xn misalnya
peridin. Sedangkan kode Xi menunjukan adanya risiko inflamasi jika bahan kontak langsung
dengan kulit dan selaput lendir, contoh bahan dengan kode Xi misalnya ammonia dan benzyl
klorida. Frase-R untuk bahan berkode Xn yaitu R20, R21 dan R22, sedangkan untuk kode Xi
yaitu R36, R37, R38 dan R41.

6. Corrosive (Korosif)

Simbol bahan kimia di samping menunjukan bahwa suatu bahan tersebut bersifat korosif dan
dapat merusak jaringan hidup. Karakteristik bahan dengan sifat ini umumnya bisa dilihat dari
tingkat keasamaannya. pH dari bahan bersifat korosif lazimnya berada pada kisaran < 2 atau
>11,5. Beberapa contoh bahan dengan simbol ini misalnya belerang oksida dan klor. Jangan
menghirup uap dari bahan ini, jangan pula membuatnya kontak langsung dengan mata dan kulit
Anda.  Mereka juga bisa menyebabkan iritasi. Frase-R untuk bahan korosif yaitu R34 dan R35.

7. Dangerous for Enviromental (Bahan Berbahaya bagi Lingkungan)


Simbol bahan kimia pada gambar di samping menunjukan bahwa bahan tersebut berbahaya
bagi lingkungan (dangerous for environment). Melepasnya langsung ke lingkungan, baik itu ke
tanah, udara, perairan, atau ke mikroorganisme dapat menyebabkan kerusakan ekosistem.
Beberapa contoh bahan dengan simbol ini misalnya tetraklorometan, tributil timah klorida, dan
petroleum bensin. Frase-R untuk bahan berbahaya bagi lingkungan yaitu R50, R51, R52 dan
R53. Demikianlah 7 simbol bahan kimia lengkap dengan keterangan dan gambarnya. Semoga
bisa menjadi pengetahuan baru yang bermanfaat bagi keselamatan Anda suatu saat nanti.

Sumber: //www.ebiologi.com/2016/02/simbol-bahan-kimia-berbahaya.html
https://www.synergysolusi.com/7-simbol-bahan-kimia-berbahaya.html

Penggolongan Obat
Terdapat tiga jenis golongan obat yaitu obat bebas, obat bebas terbatas dan obat keras.

Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter.
Tanda khusus untuk obat bebas adalah berupa lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi
berwarna hitam.

Lingkaran Hijau → tanda khusus obat bebas

Obat bebas terbatas adalah obat yang dijual bebas dan dapat dibeli tanpa dengan resep dokter,
tapi disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus untuk obat ini adalah lingkaran berwarna
biru dengan garis tepi hitam.

Lingkaran Biru → obat bebas terbatas

Khusus untuk obat bebas terbatas, selain terdapat tanda khusus lingkaran biru, diberi pula tanda
peringatan untuk aturan pakai obat, karena hanya dengan takaran dan kemasan tertentu, obat ini
aman dipergunakan untuk pengobatan sendiri. Tanda peringatan berupa empat persegi panjang
dengan huruf putih pada dasar hitam yang terdiri dari 6 macam, yaitu:
Obat Keras adalah obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. Ciri-cirinya adalah
bertanda lingkaran bulat merah dengan garis tepi berwarna hitam, dengan huruf K ditengah
yang menyentuh garis tepi. Obat ini hanya boleh dijual di apotik dan harus dengan resep dokter
pada saat membelinya.

Lingkaran merah,dengan huruf K di tengah → obat keras

Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA)


Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi
masalah kesehatan yang ringan, dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang dapat meningkatkan
pengobatan sendirisecara tepat, aman dan rasional. Melakukan pengobatan sendiri secara tepat,
aman dan rasional dapat dicapai melalui bimbingan apoteker yang disertai dengan informasi
yang tepat sehingga menjamin penggunaan yang tepat dari obat tersebut.

Peran apoteker di apotik dalam pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta
pelayanan obat kepada masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan pengobatan
sendiri.

Obat Wajib Apotek adalah beberapa obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter,
namun harus diserahkan oleh apoteker di apotek. Pemilihan dan penggunaan obat DOWA
harus dengan bimbingan apoteker. Daftar obat wajib apotek yang dikeluarkan berdasarkan
keputusan Menteri Kesehatan. Sampai saat ini sudah ada 3 daftar obat yang diperbolehkan
diserahkan tanpa resep dokter.
Peraturan mengenai Daftar Obat Wajib Apotek tercantum dalam:

1. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/ MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib


Apotek berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1
2. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924/ Menkes / Per / X / 1993 tentang DaftarObat
Wajib Apotek No.2
3. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat
Wajib Apotek No.3

Obat Esensial
Obat esensial adalah obat terpilih yang paling diperlukan untuk pelayanan kesehatan,
mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan tersedia pada
unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.

Penerapan Konsep Obat Esensial dilakukan melalui Daftar Obat Esensial Nasional, Pedoman
Pengobatan, Formularium Rumah Sakit dan Informatorium Obat Nasional Indonesia. Keempat
komponen ini merupakan komponen yang saling terkait untuk mencapai peningkatan
ketersediaan dan suplai obat serta kerasionalan penggunaan obat.

Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar obat terpilih yang paling dibutuhkan
dan yang diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.

Dari sisi medis, obat esensial sedikit banyak dapat dikaitkan dengan obat pilihan (drug of
choice). Dalam hal ini hanya obat yang terbukti memberikan manfaat klinik paling besar,
paling aman, paling ekonomis, dan paling sesuai dengan sistem pelayanan kesehatan yang ada
yang dimasukkan sebagai obat esensial.

Tujuan kebijakan obat esensial adalah untuk meningkatkan ketepatan, keamanan, kerasionalan
penggunaan dan pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan daya guna dan hasil guna
biaya yang tersedia sebagai salah satu langkah untuk memperluas, memeratakan dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Kriteria obat esensial yang dibuat
oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan juga telah diadopsi di Indonesia adalah sebagai
berikut:

 Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit risk ratio) yang paling menguntungkan pasien
 Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan ketersediaan hayati (bioavailability)
 Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
 Praktis dalam penggunaan dan penyerahan yang disesuaikan dengan tenaga, sarana dan
fasilitas kesehatan
 Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
 Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya
langsung dan tidak langsung
 Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa,maka pilihan
diberikan kepada obat yang:
o Sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah
o Sifat farmakokinetiknya diketahui paling banyak menguntungkan
o Stabilitas yang paling baik
o Paling mudah diperoleh
o Obat yang telah dikenal
 Obat jadi kombinasi tetap, dengan kriteria sebagai berikut:
o Obat bermanfaat bagi pasien hanya bila dalam bentuk kombinasi tetap
o Kombinasi tetap terbukti memberikan khasiat dan keamanan lebih baik
dibanding masing-masing komponennya
o Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan perbandingan yang
tepat untuk sebagian besar pasien yang memerlukan kombinasi tersebut.
o Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat dan keamanan
o Kombinasi antibakteri harus dapat mencegah atau mengurangi terjadinya
resistensi atau efek merugikan lain.

Di Indonesia, penerapan DOEN harus dilaksanakan secara konsisten dan terus menerus di
semua unit pelayanan kesehatan.

Obat Generik
Obat yang beredar di pasaran umumnya berdasarkan atas nama dagang yang dipakai oleh
masing-masing produsennya. Karena tiap produsen jelas akan melakukan promosi untuk
masing-masing produknya, maka harga obat dengan nama dagang umumnya lebih mahal.
Kebijakan obat generik adalah salah satu kebijakan untuk mengendalikan harga obat, di mana
obat dipasarkan dengan nama bahan aktifnya.

Agar para dokter dan masyarakat dapat menerima dan menggunakan obat generik, diperlukan
langkah-langkah pengendalian mutu secara ketat. Di Indonesia, kewajiban menggunakan obat
generik berlaku di unit-unit pelayanan kesehatan pemerintah.

Agar upaya pemanfaatan obat generik ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka
kebijakan tersebut mencakup komponen-komponen berikut:

 Produksi obat generik dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Produksi
dilakukan oleh produsen yang memenuhi syarat CPOB dan disesuaikan dengan
kebutuhan akan obat generik dalam pelayanan kesehatan.
 Pengendalian mutu obat generik secara ketat.
 Distribusi dan penyediaan obat generik di unit-unit pelayanan kesehatan sesuai dengan
Cara Distribusi Obat yang Baik
 Peresepan berdasarkan nama generik, bukan nama dagang.
 Penggantian (substitusi) dengan obat generik diusulkan diberlakukan di unit-unit
pelayanan kesehatan.
 Informasi dan komunikasi mengenai obat generik bagi dokter dan masyarakat luas
secara berkesinambungan.
 Pemantauan dan evaluasi berkala terhadap penggunaan obat generik.

Mutu obat generik tidak perlu diragukan mengingat setiap obat generik juga mendapat
perlakuan yang sama dalam hal evaluasi terhadap pemenuhan kriteria khasiat, keamanan dan
mutu obat. Namun, sekarang ini terdapat kecenderungan bahwa penggunaan obat generik mulai
menurun. Untuk itu hasil dari pemeriksaan mutu dan informasi mengenai obat generik harus
selalu dikomunikasikan kepada pemberi pelayanan maupun ke masyarakat luas.

Formularium Rumah Sakit


Bagi suatu rumah sakit, tidak mungkin untuk menyediakan semua jenis obat yang ada di
pasaran untuk pelayanan rumah sakit. Untuk itu dikembangkan kebijakan formularium rumah
sakit, yang pada dasarnya adalah merupakan upaya pemilihan obat di rumah sakit. Setiap
rumah sakit di negara maju dan juga dibanyak negara berkembang umumnya telah menerapkan
formularium rumah sakit. Formularium rumah sakit (FRS) pada hakekatnya merupakan daftar
produk obat yang telah disepakati untuk dipakai di rumah sakit yang bersangkutan, beserta
informasi yang relevan mengenai indikasi, cara penggunaan dan informasi lain mengenai tiap
produk. FRS yang telah disepakati di satu rumah sakit perlu dilaksanakan dengan sungguh-
sungguh (commitment) dari pihak-pihak yang terkait, meliputi:

 Pengelola obat menyediakan obat-obat di rumah sakit sesuai dengan FRS


 Dokter menggunakan obat-obat yang ada di FRS.

Formularium Rumah Sakit disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)/Komite Farmasi dan
Terapi (KFT) Rumah Sakit berdasarkan DOEN dan disempurnakan dengan
mempertimbangkan obat lain yang terbukti secara ilmiah dibutuhkan untuk pelayanan di
Rumah Sakit tersebut. Penyusunan Formularium Rumah Sakit juga mengacu pada pedoman
pengobatan yang berlaku.

Mengingat pengembangan dan penerapan FRS adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan
melalui penggunaan obat yang aman, efektif, rasional dan juga dalam rangka efisiensi biaya
pengobatan, maka pengembangan FRS perlu melibatkan berbagai pihak yang terkait di rumah
sakit, yakni pihak pengelola obat, manajemen rumah sakit, dan keahlian- keahlian klinik yang
ada. Keputusan untuk memasukkan suatu obat dalam FRS harus didasarkan atas kesepakatan
akan kriteria tertentu yang mencakup bukti, manfaat klinis obat, keamanan obat, kesesuaian
obat dengan pelayanan yang ada di rumah sakit dan biaya. Faktor-faktor ini harus dikaji secara
ilmiah dari sumber-sumber informasi ilmiah yang layak dipercaya. Kajian tidak cukup hanya
berdasarkan informasi yang diberikan oleh produsen obat.

FRS yang telah dikembangkan harus disosialisasikan di kalangan dokter, dan dalam
penerapannya harus dilakukan pemantauan secara berkesinambungan. Hasil pemantauan
dipakai untuk pelaksanaan evaluasi dan revisi agar sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran.

Pedoman Pengobatan
Di banyak sistem pelayanan kesehatan, baik di negara maju maupun negara berkembang, saat
ini banyak dikembangkan dan dilaksanakan pedoman pelayanan termasuk pedoman
pengobatan dalam berbagai tingkat pelayanan. Unit-unit pelayanan kesehatan, baik di tingkat
primer, sekunder maupun tersier, membutuhkan suatu pedoman pengobatan yang bertujuan
untuk meningkatkan efektifitas, keamanan maupun cost-effectiveness tindakan farmakoterapi
yang diberikan.

Kebutuhan pedoman pengobatan dilator-belakangi oleh banyaknya alternatif pengobatan yang


ada untuk setiap jenis penyakit dan juga adanya kebiasaan pengobatan yang sangat beragam di
antara para dokter berdasarkan pengalamannya masing-masing. Prinsip kedokteran berdasarkan
bukti (evidence based medicine) menuntut bahwa alternatif terapi yang terbukti secara ilmiah
paling bermanfaat, paling aman, paling sesuai dan paling ekonomis untuk pasien yang harus
dipilih dan diberikan kepada pasien.

Agar pedoman pengobatan dapat memberikan manfaat sesuai dengan tujuannya, maka
beberapa hal berikut perlu mendapatkan perhatian:

 Pedoman pengobatan dikembangkan berdasarkan informasi ilmiah yang layak dan


handal.
 Pedoman pengobatan dikembangkan dengan melibatkan berbagai faktor dalam sistem
pelayanan kesehatan yang bersangkutan.
 Pedoman pengobatan perlu disosialisasikan kepada para dokter.
 Perlu pemantauan ketaatan terhadap pedoman pengobatan melalui audit atau studi
penggunaan obat di unit-unit pelayanan kesehatan.
 Pedoman pengobatan memuat penyakit yang umum dijumpai di unit pelayanan
kesehatan.
 Pedoman pengobatan harus disesuaikan dengan sarana pelayanan dan pelaku pelayanan
yang ada.

