Anda di halaman 1dari 53

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.S.B.

M DENGAN
DIAGNOSA MEDIS EFUSI PERIKARDIUM DI RUANGAN
CEMPAKA RSUD PROF. DR.W.Z JOHANNES KUPANG

Di Susun Oleh:

 Dora Miranti (18220007)

Dosen Pengampu:
Alkhusari S,Kep,Ners M,Kes M,Kep

YAYASAN KADER BANGSA


UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG
FAKULTAS KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan yang membahas tentang
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.S.B.M DENGAN DIAGNOSA
MEDIS EFUSI PERIKARDIUM DI RUANGANCEMPAKA RSUD PROF.
DR.W.Z JOHANNES KUPANG” dapat selesai tepat pada waktunya.
Terimakasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam proses penyusunan laporan ini, baik yang terlibat secara langsung
maupun yang tidak.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna
karena keterbatasan yang kami miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
sifatnya membangun dari para pembaca sangat kami harapkan agar
terciptanya laporan yang lebih baik lagi.
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Efusi perikardium ialah penimbunan cairan abnormal dalam rongga


perikardium, yaitu di antara lapisan perikardium parietal dan visceral.Akumulasi
cairan pada efusi perikardium bisa disebabkan infeksi bakteri (tersering
TB),infeksi virus gangguan inflamasi (lupus), gagal ginjal dengan kadar darah
yang kelebihan nitrogen, post operasi jantung, pendarahan setelah tindakan
pembedahan atau cedera dan metastasis maligna ke pericardium.
Metastasis maligna ke cavum perikardium biasanya diikuti pula dengan efusi
pada cavum pleura. Keadaan ini disebut Primary Intrathoracic Malignant Effusion
(PIME). Sebagian besar proses malignansi ini biasanya berasal dari tumor primer
di paru atau payudara, tetapi ada juga tumor primer yang tidak diketahui berasal
dari organ lain Jenis malignansi yang paling sering ditemukan yaitu
adenokarsinoma. Prevalensi dan kejadian efusi perikardium yang disebabkan oleh
perikarditis bakteri terutama bakteri tuberculosis (1-2% dariseluruh kasus TB),
dan dilaporkan bahwa 0,1-21% penderita kanker yang sudah bermetastasis disertai
metastasis pada perikardium pada saat otopsi. Dalam satu seri kasus kanker yang
diotopsi didapatkan bahwa metastase perikardial merupakan penyebab kematian
langsung pada 35% kasus kanker dan penyebab tambahan pada 50% kasus.
Dengan mengetahui tahap penegakan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat
diharapkan dapat memperpanjang masa hidup dan meningkatkan kualitas hidup
penderita.
Diagnosis efusi perikardium didasarkan pada anamnesis, gejala klinik dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis keluhan berupa sesak nafas, nyeri dada,
terkadang demam, dan bengkak.
Sedangkan gejala klinik efusi perikardium tergantung dari jumlah cairan dan
kecepatan penimbunan cairan dalam kavum perikardium. Penderita efusi
perikardial tanpa tamponade sering asimtomatik.

Kurang dari 30% penderita menunjukkan gejala seperti nyeri dada, napas
pendek, ortopnea atau disfagia. Pada pemeriksaan fisik tampak vena leher
terbendung, suara jantung terdengar jauh, tekanan nadi mengecil dan takikardia.
Pada pemeriksaan penunjang, pada EKG didapatkan: elevasi ST difusi (konkaf ),
depresi PR, gelombang T terbalik; 4 stadium yang berkembang dalam hitungan
jam hingga minggu; voltase rendah dan perubahan elektris mungkin terlihat pada
efusi yang terjadi luas. Pemeriksaan CPK-MB atau troponin dapat meningkat
apabila mioperikarditis. Foto rontgen toraks: jika muncul efusi, akan
tampakkardiomegali atau jantung “seperti botol air” (>250 cc cairan); tanda
seperti “biskuit Oreo”(rediolusen antara jantung dengan perikardium anterior pada
foto toraks posisi lateral). Dan pada pemeriksaan ekokardiogram : mungkin
normal atau terlihat efusi pericardium terpisah (fibrin atau tumor). Tindakan
diagnostik selanjutnya dapat dilakukan perikardiosentesis dan dilakukan
pemeriksaan hitung sel, protein total (TP), LDH, glukosa, pewarnaan gram,
kultur, sitologi
Tujuan Penulisan

Tujuan Umum

Tujuan umum pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk menerapkan
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Efusi Pericardium sesuai dengan konsep dan
teori yang didapatkan selama proses pendidikan.
Tujuan khusus

Setelah melakukan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis diharapkan


mampu :
1. Melakukan pengkajian data pada pasien yang menderita penyakit Efusi
Pericardium baik melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaanfisik.
2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien Efusi Perikardium
3. Membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan Efusi
Perikardium.
4. Melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien dengan Efusi
Perikardium.
5. Mengevaluasi atas tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada
pasien Efusi Perikardium.
6. Mendokumentasi semua hasil pengkajian, analisa data, perumusan
diagnosa, rencana tindakan, tindakan yang telah dilakukan, serta
evaluasitindakan.
Manfaat Penulisan

1. Bagi Penulis

Dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam


memberikan asuhan keperawatan serta mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh selama pendidikan.
2. Bagi bInstitusi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam


pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan serta dapat digunakan
sebagai sumber bacaan bagi mahasiswa di Poltekkes Kemenkes Kupang
Jurusan Keperawatan
3. Bagi Lahan praktik

Dapat menjadi bahan masukan bagi perawat di Rumah Sakit untuk


meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang tepat pada pasien
EfusiPerikardiu
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Efusi Perikardium

1. Defenisi

Efusi perikardium adalah penumpukan cairan abnormal dalam ruang


perikardium.Ini dapat disebabkan oleh berbagai kelainan sistemik, lokal atau
idiopatik.Cairan tersebut dapat berupa transudat, eksudat, pioperikardium, atau
hemoperikardium.Efusi perikardium bisa akut atau kronis, dan lamanya
perkembangan memiliki pengaruh besar terhadap gejala-gejala pasien.
Efusi perikardium merupakan hasil perjalanan klinis dari suatu penyakit
yang disebabkan oleh infeksi, keganasan maupun trauma.Gejala yang timbul dari
keadaan efusi perikardium tidak spesifik dan berkaitan dengan penyakit yang
mendasari terjadinya efusi perikardium.
Perikardium terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan dalam atau lapisan serosa
dan lapisan luar atau fibrosa.Bentuk lapisan fibrosa perikardium seperti botol dan
berdekatan dengan diafragma, sternum dan kartílago kosta.Lapisan serosa lebih
tipis dan berdekatan dengan permukaan jantung.Perikardium berfungsi sebagai
barier proteksi dari infeksi atau inflamasi organ-organ sekitarnya.
Jumlah normal cairan perikardium 15-50 ml, disekresi oleh sel
mesotelial.Akumulasi abnormal cairan dalam ruangan perikardium dapat
menimbulkan efusi perikardium.Selanjutnya akumulasi tersebut dapat
menyebabkan peningkatan tekanan perikardium, penurunan cardiac output dan
hipotensi (tamponade jantung). Akumulasi cairan yang sangat cepat akan
mempengaruhi hemodinamik.

2. Patofisiologi

Pada kasus efusi perikardial metastasis perikardial multipel lebih


sering dijumpai pada perikardium parietalis dibandingkan dengan
perikardium viseralis.Tumor ini secara langsung dapat mensekresi cairan
(eksudat), tetapi dapat juga menghalangi aliran limfe
Hal ini diimbangi oleh mekanisme kompensasi berupa takikardia
dan peningkatan kontraksi miokardium. Tetapi jika mekanisme
kompensasi ini dilewati, curah jantung (cardiac output) menurun maka
akan terjadi gagal jantung,syok tergantung dari kecepatan pembentukan
cairan dan distensibilitas perikardium.
Perikardium dapat terinfeksi mikobakterium TB secara hematogen,
limfogen ataupun penyebaran langsung Perikarditis TB sering terjadi
tanpa TB paru maupun TB di luar paru lain. Penyebaran tersering karena
infeksi di nodus mediastinum, secara langsung masuk ke perikardium,
terutama di sekitar percabangan trakeobronkial.. Protein antigen
mikobakterium TB menginduksi delayed hypersensitive response dan
merangsang limfosit untuk mengeluarkan limfokin yang mengaktifasi
makrofag dan mempengaruhi pembentukan granuloma.
Terdapat 4 stadium evolusi perikarditis TB:

