259-Article Text-426-1-10-20200109
259-Article Text-426-1-10-20200109
ATAS PERUBAHAN
Vitalis Tarsan
Program Studi PGSD STKIP Santu Paulus Ruteng, Jl. Ahmad Yani, No.10 Ruteng, 86508
e-mail: tarsanvitalis@yahoo.com
Abstract: understand and manage resistance of change. This article try to concept how to understand and
manage resistance of change in organization/school. Concepts in this article give prime importance to: the
first, who is making resistance of change; second, reason of resistance; third, resistance indication; fourth,
source of resistance; the five, strategy for managing of resistance; sixth, how a leader to manage resistance
of change. Focusing resistance of change in this article is resistance of change in organization, especially
resistance of change in school.
Abstrak: Memahami dan Mengelola Resistensi Atas Perubahan. Tulisan ini mencoba menggagas
bagaimana memahami dan mengelola resistensi atas perubahan di lingkup organiasasi/sekolah. Gagasan-
gagasan yang akan dikemukakan menyoroti: pertama, siapa yang menolak; kedua, alasan penolakan; ketiga,
indikasi penolakan; keempat, sumber penolakan; kelima, strategi mengelola penolakan, keenam, serta tugas
pemimpin dalam mengelola penolakan. Resistensi atau penolakan perubahan yang disoroti dalam tulisan
ini adalah penolakan terhadap perubahan yang ada atau terjadi di organisasi pada umumnya, dan lembaga
pendidikan atau sekolah pada khususnya.
98
Tarsan, Memahami dan Mengelola Resistensi Atas Perubahan 99
Sebagai contoh, berkaitan dengan afektif, dan psikomotor) dalam satu sub tema
implementasi kurikulum 2013. Kenyataan pelajaran; kesulitan memberikan penilaian
di tingkat sekolah, terutama sekolah-sekolah pada saat evaluasi; serta sulitnya melakukan
di pedesaan; di Manggarai Raya khususnya, pembelajaran yang berpusat pada siswa.
menunjukan bahwa implementasi kurikulum Hasil wawancara dan telaah RPP yang
2013 masih mengalami banyak hambatan. dilakukan Helmon dan Sennen (2017) terhadap
Perubahan kurikulum 2013, terutama guru-guru di SDI Mbongos, Kecamatan Wae Rii;
perubahan menyangkut paradigma dan SDK Taga, Kecamatan Langke Rembong,
penilaian pembelajaran dan paradigma Kabupaten Manggarai, juga menunjukkan
proses pembelajaran belum sepenuhnya bahwa guru-guru di sekolah tersebut belum
diimplementasikan di tingkat sekolah. Sekolah- menguasai dan menerapkan penilaian autentik
sekolah belum sepenunya berubah, dan bahkan dalam proses pembelajaran. Hal ini terjadi oleh
masih ada yang enggan berubah ke kurikulum karena kemampuan mereka dalam membuat
2013. penilaian autentik sebagaimana diamanatkan
Fenomena yang ada di beberapa sekolah oleh kurikulum 2013 masih terbatas.
di pedesaan di Manggarai Raya, terutama di Dari beberapa data dan fenomena yang
lembaga pendidikan dasar, menunjukan bahwa telah dipaparkan di atas, penulis berasumsi
ada sekolah yang sudah mengimplementasikan bahwa sekolah-sekolah di pedesaan, terutama
kurikulum 2013 akan tetapi belum seluruh sekolah-sekolah di lembaga pendidikan
kelas diterapkan. Hanya kelas-kelas tertentu dasar di Manggarai Raya khususnya, masih
saja yang menerapkannya (hanya kelas 1-3 belum sepenuhnya menerima kehadiran
yang menerapkan kurikulum 2013; sementara kurikulum 2013. Mereka enggan untuk
kelas 4-6 masih menggunakan KTSP). Akan mengimplementasikannya, oleh karena takut
tetapi masih ada juga sekolah yang sama untuk keluar dari zona nyaman yang selama ini
sekali belum memulai mengimplementasikan mereka rasakan. Singkatnya, mereka menolak
kurikulum 2013. Mereka masih enggan angin perubahan menerpa sekolah dan seluruh
berubah. staf yang ada di sekolah karena berbagai sikap
Akan tetapi harus diakui juga bahwa dan alasan.