Mengembangkan pedoman pengobatan dan menyebarluaskannya ke unit-unit pelayanan


kesehatan saja tidak akan memberikan banyak dampak perubahan terhadap kebiasaan
penggunaan obat. Pedoman pengobatan perlu dipakai dan ditaati oleh para dokter dalam
pelaksanaan pelayanan dan secara berkala dilakukan pemeriksaan (audit) dan pemantauan
(monitoring) kebiasaan penggunaan obat. Hasil pemeriksaan dan pemantauan ini perlu
diumpanbalikkan kepada para dokter sebagai masukan yang diharapkan akan meningkatkan
mutu penggunaan obatnya.

Masalah Dalam Penggunaan Obat


Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman dan juga tidak ekonomis atau yang
lebih populer, dengan istilah tidak rasional, saat ini telah menjadi masalah tersendiri dalam
pelayanan kesehatan, baik di negara maju maupun negara berkembang. Masalah ini dijumpai di
unit-unit pelayanan kesehatan, misalnya di rumah sakit, puskesmas, praktek pribadi, maupun di
masyarakat luas.

Penggunaan obat yang tidak tepat jika risiko yang mungkin terjadi tidak imbang dengan
manfaat yang diperoleh dari tindakan memberikan suatu obat. Dengan kata lain, penggunaan
obat dapat dinilai tidak rasional jika:

 Indikasi penggunaan tidak jelas atau keliru


 Pemilihan obat tidak tepat, artinya obat yang dipilih bukan obat yang terbukti paling
bermanfaat, paling aman, paling sesuai, dan paling ekonomis
 Cara penggunaan obat tidak tepat, mencakup besarnya dosis, cara pemberian, frekuensi
pemberian dan lama pemberian
 Kondisi dan riwayat pasien tidak dinilai secara cermat, apakah ada keadaan-keadaan
yang tidak memungkinkan penggunaan suatu obat, atau mengharuskan penyesuaian
dosis (misalnya penggunaan aminoglikosida pada gangguan ginjal) atau keadaan yang
akan meningkatkan risiko efek samping obat
 Pemberian obat tidak disertai dengan penjelasan yang sesuai kepada pasien atau
keluarganya
 Pengaruh pemberian obat, baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan, tidak
diperkirakan sebelumnya dan tidak dilakukan pemantauan secara langsung atau tidak
langsung.

Latar belakang penyebab terjadinya masalah penggunaan obat bersifat kompleks karena
berbagai faktor ikut berperan. Ini mencakup faktor yang berasal dari dokter, pasien, sistem dan
sarana pelayanan yang tidak memadai, dan dari kelemahan-kelemahan regulasi yang ada. Tidak
kalah pentingnya adalah faktor yang berasal dari promosi obat yang berlebihan dan adanya
informasi yang tidak benar mengenai manfaat dan keamanan suatu obat. Masalah penggunaan
obat tidak semata- mata berkaitan dengan kekurangan informasi dan pengetahuan dari
profesional kesehatan (dokter, apoteker atau tenaga kesehatan lainnya) maupun pasien atau
masyarakat, tetapi juga berkaitan dengan kebiasaan yang sudah mendalam, dan perilaku pihak-
pihak yang terlibat didalamnya.
Untuk menjamin penggunaan obat yang tepat, semua profesional kesehatan harus mewaspadai
lima hal yang harus tepat dalam pemberian obat yaitu: “Tepat pasien, tepat obat, tepat dosis,
tepat rute pemberian dan tepat waktu pemberian”. Dalam manajemen risiko, semua hal yang
harus tepat ini diubah/ dibalik menjadi kategori medication error. Beberapa masalah dalam
pemberian obat yang dikategorikan sebagai medication error, adalah sebagai berikut:

1. Memberikan obat yang salah yaitu memberikan obat yang sebenarnya tidak diresepkan
untuk pasien tersebut.
2. Kelebihan jumlah sediaan yang diberikan, yaitu apabila sediaan yang diberikan lebih
besar dari total jumlah sediaan pada saat diminta oleh dokter. Contoh: apabila dokter
meminta obat untuk diberikan hanya pada pagi hari namun pasien juga menerima obat
untuk digunakan pada sore hari.
3. Kesalahan dosis atau kesalahan kekuatan obat yaitu apabila pada sediaan yang
diberikan terdapat kesalahan jumlah dosis
4. Kesalahan rute pemberian yaitu apabila obat diberikan melalui rute yang berbeda
dengan yang seharusnya, termasuk juga sediaan yang diberikan pada tempat yang salah.
Contoh: obat seharusnya diteteskan pada telinga sebelah kanan tetapi diteteskan pada
telinga sebelah kiri.
5. Kesalahan waktu pemberian yaitu apabila waktu pemberian obat berbeda dari
seharusnya tanpa ada alasan yang kuat dan memberikan perbedaan efek yang cukup
signifikan.
6. Kesalahan bentuk sediaan yaitu apabila bentuk sediaan yang diberikan berbeda dengan
yang diminta oleh dokter Contoh: memberikan tablet padahal yang diminta adalah
suspensi

Contoh medication error yang berhubungan dengan singkatan dan simbol

Singkatan Maksud
Error Rekomendasi
sebenarnya
Nama Obat      Jangan
Singkatan: menyingkat nama
MTX Metotreksat Mitosantron obat
MS Morfin Sulfat Magnesium
Sulfat
(MgSO4)
Stemmed names:    
Nitro drip  Nitroprusid  Nitrogliseri
n
 
Simbol      
/ 1 (angka 1); Tuliskan ‘per’
Memisahkan contoh lain jangan menuliska
dua dosis atau misalnya n simbolnya
untuk 25unit/10
mengindikasika unit dibaca
n per sebagai 110
unit
+ Tanda tambah Salah dibaca Tuliskan ‘dan’
sebagai
  angka 4
Nilai desimal      
1 mg Salah dibaca Pencantuman
sebagai 10 angka “Nol”
mg setelah koma
Nol setelah nilai desimal
berbahaya karena
(contoh 1.0 mg)
dapat disalah
artikan, karena itu
jangan digunakan

Singkatan istilah. Pada umumnya, istilah-istilah dari obat dan sediaan sebaiknya ditulis secara
lengkap. Misalnya penulisan sediaan injeksi antibiotik dengan kekuatan 1 gram seringkali
ditulis “1 g”. Hal ini sebaiknya ditulis secara lengkap yaitu “1 gram”.

Kekuatan dan kuantitas. Kekuatan atau kuantitas dari sediaan kapsul, tablet hisap, tablet, dan
lain-lain harus ditetapkan oleh dokter penulis resep.

Jika apoteker menerima resep yang tidak lengkap untuk suatu sediaan yang digunakan secara
sistemik dan berpendapat bahwa pasien tidak perlu kembali ke dokter, prosedur seperti berikut
ini dapat diterapkan:

a. Harus dilakukan usaha untuk menghubungi dokter penulis resep untuk memastikan
maksudnya.
b. Jika usaha yang dilakukan untuk menghubungi dokter penulis resep berhasil, sesudah
itu jika memungkinkan apoteker harus mengusahakan supaya kuantitas, kekuatan yang
dapat digunakan, dan dosis dapat disisipkan/disusulkan oleh penulis resep pada resep
yang tidak lengkap tersebut.
c. Selanjutnya, meskipun dokter penulis resep telah berhasil dihubungi, perlu
didokumentasikan secara tertulis pada resep bahwa dokter sudah dihubungi dan
tambahkan informasi mengenai kuantitas dan kekuatan yang dapat digunakan dari
sediaan yang tersedia, dan dosis sesuai indikasi. Catatan tersebut sebaiknya diberi nama
dan tanggal oleh apoteker.
d. Apabila dokter penulis resep tidak dapat dihubungi dan atau apoteker ragu-ragu dalam
mengambil keputusan, resep yang tidak lengkap tersebut sebaiknya dikirimkan kembali
kepada dokter penulis resep. 

Eksipien/Bahan Tambahan
Bahan resmi, yang dibedakan dari sediaan resmi, tidak boleh mengandung bahan yang
ditambahkan, kecuali secara khusus diperkenankan dalam monografi. Apabila diperkenankan,
pada penandaan harus tertera nama dan jumlah bahan tambahan tersebut. Kecuali dinyatakan
lain dalam monografi atau dalam ketentuan umum Farmakope Indonesia, bahan-bahan yang
diperlukan seperti bahan dasar, penyalut, pewarna, penyedap, pengawet, pemantap dan
pembawa dapat ditambahkan ke dalam sediaan resmi untuk meningkatkan stabilitas, manfaat
atau penampilan maupun untuk memudahkan pembuatan. Bahan tambahan tersebut dianggap
tidak sesuai dan dilarang digunakan, kecuali (a) bahan tersebut tidak membahayakan dalam
jumlah yang digunakan, (b) tidak melebihi jumlah minimum yang diperlukan untuk
memberikan efek yang diharapkan, (c) tidak mengurangi ketersediaan hayati, efek terapi atau
keamanan dari sediaan resmi, (d) tidak mengganggu dalam pengujian dan penetapan kadar.
Udara dalam wadah sediaan resmi dapat dikeluarkan atau diganti dengan karbondioksida,
helium, nitrogen atau gas lain yang sesuai. Gas tersebut harus dinyatakan pada etiket, kecuali
dinyatakan lain dalam monografi.

Sediaan yang dibuat baru


Suatu produk sebaiknya hanya dibuat baru apabila tidak ada produk tersebut yang beredar di
pasaran.

British Pharmacopoeia (BP) mengatur bahwa sediaan yang harus dibuat segar berarti bahwa
sediaan tersebut harus dibuat tidak lebih dari 24 jam sebelum sediaan tersebut digunakan.
Tujuan pengaturan agar suatu sediaan sebaiknya dibuat baru menunjukkan bahwa
perubahan/peruraian cenderung terjadi apabila sediaan tersebut disimpan selama lebih dari 4
minggu pada temperatur 15-250C.

Kata air tanpa keterangan lain berarti merupakan air yang direbus dan air purifikasi yang
didinginkan.

Keamanan di rumah
Pasien harus diingatkan untuk menyimpan semua obat jauh dari jangkauan anak-anak. Semua
sediaan padat, cair oral dan eksternal harus diserahkan dalam wadah yang dapat ditutup yang
tidak dapat dibuka oleh anak-anak kecuali jika:

 Kemasan asli obat tidak memungkinkan hal ini


 Pasien akan mengalami kesulitan dalam membuka kemasan yang tidak dapat dibuka
oleh anak-anak
 Adanya permintaan khusus supaya sediaan tersebut tidak diserahkan dalam kemasan
yang tidak dapat dibuka oleh anak-anak
 Tidak tersedia kemasan yang tidak dapat dibuka oleh anak-anak khususnya untuk
sediaan cair
 Semua pasien sebaiknya disarankan untuk membuang obat yang sudah tidak terpakai.

Produk Komplemen
Dewasa ini, informasi mengenai obat herbal atau produk komplemen telah semakin banyak
ditemui. Namun, IONI hanya menyajikan informasi mengenai produk yang dikategorikan
sebagai obat. Referensi mengenai obat herbal atau produk komplemen beserta interaksi obat
herbal dengan obat dari bahan kimia antara lain dapat dilihat pada Buku Informatorium
Suplemen Makanan–Badan POM.

Obat dan Pengaruhnya Terhadap Kewaspadaan Saat Menjalankan Mesin


Tenaga kesehatan harus memberi informasi kepada pasien jika terapi yang diberikan dapat
mempengaruhi kemampuan dalam mengendarai kendaraan bermotor. Pasien harus diberi
informasi bahwa selama minum obat seperti golongan sedatif, jangan menjalankan mesin atau
mengendarai kendaraan bermotor. Efek obat golongan sedatif dapat meningkat dengan adanya
alkohol, karena itu hindari minum obat ini bersama-sama dengan alkohol.

Nama Obat
Nama obat harus muncul pada etiket kecuali dokter menginstruksikan hal lain.

a. Kekuatan obat harus dinyatakan dalam kemasan/etiket, jika sediaan (bentuk tablet,
kapsul atau bentuk sediaan lain) memiliki berbagai kekuatan yang berbeda.
b. Jika dokter menginginkan ada keterangan seperti misalnya “tablet sedatif” pada etiket
obat, dokter harus menuliskannya pada resep
c. Nama obat dapat tidak ditulis jika terdapat beberapa kandungan obat (merupakan
kombinasi)
d. Nama obat yang ditulis pada etiket harus sama dengan nama obat yang tertulis pada
resep

Menjaga Keamanan dan Keabsahan Resep


Untuk menjamin validitas resep dan tidak disalahgunakan, disarankan agar:

 tidak meninggalkan blanko resep di meja praktek tanpa pengawasan


 tidak meninggalkan blanko resep di dalam mobil dan tampak dari luar
 jika tidak digunakan, sebaiknya blanko resep disimpan dalam tempat yang terkunci.

Jika terdapat keraguan terhadap keabsahan suatu resep, apoteker harus menghubungi dokter
penulis resep.

Keamanan dan Kesehatan


Dalam menangani zat kimia atau biologi yang memerlukan perhatian, agar diwaspadai adanya
kemungkinan reaksi alergi, memicu api atau ledakan, menimbulkan radiasi atau keracunan.
Senyawa-senyawa, seperti kortikosteroid, beberapa antimikroba, fenotiazin, dan sitotoksik
bersifat iritan (menimbulkan iritasi) dan sangat poten sehingga harus ditangani dengan hati-
hati. Hindari paparan pada kulit atau terhisap serbuknya.