3. Stadium fibrinosa: terjadi deposit fibrin luas bersamaan dengan reaksi


granuloma. Stadium ini sering tidak menimbulkan gejala klinis sehingga
tidak terdiagnosis.
4. Stadium efusi : terbentuk efusi dalam kantong perikardium. Reaksi
hipersensitif terhadap tuberkuloprotein, gangguan resorbsi dan cedera
vaskuler dipercaya dapat membentuk efusi perikardium. Permukaan
perikardium menjadi tebal dan berwarna abu-abu tampak seperti bulu-
bulu kusut yang menunjukkan eksudasi fibrin. Efusi dapat berkembang
melalui beberapa fase yaitu: serosa, serosanguinous, keruh atau darah.
Reaksi seluler awal cairan tersebut mengandung sel polimorfonuklear
(PMN). Jumlah total sel berkisar 500-10000/ mm3. Terjadi perubahan
kimiawi yang ditandai dengan penurunan glukosa dan peningkatan
protein. Pada stadium ini dapat terjadi efusi masif sebanyak 4 L.
5. Absorpsi efusi dengan terbentuknya granuloma perkijuan dan penebalan
perikardium. Pada stadium ini terbentuk fibrin dan kolagen yang
menimbulkan fibrosis perikardium. Penebalan perikardium parietal,
konstriksi miokardium akan membatasi ruang gerak jantung dan ada
deposit kalsium di perikardium. Pada kasus ini sudah terjadi penebalan
perkardium parietal dan konstriksi miokardium.
6. Bila volume cairan melebihi "penuh" di tingkat perikardium itu, efusi
perikardial mengakibatkan tekanan pada jantung dan terjadi Cardiac
Tamponade (tamponade jantung) yaitu terjadinya kompresi jantung
akibat darah atau cairan menumpuk di ruang antara miokardium (otot
jantung) dan perikardium (kantung jantung). Kompresi tersebut
menyebabkan fungsi jantung menurun. Tamponade jantung yang
merupakan kompresi jantung yang cepat atau lambat, akibat akumulasi
cairan, pus, darah, bekuan atau gas di perikardium; menyebabkan
peningkatan tekanan intraperikardial yang sangat mengancam jiwa dan
fatal jika tidak terdeteksi. Insidens tamponade jantung di Amerika
Serikat adalah 2 kasus per 10.000 populasi. Lebih sering pada anak laki-
laki (7:3) sedangkan pada dewasa tidak ada perbedaan bermakna (laki-
laki : perempuan - 1,25:1).7 Morbiditas dan mortalitas sangat tergantung
dari kecepatan diagnosis, penatalaksanaan yang tepat dan penyebab.
Pembagian tamponade jantung berdasarkan etiologi dan progresifitas :

1) Acute surgical tamponade: antegrade aortic dissection, iatrogenic dan


trauma tembus kardiak.
2) Medical tamponade: efusi perikardial akibat perikarditis akut, perikarditis
karena keganasan atau gagal ginjal.
3) Low-pressure tamponade: terdapat pada dehidrasi berat.

Pada tamponade jantung terjadi penurunan pengisian darah saat diastolik


karena otot jantung tidak mampu melawan peningkatan tekanan
intraperikardial.
3. Etiologi

Penyebab terjadinya efusi perikardium antara lain:


1. Inflamasi dari pericardium (pericarditis) adalah sebagai suatu respon dari
penyakit, injury atau gangguan inflamasi lain pada pericardium. Pericarditis
dapat mengenai lapisan visceral maupun parietal perikardium
denganeksudasi fibrinosa. Jumlah efusi perikardium dapat bervariasi tetapi
biasanya tidak banyak, bisa keruh tetapi tidak pernah purulen. Bila
berlangsung lama maka dapat menyebabkan adhesi perikardium visceral dan
parietal.
2. Penyebab spesifik dari efusi pericardial adalah :

1) Infeksi dari Virus, bakterial, jamur dan parasit

2) Inflamasi dari perikardium yg idiopatik

3) Inflamasi dari pericardium akibat operasi jantung dan heart attack


(Dressler's syndrome)
4) Gangguan Autoimmune, seperti rheumatoid arthritis atau lupus

5) Produksi sampah dari darah akibat gagal ginjal (uremia)

6) Hypothyroidism

7) HIV/AIDS

8) Penyebaran kanker (metastasis), khususnya kanker paru, kanker


payudara, leukemia, non-Hodgkin's lymphoma atau penyakit Hodgkin's
9) Kanker dari pericardium yang berasal dari jantung

10) Therapy radiasi untuk kanker .

11) Tindakan Chemotherapy untuk kanker

12) Trauma atau luka tusuk didekat jantung


Penyebab tersering efusi perikardium pada keganasan ialah kanker paru dan
payudara (25-35%). Penyebab lainnya ialah : limfoma, kanker saluran cerna, dan
melanoma. Tumor primer perikardium seperti mesotelioma atau
rhabdomiosarkoma jarang sebagai penyebab efusi perikardial. Perluasan langsung
keganasan disekirat jantung seperti kanker esofagus dan paru dapat juga
menyebabkan efusi perikardial. Perikarditis pasca radisi pada penderita kanker
dapat menimbulkan efusi perikardial yang dapat timbul setelah beberapa minggu
sampai 12 bulan.

4. Manifestasi Klinis
Banyak pasien dengan efusi perikardial tidak menunjukkan gejala. Kondisi
ini sering ditemukan ketika pasien melakukan foto dada x-ray atau
echocardiogram untuk mendiagnosa penyakit lain. Awalnya, pericardium dapat
meregang untuk menampung kelebihan cairan. Oleh karena itu, tanda dan gejala
terjadinya penyakit mungkin akan terjadi ketika sejumlah besar cairan telah
terkumpul.

Jika gejala muncul, maka kemungkinan akan terdeteksi dari kelainan organ
di sekitarnya, seperti paru-paru, lambung atau saraf frenik (saraf yang terhubung
ke diafragma). Gejala juga dapat terjadi karena gagal jantung diastolik (gagal
jantung yang terjadi karena jantung tidak dapat berdetak normal seperti biasanya
pada setiap gerakan karena kompresi ditambahkan). Biasanya gejala yang timbul
pada efusi perikardial yaitu :

• Dada seperti ditekan dan terasa sakit

• Sesak Napas

• Terasa mual

• Perut terasa penuh dan kesulitan menelan


Sedangkan gejala efusiperikardial yang
menyebabkan tamponade jantung yaitu :

• Kebiruan pada bibir dan kulit


Gejala klinik tergantung dari jumlah cairan dan kecepatan
penimbunan cairan dalam kavum perikardium. Penderita efusi
perikardial tanpa tamponade sering asimtomatik. Kurang dari 30%
penderita menunjukkan gejala seperti nyeri dada, napas pendek,
ortopnea atau disfagia. Pada pemeriksaan fisik tampak vena leher
terbendung, suara jantung terdengar jauh, tekanan nadi mengecil dan
takikardia. Tamponade jantung memberikan gejala : gelisah, sesak
napas hebat pada posisi tegak dan sesak nafas agak berkurang jika
penderita membungkuk kedepan, takikardia, tekanan nadi
menyempit, pulsus paradoksus (tekanan sistolik turun lebih dari 10
mmHg pada inspirasi), hipotensi sampai syok. Batas jantung
melebar, suarajantung terdengar jauh, terdengar gesekan perikardial,
serta vena leher melebar dan berdenyut.

Gejala klinik tamponade jantung sangat dipengaruhi oleh kecepatan


akumulasi cairan perikardium. Akumulasi lambat memberi
kesempatan kompensasi jantung yang lebih baik yaitu: takikardi,
peningkatan resistensi vaskuler perifer dalam beberapa hari atau
beberapa minggu. Tetapi akumulasi yang cepat akan menimbulkan
peregangan perikardium yang tidak adekuat dan berakibat fatal
dalam beberapa menit.

Pemeriksaan fisis tamponade jantung :

1. Trias Beck meliputi hipotensi, peningkatan JVP dan suara jantung


melemah.
2. Pulsus paradoksus: penurunan tekanan sistolik lebih dari 12 mm Hg
pada saat inspirasi.
3. Kussmaul sign: penurunan tekanan dan distensi JVP yang sebelumnya
meningkat saat inspirasi.
4. Tanda Ewart : gambaran redup di daerah di bawah skapula kiri ; terjadi
pada efusi perikardial luas.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada Efusi Perikardial
diantaranya sebagai berikut :

1. Foto Thorak : dilakukan untuk melihat adanya pembesaran jantung yang


biasanya akan berbentuk globuler. Gambaran jantung seperti ini baru tampak
jika cairan lebih dari 250 ml serta sering juga dijumpai efusi pleura.
2. Echocardiography : merupakan pemeriksaan noninfasif yang palig akurat,
disini akan tampak akumulasi cairan di dalam kantung perikardium. Kadang-
kadang tampak juga adanya metastase pada dinding perikardium.
3. Perikardiosintesis : sebaiknya memakai tuntunan ekokardiografi sehingga
lebih aman. Sekitar 50% cairan aspirat bersifat hemoragik dan 10%
serosanguinus. Pada cairan ini dilakukan pemeriksaan kultur, hitung sel dan
sitologi. Pemeriksaan sitologi cukup sensitif dengan kemempuan diagnostik
sekitar 80%, tetapi hasil negatif palsu sering terjadi pada limfoma maligna
dan mesotelioma. Dalam keadaan demikian dilakukan biopsi perikardium.
4. CT-Scan : dilakukan untuk menentukan komposisi cairan dan dapat me
ndeteksidikitnya 50 ml cairan dan dapat mendeteksi adanya klasiifikasi.
5. MRI : dilakukan untuk mendeteksi sedikitnya 30 ml cairan perikardial, dapat
mendeteksi adanya hemoragik atau tindak. Nodularity/penyimpangan dari
perikardium yang dilihat pada MRI mungkin merupakan indikasi dari efusi
gas.
6. Pemerikasaan laboratorium

a. Pemeriksaan Biokimia

Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat

b. Analisa cairan pleura

- Transudat : jernih, kekuningan

- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan

- Hilothorax : putih seperti susu

- Empiema : kental dan keruh


7. Pemeriksaan lain : katerisasi jarang di perlukan. Disini dijumpai tekanan
diastolik dalam atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis hampir
sama.

