Anda di halaman 1dari 14

MEMAHAMI DAN MENGELOLA RESISTENSI

ATAS PERUBAHAN

Vitalis Tarsan
Program Studi PGSD STKIP Santu Paulus Ruteng, Jl. Ahmad Yani, No.10 Ruteng, 86508
e-mail: tarsanvitalis@yahoo.com

Abstract: understand and manage resistance of change. This article try to concept how to understand and
manage resistance of change in organization/school. Concepts in this article give prime importance to: the
first, who is making resistance of change; second, reason of resistance; third, resistance indication; fourth,
source of resistance; the five, strategy for managing of resistance; sixth, how a leader to manage resistance
of change. Focusing resistance of change in this article is resistance of change in organization, especially
resistance of change in school.

Key words: resistance, change, to manage, organization, school.

Abstrak: Memahami dan Mengelola Resistensi Atas Perubahan. Tulisan ini mencoba menggagas
bagaimana memahami dan mengelola resistensi atas perubahan di lingkup organiasasi/sekolah. Gagasan-
gagasan yang akan dikemukakan menyoroti: pertama, siapa yang menolak; kedua, alasan penolakan; ketiga,
indikasi penolakan; keempat, sumber penolakan; kelima, strategi mengelola penolakan, keenam, serta tugas
pemimpin dalam mengelola penolakan. Resistensi atau penolakan perubahan yang disoroti dalam tulisan
ini adalah penolakan terhadap perubahan yang ada atau terjadi di organisasi pada umumnya, dan lembaga
pendidikan atau sekolah pada khususnya.

Keywords: resistensi, perubahan, mengelola, organisasi, sekolah.

PENDAHULUAN dalam mengelola mutu: mutu tata kelola


lembaga dan mutu para lulusan. Bahkan di era
Beberapa tahun terakhir ini, semua institusi
otonomi sekolah, manajemen mutu sekolah,
pendidikan, di Indonesia, sedang berupaya
makin tidak terurus dengan baik.
berbenah diri untuk meningkatkan mutu. Salah
satu upaya yang sudah lama dilaksanakan di Salah satu persoalan yang kerap kali
tingkat sekolah adalah menerapkan MBS. ditemukan di tingkat sekolah, terutama
Melalui pemberian otonomi secara luas sekolah-sekolah di pedesaan, adalah
kepada sekolah, stakeholders berharap agar minimnya kemampuan kepala sekolah dalam
permasalahan kualitas, secara perlahan-lahan mengantisipasi, merespon, menerima, dan
dapat diatasi. beradaptasi dengan angin perubahan yang
bertiup di tingkat sekolah. Padahal sejatinya,
Fenomena yang terjadi di lapangan
kepala sekolah, adalah orang pertama yang
memperlihatkan bahwa sekolah-sekolah yang
harus menerima, berinisiatif, dan berupaya
berada di pedesaan masih mengalami kesulitan
melakukan perubahan.

98
Tarsan, Memahami dan Mengelola Resistensi Atas Perubahan 99

Sebagai contoh, berkaitan dengan afektif, dan psikomotor) dalam satu sub tema
implementasi kurikulum 2013. Kenyataan pelajaran; kesulitan memberikan penilaian
di tingkat sekolah, terutama sekolah-sekolah pada saat evaluasi; serta sulitnya melakukan
di pedesaan; di Manggarai Raya khususnya, pembelajaran yang berpusat pada siswa.
menunjukan bahwa implementasi kurikulum Hasil wawancara dan telaah RPP yang
2013 masih mengalami banyak hambatan. dilakukan Helmon dan Sennen (2017) terhadap
Perubahan kurikulum 2013, terutama guru-guru di SDI Mbongos, Kecamatan Wae Rii;
perubahan menyangkut paradigma dan SDK Taga, Kecamatan Langke Rembong,
penilaian pembelajaran dan paradigma Kabupaten Manggarai, juga menunjukkan
proses pembelajaran belum sepenuhnya bahwa guru-guru di sekolah tersebut belum
diimplementasikan di tingkat sekolah. Sekolah- menguasai dan menerapkan penilaian autentik
sekolah belum sepenunya berubah, dan bahkan dalam proses pembelajaran. Hal ini terjadi oleh
masih ada yang enggan berubah ke kurikulum karena kemampuan mereka dalam membuat
2013. penilaian autentik sebagaimana diamanatkan
Fenomena yang ada di beberapa sekolah oleh kurikulum 2013 masih terbatas.
di pedesaan di Manggarai Raya, terutama di Dari beberapa data dan fenomena yang
lembaga pendidikan dasar, menunjukan bahwa telah dipaparkan di atas, penulis berasumsi
ada sekolah yang sudah mengimplementasikan bahwa sekolah-sekolah di pedesaan, terutama
kurikulum 2013 akan tetapi belum seluruh sekolah-sekolah di lembaga pendidikan
kelas diterapkan. Hanya kelas-kelas tertentu dasar di Manggarai Raya khususnya, masih
saja yang menerapkannya (hanya kelas 1-3 belum sepenuhnya menerima kehadiran
yang menerapkan kurikulum 2013; sementara kurikulum 2013. Mereka enggan untuk
kelas 4-6 masih menggunakan KTSP). Akan mengimplementasikannya, oleh karena takut
tetapi masih ada juga sekolah yang sama untuk keluar dari zona nyaman yang selama ini
sekali belum memulai mengimplementasikan mereka rasakan. Singkatnya, mereka menolak
kurikulum 2013. Mereka masih enggan angin perubahan menerpa sekolah dan seluruh
berubah. staf yang ada di sekolah karena berbagai sikap
Akan tetapi harus diakui juga bahwa dan alasan.
sudah banyak sekolah yang sudah mencoba Menurut Jande (2002:19) ada berbagai
menerapkan kurikulum 2013; tetapi memang macam tanggapan atau sikap terhadap
masih mengalami banyak hambatan. Hasil perubahan. Ada yang menerima atau bersikap
penelitian yang dilakukan Redempta Helmi positif; ada yang menolak atau bersikap negatif;
Ragu tahun 2017 di SDK Ruteng I dan SDK dan ada yang netral atau tidak memihak. Hemat
Ruteng VI menunjukan bahwa guru-guru di penulis, masih ada sikap lain yang kerap kali
sekolah tersebut masih mengalami banyak ada, yakni sikap acuh tak acuh. Mereka yang
hambatan dalam mengimplementasikan menerima pada umumnya melihat perubahan
kurikulum 2013. Hambatan tersebut antara sebagai sesuatu yang baik; sesuatu yang positif
lain: kesulitan menyatukan berbagai mata dan berguna. Bagi mereka yang menolak,
pelajaran ke dalam satu sub tema pembelajaran; melihat perubahan sebagai sebagai sesuatu
kesulitan menyatukan semua ranah (kognitif, yang mengganggu/terancam. Mereka yang
100 Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar, Volume 2, Nomor 1 Januari 2018