sudah banyak sekolah yang sudah mencoba Menurut Jande (2002:19) ada berbagai
menerapkan kurikulum 2013; tetapi memang macam tanggapan atau sikap terhadap
masih mengalami banyak hambatan. Hasil perubahan. Ada yang menerima atau bersikap
penelitian yang dilakukan Redempta Helmi positif; ada yang menolak atau bersikap negatif;
Ragu tahun 2017 di SDK Ruteng I dan SDK dan ada yang netral atau tidak memihak. Hemat
Ruteng VI menunjukan bahwa guru-guru di penulis, masih ada sikap lain yang kerap kali
sekolah tersebut masih mengalami banyak ada, yakni sikap acuh tak acuh. Mereka yang
hambatan dalam mengimplementasikan menerima pada umumnya melihat perubahan
kurikulum 2013. Hambatan tersebut antara sebagai sesuatu yang baik; sesuatu yang positif
lain: kesulitan menyatukan berbagai mata dan berguna. Bagi mereka yang menolak,
pelajaran ke dalam satu sub tema pembelajaran; melihat perubahan sebagai sebagai sesuatu
kesulitan menyatukan semua ranah (kognitif, yang mengganggu/terancam. Mereka yang
100 Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar, Volume 2, Nomor 1 Januari 2018
netral adalah orang atau pihak-pihak yang tidak terhadap sesuatu yang menyebabkan gangguan
memihak. Mereka tidak menunjukkan sikap dan hilangnya keseimbangan. Reaksi tersbut
mendukung dan juga tidak menolak. Bagi dapat bersifat jelas atau tersembunyi.
mereka yang acuh tak acuh umumnya tidak
peduli atau tidak menaruh perhatian terhadap SIAPA YANG MENOLAK
perubahan. Mereka bersikap tidak mau tahu. PERUBAHAN?
Tulisan ini tidak hendak menguraikan Setiap upaya perubahan di lembaga
keempat sikap yang telah disebutkan. Penulis manapun, tanpa terkecuali di lembaga
hanya akan memaparkan bagaimana memahami pendidikan, selalu berhadapan dengan aneka
dan mengelola resistensi atau penolakan reaksi yang beragam. Dalam satu lembaga
atas perubahan. Resistensi atau penolakan pendidikan misalnya, antara pimpinan dan
perubahan yang disoroti dalam tulisan ini bawahan kerap kali melihat perubahan dari
adalah penolakan terhadap perubahan yang sudut pandang berbeda. Pimpin melihat
ada atau terjadi di organisasi pada umumnya, perubahan sebagai peluang, sedangkan
dan lembaga pendidikan atau sekolah pada bawahan melihat sebagai gangguan atau
kekacauan (Wibowo, 2008:120).
khususnya.
Menurut Jande (2002:19), mereka yang
RESISTENSI TERHADAP menentang perubahan terdiri atas berbagai
PERUBAHAN pihak yang dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
Resistensi atau penolakan merupakan Orang yang tidak paham bahwa perubahan
suatu sikap/tindakan menentang, melawan, sebagai sesuatu yang baik.
menampik, menghalau suatu tekanan/
perintah/anjuran yang datang dari luar. Dalam Orang yang tidak mampu beradaptasi
konteks organisasi, O’connor (1993:111), dengan perubahan bahkan melihat
sebagaimana dikutip Tarsan (2012:63), perubahan rumit untuk dipelajari.
mengartikan resistensi sebagai, “…oppositing Orang yang terikat dengan adat kebiasaan
or withholding of support for specific plans atau nlai-nilai lama.
or ideas. It can be either intentional or Orang yang sudah mapan akan kekuasaan
unintentional”. Dalam konteks pembicaraan dan alokasi sumber daya yang sudah ada.
tentang perubahan organisasi, resistensi adalah Orang yang tidak dilibatkan dalam
suatu sikap/tindakan menolak, menyanggah, mengambil keputusan untuk melakukan
menghalangi, menentang, dari para anggota perubahan.
organisasi untuk berpartisipasi atau bekerja
Orang yang berpendapat bahwa lembaga
sama dengan organisasi seiring dengan upaya
belum siap dalam menghadapi perubahan
untuk melakukan perubahan. Menurut Nasution
sehingga harus ditunda.