6. Penatalaksanaan Medis
Apabila fungsi jantung sangat terganggu, maka perlu dilakukan aspirasi
pericardial (tusukan pada kantung perikardium) untuk mengambil cairan dari
kantung perikardium.Tujuan utamanya adalah mencegah Tamponade jantung
yang dapat menghambat kerja jantung normal.Selama prosedur, pasien harus
dipantau dengan EKG dan pengukuran tekanan hemodinamika. Peralatanresusitasi
darurat juga harus tersedia. Kepala tempat tidur dinaikkan 45-60 derajat,agar
jantung lebih dekat dengan dinding dada sehingga jarum dapat dimasukkan
dengan mudah.
Jarum aspirasi perikardium dipasang pada spuit 50 ml, melalui three-way
stop cock.Lead V (kawat lead perkordial) EKG dihubungkan ke ujung jarum
menghisap dengan perekat aligator, karena EKG dapat membantu menentukan
apakah jarum telah menyentuh perikardium. Bila terjadi tusukan, maka akan
terjadi elevasi segmen ST atau stimulasi kontraksi ventrikel prematur.
Ada berbagi tempat yang mungkin digunakan untuk aspirasi perikardium.
Jarum bisa dimasukkan pada sudut antara batas costa kiri dan sifoid, dekat apeks
jantung, antara rongga kelima dan keenam batas sternum, atau pada batas kanan
sternum pada rongga interkostal keempat. Jarum dimasukkan perlahan hingga
memperoleh cairan.
Bila terjadi penurunan tekanan vena sentral dengan disertai peningkatan
tekanan darah ini menunjukkan tamponade jantungnya sudah hilang. Pasien
biasanya kemungkinan merasa lebih nyaman. Bila cairan dalam perikardium
cukup banyak, maka perlu dipasang kateter untuk mengalirkan perdarahan
ataupun efusi yang kambuh.
Selama prosedur ini dilakukan, perhatikan adanya darah dalam cairan yang
keluar. Darah perikardium tidak akan membeku dengan cepat, sementara darah yang tidak
sengaja terhisap dari bilik jantung akan segera membeku. Cairan perikardium kemudaian
akan dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan tumor, kultur bakteri, analisa kimia dan
serologis serta hitungan jenis sel.

7. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering terjadi pada Efusi Perikardium adalah Tamponade
jantung yaitu situasi yang disebapkan oleh akumulasi cairan dalam ruang perikardial,
sehingga kompromi hemodinamik ventrikel berkurang mengisi dan berikutnya.
Tamponade jantung adalah keadaan darurat medis. Keseluruhan risiko kematian
tergantung pada kecepatan diagnosis, pengobatan disediakan, dan penyebab yang
mendasari tamponade ini.
BAB III
TINJAUAN KASUS ASKEP

A. PENGKAJIAN
Nama mahasiswa : Yuliana Muti NIM
: PO5303201181250
Tempat praktek :RuangCempaka Tanggal
dan jam : 14-07-2019 11.00 wita
IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny S. B. M
Umur : 33 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku bangsa : Indonesia
Agama : Katolik
Pekerjaan : IRT ( Ibu Rumah Tangga )
Pendidikan : SMA
Alamat : Jln. Tuapukan
Penanggung : Umum Nomor registrasi 0513991
Diagnosa medik :Efusi Perikardium Tanggal
MRS : 3 Juli 2019 ( jam: 07:51 )
Penanggung jawab

Nama : Tn. A.R.


Umur : Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jln
Tuapukan Hubungan dengan Pasien
: Istri
RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY)

1. Riwayat sebelum sakit :

Pasien mengatakan sebelum saklit pernah mengalami sakit uluhati tertikam sampai di
belakang, dan mengalami batuk kering kurang lenbih dua bulan
2. Riwayat penyakit sekarang :

pasien mengatakan sakit sebelah kiri abdomen

3. Riwayat kesehatan keluarga :

pasien mengatakan tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti dia.

GENOGRAM
Keterangan : : Kakek

: Nenek

: Anak perempuan

: Pasien

: Anak laki-laki

4. Riwayat kesehatan lingkungan :

Pasien mengatakan tempat tinggalnya bersih dan jauh dari keramayan

5. Riwayat kesehatan lainnya

Tidak ada : tidak ada riwayat kesehatan

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK

6. Keadaan umum : composmentis ( GCS ), ( E : 4, V : 5, M : 6 )

7. Tanda tanda vital , TB dan BB


: TTV : TD : 90/60 mmHg
Nadi : 90 x/menit
RR : 25 x
/menit
S : 110/90
mmhg SpO2 : 99 %
LAINNYA :

TB : 155
cm BB : 39
kg
8. Body sistem :

Pernapasan (B1: BREATHING)

Hidung : Napas cuping hidung, ada retraksi dinding dada

Trachea : Normal ( Lurus )


Suara tambahan : tidak ada suara
tambahan Bentuk dada : Simetris
Cardiovaskuler (B2 : BLEEDING)

Suara jantung : Abnormal, Bunyi S1 dan S 2 abnormal


Edema : Tidak ada
persyarafan : composmentis
Glasgow coma scale (GCS) :
G : 4 V : 5 M :6 nilai total : 15Mata
:
Sklera : Normal
Konjungtiva : Anemis
Pupil : Isokor
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid Refleksi : Patela Positif
Persepsi sensoro :

Pendengaran : Normal
Penciuman : Normal
Pengecapan : Normal
Perabaan : Normal
perkemihan – eliminasi Uri (B4 : BLADER)
Produksi urin : ± 1.800 cc
Frekuensi : ± 12 kali

Warena : Kuning Pekat

Bau : Khas

pencernaan – eliminasi Alvi (B5:


BOWEL) Mulut dan tenggorokan:
Normal Abdomen : Asites
Rektum : Normal

BAB : Selama perawatan ada


BAB Konsistensi : Lunak
Lainnya :-

tulan – otot – integumen (B6 : BONE)


Kemampuan pergerakan sendi : Normal
Parese : Tidak ada
Paralise : Tidak
ada Ekstremitas:
Atas : Normal
Bawah :
Tulang belakang:

Kulit : Normal
Warna kulit : Normal
Akral : Dingin
Turgor : Baik

sistem endokrin

Terapi hormon: Tidak ada

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan fisik :

sistem reproduksi

Perempuan : Tidak ada


keluhan Laki – laki :

POLA AKTIFITAS SEHARI – HARI (actyvity daily living/ADL)

Di rumah
Di rumah
No Aktifitas sakit
Sehat Sakit
1. Pola makan 0 1 3
2. Pola minum 0 1 1
3. Pola eliminasi 0 3 3
4. Pola istirahat / tidur 0 0 0
5. Pola personal hygienis 0 3 3
6. Pola aktifitas 0 3 3
Ketergantungan 0 11 13
Skala pengukuran :

0 : Mampu merawat diri secara penuh


1 : Mmerlukan penggunaan alat
2 : Memerlukan Bantuan atau pengawasan orang lain

3 : Memerlukan Bantuan, pengawasan orang lain dan peralatan

4 : Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan

PSIKOSOSIAL

Sosial interaksi :

Hubungan dengan klien :

Dukungan keluarga : Baik

Dukungan kelompok : Baik

Reaksi saat interaksi : Aktif

Spiritual : Sering beribadah sesuai dengan


keyakinannya Sumber kekuatan /harapan saat ini: Harap kepada Tuhan dan pihak
RS untuk

penyembuhannya

PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM :

DARAH URINE

Hasil Hasil saat


Normal Normal
saat ini ini
Hb 10,4 13,0-18,0 g/dL
Jml Eritrosit 3,86 4,50-6,20 g/uL
Hematokrit 31,9 40,0-54,0 %
MCV 82,6 81,0-96,0 fL
MCH 26,9 27,0-36,0 Pg
MCHC 32,6 31,0-37,0 g/L
RDW-CV 14,8 11,0-16,0 %
RDW-SD 44,6 -
Jlh Lekosit 9,77 4,0-10,0 10^3/ul
Jlh Trombosit 175 150-400 10^3ul
PDW 12,0 9,0-17,0 Fl
MPV 11,0 9,0-13,0 Fl
P-LCR 32,0 -
PCT 0,19 0,17- 0,35 %
Albumin 2,9 3,5-5,2 mg/L
Glukosa sewaktu 124 70-150 mg/L
BUN 23,0 >48 mg/L
Kreatinin darah 1,16 0,7-1,3 mg/L
Kalium darah 3,7 3,5-4,5 mmol/M
Reatinin Darah 102 96-111 mmol/M