netral adalah orang atau pihak-pihak yang tidak terhadap sesuatu yang menyebabkan gangguan
memihak. Mereka tidak menunjukkan sikap dan hilangnya keseimbangan. Reaksi tersbut
mendukung dan juga tidak menolak. Bagi dapat bersifat jelas atau tersembunyi.
mereka yang acuh tak acuh umumnya tidak
peduli atau tidak menaruh perhatian terhadap SIAPA YANG MENOLAK
perubahan. Mereka bersikap tidak mau tahu. PERUBAHAN?
Tulisan ini tidak hendak menguraikan Setiap upaya perubahan di lembaga
keempat sikap yang telah disebutkan. Penulis manapun, tanpa terkecuali di lembaga
hanya akan memaparkan bagaimana memahami pendidikan, selalu berhadapan dengan aneka
dan mengelola resistensi atau penolakan reaksi yang beragam. Dalam satu lembaga
atas perubahan. Resistensi atau penolakan pendidikan misalnya, antara pimpinan dan
perubahan yang disoroti dalam tulisan ini bawahan kerap kali melihat perubahan dari
adalah penolakan terhadap perubahan yang sudut pandang berbeda. Pimpin melihat
ada atau terjadi di organisasi pada umumnya, perubahan sebagai peluang, sedangkan
dan lembaga pendidikan atau sekolah pada bawahan melihat sebagai gangguan atau
kekacauan (Wibowo, 2008:120).
khususnya.
Menurut Jande (2002:19), mereka yang
RESISTENSI TERHADAP menentang perubahan terdiri atas berbagai
PERUBAHAN pihak yang dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
Resistensi atau penolakan merupakan Orang yang tidak paham bahwa perubahan

suatu sikap/tindakan menentang, melawan, sebagai sesuatu yang baik.
menampik, menghalau suatu tekanan/
perintah/anjuran yang datang dari luar. Dalam Orang yang tidak mampu beradaptasi

konteks organisasi, O’connor (1993:111), dengan perubahan bahkan melihat
sebagaimana dikutip Tarsan (2012:63), perubahan rumit untuk dipelajari.
mengartikan resistensi sebagai, “…oppositing Orang yang terikat dengan adat kebiasaan

or withholding of support for specific plans atau nlai-nilai lama.
or ideas. It can be either intentional or Orang yang sudah mapan akan kekuasaan

unintentional”. Dalam konteks pembicaraan dan alokasi sumber daya yang sudah ada.
tentang perubahan organisasi, resistensi adalah Orang yang tidak dilibatkan dalam

suatu sikap/tindakan menolak, menyanggah, mengambil keputusan untuk melakukan
menghalangi, menentang, dari para anggota perubahan.
organisasi untuk berpartisipasi atau bekerja
Orang yang berpendapat bahwa lembaga

sama dengan organisasi seiring dengan upaya
belum siap dalam menghadapi perubahan
untuk melakukan perubahan. Menurut Nasution
sehingga harus ditunda.
(2010:28), resistensi terhadap perubahan
merupakan reaksi emosional dan perilaku Orang yang berpendapat bahwa syarat-

terhadap perubahan kerja riil atau imajinatif syarat untuk keberhasilan perubahan belum
dari organisasi. Reaksi tersebut bersifat alamiah terpenuhi.
Tarsan, Memahami dan Mengelola Resistensi Atas Perubahan 101

INDIKASI PENOLAKAN ALASAN ORANG MENOLAK


Dalam praktiknya, ada berbagai macam
PERUBAHAN
indikasi yang menunjukkan adanya penolakan Harus diakui bahwa setiap upaya
terhadap proses perubahan organisasi/sekolah. perubahan, baik di lembaga pendidikan maupun
Menurut Winardi (2009:234) penolakan di lembaga lain, selalu dihadapkan dengan
terhadap perubahan tidak selalu muncul denga adanya penolakan. Ada berbagai macam alasan
cara-cara yang terstandarisasi. Ponolakan mengapa para bawahan ataupun organisasi itu
atau sikap menentang dapat menjadi wujud: sendiri menolak perubahan. Alasan-alasan
terbuka, implisit, langsung, dan tertahan. tersebut berkisar pada beberapa hal, yakni:
Hemat penulis, ada beberapa tanda/indikasi
yang menunjukkan bahwa para anggota Waktu dan Sumber Daya Lembaga Belum
organisasi menolak perubahan, antara lain: Siap
melakukan protes; desas-desus, unjuk rasa, Resistensi terhadap perubahan, baik
pemogokan, sering terlambat bahkan tidak secara kelembagaan maupun individual bisa
mau masuk kerja; sering terlambat masuk kerja saja terjadi karena secara teknis mereka belum
sikap apatis atau tidak peduli terhadap tugas; siap. Hal ini terutama berkaitan dengan sumber
minat terhadap pekerjaan makin menurun, daya yang ada di dalam lembaga itu sendiri.
bekerja hanya jika diperintah, etos kerja makin Antara lain, sumber daya manusia belum siap
merosot, meluangkan waktu sedikit mungkin atau tidak mampu, terutama berkaitan dengan
untuk terlibat dalam kegiatan organisasi, dan skill untuk melakukan perubahan.
adanya sikap tidak mau belajar. Berkaitan dengan implementasi
Menurut Wibowo (2008:133), kurikulum 2013, menunjukan bahwa perubahan
sebagaimana dikutip Tarsan (2012:64), kurikulum tidak serta merta diikuti oleh
seseorang akan memperlihatkan resistensinya perubahan mind set guru sebagai ujung tombak
terhadap perubahan dengan berbagai pelaksanaan kurikulum. Hasil penelitian Nur
cara, antara lain: Pertama, menurunkan Wangid dkk. tahun 2014, dalam Sennen dan
produktivitasnya, sambil mereka Helmon (2017:206) menunjukan bahwa guru-
menggunakan waktu untuk mencari informasi guru masih memerlukan bantuan dan pelatihan
tentang perubahan atau sekedar menggerutu. dalam menyiapkan perangkat pembelajaran dan
Kedua, sering menahan langkah mereka dan menerapkannya dalam proses pembelajaran
berusaha memperlambat perubahan sedapat guna melaksanakan kurikulum 2013. Lebih
mungkin yang bisa mereka lakukan. Ketiga, lanjut Sennen dan Helmon menegaskan bahwa
menunjukan tidak ada antusiasme untuk kurangnya kesiapan guru dalam menerapkan
belajar atau berlatih mengenai prosedur baru. kurikulum 2013 terjadi karena kualitas guru
Keempat, meningkatkan kemangkiran dalam secara umum belum optimal.
usaha menghindari proses perubahan bersama, Selain itu, sumber daya lain yang
sebagian lain diminta mengambil cuti sebab mempengaruhi penolakan atas perubahan
mereka benar-benar menjadi sakit stress karena adalah keuangan yang ada lembaga tersebut
perubahan. belum mampu membiayai perubahan; fasilitas
102 Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar, Volume 2, Nomor 1 Januari 2018