(2010:28), resistensi terhadap perubahan
merupakan reaksi emosional dan perilaku Orang yang berpendapat bahwa syarat-
terhadap perubahan kerja riil atau imajinatif syarat untuk keberhasilan perubahan belum
dari organisasi. Reaksi tersebut bersifat alamiah terpenuhi.
Tarsan, Memahami dan Mengelola Resistensi Atas Perubahan 101
perubahn perlu diciptakan sistem penghargaan keseluruahan. Apabaila hal ini terjadi maka
yang memperkuat perubahan. akan muncul komplikasi penyakit yang sangat
berbahaya bagi kehidupan manusia secara
Pekerjaan Semakin Banyak dan Butuh Wak- keseluruhan. Maka jika kondisi ini tidak segera
tu Lama
diobati maka akan mendatangkan kematian.
Para guru dan staf di sekolah kerap kali
Demikian juga dalam konteks kehidupan
menolak perubahan karena perubahan selalu
sebuah institusi/organisasi atau sekolah.
diidentikan dengan memperbanyak pekerjaan
Apabila penolakan akan perubahan tidak
dan waktu untuk duduk di kantor, ataupun
melakukan pekerjaan tambahan di rumah, ditangani maka cepat atau lambat produktivitas
semakin banyak. Dampak lanjutannya adalah para anggota organisasi/guru dan staf di
energi dan waktu yang dibutuhkan untuk sekolah, baik sebagai individu maupun
menyelesaikan pekerjaan semakin besar. kelompok, akan menurun. Jika terus dibiarkan
Apalagi jika perubahan tersebut berlangsung maka tugas-tugas rutin tidak dikerjakan dengan
dalam jangka waktu cukup lama, biasanya baik. Dampak selanjutnya adalah mutu proses
banyak orang yang melakukan penolakan. dan hasil belajar di sekolah akan menurun pula.
untuk konteks sekolah. Dampaknya adalah bahwa apa yang sudah dikerjakan sekarang ini
waktu untuk bekerja semakin berkurang, sudah menjadi yang terbaik. Selain itu, Kasali
sehingga produktivitas para staf semakin (2005:154) menegaskan, ibarat komputer, otak
menurun. manusia telah terprogram untuk melakukan
Kedua merintangi. Merintangi dalam arti hal-hal yang rutin dari waktu ke waktu, kalau
bahwa penolakan tersebut akan mengganggu, itu diubah maka manusia mengalami suasana
menghalang-halangi dan memperlambat negatif dan emosional. Perasaan-perasasan ini
jalanya proses perubahan. Untuk konteks dapat menghambat penerimaan, dan bahkan
sekolah, maka jalanya implementasi kurikulum dapat menyabotase perubahan.
misalnya, akan terhalang atau terhambat. Setiap manusia memilki kebutuhan akan
Dampaknya adalah mutu proses pembelajaran kepastian. Maka apabila terjadinya perubahan
di kelas akan menurunkan. pasti cenderung menolak. Ia menolak karena
perubahan akan mengancam perasaan mereka
Ketiga melumpuhkan. Melumpuhkan
akan kenyamanan dan keamanan. Bahkan
dalam arti bahwa kegiatan/pekerjaan pokok
karena takut akan adanya ancaman/sanksi yang
institusi tidak akan berjalan sebagaimana
akan didapat apabila yang bersangkutan tidak
mestinya. Setiap orang akan mulai bekerja
siap melakukan perubahan.
sendiri-sendiri dan enggan bekerja sama
dengan orang lain. Hal ini tentu saja tidak Faktor ekonomi juga menjadi persoalan
mendatangkan manfaat bagi lembaga. karena pasca perubahan bisa saja kemampanan
seseorang secara ekonomis tidak baik.