Pemeriksaan Urinalisa

Urin Lengkap Konversional, makroskopis

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan


Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Berat jenis 1.020 4,5-8.0
pH 6,0 Negatif
Leukosit Esterase 2+ Leu/uL Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Proyein Negatif Mg/dl Negatif
Glukosa Negatif Mg/dl Negatif
Keton Negatif Mg/dl Negatif
Bilirubin Negatif Mg/dl Negatif
Darah ( blod ) 3+ Mg/dl Negatif
Sendimen
Eritrosit 16-20 /lph Negatif
Leukosit 10-20 /lph 0-5
Silinder Negatif /lph Negatif
Sel epitel Penuh /lph 0-2
Bakteri Negatif Negatif

THERAPI

Nama obat, Dosis,


No Cara pemberian Indikasi Kontraindikasi

1 Furosemid 5 mg/jam
2 Digoksin 2x0,25 mg
3 Spiromilakton 1x 25 mg
4 Ibuproven 3x 600 mg
5 Kulkisin 1x 0,5 mg
6 Infuse NaCl 150 cc/ jam

A. Analisa Data

No. Data Pendukung Penyebab Masalah


1. DS: pasien mengat Iskemik miokard Nyeri akut
Kan nyeri uluhati
DO: pasien
tampak
kesakitan, skala nyeri 3
Hasil pemeriksaan TD:
150/ 90 MmHg, N,
72x
/menti, RR 23 x/ menit
2 DS :pasien tampak Kurangnya suplai Intoleransi aktivitas
lemas,sesak napas, oksigen
batuk DO :
Lendir ( + )
Sesak napas ( + )
Hasil pemeriksaan TD
150/90 MmHg, N 72x /
menit< RR 23 x/ menit,
EKG
3 DS : pasien mengatakan Tirah baring Risiko konstipasi
tidak BAB sejak 2 hari yang lama
DO : hasil pmeriksaan
Perut kembung, TD,
150/ 90 MmHg, N 72 x/
menit, RR 23x/ menit,
bising usus 6x/ menit

B. . DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan iskemik miokard

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen

3. Risiko konstipasi berhubungan dengan tirah baring yang lama

C . Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


1. Nyeri akut berhubungan Goal: pasien akan 1. Lakukan pengkajiann
iskemik miokard bebas dari nyeri nyeri secara
selama dalam komperhensif
perawatan termasuk lokasi,
Objektif: dalam karakteristik, durasi
jangka waktu dan frekuensi
1x24 jam skala 2. Ajarkan pasien dan
nyeri keluarga tentang
berkurang dari 3
menjadi 1, teknik non
pasien tidak farmakologi seperti,
tampak relaksasi nafas
kesakitan, pasien dalam dan distrakasi
tampak rileks 3. Tingkatkan istrahat
pasien
4. Memonitoring tanda-
tanda vital
2. Intoleransi aktivitas Goal: pasien akan 1. Observasi adanya
berhubungan dengan meningkatkan pembatasan klien
kurangnya suplai toleransi terhadap dalam melakukan
oksigen aktivitas selama aktivitas
dalam perawatan 2. Kaji adanya factor
Objektif : dalam yang menyebabkan
jangka waktu 2 x kelelahan
24 jam pasien 3. Bantu pasien
mampu melakukan melakukan aktivitas
aktivitas sehari- seperti personal
hari secara mandiri hygiene, toileting
dan
makan minum

3 Risiko konstipasi Goal : pasien dapat 1. Mendengarkan


berhubungan dengan meningkatkan pergerakan bising
tirah baring yang defekasi secara usus
lama teratur selama dalam 2. Anjurkan pasien
perawatan mengonsumsi
DO : dalam banyak air putih
jangka waktu 3. Anjurkan pasien
1x24 jam defekasi makan makanan
dapat dilakukan yang tinggi serat
secara
Teratur
D. Implementasi dan evaluasi

No Hari/tgl Dx Jam Implementasi Jam Evaluasi


1. Selasa, 1 08.24 1. Melakukan 13:00 S: Pasien
pengkajian nyeri mengatakan nyeri
10/juli
secara sudah berkurang
2018 komperhensif
O: Pasien tampak
termasuk lokasi,
rileks skala nyeri
karakteristik,
berkurang dari 3-1
durasi dan
10.26 A:Masalah teratasi
frekuensi
2. Menggajarkan P:intervensi
kepada pasien Dihentikan
tentang teknik
non farmakologi,
12. 30
(napas dalam).
3. Memonitoring
tanda- tanda
vital
pasien
Selasa, 2 10.50 1. Mengobservasi 13.40 S: pasien
pembatasan klien mengatakan masih
10/juli
dalam lemas
2018 melakukan
O:Pasien tampak
1152 aktivitas
lemas ADL (
2. Mengkaji adanya
toileting) dibantu
fakktor yang
A: masalah teratasi
menyebabkan
Sebagian
12.55 kelelahan
3. Membantu
pasien makan P: intervensi di
minum toileting Lanjutkan
dan personal
hygiene
3 Selasa,10/j 3 10. 30 1. mendengarkan 14.00 S : pasien
pergerakan bising mengatakan belum
uli 2018
usus pasien ( BAB
6x/mnt)
O : bising
11.33 2. menganjurkan
usus 6x/menit
pasien banyak
minum air putih A : masalah
12.37 3. menganjurkan belum teratasi
pasien makan
makanan yang tinggi
Serat
P : intervensi di
lanjutkan
APALLIC SYNDROME : KERUSAKAN OTAK YANG SANGAT SERIUS

Di Susun Oleh:
 Dora Miranti (18220007)

Dosen Pengampu:
Alkhusari S,Kep,Ners M,Kes M,Kep

YAYASAN KADER BANGSA


UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG
FAKULTAS KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga laporan yang membahas tentang “APALLIC SYNDROME : KERUSAKAN OTAK
YANG SERIUS” dapat selesai tepat pada waktunya.Terimakasih kami sampaikan kepada pihak-
pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan ini, baik yang terlibat secara
langsung maupun yang tidak. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna
karena keterbatasan yang kami miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun
dari para pembaca sangat kami harapkan agar terciptanya laporan yang lebih baik lagi.
BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Apallic Syndrome (AS) juga disebut Unresponsive Wakefulness Syndrome (UWS) dan Persistant Vegetative State.
Ini adalah hasil dari cedera otak traumatis seperti degenerasi korteks dan serebral bilateral serebral dan anoksia,
atau ensefalitis yang menyebabkan otak menghentikan kemampuan untuk menciptakan pikiran, merasakan
sensasi, dan mengingat kejadian masa lalu.

Beberapa pasien terbangun dari koma (yaitu membuka mata) namun tetap tidak responsif (yaitu hanya
menunjukkan gerakan refleks tanpa respon terhadap perintah) dan tidak menunjukkan tanda-tanda kesadaran.
Sindrom ini telah menciptakan keadaan vegetatif terjaga. Pasien juga bisa bernafas tanpa bantuan alat mekanik
sambil tetap menjaga detak jantung secara teratur.

Jumlah mekanisme komunikasi dan kognitif terbatas pada Apallic Syndrome (AS). Pasien mungkin bisa
menelan, mendengus, tersenyum, atau mengerang tanpa stimulus eksternal. Mereka juga tidak bisa mematuhi
perintah lisan. Sindrom ini pertama kali dijelaskan pada tahun 1940 oleh Ernst Kretschmer yang menyebutnya
Apallic Syndrome. Istilah negara vegetatif yang gigih diciptakan pada tahun 1972 oleh ahli bedah tulang
belakang Skotlandia Bryan Jennett dan ahli saraf Amerika Fred Plum untuk menggambarkan sebuah sindrom
yang tampaknya dimungkinkan oleh peningkatan kemampuan obat untuk menjaga agar tubuh pasien tetap hidup.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

a. Definisi
Apallic Syndrome (AS) juga disebut Unresponsive Wakefulness Syndrome (UWS) dan Persistant
Vegetative State. Ini adalah hasil dari cedera otak traumatis seperti degenerasi korteks dan serebral bilateral
serebral dan anoksia, atau ensefalitis yang menyebabkan otak menghentikan kemampuan untuk
menciptakan pikiran, merasakan sensasi, dan mengingat kejadian masa lalu. Beberapa pasien terbangun
dari koma (yaitu membuka mata) namun tetap tidak responsif (yaitu hanya menunjukkan gerakan refleks
tanpa respon terhadap perintah) dan tidak menunjukkan tanda-tanda kesadaran. Sindrom ini telah
menciptakan keadaan vegetatif terjaga. Pasien juga bisa bernafas tanpa bantuan alat mekanik sambil tetap
menjaga detak jantung secara teratur.Jumlah mekanisme komunikasi dan kognitif terbatas pada Apallic
Syndrome (AS). Pasien mungkin bisa menelan, mendengus, tersenyum, atau mengerang tanpa stimulus
eksternal. Mereka juga tidak bisa mematuhi perintah lisan. Sindrom ini pertama kali dijelaskan pada tahun
1940 oleh Ernst Kretschmer yang menyebutnya Apallic Syndrome. Istilah negara vegetatif yang gigih
diciptakan pada tahun 1972 oleh ahli bedah tulang belakang Skotlandia Bryan Jennett dan ahli saraf
Amerika Fred Plum untuk menggambarkan sebuah sindrom yang tampaknya dimungkinkan oleh
peningkatan kemampuan obat untuk menjaga agar tubuh pasien tetap hidup.

b. Gejala Yang Ditimbulkan Oleh Apallic Syndrome (AS)


.1. Tanda dan gejala sebagian besar pasien tidak responsif terhadap rangsangan eksternal dan kondisinya
terkait dengan tingkat kesadaran yang berbeda.