yang dibutuhkan untuk memperlancar Sehingga banyak bawahan menolak kehadiran


perubahan tidak tersedia; waktunya tidak tepat, akan perubahan.
serta sistem dan tata kelola lembaga yang
belum profesional. Ketidaksiapan akan hal-hal Kurangnya Dukungan dari Para Pimpinan
tersebut memunculkan penolakan. Resistensi terhadap perubahan, bisa juga
terjadi karena para bawahan yang berhadapan
Masalah Mental/Takut Gagal langsung dengan perubahan organisasi/sekolah
Hambatan paling besar terhadap tidak didukung oleh atasan atau pimpinan. Baik
perubahan yang ada di lembaga pendidikan dukungan moril, material, bahkan uang, tidak
adalah hambatan mental dari orang-orang yang diberikan. Mereka akan merasakan bahwa apa
ada di dalamnya. Banyak informasi dari hasil yang akan mereka kerjakan selama perubahan
penelitian menunjukan bahwa masih banyak sia-sia. Sehingga para bawahan akhirnya
tenaga pendidik yang enggan untuk mencoba menolak melakukan perubahan.
hal-hal baru. Bahkan inovasi pembelajaran
yang ditawarkan pemerintah dicurigai sebagi Adanya Konflik Internal Yang Belum Disele-
sesuatu yang melecehkan dirinya. Bahkan saikan
muncul pula sikap malasa yang “akut” Jika di dalam sebuah lembaga pendidikan
(Midun, 2014:225). Menurut Gwee (2009:14- atau sekolah ada konflik; apakah itu konflik
15) secara fisik, setiap orang yang ada di intrapersonal, konflik interpersonal, konflik
dalam organisasi/lembaga pendidikan, dapat intragroup, konflik intergroup, konflik
melakukan perubahan. Tetapi kenapa mereka intraorganisasional, maupun konflik
menolak, bukan karena tidak bisa tetapi karena interorganisasional; yang belum terselesaikan
tidak mau. Tidak mau antara lain, enggan akan menimbulkan iklim yang kurang baik di
untuk beralih dari zona nayaman, takut gagal, dalam organisasi. Konflik akan menganggu
keengganan untuk mengadopsi sesuatu yang bahkan menghalangi proses perubahan.
baru (Kasali, 2005:377); negative thinking, dan Terutama kalau konflik tersebut menimbulkan
curiga yang berlebihan. Hal ini akhirnya orang rasa dendam antar pemimpin dan bawahan.
enggan untuk menerima perubahan.
Tidak Mendatangkan Keuntungan
Peruhaban Yang Ingin Diwujudkan Terlalu Selain itu, penolakan atas perubahan, bisa
Sulit saja muncul dari para bawahan, karena para
Para bawahan kerap kali resisten terhadap bawahan melihat bahwa perubahan yang akan
perubahan yang disodorkan oleh pimpinan dibuat tidak mendatangkan keuntungan, baik
karena mereka melihat bahwa perubahan yang itu untuk karir mereka, kesejahteraan mereka,
ada sangat sulit. Mereka dituntut bekerja lebih maupun kebaikan organisasi itu sendiri. Hal
keras, lebih lama, lebih serius, lebih kreatif, dan ini senada dengan apa yang dikemukakan
lebih disiplin. Mereka tidak diberi ruang untuk oleh Wibowo (2009:130) yakni individu pada
menikmati pekerjaan, dan kehidupan bersama umumnya menolak suatu perubahan jika
keluarga, dan menyalurkan hobi-hobi mereka. mereka tidak melihat adanya penghargaan
Sebaliknya, mereka terlalu banyak meluangkan positif untuk kesediaan mereka berubah.
waktu dan energi untuk melakukan perubahan. Maka untuk mendapatkan dukungan terhadap
Tarsan, Memahami dan Mengelola Resistensi Atas Perubahan 103

perubahn perlu diciptakan sistem penghargaan keseluruahan. Apabaila hal ini terjadi maka
yang memperkuat perubahan. akan muncul komplikasi penyakit yang sangat
berbahaya bagi kehidupan manusia secara
Pekerjaan Semakin Banyak dan Butuh Wak- keseluruhan. Maka jika kondisi ini tidak segera
tu Lama
diobati maka akan mendatangkan kematian.
Para guru dan staf di sekolah kerap kali
Demikian juga dalam konteks kehidupan
menolak perubahan karena perubahan selalu
sebuah institusi/organisasi atau sekolah.
diidentikan dengan memperbanyak pekerjaan
Apabila penolakan akan perubahan tidak
dan waktu untuk duduk di kantor, ataupun
melakukan pekerjaan tambahan di rumah, ditangani maka cepat atau lambat produktivitas
semakin banyak. Dampak lanjutannya adalah para anggota organisasi/guru dan staf di
energi dan waktu yang dibutuhkan untuk sekolah, baik sebagai individu maupun
menyelesaikan pekerjaan semakin besar. kelompok, akan menurun. Jika terus dibiarkan
Apalagi jika perubahan tersebut berlangsung maka tugas-tugas rutin tidak dikerjakan dengan
dalam jangka waktu cukup lama, biasanya baik. Dampak selanjutnya adalah mutu proses
banyak orang yang melakukan penolakan. dan hasil belajar di sekolah akan menurun pula.