SUMBER PENOLAKAN TERHADAP PE- Perubahan-perubahan yang terjadi akan
RUBAHAN menyebabkan penghasilan menyusut.
Selain itu, menurut Robbins (1991:642),
Sumber-sumber terjadinya penolakan sebagaimana dikutip Winardi (2009:235),
atas upaya perubahan organisasi/sekolah yakni setiap individu membentuk dunia mereka
sumber individual dan organisasional. melalui persepsi mereka. Setelah dunia
terbentuk, maka hal tersebut menentang
Sumber Individual
perubahan. Sehingga menyebabkan individu
Menurut Robbins (19991:640-642), selektif memproses informasih agar persepsi
sebagaimana dikutip Supriyanto (2009:65) mereka tetap utuh. Mereka ingin mendengar
dan Winardi (2009:235), sumber penolakan apa ingin mereka dengar. Mereka mengabaikan
individual atas perubahan mencakup: informasih yang menentang dunia yang telah
kebiasaan, kepastian, alasan ekonomi, rasa mereka ciptakan
takut akan hal yang tidak diketahui, serta Jhon C. Maxwell, dalam Kasali (2010),
pemrosesan informasih yang selektif. menegaskan bahwa ada berbagai alasan
Faktor kebiasaan yakni karena tidak ingin mengapa manusia enggan untuk berubah, yaitu:
kebiasaan yang sudah ada diganggu. Sebagai (1) perubahan tersebut bukan datang dari orang
manusia kita terikat oleh kebiasaan. Manusia tersebut; (2) gangguan terhadap rutinitas; (3)
sangat enggan atau bahkan tidak mau untuk perubahan menimbulkan ketakutan-ketakutan
keluar dari zona nyaman, karena dia merasa terhadap sesuatu yang baru; (4) tujuan
Tarsan, Memahami dan Mengelola Resistensi Atas Perubahan 105
akan perubahan tidak jelas; (5) perubahan Hasil penelitian yang dilakukan Tarsan
menimbulkan rasa takut akan kegagalan; (6) (2012) menunjukan bahwa resistensi lembaga,
perubahan yang diberikan terlalu besar; (7) dalam hal ini sekolah yang melakukan
cara berpikir yang negatif; (8) para pengikut perubahan dari sekolah standar nasional ke
tak punya respek pada pimpinanya. (10) standar internasional; adalah pertama, adanya
kecemasan seorang atasan; (11) perubahan kelembaman lembaga untuk melakukan
berarti bisa kehilangan sesuatu; (12) perubahan perubahan, oleh karena keterbatasan dana,
menuntut tambahan komitmen; (13) berpikir kualitas SDM, dan keterbatasan fasilitas;
sempit; dan (14) terperangkap oleh tradisi. kedua, minimnya partsispasi masyarakat, dan
Hasil penelitian Tarsan (2012) menunjukan yang ketiga, adanya tuntutan dari pemerintah
bahwa resistensi dari individu dan kelompok yang sangat berat.
dalam melakukan perubahan di sekolah antara Menurut Supriyanto (2009:66) sumber
lain: ketakutan karena ketidaksiapan para keengganan organisasional terhadap perubahan
pendidik dan tenaga kependidikan dalm hal meliputi kelembaman struktural; kelembaman
kemampuan berbahasa inggris (untuk konteks kelompok; ancaman terhadap keahlian;
sekolah berstandar internasional), kemampuan ancaman terhadap kekuasaan yang mapan; dan
IT, tertib admnistrasi; ketidaksiapan untuk ancaman terhadap alokasi sumber daya yang
meninggalkan kebiasaan yang selama ini mapan. Lebih lanjut Supriyanto menegaskan
sudah dirasakan; kekwatiran dan kegelisahan bahwa keengganan organisasional akan
para siswa dalam memenuhi tuntutan belajar; semakin kuat apabila organisasi tersebut usiaya
dan kebingungan para pendidik dan tenaga semakin tua. Organiasasi yang relatif muda
kependidikan terhadap perubahan itu sendiri. usianya biasanya keengganan untuk berubah
sangat kecil.