Penggunaan Obat Rasional 

Proses farmakoterapi
Pada waktu pasien berhadapan dengan dokter, seharusnya dilakukan proses konsultasi secara
lengkap untuk menentukan atau memperkirakan diagnosis dan memberikan tindakan terapi
setepat mungkin. Kerangka konsep proses konsultasi medis secara lengkap mencakup proses
berikut ini:

 Penggalian riwayat penyakit atau anamnesis. Kegiatan ini bertujuan untuk mencari
informasi mengenai gejala dan riwayat penyakit.
 Pemeriksaan pasien. Pemeriksaan fisik mencakup inspeksi, palpasi, auskultasi, dan
perkusi. Pada beberapa keadaan mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan, misalnya
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis dan sebagainya, untuk mendukung
penegakan diagnosis penyakit.
 Penegakan diagnosis. Berdasarkan gejala dan tanda-tanda serta hasil pemeriksaan,
diagnosis penyakit ditegakkan. Diagnosis pasti tidak selalu dapat ditegakkan secara
langsung, sehingga diperlukan perawatan atau pengobatan yang bersifat sementara
sebelum diagnosis pasti ditegakkan.
 Pemberian terapi. Terapi dapat dilakukan dengan obat (farmakoterapi), bukan obat,
atau kombinasi keduanya. Tergantung pada penyakit atau masalah yang diderita oleh
pasien, terapi yang diperlukan mungkin istirahat total, fisioterapi, terapi bedah,
pemberian nutrisi, dan sebagainya. Jika diperlukan terapi obat, maka dipilih obat yang
secara ilmiah telah terbukti paling bermanfaat untuk kondisi penyakitnya, paling aman
dan paling ekonomis serta paling sesuai untuk pasien.
 Pemberian informasi. Pasien atau keluarganya perlu diberi penjelasan mengenai
penyakit yang dideritanya serta terapi yang diperlukan. Penjelasan ini akan
meningkatkan kepercayaan dan ketaatan pasien dalam menjalani pengobatan.
Karena proses konsultasi medis antara dokter dan pasien ini telah menjadi proses yang rutin,
seringkali hal ini justru kurang banyak diperhatikan dalam kenyataan praktek klinis. Para
dokter perlu diingatkan kembali akan pentingnya proses-proses ini sebelum memutuskan untuk
memberikan obat.

Prinsip farmakoterapi rasional


Agar tercapai tujuan pengobatan yang efektif, aman, dan ekonomis, maka pemberian obat harus
memenuhi prinsip-prinsip farmakoterapi sebagai berikut:

 Indikasi tepat.
 Penilaian kondisi pasien tepat.
 Pemilihan obat tepat, yakni obat yang efektif, aman, ekonomis, dan sesuai dengan
kondisi pasien.
 Dosis dan cara pemberian obat secara tepat.
 Informasi untuk pasien secara tepat.
 Evaluasi dan tindak lanjut dilakukan secara tepat.

Komunikasi antara dokter dengan pasien


Komunikasi antara dokter dengan pasien memegang peran penting dalam farmakoterapi.
Mengenai komunikasi ini pasien akan memperoleh pengertian mengenai penyakit yang
dideritanya, tindakan pengobatan, obat yang diperlukan dan bagaimana menggunakannya. Hal
ini akan membantu meningkatkan ketaatan pasien dalam menggunakan obat secara benar.
Sayangnya komunikasi antara dokter dan pasiennya di unit-unit pelayanan kesehatan di
Indonesia relatif masih belum memadai. Di Puskesmas misalnya, kontak antara pasien dengan
dokter hanya berkisar rata-rata 3 menit, tidak cukup untuk memberikan informasi secara
lengkap kepada pasien. Saat ini, pasien mempunyai hak untuk mengetahui penyakit yang
dideritanya dan pengobatan yang akan diberikan kepadanya. Lebih dari itu, di banyak sistem
pelayanan pasien juga berhak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan tentang
pengobatan yang akan diterima, sesudah menerima penjelasan secara rinci tentang manfaat dan
risiko yang akan terjadi. Jelas bahwa dokter mempunyai kewajiban profesional untuk
memberikan penjelasan kepada pasiennya dengan pola komunikasi dua arah. Unsur-unsur
informasi yang perlu dikomunikasikan kepada pasien atau keluarganya seharusnya mencakup
hal-hal berikut:

 Informasi tentang penyakit. Ini mencakup informasi tentang penyebab, perjalanan


penyakit, kemungkinan komplikasi, dan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
pencegahan dan penyembuhannya.
 Informasi tentang penanganan penyakit Informasi mengenai penanganan penyakit tanpa
obat atau dengan obat, tujuan penanganan, manfaat dan risiko masing- masing alternatif
terapi.
 Informasi tentang obat. Informasi ini mencakup jenis obatnya, manfaat klinik dan efek
terapi yang akan dirasakan, kemungkinan risiko efek samping dan gejalanya, dosis dan
cara penggunaannya. Pasien perlu diberi motivasi untuk menggunakan obat secara
benar.
 Pesan untuk meningkatkan kepercayaan pasien. Penting untuk memberikan pesan yang
bersifat membangkitkan kepercayaan, agar pasien mantap dan percaya diri mengenai
proses penyembuhannya. Pesan ini harus diberikan secara memadai sesuai dengan
kondisi penyakit dan keadaan pasien dan lingkungannya.
 Informasi mengenai tindaklanjut. Informasi mengenai tindak lanjut, misalnya
pemeriksaan tambahan apa yang diperlukan, kapan harus diperiksa kembali (kontrol),
dan apa yang perlu dilakukan jika muncul gejala yang tidak diinginkan.
Dalam konsep pelayanan kesehatan modern saat ini, pasien bukan lagi dianggap sebagai obyek
keputusan terapi, tetapi juga subyek yang berhak untuk mengetahui serta ikut memutuskan
alternatif apa yang akan diberikan.

Penulisan Resep
Resep merupakan dokumen legal yang digunakan sebagai sarana komunikasi secara profesional
dari dokter kepada penyedia obat, agar penyedia obat memberikan obat kepada pasien sesuai
dengan kebutuhan medis yang telah ditentukan oleh dokter.

Resep harus ditulis secara jelas dan mudah dimengerti. Harus dihindari penulisan resep yang
menimbulkan ketidakjelasan, keraguan, atau salah pengertian mengenai nama obat serta
takaran yang harus diberikan. Menulis resep secara tidak jelas seperti yang sering terjadi saat
ini, merupakan kebiasaan yang tidak benar.

Resep harus memuat unsur-unsur informasi mengenai pasien, pengobatan yang diberikan dan
nama dokter yang menulis resep. Informasi tentang pasien mencakup nama, jenis kelamin, dan
umur. Di beberapa unit pelayanan kesehatan di negara-negara tertentu, diagnosis juga sering
ditulis dalam resep. Ini memungkinkan dilakukan pengecekan ulang terhadap jenis obat yang
ditulis oleh dokter pada saat pemberi obat menyediakan obatnya. Informasi tentang obat
mencakup nama obat (seyogyanya nama generik, kecuali kalau memang benar-benar
diperlukan nama dagang), bentuk sediaan dan kekuatan sediaan, cara dan aturan penggunaan,
serta jumlah satuan yang diinginkan. Informasi mengenai dokter mencakup nama dokter,
alamat, keahlian, nomor ijin dokter atau ijin praktek. Beberapa pesan khusus bila perlu ditulis
secara jelas, misalnya diminum berapa jam sebelum makan, diminum pada saat perut kosong
dan sebagainya. Resep harus memuat tanda tangan dokter secara resmi.

Pendidikan Berkelanjutan
Pendidikan berkelanjutan berperan penting dalam mengikuti kemajuan-kemajuan mutakhir di
bidang farmakoterapi, terutama jika dikaitkan dengan prinsip kedokteran berdasarkan bukti
(evidence based medicine). Kemajuan farmakoterapi dan penemuan obat-obat baru sedemikian
pesatnya, sehingga dokter harus selalu mengikuti kemajuan-kemajuan ini agar dapat menelaah
serta memilih secara kritis, obat yang layak digunakan dalam praktek.

Adalah sikap yang keliru untuk menerapkan begitu saja suatu obat yang baru tanpa menelaah
dan membandingkannya dengan pilihan utama yang sudah ada, dalam hal manfaat klinis,
keamanan, biaya dan kesesuaian dengan situasi dan kondisi pasien yang harus menggunakan
obat.

Para dokter juga harus dapat menelaah dan memilih alternatif sumber informasi maupun media
(misalnya kegiatan ilmiah) yang akan diikuti untuk pendidikan berkelanjutan. Banyak media
ilmiah yang sebenarnya merupakan ajang promosi obat baru, namun dikemas sedemikian rupa
sehingga pesannya tersamarkan. Organisasi-organisasi profesi sering menyelenggarakan
kegiatan pendidikan berkelanjutan, tetapi sayangnya juga seringkali tidak dapat lepas dari
beban promosi obat baru.

Dalam perkembangan pelayanan kedokteran di tingkat global ini, perlu dikembangkan suatu
mekanisme atau sistem pendidikan berkelanjutan yang benar-benar terakreditasi, bebas dari
pesan-pesan promosi produk teknologi kedokteran dan obat.

Penyerahan Obat ke Pasien


Penyerahan obat ke pasien oleh penyedia obat (dalam hal ini apoteker atau asisten apoteker)
berperan penting dalam upaya agar pasien mengerti dan menggunakan obat secara benar seperti
yang dianjurkan. Kekeliruan dalam penyediaan obat dan penyerahan obat ke pasien sering
mengakibatkan kerugian bagi pasien. Apoteker atau tenaga kesehatan lain yang bertugas dalam
penyediaan dan penyerahan obat adalah orang terakhir yang berhubungan dengan pasien atau
keluarganya, sebelum obat digunakan. Oleh karena itu penting untuk selalu mengingat dan
mengikuti proses penyediaan dan penyerahan obat secara benar (Good Dispensing Practice).
Proses penyediaan dan penyerahan obat ke pasien mencakup kegiatan-kegiatan berikut:

 Membaca dan mengerti isi resep. Perlu diteliti keabsahan resep, asal resep, nama obat,
bentuk dan kekuatan sediaan, dosis dan cara penggunaannya. Jika ada keraguan,
konsultasikan dengan kolega lain atau tanyakan kepada dokter pembuat resep.
 Menyediakan obat secara benar. Teliti ketersediaan obat, waktu kadaluwarsa, serta
cermati bentuk dan kekuatan sediaan.
 Menentukan jumlah obat. Menghitung jumlah tablet atau kapsul harus dilakukan dalam
cawan yang bersih. Pengukuran sediaan cair harus memakai alat pengukur yang bersih,
misalnya gelas ukur.
 Mengemas dan memberi etiket. Obat harus diserahkan ke pasien dengan kemasan dan
etiket berisi informasi yang lengkap dan tepat. Kemasan yang baik akan memberikan
kesan yang baik terhadap pelayanan yang diberikan. Informasi yang jelas dan lengkap
akan menghindari kekeliruan penggunaan. Informasi pada etiket harus lengkap memuat
nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan, dosis serta frekuensi dan cara penggunaan.
Nama pasien, tanggal serta identitas dan alamat apotik harus jelas. Nama obat sebaiknya
tidak ditutup dengan etiket yang diberikan oleh apotik, karena konsumen berhak atas
informasi obat yang dikonsumsinya.
 Menyerahkan obat dan memberikan informasi. Pada waktu menyerahkan obat ke pasien
atau keluarganya, informasi yang lengkap mengenai nama obat, kegunaan, efek yang
diinginkan, efek yang tidak diinginkan yang harus diwaspadai dan bagaimana
menghadapinya, dan juga efek yang tidak diinginkan namun tidak berbahaya, hal-hal
yang harusdiperhatikan serta cara penggunaan obat harus diberikan. Informasi
mengenai obat ini sebaiknya diberikan melalui proses konsultasi obat pada konsumen,
yang memungkinkan adanya komunikasi dua arah antara apoteker dan konsumen. Pada
akhir proses konsultasi ini, harus diyakini betul bahwa pasien menjadi tahu dan
mengerti terhadap semua informasi obat yang akan dikonsumsinya. Hal ini akan
meningkatkan kepatuhan pasien untuk mengikuti anjuran pengobatan.

Interaksi Obat
Interaksi obat adalah peristiwa di mana kerja obat dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan
bersamaan atau hampir bersamaan. Efek obat dapat bertambah kuat atau berkurang karena
interaksi ini. Akibat yang tidak dikehendaki dari peristiwa interaksi ini ada dua kemungkinan
yakni meningkatnya efek toksik atau efek samping obat atau berkurangnya efek klinis yang
diharapkan. Mekanisme interaksi dapat dibagi menjadi:

 Interaksi farmasetik
 Interaksi farmakokinetik, dan
 Interaksi farmakodinamik.