Perubahan Tersebut Tidak Fokus Untuk konteks sekolah misalnya, apabila


kondisi ini dibiarkan berlarut-larut maka cepat
Perubahan selalu berdampak pada sistem atau lambat lembaga pendidikan tersebut tidak
kerja yang sudah lama ke sistem kerja yang
akan eksis. Bahkan akan muncul penyakit
baru, dari pola kerja yang sudah mapan ke
seperti: guru dan staf mulai mogok, protes,
pola kerja yang baru. Sehingga memunculkan
mangkir dari tugas, para siswa tidak diurus, dan
kekwatiran. Apabila pimpinan tidak mampu
tugas-tugas pokok tidak dikerjakan. Penyakit
memetakan pekerjaan secara jelas, tidak
fokus, informasinya tidak jelas, tidak cerdas, lain yang akan muncul adalah pelanggan
dan profesional maka akan memunculkan eksternal tidak percaya lagi dengan institusi
ketidakapstian (Kasali, 2005:384). Hal ini akan tersebut, bahkan jumlah siswa yang masuk
memunculkan penolakan. atau mendaftar semakin berkurang. Apabila
kondisi seperti ini dibiarkan selama bertahun-
BAHAYA/DAMPAK NEGATIF tahun bisa mendatangkan kematian/tutup.
RESISTENSI Menurut Nasution (2010:29) dan Wibowo
(2008:133-134) jika penolakan akan perubahan
Setiap upaya penolakan atas perubahan
tidak dikelola dengan baik akan menular,
selalu membawa dampak negatif/bahaya bagi
melumpuhkan, dan merintangi.
sebuah institusi. Hal ini bisa terjadi apabila
penolakan atas perubahan tidak cepat ditangani Pertama menular. Menular dalam arti
atau tidak dapat dikelola dengan baik. bahwa apabila ketakutan akan perubahan
Penolakan atas perubahan ibarat sebuah menjadi bahan perbincangan orang-orang di
virus yang akan menyerang tubuh manusia. dalam institusi maka tanpa disadari ketakutan
Jika virus ini tidak segera ditangani maka tersebut akan cepat menyebar dan menjangkiti
dapat menyerang kekebalan tubuh secara para anggota organisasi/guru dan staf di sekolah
104 Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar, Volume 2, Nomor 1 Januari 2018

untuk konteks sekolah. Dampaknya adalah bahwa apa yang sudah dikerjakan sekarang ini
waktu untuk bekerja semakin berkurang, sudah menjadi yang terbaik. Selain itu, Kasali
sehingga produktivitas para staf semakin (2005:154) menegaskan, ibarat komputer, otak
menurun. manusia telah terprogram untuk melakukan
Kedua merintangi. Merintangi dalam arti hal-hal yang rutin dari waktu ke waktu, kalau
bahwa penolakan tersebut akan mengganggu, itu diubah maka manusia mengalami suasana
menghalang-halangi dan memperlambat negatif dan emosional. Perasaan-perasasan ini
jalanya proses perubahan. Untuk konteks dapat menghambat penerimaan, dan bahkan
sekolah, maka jalanya implementasi kurikulum dapat menyabotase perubahan.
misalnya, akan terhalang atau terhambat. Setiap manusia memilki kebutuhan akan
Dampaknya adalah mutu proses pembelajaran kepastian. Maka apabila terjadinya perubahan
di kelas akan menurunkan. pasti cenderung menolak. Ia menolak karena
perubahan akan mengancam perasaan mereka
Ketiga melumpuhkan. Melumpuhkan
akan kenyamanan dan keamanan. Bahkan
dalam arti bahwa kegiatan/pekerjaan pokok
karena takut akan adanya ancaman/sanksi yang
institusi tidak akan berjalan sebagaimana
akan didapat apabila yang bersangkutan tidak
mestinya. Setiap orang akan mulai bekerja
siap melakukan perubahan.
sendiri-sendiri dan enggan bekerja sama
dengan orang lain. Hal ini tentu saja tidak Faktor ekonomi juga menjadi persoalan
mendatangkan manfaat bagi lembaga. karena pasca perubahan bisa saja kemampanan
seseorang secara ekonomis tidak baik.
SUMBER PENOLAKAN TERHADAP PE- Perubahan-perubahan yang terjadi akan
RUBAHAN menyebabkan penghasilan menyusut.
Selain itu, menurut Robbins (1991:642),
Sumber-sumber terjadinya penolakan sebagaimana dikutip Winardi (2009:235),
atas upaya perubahan organisasi/sekolah yakni setiap individu membentuk dunia mereka
sumber individual dan organisasional. melalui persepsi mereka. Setelah dunia
terbentuk, maka hal tersebut menentang
Sumber Individual
perubahan. Sehingga menyebabkan individu
Menurut Robbins (19991:640-642), selektif memproses informasih agar persepsi
sebagaimana dikutip Supriyanto (2009:65) mereka tetap utuh. Mereka ingin mendengar
dan Winardi (2009:235), sumber penolakan apa ingin mereka dengar. Mereka mengabaikan
individual atas perubahan mencakup: informasih yang menentang dunia yang telah
kebiasaan, kepastian, alasan ekonomi, rasa mereka ciptakan
takut akan hal yang tidak diketahui, serta Jhon C. Maxwell, dalam Kasali (2010),
pemrosesan informasih yang selektif. menegaskan bahwa ada berbagai alasan
Faktor kebiasaan yakni karena tidak ingin mengapa manusia enggan untuk berubah, yaitu:
kebiasaan yang sudah ada diganggu. Sebagai (1) perubahan tersebut bukan datang dari orang
manusia kita terikat oleh kebiasaan. Manusia tersebut; (2) gangguan terhadap rutinitas; (3)
sangat enggan atau bahkan tidak mau untuk perubahan menimbulkan ketakutan-ketakutan
keluar dari zona nyaman, karena dia merasa terhadap sesuatu yang baru; (4) tujuan
Tarsan, Memahami dan Mengelola Resistensi Atas Perubahan 105