Sumber Organisasional
Winardi (2005:77-78) menguraikan
Selain resistensi individual, sumber beberapa poin yang menjadi kekuatan di
resistensi yang lain dalam melakukan dalam organisasi yang menciptakan penolakan
perubahan adalah organisasi itu sendiri. terhadap perubahan, yakni: pertama, stabilitas
Kotter sebagaimana dikemukakan oleh struktural, yakni dengan menciptakan hierarki,
Midun (2014:225), mengemukakan delapan subkelompok-subkelompok, peraturan-
alasan organisasi sekolah enggan melakukan peraturan, serta prosedur-prosedur guna
pembaharuan pendidikan, yakni: (1) puas memelihara ketertiban dan membina perilaku
diri terlalu banyak; (2) gagal menciptakan sesuai dengan perilaku yang didambakan.
kualitas; (3) meremehkan kekuatan visi; Kedua, perbedaan dalam orientasi
(4) mengkomunikasikan visi secara buruk; fungsional, dimana masing-masing unit lebih
(5) membiarkan hambatan-hamabatan mementingkan diri sendiri dan menentang
menghalangi visi baru; (6) gagal menciptakan hal-hal yang dapat merugikan mereka.
keuntungan jangka pendek; (7) terlalu cepat Ketiga, kultur organisasi: nilai-nilai, norma-
menyatakan keberhasilan; dan (8) lalai norma dan ekspektasi-ekspekatasi yang telah
menanamkan perubahan secara kokoh ke mengakar, sehingga mereka sulit melepaskan
dalam kultur lembaga. asumsi, dan cara-cara yang disepakati untuk
106 Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar, Volume 2, Nomor 1 Januari 2018
menarik, menyimpan informasi yang tidak Tujuannya adalah agar kelompok kecil itu
diinginkan dan menciptakan gosip tidak benar; menunda atau bahkan apabila mungkin
serta pemilihan pemimpin kelompok yang membatalkan niatnya melakukan perubahan
menolak perubahan untuk menjadi pemeran dengan tetap bertindak sesuai dengan norma-
guna dalam melakukan perubahan. norma yang sudah berlaku dalam organisasi
yang bersangkutan. pada tahap ini program
Paksaan perubahan mungkin “mati” tetapi mungkin
Taktik pemaksaan merupakan upaya pula terus “menggelinding.”
pemimpin untuk menyuruh, memerintah Tahap kedua: Jika gerakan terhadap
atau memaksa para anggota organisasi perubahan berkembang, dua kubu-yaitu
untuk berpartisipasi dalam melakukan upaya mereka yang setuju dan yang tidak setuju
perubahan. Tahap ini merupakan pilihan terhadap perubahan-biasanya-mulai makin
terakhir yang dapat dipakai pemimpin jelas identitasnya. Salah satu dampak positifnya
manakala para anggota organisasi menghalangi ialah bahwa biasanya semakin banyak orang
atau menentang perubahan. Bentuk-bentuk yang turut berbicara mengenai berbagai segi
upaya pemaksaan yang dilakukan antara lain; dan manfaat perubahan itu. Ancaman yang
ancaman untuk dialihtugaskan; tidak akan dilihat oleh berbagai pihak dapat dikurangi oleh
diberi kenaikan pangkat; evaluasi kinerja karena pemahaman yang lebih baik tentang
negatif; surat rekomendasi yang tidak baik atau perlunya perubahan dilakukan. Lambat laun
beri surat teguran untuk menghentikan kontrak; sikap yang melihat perubahan sebagai sesuatu
ancaman gaji diturunkan; bahkan di PHK. hal yang asing atau aneh semakin berkurang.