Interaksi farmasetik terjadi jika antara dua obat yang diberikan bersamaan tersebut terjadi
inkompabilitas atau terjadi reaksi langsung, yang umumnya di luar tubuh dan berakibat
berubahnya atau hilangnya efek farmakologis obat yang diberikan. Sebagai contoh,
pencampuran penisilin dan aminoglikosida akan menyebabkan hilangnya efek farmakologik
yang diharapkan.
Interaksi farmakokinetik terjadi jika perubahan efek obat terjadi dalam proses absorpsi,
distribusi obat dalam tubuh, metabolisme, atau dalam proses ekskresi di ginjal. Interaksi dalam
proses absorpsi terjadi jika absorpsi suatu obat dipengaruhi oleh obat lain. Misalnya, absorpsi
tetrasiklin berkurang bila diberikan bersamaan dengan logam berat seperti kalsium, besi,
magnesium atau aluminium, karena terjadi ikatan langsung antara molekul tetrasiklin dan
logam-logam tersebut sehingga tidak dapat diabsorpsi. Interaksi dalam proses distribusi terjadi
terutama bila obat-obat dengan ikatan protein yang lebih kuat menggusur obat-obat lain dengan
ikatan protein yang lebih lemah dari tempat ikatannya pada protein plasma. Akibatnya kadar
obat bebas yang tergusur ini akan lebih tinggi pada darah dengan segala konsekuensinya,
terutama terjadinya peningkatan efek toksik. Sebagai contoh, peningkatan efek toksik
antikoagulan warfarin atau obat hipoglikemik (tolbutamid, klorpropamid) karena pemberian
bersama dengan fenilbutason, sulfa atau asetosal. Interaksi dalam proses metabolisme terjadi
kalau metabolisme suatu obat dipacu atau dihambat oleh obat lain. Ini akan mengakibatkan
menurunnya atau meningkatnya kadar obat, dengan segala akibatnya. Obat-obat yang dikenal
luas, sebagai pemacu metabolisme (enzyme inducer) termasuk rifampisin dan obat-obat
antiepilepsi. Sedangkan obat yang dikenal sebagai penghambat metabolisme (enzyme inhibitor)
misalnya simetidin, INH dan eritromisin. Obat-obat yang mengalami metabolisme di hati dapat
dipengaruhi oleh obat-obat ini. Kasus kegagalan kontrasepsi sering dilaporkan pada pasien-
pasien yang menggunakan kontrasepsi steroid dan pada saat bersamaan menjalani pengobatan
dengan rifampisin, oleh karena menurunnya kadar steroid dalam darah. Interaksi dalam proses
ekskresi terjadi kalau ekskresi suatu obat (melalui ginjal) dipengaruhi oleh obat lain. Contoh
yang populer adalah penghambatan ekskresi penisilin oleh probenesid, berakibat meningkatnya
kadar antibiotik dalam darah. Interaksi ini justru dimanfaatkan untuk meningkatkan kadar
penisilin dalam darah.

Interaksi farmakodinamik terjadi di tingkat reseptor dan mengakibatkan berubahnya efek salah
satu obat, yang bersifat sinergis bila efeknya menguatkan, atau antagonis bila efeknya saling
mengurangi. Sebagai contoh adalah meningkatnya efek toksik glikosida jantung pada keadaan
hipokalemia. Dokter harus selalu waspada terhadap kemungkinan interaksi jika memberikan
dua obat atau lebih bersamaan apapun mekanismenya. Daftar interaksi yang bermakna secara
klinis dapat dilihat pada Lampiran 1.

Obat untuk Penggunaan Khusus


(Special Access Scheme / SAS)
Pemasukan obat jalur khusus merupakan mekanisme pemasukan obat dalam jumlah terbatas
untuk penggunaan terapi khusus yang dibutuhkan pasien, yang berdasarkan justifikasi ilmiah
Dokter Penanggung Jawab, pasien menderita penyakit mengancam jiwa atau serius dan
membutuhkan obat tersebut. Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1379.A/Menkes/SK/XI/2002 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Obat, Alat dan Makanan
Kesehatan Khusus, yang dimaksud dengan obat, alat dan makanan kesehatan khusus adalah
obat, alat dan makanan kesehatan yang belum mempunyai persetujuan izin edar di Indonesia
namun dibutuhkan pasien berdasarkan justifikasi dokter.

Permohonan pemasukan obat penggunaan khusus berdasarkan justifikasi dokter untuk


penggunaan pribadi dan keperluan donasi, dapat dilakukan oleh importir berdasarkan
permintaan Dokter Penanggung Jawab. Permohonan pemasukannya diajukan ke Direktur
Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan RI Berdasarkan
pertimbangan bahwa obat untuk uji klinik merupakan satu kesatuan dalam konsep quality
system uji klinik, obat penggunaan khusus yang tujuan penggunaanya untuk uji klinik dan
pengembangan produk berkaitan dengan registrasi obat maka permohonannya diajukan ke
Badan POM.
Narkotika dan Psikotropika
Narkotika dan psikotropika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang
pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain
dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa
pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Psikotropika adalah zat atau
obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.

Peresepan obat golongan ini harus diberi tanda tangan, tanggal pemberian dan alamat penulis
resep obat (prescriber). Resep harus ditulis dengan tulisan tangan oleh dokter, yang
mencantumkan: nama dan alamat pasien, bentuk dan kekuatan obat yang diberikan, total
jumlah preparat atau jumlah unit dosis. Interval waktu pemberian harus dijelaskan, dan tidak
diperbolehkan penggunaan resep berulang.

Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Daftar Narkotika golongan I dalam
lampiran I telah ditambahkan sehingga menjadi sebagaimana tercantum pada lampiran
Permenkes RI Nomor 13 Tahun 2014. Obat yang termasuk narkotika golongan I adalah
tanaman Papaver somniferum L (kecuali bijinya), opium mentah, opium masak (candu, jicing,
jicingko), tanaman koka, daun koka, kokain mentah, kokaina, tanaman ganja,
tetrahidrocannabinol, delta-9-tetrahydro-cannabinol, asetorfina, acetil-alfa-metilfentanil, alfa-
metilfentanil, alfa-metiltiofentanil, beta-hidroksifentanil, beta-hidroksi-3-metilfentanil,
desomorfina, etorfina, heroina, ketobemidona, 3-metilfentanil, 3- metiltiofentanil, MPPP, para-
fluorofentanil, PEPAP, tiofentanil, brolamfetamina (DOB), DET, DMA, DMHP, DMT, DOET,
etisiklidina (PCE), etriptamina, katinona, (+)-lisergida (LSD, LSD-25), MDMA, meskalina,
metkatinona, 4-metilaminoreks, MMDA, N-etil MDA, N-hidroksi MDA, paraheksil, PMA,
psilosina, psilotsin, psilosibina, rolisiklidina (PHP, PCPY), STP, DOM, tenamfetamina (MDA),
tenosiklidina (TCP), TMA, amfetamina, deksamfetamina, fenetilina, fenmetrazina, fensiklidina
(PCP), levamfetamina, levometamfetamina, meklokualon, metamfetamina, metakualon,
zipepprol, sediaan opium dan/atau campuran dengan bahan lain bukan narkotik, 5-APB, 6-
APB, 25B-NBOMe, 2-CB, 25C-NBOMe (2C-C-NBOMe), dimetilamfetamin (DMA), DOC,
etkatinona, JWH-018, MDPV, mefedron (4-MMC), metilon, 4-Metilkatinona, MPHP, 251-
NBOMe (2C-I-NBOMe), pentedrone, PMMA, XLR-11. 

Narkotika golongan II adalah Afasetilmetadol, Alfameprodina, Alfametadol, Alfaprodina,


Alfentanil, Alilprodina, Anileridina, Benzetidin, Benzilmorfina, Betameprodina, Betametadol,
Betaprodina, Betasetilmetadol, Bezitramida, Dekstramoramida, Diampromida,
Dietiltiambutena, Difenoksilat, Difenoksin, Dihidromorfina, Dimetheptanol, Dimenoksadol,
Dimetiltiambutena, Dioksafetil butirat, Dipipanona, Drotebanol, Ekgonina, termasuk ester dan
derivatnya yang setara dengan ekgonina dan kokaina,

Etilmetiltiambutena, Etokseridina, Etonitazena, Furetidina, Hidrokodona, Hidroksipetidina,


Hidromorfinol, Hidromorfona, Isometadona, Fenadoksona, Fenampromida, Fenazosina,
Fenomorfan, Fenoperidina, Fentanil, Klonitazena, Kodoksima, Levofenasilmorfan,
Levomoramida, Levometorfan, Levorfanol, Metadona, Metadona intermediate, Metazosina,
Metildesorfina, Metildihidromorfina, Metopon, Mirofina, Moramida intermediate, Morferidina,
Morfina-N-oksida, Morfin metabromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya,
termasuk bagian turunan Morfina-N-oksida, salah satunya Kodeina-N-oksida, Morfina
Nikomorfina, Norasimetadol, Norlevorfanol, Normetadona, Normorfina, Norpipanona,
Oksikodon, Oksimorfona, Petidina intermediat A, Petidina intermediat B, Petidina intermediat
C, Petidina, Piminodin, Piritramida, Proheptasina, Properidina, Rasemetorfan, Rasemoramida,
Rasemorfan, Sufentanil, Tebaina, Tebakon, Tilidina, Trimeperidina, bentuk garam dari
narkotika yang telah disebutkan tadi.

Narkotika golongan III adalah asetildihidrokodeina, dekstropropoksifena, dihidrokodeina,


etilmorfina, kodeina, nikodikodina, nikokodina, norkodeina, polkodina, propiram,
buprenorfina, garam-garam dari narkotika dalam golongan tersebut di atas, campuran atau
sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika, campuran atau sediaan difenoksilat
dengan bahan lain bukan narkotika.

Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, obat-obat yang termasuk


golongan psikotropika golongan I adalah brolamfetamina, etisiklidina, etriptamina, katinon,
(+)-lisergida, metkatinon, psikosibina, rolisiklidina, tenamfetamina, tenosiklidina. Psikotropika
golongan II adalah amfetamina, deksamfetamina, fenetilina, fenmetrazina, fensiklidina,
levamfetamina, meklokualon, metamfetamina, metakualon, metilfenidat, sekobarbital,
zipepprol. Psikotropika golongan III adalah amobarbital, buprenorfina, butalbital, glutetimida,
katina, pentazosina, pentobarbital, siklobarbital. Psikotropika golongan IV adalah allobarbital,
alprazolam, amfepramona, aminorex, barbital, benzfetamina, bromazepam, brotizolam,
delorazepam, diazepam, estazolam, etil amfetamina, etil loflazepate, etinamat, etklorvinol,
fencamfamina, fendimetrazina, fenobarbital, fenproporeks, fentermina, fludiazepam,
flurazepam, halazepam, haloksazolam, kamazepam, ketazolam, klobazam, kloksazolam,
klonazepam, klorazepat, klordiazepoksida, klotiazepam, lefetamina, loprazolam, lorazepam, lo
rmetazepam, mazindol, medazepam, mefenoreks, meprobamat, mesokarb, metilfenobarbital,
metiprilon, midazolam, nimetazepam, nitrazepam, nordazepam, oksazepam, oksazolam,
pemolina, pinazepam, pipradol, pirovalerona, prazepam, sekbutabarbital, temazepam,
tetrazepam, triazolam, vinilbital.

Selain narkotika dan psikotropika, prekursor dan alat-alat yang potensial dapat disalahgunakan
untuk melakukan tindak pidana narkotika ditetapkan sebagai barang di bawah pengawasan
Pemerintah.

Reaksi Obat yang Merugikan


Pada beberapa obat dapat terjadi reaksi yang tidak diinginkan. Dokter dan apoteker sangat perlu
mendeteksi dan mencatat terjadinya reaksi ini. Kecurigaan adanya reaksi silang pada bahan
terapetik tertentu harus dilaporkan, meliputi obat (baik obat self medication maupun
diresepkan), produk darah, vaksin, media kontras, X-ray, material gigi atau bedak, alat-alat
intrauterin, produk herbal, dan cairan lensa kontak. Pelaporan ini mencakup semua reaksi serius
yang dicurigai, baik yang berakibat fatal, mengancam nyawa, menyebabkan ketidakmampuan,
menurunkan kapasitas hidup, ataupun memperlama perawatan di rumah sakit.

Obat-Obat dan Vaksin yang Tersedia


Dokter, dokter gigi, coroners (penyidik penyebab kematian), apoteker dan perawat diminta
untuk melaporkan semua reaksi serius yang dicurigai termasuk yang fatal, mengancam nyawa,
melumpuhkan, atau mengakibatkan perpanjangan perawatan. Mereka harus melaporkan
meskipun efek sudah dikenal dengan baik. Contoh meliputi: anafilaksis, gangguan darah,
gangguan endokrin, efek terhadap kesuburan, pedarahan, kerusakan ginjal, jaundice, kerusakan
mata, efek pada sistim saraf pusat yang berat, reaksi pada kulit yang parah, reaksi terhadap
wanita hamil, dan interaksi obat lainnya.

Laporan efek samping yang serius diperlukan untuk membandingkan suatu obat dengan obat
lain dalam kelas terapi yang sama. Laporan overdosis (sengaja atau tidak sengaja) dapat
mempersulit penilaian dari efek samping obat yang tidak diinginkan, tetapi merupakan
informasi penting pada potensi toksik dari obat.

Untuk obat yang profil keamanannya sudah diketahui dengan baik tidak perlu dilaporkan, efek
samping yang bahayanya relatif kecil seperti mulut kering dengan anti depresan trisiklik atau
konstipasi dengan opioid tidak perlu dimasukan dalam pelaporan.

Masalah Khusus
Efek obat yang tertunda.
Beberapa reaksi (misalnya kanker, retinopati klorokuin, dan fibrosis retroperitoneal)
terjadi/muncul beberapa bulan atau tahun setelah pemberian. Bila ada kecurigaan harus
dilaporkan. Pada lansia, dokter perlu mengawasi terjadinya reaksi ini karena risikonya lebih
besar.

Jika bayi lahir dengan abnormalitas kongenital atau pada kasus abortus dengan malformasi,
dokter perlu mempertimbangkan kemungkinan sebagai reaksi obat dan perlu mencatat seluruh
riwayat pengobatan selama hamil termasuk self medication.