akan perubahan tidak jelas; (5) perubahan Hasil penelitian yang dilakukan Tarsan
menimbulkan rasa takut akan kegagalan; (6) (2012) menunjukan bahwa resistensi lembaga,
perubahan yang diberikan terlalu besar; (7) dalam hal ini sekolah yang melakukan
cara berpikir yang negatif; (8) para pengikut perubahan dari sekolah standar nasional ke
tak punya respek pada pimpinanya. (10) standar internasional; adalah pertama, adanya
kecemasan seorang atasan; (11) perubahan kelembaman lembaga untuk melakukan
berarti bisa kehilangan sesuatu; (12) perubahan perubahan, oleh karena keterbatasan dana,
menuntut tambahan komitmen; (13) berpikir kualitas SDM, dan keterbatasan fasilitas;
sempit; dan (14) terperangkap oleh tradisi. kedua, minimnya partsispasi masyarakat, dan
Hasil penelitian Tarsan (2012) menunjukan yang ketiga, adanya tuntutan dari pemerintah
bahwa resistensi dari individu dan kelompok yang sangat berat.
dalam melakukan perubahan di sekolah antara Menurut Supriyanto (2009:66) sumber
lain: ketakutan karena ketidaksiapan para keengganan organisasional terhadap perubahan
pendidik dan tenaga kependidikan dalm hal meliputi kelembaman struktural; kelembaman
kemampuan berbahasa inggris (untuk konteks kelompok; ancaman terhadap keahlian;
sekolah berstandar internasional), kemampuan ancaman terhadap kekuasaan yang mapan; dan
IT, tertib admnistrasi; ketidaksiapan untuk ancaman terhadap alokasi sumber daya yang
meninggalkan kebiasaan yang selama ini mapan. Lebih lanjut Supriyanto menegaskan
sudah dirasakan; kekwatiran dan kegelisahan bahwa keengganan organisasional akan
para siswa dalam memenuhi tuntutan belajar; semakin kuat apabila organisasi tersebut usiaya
dan kebingungan para pendidik dan tenaga semakin tua. Organiasasi yang relatif muda
kependidikan terhadap perubahan itu sendiri. usianya biasanya keengganan untuk berubah
sangat kecil.
Sumber Organisasional
Winardi (2005:77-78) menguraikan
Selain resistensi individual, sumber beberapa poin yang menjadi kekuatan di
resistensi yang lain dalam melakukan dalam organisasi yang menciptakan penolakan
perubahan adalah organisasi itu sendiri. terhadap perubahan, yakni: pertama, stabilitas
Kotter sebagaimana dikemukakan oleh struktural, yakni dengan menciptakan hierarki,
Midun (2014:225), mengemukakan delapan subkelompok-subkelompok, peraturan-
alasan organisasi sekolah enggan melakukan peraturan, serta prosedur-prosedur guna
pembaharuan pendidikan, yakni: (1) puas memelihara ketertiban dan membina perilaku
diri terlalu banyak; (2) gagal menciptakan sesuai dengan perilaku yang didambakan.
kualitas; (3) meremehkan kekuatan visi; Kedua, perbedaan dalam orientasi
(4) mengkomunikasikan visi secara buruk; fungsional, dimana masing-masing unit lebih
(5) membiarkan hambatan-hamabatan mementingkan diri sendiri dan menentang
menghalangi visi baru; (6) gagal menciptakan hal-hal yang dapat merugikan mereka.
keuntungan jangka pendek; (7) terlalu cepat Ketiga, kultur organisasi: nilai-nilai, norma-
menyatakan keberhasilan; dan (8) lalai norma dan ekspektasi-ekspekatasi yang telah
menanamkan perubahan secara kokoh ke mengakar, sehingga mereka sulit melepaskan
dalam kultur lembaga. asumsi, dan cara-cara yang disepakati untuk
106 Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar, Volume 2, Nomor 1 Januari 2018

melaksanakan tugas. Keempat, adanya norma- mengembangkan penilaian autentik guru


norma kelompok yang bersifat kohesif, akan bersifat teoritis dan tidak bermakna apa-
sehingga menentang setiap perubahan, karena apa. Selain itu, menurut Nasution (2010) dan
menganggap setiap perubahan menyebabkan Wibowo (2008), tindakan yang dapat dilakukan
rusaknya norma-norma kelompok, tugas-tugas, pemimpin pada tahap ini, antara lain; diskusi
dan kepentingan kelompok. seorang demi seorang; presentasi kelompok;
pengiriman memo; dan mendatangkan ahli
STRATEGI MENGELOLA RESISTENSI untuk memberikan pelatihan.
Ada banyak teori para ahli bagaimana Partisipasi
mengelola resistensi. Di sini penulis tidak Strategi yang dipakai pemimpin pada
hendak menguraikan berbagai teori yang ada. tahap ini adalah libatkan, kolaborasi, kerja
Penulis hanya akan memaparkan enam stategi sama dan mobilisasi para bawahan dalam
(Kasali, 2005:107; Wibowo, 2008:139-143; mengambil keputusan; guna menumbuhkan
Nasution, 2010:34-35; Winardi, 2009:240- dan memaksimalkan komitmen untuk
243; Supriyanto, 2009:72-73) yang umumnya melakukan perubahan. Hal ini akan mengurangi
dipakai oleh para manajer apabila hendak penolakan. Sehingga para bawahan tetap
mengelola resistensi terhadap perubahan. focus, bersemangat, sehingga dapat mengatasi
Keenam strategi yang dimaksud adalah sebagai kepasifan dan kemandekan (D’Souza,
berikut: 2009:78).
Fasilitasi dan Dukungan
Pendidikan dan Komunikasi
Strategi lain yang dapat dipakai uuntuk
Salah satu cara yang lumrah dipakai
mengurangi resistensi atas perubahan adalah
untuk meminimalisir resistensi atas perubahan
dukungan dan fasilitas guna memperlancar
adalah melakukan pendidikan dan komunikasi.
perubahan. Bentuk dukungan yang diberikan
Pendidikan dan komunikasi menjadi urgen
bermcam-macam antara lain; dana, alat,
karena pada umumnya, para bawahan menolak keterampilan, konseling, terapi, dan
perubahan dilatarbelakangi oleh tidak adanya pengetahuan.
skill, pengetahuan, dan sikap untuk melakukan
perubahan. Negosiasi
Maka memberikan pembinaan, bimbingan, Strategi negosiasi digunakan manakala
pelatihan, serta memberikan informasih tentang berhadapan dengan individu atau kelompok
pentingnya melakukan perubahan menjadi yang berkuasa. Pada tahap ini pemimpin
sesuatu yang sangat urgen dan mendesak. Hal melakukan upaya runding atau mencari
ini sebagaimana diutarakan dari hasil pelatihan kesepakatan bersama, agar memenuhi
oleh Sennen dan Helmon (2017), yakni masalah kebutuhan-kebutuhan mereka sehingga upaya
dialami guru-guru SDK Taga dan Mbongos penolakan diminimalisir.
dalam kemampuan pedagogis, khususnya Manipulasi dan Kooptasi
dalam mengembangkan instrument penilaian
autentik, dapat diatasi melalui pelatihan. Taktik manipulasi dan kooptasi
Tanpa pelatihan, keterampilan mereka merupakan upaya untuk membuat lebih
Tarsan, Memahami dan Mengelola Resistensi Atas Perubahan 107