2. Mata pasien mungkin berada dalam posisi yang relatif tetap, atau melacak benda bergerak, atau bergerak
dengan cara yang berbeda (sama sekali tidak sinkron). Mereka mungkin mengalami siklus tidur-bangun,
atau berada dalam keadaan terjaga kronis.

3. Mereka mungkin menunjukkan beberapa perilaku yang dapat ditafsirkan sebagai timbul dari kesadaran
parsial, seperti menggiling gigi, menelan, tersenyum, meneteskan air mata, mendengus, mengerang, atau
menjerit tanpa stimulus eksternal yang nyata.

4. Jarang menggunakan peralatan yang mendukung kehidupan selain tabung makanan karena batang
otak, pusat fungsi vegetatif (seperti denyut jantung dan ritme, pernapasan, dan aktivitas gastrointestinal)
relatif utuh
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
SINDROMA NEFROTIK DIRUANGAN RAWAT
ANAK IRNA KEBIDANAN DAN ANAK
RSUP.Dr.M.DJAMIL PADANG

Di Susun Oleh:
 Dora Miranti (18220007)

Dosen Pengampu:
Alkhusari S,Kep,Ners M,Kes M,Kep

YAYASAN KADER BANGSA


UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG
FAKULTAS KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga laporan yang membaha dapat selesai tepat pada waktunya.Terimakasih kami
sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan ini, baik
yang terlibat secara langsung maupun yang tidak. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh
dari kata sempurna karena keterbatasan yang kami miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
sifatnya membangun dari para pembaca sangat kami harapkan agar terciptanya laporan yang lebih
baik lagi.
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sindrom Nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering ditemukan pada anak, dan didefinisikan
sebagai kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya kerusakan glomerulus yang terjadi pada anakdengan
karakteristik proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Suradi & Yuliani, 2010).Sejumlah anak
dengan sidroma nefrotik yang mengalami kekambuhandapat berkurang secara bertahap sesuai dengan
bertambahnya usia anak. Insiden yang ditemukan pada Sindroma Nefrotik yaitu angka mortalitas dan prognosis
anak bervariasi berdasarkan penyebab, keparahan, tingkat kerusakan ginjal, usia anak serta respon anak terhadap
pengobatan. Penyakit ini sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan (Betz & Sowden,
2009)Insidens Sindroma Nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris terdapat 2-7 kasus
baru per 100.000 anak dalam satu tahun, dengan prevalensi berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak. Di negara
berkembang insidensinya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang
dari 14 tahun.Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1 (Konsensus IDAI, 2012 dalam Arif Y. Prabowo,
2014).Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurisya, dkk (2014) di Rumah Sakit Dr. Hasan
Sadikin (RSHS) Bandung dan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bandung, di dominasi oleh laki-laki dengan rasio
laki-laki berbanding perempuan 1,4:1. Hasil ini sesuai pula dengan yang dikemukakan oleh Niaudet serta Dolan
dan Gill bahwa penderita SN anak laki-laki lebih banyak dari pada anak perempuan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

Konsep Dasar Kasus Sindroma


Nefrotik 1.Pengertian
Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus. Peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein plasma yang dapat menyebabkan terjadinya proteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia dan edema (Betz & Sowden, 2009).
Sindroma Nefrotik merupakan penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah,
2014).Peredaran Darah Ginjal Fisiologis Ginjal mendapatkan darah dari arteri renalis yang merupakan cabang dari
aorta abdominalis. Arteri renalis memiliki cabang yang besar yaitu arteri renalis anterior dan juga memiliki cabang
yang kecil yaitu arteri renalis posterior. Cabang anterior memberikan darah untuk ginjal anterior dan ventral
sedangkan cabang posterior memberikan darah untuk ginjal posterior dan dorsal. Diantara kedua cabang ini
terdapat suatu garis yaitu Brudels Line yang terdapat disepanjang margo lateral dari ginjal. Pada garis ini tidak
terdapat pembuluh darah, sehingga kedua cabang ini akan menyebar hingga kebagian anterior dan posterior dari
kolisis sampai ke medula ginjal yang terletak diantara piramid dan disebut dengan arteri interlobularis yang
berjalan tegak kedalam korteks dan berakhir sebagai vasa aferen glomerulus untuk 1-2 glomerulus, ploksus kaliper
sepanjang sepanjang tubulus dan melingkar didalam korteks serta sebagai pembuluh darah yangmenembus kapsul
Bowman.

2.Etiologi
Ngastiyah, (2014) mengatakan bahwa belum pasti diketahui penyebab Sindroma Nefrotik, namun akhir-akhir ini
dianggap sebagai penyakit autoimun. Umumnya, etiologi Sindroma Nefrotik dibagi menjadi:
1. Sindroma Nefrotik Bawaan
Sindroma Nefrotik Bawaan diturunkan sebagai resesif autosomal, klienini biasanya tidak merespon terhadap
pengobatan yang diberikan. Adapun gejala yang biasanya terjadi yaitu edema pada masa neonatus. Umumnya,
perkembangan pada klien terbilang buruk dan klien akan meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.

3.Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibatpada hilangnya protein plasma dan
kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria akan dapat mengakibatkan hipoalbuminemia.
Dengan menurunnya jumlah albumin, terjadilah penurunan tekanan osmotik plasma sehingga cairan intravaskuler
akanberpindah ke interstisial. Perpindahan cairan tersebut mengakibatkan volume cairan intravaskuler berkurang
dan terjadilah kondisi hipovolemik pada pasien, kondisi hipovolemik ini jika tidak segera diatasi akan berdampak
pada hipotensi.
Rendahnya volume cairan pada intravaskuler ini akan mempengaruhi aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan
kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi antidiuretik hormon (ADH)
dan sekresi aldosteron yangmengakibatkan retensi terhadap natrium dan air yang berdampak pada edema.
Penurunan daya tahan tubuh juga mungkin terjadi akibat hipoalbuminemia, jika tidak segera diatasi pasien dengan
Sindroma Nefrotik akan rentan terhadap infeksi seperti peritonitis
4.Manifestasi Klinis
Walaupun gejala pada anak akan bervariasi seiring dengan perbedaan proses penyakit, gejala yang paling sering
berkaitan dengan sindroma nefrotik adalah:
Penurunan haluaran urine dengan warna gelap dan berbusa.
Retensi cairan dengan edema berat (edema fasial, abdomen, area genitalia dan ekstremitas).
Distensi abdomen karena edema yang mengakibatkan sulit bernapas, nyeriabdomen, anoreksia dan diare.
Pucat.
Keletihan dan intoleransi aktivitas.
Nilai uji laboratorium abnormal seperti proteinuria > 2gr/m2/hari, albuminserum < 2gr/dl, kolesterol serum
mencapai 450-1000mg/dl.
(Betz & Sowden, 2009)

5.Penatalaksanaan
Menurut Betz & Sowden, (2009) penatalaksanaan medis untuk sindrom nefrotik meliputi :
Pemberian kortikosteroid seperti prednison atau prednisolon untuk menginduksi remisi. Dosis akan diturunkan
setelah 4 sampai 8 minggu terapi. Jika pasien mengalami kekambuhan, maka perlu diberikan kortikosteroid
dengan dosis tinggi untuk beberapa hari.
Penggantian protein, hal ini dapat dilakukan dengan pemberian albumin melalui makanan atau melalui intravena.
Pengurangan edema.

BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Deskripsi Kasus
An. A (participant 1) laki-laki berusia 38 bulan datang dibawa orangtuanyake RSUP.Dr.M.Djamil Padang pada
22 Mei 2017 pukul 22.05 wib melaluiIGD RSUP.Dr.M.Djamil Padang dengan rujukan dari RSUD Pariaman. Ibu
pasien mengeluhkan anak mengalami sembab pada seluruh bagiantubuhnya, tanda-tanda vital anak
menunjukkan TD 150/100 mmHg, nadi 112x/i, pernapasan 24x/i dan suhu 36,8oC. Diagnosa medis anak adalah
Sindroma Nefrotik.