Untuk anak diperlukan pemantauan khusus untuk mengidentifikasi dan melaporkan reaksi yang
tidak diinginkan, termasuk yang disebabkan oleh penggunaan obat-obat yang tidak disetujui
(off-label); semua reaksi yang dicurigai harus dilaporkan.

Pencegahan terjadinya reaksi yang tidak diinginkan ini meliputi:

 Jangan gunakan obat jika indikasinya tidak jelas. Jika pasien dalam kondisi hamil,
jangan gunakan obat kecuali benar-benar dibutuhkan.
 Alergi dan idiosinkrasi merupakan sebab penting terjadinya reaksi ini. Pasien perlu
ditanyakan adanya riwayat reaksi sebelumnya.
 Tanyakan pada pasien apakah sedang mengkonsumsi obat lain, termasuk self
medication, karena bisa terjadi interaksi obat.
 Umur dan penyakit hati atau renal memperlambat metabolisme dan eksresi sehingga
dibutuhkan dosis yang lebih kecil. Faktor genetik juga mungkin terkait dengan variasi
kecepatan metabolisme, khususnya isoniazid dan anti depresan.
 Resepkan obat sesedikit mungkin dan beri petunjuk yang jelas, terutama pada lanjut
usia dan pasien yang nampaknya sulit mengerti instruksi yang diberikan.
 Jika mungkin gunakan obat-obat yang sudah dikenal. Jika menggunakan obat baru,
harus diperingatkan terhadap efek samping atau kejadian yang tidak diharapkan.
 Jika kemungkinan terjadinya reaksi pada pasien cukup serius perlu untuk
memperingatkan pasien.

Pemantauan keamanan penggunaan obat dilakukan melalui program Monitoring Efek Samping
Obat (MESO) karena beberapa jenis efek samping yang tidak terdeteksi pada tahap
pengembangan obat dapat timbul setelah penggunaan obat secara luas pada jangka waktu lama.
Di Indonesia, Program MESO

dimulai sejak tahun 1975, dan dicanangkan pada tahun 1981. Tujuan utama program MESO
Nasional ini adalah mendeteksi sedini mungkin setiap kemungkinan timbulnya efek obat yang
tidak diinginkan yang terjadi di Indonesia, untuk mencegah kejadian efek samping serupa
secara luas. Dengan pelaksanaan MESO diharapkan akan diperoleh informasi baru mengenai
efek samping obat (ESO), tingkat kegawatan serta frekuensi kejadiannya, sehingga dapat
segera dilakukan tindak lanjut yang diperlukan.
Dalam program MESO Nasional, digunakan pelaporan secara sukarela (voluntary reporting)
bagi tenaga kesehatan dan wajib bagi industri farmasi. Pemilihan metode ini karena merupakan
sistem yang relatif sedikit membutuhkan biaya dan bila terlaksana dengan baik cukup efektif
untuk pengumpulan laporan ESO dari profesi kesehatan. Keuntungan lain dari sistem ini adalah
kemungkinan dapat menemukan ESO yang jarang terjadi, fatal atau gawat. Disamping itu
kualitas laporan ESO cukup objektif karena tidak dikaitkan dengan suatu kewajiban atau biaya.
Namun kelemahan sistem pelaporan secara sukarela ini adalah bergantung pada peran aktif
dokter, dokter gigi, apoteker dan tenaga kesehatan lain, dan tenaga kesehatan tersebut di
Rumah Sakit pada khususnya sebagai sumber yang potensial dalam pelaporan ESO.

Secara fungsional pusat MESO Nasional berada di Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan
POM).

Untuk pelaksanaan MESO, dibentuk Panitia MESO Nasional yang bertugas untuk menilai
laporan ESO yang diterima, menganalisis data hasil evaluasi, dan memberikan rekomendasi
tindak lanjut yang perlu dilakukan. Dalam penyelenggaraan MESO, Pusat MESO Nasional
bekerjasama dengan WHO Collaborating Center for International Drug Monitoring. Dalam
kerjasama ini, Pusat MESO Nasional secara teratur menerima informasi mengenai MESO dari
WHO dan juga memberikan masukan kepada WHO. Formulir laporan MESO tersedia di
Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan

PKRT, Badan Pengawas Obat dan Makanan. Selain MESO, Badan POM juga memonitor efek
samping obat tradisional; efek samping suplemen makanan dan efek samping kosmetik dengan
menggunakan Formulir Monitoring Efek Samping Obat Tradisional MESOT), Formulir
Monitoring Efek Samping Suplemen Makanan (MESOSM) dan Formulir Monitoring Efek
Samping Kosmetik (MESK)

Formulir laporan monitoring kategori produk tersebut di atas dapat diperoleh Direktorat
Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik, Badan Pengawas Obat dan
Makanan

Efek Samping Obat Pada Mulut


Kelainan pada mulut yang diinduksi obat mungkin disebabkan oleh tindakan lokal pada mulut
atau efek sistemik yang dapat menyebabkan perubahan pada mulut. Untuk efek sistemik
tersebut, rujukan segera ke dokter mungkin diperlukan.

Mukosa mulut
Sisa obat yang tertinggal dengan atau diaplikasikan langsung pada mukosa mulut terutama
dapat menyebabkan inflamasi atau ulserasi; perlu juga diingat kemungkinan terjadi alergi.

Tablet asetosal diijinkan untuk dilarutkan dalam sulkus untuk mengatasi sakit gigi dapat
membuat titik putih yang kemudian menjadi ulkus.

Zat tambahan, terutama minyak-minyak esensial, dapat menyebabkan kulit sensitif, tetapi
pembengkakan mukosa yang terjadi biasanya tidak terlalu nyata.

Pasien yang diberi obat sitotoksik mudah sekali terserang ulkus terutama pada mukosa oral,
misalnya metotreksat. Obat-obat lain yang menyebabkan ulkus meliputi emas, nikorandil,
AINS, pankreatin, penisilamin, dan proguanil. Kaptopril (dan penghambat ACE lainnya)
dapat menyebabkan stomatitis.
Berbagai bentuk eritema (termasuk sindrom Steven-Johnson) dapat terjadi setelah penggunaan
bermacam-macam obat, seperti

antibakteri, golongan sulfonamid, dan antikonvulsan; mukosa mulut dapat terjadi ulserasi yang
meluas, dengan lesi pada kulit dengan karakter khusus. Lesi mulut pada toxic epidermal
necrolysis (Lyell’s sindrom) telah dilaporkan terjadi pada obat-obat. Erupsi lisenoid dikaitkan
dengan penggunaan AINS, metildopa, klorokuin, antidiabetik oral, diuretik tiazid, dan emas.

Kandidiasis dapat memperburuk pengobatan dengan antibakteri dan immunosuppresan dan


merupakan efek samping kadang terjadi pada pemberian kortikosteroid inhaler.

Gigi dan Rahang


Noda coklat pada gigi sering terjadi setelah penggunaan obat cuci mulut klorheksidin, semprot
atau gel, tetapi dengan mudah dihilangkan dengan polishing. Larutan garam besi dapat
menyebabkan pewarnaan hitam pada email gigi. Pewarnaan permukaan gigi dilaporkan jarang
pada penggunaan suspensi co-amoksiklav.

Pewarnaan yang menetap pada gigi umumnya disebabkan oleh tetrasiklin. Tetrasiklin
mempengaruhi gigi jika diberikan pada saat sekitar 4 bulan dalam kandungan sampai usia 12
tahun. Semua tetrasiklin dapat menyebabkan noda yang menetap, pewarnaan yang mengganggu
penampilan, warna berkisar dari kuning hingga abu-abu. Fluor yang tertelan dalam jumlah
berlebihan dapat menyebabkan florosis dental yang disertai bintik putih pada enamel dan
hipoplasia atau lubang. Suplementasi fluor kadang dapat menyebabkan bintik putih ringan jika
diberikan dosis yang terlalu besar pada usia anak. Perhitungkan juga jumlah fluor yang
terkandung dalam air minum. Ostenonekrosis pada rahang telah dilaporkan pada pasien yang
mendapat bisfosfonat secara intravena, tetapi jarang bila digunakan dengan cara oral. Pada
pembedahan gigi selama dan sesudah pengobatan, jika mungkin bifosfonat harus dihindari.
Lihat juga bab tentang bifosfonat.

Periodontium
Pertumbuhan gingival yang terlalu cepat (gingival hyperplasia) merupakan efek samping dari
fenitoin dan kadang-kadang akibat siklosporin atau nifedipin (dan beberapa antagonis kalsium
lain). Trombositopenia mungkin berkaitan dengan obat dan dapat menyebabkan perdarahan
pada daerah gusi, yang mungkin secara spontan atau akibat dari trauma ringan (seperti sikat
gigi).

Kelenjar Ludah
Umumnya efek obat berakibat pada kelenjar ludah yaitu mengurangi aliran (xerostomia).
Pasien dengan mulut kering yang menetap mungkin higienitas mulutnya kurang; hal ini dapat
berkembang menjadi karies gigi, dan infeksi pada mulut. (terutama kandidiasis). Penggunaan
yang berlebihan dari diuretik dapat juga mengakibatkan xerostomia. Banyak obat yang
mengakibatkan xerostomia, terutama antimuskarinik (antikolinergik), antidepresan (termasuk
antidepresan trisiklik, dan selective serotonin re-uptake inhibitors), baklofen, bupropion,
klonidin, opioid, dan tizanidin. Beberapa obat (seperti klozapin, neostigmin) dapat
meningkatkan produksi ludah tetapi hal ini jarang terjadi, kecuali jika pasien mengalami
kesulitan menelan,

Rasa sakit pada kelenjar ludah telah dilaporkan pada pemberian beberapa antihipertensi
(seperti: klonidin, metildopa) dan alkaloid vinka. Bengkak pada kelenjar ludah dapat
diakibatkan oleh Iodida, obat antitiroid, fenotiazin, ritodrin dan sulfonamid.
Pengecap
Sensasi rasa dapat berkurang ketajamannya atau berubah. Obat yang mengakibatkan sensasi
rasa meliputi amiodaron, kaptopril (dan penghambat ACE lain), karbimazol, emas,
griseofulvin, garam litium, metronidazol, penisilamin, penindion, propafenon, terbinafin, dan
zopiklon.

Peresepan Pada Anak


Anak terutama neonatus mempunyai respons yang berbeda terhadap pemberian obat
dibandingkan dengan orang dewasa. Perhatian khusus perlu diberikan pada masa neonatus
(umur 0-30 hari) karena dosis harus selalu dihitung dengan cermat. Pada umur ini, risiko efek
toksik bertambah karena filtrasi ginjal yang belum efisien, defisiensi relatif enzim, sensitivitas
organ target yang berbeda, dan belum memadainya sistim detoksifikasi yang menyebabkan
lambatnya eksresi obat.

Jika memungkinkan, injeksi intramuskular harus dihindarkan karena menyebabkan rasa sakit
pada anak.

Seyogyanya obat yang diresepkan untuk anak memang obat yang mempunyai lisensi khusus
untuk anak, namun demikian anak sering membutuhkan obat yang tidak mempunyai lisensi
khusus.

Reaksi Obat yang Merugikan Pada Anak


Identifikasi dan pelaporan dari reaksi obat yang tidak diinginkan sangat penting mengingat:

 Kerja obat dan profil farmakokinetika obat pada anak (terutama yang masih sangat
muda) mungkin berbeda dengan orang dewasa.
 Obat tidak secara ekstensif diujikan pada anak sebelum diijinkan untuk beredar
 Banyak obat yang tidak secara khusus diindikasikan untuk anak.
 Formula yang sesuai mungkin tidak tersedia untuk dosis yang tepat yang diperbolehkan
bagi anak
 Sifat dan jenis penyakit dan efek samping yang tidak diinginkan mungkin berbeda
antara anak dan orang dewasa.

Meskipun sediaan bentuk cair terutama disediakan untuk anak, namun sediaan ini mengandung
gula yang mempercepat kerusakan gigi. Untuk terapi jangka panjang, dianjurkan menggunakan
sediaan obat yang tidak mengandung gula.

Menetapkan kekuatan sediaan obat dalam bentuk kapsul atau tablet penting dilakukan karena
sebetulnya banyak anak yang bisa menelan kapsul atau tablet dan menyukai obat dalam bentuk
padat. Orang tua mempunyai peranan yang penting dalam membantu menentukan sediaan yang
tepat untuk anak. Apabila dibutuhkan resep obat berbentuk sediaan cair yang diberikan secara
oral kurang dari 5 ml, maka bisa diberikan bentuk sediaan tetes yang diberikan secara oral.
Pada pemberian sediaan tetes secara oral, hendaknya orang tua anak diberi tambahan informasi
untuk jangan menambahkan sediaan tersebut pada susu atau makanan bayi/anak.

Apabila diberikan bersama dengan susu atau makanan bayi/anak, kemungkinan bisa terjadi
interaksi atau dosis yang diberikan berkurang karena anak tidak menghabiskan susu atau
makanan tersebut.

Orang tua harus diperingatkan agar menjauhkan semua obat dari jangkauan anak.
Dosis untuk Anak
Perhitungan Dosis
Umumnya dosis untuk anak-anak diukur berdasarkan berat badan (karena itu dibutuhkan
perkalian dengan berat badan dalam kilogram untuk menentukan dosis anak); kadang dosis
ditentukan berdasarkan luas permukaan tubuh (dalam m2). Metoda di atas lebih baik digunakan
dibandingkan dengan menghitung dosis untuk anak berdasarkan dosis yang digunakan untuk
orang dewasa.