menarik, menyimpan informasi yang tidak Tujuannya adalah agar kelompok kecil itu
diinginkan dan menciptakan gosip tidak benar; menunda atau bahkan apabila mungkin
serta pemilihan pemimpin kelompok yang membatalkan niatnya melakukan perubahan
menolak perubahan untuk menjadi pemeran dengan tetap bertindak sesuai dengan norma-
guna dalam melakukan perubahan. norma yang sudah berlaku dalam organisasi
yang bersangkutan. pada tahap ini program
Paksaan perubahan mungkin “mati” tetapi mungkin
Taktik pemaksaan merupakan upaya pula terus “menggelinding.”
pemimpin untuk menyuruh, memerintah Tahap kedua: Jika gerakan terhadap
atau memaksa para anggota organisasi perubahan berkembang, dua kubu-yaitu
untuk berpartisipasi dalam melakukan upaya mereka yang setuju dan yang tidak setuju
perubahan. Tahap ini merupakan pilihan terhadap perubahan-biasanya-mulai makin
terakhir yang dapat dipakai pemimpin jelas identitasnya. Salah satu dampak positifnya
manakala para anggota organisasi menghalangi ialah bahwa biasanya semakin banyak orang
atau menentang perubahan. Bentuk-bentuk yang turut berbicara mengenai berbagai segi
upaya pemaksaan yang dilakukan antara lain; dan manfaat perubahan itu. Ancaman yang
ancaman untuk dialihtugaskan; tidak akan dilihat oleh berbagai pihak dapat dikurangi oleh
diberi kenaikan pangkat; evaluasi kinerja karena pemahaman yang lebih baik tentang
negatif; surat rekomendasi yang tidak baik atau perlunya perubahan dilakukan. Lambat laun
beri surat teguran untuk menghentikan kontrak; sikap yang melihat perubahan sebagai sesuatu
ancaman gaji diturunkan; bahkan di PHK. hal yang asing atau aneh semakin berkurang.
SIKLUS PENOLAKAN TERHADAP Tahap ketiga: Tahap ini merupakan tahap
PERUBAHAN yang kritis karena terjadi konflik dan adu
Menurut Siagian (2004:81-83), kekuatan antara yang mendukung perubahan
sebagaimana diuraikan Tarsan (2012:68) setiap dan yang menentangnya. dikatakan tahap
perubahan cenderung melalui siklus sebagai yang kritis karena tergantung pada apa yang
berikut: direncanakan akan diwujudkan. Yang sangat
penting untuk diwaspadai pada tahap ini
Tahap pertama: pada tahap pertama hanya adalah agar para pendukung perubahan jangan
sedikit orang yang melihat perlunya perubahan sampai memandangremehkan ketangguhan
terjadi dan memandang reformasi organisasi pihak penentang. Hal ini sangat penting karena
dengan sikap yang sungguh-sungguh. Karena biasanya pihak yang mendukung perubahan
jumlahnya sedikit, dan mewakili hanya sebagian tidak selalu memahami ketangguhan berbagai
kecil orang dalam organisasi, organisasi sebagai pihak penolak untuk mencegah terjadinya
keseluruhan mungkin melakukan berbagai perubahan.
tindakan penghalang seperti mengkritik,
menertawakan atau menggunakan cara-cara Tahap keempat: jika tahap kritis diatasi
lain yang oleh organisasi dianggap tepat dengan baik, berarti pihak pendukung
untuk menghadapi kelompok kecil orang yang perubahanlah yang ‘menang” dan resistensi
mungkin dipandang sebagai “pembakang”. lanjutan akan dipandang sebagai sikap keras
kepala dan sekedar “gangguan”. Memang
108 Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar, Volume 2, Nomor 1 Januari 2018