An.R (participant 2) perempuan berusia 14 tahun datang dibawa ibu dan kakaknya ke RSUP.Dr.M.Djamil Padang
pada 18 Mei 2017 pukul 17.10 wib melalui IGD RSUP.Dr.M.Djamil Padang untuk melaksanakan kemoterapi
CPA yang kelima, keluhan keluarga saat ini anak mengalami sembab pada tangan dan kaki serta mengalami
demam dan anak mengalami penurunan nafsu makan, tanda-tanda vital anak menunjukkan TD 100/60 mmHg,
nadi 82x/i, pernapasan 21x/i dan suhu 38,5oC. Diagnosa medis anak saat ini adalah SLE + Sindroma Nefrotik.
Asuhan Keperawatan
PARTICIPANT 1 PARTICIPANT 2
1. Hasil Pengkajian
An.R perempuan berusia 14 tahun
An.A laki-laki berusia 38 bulandibawa dibawa ke
ke RSUP.Dr.M.Djamil Padang pada RSUP.Dr.M.Djamil Padangpada
tanggal 22 Mei 2017 pukul 22.05 wib tanggal 18 Mei 2017 pukul
melalui IGDrujukan dari RSUD. 17.10 wib melalui IGD. Pasien
Pariaman.Pasien datang dengan keluhan datang untuk melakukan
edema pada seluruh bagian tubuh kemoterapi ke-5. An.R di rawat di
selama ± 2 hari, urine sedikit dan ruang Akut IRNA Kebidanandan
berwarna gelap serta mengalami anak dengan diagnosamedis SLE
hematurie. An.A di rawat di ruang Akut + Sindroma Nefrotik.
IRNA Kebidanan dan anak dengan
diagnosa medis Sindroma Nefrotik.
Data hasil pengkajian riwayat sekarang, Data hasil pengkajian riwayat
pada 24 Mei 2017 pukul sekarang, pada 24 Mei 2017
14.30 wib dengan hari rawatan ke-2 pukul 16.00 wib dengan hari
pasien mengalami edema padabagian rawatan ke-6 pasien mengalami
tubuh meliputi palpebra, pipi, edema pada bagian punggung
ekstremitas, skrotum dan asites, pasien kaki dan punggung tangan,
sedikit rewel, berat badan sebelum sakit demam sejak ± 1 minggu, pasien
9,5 kg dan saatini berat badan pasien 12 tidak menghabiskanmakanannya
kg. dan berat badan saat ini 29 kg.

Pada riwayat kesehatan dahulu, pasien Pada riwayat kesehatan dahulu,


sudah pernah dirawat 3x karena pasien sudah mengalami SLEdan
penyakit yang sama, selama dirumah Sindroma Nefrotik sejak ± 1,5
pasien mudah demam dan orangtuan tahun. Pasien mudahmengalami
biasa membelikan obat diwarung saja. demam dan sudahdirawat 5x
Jika pasien mengkonsumsi makanan untuk kemoterapi CPA.
ringan siap saji, biasanya edema akan
muncul.

Data hasil pemeriksaan fisiksebagai Data hasil pemeriksaan fisik


berikut: TD 150/100 mmHg(sistol 80- sebagai berikut: TD 100/60
100 mmHg dan diastol 60mmHg), nadi mmHg (sistol 80-100 mmHg dan
112x/i (105x/ menit), pernapasan 24x/i diastol 60 mmHg), nadi 82x/i
(21-30x/menit),suhu 36,8oC (36,5 - (85x/menit), pernapasan 21x/i
37,5oC) dan kesadaran kompos mentis. (18-22x/menit), suhu38,5oC
Beratbadan pasien saat dilakukan (36,5 - 37,5oC) dan
penimbangan 12 kg. Namun, kesadaran kompos mentis. Berat
sebelumnya hanya 9,5 kg dan tinggi badan pasien saat dilakukan
badan 85 cm. penimbangan 29 kg. Namun,
sebelumnya mencapai36 kg dan
tinggi badan 152 cm.
Pada bagian mata, pasien edema pada Pada ekstremitas atas hasil
palpebra. Abdomen terlihat mengkilat pengukuran lingkar lengan atas
dan tegang, saat dipalpasiteraba 19 cm, terdapat edema pada
distensi, lingkar perut 61 cm.Pada punggung tangan dan jari-jaridan
ekstremitas atas ditemukanedema pada ditemukan pula edema pada
jari, punggung tangan hingga batas ekstremitas bawah bagian
lengan, ekstremitasbawah ditemukan punggung kaki. Turgor kulit
edema pada punggung kaki hingga kembali dengan cepat. Tidak
bagian paha. Turgor kulit kembali ditemukan adanya edema labia.
dengan cepat. Pada genitalia ditemukan
edemapada skrotum.

Data pengkajian kegiatan sehari- Data pengkajian kegiatan


hari, pasien mendapatkan makanan sehari-hari, pasein
dari rumah sakit berupa nasi, lauk, mendapatkan makanan dari
sayur, buah (MB Nefrotik 1100 rumah sakit berupa nasi, lauk,
kkal, protein 20 gr/day, garam 1 sayur, buah (MB DN 2048
gr/day) dan menghabiskan 1 porsi, kkal, protein 30 gr/day, lemak
cairan yang dikonsumsi selama 1 36,4 gr/day) dan
hari ±1200 cc, tidur siang ±3 jam menghabiskan ¼ porsi, cairan
dan malam hari mulai tidur pada yang dikonsumsi selama 1 hari
pukul 22.00 wib dan terbangun ±1000 cc, tidur siang ±2jam
pada 06.00 wib (8 jam). Dalam dan malam hari mulai tidur
sehari, pasien BAK 5x (±900 cc) pada pukul 23.00 wib dan
berwarna kuning kecokelatan, terbangun pada pukul 06.00
namun 3 hari sebelum wib (7 jam). Dalam sehari,
dirawat
pasien mengalami hematurie dan pasien BAK 5x (±800 cc)
kebiasaan BAB 1x sehari berwarna kekuningan dan
konsistensi lembek dan berwarna kebiasaan BAB 1x
sehari
kuning kecokelatan. konsistensi lembekdan
berwarna kuning kecokelatan.

Data hasil pemeriksaan penunjang Data hasil pemeriksaan


pada tanggal22 Mei 2017 penunjang pada tanggal 18 Mei
didapatkan total protein 3,2 gr/Dl 2017 didapatkan nilai asam urat
(6,6-8,7 gr/dL), albumin 7,5 mg/dL ( 2,4-5,7 mg/dL),
1,1
gr/dL(3,8-5,0 gr/dL), nilai natrium totalkolesterol 237
mg/dl
128 Mmol/L (136-145 Mmol/L) dan (<200 mg/dl),nilai natrium
kalsium 7,6 mg/dL (8,1-10,4 130 Mmol/L (136-145
mg/dL). Data hasil urinalisa pada Mmol/L), total protein 6,3
22 Mei 2017 didapatkan protein +2 gr/dL (6,6-8,7 gr/dL), albumin
dalam urine. 2,4 gr/dL (3,8-5,0 gr/dL). Data
hasil urinalisa pada 18 Mei
2017 didapatkan protein +2
dalam urine.

Data terapi pasien antara lain Data terapi pasien antara lain
Prednison 1-1-2 tab, Captopril Methylprednisolon 1x24 mg,
3x12,5 mg, Nifedipin 3x2 Captopril 3x12,5 mg,
mg, Vit.C
Lasix 2x10 mg, Simfastatin 1x10 3x100 mg, Bicnat 3x3 mg,
mg, Cefixime 2x25 mg Luminal 2x60 mg, Cefixime
2x150 mg, Allopurinol 3x100
mg, Calc 3x500 mg