Pada umumnya dosis tersebut tidak boleh melebihi dosis maksimum orang dewasa. Misalnya:
jika dosis ditentukan 8 mg/kg (maksimum 300 mg), seorang anak dengan berat 10 kg, dosis
yang diberikan 80 mg, tetapi jika berat anak 40 kg dosis yang diberikan 300 mg (bukan 320
mg).

Anak mungkin memerlukan dosis per kilogram yang lebih besar dibandingkan dengan orang
dewasa karena kecepatan metabolismenya lebih tinggi. Beberapa masalah yang perlu
dipertimbangkan antara lain, anak yang gemuk akan mendapat dosis yang terlalu besar, untuk
itu dosis harus diperhitungkan berdasarkan berat ideal dan dikaitkan dengan tinggi badan dan
umur. Penghitungan berdasarkan luas permukaan tubuh lebih akurat dibandingkan dengan berat
badan karena fenomena fisiologis tubuh lebih dekat berhubungan dengan luas permukaan
tubuh. Rata-rata luas permukaan tubuh pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg adalah 1,8
m2. Untuk anak-anak rumus yang bisa digunakan adalah: 

Luas permukaan tubuh pasien (m2) x dosis dewasa


                      1,8

Metode persentase dari dosis dewasa digunakan untuk menghitung dosis obat yang memiliki
cakupan terapi yang lebar antara dosis terapetik dan dosis toksik. Hati-hati dengan penggunaan
obat baru yang mempunyai potensi toksik.

Frekuensi Dosis
Umumnya antibakteri diberikan dalam waktu tertentu dalam beberapa hari. Untuk menghindari
anak bangun pada malam hari diberikan beberapa fleksibilitas. Misalnya dosis malam hari
diberikan pada saat mau tidur.

Peresepan Pada Kehamilan


Penggunaan obat selama masa kehamilan dapat menimbulkan efek yang membahayakan bagi
janin. Hal ini penting untuk diingat ketika meresepkan obat untuk wanita dan laki-laki usia
subur. Selama masa trimester pertama kehamilan, obat dapat menyebabkan malformasi
kongenital (teratogenesis), dan risiko terbesar berada pada minggu ketiga sampai dengan
minggu ke sebelas kehamilan. Selama trimester ke dua dan ke tiga kehamilan, obat dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fungsional janin atau dapat berefek toksik
pada organ janin. Obat yang diberikan sesaat sebelum atau selama persalinan dapat
menyebabkan efek samping yang merugikan terhadap proses persalinan atau pada bayi yang
baru dilahirkan.

Pada Lampiran 4: Kehamilan dicantumkan daftar obat yang:

 Mungkin memiliki efek yang membahayakan terhadap kehamilan dan angka dalam
kurung menunjukkan trimester yang berisiko.
 Belum diketahui bahayanya terhadap kehamilan.
Daftar ini disusun berdasarkan data penggunaan obat pada manusia, tetapi juga mencakup data
uji pada hewan untuk beberapa obat yang jika tidak dicantumkan bisa menyesatkan.

Obat hanya boleh diresepkan pada masa kehamilan jika manfaat bagi ibu lebih besar daripada
risiko pada janin dan jika mungkin semua obat harus dihindari selama trimester pertama. Obat
yang sudah secara luas digunakan pada kehamilan dan biasanya aman harus lebih dipilih
dibandingkan obat baru atau obat yang belum diuji coba, tetapi dengan menggunakan dosis
efektif terendah. Beberapa obat telah diketahui bersifat teratogenik pada manusia.

Namun tidak diragukan lagi bahwa tidak ada obat yang aman jika diberikan pada awal
kehamilan. Prosedur screening (USG) merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui
risiko cacat yang mungkin terjadi.

Bila obat tidak ada dalam daftar tidak berarti obat tersebut aman digunakan pada kehamilan.

Peresepan Pada Laktasi


Pemberian beberapa obat (seperti ergotamin) kepada ibu menyusui dapat menimbulkan efek
yang membahayakan bagi bayi, sedangkan pemberian obat lain (seperti digoksin) hanya
memberikan efek yang ringan. Beberapa obat menghambat laktasi (seperti bromokriptin,
kontrasepsi oral mengandung estrogen).

Toksisitas pada bayi dapat terjadi jika obat masuk ke dalam ASI dengan jumlah yang bermakna
secara farmakologis. Pada beberapa obat, kadar dalam ASI dapat melebihi kadar di dalam
plasma ibu sehingga dosis terapetik pada ibu dapat menyebabkan toksik pada bayi. Beberapa
obat dapat menghambat refleks mengisap pada bayi (seperti fenobarbital). Secara teoritis, obat
di dalam ASI dapat menyebabkan hipersensivitas pada bayi, meskipun dalam kadar sangat
rendah untuk menghasilkan efek farmakologis. Pada Lampiran 5: Menyusui, dicantumkan
daftar obat yang:

 harus digunakan dengan perhatian atau yang dikontraindikasikan pada wanita menyusui
dengan pertimbangan di atas
 berdasarkan bukti terkini dapat diberikan selama menyusui karena terdistribusi dalam
ASI dalam jumlah yang sangat kecil untuk dapat menimbulkan efek yang
membahayakan bayi
 belum diketahui menimbulkan efek yang membahayakan bayi, meskipun terdistribusi
dalam ASI dalam jumlah yang bermakna.

Banyak obat yang belum memiliki cukup bukti yang dapat dijadikan acuan, karena itu
disarankan hanya obat-obat essensial saja yang diberikan pada wanita menyusui. Dikarenakan
kurangnya informasi tersebut, daftar pada lampiran tersebut hanya sebagai panduan; apabila
obat tidak terdapat dalam daftar bukan berarti obat tersebut aman untuk digunakan pada wanita
menyusui.

Peresepan Pada Lansia


Sejumlah perubahan akan terjadi dengan bertambahnya usia, termasuk anatomi, fisiologi,
psikologi dan sosiologi. Karena itu terapi pengobatan pada pasien lansia secara signifikan
berbeda dari pasien pada usia muda. Dampak yang timbul dari penggunaan obat-obatan yang
digunakan sebelumnya juga mempengaruhi terapi pengobatan. Keputusan terapi untuk pasien
lansia sedapat mungkin didasarkan pada hasil uji klinik yang secara khusus didesain untuk
pasien lansia.
Peresepan yang Tepat
Pasien lansia memerlukan pelayanan farmasi yang berbeda dari pasien usia muda. Penyakit
yang beragam dan kerumitan regimen pengobatan adalah hal yang sering terjadi pada pasien
lansia. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan pasien mengalami kesulitan dalam mematuhi
proses pengobatan mereka sendiri seperti menggunakan obat dengan indikasi yang salah,
menggunakan obat dengan dosis yang tidak tepat atau menghentikan penggunaan obat.

Pada pasien lansia keseimbangan antara manfaat pemberian dengan bahaya yang mungkin
timbul dari beberapa obat-obatan dapat berubah. Oleh karena itu, obat untuk pasien lansia harus
ditinjau secara berkala dan obat-obatan yang tidak bermanfaat harus dihentikan.

Untuk mengatasi gejala seperti sakit kepala, sulit tidur dan pusing lebih tepat menggunakan
pendekatan non farmakologikal, bila hal ini berhubungan dengan tekanan sosial seperti
menjanda, kesepian dan diusir/dikucilkan keluarga.

Pada beberapa kasus pemberian obat-obat profilaksis mungkin tidak tepat jika obat-obat
tersebut dapat menyebabkan komplikasi dengan pengobatan yang sedang dijalani atau
menyebabkan efek samping yang sebenarnya bisa dihindari, terutama pada pasien lansia
dengan prognosis atau kondisi kesehatan yang buruk. Bagaimanapun, pasien lansia tidak dapat
mengesampingkan obat-obatan yang dapat membantu mereka, seperti antikoagulan atau obat
anti platelet untuk fibrilasi atrial, antihipertensi, statin, dan obat untuk osteoporosis.

Bentuk Sediaan
Pasien lansia yang lemah sulit untuk menelan tablet; jika tertinggal di mulut, dapat
menyebabkan ulserasi. Karena itu mereka harus selalu menelan tablet atau kapsul dengan
menggunakan banyak cairan sambil berdiri untuk menghindari kemungkinan ulserasi esofageal.
Jika memungkinkan akan sangat membantu bila dapat berdiskusi dengan pasien untuk
kemungkinan pemberian obat dalam bentuk cairan.

Karakteristik Pasien Lansia


Pada pasien yang sangat tua, manifestasi dari ketuaan secara normal dapat meyebabkan
kesalahan dalam mendefinisikan penyakit dan dapat mengantarkan pada peresepan yang tidak
tepat. Biasanya, usia berhubungan dengan melemahnya otot dan kesulitan untuk menjaga
keseimbangan tetapi hal ini jangan selalu dikaitkan dengan penyakit saraf. Gangguan seperti
pusing tidak ada hubungan dengan hipotensi postural atau postprandial sehingga tidak selalu
ditolong dengan menggunakan obat.

Pengobatan Sendiri
Seperti halnya pada pasien dengan usia lebih muda, pengobatan sendiri dengan produk obat
bebas (OB) atau obat bebas terbatas (OBT) atau mengkonsumsi obat yang diresepkan untuk
penyakit-penyakit sebelumnya (atau bahkan mengkonsumsi obat dari orang lain) dapat
menambah komplikasi. Diskusi dengan pasien dan keluarganya atau lebih baik kunjungan ke
rumah mungkin diperlukan untuk menetapkan apa yang sebaiknya diberikan pada pasien lansia.

Sensitivitas
Akibat penuaan pada sistem saraf menyebabkan melemahnya kepekaan pada banyak obat yang
biasa digunakan, seperti analgesik opioid, benzodiazepin, antipsikotik dan obat antiparkinson,
di mana semua harus digunakan dengan hati-hati. Begitu juga, organ-organ yang lain akan
makin peka terhadap efek obat seperti obat antihipertensi dan AINS.

Farmakokinetik
Efek yang paling penting dari lansia adalah berkurangnya klirens ginjal. Banyak pasien lansia
akan mengalami perlambatan ekskresi obat, dan makin rentan terhadap obat nefrotoksik.
Penyakit akut dapat menyebabkan penurunan klirens ginjal secara cepat, terutama bila disertai
dehidrasi. Demikian juga metabolisme beberapa obat dapat menurun pada pasien lansia.
Perubahan farmakokinetik dapat ditandai dengan meningkatnya kadar obat dalam jaringan pada
pasien lansia, terutama pada pasien yang lemah sehingga memerlukan pengurangan dosis.
Obat-obatan dengan indeks terapetik sempit harus diberikan dengan pengurangan dosis,
contohnya adalah digoksin dan aminoglikosida dan pengurangan dosis sebanyak 50% sebagai
dosis awal dianjurkan pada banyak kasus. Penyesuaian dosis dapat tidak diperlukan untuk obat
dengan indeks terapetik yang luas, contoh: penisilin. Bagaimanapun, profesi kesehatan harus
waspada terhadap obat-obat yang potensial menimbulkan masalah pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal.

Farmakodinamik
Sensitivitas jaringan terhadap obat juga mengalami perubahan sesuai pertambahan umur
seseorang. Mempelajari perubahan farmakodinamik lansia lebih kompleks dibanding
farmakokinetiknya karena efek obat pada seseorang pasien sulit dikuantifikasi; di samping itu
bukti bahwa perubahan farmakodinamik itu memang ada harus dalam keadaan bebas pengaruh
efek perubahan farmakokinetik. Perubahan farmakodinamik dipengaruhi oleh degenerasi
reseptor obat di jaringan yang mengakibatkan kualitas reseptor berubah atau jumlah
reseptornya berkurang.

Berikut ini disampaikan beberapa contoh obat yang sering digunakan pada lansia dengan
beberapa pertimbangan sesuai respons yang bisa berbeda:

Warfarin: perubahan farmakokinetik tak ada, maka perubahan respon yang ada adalah akibat
perubahan farmakodinamik. Sensitivitas yang meningkat adalah akibat berkurangnya sintesis
faktor-faktor pembekuan pada lansia.

Nitrazepam: perubahan respons juga terjadi tanpa perubahan farmakokinetik yang berarti. Hal
ini menunjukkan bahwa pada lansia sensitivitas terhadap nitrazepam memang meningkat.
Lebih lanjut data menunjukkan bahwa pemberian diazepam intravena pada pasien lansia
memerlukan dosis yang lebih kecil dibandingkan pasien dewasa muda, selain itu efek sedasi
yang diperoleh memang lebih kuat dibandingkan pada usia dewasa muda. Triazolam:
pemberian obat ini pada warga lansia dapat mengakibatkan postural sway- nya bertambah besar
secara signifikan dibandingkan dewasa muda.

Sensitivitas obat yang berkurang pada lansia juga terlihat pada pemakaian obat propranolol.
Penurunan frekuensi denyut nadi setelah pemberian propranolol pada usia 50 – 65 tahun
ternyata lebih rendah dibandingkan mereka yang berusia 25 – 30 tahun. Efek tersebut adalah
pada reseptor β1; efek pada reseptor β2 yakni pelepasan insulin dan vasodilatasi akibat
pemberian isoprenalin tidak terlihat.

Perubahan sensitivitas menunjukkan bahwa terdapat perubahan pada pasca-reseptor


intraselular.