SIKLUS PENOLAKAN TERHADAP Tahap ketiga: Tahap ini merupakan tahap
PERUBAHAN yang kritis karena terjadi konflik dan adu
Menurut Siagian (2004:81-83), kekuatan antara yang mendukung perubahan
sebagaimana diuraikan Tarsan (2012:68) setiap dan yang menentangnya. dikatakan tahap
perubahan cenderung melalui siklus sebagai yang kritis karena tergantung pada apa yang
berikut: direncanakan akan diwujudkan. Yang sangat
penting untuk diwaspadai pada tahap ini
Tahap pertama: pada tahap pertama hanya adalah agar para pendukung perubahan jangan
sedikit orang yang melihat perlunya perubahan sampai memandangremehkan ketangguhan
terjadi dan memandang reformasi organisasi pihak penentang. Hal ini sangat penting karena
dengan sikap yang sungguh-sungguh. Karena biasanya pihak yang mendukung perubahan
jumlahnya sedikit, dan mewakili hanya sebagian tidak selalu memahami ketangguhan berbagai
kecil orang dalam organisasi, organisasi sebagai pihak penolak untuk mencegah terjadinya
keseluruhan mungkin melakukan berbagai perubahan.
tindakan penghalang seperti mengkritik,
menertawakan atau menggunakan cara-cara Tahap keempat: jika tahap kritis diatasi
lain yang oleh organisasi dianggap tepat dengan baik, berarti pihak pendukung
untuk menghadapi kelompok kecil orang yang perubahanlah yang ‘menang” dan resistensi
mungkin dipandang sebagai “pembakang”. lanjutan akan dipandang sebagai sikap keras
kepala dan sekedar “gangguan”. Memang
108 Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar, Volume 2, Nomor 1 Januari 2018
tidak mustahil terjadi bahwa piahk-pihak yang Gwee, 2009:97; Nasution, 2010:140; Kasali,
menolak perubahan berupaya mengambil 2005:193).
langkah-langkah tertentu dengan maksud
agar terjadi pergeseran kekuatan yang Mengajak Para Bawahan Untuk Melihat,
menguntungkan pihak penentang tersebut. Bergerak, dan Menyelesaikan
Dalam situasi yang demikian diperlukan Menurut Kasali (2005:114) setiap upaya
kearifan konsultan dengan pimpinan puncak perubahan mengadapi persoalan karena
organisasi klien untuk melakukan intervensi para anggota gagal melihat (failure to see),
tertentu sehingga pihak penentang dapat gagal bergerak (failure to move), dan gagal
diyakinkan tentang manfaat yang akan menyelesaikan (failure to finish). Maka tugas
diperoleh bila perubahan yang direncanakan pemimpin adalah pertama; mengajak para
itu dapat diwujudkan. anggota melihat, bergerak, dan menyelesaikan.
Tahap kelima: Merupakan tahap terakhir Mengajak untuk melihat. Tanggung
dalam siklus penolakan terhadap perubahan, jawab pemimpin ketika adanya penolakan
posisi para penentang menjadi sama seperti atas adalah mengajak para bawahan untuk
posisi pendukung perubahan pada tahap melihat apa yang ia lihat. Menurut Kasali,
pertama. para bawahan bisa saja sulit melihat apa yang
pemimpin lihat, karena berbagai alasan antara
TUGAS PEMIMPIN DALAM lain tidak ada arah yang jelas atau karena peta
MENGELOLA RESISTENSI TERHADAP yang salah.
PERUBAHAN
Mengajak untuk bergerak. Setelah
Seorang pemimpin memiliki tanggung orang-orang diajak melihat, tugas pemimpin
jawab besar terhadap pengelolaan penolakan selanjutnya adalah mendorong agar mereka
atas perubahan. Pemimpin diibaratkan sebagai bergerak. Tugas pemimpin pada tahap ini tidak
seorang pilot. Ia memiliki tanggung jawab besar mudah karena seseorang bisa saja enggan
untuk membawa penumpang sampai di tempat untuk bergerak karena resiko yang ia dapat
tujuan; sekalipun menemukan badai yang jauh lebih besar dari hasil yang ia terima.