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisa data yang
Berdasarkan analisa data yangpeneliti
peneliti lakukan, maka masalah
lakukan, maka masalah keperawatan
keperawatan yang muncul
yang muncul pada An.A 1) kelebihan
pada An.R 1)
volume cairan
hipertermi
berhubungan dengan penurunan berhubungan dengan penyakit.
tekanan osmotik koloid, datasubjektif: Data subjektif: Tn.Rmengatakan
Ny.J mengatakan anaknyamengalami adiknya demam dan badannya
sembab pada hampirseluruh bagian teraba hangat. Data objektif: suhu
tubuh (mata, pipi, perut, kaki, tangan, 38,5oC, kulit teraba hangat, wajah
kelamin), sedikit rewel, minum ±1200 memerah, leukosit 5.700/mm3.
cc dan BAK ±900 cc. Data objektif:
edemapada palpebra, pipi, punggung
tangan hingga batas lengan, punggung
kaki hingga paha, skrotum, abdomen,
anak terlihatgelisah, saat dilakukan
penimbangan berat badan pasien 12 kg,
sebelum sakit 9,5 kg, nilainatrium 128
Mmol/L (136-145Mmol/L) dan kalsium
7,6 mg/dL (8,1-10,4 mg/dL).
Pada diagnosa 2) risiko infeksi dengan
faktor risiko Pada diagnosa 2)
ketidakadekuatan pertahanan ketidakseimbangan nutrisi
sekunder didukung oleh datasubjektif: kurang dari kebutuhan tubuh
orangtua mengatakan pasien sudah 3x berhubungan dengan faktor
dirawat karenapenyakit yang sama dan biologis diperoleh data subjektif:
mudah demam. Data objektif: terpasang Tn.R mengatakan adiknya terlihat
tryway di vena radialis dextra, total pucat dan tidak menghabiskan
protein 3,2 gr/dL, albumin 1,1 gr/dL, makanan, pasien mengeluh rasa
leukosit 11.7600/mm3. makanan hambar. Data objektif:
mukosa mulut kering, bibir pecah-
pecah, LILA 19 cm, berat badan
saat ini 29 kg, berat badan
Diagnosa 3) defisiensi pengetahuan sebelumnya 36 kg, HDL 21
berhubungan dengan kurangnya mg/dL (dislipidemia), diit MBDN
informasi, data subjektif: ibu 2048 kkal dengan protein30 gr
mengatakan sangat khawatir dengan dan lemak 36,4 gr, habis
kondisi anaknya saat ini, belum ¼ porsi.
mendapatkan informasi yang jelas Diagnosa 3) risiko infeksi dengan
mengenai penyakit anaknya, panik jika faktor risiko
melihat anaknya tiba-tiba sembab saat ketidakadekuatan pertahanan
berada dirumah. Data objektif: orang sekunder, data subjektif: Tn.R
tua pasien bingung ketika ditanya mengatakan adiknya sering
tentang penyakit anaknya, terlihat mengalami demam dan sudah
sangat antusiassaat dijelaskan tantang ±1,5 tahun didiagnosa SLE +
penyakit yang diderita anaknya. Sindroma Nefrotik. Dataobjektif:
total protein 6,3 gr/dL, albumin
2,4 gr/dL.
Diagnosa 4) kelebihan volume
cairan berhubungan dengan
penurunan tekanan osmotik
koloid, data subjektif: Tn.R
mengatakan adiknyamengalami
sembab pada punggung tangan
danpunggung kaki hingga lutut.
Data objektif: edema pada
punggung tangan danpunggung
kaki hingga lutut,BB saat ini
29, sebelum sakit
36 kg, minum ±1000 cc dan BAK
±800cc, nilai natrium 130
Mmol/L.

3. Intervensi Keperawatan

Berdasarkan masing-masingdiagnosa Berdasarkan masing-masing


yang telah peneliti rumuskan maka diagnosa yang telah peneliti
dibuat intervensi keperawatan sebagai rumuskan maka dibuatintervensi
berikut: 1) kelebihan volume cairan keperawatan sebagai berikut: 1)
berhubungan dengan penurunan hipertermi berhubungan
tekanan osmotik koloid, tujuannya dengan
tekanan darah dalam batas normal, penyakit, tujuannya
keseimbangan intake dan outputdalam keseimbangan antara produksidan
24 jam, berat badan stabil,edema kehilangan panas, tanda- tanda
berkurang, tidak ditemuka asites, nilai vital dalam batas normal. Rencana
elektrolit dalam batasnormal. Rencana intervensi tersebut adalah a)
intervensinyaadalah a) manajemen perawatan demam, aktivitas
cairan,aktivitas keperawatannya seperti keperawatannyaseperti
timbang berat badan setiap hari dan monitor suhu, monitor
monitor status pasien, jaga dan catat intake/output, berikan terapi
intake/output, monitor statushidrasi, antipiretik, b) pengaturan suhu,
monitor tanda-tanda vital pasien, aktivitas keperawatannya
monitor kelebihan cairanatau retensi seperti monitor warna dan suhu
(misalnya edema, distensi vena kulit, monitor tanda-tanda
jugularis dan edema), hipertermi, tingkatkan intake
b) monitor cairan, aktivitas nutrisi. c) monitor tanda-tanda
keperawatannya seperti tentukan vital, aktivitas keperawatannya
riwayat, jumlah dan tipe intake/output, seperti monitor kualitas nadi,
monitor serum dan elektrolit urine, monitor adanya pola napas
monitor TD, HR dan RR, catat abnormal.
intake/output akurat,
c) monitor tanda-tanda vital,aktivitas
keperawatannya sepertimonitor tekanan
darah, nadi, suhu dan status pernapasan
dengan tepat, monitor irama dan laju
pernapasan, monitor warna kulit, suhu
dan kelembaban, monitor sianosis
sentral dan perifer.

Pada diagnosa keperawatan 2)risiko Pada diagnosa keperawatan 2)


infeksi, tujuannyamengidentifikasi ketidakseimbangan nutrisikurang
faktor risikoinfeksi, mengidentifikasi dari kebutuhan tubuh, tujuannya
tanda dan gejala infeksi, asupan gizi asupan gizi,makanan dan cairan
klien adekuat, ratio berat badan/tinggi adekuat, rasio berat badan/ tinggi
badan ideal, status hidrasi adekuat. badan mencapai ideal. Intervensi
Intervensi yang direncanakan adalah a) yang direncanakan adalah a)
kontrol infeksi, aktivitas Terapinutrisi, aktivitas
keperawatannya seperti batasijumlah keperawatannya
pengunjung, anjurkan pasienmengenai sepertilengkapi pengkajian
teknik cuci tangan yang benar, anjurkan nutrisisesuai kebutuhan, monitor
pengunjung untukmencuci tangan saat intruksi diet yang sesuai untuk
memasuki dan meninggalkan ruangan memenuhi kebutuhan nutrisi
pasien, b) monitor nutrisi, aktivitas pasien perhari sesuaikebutuhan,
keperawatannya seperti timbangberat berikan nutrisi yang dibutuhkan
badan pasien, lakukan pengukuran sesuai denganbatasan anjuran
antropometri pada komposisi tubuh, diet, b) monitornutrisi,
monitor kecenderungan naik dan aktivitas
turunnya berat badan anak, identifikasi keperawatannya seperti
perubahan berat badan terakhir, c) timbang berat badan pasien,
pengecekan kulit, aktivitas lakukan pengukuran
keperawatannya seperti amatiwarna, antropometrik pada komposisi
kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, tubuh, monitor
edema dan ulserasi pada ekstremitas, kecenderungan naik dan turunnya
monitor warnadan suhu kulit, monitor berat badan anak, identifikasi
warna kulit untuk memeriksa adanya perubahan berat badan terakhir,
ruam atau lecet, monitor kulit untuk monitor adanya mual dan muntah,
adanya kekeringan atau kelembaban, identifikasi abnormalitas
monitor infeksi, terutama dari daerah eliminasi bowel, monitor diet dan
edema. asupan kalori,
c) penahapan diet, aktivitas
keperawatannya seperti berikan
nutrisi peroral sesuaikebutuhan,
Untuk diagnosa keperawatan 3) monitor toleransi peningkatan
diet, tawarkankemungkinan
makan 6 kali dalam porsi kecil,
ciptakan lingkungan yang
memungkinkan.
defisiensi pengetahuan, tujuannya
berinteraksi positif dengan anak, Untuk diagnosa keperawatan 3)
membantu menyediakan kebutuhanfisik risiko infeksi tujuannya
anak, memberikan nutrisi sesuai mengidentifikasi faktor risiko
kebutuhan, menggambarkan perilaku infeksi, mengidentifikasi tandadan
yang mengurangi resiko tinggi. gejala infeksi, asupan gizi klien
Intervensinya adalah a) pengetahuan adekuat, ratio beratbadan/tinggi
manajemen penyakit, aktivitas badan ideal. Intervensi yang
keperawatan seperti memberikan direncanakanadalah a) kontrol
pendidikan kesehatan b) perilaku patuh infeksi, aktivitas
diit yang disarankan, seperti keperawatannya
memberikan informasi tentang diit yang seperti batasi jumlahpengunjung,
didapatkan anak. anjurkan pasien mengenai teknik
cuci tanganyang benar, anjurkan
pengunjung untuk mencucitangan
saat memasuki danmeninggalkan
ruangan pasien,
b) monitor
nutrisi, aktivitas
keperawatannya seperti
timbang berat badan
pasien, lakukan
pengukuran antropometri pada
komposisi
tubuh,
monitorkecenderungan

naik
dan
turunnya berat
badan
anak,identifikasi
perubahan

beratbadan terakhir, c)
pengecekankulit, aktivitas
keperawatannyaseperti

amati
warna,kehangatan,
bengkak, pulsasi,tekstur, edema
dan ulserasi padaekstremitas,
monitor warna dansuhu kulit,
monitor warna kulituntuk
memeriksa adanya ruamatau
lecet, monitor kulit untukadanya

kekeringan

ataukelembaban,
monitor
infeksi,terutama
dari daerah edema. Pada diagnosa
keperawatan 4)kelebihan