Efek yang Tidak Diinginkan


Pada pasien lansia efek obat yang tidak diinginkan sering tersamarkan dan biasanya tidak
spesifik. Kebingungan seringkali merupakan gejala yang timbul (yang disebabkan oleh hampir
semua obat-obat yang biasa digunakan). Manifestasi lain yang biasa terjadi adalah konstipasi
(untuk obat antimuskarinik dan beberapa transkuiliser), hipotensi postural dan terjatuh (untuk
diuretik dan beberapa psikotropik)
Hipnotik
Banyak psikotik dengan waktu paruh yang panjang menyebabkan efek hangover seperti
mengantuk, sempoyongan, bahkan cacian dan kebingungan. Hipnotik dengan waktu paruh
pendek dapat digunakan, walaupun juga dapat meyebabkan masalah (bagian 4.1.1). Penjelasan
singkat mengenai hipnotik kadang-kadang berguna untuk membantu pasien dengan penyakit
akut atau kegawatan yang lain, tetapi setiap upaya harus dibuat untuk menghindari
ketergantungan. Benzodiazepin mengurangi keseimbangan, yang dapat mengakibatkan terjatuh.

Diuretik
Diuretik diresepkan pada pasien lansia dan tidak boleh digunakan dalam jangka waktu lama
untuk mengatasi udema gravitasional yang biasanya memberikan respon terhadap
meningkatkan pergerakan, mengangkat kaki dan menggunakan support stocking. Pemberian
diuretik untuk beberapa hari dapat mempercepat pengecilan udem tetapi jarang memerlukan
terapi yang berlanjut.

AINS
Pendarahan yang terkait dengan asetosal dan golongan AINS lain lebih sering terjadi pada
lansia yang dapat berakibat serius atau fatal. AINS juga menimbulkan efek yang
membahayakan bagi pasien penyakit jantung atau gagal ginjal sehingga menempatkan pasien
lansia ini memiliki risiko khusus. Karena pasien lansia makin peka terhadap efek samping
AINS, maka dibuat beberapa anjuran sebagai berikut:

 Untuk osteoartritis, lesi pada jaringan lunak dan nyeri pada punggung, pertama coba
lakukan langkah-langkah seperti pengurangan berat badan (jika mengalami obesitas),
hangatkan, olahraga dan gunakan tongkat untuk berjalan
 Untuk osteoartritis, lesi jaringan lunak, nyeri pada punggung dan nyeri karena artritis
rematoid, pertama kali gunakan parasetamol yang biasanya cukup untuk mengurangi
nyeri.
 Alternatif lain, gunakan AINS dosis rendah (misalnya dapat diberikan ibuprofen sampai
1,2 g sehari)
 Untuk mengurangi nyeri yang tidak dapat diatasi oleh obat lain, dapat diberikan
parasetamol dosis penuh ditambah AINS dosis rendah
 Jika diperlukan, dosis AINS dapat ditingkatkan atau berikan analgesik opioid bersama
parasetamol
 Jangan berikan 2 macam obat golongan AINS secara bersamaan

Jika pengobatan dengan AINS perlu dilanjutkan, lihat saran untuk profilaksis AINS yang
menyebabkan ulkus peptikum pada bagian 1.3.

Obat Lain
Obat lain yang biasanya menyebabkan efek yang tidak diinginkan adalah obat antiparkinson,
antihipertensi, psikotropik dan digoksin. Dosis pemeliharaan digoksin pada pasien dengan usia
sangat lanjut adalah 125 mcg sehari (62,5 mcg pada pasien dengan penyakit ginjal); dosis yang
lebih rendah seringkali tidak mencukupi tetapi biasanya terjadi toksisitas pada pemberian 250
mcg sehari.

Obat yang menyebabkan gangguan pada darah lebih jauh lebih sering terjadi pada lansia.
Begitu juga obat yang dapat menyebabkan depresi sumsum tulang belakang (misalnya
kotrimoksasol, mianserin) harus dihindarkan kecuali tidak ada alternatif lain yang tersedia.
Pada umumnya pasien lansia memerlukan dosis pemeliharaan warfarin yang rendah
dibandingkan dengan dewasa muda; dengan kemungkinan pendarahan yang mungkin terjadi
cenderung lebih serius.

Pedoman
Selalu pertimbangkan bahwa obat memang benar-benar diindikasikan

Pembatasan. Sebaiknya obat yang diberikan terbatas saja dengan efek obat pada pasien lansia
sudah diketahui dengan pasti.

Penurunan Dosis. Umumnya dosis untuk pasien lansia lebih rendah dibandingkan untuk
pasien dengan usia yang lebih muda. Dosis biasanya dimulai dari 50% dosis dewasa.
Pemakaian beberapa obat (misalnya antidiabetik kerja panjang seperti glibenklamid dan
klorpropamid) harus dihindari sama sekali.

Pengkajian secara berkala. Secara berkala buat kajian terhadap resep obat yang diberikan
berulang. Berdasarkan pemantauan kemajuan klinis, beberapa pasien dapat dihentikan
pemberian beberapa obatnya. Bila fungsi ginjal menurun kemungkinan diperlukan pengurangan
dosis beberapa obat.

Sederhanakan Regimen. Pengobatan dengan regimen yang sederhana akan menguntungkan


bagi pasien lansia. Hanya obat dengan indikasi jelas yang diresepkan dan apabila
memungkinkan diberikan 1 atau 2 kali sehari. Regimen yang interval dosisnya membingungkan
harus dihindari.

Terangkan Dengan Jelas.  Tulis instruksi secara lengkap pada setiap resep (termasuk
pengulangan resep) jadi kemasan harus diberi label dengan petunjuk lengkap. Hindari
keterangan ”seperti petunjuk”. Kemasan yang mudah rusak oleh anak-anak mungkin tidak
sesuai.

Pengulangan dan Pemusnahan. Beritahukan pasien apa yang harus dilakukan bila obat sudah
habis, dan juga bagaimana menyingkirkan obat apabila tidak diperlukan lagi. Resepkan dengan
jumlah yang sesuai. Apabila petunjuk ini diikuti diharapkan banyak lansia akan mampu
mengatasi masalah terkait obat yang digunakan. Jika instruksi ini tidak diikuti maka perlu
diikut sertakan pihak ketiga (biasanya keluarga atau teman) untuk membantu.

Peresepan Pada Terapi Paliatif


Terapi paliatif adalah terapi pada pasien yang tidak responsif dengan terapi kuratif. Tujuannya
adalah mengurangi nyeri dan gejala yang lain, mengurangi masalah psikologis, sosial dan
spiritual, serta yang paling penting meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya.
Pemantauan gejala dan apa yang diperlukan pasien dilakukan oleh tim multidisiplin. Jumlah
obat diusahakan sesedikit mungkin. Preparat oral biasanya lebih memuaskan. Namun bila
terjadi mual, muntah, sakit menelan, lemah, dan koma dibutuhkan pemberian parenteral.

SUMBER : http://pionas.pom.go.id/ioni/pedoman-umum

Obat Bebas 

Obat bebas adalah obat OTC (over the counter) atau obat yang dijual secara bebas di pasaran.
Artinya, Kamu bisa sangat mudah dan bebas menemukan dan membeli obat ini, tanpa harus
menggunakan resep dokter. Obat yang tergolong dalam kategori bebas adalah obat yang
memiliki efek samping rendah serta kandungan bahan-bahan yang relatif aman. Namun meski
tidak memerlukan pengawasan dokter, Kamu tetap harus memenuhi petunjuk dan dosis yang
tertera di kemasan ketika mengonsumsinya. 

Obat bebas biasanya memiliki gambar lingkaran berwarna hijau dan bergaris tepi hitam.
Simbol tersebut tertera di kemasan obat. Kebanyakan obat bebas adalah obat-obat untuk
mengobati penyakit ringan, seperti batuk, flu, atau demam. Obat bebas juga bisa berupa
vitamin atau suplemen nutrisi. Contoh obat bebas adalah parasetamol.

Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas memiliki kesamaan dengan obat bebas, yaitu keduanya dijual bebas di
pasaran. Namun, obat bebas terbatas termasuk obat yang lebih keras ketimbang obat bebas,
meski obat dalam golongan ini juga bisa dikonsumsi tanpa resep dari dokter. Dalam jumlah
tertentu, obat ini masih bisa dijual di apotek mana saja.

Obat jenis bebas terbatas juga memiliki simbol tertentu di kemasannya, yaitu lingkaran biru
bergaris tepi hitam. Tidak hanya itu, pada kemasan obat bebas terbatas juga tertulis peringatan-
peringatan seperti:

 P1: Awas! Obat Keras! Baca Aturan Pakainya.


 P2: Awas! Obat Keras! Baca Aturan Pakainya.
 P3: Awas! Obat Keras! Hanya untuk Bagian Luar Tubuh.
 P4: Awas! Obat Keras! Hanya untuk Dibakar.
 P5: Awas! Obat Keras! Tidak Boleh Ditelan.
 P6: Awas! Obat Keras! Obat Wasir, Jangan Ditelan.

Obat bebas terbatas bisa digunakan untuk mengobat penyakit dari yang tergolong ringan hingga
serius. Kalau Kamu belum sembuh juga, meski sudah mengonsumsi obat dengan golongan
bebas terbatas, lebih baik berhenti mengonsumsinya dan periksakan diri ke dokter. 
 

Obat Keras

Obat keras sudah termasuk obat yang tidak bisa dibeli bebas di apotek tanpa resep dokter,
meski dijual legal di apotek. Tanpa resep dokter dan jika pemakaiannya tidak sesuai,
dikhawatirkan obat ini bisa memperparah penyakit, meracuni tubuh, bahkan menyebabkan
kematian. Simbol obat keras yang ada di kemasan obat adalah lingkaran merah bergaris tepi
hitam dan terdapat huruf K di dalamnya.

Pada umumnya, banyak obat-obat tertentu yang termasuk dalam golongan ini, seperti: 

 Obat generik.
 Obat Wajib Apotek (OWA).
 Psikotropika.
 Obat yang mengandung hormon, seperti obat penenang atau obat diabetes.
 Antibiotik, seperti tetrasiklin, penisilin, ampisilin, sefalosporin.

Untuk psikotropika, obat-obatan jenis ini memengaruhi susunan sistem saraf pusat, sehingga
bisa menimbulkan perubahan pada mental dan perilaku orang yang mengonsumsinya. Maka
dari itu, obat psikotropika hanya bisa dikonsumsi di bawah pengawasan dokter.

Bahkan, psikotropika juga dibagi menjadi 4 golongan berdasarkan bahaya dampaknya pada
tubuh manusia. Psikotropika golongan I adalah obat yang tidak boleh digunakan untuk terapi.
Psikotropika golongan I hanya boleh dipakai untuk keperluan ilmu pengetahuan, karena
memiliki potensi yang kuat untuk menyebabkan ketergantungan pada penggunanya. 

Lain dari psikotropika golongan I, psikotropika golongan II bisa digunakan untuk pengobatan
maupun untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Namun, psikotropika golongan II tetap memiliki
potensi kuat untuk menyebabkan ketergantungan.

Psikotropika golongan III lebih banyak digunakan untuk pengobatan, meski obat jenis ini juga
bisa dimanfaatkan untuk keperluan ilmu pengetahuan. Risiko ketergantungan pada psikotropika
golongan III cenderung rendah. Selain itu, sama seperti golongan III, risiko ketergantungan
psikotropika golongan IV juga rendah. Psikotripika golongan IV banyak digunakan untuk
pengobatan maupun keperluan ilmu pengetahuan.

Karena bersifat keras, psikotropika dan obat keras berada di dalam kategori yang sama.
Keduanya juga memiliki simbol yang sama. Contoh obat keras adalah loratadine, pseudoeedrin,
bromhexin HCL, alprazolam, clobazam. Sementara itu, contoh obat psikotropika adalah
ekstasi, phenobital, sabu-sabu, diazepam.

Obat Narkotika 

Narkotika adalah obat-obatan yang bisa berasal dari tanaman maupun tidak. Narkotika juga
bisa berupa sintesis atau semi sintesis. Sama seperti psikotropika, narkotika menimbulkan efek
ketergantungan, khususnya jenis yang bisa mengurangi rasa sakit, nyeri, dan tingkat kesadaran.
Obat narkotika hanya boleh dijual di apotek, namun harus di bawah resep dokter. Obat
narkotika memiliki simbol lambang palang merah yang tertera di kemasannya. 

Mirip dengan psikotropika, narkotika juga memiliki golongan-golongan tertentu. Narkotika


golongan I hanya digunakan untuk ilmu pengetahuan, namun tidak bisa digunakan untuk
pengobatan. Pasalnya, golongan I memiliki risiko ketergantungan yang tinggi.

Untuk narkotika golongan II, bisa digunakan untuk pengobatan dan kepentingan ilmu
pengetahuan. Namun, biasanya dokter hanya memberi resep narkotika golongan II sebagai
pilihan terakhir dalam pengobatan. Pasalnya, golongan II juga bisa menyebabkan
kertegantungan yang kuat.

Sementara itu, narkotika golongan III bisa digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan
pengobatan karena memiliki risiko yang ringan untuk menyebabkan ketergantungan. Contoh
obat narkotika adalah opium, ganja, dan heroin. Untuk golongan II, contohnya tebakon,
morfina, dan peptidina. Sementara untuk golongan III, contohnya adalah kodeina, nikokodina,
dan nikodikodina.
SUMBER : https://www.guesehat.com/sistem-penggolongan-obat-di-indonesia-yang-
perlu-kamu-ketahui

FUNGSI DAN PERANAN KEMASAN

Fungsi paling mendasar dari kemasan adalah untuk mewadahi dan melindungi produk dari
kerusakan-kerusakan, sehingga lebih mudah disimpan, diangkut dan dipasarkan. Secara umum
fungsi pengemasan pada bahan pangan adalah :

1. Mewadahi produk selama distribusi dari produsen hingga kekonsumen, agar produk tidak
tercecer, terutama untuk cairan, pasta atau butiran

2. Melindungi dan mengawetkan produk, seperti melindungi dari sinar ultraviolet, panas,
kelembaban udara, oksigen, benturan, kontaminasi dari kotoran dan mikroba yang dapat
merusak dan menurunkan mutu produk.