tidak mustahil terjadi bahwa piahk-pihak yang Gwee, 2009:97; Nasution, 2010:140; Kasali,
menolak perubahan berupaya mengambil 2005:193).
langkah-langkah tertentu dengan maksud
agar terjadi pergeseran kekuatan yang Mengajak Para Bawahan Untuk Melihat,
menguntungkan pihak penentang tersebut. Bergerak, dan Menyelesaikan
Dalam situasi yang demikian diperlukan Menurut Kasali (2005:114) setiap upaya
kearifan konsultan dengan pimpinan puncak perubahan mengadapi persoalan karena
organisasi klien untuk melakukan intervensi para anggota gagal melihat (failure to see),
tertentu sehingga pihak penentang dapat gagal bergerak (failure to move), dan gagal
diyakinkan tentang manfaat yang akan menyelesaikan (failure to finish). Maka tugas
diperoleh bila perubahan yang direncanakan pemimpin adalah pertama; mengajak para
itu dapat diwujudkan. anggota melihat, bergerak, dan menyelesaikan.
Tahap kelima: Merupakan tahap terakhir Mengajak untuk melihat. Tanggung
dalam siklus penolakan terhadap perubahan, jawab pemimpin ketika adanya penolakan
posisi para penentang menjadi sama seperti atas adalah mengajak para bawahan untuk
posisi pendukung perubahan pada tahap melihat apa yang ia lihat. Menurut Kasali,
pertama. para bawahan bisa saja sulit melihat apa yang
pemimpin lihat, karena berbagai alasan antara
TUGAS PEMIMPIN DALAM lain tidak ada arah yang jelas atau karena peta
MENGELOLA RESISTENSI TERHADAP yang salah.
PERUBAHAN
Mengajak untuk bergerak. Setelah
Seorang pemimpin memiliki tanggung orang-orang diajak melihat, tugas pemimpin
jawab besar terhadap pengelolaan penolakan selanjutnya adalah mendorong agar mereka
atas perubahan. Pemimpin diibaratkan sebagai bergerak. Tugas pemimpin pada tahap ini tidak
seorang pilot. Ia memiliki tanggung jawab besar mudah karena seseorang bisa saja enggan
untuk membawa penumpang sampai di tempat untuk bergerak karena resiko yang ia dapat
tujuan; sekalipun menemukan badai yang jauh lebih besar dari hasil yang ia terima.
ganas di tengah jalan. Tugas pemimpin dalam
Mengajak untuk menyelsaikan. Seseorang
mengelola resistensi pertama-tama tentu saja
yang melihat belum tentu akan bergerak, dan
harus mengerti betul mengapa manusia pada
mereka yang bergerak belum tentu mampu
dasarnya menolak perubahan. Maka berikut
menyelesaikannya. Hal ini bisa terjadi antara
ini diuraikan beberapa rekomendasi tugas yang
lain karena letih, dan kehilangan kepercayaan.
dapat dikerjakan oleh pemimpin: pertama;
mengajak para anggota melihat, bergerak, Libatkan Mereka dalam Perencanaan, Pelak-
dan menyelesaikan; kedua, membentuk sanaan dan Evaluasi Terhadap Perubahan
change agent; ketiga, merubah pola pikir Agar akselerasi perubahan tidak ditentang
SDM; keempat, membuat blue print strategy; oleh anggota organisasi, maka tugas pemimpin
kelima, menggalang sumber daya, dana, adalah libatkan mereka dalam perencanaan,
alat dan keterampilan; dan keenam libatkan pelaksanaan dan evaluasi terhadap perubahan.
mereka dalam perencanaan, pelaksanaan, dan Ini penting agar mereka “memiliki’ perubahan
evaluasi terhadap perubahan (Vanim, 2010:51; itu sendiri.
Tarsan, Memahami dan Mengelola Resistensi Atas Perubahan 109

Membenuk Change Agent dan bertndak dalam setiap situasi (Nasution,


Change agent merupakan fasilitator 2010:140). Menurut Janssen, sebagaimana
yang bertugas mengurangi daya resistensi dikutip Midun (2017:55). Mind set mendorong
para bawahan dalam memimpin perubahan. orang melakukan sesuatu secara berbeda dan
Change agent di sini merupakan tim khusus sekaligus mendorong orang berprestasi tinggi.
yang dibentuk untuk menangani mereka Dengan merubah mind set, orang merubah
yang menolak melakukan perubahan. Tim ini realitas, melakukan sesuatu yang tidak
bisa dari tim internal maupun eksternal atau mungkin menjadi mungkin.
gabungan dari internal dan eksternal. Change Maka tugas pemimpin adalah meyakinkan
agents harus bertindak bak sebuah tim sukses dan membuka cakrawala berpikir para anggota
yang terus merangsang dukungan. Mereka organisasi agar mereka melihat dengan jelas
terus memotret masalah, mengajak orang lain mengenai perlunya melakukan perubahan
melihat dan memotivasi mereka agar terus (membuka blind spot); membuang asumsi
bergerak (Kasali, 2005:134). yang keliru tentang perubahan; mendobrak
zona nyaman atau perasaan puas diri; merubah
Membentuk dan Mensosialisasikan Blue kebiasaan; dan menurunkan beban mental
Print Strategi dan fisik untuk memulai perubahan (Gwee,
Jika para anggota organisasi enggan 2009:97). Iriyanto dalam Midun (2017:57)
berubah, maka tugas pemimpin adalah menganjurkan agar perubahan cara berpikir
membentuk dan mensosialisasikan blue print manusia sebagai pelaku dan pelayan perubahan
strategi. Mengapa melakukan hal ini? Karena adalah dari membenarkan kebiasaan, menjadi
kerap kali orang enggan berubah disebabkan membiasakan kebenaran, dari problem base
oleh peta, rencana, dan jadwal waktu untuk thinking menjadi solution base thinking, dari
melakukan perubahan tidak ada. Maka tugas berpikir ragu-ragu dan taku menjadi berani
pemimpin adalah membuat peta, rencana, mencoba dan tidak takut gagal.
jadwal waktu, tujuan/sasaran yang jelas (clear
destination); peralatan/sumber daya yang Menggalang Sumber Daya, Dana, Alat dan
memadai (resources); dan imbalan (insentif) Keterampilan
yang memadai untuk insentif (Kasali, Untuk mengurangi atau memiimalisir
2005:134). Blue print startegi merumuskan penolakan terhadap perubahan, pemimpin perlu
semua keperluan itu, yang didasari oleh menyiapkan resources (Kasali, 2005:193):
analisis yang matang tentang mengapa kita dana, alat, keterampiln, dan informasi yang
harus ke sana, alat apa saja yang tersedia, serta cukup guna mendobrak penolakan dari para
kemungkinan masalah yang harus dihadapi bawahan. Hal ini dapat dilakukan terutama
dan bagaimana mengatasinya. ketika para anggota organisasi tidak berubahan
Merubah Pola Pikir SDM karena alasan sumber daya tidak ada. Maka
tugas pemimpin adalah menyiapkan resources
Alasan yang lazim diutarakan mengapa yang dibutuhkan guna menunjang perubahan.
seseorang menolak perubahan adalah karena
mind set. Mind set adalah keadaan pikiran Cameron & Green (2009:185),
yang mempengaruhi cara berpikir, merasa, sebagaimana dikutip Tarsan (2012:77)
110 Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar, Volume 2, Nomor 1 Januari 2018