volume
cairanberhubungan

dengan
penurunan tekanan osmotik
koloid, tujuannya
tekanandarah
dalam
batas normal,
keseimbangan
intake
danoutput dalam
24 jam, beratbadan stabil, edema
berkurang,tidak ditemuka
asites, nilai
elektrolit dalam batas normal.
Rencana intervensi tersebut
diantaranya a) manajemen cairan,
aktivitas
keperawatannya seperti
timbang berat badan setiap hari
dan monitor status pasien, jaga
dan catat intake/output, monitor
status hidrasi, monitor tanda-
tanda vital pasien, monitor
kelebihan cairan atau retensi
(misalnya edema, distensi vena
jugularis dan edema), b)monitor
cairan, aktivitaskeperawatannya
sepertitentukan riwayat,
jumlah dan tipe intake/output,
monitorserum dan elektrolit urine,
monitor TD, HR dan RR, catat
intake/output akurat, c) monitor
tanda-tanda vital, aktivitas
keperawatannya seperti monitor
tekanan darah, nadi, suhu dan
status pernapasan dengan tepat,
monitor irama dan laju
pernapasan, monitor warna kulit,
suhu dan kelembaban,monitor
sianosis sentral danperifer.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang
Implementasi keperawatan yang dilakukan peneliti selama
dilakukan peneliti selama pengelolaan pengelolaan kasus 5 hari untuk
kasus 5 hari untukdiagnosa diagnosa keperawatan 1)
keperawatan 1) kelebihanvolume cairan hipertermi berhubungandengan
berhubungan dengan penurunan penyakit yaitu a) monitor suhu,
tekanan osmotik koloid, dilakukan hasilnya 38,5oC
tindakankeperawatan meliputi a) b) monitor warna kulit, tidak
menimbang berat badan dengan hasil 12 ditemukan kemerahan dan
kg b) memonitor tanda- tanda vital bengkak c) memberikan
yaitu TD 150/100mmHg, nadi 112x/i, paracetamol 300 mg, d)
pernapasan 24x/i dan suhu 36,8oC c) mengajarkan keluarga kompres
memantau hangat.
retensi cairan yaitu piting edema
positif, d) menilai luas dan lokasi
edema hasilnya edema pada (palpebra,
ekstremitas, skrotum)dan asites, e) Selanjutnya, implementasi
memantau intake/output yaitu intake keperawatan untuk diagnosa
cairan keperawatan 2)
±1200cc dan output ±900cc, f) ketidakseimbangan nutrisi kurang
memberikan Lasix 2x10mg dari kebutuhan tubuhberhubungan
Selanjutnya,implementasi keperawatan dengan faktor biologis yaitu a)
untuk diagnosakeperawatan menimbang berat badan, berat
2) risiko infeksi dengan faktor badan pasien
risikoketidakadekuatan 29 kg, b) memantau adanya mual
pertahanansekunder yaitu a) muntah, c) memberikan DN 2048
memberikan Cefixime 2x25 mg, b) kkal habis ¼ porsi, d) memotivasi
mengajarkan pasien dan keluarga cara pasien untuk makan, e) pantau
mencucitangan dengan benar, c) sebab penurunan nafsu makan.
melakukan pengecekan kulit terkait
adanya tanda gejala infeksi seperti
bengkak dan kemerahan, d) Implementasi keperawatanuntuk
memberikan diit MB Nefrotik 1100 diagnosa keperawatan 3) risiko
kkal, e) melakukan pengukuran suhu infeksi dengan faktor risiko
hasilnya suhu 36,8oC, f) memantau ketidakadekuatan
adanya peningkatan atau penurunan pertahanan sekunder yaitu a)
berat badan, berat badan 12 kg. memberikan Cefixime 2x150mg,
Implementasi keperawatan untuk b) mengajarkan pasien dan
diagnosa keperawatan 3) defisiensi keluarga cara mencuci tangan
pengetahuan berhubungandengan dengan benar, c) melakukan
kurang informasi yaitu a) menggali pengecekan kulit, tidakditemukan
pengetahuan orangtua tentang penyakit bengkak dan kemerahan, d)
yang diderita anak saat ini melalui melakukan pengukuran suhu,
diskusi terbuka, b) memberikan hasilnya suhu38,5oC.
pendidikan kesehatandengan berdiskusi Pada implementasi keperawatan
terbuka bersama orangtua tentang tanda untuk diagnosa keperawatan 4)
gejala penyakit, diit dan pengobatan kelebihan volume cairan
anak. Diperoleh hasil orang tua berhubungan denganpenurunan
mengetahui pengertian, tanda dan gejala tekanan osmotik koloid, yaitu a)
serta diit pada pasien dengan sindroma menimbang berat badan, hasilnya
nefrotik. 29 kg b) memonitor tanda-tanda
vital, TD 100/60 mmHg, nadi
82x/i, pernapasan 21x/i dan suhu
38,5oC c) memantau retensi
cairan, ditemukan adanya piting
edema, d) menilai luas danlokasi
edema, terdapat edema (punggung
kaki dan punggung
tangan), e) memantau
intake/output, intake
cairan
±1000cc dan output cairan ±800
cc.
5. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan keperawatan maka didapatkan
maka didapatkan hasil perkembangan hasil perkembangan kondisipasien
kondisi pasiensebagai berikut: 1) sebagai berikut: 1) hipertermi
kelebihanvolume cairan berhubungan berhubungan denganpenyakit,
dengan penurunan tekanan osmotik data subjektif: Tn.Rmengatakan
koloid, data subjektif: Ny.J mengatakan adiknya sudah tidak demam lagi.
sembab pada bagian mata anaksudah Data objektif: kulit tidak teraba
berkurang dan anak sudah tidak rewel. panas, TD 110/60 mmHg, nadi
Data objektif: TD 130/90 mmHg, nadi 84x/i, pernapasan 21x/i, suhu
113x/i, pernapasan 22x/i, suhu 36,9oC, 37,0oC. Masalah teratasidengan
namun berat badan anak masih 12 kg. kriteria hasil suhu dalam batas
Masalah teratasi sebagian dengan normal, tidak ditemukan kulit
kriteria hasil tekanan darah dalam batas kemerahan.Intervensi dihentikan.
normal dan edemaberkurang. Namun
masih ditemukan asites, ketidakstabilan
berat badan dan ketidakseimbangan
intake output Intervensi dilanjutkan. Untuk diagnosa keperawatan 2)
Untuk diagnosa keperawatan 2) risiko ketidakseimbangan nutrisi
infeksi dengan faktor risiko kurang dari kebutuhan tubuh
ketidakadekuatan pertahanan berhubungan dengan faktor
sekunder, data subjektif: orangtua biologis, data subjektif: Tn.R
mengatakan selama dirawat anaknya mengatakan adinya
tidak pernah demam. Tidakditemukan menghabiskan ½ dari 1 porsi
data objektif yang menunjukkan adanya makanannya. Data objektif: berat
tanda dan gejala infeksi pada anak. badan anak 30 kg, LILA 19 cm.
Masalahtidak terjadi dengan kriteria Masalah teratasi dengan kriteria
tidak ditemukan tanda dan gejala hasil makanan dan cairan
infeksi, sehingga intervensi masih adekuat.Intervensi
dilanjutkan untuk mencegah terjadinya
infeksi.

Evaluasi untukdiagnosakeperawatan 3) dihentikan.


defisiensi pengetahuan berhubungan Evaluasi untuk diagnosa
dengan kurangnya informasi, data keperawatan 3) risiko infeksi
subjektif:orangtua mengatakan dengan faktor risiko
memahami tentang penyakit yang ketidakadekuatan pertahanan
diderita
anaknya saat ini dan kekhawatiran sekunder, data subjektif: Tn.R
berkurang. Data objektif: orangtua mengatakan adiknya sudahtidak
pasien mampu menjelaskan kembali demam lagi. Data objektif:tidak
tanda dan gejala sehingga anakperlu ditemukan tanda dangejala
dibawa ke pelayanankesehatan. infeksi pada anak.Namun, karena
Masalah teratasi dengan kriteria hasil daya tahantubuh anak yang
orangtua memberikan nutrisi sesuai lemah menyebabkan anak
kebutuhan anak danmemahami diit rentan
anak. Intervensi dihentikan. terserang penyakit. Masalah

belum terjadi dengan kriteria


tidak ditemukan tanda dan
gejala infeksi,sehingga
intervensi masih dilanjutkan
untuk mencegah terjadinya
infeksi.
Evaluasi pada diagnosa
keperawatan 4) kelebihan
volumecairan berhubungan
dengan penurunan tekanan
osmotik koloid, data subjektif:
Tn.R mengatakan masih
sembab pada kaki dan tangan
adiknya. Data objektif: piting
edema masih ditemukan pada
punggung tangan dan kaki
pasien, berat badan pasien 30
kg, TD 110/60 mmHg, nadi
84x/i, pernapasan 21x/i, suhu
37,0oC. Masalah belum teratasi
karena masih ditemukan
edema, berat badan belum
stabil dan cairan belum
seimbang.Intervensi
dilanjutkan.

Anda mungkin juga menyukai