ganas di tengah jalan. Tugas pemimpin dalam
Mengajak untuk menyelsaikan. Seseorang
mengelola resistensi pertama-tama tentu saja
yang melihat belum tentu akan bergerak, dan
harus mengerti betul mengapa manusia pada
mereka yang bergerak belum tentu mampu
dasarnya menolak perubahan. Maka berikut
menyelesaikannya. Hal ini bisa terjadi antara
ini diuraikan beberapa rekomendasi tugas yang
lain karena letih, dan kehilangan kepercayaan.
dapat dikerjakan oleh pemimpin: pertama;
mengajak para anggota melihat, bergerak, Libatkan Mereka dalam Perencanaan, Pelak-
dan menyelesaikan; kedua, membentuk sanaan dan Evaluasi Terhadap Perubahan
change agent; ketiga, merubah pola pikir Agar akselerasi perubahan tidak ditentang
SDM; keempat, membuat blue print strategy; oleh anggota organisasi, maka tugas pemimpin
kelima, menggalang sumber daya, dana, adalah libatkan mereka dalam perencanaan,
alat dan keterampilan; dan keenam libatkan pelaksanaan dan evaluasi terhadap perubahan.
mereka dalam perencanaan, pelaksanaan, dan Ini penting agar mereka “memiliki’ perubahan
evaluasi terhadap perubahan (Vanim, 2010:51; itu sendiri.
Tarsan, Memahami dan Mengelola Resistensi Atas Perubahan 109
Gwee, James. 2009. Setiap Manajer Harus Ragu, Redempta, H. 2017. Analisis Kesulitan
Baca Buku Ini. Jakarta:Gramedia. Guru dalam Mengimplementasikan
Kurikulum 2013 (Studi Multi Kasus
Jande, Karel. 2002. Manajemen Pelatihan
di SDK Ruteng I dan SDK Ruteng
Pengelolaan Sekolah. Surabaya:Pearl
VI). Skripsi. Ruteng: Program Studi
Surabaya.
Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Kasali, R. 2005. Change!. Jakarta: Gramedia. STKIP Satu Paulus Ruteng.
Helmond, Arnoldus & Sennen, Eliterius. 2017. Supriyanto, A. 2009. Manajemen Perubahan:
“Penguatan Profesionalisme Guru Bahan Ajar Berbasis Benchmarking.
SDI Mbongos dan SDK Taga Melalui Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan
Pelatihan Pengembangan Penilaian Universitas Negeri Malang.
Autentik” dalam Jurnal Inovasi Tarsan, Vitalis. 2012. Perubahan Sekolah
Pendidikan Dasar, Ruteng: Program dalam Mengimplementasikan
Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Program Rintisan Sekolah Bertaraf
STKIP Satu Paulus Ruteng, Vol.1 Internasional (Studi Multi Kasus di
Nomor 1, pp 203-214. SMAK St. Albertus Dempo Malang
Midun, Hendrikus. 2014. “Membangun Budaya dan SMA Negeri 1 Batu). Tesis.
Mutu dan Unggul di Sekolah” dalam Malang: Program Studi Manajemen
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan.
Missio, Ruteng: STKIP Santu Paulus Vanim, A. G. 2010. Mengelola Perubahan.
Ruteng, Vol.6 No.2 , pp 215-230. Jakarta: Indeks.
Midun, Hendrikus. 2017. “Pengembangan Winardi, J. 2009. Teori Organisasi &
Profesionalisme Guru Pada Era Pengorganisasian. Jakarta:
Belajar” dalam Jurnal Pendidikan dan Rajagrafindo Persada.
Kebudayaan Missio, Ruteng: STKIP
----------. 2005. Manajemen Perubahan
Santu Paulus Ruteng, Vol.9, No.1, pp
(Management of Change). Jakarta:
50-59.
Kencana.
Nasution, M. N. 2010. Manajemen Perubahan. Wibowo. 2005. Manajemen Perubahan.
Bogor: Ghalia Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.