3. Sebagai identitas produk, dalam hal ini kemasan dapat digunakan sebagai alat komunikasi
dan informasi kepada konsumen melalui label yang terdapat pada kemasan.

4. Meningkatkan efisiensi, misalnya : memudahkan penghitungan (satu kemasan berisi 10, 1


lusin, 1 gross dan sebagainya), memudahkan pengiriman dan penyimpanan. Hal ini penting
dalam dunia perdagangan..

5. Melindungi pengaruh buruk dari luar, Melindungi pengaruh buruk dari produk di
dalamnya, misalnya jika produk yang dikemas berupa produk yang berbau tajam, atau produk
berbahaya seperti air keras, gas beracun dan produk yang dapat menularkan warna, maka
dengan mengemas produk ini dapat melindungi produk-produk lain di sekitarnya (Julianti dan
Nurminah 2006).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses pengemasan:

1. Harus selalu mengikuti dan mematuhi prosedur tertulis yang sudah dibuat.
2. Harus selalu mengikuti dan menjalankan in process control.
3. Pra penandaan pada bahan pengemas harus selalu dilakukan.
4. Sebelum melakukan pengemasan, kesiapan jalur pengemasan harus selalu diperiksa.
5. Hanya obat yang berasal dari satu batch saja yang boleh ditempatkan dalam satu palet.
6. Produk yang rupa dan bentuknya sama tidak boleh dikemas pada jalur yang
berdampingan.
7. Pada jalur pengemasan, nama dan nomer batch harus terlihat jelas.
8. Produk antara dan produk jadi yang masih dalam proses pengemasan harus selalu diberi
label identitas dan jumlah.
9. Produk yang telah diisikan kedalam wadah akhir tapi belum diberi label, harus dipisah
dan diberi tanda.
10. Peralatan pengemasan tidak boleh bersentuhan langsung dengan produk.
11. Bahan untuk pengemasan seperti: pelincir, perekat, tinta, cairan pembersih, ditempatkan
dalam wadah berbeda dari wadah untuk produk (Kurniawan, 2012).

TEKNIK PENGEMASAN PRODUK FARMASI

Bentuk kemasan berikut ini telah disetujui FDA sebagai contoh sistem kemasan yang mampu
memenuhi ketentuan kemasan tahan gangguan sebagaimana dijelaskan dalam peraturan FDA
21 C.F.R. Parts 211, 314, dan 700.

1.      Strip packaging (Kemasan Strip)

Kemasan Strip

Strip packaging merupakan teknik pengemasan yang sudah berlangsung lebih dari seperempat
abad. Semua solid form dibidang farmasi termasuk pill, tablet, capsul, lozenges, dikemas
dengan system ini. Tetapi yang paling umum menggunakan cara ini adalah tablet dan capsul.

Metodenya adalah mengemas dengan dua

Mesin Pengemas Strip

lapisan atas/bawah, dan kemudian di seal dan di cut. Pemilihan dari material harus tepat, agar
tidak ada migrasi dari produk keluar. Produk akan jatuh kedalam mold yang panas, kemudian
dibentuk kemasan dan mewadahi produk tersebut. Ukuran dan kedalaman dari mold tersebut
harus cukup untuk menampung produk dan membentuk kantong, dan jangan sampai produk
tertekan. Perlu dicek bahwa heat seal cukup efektif (Anonim,2007).

2.      Blister pack (Kemasan Blister)


Kemasan Blister

Bentuk kemasan ini mampu menyediaakan perlindungan yang sangat baik terhadap keadaan
sekitarnya, disertai dengan penampilan estetis yang menyenangkan dan efisien. Juga
memberikan kemudahan pemakaian, aman terhadap anak-anak dan tahan terhadap usaha
pemalsuan.

Kemasan blister dibentuk dengan melunakkan suatu lembaran resin termoplastik dengan
pemanasan, dan menarik (dalam vakum) lembaran plastic yang lembek itu kedalam suatu
cetakan. Sesudah mendingin lembaran dilepas dari cetakan dan berlanjut ke berbagai pengisian
dari mesin kemasan. Blister setengah keras yang terjadi sebelumnya diisi dengan produk dan
ditutup

Alat Pengemas Blister

dengan bahan untuk bagian belakang yang dapat disegel dengan pemanasan. Bahan untuk
bagian belakangnya, atau tutupnya, dapat dari jenis yang bisa didorong atau jenis yang dapat
dikelupas. Untuk jenis blister yang bisa didorong, bahan untuk bagian belakangnya biasanya
aluminium foil yang diberi lapisan yang dapat disegel panas. Lapisan pada foil harus sesuai
dengan bahan blister untuk memperoleh segel yang memuaskan, baik untuk perlindungan
produk maupun untuk perlindungan pemalsuan (Lachman, 1994).

3.      Pengemasan bulk produk


Kemasan Bulk

Kemasan ini dapat dibuat dengan berbagai cara, tetapi biasanya dibentuk dengan menumpuk
produk seperti sandwich di antara lapisan tipis plastic yang dapat diberi bentuk dengan panas,
dapat memanjang atau dapat mengerut dengan pemanasan dan bahan yang kaku untuk bagian
belakangnya. Hal ini umumnya dilakukan dengan memanaskan/melunakan lapisan tipis plastik
dan membuat kantung dengan menariknya dalam vakum melalui cara yang sama seperti
pembuatan blister dalam kemasan blister. Produk dijatuhkan ke dalam kantung, yang kemudian
disegel menjadi bahan yang keras seperti piring kertas yang dipanaskan-disegel-diberi lapisan.
Jika memakai bahan yang dapat mengerut karena panas, kemasan dilewatkan ke dalam corong
panas, yang mengerutkan lapisan tipis menjadi gelembung atau member kulit pada produk,
sehingga menempel erat pada karton yang ada di bagian belakangnya (Lachman, 1994).

Digunakan untuk mengemas barang yang cukup banyak atau bulk material digunakan,

Mesin Pengemas Bulk

multi wall paper sack. Heavy duty bag polyethylene, woven sack polipropylene dan jute bags,
tetapi sekarang ini jute bags sudah kurang popular. Multiwall paper sack : terdiri dari beberapa
lapisan kertas yang saling menunjang, dengan demikian maka beban yang didukung oleh
kantong tersebut akan merata keseluruh lapisan. Jumlah lapisan bisa antara 2 sampai dengan 6
lapis. Dengan menggunakan beberapa lapisan kertas yang agak tipis adalah lebih fleksibel dan
kuat daripada menggunakan satu atau dua lapisan kertas yang tebal. Multiwall paper bag dapat
digunakan untuk berbagai produk terutama yang berbentuk bubuk (Anonim, 2007).

4.      Pengikat (Ban) yang Mengerut

Konsep ini menggunakan sifat polimer yang dapat mengembang dan


mengerut karena pemanasan, biasanya PVC. Polimer yang dapat mengerut karena panas
diproses sebagai pipa terarah dalam diameter sedikit lebih besar dari tutup dan lingkar leher
botol yang akan disegel. Bahan yang dapat mengerut karena panas dipasok kepada pengisi
botol sebagai pipa yang ada cetakan huruf/gambar dan dapat dilipat, baik sudah dipotong
menurut panjang tertentu atau dalam bentuk gulungan untuk pekerjaan otomatis. Panjang pipa
PVC yang sesuai

Pengikat yang Mengkerut

diluncurkan melalui botol yang sudah bertutup cukup longgar, sehingga dapat menyatukan
tutup dan lingkar leher botol (Gambar 24-4). Botol kemudian digeser melalui lorong panas,
yang mengerutkan pipa dengan erat di sekeliling tutup dan botol, sehingga ban yang mengerut
akan rusak bila tutup dibuka. Agar mudah membukanya, ban yang mengerut dapat disertai
dengan celah yang dapat dirobek (Lachman, 1994).

5.      Pembungkus Lapisan Tipis

Pembungkus dari lapisan tipis telah digunakan


secara luas selama bertahun-tahun untuk produk yang memerlukan kemasan yang utuh, atau
perlindungan terhadap keadaan sekelilingnya. Pembungkus Lapisan Tipis dikategorikan dalam
tipe-tipe berikut:

 Pembungkus yang ujungnya dilipat


 Pembungkus yang disegel seperti sirip ikan
 Pembungkus yang dapat mengerut

6.      Kertas Timah, Kertas, atau Kantung Plastik

Kantung yang fleksibel adalah konsep kemasan yang tidak hanya mampu menyediakan
Mesin Vertikal

kemasan yang tahan gangguan, tetapi melalui seleksi bahan yang sesuai, juga menyediakan
kemasan yang dapat memberi perlindungan yang sangat ampuh terhadap keadaan sekitarnya.
Kantung yang fleksibel biasanya dibentuk selama pekerjaan pengisian produk, baik dengan
peralatan bentuk pembentukan ventrikal maupun horizontal, mengisi dan menyegel.

Pada pelaksanaan membentuk/mengisi/menyegel secara vertical, suatu jaringan lapis tipis


ditarik meliputi cincin logam dan mengelilingi pipa pengisi yang vertical, melalui mana produk
dijatuhkan kedalam kemasan

Produk mesin vertikal

yang terbentuk. Pipa pengisi dari metal juga bekerja sebagai suatu mandrel yang mengontrol
keliling dari kantung dan terhadap mana dibuat segel membujur. Pembentukan segel ini, yang
dapat merupakan segel sirip maupun segel tumpang-tindih, mengubah lapisan kemasan menjadi
pipa dari lapisan yang kotinu. Alat penyegel yang dapat bergerak, segel orthogonal sampai
membujur, mengerutkan bagian bawah tube, membentuk segel bawah dari kemasan. Produk
dijatuhkan melalui pipa, pembentuk ke dalam kemasan yang terbentuk. Alat penyegel yang
dapat bergerak mengangkat pipa lapisan tipis setinggi panjang kemasan, dan membentuk segel
paling atas dan paling akhir dari kemasan. Segel kemasan paling atas ini menjadi segel bagian
bawah dari kemasan berikutnya, dan proses ini terulang lagi. Karena mesin vertical yang
mmbentuk/mengisi/mnyegel diisi sesuai arah gravitasi, mereka terutama digunakan untuk
cairan, bubuk dan produk berbentuk granul.

Sistem pembentuk/pengisi/penyegel secara horizontal umumnya digunakan untuk


produk dengan volume lebih kecil, yang dapat lebih cocok untuk ukuran kemasan yang lebih
datar yang dihasilkan mesin jenis ini. Dalam system ini, jaringan lapisan tipis terlipat sendiri
dan tidak mengelilingi suatu pipa. Sewaktu lipatan lapisan tipis diisi secara horizontal melalui
mesin, suatu pelat yang dapat bergerak membentuk kantung-kantung dalam lapisan itu dengan
cara membuat segel pemisah secara vertical. Produk kemudian ditempatkan ke dalam tiap
kantung, dan segel atas akhir akan terbentuk (Gambar 24-6). Kemasan yang dibuat dengan
mesin pembentuk/pengisi/penyegel secara horizontal biasanya mempunyai segel keliling bersisi
tiga, tetapi ada kemungkinan terjadi variasi-variasi lain, tergantung jenis mesin yang
digunakan.
Mesin horizontal

Untuk menyiapkan tingkat kesempurnaan kemasan yang diperlukan bagi kemasan yang tahan
gangguan pada mesin horizontal maupun vertical, maka haruslah digunakan segel permukaan-
dalam-pada permukaan-dalam. Hal ini memungkinkan pemakaian bahan segel yang efektif
seperti polietilen, etilen vinil asetat (EVA), dari Surlyn, yang bila disegel dengan layak harus
dirobek lebih dulu untuk mendapatkan produknya. Bahan penyegel ini harus digunakan sebagai
bagian dari susunan laminasi supaya diperoleh sifat-sifat yang diperlukan bagi penampilan
bahan kemasan yang layak. Permukaan luar dari laminasi harus merupakan permukaan yang
mudah dicetak dan tahan panas, karena langsung bersentuhan dengan batang-batang pemanas.
Bahan permukaan luar juga digunakan sebagai pembawa substrat, yang memberikan sifat-sifat
mekanis kepada laminasi yang diperlukan untuk penanganan kemasan dan pengemasan secara
maksimal. Lapisan yang paling umum digunakan untuk pembawa substrat ialah kertas.
Polyester, nilon dan selofan juga digunakan bila diinginkan suatu keadaan tembus pandang,
tahan bocor atau mengkilap. Untuk produk yang peka terhadap lembab dan oksigen, umumnya
digunakan kertas timah (foil) sebagai bagian dari laminasi lapisan tipis, dengan foil diapit
seperti sandwich antara lapisan luar dan lapisan segel panas. Laminasi seperti
kertas/polietilen/foil/polietilen dan polyester/polietilen/foil/polietilen umum digunakan sebagai
perintang yang baik. Polyester yang diberi logam digunakan sebagai pengganti foil untuk
pemakaian beberapa kemasan perintang karena biayanya lebih rendah, penampilan yang baik
sekali dan tahan lekukan (Lachman, 1994).

Dan masih ada banyak lagi teknik pengemasan produk farmasi seperti; Penyegel Botol, Segel
Berupa Pita, Tutup yang Mudah Dirobek, Tube yang Disegel, Wadah Aerosol dan Kotak
Karton yang Disegel (Lachman, 1994).

Anda mungkin juga menyukai