memaparkan aspek-aspek penting yang latihan. Pelatihan dimaksudkan agar pekerjaan


harus diperhatikan pemimpin agar proses yang ada selama proses perubahan dapat
perubahan berjalan dengan baik adalah: berjalan sesuai dengan rencana. Pada tahap
alignment, attunement, critical mass; building ini penting juga diperhatikan agar mentoring,
organizational, capacity, capability dan reviewing dan feedback mechanism tetap
readiness; encouraging individual, team and digalakkan guna membantu perubahan secara
organization learning; mindset. Alignment berkelanjutan. Mindset atau cara berpikir
(ketepatan) merupakan kesesuaian atau sangat penting guna membantu seluruh proses
kecocokan berbagai unsur guna mencapai perubahan agar akan berjalan dengan dengan
kesusksesan perubahan. Hal ini termasuk baik, melalui budaya yang kuat. Ini adalah
memastikan semua komponen perencanaan penting untuk mempengaruhi melalui lensa
perubahan ke dalam satu kesatuan. Ini berarti mana kita melihat.
bahwa mereka juga harus memiliki integritas
internal tetapi juga semua linked dalam KESIMPULAN
keseluruhan sistem organisasi. Attunement
(pembiasaan) juga penting. Hal Ini berkaitan Pada dasarnya, kehidupan organisasi/
dengan gambaran kultur organisasi yang sekolah diliputi oleh perubahan. Perubahan
dikehendaki, dan kepastian akan semua aspek menjadi sebuah kebutuhan agar organisasi/
perubahan dilaksanakanan sesuai dengan sekolah tetap eksis. Akan tetapi setiap upaya
perencanaan terutama sesuai dengan nilai-nilai perubahan selalu berhadapan dengan penolakan.
organisasi dan perhatian yang cukup terhadap Penolakan terhadap perubahan sejatinya bukan
sisi perubahan manusia. menjadi sesuatu yang menakutkan. Penolakan
pada umumnya muncul karena ketidaktahuan
Critical mass (tanggapan massa) atas manfaat dari perubahan. Pemimpin
merupakan upaya membangun sokongan organisasi/sekolah adalah ujung tombak
dan pengembangan momentum dalam dalam mengelola atas setiap penolakan atas
perencanaan mengelola perubahan. Tanggapan perubahan. Maka disarankan untuk peka dan
serta pertimbangan yang cukup dari berbagai terus meningkatkan kemampuannya dalam
anggota harus difokuskan dan disesuaikan memahami dan mengelola penolakan terhadap
dengan ketentuan manajemen senior. Building perubahan.
organizational, capacity, capability dan
readiness; berkaitan dengan pengembangan DAFTAR RUJUKAN
organisasi, kapasitas, kemampuan dan kesiap-
siagaan; mengelola perubahan. Kapasitas, Cameron, E. & Green, M. 2009. Making Sense
kemampuan dan kesiap-sediaan para anggota of Change Management: A Complete
organisasi merupakan aspek kunci yang saling Guide to the Models, Tools &
mempengaruhi. Technicque of Organization Change.
Encouraging individual, team and London: Kogan Page.
organization learning; merupakan upaya untuk D’Souza, Anthony. Ennoble, Enable,
menyokong atau mendorong individu, tim Empower: Kepemimpinan Yesus Sang
dan organisasi pembelajaran lewat berbagai Almasih. Jakarta: Gramedia.
Tarsan, Memahami dan Mengelola Resistensi Atas Perubahan 111

Gwee, James. 2009. Setiap Manajer Harus Ragu, Redempta, H. 2017. Analisis Kesulitan
Baca Buku Ini. Jakarta:Gramedia. Guru dalam Mengimplementasikan
Kurikulum 2013 (Studi Multi Kasus
Jande, Karel. 2002. Manajemen Pelatihan
di SDK Ruteng I dan SDK Ruteng
Pengelolaan Sekolah. Surabaya:Pearl
VI). Skripsi. Ruteng: Program Studi
Surabaya.
Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Kasali, R. 2005. Change!. Jakarta: Gramedia. STKIP Satu Paulus Ruteng.
Helmond, Arnoldus & Sennen, Eliterius. 2017. Supriyanto, A. 2009. Manajemen Perubahan:
“Penguatan Profesionalisme Guru Bahan Ajar Berbasis Benchmarking.
SDI Mbongos dan SDK Taga Melalui Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan
Pelatihan Pengembangan Penilaian Universitas Negeri Malang.
Autentik” dalam Jurnal Inovasi Tarsan, Vitalis. 2012. Perubahan Sekolah
Pendidikan Dasar, Ruteng: Program dalam Mengimplementasikan
Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Program Rintisan Sekolah Bertaraf
STKIP Satu Paulus Ruteng, Vol.1 Internasional (Studi Multi Kasus di
Nomor 1, pp 203-214. SMAK St. Albertus Dempo Malang
Midun, Hendrikus. 2014. “Membangun Budaya dan SMA Negeri 1 Batu). Tesis.
Mutu dan Unggul di Sekolah” dalam Malang: Program Studi Manajemen
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan.
Missio, Ruteng: STKIP Santu Paulus Vanim, A. G. 2010. Mengelola Perubahan.
Ruteng, Vol.6 No.2 , pp 215-230. Jakarta: Indeks.
Midun, Hendrikus. 2017. “Pengembangan Winardi, J. 2009. Teori Organisasi &
Profesionalisme Guru Pada Era Pengorganisasian. Jakarta:
Belajar” dalam Jurnal Pendidikan dan Rajagrafindo Persada.
Kebudayaan Missio, Ruteng: STKIP
----------. 2005. Manajemen Perubahan
Santu Paulus Ruteng, Vol.9, No.1, pp
(Management of Change). Jakarta:
50-59.
Kencana.
Nasution, M. N. 2010. Manajemen Perubahan. Wibowo. 2005. Manajemen Perubahan.
Bogor: Ghalia Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Anda mungkin juga menyukai